Anda di halaman 1dari 85

PANDUAN PRAKTIKUM

PETROLOGI

IGNEOUS
(BASALT)

THE

ROCK CYCLE

SEDIMENTARY METAMORPHIC
(SANDSTONE) (MARBLE)

OLEH:

TIM PETROLOGI JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
JAMB I

NAMA :
NIM .
PLUG :
TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS
JAMBI
JAMBI

2017

STAFF PENGAJAR PETROLOGI

Magdalena Ritonga, ST, MT


Wahyudi Zahar, ST, MT

STAFF ASISTEN

ZIO PARDANU FAUZI


ESA HABI NUGRAHA
SYAIFUL ANWAR
M. TARMIZI FEBIYORA CHANDRA
KIRANA HANIF FIKRIYANTITO
OKY RAFSANJANI ASMORO
PRIBADI DEWO
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S. W. T, karena berkat rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan revisi Panduan Praktikum Petrologi ini.

Penyusunan Panduan Praktikum Petrologi ini dimaksudkan agar dapat dipergunakan


oleh praktikan agar mampu mendeskripsikan batuan maupun singkapan batuan yang akan
dipelajari lebih lanjut.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
Panduan Praktikum Petrologi ini dapat selesai dan dapat dicapai perbaikan yang
menyeluruh. Semoga pada masa yang akan dating dapat dicapai kesempurnaan buku
praktikum ini.

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I. BATUAN BEKU .................................................................................................


1

1.1 PENGERTIAN MAGMA ................................................................................ 2

1.2 REAKSI BOWEN SERI DARI MINERAL UTAMA PEMBENTUK


BATUAN BEKU .............................................................................................
5

1.3 KLASIFIKASI BATUAN BEKU .................................................................... 7

1.5 STRUKTUR BATUAN BEKU........................................................................ 9

1.6 TEKSTUR BATUAN BEKU........................................................................... 9

1.7 KOMPOSISI MINERAL ...............................................................................


13

1.8 PENAMAAN BATUAN BEKU .................................................................... 16

BAB II. BATUAN PIROKLASTIK .............................................................................. 24

2.1 KOMPONEN PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK. ............................ 24

2.2 STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK.......................... 25

2.3 KOMPOSISI MINERAL BATUAN PIROKLASTIK .................................. 27

2.4 KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK................................................... 28

2.5 MEKANISME PEMBENTUKAN ENDAPAN PIROKLASTIK ................. 30

BAB III. BATUAN SEDIMEN ..................................................................................... 35

3.1 PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN........................................................... 35

3.2 PROSES PEMBENTUKAN BATUAN SEDIMEN ...................................... 35

3.3 PENGGOLONGAN DAN PENAMAAN ...................................................... 37

3.4 PEMER1AN BATUAN SEDIMEN KLASTIK............................................. 38

3.5 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK.................................... 44

3.6 BATUAN SEDIMEN KARBONAT.............................................................. 46


3.7 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT KLASTIK ...................... 47

3.8 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT NON KLASTIK ............ 51

3.9 KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT....................................................... 51

3.10 DIAGENESA BATUAN KARBONAT ........................................................ 53

BAB IV. BATUAN METAMORF ................................................................................ 58

4.1 TIPE-TIPE METAMORFOSA ...................................................................... 59

4.2 PEMERIAN BATUAN METAMORF .......................................................... 60

4.3 KOMPOSISI MINERAL ...............................................................................


64

4.4 PENAMAAN BATUAN METAMORF ........................................................ 64

BAB V. BAHAN GALIAN ........................................................................................... 67

5.1 PENGGOLONGAN BAHAN GALIAN........................................................ 67


BAB I BATUAN
BEKU

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat cair liat,
pijar, bersifat mudah bergerak yang dikenal dengan magma. Penggolongan batuan beku
dapat didasarkan pada berbagai hal, seperti genesanya, senyawa kimianya, mineraloginya
atau tempat terbentuknya. Seperti telah disinggung di depan didasarkan pada tempat
terbentuknya batuan beku dapat dibagi menjadi:

Batuan beku ekstrusi : batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di
atas permukaan bumi baik di darat maupun di bawah muaka air laut. Pada saat mengalir
di permukaan masa tersebut membeku secara relatif cepat dengan melepaskan kandungan
gasnya. Oleh karena itu sering memperlihatkan struktur aliran dan banyak lubang gasnya
(vesikuler). Magma yang keluar di permukaan atau lava setidaknya ada 2 jenis: Lava
Aa dan Lava Pahoehoe. Lava Aa terbentuk. dari masa yang kental sedangkan lava
Pahoehoe terbentuk oleh masa yang encer.

Batuan beku Intrusi : batuan hasil pembekuan magma di dalam perut bumi. Ukuran
mineralnya kasar, > 1 mm atau bahkan 5 mm. Ada beberapa bentuk batuan beku intrusi.

 Berbentuk tidak teratur dengan dinding yang curam dan tidak diketahui batas
bawahnya. Yang memiliki penyebaran > 100 km2 disebut batolith, yang kurang
dari
100 km2 dikenal dengan stock sedangkan yang lebih kecil dan relatif
membulat disebut boss. Ketiganya merupakan peristilahan dalam batuan
plutonik.
 Intrusi berbentuk tabular yang memotong struktur setempat (diskordan) disebut
dyke/korok sedangkan yang konkordan disebut sill atan lakolit kalau cembung
ke atas.
 Intrusi berdimensi kecil dan membulat sering dikenal dengan intrusi silinder atau

pipa.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
1
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 1.1 Tipe
Intrusi

1.1 PENGERTIAN MAGMA

Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat
mobil, bersuhu antara 900 ° - 1200 ° atau lebih dan berasal dai kerak bumi bagian bawah
alau selubung bumi bagian atas (lihat F.F. Grouts, 1947; Tumer dan verhogen 1960, H.
Williams,
1962).

Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :

a. Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile dan merupakan senyawa oksida


dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga
merupakan mayor element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO,
Na2O, K2O,TiO2, P2O5.
b. Senyawa volaitil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdir dari fraksi-
fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.
c. Unsur-unsur lain yang disebut unsure jejak (trace element) dan merupakan
minor element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
2
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Bunsen (1951, W. T. Huang, 1962) mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis magma
primer, yaitu basaltis don granitis dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua
magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.

Dally 1933, Winkler (Vide W. T. Huang 1962) berpendapat lain yaitu magma asli
(primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi
magma bersifat lain.

Magma basa bersifat encer (viskositas rendah), kandungan unsur kimia berat, kadar
H+, OH- dan gas tinggi, sedangkan magma asam sebaliknya.

A. EVOLUSI MAGMA

Sekurang-kurangnya genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik harus


ditinjau dari tiga segi :
1. Faktor yang memerikan bagaimana dan dimana larutan bergenerasi di
dalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.
2. Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik ke permukaan.

3. Proses-proses di dekat permukaan yang mayempurnakan generasi.

Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses
sebegai berikut :

- Hibridasi : Pembentukkan magma baru karena pencampuran dua


magma yang berlainan jenisnya.
- Sinteksis : Pembentukkan magma baru karena proses asimilasi
dengan batuan samping.
- Anateksis : Proses pambentukan magma dari peleburan batuan
pada kedalaman yang sangat besar.

Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi


magmatik. Diferensiasi magmatik ini meliputi semua proses yang mengubah magma
dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku
dengan komposisi yang bervariasi.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
3
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
B. DIFERENSIASI MAGMA

Proses-proses diferensiasi magma meliputi :

 Fragsinasi ialah pemisahan kristal dari larutan magma,karena proses


kristalisasi berjalan tidak setimbang atau kristal-kristal pada waktu
pendinginan tidak dapat mengikuti perkembangan. Komposisi larutan magma
yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan
tekanan yang menyolok dan tiba-tiba.
 Crystal Settling/Gravitational Settling adalah pengendapan kristal oleh gravitasi
dari kristal-kristal berat Ca,Mg,Fe yang akan memperkaya magma pada bagian
dasar waduk. Disini mineral silikat berat akan terletak dibawah mineral silikat
ringan.
 Liquid Immisibility ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah
akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membeku membentuk
bahan yang heterogen.
 Crystal Flotation adalah pengembangan kristal ringan dari sodium dan
potassium yang akan memperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.
 Vesiculation adalah proses dimana magma yang mengandung komponen
seperti CO2,SO2,S2,Cl2, dan H2O sewaktu naik kepermukaan membentuk
gelembung- gelembung gas dan membawa serta komponen volatile Sodium(Na)
dan Potasium(K).
 Difussion ialah bercampurnya batuan dinding dengan magma didalam
waduk magma secara lateral.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
4
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 1.2 Skema Differensiasi Magma

1.2 REAKSI BOWEN SERI DARI MINERAL UTAMA PEMBENTUK BATUAN BEKU

Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan kristalisasi
dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian.

Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu:

 Golongan mineral gelap atau mafik mineral.

 Golongan mineral terang atau felsik mineral.

Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya
membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin
cepat. Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan
mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya Pembentukan mineral dalam
magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen. Bowen telah membuat
sebuah tebal pembentukan mineral dan tabel tersebut sangat berguna sekali dalam
menginterpretasikan mineral-mineral tersebut (lihat gambar).

Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafic, yang pertama kali terbentuk dalam
temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2
maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksan merupakan
pasangan
”Incongruent Melting”; dimana setelah pembentukkannya Olivin akan bereaksi dengan
larutan

sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukkan mineral


berjalan

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
5
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
sesuai dangan temperaturnya. Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk
dalam temperature yang rendah.

Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena mineral ini
paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah mineral yang pertama kali
terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti
Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk peda suhu menengah dan terdapat batuan beku
Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albit,
mineral ini banyak tersebar pada batuan asam seperti granit atau rhyolite. Reaksi
berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret : “Solid Solution” yang
merupakan reaksi kontinue, artinya kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi
setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini Anorthite adalah jenis Plagioklas yang
kaya Ca, sering disebut Juga "Calcic Plagioklas", sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na
("Sodic Plagioklas ! Alkali Plagioklas"). Lihat tabal W.T. Huang bagian bawah..

Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Feldspar dan
mineral ke mineral Muscovit dan terakhir sekali mineral Kwarsa, maka mineral
Kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral
Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat
tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.

Gambar 1.3 Deret


Bowen

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
6
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Urutan kristalisasi mineral datarn reaksi Bawen tidak semata-mata menunjukkan
“Sacceasive Crystalitation”, tetapi jika “overlapping”. Sehingga dengan memperhatikan
reaksi Bowen, kita memperoleh berbagai kemungkinan himpunan mineral utama didalam
batuan beku diantaranya :

 Kelompok batuan ultrabasa dan basa

Olivin Olivin -Piroksen

Olivin-Plagioklas Olivin-Plagioklas-Piroksen

Piroksen Piroksen-Plagioklas

 Kelompok batuan intermediate


Piroksen – Hornblende – Plagioklas
Hornblende – Plagioklas
Hornblende – Plagioklas – Biotit – Kwarsa

 Kelompok batuan intermediate – asam Hornblende –


Biotit – Ortoklas – Plagioklas Hornblende – Biotit –
Muscovit – Plagioklas – Kwarsa Biotit – Muscovit –
Ortoklas dan sebagainya

Sebenarnya didalam himpunan mineral tersebut diatas ada suatu mineral lain yang
sangat khas (tidak tertera dalam deret Bowen) yaitu suatu kelompok seri batuan
bersusunan basa, yaitu mineral golongan feldspatoid (leusite, nefelin, dsb). Hadirnya
mineral tersebut memberikan petunjuk behwa kandungan silika dalam magma terlalu
rendah sehingga tidak memungkinkan terbentuk mineral golongan feldspar.

1.3 KLASIFIKASI BATUAN BEKU

Berbagai klasifikasi telah dikemukakan oleh beberapa ahli, kadang-kadang satu


batuan pada klasifikasi yang lain penamaannya berlainan pula. Dangan demikian
seseorang petrolog harus benar-benar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada
suatu batuan beku.

1. Klasifikasi Berdasarkan Kimiawi

Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam geologi (CJ. Hughes,1962),
dan dibagi dalam empat golongan yaitu :
1) Batuan beku asam, bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66%
SiO2.

Contoh batuan ini Granit dan Rhyolit.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
7
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2) Batuan beku menengah atau intermediate, bila batuan tarsebut
mengandung

52% - 66% SiO2. Contoh batuan ini Diorit dan Andesit.

3) Batuan beku basa, bila batuan beku tersebut mengandung 45% - 52%
SiO2.

Contoh batuan ini Gabro dan Basalt.

4) Batuan beku ultra basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari
45% SiO2. Contoh batuan tersebut Peridotit dan Dunit.
2. Klasifikasi Berdasarkan Mineralogi

Dalam klasifikasi ini indeks warna akan menunjukkan perbandingan mineral


mafic dengan mineral felsic. SJ. .Shrsnd, 1543, membagi empat macam batuen,
yaitu :
1) Leucrocatic rock, bila batuan beku tersebut menganduiig 30% mineral mafic.

2) Mesocratic rock ,bila batuan beku tersebut mengandung 30% - 60%


mineral mafic.
3) Melanocratic rock, bila batuan beku tersebut mengandung 60% - 90%
mineral mafic.
4) Hipermelanuc rock, bila batuan beku tersebut mengandung lebih 90%
mineral mafic.
3. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Dan Komposisi Mineral

Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya, batuan beku dapat
dibagi men.jadi dua: Batuan beku Volkanik dan Batuan beku plutonik.
a. Batuan beku Volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di
dekat permukaan bumi. Menurut Williams, 1983, Batuan beku yang berukuran
kristal kurang dari 1 mm adalah kelompok batuan volkanik, terutama pada
matriknya.
b. Batuan Beku Plutonik adalah batuan beku yang terbentuk pada kedalaman
yang sangat besar dan mempunyai ukuran Kristal lebih dari 1mm
Pembagian berdasarkan ukuran kristal saja tidak cukup karena seringkali inti
suatu aliran lava yang tebal mempunyai tekstur Fanerik sedang ( 1 - 5 mm). Atau
sebaliknya bagian tepi suatu pluton boleh jadi akan mempunyai tekstur fanerik
halus atau bahkan afanitik dikarenakan pendinginan yang cepat selama kontak
dengan batuan sampingnya. Oleh karena itu penamaan sekepal batuan di
laboratorium akan sangat teruntungkan jika didukung dengan data lapangan atas
batuan tersebut.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
8
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
1.5 STRUKTUR BATUAN BEKU

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar, seperti lava
bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti lava bongkah, struktur aliran dan
lain-lainnya. Suatu bentuk stniktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.
Macam-macam struktur batuan beku adalah :

a) Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam
tubuhnya.
b) Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan
ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran dari
bentuk ini adalah umumnya antara 30 - 50 cm dan jaraknya berdekatan, khas pada
vulkanik bawah laut.
c) Joint, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tersusun secara tegak lurus arah
aliran.

Struktur ini dapat berkembang menjadi "columnar jointing”.

d) Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan lubang -
lubang sebagai akibat pelepasan gas selama mendingin.
e) Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnya).

f) Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh mineral-


mineral sekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam silika.
g) Xenolith, sttuktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk
atau tertanam kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan
tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang menerobos.
h) Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu
sendiri.

1.6 TEKSTUR BATUAN BEKU

Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral dengan
massa gelas yang membentuk massa yang merata pada batuan. Selama pembentukan
tekstur dipengaruhi oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang keduanya tergantung pada
suhu, komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan. Dengan demikian
tekstur tersebut merupakan fungsi dari sejarah suatu pembentukan batuan beku. Dalam
hal ini tekstur tersebut menunjukkan derajat ksistalisasi (degree of crystallinity), ukuran
butir (grain size), granularitas dan kemas (fabric) / hubungan antar unsur-unsur tersebut
(Williams, 1982).

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
9
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Berkaitan dengan tekstur batuan beku, Rosenbusch mengemukakan
hukumnya

(Rosenbusch laws):

1. Jika suatu mineral dilingkupi. oleh mineral lain, maka mineral yang melingkupi
lebih muda pernbentukannya.
2. Mineral yang terbentuk lebih awal umumnya euhedral atau mendekati
euhedral dibanding yang terbentuk kemudian.
3. Jika kristal besar dan kecil bersama-sama dalam satu batuan, kristal besar adalah
yang terbentuk lebih dulu.

Tentunya hukum ini senantiasa pengecualiannya. Proses korosi (embayment) pada


beberapa mineral akan menjadikan mineral tersebut tidak lagi euhedral sekalipun
terbentuk lebih dulu. Demikian pula pada batuan aplit seringkali memperlihatkan mineral
yang lebih besar dibandingkan batuan cogenetik yang terbentuk lebih dulu.

1. Derajat Kristalisasi

Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan


massa gelas dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
a. Holokristalin : apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa
Kristal b. Hipokristalin : apabila batuan tersusun oleh massa kristal
dan gelas
c. Holohyalin : apabila batuan seturuhnya tersusun oleh massa gelas

2. Granularitas

Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat
halus yang tldak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat
pula sangat kasar.Umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu
afanitik dan fanerik. a. Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus,
sehingga

tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik
dapat tersusun atas, massa kristal, massa gelas atau keduanya. Selain itu
dikenal pula istilah mikrokristalin dan kriptokristalin. Disebut mikrokristalin
apabila kristal individu dapat dikanal dengan mikroskop, sedangkan apabila
tidak dapat dikenal menggunakan mikroskop disebut kriptokristalin.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
10
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
b. Fanerik

Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi


ukuran- ukuran :
- Halus ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm

- Sedang ukuran diameter kristal 1 mm - 5 mm

- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm - 30 mm

- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm

Derajat kristalisasi dan granularitas dipengaruhi oleh komposisi kimia magma


dalam hal ini akan mempengaruhi viskositas, kecepatan pendinginan dan
kedalaman sebagai fungsi tekanan. Magma dengan viskositas rendah di bawah
tekanan tinggi, maka kristalnya akan tumbuh dengan baik dan sebaliknya untuk
magma derajat viskositas tinggi serta dekat dengan permukaan. Dalam hal ini
batuan holokristalin dengan ukuran butir sedang hingga kasar merupakan ciri
untuk batuan plutonik ssdangkan untuk batuan kristalin halus, afanitik dan
gelasan, terbentuknya sebagai akibat pendinginan yang cepat dan viskositas
magmanya tinggi, yang khas terjadi pada magma ektrusif, intrusif dangkal.

3. Kemas

Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu
batuan. a. Bentuk Kristal
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam :

 Euhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai


bidang kristal yang sempurna.
 Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh
sebagian bidang kristal yang sempuma.
 Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi olah
bidang kristal yang tidak sempurna.

Secara tiga dimensl dikenal :

 Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.

 Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi lain.
 Iregular , apabila bentuk kristal tidak teratur.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
11
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
b. Relasi

Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu
batuan dari segi ukuran dikenal :
1) Granularitas atau Equigranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir
yang relatif seragam, terdiri dari :
 Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran
seragam dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri
mineral- mineral yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan
mangingat ruangan yang tersedia masih sangai luas sehingga
mineral-mineral tersebut sempat membentuk kristal secara
sempurna.
 Hipidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral
atau kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat
mineral terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah
tak memadai untuk dapat membentuk kristal secara sampurna.
 Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan anhedral. Bentuk butiran anhedral atau tidak
beraturan sama sekali merupakan pertanda bahwa pada saat mineral-
mineral penyusun ini terbentuk hanya dapet mengisi rongga yang
tersedia saja. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral
anhedral tarsebut terbentuk paling akhir dari rangkaian proses
pembentukan betuan beku.
2) Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama,
antara lain terdiri dari :
 Porfiritik, adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris)
tertanam dalam masa dasar yang lebih halus, dapat berupa butiran
kristal halus.
 Vitroverik, apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.

3) Tekstur Khusus, adalah tekstur di samping menunjukkan hubungan


antara bentuk dan ukuran butiran juga ada yang menunjukkan arah serta
menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral-mineral yang berbeda.
Tetapi tekstur ini sangat sulit diamati secara megaskopis. Terdiri dari :

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
12
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Diabasik, tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan
piroksen, disini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier
terhadap piroksen.
 Trakhitik, fenokris sanidin dan piroksen tertanam dalam masa dasar
kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir-butir
piroksen, oksida besi dan asesori mineral.
 Intergranular, ruang antar kristal-kristal plagioklas ditempati oleh
kristal-kristal piroksen, olivin atau bijih besi.

1.7 KOMPOSISI MINERAL

Menurut Walter T. Huang, 1962, komposisi mineral dikelompokkan menjadi


tiga kelompok mineral yaitu :

A. Mineral Utama

Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan


kehadirannya sangat menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan warna
dan densitas dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Mineral felsic (mineral berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5 - 2,7). Yaitu
:

 Kuarsa (SiO2)

 Kelonpok Feldspar, terdiri dart sari feldspar alkali, (K,Na)A1Si3O8. Seri


feldspar alkali terdiri dari sanidin, orthoklas, anorthoklas, adularia,
dan mikrolin. Seri plagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesine ,
labradorit, bitownit den anortit.
 Kelompok Feldspatoid (Na, K Aluminia silika), terdiri dari nefelin, sodalit,
leusit.
2. Mineral mafic (mineral-mineral feromagnesia dengan warna gelap dan densitas
rata- rata 3,0-3,6), yaitu :
 Kelompok olivin,terdiri dari Fayalite dan Forsterite.

 Kelompok Piroksen, terdiri dari Enstatite, Hiperstein, Augit, Pigeonit,


Diopsid.
 Kelompok Mika, terdiri dari Biotite, Muskovite, Plogopit.

 Kelompok Ampibhole terdiri dari Anthofilit, Cumingtonit, Horblend

Rieberkiet, Tremolit aktinolit dan glaukofan,dll.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
13
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
B. Mineral Sekunder

Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil


pelapukan, reaksi hidrothermal maupun hasil metamorfisme terhadap mineral-
mineral utama. Dengan demikian mineral-mineral ini tak ada hubunganya dengan
pembekuan magma (non pirogenetik).
Mineral sekunder terdiri dari :

 Kelompok Kalsit (kalsit,dolomit, magnesit, siderit), dapat terbentuk dari


hasil ubahan mineral plagioklas.
 Kelompok Serpentin (antigorit dan krisotil), umumnya terbentuk dari
hasil ubahan mineral mafic (terutama kelompok olivin dan piroksen).
 Kelompok Klorit (Proklor, Penin, Talk), umumnya terbentuk dari hasil
ubahan mineral kolompok plagioklas.
 Kelompok Sericit sebagai ubahan mineral plagioklas.

 Kelompok Kaolin (Kaolin, Hallosyte), umumnya ditemukan sebagai hasil


pelapukan batuan beku.
C. Mineral Tambahan (Accesory Minerals).

Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma, umumnya


dalam jumlah sedikit. Apabial hadir dalam jumlah cukup banyak tetap tidak
mempengaruhi panamaan batuan, tetapi hal ini bisa mempunyai nilai ekonomis.
Termasuk dalam golongan ini antara lain:
 Hematit, Kromit, Spene, Muskovit, Rutile, Magnetit, Zeolit, Apatit, dan
lain-lain.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
14
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Tabel 1.1 Pengenalan Mineral dan Sifatnya
Nama Bentuk dan
Warna Belahan Keterangan
Mineral Perawakan Kristal
Tidak teratur, Tak
Olivine Hijau Kilap Kaca
membutir dan massif sempurna
Prismatik pendek, 2 arah saling Kilap kaca dan
Piroksen Hijau tua - Hitam
massif, membutir tegak lurus permukaannya halus
Prismatik panjang, 2 arah
Amfibol Hitam - coklat menyerat dan membentuk Kilap arang
membutir sudut lancip
Tabular, berlembar
Biotit Hitam - coklat 2 arah Kilap kaca
(memika)
Prismatik, tabular
Feldspar Merah
panjang, massif, 2 arah Kilap kaca/lemak
Alkali jambu/putih/hijau
membutir
Prismatik/tabular
Putih susu, abu-
Plagioklas panjang. Massif, 3 arah Kilap kaca/lemak
abu
membutir
Tabular, berlembar
Muskovit Putih transparan 1 arah Kilap kaca/mutiara
(memika)
Tidak teratur,
Kuarsa Tidak berwarna 3 arah Kilap kaca/lemak
membutir dan massif
Tidak berwarna, Rombohedral, massif, Kilap kaca, berbuih
Kalsit Sempurna
putih membutir dengan HCl
Umumnya pada
batuan metamorfik
Klorit Hijau Berlembar, memika Sempurna
dan lapukan batuan
beku basa
Tidak berwarna, Kilap kaca
Serisit Tabular, berlembar Sempurna
putih berukuran halus
Putih, abu-abu Menyerat, masa fiber
Asbes Kilap lemak
kehijauan asbestos
Coklat merah-
Garnet Poligonal, membutir Tidak ada Kilap kaca/mutiara
hitam

Tidak berwarna,
Kubus, masif, Sebagai garam
Halit putih kekuningan, Sempurna
membutir evaporite
merah
Lembar – lembar
Tidak berwarna, Memapan, membutir,
Gypsum Sempurna tipis terjadi karena
putih menyerat
evaporasi
Putih, abu-abu,
Anhidrit Massif, membutir Sempurna Karena evaporasi
biru pucat

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
15
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
1.8 PENAMAAN BATUAN BEKU

A. Batuan Volkanik

Tata nama untuk kedua kelompok tersebut disarikan dalam tabel 1.2.
Batuan volkanik dinamai dengan mempertimbangkan komposisi fenokris dan warna.
Fenokris kuarsa dan feldspar alkali bersama dengan plagioklas asam dan sedikit biotit
umum hadir dalam komposisi asam, seperti dalam riolit dan dasit. Jika fenokris
kuarsa dan feldspar alkali hadir bersama plagioklas asam yang melimpah melebihi
jumlah feldspar alkali, batuan tersebut adalah dasit. Sebaliknya jika yang
melimpah adalah feldspar alkali dibandingkan plagioklas asam maka batuan
tersebut cenderung riolit. Warna dalam berbagai hal tidak terlalu berarti. Banyak
dasit dan riolit yang berwarna abu-abu kehijauan atau bahkan agak gelap. Oleh
karena itu warna baru bermanfaat jika tidak didapati satupun fenokris dalam batuan
volkanik tersebut.
Fenokris hornblende yang melimpah dengan disertai oleh biotit. atau piroksen
adalah khas pada andesit. Sungguhpun demikian sering pula didapati andesit
berwarna abu-abu yang mengandung fenokris piroksen dalam jumlah terbatas. Hal
tersebut berkaitan erat dengan kondisi kandungan fluida H2O pada magma saat
pembentukkannya. Trakit merupakan batuan berkomposisi menengah yang
memperlihatkan tekstur aliran dengan melibatkan banyak sanidin di dalamnva.
Kenampakan penjajaran mineral pada trakit merupakan gambaran akan aliran
tersebut. Tekstur aliran/trakitik semacam ini dikenal pula dengan istilah pilotaksitik.
Basalt merupakan batuan volkanik berkomposisi basa yang umumnya berwarna
gelap dengan fenokris olivin dan piroksen yang melimpah. Ada kalanva basalt tidak
berfenokris namun akan terlihat berwarna gelap dam umumnya vesikuler atau
bahkan skoria. Skoria adalah tekstur batuan volkanik yang sangat vesikuler,
namun karena kehadiran skoria khas pada basalt maka seringkali basalt yang
bertekstur skoria disebut dengan skoria saja. Variasi nama dalam komposisi hasa
menjadi beragam, oleh kehadiran kandungan mineralnya. Seperti spilit misalmva.
Spilit adalah batuan berkomposisi mineralogi mafik sebagaimana basalt namun
sesungguhnya kandungan An plagioklasnya rendah (oligoklas). Lava basalt
berstruktur bantal yang terbentuk di air laut umumnya adalah spilit. Pengamatan
plagioklas dalam hal ini memerlukan bantuan mikroskop.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
16
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Basanit dan teprit. adalah kerabat berkomposisi basa pula yang mengandung
feldspatoid dan olivin.
B. Batuan Plutonik

Setidaknya ada dua peneliti batuan beku yang telah menyusun klasifikasi dan
tatanama batuan plutonik: Streckeisen, 1974 dan Williams., 1954 dan 1983.
Williams membagi batuan plutonik bcrdasarkan pada indeks warna ( jumlah mineral
mafik dalam natuan). Indeks warna kurang lebih 10 % atau batuan felsik diwakili
oleh batuan Granodiorit, adamelit dan granit. Granit mempunyai kandungan
feldspar alkali yang jauh melimpah dibandingkan plagioklasnya, sebaliknya
granodiorit mempunyai plagioklas yang lebih dominan. Adamelit merupakan nama
batuan felsik yang mempunyai feldspar alkali sebanyak plagioklasnya.
Pada indeks warna 10 - 40 % batuan plutonik diwakili oleh diorit, monzonit dan
syenit. Kuarsa umumnya hadir dengan jumlah kurang dari 10 % pada kelompok ini.
Syenit adalah salah satu dari kelompok ini yang memiliki feldspar alkali yang
melebihi plagioklasnya.
Beberapa batuan plutonik mafik dengan indeks warna antara 40 - 70 % adalah
gabro, diabas/dolerit. Gabro mempunyai tekstur ofltik sedangkan diabas bertekstur
diabasik atau sub ofitik. Ofitik adalah kenampakan dimana plagioklas dilingkupi
oleh piroksen sedangkan diabasik adalah tumbuh bersama antara plagioklas dan
piroksen dimana plagioklas memperlihatkan pertumbuhan yang menyebar.
Batuan Ultra mafik diperlihatkan dengan indeks warna lebih dari 70 %. Dapat
saja disusun oleh > 90 % olivin yang disebut dunit atau oleh gabungan olivin dan
piroksen yang dikenal dengan peridotit. Jika batuan ultra maftk tersebut disusun
oleh > 90 % piroksen dikenal dengan piroksenit dan jika > 90 % berupa hornblende
disebut dengan hornblendit. Serpentinit adalah ubahan secara menyeluruh > 90 %
batuan yang kaya akan mineral mafik. Anortosit adalah batuan ultra basa yang
tidak termasuk dalarn ultra mafik karena hampir keseluruhan disusun oleh
plagioklas basa, sehingga indeks warnanya < 10 %.
Klasifikasi batuan plutonik didasarkan pada kandungan mineral modal
dikemukakan oleh the International Union of Geological Sciences (IUGS) pada 1973
(Streckeisen, 1973; 1978). berbeda dari Williams klasifikasi ini menggunakan
mineral modal yang tampak hadir dalam batuan plutonik terutama mineral
felsiknya (mineral

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
17
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
yang berwarna terang). Mereka memperkenalkan dua segitiga klasifikasi dengan
ujung

Q (kuarsa), A (feldspar alkali), P (plagioklas) dan F (feldspatoid) seperti gambar 1.4.

Jika jumlah mineral mafik dalam batuan > 90 % dipergunakan


klasifikasi berdasarkan mineral mafiknya sedangkan jika kandungan mineral mafik
< 90 %
Dipergunakan dua segitiga QAPF tersehut. Pengeplotan kandungan mineral
felsik harus dikalkulasikan menjadi 100 % (Q + A + P = 100 % atau A + P + F = 100
%)

Gambar 1.4 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineral Felsic (Klasifikasi


IUSGS)

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
18
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Tabel 1.2 Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek

VARIABEL
DASAR ULTRABASA BASA INTERMEDIET ASAM
SiO2 < 45% 45 ± 52% 52 ± 66% >66%
Warna Gelap Gelap Abu-abu Terang
Ultra mafik > Mafik (40 ± Mafelsik (10 ±
Indeks warna 70% 70%) 40%) Felsik ± 10%
Melanokratik
Mineralogi Hipermelanik (60-90% Mesokratik Leukokratik
(90% mafik) mafik) (30% mafik) (30% mafik)
Magma / lava - Encer Kental

Holo-
- hipokristalin Hipokristalin Holohialin
Vesikulerskoria Vesikuler Vesikuler
- (kand. gas (kand.gas (kand. gas
Kecenderungan
tinggi) sedang) rendah)
V tekstur
O Tak ada-sedikit Gelas umum
L - gelas Gelas umum banyak
K Afirik-porfiritik Porf Porfiritik; vitrov
A - iritik erik
N Olivin; Biotit; <hornble
I Piroksen; Piroks
blendeen;horn nde; kuarsa;
K Fenokris -
Plasgioklas
plagi;biotit; plagioklas;
basa; feldspatoid oklas feldspar alkali
BASALT/BAS ANDESIT/TR
Nama NDES
ANIT/TEPRIT/ AKHIA
RAKIT DASIT/RIOLIT
SPILIT IT/T

Hornblende;
en<<;
piroks
plagioklas;
p biotit; Biotit; kuarsa;
L Komposisi Olivin; Olivin; feldspar; feldspar alkali;
U Mineral piroksen;plagiokl piroksen;plagio alkali; hornblende<<pl
T as; spinel; klas basa kuarsa<< agioklas;
O hornblende muskovit
N Tekstur Holokristalin
I
DUNIT,
K
PERIDOTIT, GABRO; DIORIT, GRANIT,
Nama HORNBLENDIT DIABAS/DOL MONZONIT, ADAMELIT,G
, SERPENTINIT ERIT SYENIT RANODIORIT

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
19
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Tabel 1.3 Penamaan Lapangan Batuan Beku

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
20
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Tabel 1.4 Dasar Penamaan Batuan Beku Asam

a. Intermediet Berdasarkan Perbandingan K. feldspar Dengan Total Plagioklas

Asam

KF >2/3 Plagioklas KF > 2/3< KF< 1/3 Plagioklas


Plagioklas
Vulkanik Riolit Riodasit Dasit

Plutonik Granit Adamelit Granidiorit

Intermediet

KF >2/3 Plagioklas KF > 2/3< KF< 1/3


Plagioklas Plagioklas

Vulkanik Trachyt Trachyandesit Andesit

Plutonik Syenit Monzonit Diorit

b. Pengelompokan berdasarkan Teksturn ya

Basa

Vulkanik Basalt

Plutonik Gabro

Ultrabasa

Plutonik Peridotit dan Dunite

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
21
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Komposisi Mineral :

Kuarsa (%), ciri – cirinya, dll. (Untuk % digunakan diagram perbandingan


secara visual)

Nama Batuan :
Granodiorit/Diabas/Granit, dll (Gunakan diagram dari IUSGS)

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
22
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
CONTOH DISKRIPSI BATUAN BEKU

Jenis Batuan : Batuan Beku Asam Plutonik

Warna : Coklat

Struktur : Masif

Tekstur : Derajat Kristalisasi : Holokristalin

Derajat Granularitas : Fanerik Kasar ( 5mm ± 30 mm


) Kemas :
- B. Kristal : Euhedral

- Relasi : Panidiomorfik Ganular

Komposisi : K. Feldspar 40%


Kuarsa 35%
Plagioklas 10%
Biotit 7%
Hornblende 6%
Mineral Lain 2%
Nama Batuan : Granit

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
23
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
BAB II

BATUAN PIROKLASTIK

Batuan piroklastik adalah batuan volkanik bertekstur klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi. Material penyusun tersebut
terendapkan dan terbatukan / terkonsolidasikan sebelum mengalami transportasi
(reworked) oleh air atau es ( Williams, 1982).

2.1 KOMPONEN PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK.

Fisher, 1984 dan Williams, 1982 mengelompokkan material-material penyusun


batuan piroklastik menjadi:

A. Kelompok Material Esensial (juvenil)

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma yang
diletuskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Massa
yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, massa cairan akan
segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan
buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikcnal dcngan
batuapung.
B. Kelompok material Asesori (Cognate)

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah biia materialnya berasal dari
endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh volkanik yang
lebih tua.
C. Kelompok Asidental (bahan asing)

Yang dimaksud dengan material asidental adalah material hamburan dari


batuan dasar yang lebih tua di bawah gunung api tersebut, terutama adalah batuan
dinding di sekitar leher volkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku,endapan
maupun batuan ubahan.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
24
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 2.1 Ilustrasi Terbentuknya
PartikelButiran Vulkanik
Hingga Proses Sedimentasi Dan
Lithifikasi

Tabel 2.1 Kesetaraan Penamaan Batuan Piroklastik, Vulkanik


Epiklastik, dan Sedimen

2.2 STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK

Seperti halnya batuan volkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai struktur


PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
25
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
vesikuler, skoria dan amigdaloidal. Jika klastika pijar dilemparkan ke udara dan kemudian
terendapkan dalam kondisi masih panas, berkecenderungan mengalami pengelasan antara
klastika satu dengan lainnya. Struktur tersebut dikenal dengan pengelasan atau welded.
Struktur-struktur

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
26
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
graded bedding; berlapis, sebagaimana terdapat dalam sedimen juga umum didapatkan
dalam batuan piroklastik. Oleh karena itu secara diskriptif batuan piroklastik dimasukkan
dalam batuan endapan/sedimen.

a. Ukuran Butir pada Piroklastik

Tabel 2.2 Matriks Nama Endapan dan Batuan Piroklastik Berdasarkan Ukuran
Butirnya

Ukuran Bentuk Nama Endapan Piroklastik


butir (mm) Nama Klastika
Butir
Belum Terbatukan Terbatukan

Membulat Bom Tepra Bom Aglomerat


64
Runcing Blok Tepra Blok Breksi Piroklastik

2 Lapilus Tepra Lapili Batulapili

Kasar Debu Kasar Tuf Kasar


0.04 Debu
Halus Debu Halus Tuf Halus

Ukuran butiran pada piroklastika tersebut merupakan salah satu kriteria


untuk menamai batuan piroklastik tanpa mempertimbangkan cara terjadi endapan
piroklastika tersebut.

Ada tiga cara kejadian endapan piroklastika. Pengendapan yang dikarenakan


gaya beratnya dikenal dengan piroklastik jatuhan. Jenis piroklastik ini umum terjadi
di setiap gunungapi. Struktur dan teksturnya menyerupai batuan endapan. Dua
kelompok piroklastik yang lain adalah piroklastik aliran dan piroklastik hembusan.

b. Derajat Pembundaran ( Roundness )

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada
batuan Sedimen Klastik sedang dampai Kasar. Kebundaran dibagi menjadi:
 Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan
cembung ( Ekuidimensional ).
 Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar,
ujungujung dan tepi butiran cekung.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
27
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan
ujung-ujung yang membundar.
 Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung
yang tajam.
 Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing
dan tajam.
c. Derajat Pemilahan ( Sorting )

Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan


endapan /

sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut :

 Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran


besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.
 Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan
sediment yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung
hingga kerikil atau bahkan bongkah.

Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti


menggunakan

pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.


2.3 KOMPOSISI MINERAL BATUAN PIROKLASTIK A.
Mineral-Mineral Sialis

Mineral-mineral sialis terdiri dari :

1. Kuarsa (Si02), ditemukan hanya pada batuan gunungapi yang kaya


kandungan silika atau bersifat asam.
2. Feldspar, baik alkali maupun kalsium feldspar (Ca)

3. Feldspatoid, merupakan kelompok mineral yang terjadi jika kondisi


larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh silika.
B. Mineral Ferromagnesian

Merupakan kelompok mineral yang kaya kandungan Fe dan Mg silikat


yang kadang¬-kadang disusul oleh Ca silikat. Mineral tersebut hadir berupa
kelompok
mineral

 Piroksen, mineral penting dalam batuan gunung api

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
28
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Olivin, merupakan mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan
miskin silika.
 Hornblende, biasanva hadir dalam andesit

 Biotit, merupakan mineral mika yang terdapat dalam batuan volkanik


berkomposisi intermediet hingga asam.
C. Mineral Tambahan

Yang sering hadir adalah ilmenit dan magnetit. keduanva merupakan mineral
bijih. Selain itu seringkali didapati mineral senyawa sulfida atau sulfur murni.
D. Mineral Ubahan

Dalam batuan piroklastik mineral ubahan seringkali muncul saat


batuan terlapukkan atau terkena alterasi hidrotermal. Mineral tersebut seperti:
 Klorit, epidot, serisit, limonit,montmorilonit dan lempung, kalsit.

2.4 KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Material piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya sebagai


berikut

(Schmid, 1981 vide Fisher, 1984).

A. Endapan Piroklastik Tak Terkonsilidasi

1. Bomb gunungapi

Bomb adalah gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar


dari

64 mm, dan sebagian atau semuanya plastis pada waktu tererupsi. Beberapa
bomb mempunyai ukuran yang sangat besar sebagai contoh bomb yang
mempunyai diameter 5 meter dangen berat 200 kg dengan hembusan setinggi
600 meter selama erupsi di gunungapi Asama Jepang pada tahun 1935.
Bomb ini dapat dibagi atas tiga macam :

 Bomb pita (ribbon bomb), yaitu bomb yang mamanjang seperti suling dan
sebagian besar gelembung-gelembung memanjang dengan arah sama
Bomb ini sangat kental mempunyai bentuk menyudut serta retakan
kulitnya tidak teratur.
 Bomb tares (cored bomb), Yaitu bomb yang mempunyai inti dari material
yang terkonsolidasi lebih dahulu, mungkin dari fragmen-fragmen sisa
erupsl terdahulu pada gunungapi yang sama.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
29
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Bomb kerak roti (breadcrust bomb),yaitu bomb yang bagian luarnya
retak- retak persegi seperti nampak pada kulit roti yang mekar, hal ini di
sebabkan oleh bagian kulitnya cepat mendingin dan menyusut.
2. Block Gunung api

Merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari


fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan ukuran lebih besar
dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau equidemensional.
3. Lapili

Berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama untuk hasil erupsi eksplosif
gunung api yang berukuran 2 mm - 64 mm. Selain dari atau fragmen batuan
kadang- kadang terdiri dari mineral-mineral augit, olivin dan plagioklas.
Bentuk khusus lapili yang terdiri dari jatuhan lava dienjeksi dalam keadaan
sangat cair dan membeku di udara mempunyai bentuk membola atau
memanjang dan berakhir dengan meruncing.
4. Debu Gunungapi

Adalah batuan piroklastik yang berukuran 2 mm - 1/256 mm yang


dihasilkan oleh pelemparan dari magma ekibat erupsi eksplosif, namun ada juga
debu gunungapi yang terjadi karena proses penggesekan pada waktu erupsi
gunungapi. Debu gunungapi masih dalam keadaan belum terkonsolidasi.
B. Endapan Piroklastik Yang Terkonsilidasi

Merupakan akibat lithifikasi endapan piroklastik jatuhan :

1. Breksi piroklastik (pyroklastic breccia)

Adalah batuan yang disusun oleh block-block gunungapi yang telah


mengalami konsolidasi, dalam jumlah lebih 50% serta mengandung lebih
kurang 25% lapilli dan abu.
2. Aglomerat (agglomerate)

Adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi material-material


dengan kandungannya didominasi oleh bomb gunungapi dimana kandungan
1apilli dan abu kurang dari 25%.
3. Batu lapilli (lapili stone)

Adalah batuan yang dominant terdiri dari fragmen lapili dengan


ukuran

2-64 mm.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
30
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
4. Tuff

Adalah endapan dari gunung berapi yang telah mengalami


konsolidasi,

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
31
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
dengan kandungan abu mencapai
75%.

Macamnya :

- Tuff lapilli (lapilli tuff)

- Tuff aglomerat (agglomerate tuff)

- Tuff breksi piroklastik (pyroclastic breccia tuff)

C. Batuan Akibat Lithifikasi Endapan Piroklastik Aliran

1. Ignimbrit

Adalah batuan yang disusun dari endapan material oleh aliran abu. Material-
material ini dominant terdiri dari pecahan-pecahan gelas dan pumice yang
dihasilkan oleh buih-buih magma asam.
2. Breksi aliran Piroklastik (Pyroclastik flow breccia)

Adalah breksi yang dominan yang disusun oleh fragmen-fragmen yang


runcing serta ditransportasikan oleh glowing avalanches (akibat aliran lava
panas).
3. Vitrik tuff

Adalah batuan yang dihasilkan dari endapan piroklastik aliran, terdiri


dari fragmen abu dan lapili, telah mengalami lithifikasi dan belum terlaskan.
4. Walded tuff

Adalah batuan piroklastik hasil dari piroklastik aliran yang telah terlithifikasi
dan merupakan bagian dari ignimbrite (istilah ini umum dipakai di A.S dan
Australia).

2.5 MEKANISME PEMBENTUKAN ENDAPAN PIROKLASTIK

1. Endapan Piroklastik Jatuhan (Phyroclastic Fall)

Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini


umunya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur
butiran bersusun. Endapan ini meliputi aglomerat, breksi, piroklastik, tuff, lapili.
2. Endapan Piroklastik Aliran (Pyroclastic Flow)

Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan disuatu
tempat. Hal ini meliputi hot avalance, glowing avalance, lava collapse avalance, hot
ash avalance. Aliran ini umunya berlangsung pada suhu tinggi antara 500¬o –
650oC, clan

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
32
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk
endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab sifat-sifat endapan tersebut
adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal
dan bagian atasnya datar.
3. Endapan Piroklastik Surge (Pyroclastic Surge)

Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang
mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara
turbulen di atas permukaan. Umumnya mempunyai struktur pengendapan primer
seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang khas pada
endapan ini adalah struktur silangsiur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge
umumnya kaya akan keratan batuan dan kristal.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
33
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 2.2 Hubungan Genetik Antara Produk Endapan Vulkanik Primer dan
Sekunder

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
32
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
33
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
PANDUAN PRAKTIKUM PETROLOGI

JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN


34
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
CONTOH DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Jenis Batuan : Batuan Piroklastik

Warna : Putih

Struktur : Masif

Tekstur : - Ukuran Butir : Debu Halus (<0,04 mm)

- Derajat Pembundaran : Membundar

- Derajat Pemilahan : Terpilah Baik

- Kemas : Tertutup

Komposisi : - Mineral Sialis :-

- Mineral Ferromagnesia :-
- Mineral Tambahan : Debu Halus

Nama Batuan : Tuf

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
34
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
BAB III BATUAN
SEDIMEN

3.1 PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN

Batuan Sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan


bumi, kurang lebih 75 % dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan metamorf
hanya tersingkapsekitar 25 % dari luas permukaan bumi. Oleh karena itu, batuan sediment
mempunyai arti yang sangat penting, karena sebagian besar aktivitas manusia terdapat di
permukaan bumi. Fosil dapat pula dijumpai pada batua sediment dan mempunyaiarti
penting dalam menentukan umur batuan dan lingkungan pengendapan. Batuan Sedimen
adalah batuan yang terbentuk karena proses diagnesis dari material batuan lain yang
sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi,
transportasi, dan deposisi. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik
maupun kimia. Proses erosidan transportasi dilakukan oleh media air dan angin. Proses
deposisi dapat terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut partikel
tersebut.

3.2 PROSES PEMBENTUKAN BATUAN SEDIMEN

Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh
kekuatan- kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina angina
serta proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-
tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-
danau. Mula-mula sediment merupakan batuan-batuan lunak,akan tetapi karean proses
diagnosi sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.

Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sediment selama
terpendamkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material
sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Proses diagnesis ini dapat merupakan
kompaksi yaitu pemadatan karena tekanan lapisan di atas atau proses sedimentasi yaitu
perekatan bahan-bahan lepas tadi menjadi batuan keras oleh larutan-larutan kimia
misalnya larutan kapur atau silisium. Sebagian batuan sedimen terbentuk di dalam
samudera. Bebrapa

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
35
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
zat ini mengendap secara langsung oleh reaksi-reaksi kimia misalnya garam
(CaSO4.nH2O). adapula yang diendapkan dengan pertolongan jasad-jasad, baik tumbuhan
maupun hewan.

Batuan endapan yang langsung dibentuk secara kimia ataupun organik mempunyai
satu sifat yang sama yaitu pembentukkan dari larutan-larutan. Disamping sedimen-
sedimen di atas, adapula sejenis batuan sejenis batuan endapan yang sebagian besar
mengandung bahan-bahan tidak larut, misalnya endapan puing pada lereng pegunungan-
pegunungan sebagai hasil penghancuran batuan-batuan yang diserang oleh pelapukan,
penyinaran matahari, ataupun kikisan angin. Batuan yang demikian disebut eluvium dan
alluvium jika dihanyutkan oleh air, sifat utama dari batuan sedimen adalah berlapis-
lapisdan pada awalnya diendapkan secara mendatar. Lapisan-lapisan ini tebalnya
berbedabeda dari beberapa centimeter sampai beberapa meter. Di dekat muara sungai
endapan-endapan itu pada umunya tebal, sedang semakin maju ke arah laut endapan-
endapan ini akan menjadi tipis(membaji) dan akhirnya hilang. Di dekat pantai, endapan-
endapan itu biasanya merupakan butir-butir besar sedangkan ke arah laut kita temukan
butir yang lebih halus lagi.ternyata lapisan-lapisan dalam sedimen itu disebabkan oleh beda
butir batuan yang diendapkan. Biasanya di dekat pantai akan ditemukan batupasir, lebih
ke arah laut batupasir ini berganti dengan batulempung, dan lebih dalam lagi terjadi
pembentukkan batugamping(Katili dan Marks).

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
36
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
3.3 PENGGOLONGAN DAN PENAMAAN

Gambar 3.1 Penggolongan Batuan Sedimen

A. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali


rombakan batuan asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan
sedimen yang lebih tua. Melaui proses pelapuak, baik mekanik maupun kimiawi,
tererosi, tertransportasi dan terendapkan pada cekungan pengendapan lalu
mengalami diagenesa.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
37
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
B. Batuan Sedimen Non Klastik

Terbentuk dari Reaksi kimia atau kegiatan organisme.

3.4 PEMER1AN BATUAN SEDIMEN KLASTIK


Pemerian batuan sedimen klastik meliputi
: A. Warna
Warna pada batuan sedimen mempunyai arti yang penting karena
mencerminkan komposisi butiran penyusun batuan sedimen dan dapat digunakan
untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan. Warna batuan merah
menunjukan lingkungan oksidasi, sedangkan warna batuan hitam atau gelap
menunjukan lingkungan reduksi. Secara umum warna pada batuan sedimen
dipengaruhi oleh :
a) Warna mineral pembentuk batuan sedimen, contoh : bila mineral pembentuk
batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih
(misal batupasir quartz arenite).
b) Warna matrik atau semen, contoh : bila matriks/semen mengandung oksida
besi, maka batuan akan berwarna coklat kemerahan.
c) Warna material yang meyelubungi (coating material), contoh : batupasir
kuarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau
d) Derajat kehalusan butir penyusunnya, contoh : pada batuan dengan
komposisi sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya akan
cenderung lebih gelap.
B. Tekstur

Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk


butir serta susunannya ( Pettijohn, 1975 ).
1. Ukuran Butir ( Grain Size )

Adalah suatu ukuran yang menyatakan besar atau kecilnya butiran pada
batuan sedimen, yang mana pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian
besar butir yang disampaikan oleh (Wentworth, 1922), seperti di bawah ini:

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
38
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Tabel 3.1. Ukuran butir pada batuan Sedimen (Wentworth, 1922)

Nama
Ukuran Butir (mm) Butiran
Indone Inggr
sia is
> Bongk Bould
256 ah er
64 – Berang Coub
256 kal le
4 – Kerak Pebb
64 al le
2 – Kerik Grav
4 il el
1 – Sangat Very
2 Kasar Coarse
0.5 – Kas Coarse
1 ar
0.25 – Sedang Medium
0.5 Pasir San
0.125 – 0.25 Hal d Fin
us e
0.06 – 0.125 Sangat Very Fine
Halus
0.004 – 0.06 Lan Sil
au t
< Lempu Cla
0.004 ng y

2. Pemilahan ( Sorting )

Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan


sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut :
- Tepilah Baik (well sorted), Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran
besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.
- Terpilah Buruk (poorly sorted), merupakan kenampakan pada batuan
sedimen yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung
hingga kerikil atau bahkan bongkah.
- Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti
menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak
seragam.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
39
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 3.2 Derajat
sortasi

3. Kebundaran ( Roundness )

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran


pada batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran dibagi menjadi:
 Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua butiran
permukaannya cembung (Equidimensional).
 Membundar (Rounded), Pada umumnya butiran memiliki permukaan
bundar, ujung-ujung dan tepi butiran cekung.
 Agak Membundar (Subrounded), Permukaan butiran umumnya datar
dengan ujung-ujung yang membundar.
 Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan butiran datar dengan ujung-
ujung yang tajam.
 Menyudut (Angular), Permukaan kasar dengan ujung-ujung butiran runcing
dan

tajam.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
40
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Gambar 3.3 Kebundaran

4. Kemas ( Fabric )

Kemas yaitu banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan sedimen.
Batuan sedimen yang memiliki kemas tertutup memiliki sedikit ruang antar butir
dan sebaliknya batuan sedimen yang berkemas terbuka berarti bahwa banyak
ruang atau rongga antar butir yang cenderung tertutup yang memilki ukuran
butir pasir halus

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
41
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
hingga lempung karena pada ukuran tersebut cenderung sekali memiliki ruang
antar butiran.
5. Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total


batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan meneteskan
cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas baik (batuan
menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas buruk
(batuan tidak menyerap air). Jenis-jenis porositas : intergranular,
microporosity, dissolution dan
fracture (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Jenis – Jenis Porositas
C. Struktur

Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari


batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energy
pembentuknya. Studi Struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijhon, 1975 ).
Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk dapat dibagi menjadi
tiga macam yaitu :
1. Struktur Sedimen Primer

Terbentuk karena proses sedimentasi, dapat merefleksikan mekanisme


pengendapannya. Struktur sedimen primer antara lain : perlapisan, gelembur
gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun dan lain-lain.
2. Struktur Sedimen Sekunder

Terbentuk setelah Proses sedimentasi, sebelum atau setelah diagenesa.


Menunjukkan keadaan lingkungan pengendapanmya. Contoh : Struktur sedimen
sekunder antara lain : Cetak beban, cetak suling dll.
3. Struktur
Organik

Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme seperti molusca, cacing


atau binatang lainnya. Struktur organik antara lain : kerangka, laminasi
pertumbuhan dan lain-lain.

Struktur batuan sedimen yang terpenting adalah perlapisan. Struktur ini


umum terdapat pada batuan Sedimen Klastik yang terbentuknya disebabkan
beberapa faktor antara lain:

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan


adalah :

 Adanya perbedaan warna mineral.

 Adanya perbedaan ukuran besar butir.

 Adanya perbedaan komposisi mineral.

 Adanya perubahan macam batuan.

 Adanya perubahan struktur sedimen.

 Adanya perubahan
kekompakan. Macam - Macam
Perlapisan :
1. Masif

Bila tidak menunjukkan struktur dalam ( Pettijohn & Potter, 1964 )


atau ketebalan lebih dari 120 cm. ( Mc. Kee & Weir, 1953 )
2. Perlapisan Sejajar

Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar.

3. Laminasi

Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk


dari suspensi tanpa energi mekanis.
4. Perlapisan Pilihan

Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada
arah vertikal.
5. Perlapisan Silang Siur

Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di


atas atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat
intensitas arus yang berubah-ubah.
Gambar 3.5 Bentuk – Bentuk lapisan Sedimen
Tabel 3.2 Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee&Weir, 1953)

D. Komposisi Mineral

Komposisi mineral dari batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi :

1. Fragmen

Fragmen adalah bagian butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa
pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang fosil dan zat organik.
2. Matrik (masa dasar)

Matrik adalah butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan terletak
diantaranya sebagai masa dasar. Matrik dapat berupa pecahan batuan, mineral
atau fosil.
3. Semen

Semen adalah material pengisi rongga serta pengikat antar butir sedimen,
dapat berbentuk Amorf atau Kristalin. Bahan bahan semen yang lazim adalah :
 Semen karbonat (kalsit dan dolomit).

 Semen silika (kalsedon, kuarsa).

 Semen oksida besi (limonit, hematit dan siderit).

 Pada sedimen berbutir halus (lempung dan lanau) semen umumnya


tidak hadir karena tidak adanya rongga antar butiran.

3.5 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK

Pemerian batuan sedimen Non Klastik didasarkan pada :

A. Struktur

Struktur batuan sedimen Non klastik terbentuk oleh reaksi kimia maupun
aktifitas organisme. Macam-macamnya :
a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya
fosil.
b. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non
klastik, bersifat konsentris dengan diameter kurang dari 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2
mm. d. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
e. Cone in cone, struktur pada batugamping kristalin berupa pertumbuhan
kerucut. f. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu.
g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik.

h. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri


khasnya adalah adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan bahan
lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang semua celah-celahnya terisi
oleh mineral karbonat.
i. Goode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi
oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal dapat
berupa kalsit maupun kuarsa.
j. Styolit, kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil pelarutan.

B. Tekstur

Tekstur dibedakan menjadi :

a. Kristalin

Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking. Untuk pemeriannya menggunakan

skala (Wenthworth, 1922) dengan modifikasi sebagai berikut :

Tabel 3.3. Pemerian Batupasir dari skala


(Wentworth, 1922)

Nama Butir Besar Butir (mm)

Berbutir kasar >2

Berbutir sedang 1/16 ± 2

Berbutir halus 1/256 ± 1/16

Berbutir sangat < 1/256


halus
b. Amorf

Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau amorf (non
klastik).
c. Komposisi Mineral

Monomineralik Karbonat.

3.6 BATUAN SEDIMEN KARBONAT

Batuan karbonat didefinisikan sebagai batuan dengan kandungan material karbonat


lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau
karbonat

kristalin hasil presipitasi langsung (Reijers & 1986). Bates & Jackson (1987)
mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral
karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping, menurut
definisi Reijers & Hsu (1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat
hingga 95 %. Sehingga tidak semua batuan karbonat merupakan batugamping.

Batuan karbonat terbentuk oleh proses sedimentasi organik, sedimentasi mekanis,


sedimentasi kimiawi atau kombinasi dari proses-proses tersebut. Batuan karbonat yang
terbentuk oleh proses sedimentasi organik (kumpulan cangkang moluska, alga,
foraminifera, coral, dll) akan menghasilkan batugamping terumbu; oleh proses sedimentasi
mekanis (hasil rombakan batuan karbonat yang terbentuk lebih dahulu) akan
menghasilkan batugamping klastik atau kalkarenit; oleh proses sedimentasi kimiawi
(dolomitisasi) akan menghasilkan batugamping yang kaya dolomit (dolostone); oleh proses
sedimentasi organik dan mekanis akan menghasilkan batugamping bioklastik; oleh proses
sedimentasi organik dan kimiawi akan menghasilkan batugamping oolit; oleh proses
sedimentasi mekanis dan kimiawi akan menghasilkan batugamping kristalin.

Dua jenis batuan karbonat yang utama adalah batugamping (limestone) dan
dolomite

(dolostone). Suatu batuan karbonat disebut batugamping (limestone) bila tersusun oleh
kalsit

≥90% dan disebut dolomite (dolostone) bila tersusun oleh dolomit ≥90% (Boggs, 1987).

Batuan karbonat terutama terbentuk di lingkungan laut dangkal (supratidal –


subtidal) seperti batugamping terumbu. Selain itu, dapat juga terbentuk di laut dalam
sebagai endapan pelagik atau turbidit seperti chalk dan cherty limestone, dan terbentuk di
danau dan pada tanah (soil) seperti caliche (vadose pisoid) (Tucker, 1982)

Dalam praktikum, akan disajikan klasifikasi sebagai berikut :


A. Batugamping Klastik

Adalah Batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali rombakan


batu gamping asal. Contoh : Kalsirudit, Kalkarenit, Kalsilutit.
B. Batugamping Non Klastik

Terbentuk dari proses kimia maupun aktifitas organisme dan umum


monomineralik. Dapat dibedakan berdasarkan :
 Hasil biokimia : bioherm, biostorm

 Hasil larutan kimia : travertin, tufa.

 Hasil replacement : batu gamping fosfat, batu gamping dolomit,


batu gamping silikat, dll.

3.7 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT KLASTIK A.


Struktur

Struktur batuan sedimen karbonat klastik sama dengan batuan sedimen


klastik.

B. Tekstur

Tekstur pada batuan sedimen karbonat klastik sama dengan batuan sedimen
klastik yaitu, ukuran butiran, pemilahan, kebundaran butiran, kemas, abrasi,
kontak antar butiran. Namun ada sedikit perbedaan dalam pembagian ukuran
butirnya.

Tabel 3.4 Ukuran Butir Batuan Sedimen


Karbonat Klastik

Nama butir Ukurun butir (mm)

Rudite >1

Arenit 0,062 ±1

Lutite < 0,062

C. Komposisi dan Komponen Batuan Karbonat

Komposisi dari batuan sedimken karbonat klastik dapat dibagi menjadi


menurut

Komposisi Kimia Mineral dan Komponen pembentuk batuan tersebut


1. Komposisi kimia/mineral batuan karbonat

 Aragonit CaCO3 (ortorombik) : hasil presipitasi langsung dari air laut


secara kimiawi atau berasal dari proses
biogenic (ganggang hijau), bentuk serabut,
dan tidak stabil.
 Kalsit CaCO3 (heksagonal) : mineral lebih stabil, berbentuk hablur
yaang baik/spar, kalsit bila diberi alizarin
red menjadi merah.
 High-Mg Calcite : kandungan MgCO3

≥4%, terbentuk pada daerah yang

hangat

 Low-Mg Calcite : kandungan MgCO3

<4%, terbentuk pada daerah yang


dingin

 Dolomit CaMg(CO3)2 (heksagonal) : berbentuk belah ketupat, tidak bereaksi


dengan alizarin red, kebanyakan hasil
dolomitisasi dari kalsit
 Magnesit MgCO3 (heksagonal) : biasanya berasosiasi dengan evaporit

 Siderit FeCO3 (heksagonal)

 Ankerite Ca(Fe,Mg)(CO3)2 (heksagonal)

2. Komponen pembentuk batuan karbonat

Menurut Tucker (1991) komponen penyusun batugamping dibedakan atas


non skeletal grain, skeletal grain, matrix, dan cement.
1) Non Skeletal Grain, terdiri dari :

a. Ooid dan Pisolid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang
mempunyai satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan
mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran
kuarsa. Ooid memliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki
ukuran >
2 mm disebut
pisoid.
Gambar 3.6 Ooid dan Pisolid
b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid


atau meruncing yang tersusun oleh micrite dan tanpa struktur internaL
Ukuran
dari peloid antara 0,1 - 0,5 mm.

Gambar 3.7 Peloid


c. Pellet

Pellet merupakan partikel berukuran < 1mm berbentuk spheris atau


elips dengan komposisi CaCO3. Secara genetic pellet merupakan
kotoran dari organisme.
d. Agregat dan Interklas

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat


yang tersemen bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung
akibat material organik. Sedangkan intraklas ialah fragmen dari sedimen
yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat
pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut/ tidal flat.
Gambar 3.8 Komponen Butiran Non-Skeletal
2) Skeletal Grain

Merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri


dari seluruh mikrofosil, butiran fosil ataupun pecahan dari fosil-fosil makro.
Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam
batugamping.

Gambar 3.9 Komponen Butiran Skeletal

3) Lumpur Karbonat atau micrite

Micrite adalah matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada


batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Micrite memilliki
ukuran butir kurang
dari 4 um. Micrite dapat mengalamai alterasi dan dapat tergantikan oleh
mosaik mikrospar yang kasar.
4) Semen atau Sparit

Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar


butiran dan mengisi rongga pori yang terendapkan setelah fragmen dan
matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, sulfat atau oksida besi.

3.8 PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT NON KLASTIK

Pemeriannya sama dengan pemerian batuan sedimen Non Klastik lainnya hanya
saja dalam jenis batuan memakai Karbonat Non Klastik.

3.9 KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT

1. Klasifikasi Grabau (1904)

Grabau mengklasifikasikan batugamping berdasarkan ukuran butir menjadi 5 yaitu :

 Calcirudite : batugamping yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir (>2 mm).

 Calcarenite : batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16 -


2 mm).
 Calcilutite : batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16
mm).

 Calcipulverite : batugamping hasil presipitasi kimiawi seperti batugamping


kristalin.
 Batugamping organik : batugamping hasil pertumbuhan organisme secara
insitu seperti batugamping terumbu dan stromatolite.
2. Klasifikasi Folk (1962)

Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite dan sparite serta


jenis allochem yang dominan, Folk mengklasifikasikan batugamping menjadi 4 yaitu
: batugamping tipe I allochemical rocks dengan sparry calcite cement, batugamping
tipe II allochemical rocks dengan microcrystalline calcite matrix (allochemical >10%),
batugamping tipe III orthochemical rocks (allochemical ≤10%), dan batugamping tipe
IV autochthonous reef rocks. Batas ukuran butir yang digunakan Folk untuk
membedakan antara allochem dan micrite adalah 4 micron (lempung).
Gambar 3.10 Klasifikasi Folk
(1962)

3. Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham mengklasifikasikan batugamping berdasarkan tekstur pengendapan


(yaitu derajat perubahan tekstur pengendapan, komponen asli terikat atau tidak
terikat selama proses pengendapan, tingkat kelimpahan antara butiran dan lumpur
karbonat) menjadi
5 yaitu : mudstone, wackestone, packstone, grainstone dan boundstone,
sedangkan batugamping yang tidak menunjukan tekstur pengendapan disebut
crystalline carbonate.
Batas ukuran butir yang digunakan Dunham untuk membedakan antara
butiran dan lumpur karbonat adalah 20 micron (lanau kasar).Klasifikasi
batugamping yang didasarkan pada tekstur pengendapan dapat dihubungkan
dengan fasies terumbu dan tingkat energi yang bekerja sehingga dapat untuk
menginterpretasikan lingkungan pengendapan.

Gambar 3.11 Klasifikasi Dunham


(1962)
4. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Embry & Klovan mengklasifikasikan batugamping berdasarkan tekstur


pengendapan dan merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham yaitu dengan
menambahkan kolom khusus pada kolom boundstone, menghapuskan kolom
crystalline carbonate dan membedakan prosentase butiran yang berdiameter ≤2 mm
dari butiran yang berdiameter >2 mm, ukuran butir ≥0,03-2 mm dan ukuran lumpur
karbonat <0,03 mm.
Embry & Klovan mengklasifikasikan batugamping menjadi 2 kelompok
yaitu batugamping autochthon dan batugamping allochthon.

Gambar 3.12 Klasifikasi Menurut Embry & Klovan (1971)


3.10 DIAGENESA BATUAN KARBONAT A.
Lingkungan Diagenesis
 Diagenesis di bawah air laut : laut dangkal, bagian laut dalam

 Meteoric diagenesis / freskwater diagenesis : diatas muka air tanah, di


bawah muka air tanah
B. Lingkup Dan Proses Diagenesis

 Lingkup diagenesis : pengisian pori, lithifikasi, neomorphisme dan pelarutan

 Proses diagenesis

1. Pengisian pori dengan mikrit/lumpur karbonat

2. Mikritisasi oleh gangang

3. Pelarutan

4. Sementasi

5. Polimorfisme
6. Rekristaliasi

7. Pengubahan/penggantian

8. Dolomitisasi

9. Silisifikasi

 Sementasi : proses perekatan antar butir batuan akibat adanya proses


pelarutan dan pembatuan
Nama Batuan : Nama Batuan : Nama
Breksi/Konglome Kalkarenit/Kalsirudit Batuan :
rat/ /Kalsilutit
Batupasir/Batul RijangBatubara/Bat
empung/ ugamping kristalin,
Batulanau, dll dll
CONTOH DESKRIPSI

BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Jenis Batuan : Batuan Sedimen


Klastik

Warna :
Coklat

Struktur :
Laminasi

Tekstur : - Ukuran Butir : Pasir – Kerakal (0.125 – 64


mm)

- Derajat Pembundaran : Angular

- Derajat Pemilahan : Terpilah Buruk

- Kemas : Terbuka

Komposisi : - Fragmen : Lithic


Andesit

- Matrik : Kuarsa

- Semen : Silika

Nama Batuan : Breksi Monomik

CONTOH DESKRIPSI BATUAN


SEDIMEN NON KLASTIK

Jenis Batuan : Batuan Sedimen Non


Klastik

Warna : Hitam
CONTOH DESKRIPSI
Struktur : Masif
Tekstur : Amorf
Komposisi : Monomineralik Carbon

Nama Batuan :
Batubara
CONTOH DESKRIPSI

BATUAN SEDIMEN KARBONAT KLASTIK

Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastik

Warna : Kuning

Struktur : Masif

Tekstur : - Ukuran Butir : Rudite ( >2 mm)

- Derajat Pembundaran : Angular


- Derajat Pemilahan : Terpilah Buruk

- Kemas : Terbuka

Komposisi : - Allochem : Skeletal

- Mikrit : Klasit
- Sparit : Karbonat

Nama Batuan : Batugamping Bioklastik

CONTOH DESKRIPSI

BATUAN SEDIMEN KARBONAT NON KLASTIK

Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Non Klastik

Warna :
Coklat Struktur
: Masif Tekstur
: Amorf
Komposisi : Monomineralik Karbonat

Nama Batuan : Travertine


BAB IV BATUAN METAMORF

Gambar 4.1. Proses Pembentukan Batuan


Metamorf

Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan – perubahan fundamental batuan


yang sebelumnya telah ada. Proses metamorf terjadi dalam keadaan padat dengan
perubahan kimiawi dalam batas – batas tertentu saja dan meliputi proses – proses
rekristalisasi, orientasi dan pembentukan mineral mineral baru dengan penyusunan
kembali elemen – elemen kimia yang sebenarnya ada.

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3 – 20 km) yang


keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa
cair. Proses metamorfosa suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami Karena kesulitan
menyelidiki kondisi di kedalaman dan panjangnya waktu.

Proses perubahan yang terjadi disekitar muka bumi seperti pelapukan, diagenesa,
sementasi sedimen tidak termasuk ke dalam metamorfosa.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
58
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
4.1 TIPE-TIPE METAMORFOSA

A. Metamorfosa Lokal

a) Metamorfisme Kontak (Thermal)

Panas tubuh batuan intrusi yang diteruskan ke batuan sekitarnya,


mengakibatkan metamorfosa kontak dengan tekanan berkisar antara 1000±3000
atm dan temperatur
300± 8000º C. Pada metamorfisme kontak, batuan sekitarnya berubah menjadi
hornfels atau hornstone (batutanduk). Susunan batutanduk itu sama sekali
tergantung pada batuan sedimen asalnya (batulempung) dan tidak tergantung
pada jenis batuan beku di sekitarnya. Pada tipe metamorfosa lokal ini, yang paling
berpengaruh adalah faktor suhu disamping faktor tekanan, sehingga struktur
metamorfosa yang khas adalah non foliasi, antara lain hornfels itu sendiri.
b) Dislokasi/Dinamik/Kataklastik

Batuan ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti di sekitar
sesar. Pergerakan antar blok batuan akibat sesar memungkinkan akan
menghasilkan breksi sesar dan batuan metamorfik dinamik.
B. Metamorfosa Regional

a) Metamorfisme Regional Dinamotermal

Metamorfosa regional terjadi pada daerah luas akibat orogenesis. Pada proses
ini pengaruh suhu dan tekanan berjalan bersama-sama. Tekanan yang terjadi di
daerah tersebut berkisar sekitar 2000 ± 13.000 bars ( 1 bar = 10 6 dyne/cm ), dan
temperatur berkisar antara 200 ± 800º C.
b) Metamorfisme Beban

Metomorfisme regional yang terjadi jika bauan terbebani oleh sedimen yang
tebal di atasnya. Tekanan mempunyai peranan yang penting daripada suhu.
Metamorfisme ini umumnya tidak disertai oleh deformasi ataupun perlipatan
sebagaimana pada metamorfisme dinamotermal. Metamorfisme regional beban,
tidak berkaitan dengan kegiatan orogenesa ataupun intrusi magma. Temperatur
pada metamorfisma beban lebih rendah daripada metamorfisme dinamotermal,
berkisar antara 400±450 oC. Gerak-gerak penetrasi yang menghasilkan skistositas
hanya aktif secara setempat, jika tidak, biasanya tidak hadir.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
59
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
c) Metamorfisme Lantai Samudera

Batuan penyusunnya merupakan material baru yang dimulai


pembentukannya di punggungan tengah samudera. Perubahan mineralogi dikenal
juga metamorfisme hidrotermal (Coomb, 1961). Dalam hal ini larutan panas (gas)
memanasi retakan- retakan batuan dan menyebabkan perubahan mineralogi
batuan sekitarnya. Metamorfisme semacam ini melibatkan adanya penambahan
unsur dalam batuan yang dibawa oleh larutan panas dan lebih dikenal dengan
metasomatisme.

4.2 PEMERIAN BATUAN METAMORF

A. STRUKTUR

Struktur dalam batuan metamorf dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,


yaitu:

a) Struktur Foliasi (schistosity)

Gambar 4.2. Sturuktur


foliasi

Dimana mineral baru menunjukkan penjajaran mineral yang planar.


Seringkali terjadi pada metamorfisme regional dan kataklastik. Struktur foliasi
yang menunjukkan urutan derajat metamorfosa dari rendah ke tinggi :

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
60
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
1) Slatyc leavage

Berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke metamorfik,


sangat halus dan keras, belahannya rapat, mulai terdapat daun-daun
mika halus, memberikan warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir.
Umumnya dijumpai pada batuan sabak/slate.
2) Filitik/Phylitik

Rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih mengkilap


daripada batusabak, mineral mika lebih banyak dibanding
slatycleavage. Mulai terdapat mineral lain yaitu tourmaline. Contoh
batuannya adalah filit.
3) Schistosa

Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfose


regional, sangat jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti
mika, talk, klorit, hematit dan mineral lain yang berserabut. Terjadi
perulangan antara mineral pipih dengan mineral granular dimana
mineral pipih lebih banyak daripada mineral granular, orientasi
penjajaran mineral pipih menerus.
4) Gneistosa

Jenis ini merupakan metamorfosa derajat paling tinggi, dimana


terdapat mineral mika dan mineral granular, tetapi orientasi mineral
pipihnya tidak menerus/terputus.
b) Struktur Non Foliasi

Gambar 4.3. Struktur non foliasi a. Granulose/Hornfelsik, b. Milonit, c


Kataklastik, d. Augen, dan e. liniasi

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
61
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Dimana mineral baru tidak menunjukkan penjajaran mineral yang planar.
Seringkali terjadi pada metamorfisme kontak/thermal. Pada struktur non foliasi
ini hanya ada beberapa pembagian saja, yaitu :

1) Granulose/Hornfelsik

Merupakan sebuah susunan yang terdiri dari mineral-mineral


equidimensional serta pada jenis ini tidak ditemukan/tidak
menunjukkan cleavage (belahan). Contohnya antara lain adalah
marmer, kuarsit, hornfels.
2) Liniasi

Pada jenis ini, akan ditemukan keidentikan yaitu berupa mineral-


mineral menjarum dan berserabut, contohnya seperti serpentin dan
asbestos.
3) Kataklastik

Suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap batuan


asal yang mengalami metamorfosa dinamo
4) Milonitik

Hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih


halus dan dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini sebagai
salah satu ciri adanya sesar.
5) Filonitik

Hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih halus


lagi.
6) Flaser

Seperti struktur kataklastik, dimana struktur batuan asal berbentuk


lensa tertanam pada masa dasar milonit.
7) Augen

Suatu struktur batuan metamorf juga seperti struktur flaser, hanya


lensa- lensanya terdiri dari butir-butir felspar, dalam masa dasar yang
lebih halus.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
62
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
B. TEKSTUR

Mineral batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang terjadi karena


kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan bukan mengkristal dalam suasana
cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos.
Tekstur pada batuan metamorf dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Kristaloblastik

Yaitu tektur pada batuan metamorf yang sama sekali baru terbentuk pada
saat proses metamorfisme dan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan.
1. Porfirobalstik

Seperti tekstur porfiritik pada batuan beku dimana terdapat masa dasar
dan fenokris, hanya dalam batuan metamorf fenokrisnya disebut
porfiroblast.
2. Granoblastik

Tektur pada batuan metamorf dimana butirannya seragam.

3. Lepidoblastik

Dicirikan dengan susunan mineral dalam batuan saling sejajar dan


terarah, bentuk mineralnya tabular.
4. Nematoblastik

Di sini mineral-mineralnya juga sejajar dan searah hanya


mineral- mineralnya berbentuk prismatis, menyerat dan menjarum.
5. Idioblastik

Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral


pembentuknya berbentuk euhedral (baik).
6. Hipidiobalstik

Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral


pembentuknya berbentuk subhedral (sedang).
7. Xenobalstik

Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral


pembentuknya berbentuk anhedral (buruk).
b. Palimsest (Tekstur Sisa)

1. Blastoporfiritik

Sisa tektur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
63
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2. Blastofitik

Sisa tektur ophitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.

3. Blastopsepit

Tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari
pasir (psepit).
4. Blastopsamit

Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir pasir
(psemit).

5. Blastopellit

Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lempung

(pelit).

4.3 KOMPOSISI MINERAL

Berdasarkan bentuk kristal / mineralnya, dibagi menjadi 2 :

A. Mineral Stress

Adalah mineral yang stabil dalam kondisi tertekan, dimana mineral ini
berbentuk pipih atau tabular, prismatik. Mineral ini tumbuh memanjang dengan
kristal tegak lurus.
Contohnya : Mika, Zeolit, Tremolit, Aktinolit, Glaukofan, Horblende,
Serpentin, Silimanit, Kyanit, Antofilit.
B. Mineral Antistress

Adalah mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan, umumnya


berbentuk equidimensional.
Contohnya : Kuarsa, Garnet, Kalsit, Staurolit, Feldpar, Kordierit, Epidot.

4.4 PENAMAAN BATUAN METAMORF

Penamaan batuan metamorf dimaksudkan untuk mengenali dan memberikan


informasi yang berarti pada batuan tersebut. Ada 5 kriteria utama dalam penamaannya,
yaitu :

a) Asal batuan semula.

b) Mineralogi batuan
metamorf. c) Tektsur secara
khusus.
d) Tekstur dan mineralogi.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
64
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
Istilah metabasit, metapelit adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku
dan batuan sedimen, metasedimen, metabatupasir, metagranit, semua mengisyaratkan
batuan semula. Skis, Gneis, Hornfels, filit adalah penamaan berdasarkan pada tesktur
batuan metamorf tersebut. Kuarsit, Serpentinit, adalah penamaan berdasarkan mineralogi.

a) Slate
b) Filit
c) Sekis
d) Gneiss
e) Milonit
Berikut adalah nama-nama batuan metamorf berdasarkan penamaan yang
khas padanya:

a) Sekis Hijau
b) Sekis Biru
c) Amphipholit
d) Serpentinit
e) Eklogit f)
Granulit g)
Magmatit

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
65
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
CONTOH DISKRIPSI BATUAN
METAMORF FOLIASI

Jenis Batuan : Batuan Metamorf Foliasi

Warna : Hitam

Struktur : Foliasi - Gneistosa

Tekstur : Kristaloblastik - Lepidoblastik

Komposisi : - Mineral Stress : Mika, Hornblede

- Mineral Antistress : Kuarsa, Feldspar

Nama Batuan : Gneis

CONTOH DISKRIPSI BATUAN


METAMORF NON FOLIASI

Jenis Batuan : Batuan Metamorf Non Foliasi

Warna : Putih

Struktur : Non Foliasi - Granulose


Tekstur : Kristaloblastik -
Granoblastik Komposisi : - Mineral
Stress :-
- Mineral Antistress : Kuarsa

Nama Batuan : Kuarsit

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
66
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
BAB V

BAHAN GALIAN

5.1 PENGGOLONGAN BAHAN GALIAN A.


Undang – Undang No. 4 Tahun 2009

Menurut Undang-Undang pertambangan No, 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan


Batu Bara. Penggolongan bahan galian diatur bedasarkan pada kelompok usaha
pertambangan, sesuai Pasal 4, yaitu:
Usaha Pertambangan dikelompokkan atas:

 Pertambangan mineral;

 Pertambangan batubara.

 Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a digolongkan atas:
- Pertambangan mineral radio aktif;

- Pertambangan mineral logam;

- Pertambangan mineral bukan logam;

 Pertambangan batuan.

B. Undang – Undang No. 11 tahun 1967

Menurut undang-undang No 11 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan


Pokok Pertambangan, pada Bab II pasal 3, mengenai Penggolongan Dan
Pelaksanaan Penguasaan Bahan Galian, dimana bahan galian dibagi atas tiga
golongan, yaitu:
a) Golongan bahan galian strategis adalah:

 Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi dan gas alam;

 Bitumen padat, aspal;

 Antrasit, batubara, batubara muda;

 Uraniuam, radium, thorium dan bahan galian radioaktif lainnya;

 Nikel, kobalt ;

 Timah;

b) Golongan bahan galian vital adalah:

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
67
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Besi, mangaan. Molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;

 Bauksit, tembaga, timbal, seng;

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
68
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
 Emas, platina, perak, air raksa, intan ;

 Arsen, antimon, bismut;

 Ytrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;

 Berilium, korondum, zirkon, kristal kuarsa;

 Kriolit, flourspar, barit;

 Yodium, brom, klor, belerang;

c) Golongan bahan galian yang tidak termasuk a atau b adalah:

 Nitrai-nitrat, posfat-posfat, garam batu (halit);

 Asbes, talk, mika, grafit, magnesit;

 Yarosit, leusit, tawas (alum), oker;

 Batu permata, batu setengah permata;

 Pasir kuarsa, kaolin, felspar, gips, bentonit;

 Batuapung, tras, obsidian, perlit, tanah diatomae, tanah serap (fuller s


earth);

 Marmer, batu tulis;

 Batu kapur, dolomit, kalsit;

 Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat,

 Dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan


a maupun b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi
pertambangan.

PANDUAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
68
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun 2006. Modul Petrologi Batuan Beku UPN “Veteran” Yogyakarta 2006.
UPN “Veteran” Yogyakarta ; Yogyakarta

Tim Penyusun. 2008. Modul Pratikum Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2008. UPN

“Veteran” Yogyakarta : Yogyakarta

Tim Penyusun. 2011. Modul Praktiku Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2011. UPN

“Veteran” Yogyakarta : Yogyakarta

Undang – Undang No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara

Undang – Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Pertambangan

Anda mungkin juga menyukai