Anda di halaman 1dari 10

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS
MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA
CEKUNGAN IDONESIA TIMUR DAN INDONESIA BARAT

Disusun Oleh :
Lia Nazmi Aida
Nurarifah Amalian Sari

Dosen Pengampu :
Salahuddin Husein, S.T., M.Sc., PhD.

YOGYAKARTA
FEBRUARI
2019
1. CEKUNGAN INDONESIA TIMUR
Salawati Basin
Cekungan Salawati merupakan salah satu cekungan yang terdapat di wilayah timur Indonesia.
Cekungan ini terletak di bagian paling barat dari Kepala Burung, Papua, yaitu di tepi barat fragmen
Benua New Guinea (gambar 1). Cekungan ini dibatasi oleh Zona Sesar Sorong di bagian utara,
yang memisahkan Lempeng Australia di bagian selatan dengan Lempeng Pasific di bagian
utaranya. Di sebelah timur, Tinggian Ayamaru memisahkan Cekungan Salawati dengan Cekungan
Bintuni. Di bagian selatan, cekungan Salawati di batasi oleh Geantiklin Misool-Onin. Zona Sesar
Sorong yang menerus merupakan batas cekungan ini di bagian barat.

UMUR FORMASI LITOLOGI LINGKUNGAN PERISTIWA


SALAWATI SALAWATI PENGENDAPAN TEKTONIK
SALAWATI SALAWATI

Stratigrafi Regional Cekungan Salawati


1.1 Stratigrafi cekungan Salawati
Secara umum, Cekungan Salawati dapat dikelompokkan ke dalam empat regime sedimen, yaitu :
1. Pre-Carboniferous Basement
a. Formasi Kemum
Formasi Kemum (Visser & Hennes, 1982) membentuk batuan dasar pada bagian tengah Kepala
Burung, yang dibatasi oleh Sesar Sorong di bagian barat dan Sesar Ransiki di sebelah timur. Di
bagian selatan dan baratdaya, batuan Paleozoik, Mesozoik dan Kenozoik menindih batuan dasar
secara tidak selaras (angular unconformity).
2. Permo-Carboniferous Sediments
b. Kelompok Aifam
Kelompok Aifam ini terdapat pada Sungai Aifam, anak Sungai Aifat (Kamundan), pada bagian
tengah Kepala Burung. Kelompok Aifam berumur Karbon Tengah hingga Perm Akhir. Sejumlah
fosil terdapat pada kelompok ini, seperti kayu yang tersilisifikasi, fosil tumbuhan, conodont, coral,
bryozoa, brachiopoda, ammonoid, fusulinida, crinoid, dan trilobite.
3. Jurassic-Cretaceous Sediments
a. Kelompok Kembelangan
Kelompok Kembelangan tersingkap pada bagian timur Kepala Burung, Leher Burung, dan Badan
Burung. Pada Kepala Burung, Kelompok Kembelangan terdiri atas Formasi Jass (Pigram &
Sukanta, 1982), yang tersusun atas mudstone hitam hingga cokelat yang karbonatan, lithic
sandstone, muddy sandstone, dan batugamping dengan sedikit batupasir kuarsa, serta konglomerat
polimik. Ketebalan maksimumnya mencapai 400 m.
4. Tertiary Stratigraphy
a. Formasi Waripi
Formasi Waripi (Visser & Hermes, 1962) tersingkap di pegunungan bagian barat Central Range,
yang menerus ke bagian barat hingga bagian selatan Kepala Burung. Formasi ini terdiri atas well-
bedded, sandy oolitic calcarenite dan biocalcarenite, batupasir kuarsa karbonatan, dan red-brown
oolitic biocalcarenite.
b. Batugamping Faumai
Batugamping Faumai (Formasi Faumai; Visser & Hermes, 1962) dapat dikenali melalui singkapan
hanya pada bagian timurKepala Burung, yang ditindih oleh Formasi Sirga, yang juga memisahkan
Batugamping Faumai dengan Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur Miosen.
Singkapan Batugamping Faumai tersebar mulai dari bagian timur Tinggian Ayamaru, yang
menerus ke arah timur hingga Teluk Cendrawasih.
c. Formasi Sirga
Formasi Sirga berumur Oligosen yang ditemukan di bawah permukaan pada Cekungan Salawati,
di sebelah barat Tinggian Ayamaru. Batuannya didominasi oleh siltstone dan mudstone di bagian
barat dan selatan hingga batupasir kuarsa dan konglomerat di bagian utara dan timur. Ketebalan
maksimumnya mencapai 200 m. Terdapat foraminifera besar dan kecil yang berumur Miosen.
Formasi ini mungkin diendapkan di laut dangkal pada saat transgresi pada akhir Oligosen.
d. Batugamping Kais
Singkapan Batugamping Kais (Visser & Hermes, 1962), membentuk sabuk yang melintasi Kepala
Burung dari barat hingga timur. Formasi ini terdiri atas calcarenite dan muddy calcarenite.
Batugamping Kais mewakili kompleks terumbu yang terdiri atas platform dan patch reef facies.
Umur Batugamping Kais berkisar antara Miosen Awal hingga Miosen Tengah.
e. Formasi Klasafet
Formasi Klasafet (Visser & Hermes, 1962) tersingkap secara tidak menerus di daerah Kepala
Burung dari barat ke timur, meskipun hampir menerus di bawah permukaan. Formasi ini terdiri
atas marl masif berlapis baik, batulanau mikaan dan batulanau karbonatan, dan sedikit
batugamping.
f. Formasi Klasaman
Formasi Klasaman tersingkap pada daerah yang luas di Kepulauan Salawati di bagian barat Kepala
Burung dan sepanjang sisi selatan Tinggian Ayamaru. Formasi ini berumur Miosen Akhir hingga
Pliosen, yang terdiri atas interbedded sandy, mudstone yang karbonatan, dan batupasir karbonatan.
Pada bagian atasnya terdapat konglomerat dan lignit.
g. Sele Konglomerat
Sele Konglomerat tersingkap di Pulau Salawati dan di bagian barat Kepala Burung, Sorong bagian
timur, dan terdiri atas konglomerat polimik dengan sisipan batupasir dan batulempung. Banyak
terdapat sisa-sisa tumbuhan. Ketebalan maksimumnya mencapai 120 m. Umurnya lebih muda dari
Pliosen.
1.2 Tektonik Cekungan Salawati
Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak
aktif. Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan
kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 10,5 cm/th (Gambar 2). Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu
tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak
Benua Indo-Australia.
Kompresi ini hasil dari interaksi yang bersifat konvergen miring (oblique convergence) antara
Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto,
1984). Konvergensi tersebut diikuti oleh peristiwa tumbukan yang bersifat kolisi akibat interaksi
pergerakan antara busur kepulauan dengan lempeng benua yang terjadi selama Zaman
Kenozoikum (Dewey & Bird, 1970; Abers & McCafferey, 1988 dalam Sapiie, 1998). Interaksi
kolisi ini pergerakannya hampir membentuk sudut 246° terhadap Lempeng Australia (Quarles van
Ufford, 1996 dalam Sapiie, 1998).
Visser dan Hermes (1966; Dalam Darman dan Sidi, 2000) berpendapat bahwa kejadian kolisi
terjadi pada Oligosen setelah pengendapan sedimen karbonat yang berubah menjadi pengendapan
sedimen klastik akibat proses pengangkatan. Batuan metamorf yang hadir di kawasan ini
memberikan umur proses kolisi terjadi pada Miosen (Pigram dkk., 1989 dalam Darman dan Sidi,
2000). Dow dkk. (1998; dalam Darman dan Sidi, 2000) menyimpulkan bahwa Papua merupakan
produk dari dua kolisi yang terjadi pada Kala Oligosen (Orogenesa Peninsula) dan dikuti kolisi
yang terjadi pada Miosen (Orogenesa Melanesia).
Orogenesa Peninsula bersifat lokal dan terjadi pada bagian timur Pulau New Guinea, sedangkan
Orogenesa Melanesia bersifat regional dan berpengaruh terhadap seluruh Pulau new Guinea serta
menyebabkan penyebaran sedimentasi klastik secara luas. Van Ufford (1996) dalam Sapiie (1998)
membagi orogenesa ini menjadi 2 tahap, yaitu tahap pra-kolisi dan tahap kolisi.
Tahap pra-kolisi diawali oleh penunjaman Lempeng Benua Australia ke bawah Lempeng
Samudera pasihik sehingga terjadi pengangkatan endapan passive margin Lempeng benua
Australia dan terjadi proses malihan regional akibat aktivitas penunjaman ini. Setelah itu, terjadi
tahap kolisi yang diawali dengan berhentinya proses penunjaman lempeng ketika menumbuk
batuan alas. Perbedaan daya apung lempeng menyebabkan pengangkatan secara vertikal batuan
sedimen Lempeng Australia dan juga penipisan lempeng. Penipisan lempeng mengakibatkan
magma astenosfer dapat menerobos hingga puncak Kompleks Pegunungan Tengah Papua (Central
Range). Menurut Cloos dkk. (1994; dalam Sapiie, 1998), proses inilah yang menyebabkan adanya
proses magmatisme dan aktifitas volkanisme yang menunjukkan adanya produk berupa batuan
beku dengan ciri khasi afinitas magmatik yang berbeda.
2. CEKUNGAN INDONESIA BARAT
North Sumatera Basin
Cekungan Sumatera Utara merupakan salah satu dari tiga cekungan busur belakang yang
terbentuk selama Tersier (Oligosen Awal) pada lempeng Eurasia (Sastromihardjo, 1988). Tektonik
ekstensi medominasi dan menjadi awal pembentukan morfologi tinggian dan rendahan pada
cekungan sehingga terbentuklah perangkap tempat tumbuhnya terumbu karang. Kemudian
tektonik kedua adalah kompresi yang membentuk perangkap stuktur inversi.
1.1. Setting Tektonik
Secara tektonik Cekungan Sumatera Utara terdiri dari berbagai elemen yang berupa
tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya
gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan
sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara.
Fase-fase pada Rifthing fase ialah sebagai berikut:
1. Rift Initation
Fase ini merupakan fase awal rifting, fase ini didominasi oleh pengendapan sedimen secara
gravitational, laju penurunan relatif sama, sehingga ketebalan sedimen seragam.
2. Rift Climax
Pada fase ini, sesar bergerak secara maksimal, laju penurunan lebih besar daripada laju
sedimentasi, sehingga akan menghasilkan pola pengendapan agradasi ataupun progradasi di
bagian bounding fault-nya, sedimen akan tebal di center of basin, dan tipis di flexure margin.
3. Late Synrift
Fase ini disebut sebagai fase terakhir pengendapan synrift, dimana sedimen yang diendapkan
relatif sama tebal, dan kalau di Indonesia biasanya diendapkan sedimen-sedimen delta marine.
Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Utara (Karnioli dan Naim, 1973, Mulhadiono, 1975, Cameron dkk., 1980) dengan modifikasi.
1.2.Stratigrafi Cekungan Sumatra Utara
Proses tektonik cekungan telah membagi Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Utara dengan
urutan dari tua ke muda sebagai berikut :
1. Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan konglomerat di bagian bawah,
serta sisipan serpih yang diendapkan secara tidak selaras. Secara regional, bagian bawah Formasi
Parapat diendapkan dalam lingkungan laut dangkal dengan dijumpai fosil Nummulites di Aceh.
Formasi ini diperkirakan berumur Oligosen.
2. Formasi Bampo
Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan tidak berlapis, dan
umumnya berasosiasi dengan pirit dan gamping. Lapisan tipis batugamping, ataupun batulempung
berkarbonatan dan mikaan sering pula dijumpai.
3. Formasi Belumai
Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan formasi Peutu
yang hanya berkembang dicekungan bagian barat dan tengah. Terdiri dari batupasir glaukonit
berselang – seling dengan serpih dan batugamping. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah
laut dangkal sampai neritik yang berumur Miosen awal.
4. Formasi Baong
Formasi Baong terdiri atas batulempung abu-abu kehijauan, napalan, lanauan, pasiran.
Didaerah Langkat Aru beberapa selingan batupasir glaukonitan serta batugampingan yang terdapat
pada bagian tengah. Formasi ini dinamakan Besitang River Sand dan Sembilan sand, yang
keduanya merupakan reservoir yang produktif dengan berumur Miosen Tengah hingga Atas.
5. Formasi Keutapang
Formasi Keutapang tersusun selang-seling antara serpih, batulempung, beberapa sisipan
batugampingan dan batupasir berlapis tebal terdiri atas kuarsa pyrite, sedikit mika, dan karbonan
terdapat pada bagian atas dijumpai hidrokarbon. Formasi Keutapang merupakan awal siklus regresi
dari sedimen dalam cekungan sumatera utara yang terendapkan dalam lingkungan delta sampai
laut dalam sampai Miosen akhir.
6. Formasi Seurula
Formasi Seurula merupakan kelanjutan facies regresi, dengan lithologinya terdiri dari
batupasir, serpih dan dominan batulempung. Formasi Seurula berbutir lebih kasar banyak
ditemukan pecahan cangkang moluska dan kandungan fornifera plangtonik lebih banyak.
7. Formasi Julu Rayeu
Formasi Julu Rayeu merupakan formasi teratas dari siklus endapan laut dicekungan
sumatera utara. Dengan lithologinya terdiri atas batupasir halus sampai kasar, batulempung dengan
mengandung mika, dan pecahan cangkang moluska. Lingkungan pengendapan laut dangkal pada
akhir Pliosen sampai Plistosen.Tektonik Cekungan Sumatra Utara.
3. PERBANDINGAN CEKUNGAN SUMATERA UTARA DAN CEKUNGAN
SALAWATI

Kolom kesebangingan Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Salawati dengan modifikasi.
1. Tektonik Cekungan
Evolusi tektonik tersier Pulau Sumatera berbeda dengan pulau lain di Indonesia bagian timur.
Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat dari subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah Kraton
Sunda secara oblik sepanjang baratdaya Pulau Sumatera. Gerakan lempeng Indo-Australia ke
bawah lempeng continental Eurasia ini berlangsung sejak Oligosen Akhir (Dally dkk, 1987, 1991,
Pulunggono dan Cameron, 1984). Kecuraman lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah
pulau Sumatra diperkirakan lebih landai sehingga zona gesekan lebih luas. Akibat landainya zona
subduksi ini, di Sumatra zona kuncian lempengnya lebih luas sehingga menyebabkan deformasi
berupa naiknya bagian Bancuh dan membentuk deretan kepulauan.
Sedangkan evolusi tektonik Pulau Irian Jaya merupakan ekspresi permukaan hasil dari
interaksi antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Pasifik yang menghasilkan kondisi
geologi yang sangat kompleks pada bagian Indonesia Timur. Beberapa peneliti terdahulu yang
telah melakukan studi terhadap geologi Papua berpendapat bahwa orogenesis pengangkatan pada
Kala Oligosen merupakan awal mulainya proses tektonik Papua.
2. Stratigrafi
Penyusun litologi dari cekungan Sumatera Utara berupa batuan sedimen karbonat seperti
batupasir, batugamping, batulempung terbentuk mulai pada umur Eosen, sedangkan pada cekungan
Salawati, batuan sedimen karbonat terbentuk mulai pada umur Pra-Tersier – Paleosen. Basement
cekungan Sumatera Utara muncul pada umur Paleosen ketika subduksi intensif terjadi antara
lempeng Indo-Australia dengan lempeng continental Eurasia, sedangkan pada cekungan Salawati,
basemen telah muncul pada umur Pra Tersier.
Lingkungan pengendapan tempat terakumulasinya sedimen di cekungan Sumatera Utara
berbeda dengan cekungan Salawati. Sedimen di cekungan Sumatera Utara berada pada lingkungan
laut dangkal, yaitu pada Formasi Tampur terendapkan di lingkungan sub litoral, Formasi Parapat
di lingkungan fluvio litoral, Formasi Bampo terendapkan di lingkungan lakustrin, Formasi
Belumai, Baong, Keutapang, Seureula, dan Julu Rayeu terendapkan di laut dangkal.
Pada cekungan Salawati, sedimen mulai terendapkan di lingkungan dangkal, yang kemudian
berubah menjadi dalam, dan kembali mendangkal dengan input sedimen yang kaya akan karbonat
dan menghasilkan litologi batugamping yang tebal.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, A. J., Crow, M. J., Milsom, J. S. 2005. Sumatra : Geology, Resources and Tectonic
Evolution. Geological Society, London, Memoirs, 31.
Hall, R., 1998. The plate tectonics of Cenozoic SE Asia and the distribution of land and sea, In: R.
Hall and J.D. Holloway (eds.), Biogeography and geological evolution of SE Asia,
Backhuys Publishers, Leiden, 99-131.
Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian region, US Geol.Surv. Prof. Pap. 1078, 345 pp.
Kamili, Z.A., Wahab, A., Kingston, J., Achmad, Z., Sosromiharjo, S., Crausaz, C.U., 1976,
Contribution to The Pre-Baong Stratigraphy of North Sumatra, Indonesian Petrolim
Asscociation, Preceedings 5th annual convention,
Liu, C.S., Curray, J.R., McDonald, J.M., 1983. New constraints on the tectonic evolution of the
eastern Indian Ocean. Earth Planetary Sci. Letters, 65, 331-342.
Matson, R., Moore, G.F., (1992). Structural controls on forearc basin subsidence in the central
Sumatera forearc basin. In: Geology and Geophysics of Continental Margins, Am. Assoc.
Petrol. Geol. Memoir, 53, 157-181.
McArthur, A.C. and Helm, R.B. 1983. Miocene carbonate buildups, offshore north Sumatra.
Indonesian Petroleum Association, Proceedings of the 11th Annual Convention, Jakarta.
Mulhadiono and Marinoadi. 1977. Notes on hydrocarbon trapping mechanisms in the Aru
area, North Sumatra. Indonesian Petroleum Association, Proceedings of the 6th Annual
Convention, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai