Diajukan Untuk Memenuhi Kelulusan Mata Kuliah Geologi Lapangan Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
Disusun oleh:
Namaskara Bagus Sani
NIM 12016074
Secara umum kondisi stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi 6 satuan utama, yakni;
kompleks bancuh, satuan batulempung berfragmen, satuan breksi, satuan batupasir A, satuan
batupasir B, serta yang paling muda adalah satuan aluvial. Kondisi struktur di karangsambung ini
di kontrol oleh dua pola secara umum, yakni pola NE-SW dan pola barat-timur. Pola NE-SW
diantaranya ada pola sesar mendatar Kali Mandala, dan sesar mendatar Kali Soka. sedangkan
untuk pola barat-timur sendiri terdapat lipatan sinklin dan antiklin barat-timur dan sesar naik Kali
Krembeng.
Sejarah geologi daerah penelitian diawali dengan terbentuknya kompleks bancuh pada zona
subduksi dan satuan tersebut sebagai basement, dilanjutkan pengendapan satuan batulempung
berfragmen di lingkungan laut dalam lalu diterobos intrusi basaltik-diabasik, diikuti pengendapan
secara selaras oleh satuan breksi, satuan batupasir A, satuan batupasir B dan kemudian satuan
aluvial. Aktivitas tektonik mendeformasi strata dalam dua fase, yakni fase NE-SW dan barat-timur.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji
syukur saya panjatkah ke-illahi rabbi karena rahmat, hidayah, serta hinayah-Nya sehingga saya
mampu menyelesaikan laporan Geologi Lapangan Karangsambung ini secara sungguh-sungguh
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana dengan tepat waktu.
Terima kasih saya haturkan kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam menyelesaikan
laporan ini. Laporan ini sudah saya susun dengan semaksimal mungkin. Semoga laporan ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
pengembangan pendidikan perguruan tinggi khususnya pada bidang geologi lapangan yang
dilakukan di Karangsambung itu sendiri.
Harapan saya semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini supaya ke
depannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Laporan ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis
SARI .............................................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL........................................................................................................................................ vi
LAMPIRAN................................................................................................................................................ 41
--
Gambar 2 Fisiografi Regional Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949 op.cit Hadiansyah, 2005)
Gambar 7 Stratigrafi Regional Daerah Karangsambung (Modifikasi Harsolumaksi dkk, 1966 dan Asikin dkk,)
2. Formasi Karangsambung
Formasi Karangsambung diendapkan diatas Satuan Kompleks Melange Luk Ulo
secara tidak selaras. Formasi Karangsambung terdiri dari batulempung serpihan, berwarna
hitam, berselingan dengan pasir, berstruktur scaly (sisik ikan) di beberapa bagian,
memperlihatkan perlapisan yang baik, terdapat fragmen-fragmen berupa batugamping dan
konglomerat polimik. Formasi ini diendapkan sebagai olisostrom, berumur Eosen Tengah
hingga Eosen Akhir. Istilah dari blok- blok ini disebut dengan olistolit yaitu blok-blok yang
dihasilkan dari pencampuran sedimenter.
3. Formasi Totogan
Formasi Totogan merupakan formasi yang diendapkan secara selaras di atas
Formasi Karangsambung. Formasi ini terdiri dari batulempung berwarna kelabu,
berselingan dengan batulempung merah dengan fragmen-fragmen berupa batulempung,
batugamping, lava basalt dan sekis. Formasi Totogan memiliki umur Oligosen-Miosene
Awal. Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan merupakan endapan olisostrom,
yaitu percampuran dari proses sedimentasi pelongsoran akibat gaya berat, pada suatu
cekungan yang aktif secara tektonik.
4. Formasi Waturanda
5. Formasi Penosogan
Formasi Penosogan Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi
Waturanda. Formasi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian bawah dicirikan oleh
perlapisan batupasir dan batulempung, bagian tengah terdiri dari perlapisan napal dan
batulanau tufan dengan sisipan tipis kalkarenit, sedangkan bagian atas lebih bersifat
gampingan, berukuran lebih halus terdiri dari napal tufan dan tuf. Struktur sedimen yang
dapat dijumpai di formasi ini berupa parallel lamination, convolute lamination, cross
lamination, parallel bedding, trough cross lamination, fining upward, ammalgamated
sand, dan flute/groove cast berkembang baik terutama pada batupasir perselingan
batulempung. Ditemukannya seri boma berupa (Ta, Tb, Tc, dan Td) menjadi indikasi
bahwa formasi ini terbentuk akibat dari mekanisme turbidit. Formasi Penosogan berumur
Miosen Tengah.
6. Formasi Halang
Formasi Halang memiliki umur Miosen Atas-Pliosen dan diendapkan selaras di atas
Formasi Penosogan. Bagian bawah didominasi oleh breksi, dengan sisipan batupasir dan
napal. Ke arah atas, sisipan batupasir, perselingan perselingan napal dan batulempung
semakin banyak dengan sisipan tuf makin dominan.
7. Endapan Aluvial
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur Holosen dan
pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang. Endapan aluvial terdiri dari fragmen
– fragmen batuan seperti Filit, Rijang, Sekis, Dasit, Andesit dan Basalt.
Selain itu, satuan ini juga diterobos oleh dua intrusi yang berbeda, yaitu intrusi diabas dan
intrusi basalt. Hal tersebut dibuktikan dari ditemukannya efek bakar hasil intrusi oleh basalt dan
diabas tersebut. Intrusi tersebut tersebar di beberapa tempat, yaitu di sekitar Gunung Parang – Dakah
(Satuan Diabas), Kali Mendala (Satuan Basalt), sekitar Jembling – Kali Kayen (Satuan Diabas), dan
Gunung Bujil (Satuan Basalt). Satuan Basalt didominasi oleh intrusi basalt yang memiliki
kenampakan hitam, afanitik, terdapat struktur bantal dan vesikuler. Satuan Diabas didominasi oleh
intrusi diabas yang memiliki kenampakan abu-abu, segar, fanerik, inequigranular, euhedral,
panidiomorfik, holokristalin, tekstur diabasik, fenokris plagioklas (20%) dan plagioklas (50%), serta
massadasar mineral mafik (30%), dan terdapat struktuur bantal dan autobreksia (Gambar 10).
Satuan Batulempung ini memiliki umur yang relatif tua kedua setelah Kompleks Bancuh.
Berdasarkan dari karakteristik litologi dan posisi stratigrafinya maka satuan ini dapat disetarakan
dengan formasi Karangsambung dan Totogan yang berumur Eosen – Oligosen atas (Harsolumakso
dkk, 1996). Hal ini juga terdapat keterkaitan dengan adanya proses kolisi mikro kontinen Jawa
Timur yang berumur Eosen – Oligosen sebagai energi utama yang menggerakkan fragmen-fragmen
kontinen seperti batugamping,konglomerat bercampur aduk dengan matriks batulempung tebal.
Gambar 11 Singkapan Perselingan Breksi - Batupasir di Tepi Jalan Raya Karangsambung Sebelah Kali Luk Ulo
Gambar 12 Gambaran umum satuan batupasir tufan, a). Kontak antara satuan batupasir tufan dengan breksi, b).
Sekuen Bouma, bagian dasar batupasir kasar (Ta) fining upward dengan paralel lamination sandstone (Tb). c).
Struktur rip-up clast, dan d). Convolute Lamination yang setara dengan Tc di sekuen bouma
4.1. Lipatan
Perlipatan yang ditemukan di lapangan memeliki bentukan antiklin dan sinklin, serta
terdapatnya microfold di kelurusan sungai krembeng. Lipatan yang berukuran raksasa dan terlihat
jelas dari geomorfologi berupa Antiklin Karangsambung dan Sinklin Gunung Paras dapat kita
buktikan keberadaannya di lapangan dari data pengukuran kedudukan strike dip serta dip direction.
Antiklin Karangsambung pada analisis geomorfologi nampak terlihat pola scarp slope - dip slope
yang menunjukkan kenampakan saling berlawanan dari dip slope. Intepretasi peta geomorfologi
telah dibuktikan dengan data lapangan yaitu terdapat perubahan arah kemiringan lapisan batuan
pada bagian utara dan selatan baik di daerah sekitar utara dan selatan perbukitan G. Bujil maupun
utara dan selatan perbukitan G. Paras. Antiklin Karangsambung memiliki sumbu antiklin yang
memanjang dari barat hingga timur dan menunjam ke arah timur.
Selain itu ada juga Sinklin Paras yang membentang WNW-ESE dapat kita amati dari
analisis geomorfologi yaitu scarp slope yang berlawanan. Hal tersebut juga ikut didukung dengan
data kedudukan yang diukur saat berada di lapangan, bahwa bagian utara G. Paras memiliki
kemiringan yang mengarah ke selatan dan bagian selatan G. Paras memiliki kemiringan yang
mengarah ke utara. Terdapatnya lipatan-lipatan minor contohnya seperti di K. Soka, K. Krembeng,
K. Pancur, K. Peniron, K. Jaya dan K. Welaran. Pada umumnya memiliki arah sumbu relatif barat
– timur dengan kemiringan lapisan sayap - sayapnya berarah utara dan selatan, lipatan-lipatan
minor ini sebagai konsekuensi dari terdapatnya sesar naik barat-timur di kelurusan Kali Krembeng.
Hasil dari analisis geomorfologi dan pengamatan lapangan dapat diinterpretasikan bahwa lipatan
4.2 Sesar
Table 1 Sesar di Sungai Daerah Penelitian
Sesar pada daerah Paras secara umum memiliki arah barat daya - timur laut (Sesar
Menganan Luk Ulo, Sesar Mengiri Kali Mandala), barat – timur (Sesar Naik Kali Krembeng), dan
utara – selatan sesar menganan Kali Soka. Data sesar yang diambil berupa kedudukan gores-garis
serta struktur penyerta seperti, shear fracture dan sebagainya yang nantinya dianalisis kinematik
dan dinamik untuk menentukan arah pergerakan dari sesar itu sendiri.
Sesar yang berada di Luk Ulo bagian utara merupakan jenis sesar geser menganan dari
hasil analisis kinematik menggunakan data struktur penyerta di sepanjang Sungai Luk Ulo bagian
utara yang berada di Kompleks Bancuh yang sesuai dengan kelurusannya di peta geomorfologi.
Penarikan sesar ini berdasarkan hasil pengukuran struktur penyerta sesar yaitu 31 arah breksiasi
dan 150 kedudukan shear fracture, dan 150 data microfold yang berada pada singkapan filit
sepanjang Sungai Luk-Ulo. Kedudukan sesar ini adalah N 29⁰E/73⁰ menggunakan analisis
kinematik dengan Stereonet (Gambar 14). Sesar ini memiliki pergerakan sesar dominan ke kanan
didukung juga oleh batas litologi filit yang bergeser relatif ke kanan di sepanjang sungai Lok Ulo.
Sesar Naik Kali Krembeng merupakan jenis sesar naik dari hasil pengamatan gores-garis
dan microfold di lapangan yang ditemukan di Kali Krembeng arah sungai barat-timur, sungai arah
barat timur dari selatan Kali Soka, dan Kali Pancur serta kali Peniron. Sesar naik ini menghasilkan
indikasi adanya fault propagation fold, di mana sesarnya sendiri tidak nampak ke permukaan.
Gores-garis pada tabel 1 di Kali Krembeng (N 920 E) ditemukan juga pada Kali Peniron, Kali
Pancur, dan di selatan Kali Soka (Gambar 15). Kemungkinan sesar tersebut berasosiasi dengan
terbentuknya antiklin raksasa di Karangsambung.
Kemudian Sesar Kali Mandala yang merupakan sesar Mengiri yang berarah timur laut –
barat daya, dibuktikan dengan analisis kinematik struktur penyerta (Gambar 16) serta
ditemukannya gores-garis di lapangan sepanjang kelurusan timur laut – barat daya di Kali Jebug
dengan kedudugan N 2370 E/880 mengiri (sebelah timur laut Kali Mandala), dan juga
ditemukannya gores-garis di Kali Cacaban dengan kedudukan N 2300 E/860 pergerakan mengiri.
Serta analisis kinematik di Kali Mandala yang menunjukkan arah pergerakkan mengiri turun
dengan kedudukan sesar N 243o E/600.
Setelah itu terdapat sesar menganan turun Kali Soka. Sesar ini jelas terlihat karena
ditemukannya offset lipatan minor. yang bergerak relatif menganan, adapun data bidang sesar Kali
Soka ini adalah N 1200 E/800 dengan pitch sebesar 70. Untuk mengetahui kemenerusan Sesar Kali
Soka ini, kita bisa mengetahui berdasarkan kelurusan yang bersambung menuju Kali
Kedungbener, dan ditemukan data gores-garis serta offset yang cenderung menganan juga di Kali
Kedungbener ini.
Sejarah geologi pada daerah Paras diinterpretasi berdasarkan kepada data geomorfologi,
data stratigrafi, struktur geologi dan tektonik regional yang ada. Pada awalnya mengacu kepada
geologi regional yang ada, daerah Paras ini posisi stratigrafinya semakin muda dari utara ke
selatan, mula-mula diawali dengan pembentukan Kompleks Bancuh (pada stratigrafi) yang
merupakan hasil dari pencampuran batuan dari kerakn kontinen dengan kerak samudra yang
umumnya dapat disebut sebagai (tectonic melange), di mana satuan ini hadir sebagai batuan dasar
(basement) akibat dari aktivitas tektonik subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng
Eurasia (Sundaland) pada zaman Kapur Atas – Eosen di palung zona subduksi lingkungan laut
dalam dengan arah subduksi relatif NE-SW. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fragmen
kerak samudera yaitu rijang dan basalt, fragmen kerak benua yaitu konglomerat, tercampur jadi
satu dalam matriks lempung bersisik (scaly clay) serta adanya batuan metamorf fasies greenschist-
blueschist yang dapat ditemukan di jalur subduksi.
Gambar 18 Perubahan Zona Subduksi dan Busur Magmatisme Jawa (Sujanto dan Sumantri, 1977)
Gambar 19 a) Pembentukkan prisma akresi Kompleks Bancuh, b) Pengendapan Satuan Batulempung di atas
Kompleks Bancuh
Zona magmatik yang berubah dengan arah barat-timur menyebabkan adanya aktivitas
magma berpindah ke Karangsambung, yang menerobos Satuan Batulempung, yang dapat dilihat
di intrusi Diabas G.Parang, Jembling; Kali Kayen; dan,Intrusi Basalt G. Bujil dengan struktur khas
kekar kolom rebah. Efek bakar ditemukan disekitar lokasi – lokasi tersebut yang menandakan
Satuan Intrusi Basalt dan Diabas menerobos Satuan Batulempung pada Oligosen.
Pada saat Miosen Awal diendapkan secara selaras Satuan Breksi batupasir yang
disetarakan dengan Formasi Waturanda. Satuan ini diendapkan selaras dengan satuan
Batulempung serta diendapkan pada lingkungan lereng belakang, tepatnya di lereng volkanik
bawah laut dari fragmen breksi yang dominan batuan volkanik (Andesit-Basalt). Mekanisme
pengendapan Satuan Breksi dengan gravity mass flow, dengan arus yang membawanya merupakan
arus debrit yang dibuktikan dengan adanya struktur mengasar serta menebal ke atas pada satuan
ini.
Pada Miosen Tengah, diendapkan Satuan Batupasir A secara selaras di atas Satuan Breksi.
Hasil pengamatan di lapangan ditemukan perulangan Sekuen Bouma pada perselingan lapisan
tersebut yang menunjukkan mekanisme gravity mass flow yang diakibatkan oleh arus turbidit di
depan slope lingkungan kipas aluvial, ditemukan struktur menyerupai slumping di Kali Soka, Kali
Kedung Bener dan Kedungwaru ini memperkuat argumen bahwa diendapkannya satuan ini di
lereng depan. Terdapatnya tuf pada satuan ini diakibatkan oleh masih terdapatnya aktifitas
magmatik, yang mungkin sumbernya bisa jauh atau dekat, untuk dapat membuktikan hal ini, dapat
dilakukan studi lanjut menggunakan metode analisis besar butir.
Busur magmatik terus bergeser ke arah selatan pada Miosen Akhir, berlanjut pada
pengendapan Satuan Batupasir B dengan sisipan tuf yang diendapkan secara selaras di atas Satuan
Batupasir A pada lingkungan laut dangkal (fore reef). Ketika sudah terendapkan Satuan Breksi
2. Menurut penulis, satuan stratigrafi daerah Paras tersusun atas 6 satuan batuan berurutan
dari tua ke muda, yakni:
1. Kompleks Bancuh
2. Satuan Batulempung
3. Satuan Breksi
4. Satuan Batupasir A
5. Satuan Batupasir B
6. Satuan Aluvial
Satuan Batulempung diendapkan secara tidak selaras dengan Kompleks Bancuh.
Kemudian, Satuan Breksi sampai Batupasir B diendapkan selaras dengan Satuan
Batulempung. Satuan Aluvial diendapkan tidak selaras dengan Satuan Batupasir B.
3. Struktur geologi utama yang berkembang pada daerah Paras adalah Antiklin
Karangsambung dengan sumbu lipatan berarah relatif barat -timur, Sesar Naik Krembeng
dengan jurus bidang sesar relatif barat-timur , Sesar Menganan Lok Ulo yang memanjang
dari selatan hingga utara, dan Sesar Mengiri Kedungbener yang juga memanjang dari
selatan ke utara. Tegasan utama berarah relatif utara-selatan.
Asikin, Sukendar, 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya: Ditinjau dari Segi Teori
Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, Dept. Teknik Geologi ITB, tidak diterbitkan.
Asikin, S., Harsolumakso, A. A., Busono H., dan Gafoer S, 1992, Geologic Map Of Kebumen
Quadrangle, Java, Scale 1:100.000. Geological Research and Development Centre,
Bandung.
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The Haque, Nederland
Hadiyansyah, Dian., 2005, Karakteristik Struktur Formasi Karangsambung, Daerah
Karangsambung dan Sekitarnya, Kecamatan Karangsambung-Karangayam, Kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah, Skripsi Sarjana S-l, Dept. Teknik Geologi ITB, tidak
diterbitkan.
Harsolumakso, Agus Handoyo dan Dardji Noeradi, 1996, Deformasi pada Formasi
Karangsambung, di daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah, Buletin Geologi 26, 45-54.
Lobeck, A. K., 1939, Geomorphology: an Introduction to Study of Landscapes, McGraw-Hill Book
Co., New York.
Catatan Lapangan dan Ekskursi Karangsambung 2014
Slide Kuliah Geomorfologi , 2013
Slide Kuliah Geologi Struktur, 2013