Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

GEOGRAFI DESA KOTA


Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Geografi Desa Kota
Dosen pengampu: Windayani Ika Yunita Sari, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:
Nama: Suprianto Mansur
Nim: 451420029
Kelas: B

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
2021

1
Kata Pengantar

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan hidayahnya saya selaku
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam kami curahkan kepada
Rasulullah SAW, keluarga, dan sahabatnya.

Selanjutnya, saya selaku penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran pembuatan makalah ini, baik berupa
dorongan moral maupun materi. Terima kasih kepada dosen mata kuliah Geografi Desa Kota
yang telah membimbing. Semoga makalah ini dapat berguna baik untuk diri sendiri, teman-
teman, maupun yang membaca makalah ini.

Saya selaku penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memenuhi tugas yang
diberikan.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II: PEMBAHASAN


A. Ruang lingkup dan pendekatan geografi perdesaan serta toponimi desa
B. Ciri, unsur, fungsi potensi desa
C. Evolusi dan pola pemukiman perdesaan
D. Klasifikasi perdesaan dan tipologi desa
E. Permasalahan daerah perdesaan
F. Perencanaan dan pembangunan perdesaan
G. Modernisasi dan pembinaan masyarakat desa
H. Ciri, ruang lingkup dan pendekatan geografi perkotaan
I. Perkembangan dan klasifikasi perkotaan
J. Struktur ke ruangan kota dan teori-teori sebaran kota
K. Urbanisasi
L. Permasalahan perkotaan
M. interaksi desa kota
N. Perencanaan dan pembangunan perkotaan

BAB III: PENUTUP


A. KESIMPULAN
B. SARAN

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa merupakan sesuatu yang berpotensi untuk berubah-ubah tentang materinya seperti
jumlah penduduknya, kondisi fisik, dan sosial serta budayanya. Hal itu merupakan sesuatu
yang bersifat duniawi sehingga tidak mudah untuk diamati secara tepat kendatipun dalam
waktu yang relatif tidak lama. Selain itu potensi desa satu dengan yang lain tidak selalu sama
sehingga mengakibatkan adanya berbagai karakteristik dan tingkat kemajuan desa yang
berbeda-beda, ada desa yang kurang berkembang dan ada pula yang telah berkembang atau
maju. Semakin cepat perkembangan desa, semakin dekat pencapaian tujuan pembangunan. Di
lain pihak perkembangan desa erat kaitannya dengan potensi yang dimiliki desa yang
bersangkutan. Oleh karena itu untuk melihat perkembangan desa, tidak dapat lepas dengan
analisis potensi desa., umumnya semakin tinggi potensi desa, semakin besar tingkat
perkembangan wilayah.

Kota merupakan pusat kegiatan manusia dan menawarkan berbagai kesempatan lebih
besar daripada daerah perdesaan. Tidak mengherankan bahwa banyak penduduk pedesaan
melakukan migrasi ke kota untuk memperbaiki kehidupannya. Migrasi desa – kota ini
menyebabkan pertambahan penduduk kota secara umum kurang lebih dua laki lipat
dibandingkan pertambahan penduduk pedesaan. Dilihat dari sejarahnya, kota pada hakikatnya
lahir dan berkembang dari suatu wilayah perdesaan. Akibat adanya pertumbuhan penduduk
yang diikuti meningkatnya berbagai kebutuhan (sandang, pangan, papan) dan pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi manusia, maka tumbuh permukiman-permukiman baru.
Selanjutnya akan diikuti oleh pengembangan fasilitas-fasilitas sosial ekonomi seperti pasar,
pertokoan, sekolah, rumah sakit, perkantoran, terminal, jalan raya, tempat hiburan dan
sebagainya sehingga terbentuklah wilayah kota. Oleh karena lengkapnya fasilitas yang ada di
kota, maka kota merupakan daya tarik bagi penduduk desa untuk pergi ke kota, bahkan banyak
berpindah dari desa dan menetap di wilayah kota. Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah
di permukaan bumi yang sebagian wilayahnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan
budaya manusia, serta pemusatan penduduk yang tinggi dengan mata pencaharian di luar sektor

4
pertanian. Dengan demikian kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan seperti, bangunan
yang tinggi, pusat perbelanjaan, rumah sakit, pusat pendidikan dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana ruang lingkup dan pendekatan geografi perdesaan serta toponimi desa?
2. Apa saja ciri, unsur, fungsi potensi desa?
3. Bagaimana evolusi dan pola pemukiman perdesaan?
4. Bagaimana klasifikasi perdesaan dan tipologi desa?
5. Apa saja permasalahan daerah perdesaan?
6. Bagaimana perencanaan dan pembangunan perdesaan?
7. Bagaimana modernisasi dan pembinaan masyarakat desa?
8. Bagaimana ciri, ruang lingkup dan pendekatan geografi perkotaan?
9. Bagaimana perkembangan dan klasifikasi perkotaan?
10. Bagaimana struktur ke ruangan kota dan teori-teori sebaran kota?
11. Bagaimana urbanisasi?
12. Apa saja permasalahan perkotaan?
13. Bagaimana interaksi desa kota?
14. Bagaimana perencanaan dan pembangunan perkotaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Desa Kota dan mahasiswa
dapat pengetahuan baru mengenai materi-materi yang akan di bahas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup dan pendekatan geografi perdesaan

1.1 Pengertian Ruang Lingkup


Ruang lingkup adalah penjelasan tentang batasan sebuah subjek yang terdapat di
sebuah masalah. Bila diartikan secara luas ruang lingkup adalah batasan.
Batasan yang dimaksud dalam ruang lingkup bisa berupa faktor yang diteliti seperti materi,
tempat, waktu dsb. Sementara makna dalam arti sempit ruang lingkup berarti adalah suatu
hal atau materi. Dan menurut wikitionary adalah besarnya subjek yang tercakup. Ketika
penelitian berlangsung, ruang lingkup dapat dimaknakan sebagai batasan masalah yang
dipakai, jumlah subjek yang diteliti, materi yang dibahas, luas tempat penelitian dan lain-
lain. Ruang lingkup (batasan) penelitian ini sangat penting sebab bisa berpengaruh terhadap
keabsahan dari sebuah penelitian. Sedangkan pada arti yang khusus, ruang lingkup
merupakan sebuah metode untuk pembatasan ilmu yang dikaji. Contohnya adalah ilmu
filsafat mempunyai cakupan filsafat dasar, filsafat ontologi, filsafat epistemologi, filsafat
aksiologi, hermeneutika, logika, etika dan estetika.
Manfaat Ruang lingkup kerap kali dimanfaatkan untuk mengkaji suatu hal. Ini
menjadikan setiap pengkajian/pembahasan bisa lebih terfokus dalam pembahasan dan bisa
lebih terarah serta tidak terpecah ke pembahasan lainnya. Berikut adalah sejumlah manfaat
yang bisa ditemukan saat telah menentukan batasan.
• Pembahasan lebih terfokus, ini bisa bermanfaat agar pembahasan tidak terpecah kepada
hal tidak berhubungan dengan subjek yang dibahas.
• Peneliti bisa membuat rencana yang tepat, karena cakupannya jelas maka waktu dan
biaya bisa diukur dengan lebih baik.
• Meringankan pembahasan, ini lebih efisien dan efektif sehingga definisi dan pengertian
dari suatu bahasan bisa lebih tepat.
• Masalah lebih cepat diselesaikan, ini karena dengan ruang lingkup setiap persoalan
yang ada dalam pembahasan bisa lekas ditemukan solusinya. Ini juga berkaitan dengan

6
poin nomor satu karena dengan batasan masalah bisa lebih sedikit dan metodenya bisa
mudah ditemukan.

1.2 Ruang Lingkup Geografi Perdesaan


Ada beberapa definisi desa menurut para ahli. Sutardjo Kartohadikusumo dalam
bukunya Desa (1953) mendefinisikan desa sebagai suatu kesatuan hukum di mana
bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Sementara Bintarto, mantan Guru Besar Fakultas Geografi UGM mengemukakan
pengertian desa dalam bukunya Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya (1983).
Menurutnya, desa adalah sebuah perwujudan geografis (wilayah) yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan pengaruh
timbal baliknya dengan daerah-daerah lain di sekitarnya. Dikutip dari Encyclopaedia
Britannica (2015), desa adalah komunitas yang tidak terlalu padat penduduk, dengan
kegiatan ekonomi utama berupa produksi pangan dan bahan-bahan mentah.
Adapun berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan NKRI. Dan berikut ini adalah ruang lingkup geografi perdesaan
meliputi
• Kajiannya yakni proses-proses di masyarakat yang mempengaruhi struktur keruangan
• Lingkungan alam, perekonomian masyarakat desa dan perubahan spasial
• Bidang pertanian, karena merupakan faktor dominan dalam tata kehidupan penduduk
wilayah perdesaan
• Menghubungkan antara usaha tani dengan segala aspek kehidupan penduduknya
• Persoalan pemukiman penduduk
• Tata guna lahan di wilayah perdesaan

1.3 Pendekatan geografi perdesaan


1. Pendekatan keruangan

7
Pendekatan keruangan menekankan analisisnya pada variasi distribusi dan
lokasi dan gejala-gejala atau kelompok gejala di permukaan bumi, misalnya variasi
kepadatan penduduk, kemiskinan di perdesaan. Faktor-faktor yang menyebabkan pola-
pola distribusi keruangan yang berbeda-beda dan bagaimana pola keruangan yang ada
dapat diubah sedemikian rupa sehingga distnibusinya menjadi lebih efektif’ Pendekatan
keruangan menyangkut pola, proses dan struktur di kaitkan dengan dimensi waktu
sehingga analisisnya bersifat horizontal.
2. Pendekatan ke lingkungan
Studi interaksi antara organisme hidup dengan lingkungannya disebut dengan
ekologi Geografi dan Ekologi merupakan dua bidang ilmu yang berbeda satu sama lain
Geografi berkenaan dengan interelasi kehidupan manusia dengan faktor fisisnya yang
membentuk suatu sistem keruangan yang menghubungkan satu region dengan region
lainnya. Sedang ekologi berkaitan dengan interelasi antar manusia dengan lingkungan
yang membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Prinsip dan konsep yang berlaku
diantara ke duanya berbeda satu sama lain tetapi karena ada kesamaan pada obyek yang
digarapnya maka kedua ilmu tersebut pada pelaksanaan kerjanya dapat saling
membantu Geografi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang ekologi manusia yang
bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebaran dan
aktivitas manusia. Pandangan dan penelaahan ekologi diarahkan kepada hubungan
antara manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungan alam. Pandangan dan
penelaahan inilah yang disebut dengan pendekatan ekologi, yang dapat
mengungkapkan masalah hubungan penyebaran dan aktivitas manusia dengan
lingkungan alamnya. Pada pendekatan ekologi suatu daerah permukiman sitinjau
sebagai suatu bentuk ekosistem hasil interaksi penyebaran dan aktivitas manusia
dengan lingkungan alamnya.
3. Pendekatan kewilayahan
Kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ke lingkungan disebut sebagai
analisa kewilayahan atau analisa kompleks wilayah’ Pada analisa ini wilayah tertentu
didekati atau dihampiri dengan konsep “afeil difiterentiation”, yaitu suatu anggapan
bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakikatnya terdapat
perbedaan antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada pendekatan ini
diperhatikan pula penyebaran fenomena tertentu(analisa keruangan) dan interaksi
antara manusia dengan lingkungannya, untuk kemudian dipelajari kaitannya sebagai
analisa ke lingkungan. Dalam hubungannya dengan analisa wilayah, ramalan wilayah

8
dan perancangan wilayah merupakan aspek-aspek yang penting. Secara umum wilayah
dapat diartikan sebagai sebagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal
tertentu dari daerah sekitarnya dan mempunyai ciri yang spesifik contohnya: fenomena
politik, kebudayaan sosial, iklim, vegetasi, fauna, relief dan sebagainya.

B. Ciri, unsur, fungsi, potensi desa


2.1 Ciri-ciri fisik dan non fisik wilayah pedesaan
Desa memiliki karakteristik yang di bedakan menjadi dua, yaitu karakteristik fisik dan
karakteristik non fisik atau sosial. Karakteristik fisik desa meliputi hal-hal berikut ini:
• Tata guna lahan di dominasi sektor agraris, yaitu sebagian besar lahan di desa di
manfaatkan sebagai lahan pertanian yang mendukung perekonomian desa seperti sawah,
tegalan, dan perkebunan.
• Luas wilayah lebih luas dari pada jumlah penduduk, yaitu kondisi kependudukan di desa
tidak padat karena banyaknya penduduk yang melakukan urbanisasi untuk mencari fasilitas
kehidupan yang lebih baik.
• Pola permukiman bergantung pada kondisi lingkungan, yaitu pola permukiman penduduk
desa bergantung pada topografi dan kondisi lingkungan yang di bedakan menjadi empat
pola permukiman yaitu linier, radial, menyebar, dan mengelompok.

Sedangkan karakteristik non fisik atau sosial desa terdiri dari hal-hal berikut ini.

• Adat istiadat masih kuat


• Bersifat gemeinschaft (paguyuban)
• Pola pikir penduduk masih irasional
• Penduduk bersifat homogen (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan status sosial).

2.2 Unsur-unsur desa


Unsur-unsur desa terdiri atas daerah, penduduk, dan tata kehidupan
➢ Daerah
Daerah merupakan bagian dari permukaan bumi yang mempunyai batas-batas
administrasi tertentu yang umumnya tidak begitu luas, lengkap dengan wilayah
permukiman, termasuk lahan pekarangan dan lahan pertaniannya. Termasuk di dalam

9
tanah-tanah yang produktif dan yang tidak produktif beserta penggunaannya, termasuk juga
unsur lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat.
➢ Penduduk
Penduduk adalah sekelompok orang yang menempati daerah desa dengan segala
permasalahan. Penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata
pencaharian penduduk desa setempat.

➢ Tata Kehidupan
Tata kehidupan masyarakat merupakan suatu aturan yang ada dan biasanya
berkaitan erat dengan adat istiadat satu daerah, norma dan karakteristik budaya lainnya
yang beda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

2.3 Fungsi Desa


Setiap manusia atau individu, tentunya akan menggunakan perasaan, pikiran, dan hasrat
untuk berinteraksi terhadap lingkungannya. Hal inilah yang kemudian menjadikan seorang
manusia saling membutuhkan satu sama lain. Secara umum, fungsi desa adalah sebagai berikut:

1. Desa sebagai Hinterland


Salah satu fungsi desa yaitu sebagai hinterland atau daerah dukung yang memberi
bahan pokok seperti padi, jagung, hingga ketela. Tak hanya itu, desa juga menyediakan
beragam makanan lain seperti kacang, kedelai, sayur-sayuran, dan jenis buah-buahan.
Di samping itu, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan
mentah dan tenaga kerja. Adapun dari segi kegiatan kerja, desa merupakan agraris, desa
manufaktur, desa nelayan, dan desa industri.
2. Sebagai Pelestari Kearifan Lokal
Fungsi desa selanjutnya yaitu sebagai pelestari kearifan lokal. Banyak sekali
kebudayaan lokal yang hingga kini tetap lestari di masyarakat pedesaan. Dengan adanya
desa, maka kebudayaan lokal akan senantiasa terjaga dan terus berkembang. Selain itu,
desa juga sebagai sumber penghasil makanan. Penghasil makanan ini didapatkan karena
wilayah desa lebih banyak tersedia bahan mentah dan lahan pertanian. Sementara itu,
pengelolaannya dilakukan di kota karena mudahnya transportasi dan teknologi yang lebih
memadai.
3. Sumber Tenaga Kerja

10
Masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong royong menjadi kekuatan
berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian. Selain
itu, desa juga termasuk sumber tenaga kerja bagi kota. Tidak bisa dimungkiri bahwa
masyarakat yang berasal dari desa diperkerjakan di kota sebagai buruh atau di sektor
informal.
4. Mitra Pembangunan
Tak hanya sebagai sumber tenaga kerja, masyarakat desa juga berfungsi sebagai
mitra pembangunan wilayah kota. Mitra ini akan diperoleh dalam waktu cepat maupun
lambat, tergantung dengan hubungan atau kerja sama yang dilakukan masyarakat di
dalamnya.

2.4 Potensi Fisik dan Potensi non fisik suatu desa

Maju mundurnya desa, sangat tergantung pada ketiga unsur di atas. Karena, unsur-unsur ini
merupakan kekuasaan desa atau potensi desa. Potensi desa adalah berbagai sumber alam (fisik)
dan sumber manusia (non fisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa, dan diharapkan
kemanfaatannya bagi kelangsungan dan perkembangan desa. Adapun yang termasuk ke dalam
potensi desa antara lain sebagai berikut :

1. Potensi fisik
Potensi fisik desa antara lain meliputi :
a. Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang merupakan
sumber mata pencaharian, bahan makanan, dan tempat tinggal
b. Air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, persatuan dan
kebutuhan hidup sehari-hari
c. Iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.
d. Ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan dan pendapat
e. Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man power) baik pengolah
tanah dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.
2. Potensi Non Fisik
Potensi non fisik desa antara lain meliputi :
a. Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu
kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling
pengertian.

11
b. Lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi sosial yang dapat
memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.
c. Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran
jalannya pemerintahan desa.

C. Evolusi dan pola pemukiman perdesaan

3.1 Konsep permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Contohnya di desa saya
tepatnya di Desa Mopu, kec.Bukal, Kab Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Salah satu contohnya
sarana prasarananya, di desa Mopu terdapat satu lapangan untuk berolahraga khususnya Bola
kaki, voli ball, serta sepak takraw. Dan fasilitasnya sudah terpenuhi.

3.2 Bentuk dan pola pemukiman di wilayah perdesaan

Dari pola keruangan nya, desa bisa dibedakan menjadi empat. Berikut empat pola desa menurut
Daldjoeni dalam Geografi Kota dan Desa (1987):

1. Desa Linear

Bentuk desa linear biasanya memanjang mengikuti alur jalan atau alur sungai. Pola ini bisa ditemukan
di desa dataran rendah. Misalnya desa dengan banyak sawah. Dengan bergantung pada sarana
transportasi, desa linear punya mobilitas yang mudah.

2. Desa memanjang
Desa memanjang biasanya ditemukan di desa nelayan yang hidup di pinggir laut.
Pembangunannya mengikuti garis pantai. Setelah pantai, biasanya ada daerah kawasan industri
kecil. Di belakangnya baru rumah-rumah penduduk.
3. Desa terpusat
Bentuk terpusat biasa ditemukan di wilayah pegunungan. Warga di desa ini biasanya punya
garis keturunan yang sama.

4. Desa mengelilingi fasilitas tertentu

12
Bentuk ini ditemukan di dataran rendah. Biasanya ada satu fasilitas umum yang diandalkan.
Misalnya mata air, danau, waduk, atau fasilitas lainnya. Permukiman penduduk dan kawasan
industri dibangun mengelilingi fasilitas ini.

Contoh bentuk dan pola yang ada di desa saya yaitu tipe yang kegiatan empat atau desa
mengelilingi fasilitas tertentu seperti mata air, danau, dan fasilitas lainnya.

3.3 Faktor yang berpengaruh terhadap pola pemukiman perdesaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola permukiman perdesaan yaitu terdapat beberapa faktor-
faktor sebagai berikut.

1. Faktor fisik alamiah

Faktor fisik akan mempengaruhi perkembangan pemukiman karena keberadaan rumah dan
pemukiman tidak akang lepas dari kondisi lahan yang di tempatinya meliputi keadaan tanah,
keadaan hidrografi, iklim, morfologi, sumber daya alam. Faktor-faktor ini membentuk
perluasan pemukiman dan bentuk pemukimannya.
2. Faktor sosial

Karakter dan kondisi sosial penduduk dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Penduduk
perkampungan memiliki kebersamaan cukup tinggi.

3. Faktor Budaya

Pola hidup yang menjadi kebiasaan yang di kampung-kampung yang masih terbawa dalam
lingkungan kehidupan di kota diantaranya dalam menjaga kesehatan lingkungan dan
kebersihan.

4. Faktor ekonomi

Kemampuan penduduk untuk memiliki tempat tinggal di pengaruhi oleh harga lahan,
kemampuan daya beli, lapangan penghidupan dan transportasi.

5. Faktor Politis

Faktor politik suatu negara mempengaruhi pertumbuhan pemukiman karena keadaan


pemerintahan dan kenegaraan yang stabil di lengkapi dengan peraturan serta kebijaksanaan
pemerintahan akan menciptakan suasana yang aman dan situasi yang menguntungkan untuk
membangun.

D. Klasifikasi Perdesaan Dan Tipologi Desa

13
4.1 Klasifikasi desa berdasarkan berbagai aktivitas mata pencaharian

Sebagian besar populasi di Indonesia tinggal di desa dan menggantungkan hidupnya kepada
alam baik menjadi nelayan maupun petani. Desa sendiri bisa diartikan sebagai kesatuan
geografi, budaya, politik, ekonomi, dan sosial yang telah ada di suatu daerah dalam waktu lama.
Desa yang merupakan wilayah organisasi terendah ini, dibagi menjadi dua jenis. Adapun
klasifikasi desa itu terdiri dari desa berdasarkan mata pencaharian dan desa berdasarkan
perkembangan masyarakat.

➢ Berdasarkan Mata Pencaharian


Klasifikasi desa berdasarkan mata pencahariannya dipengaruhi oleh potensi sumber daya
alam yang ada di desa tersebut, yang pada dasarnya berbeda-beda. Inilah yang menjadikan
mata pencaharian masyarakat pada setiap desa beragam.

Dalam hal ini, klasifikasi desa paling sedikit bisa dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu desa agraris
(pertanian), desa nelayan (nelayan di laut), desa industri (pabrik maupun pengrajin).
Contoh klasifikasi desa berdasarkan berbagai aktivitas mata pencaharian. Contohnya itu di
desa saya. Desa Mopu yaitu masyarakat di Sana untuk mencari mata Pencaharian mereka
mengandalkan lahan pertanian baik bertani untuk per minggu maupun untuk per bulan.

➢ Berdasarkan Perkembangan Masyarakat


Setiap desa pasti mencapai tingkatan tersendiri dalam proses pengembangan untuk
memajukan desanya. Maka, desa bisa dibedakan berdasarkan dari perkembangan
masyarakatnya. Adapun klasifikasi desa tersebut adalah:
• Desa Tradisional
Desa ini biasanya ada di daerah-daerah pedalaman yang penduduknya cenderung
menutup diri, sedikit komunikasi, atau menolak sepenuhnya budaya luar yang berbeda
dari budaya mereka. Hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh pola pikir yang masih
sederhana atau tradisional atau karena fasilitas yang masih belum memadai seperti
sistem komunikasi, perhubungan, dan pengangkutan yang masih perlu untuk
dikembangkan.
• Desa Swadaya
Ini adalah desa yang mulai berkembang memiliki penduduk yang mulai mandiri atau
bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Biasanya desa swadaya ini berada di daerah
yang terpencil dan penduduknya mulai membuka diri untuk berinteraksi dengan

14
daerah-daerah sekitarnya. Namun, karena sarana yang masih belum mendukung, maka
penduduk di desa ini “jarang” berinteraksi dengan penduduk luar.
• Desa Swakarya
Ini adalah desa yang lebih maju dari desa swadaya maupun desa tradisional. Desa ini
memiliki ciri perubahan perilaku masyarakatnya untuk mulai memanfaatkan atau
menggunakan potensi yang dimiliki desanya dan biasanya mereka akan menjual
produk-produknya ke desa lain setelah memenuhi kebutuhan di desanya sendiri.
• Desa Swasembada
Ini adalah desa yang pernah disentuh oleh pengaruh dari luar, baik berbentuk
pembaharuan teknologi, perpindahan keahlian, hingga kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan. Masyarakat sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dengan cipta karya
dan jasa, serta sudah ditemukan banyak perpindahan vertikal dan horizontal.
• Desa Pancasila
Ini merupakan desa yang dicita-citakan oleh masyarakat karena dianggap sebagai desa
yang ideal. Desa ini dianggap merupakan desa yang adil dan makmur serta sejahtera
dengan kerukunan yang kuat.

4.2 Klasifikasi desa berdasarkan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

Menurut klasifikasi tingkat perkembangan desa terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Desa Swadaya,
Desa Swakarya dan Desa Swasembada.

➢ Desa Swadaya
Desa swadaya adalah desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-
baiknya, dengan ciri:
• Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
• Penduduknya jarang.
• Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
• Bersifat tertutup.
• Masyarakat memegang teguh adat.
• Teknologi masih rendah.
• Sarana dan prasarana sangat kurang.
• Hubungan antar manusia sangat erat.
• Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.

15
➢ Desa Swakarya
Desa swakarya adalah peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada.
Ciri-ciri desa swakarya adalah:
• Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
• Sudah mulai mempergunakan alat-alat dan teknologi
• Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian.
• Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.
• Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
➢ Desa Swasembada
Desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan
mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan
regional. Ciri-ciri desa swasembada:
• Kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan.
• Penduduknya padat-padat.
• Tidak terikat dengan adat istiadat
• Telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan lebih maju dari desa lain.
• Partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

➢ tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari bps kabupaten Buol


Kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh masih merupakan tujuan
utama pembangunan di Indonesia, termasuk di wilayah Kabupaten Buol.
Setiap kebijakan atau program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perlu adanya perencanaan dan evaluasi hasil. Oleh karena itu,
Badan Pusat Statistik sebagai lembaga penyedia data, berusaha menyajikan
data-data yang dapat digunakan untuk memonitoring pelaksanaan kebijakan
pemerintah.
Monitoring terhadap hasil-hasil pembangunan mutlak diperlukan untuk melihat
sejauh mana pembangunan yang telah dilaksanakan bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat, sehingga program-program pembangunan berikutnya dapat
lebih optimal. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh BPS
merupakan salah satu sumber informasi untuk mendapatkan gambaran mengenai
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Otonomi daerah melahirkan kebutuhan data hingga level Kabupaten/Kota.

16
Data-data tersebut diperlukan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagai dasar
perumusan kebijakan maupun evaluasi program pembangunan. Menjawab kebutuhan
tersebut, mulai tahun 2015, pengumpulan data Susenas dilaksanakan pada Bulan
Maret dengan sampel sebanyak 300.000 rumah tangga sehingga memungkinkan
estimasi hingga level kabupaten/kota. Selain itu pada tahun 2020, jumlah sampel
Susenas Maret ditingkatkan menjadi 345.000 rumah tangga.

4.3 Tipologi desa

Tipologi Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam
sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklah ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah
pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-
tipe desa di Indonesia, yakni:

• Tipe Desa Geneologis,


Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya
mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah.
Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal,
dan campuran.
• Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial
terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama,
dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum
dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
• Tipe Desa Campuran,
Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah.
Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.

4.4 Perkembangan desa

Perkembangan desa adalah ciri-ciri desa yang dilihat berdasarkan penggolongannya


yaitu desa swadaya, swakarya maupun swasembada yang dilihat dari segi mata pencaharian,

17
produksi, pendidikan, kelembagaan, sarana dan prasarana, teknologi serta adat istiadat.
Contohnya perkembangan di desa saya yaitu dilihat dari sarana dan prasarananya sudah ada
perkembangan walaupun sedikit demi sedikit.

E. Permasalahan daerah perdesaan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah
struktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembangunan di
Desa yaitu :

1. Masalah Sosial Budaya


• Rendahnya tingkat pendidikan
Sarana pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah. Masyarakat di desa
umumnya hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena masyarakat
belum mengetahui seberapa besar pentingnya pendidikan untuk dirinya. Apabila setelah
menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih buruk hanya sampai SD saja orang tua
akan menikahkan anak-anaknya sehingga masa depan pendidikan generasi penerus bangsa
menjadi terputus dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut pada lingkar kemiskinan
karena minimnya pendidikan. Rendahnya pendidikan ini juga menjadi menjadi akar
permasalahan bahwa Kurangnya inisiatif masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah
dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar tetap
mempertahankan hidup tanpa memikirkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa di
masa yang akan mendatang. Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini
menyebabkan dari seluruh penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian
sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam
penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan.
• Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau tertinggal adalah masih
minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka akses daerah pedesaan dengan
daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim berkontribusi
terhadap keterbelakangan ekonomi daerah pedesaan. Secara umum, masyarakat daerah
pedesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang
atau produk antar sesama penduduk di suatu desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana
dan sarana transportasi yang minim, produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan
sulit untuk diangkut dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu,

18
masyarakat daerah pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam skala
besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke luar desa dan akan
menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan
dan kerugian. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat di
daerah pedesaan. Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di
daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah ke daerah lain terutama daerah perkotaan
yang dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih baik.
• Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat dilihat dari besarnya jumlah
penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya serta menggantungkan harapan
hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi sektor pertanian sebagai mata pencaharian
penduduk dapat terlihat nyata di daerah pedesaan. Sampai saat ini lapangan kerja yang
tersedia di daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan
usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan jumlahnya,
yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan mata
pencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/ pemanfaatan
sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan
pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada, akan tetapi
masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian belum mendapat sentuhan
yang memadai dan belum berkembang dengan baik. Kondisi ini mendorong sebagian
penduduk di daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di luar desanya, sehingga
mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju daerah lain
terutama daerah perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan
peluang untuk bekerja dan berusaha.
2. Masalah ekonomi
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal dan pantastik.
Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat perekonomian
berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian di daerah pedesaan
didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang relatif kurang beragam dan
cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti luas : perkebunan, perikanan,
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, kehutanan, dan produk
turunannya). Kalaupun ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih
relatif sangat terbatas.

19
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah pedesaan tersebut
sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim tertentu produk
(terutama produk pertanian) yang berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang
begitu tinggi dan pantastik.
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas bermata pencaharian sebagai
petani, namun tidak semua petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang
memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang
disebut dengan istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah
pedesaan yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus
sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani. Petani penyewa adalah para
petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa lahan
pertanian milik orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki lahan
pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan pertanian milik orang lain
dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan
pertanian garapan milik sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan
pertanian milik orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
3. Masalah Geografis
Di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda disetiap wilayah. Tingkat
kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa yang mempunyai
keadaan tanah yang subur cenderung akan mempengaruhi hasil tani yang akan dihasilkan.
Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh desa tersebut maka akan sangat
mempengaruhi dari pendapatan masyarakat itu sendiri. Semakin besar pendapatan
masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa tersebut akan semakin baik.
Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan desa itu sendiri. Desa
yang letak wilayahnya lebih strategis yang dalam hal ini dekat dengan peradaban kota akan
berbeda dengan desa yang letaknya sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit dijangkau
akan cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang lambat. Hal ini disebabkan
karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar untuk menjangkaunya. Jadi letak desa yang
strategis juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa itu sendiri.
Adapun Solusi dalam upaya mengatasi permasalahan pembangunan desa di antaranya
adalah :
a. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dengan memperbaiki
sarana pendidikan, mengadakan penyuluhan pendidikan terhadap masyarakat agar tercipta

20
generasi penerus yang memiliki pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b. Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus
orang dan barang yang keluar dan masuk ke daerah pedesaan. Untuk mendorong
peningkatan dinamika masyarakat daerah pedesaan akan arus transportasi orang dan barang
keluar dan masuk dari dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi
yang memadai. Karena Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk membuka
isolasi daerah pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana transportasi (seperti jalan
raya, jembatan, prasarana transportasi laut, danau, sungai dan udara), dan sarana
transportasi (seperti mobil, sepeda motor, kapal laut, perahu mesin, pesawat udara dan
sebagainya).
c. Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada posisi
yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi,
pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembangunan desa
dalam aspek fisik.
d. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa. Karena proses
pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang
diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu yang panjang, banyak
pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat
di daerah pedesaan. Proses pembangunan desa dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, dan pemeliharaan. Seyogyanya pada semua tahapan pembangunan desa ini
terjadi keterlibatan partisipasi aktif masyarakat daerah pedesaan.

F. Perencanaan dan pembangunan perdesaan


5.1 Permasalahan daerah perdesaan berdasarkan sumber daya manusia
Sumber Daya Manusia merupakan karakteristik dari seseorang yang memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Havesi,
2005). Kompetensi adalah kombinasi antara keterampilan, atribut personal, dan pengetahuan
yang tercermin melalui perilaku kinerja yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kompetensi
Sumber daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman yang cukup memadai (Abdul, 2010). Penerapan sumber daya manusia berbasis
kompetensi dapat dilihat dari keseluruhan proses penilaian terhadap kinerja karyawan.
Peningkatan kualitas sumber daya pegawai menjadi sangat penting dan perlu dilakukan secara

21
terencana, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
Profesionalisme.
Jika sumber daya manusia semakin berkualitas maka kinerja operasional pegawai juga
akan meningkat, sehingga akan melahirkan komitmen yang kuat pada setiap karyawan.
Karakteristik mendasari seseorang untuk mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya.
Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup, akan mengalami kendala dalam
bekerja dan mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. (Blanchard & Thacker,
2004)menyebutkan bahwa kemampuan seseorang tercermin dari seberapa baik orang tersebut
dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik seperti mengoperasikan suatu peralatan,
berkomunikasi efektif, atau mengimplementasikan suatu strategi bisnis.

5.2 Landasan pembangunan daerah perdesaan

Sebagai sebuah negara agraris, Indonesia memiliki corak pembangunan yang cukup berbeda
dengan negara-negara industri. Perdesaan selain menjadi kekuatan sumber pangan juga
menjadi kekuatan sumber sosial dan ekonomi lokal yang peranannya tidak bisa di abaikan.
Tiga modal pembangunan yakni modal manusia, modal ahli, dan modal sosial, sebagian besar
dari komponen tersubur berada di wilayah perdesaan. Dengan demikian Pembangunan
Nasional Indonesia yang kokoh harus bermuat dari pembangunan perdesaan yang kuar Ada
beberapa hal yang menjadikan landasan pembangunan perdesaan sebagai suatu yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan.

➢ Landasan Filosofis
Robert S. Mc Namara ketika memberikan sambutan pada World Development Rekor tahun
1978, menemukan adanya hal yang hilang dalam pembangunan nasional di berbagai negara
melihat bahwa masyarakat dunia telah mengalami perkembangan yang berproses setengah
abad terakhir khususnya dl negara-negara berkembang, namun lebih 800 juta rakyat masih
terjebak dalam kemiskinan absolut yang di cirikan dengan malnutrisi, penyakit, tingginya
angka kematian bayi dan rendahnya tingkat harapan hidup.
➢ Landasan Historis
Tidak bisa di pungkiri, bahwa evolusi Pembangunan sebuah wilayah, kota maupun negara
sebagian besar bermula dari perkembangan entitas sebuah desa. Berbeda dengan peradaban
di negara-negara Eropa yang menggunakan kota sebagai pusat peradaban dan desa menjadi
sumber ekonomi semata. Perkembangan peradaban di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan wilayah perdesaan

22
➢ Landasan Yuridis
Dalam konteks yuridis, Pembangunan perdesaan di Indonesia sebenarnya memiliki
landasan yuridis yang kuat. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang
merupakan penjabaran dari Undang-Undang Dasar 1945 erta Undang-Undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam RPJPN. Sebagai
salah satu landasan utama di laksanakannya rencana Pembangunan Nasional Jangka
panjang 2005-2025 adalah adanya ketimpangan pembangunan desa dan kota yang telah
berlangsung selama ini.
➢ Landasan Teoritis
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan progresif yang berkelanjutan untuk
mempertahankan kepentingan individu maupun komunitas melalui pengembangan,
identifikasi dan penyesuaian terhadap pemanfaatan sumber daya.

5.3 Strategi pembangunan daerah perdesaan

Keberadaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) diharapkan
membawa penduduk di Desa lebih sejahtera melalui 4 (empat) aspek utama, yaitu pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal,
dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan (Pasal 78 ayat 1). Untuk menunjang
Pembangunan Desa tersebut, akan ada alokasi dana cukup besar yang mengalir ke Desa. Pada
Pasal 72 ayat (4) ditetapkan paling sedikit 10% dari dana transfer daerah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalir ke Desa. Berdasarkan simulasi
anggaran, setiap Desa rata-rata akan menerima Rp 1,44 Milyar di tahun 2014. Hal penting
berikutnya adalah, bagaimana upaya sinkronisasi rencana pembangunan Desa dengan rencana
pembangunan di tingkat yang lebih tinggi, yaitu rencana pembangunan tingkat daerah dan
nasional. Pasal 79 ayat (1) menegaskan perencanaan pembangunan Desa disusun dengan
kewenangannya pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Adanya peran vital
kabupaten/kota dalam menampung dan mencairkan dana desa setelah adanya proposal program
dari Desa akan menimbulkan tantangan tersendiri. Beragamnya kapasitas kabupaten/kota
dalam mendampingi Desa dapat berakibat pada pemanfaatan DAD (Dana Alokasi Daerah) di
desa yang tidak sesuai dengan tujuan dan prioritas pembangunan Kabupaten/Kota. Wajah
perencanaan Desa yang mampu mengungkit peningkatan kesejahteraan Desa, dimandatkan

23
kepada Kepala Desa bersama perangkatnya. Permasalahannya adalah masih banyak Desa yang
belum terlatih menyusun dokumen perencanaan pembangunan Desa. Untuk mengatasi
persoalan ini, PATTIRO melihat dibutuhkan komitmen pemerintah dalam pemberdayaan Desa
dalam bentuk kebijakan pemerintah tentang perencanaan dalam kaitannya dengan transfer
dana. Alternatif kebijakan yang bisa diambil pemerintah antara lain; pertama, menggunakan
perencanaan sebagai aspek yang membatasi akses masyarakat desa terhadap transfer dana.
Artinya desa-desa yang tidak mampu menyusun dokumen tidak akan ditransfer alokasi dana
yang menjadi haknya. Kebijakan ini akan secara efektif memaksa Desa membuat perencanaan
namun perlu diwaspadai munculnya “broker-broker” penyusunan dokumen perencanaan yang
mungkin akan diperankan oleh kaum terdidik yang tinggal di desa ataupun oknum
pemerintahan pada supra desa. Alternatif kebijakan kedua adalah menugaskan pegawai yang
menangani untuk melakukan pendampingan. Alternatif ini diatas kertas menampakkan
komitmen pemerintah yang utuh dalam memberdayakan Desa. Namun jika sistem transparansi
dan integritasnya tidak dikuatkan, maka tetap terbuka celah oknum mengambil keuntungan
dari kegiatan ini. Insentif secara formal bisa oknum tersebut dapatkan secara informal karena
kedekatan dengan perangkat yang dibimbing. Hal ini juga akan membuka celah pencederaan
integritas. Alternatif kebijakan ketiga adalah, pemerintah menyediakan konsultan secara
nasional atau mengoptimalkan program yang secara nasional telah berada di desa seperti
program PNPM Mandiri Pedesaan. Alternatif ini sudah beberapa tahun diterapkan, namun
harus dipastikan bahwa keberadaannya tidak hanya sekedar menjalankan rezim administrasi
undang-undang, sehingga mampu mengungkit gagasan dan praktik cerdas masyarakat dalam
menemu-kenali potensi dan permasalahan desa untuk diolah menjadi rencana pembangunan
yang strategis.

Perencanaan desa juga harus mampu menguatkan modal sosial yang selama ini menjadi
kekuatan desa. Tentu kita semua tidak berharap masuknya transfer uang ini memindahkan dan
mereproduksi permasalahan di kota terjadi di desa dimana segala sesuatunya selalu dikonversi
dengan uang. Dampak dari kesalahan pikir tersebut bisa berkelanjutan yang pada akhirnya
menurunkan ketahanan masyarakat desa dalam menjalani kehidupan. Karena tidak lagi saling
bantu-membantu dan tolong-menolong serta bergotong-royong dalam ikatan modal sosial desa.

5.4 Partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan

partisipasi atau peran serta, pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan
keikutsertaan secara aktif dan suka rela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik)

24
maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang
mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
(pemantauan, evaluasi, pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai
karena itu, Yadav dalam bukunya Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto mengemukakan
tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat di dalam
kegiatan pembangunan, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan,
pemantauan, dan evaluasi, serta partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan,


meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan
yang dikerjakan didalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam
pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota
masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang
dilaksanakan. Dimaklumi bahwa anggaran pembangunan yang tersedia adalah relative terbatas
sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan (yang telah direncanakan) jumlahnya
relative banyak, maka perlu dilakukan peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang
implementasi pembangunan program yang ada dimasyarakat.

5.5 Kearifan lokal penunjang pembangunan perdesaan

Pembangunan pedesaan adalah pembangunan berbasis pedesaan dengan mengedepankan


kearifan lokal kawasan pedesaan yang mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik
sosial budaya, karakteristik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan
ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman.
Fenomena kesenjangan perkembangan antar wilayah di suatu negara, meliputi wilayah-
wilayah yang sudah maju dan wilayah-wilayah yang sedang berkembang memicu kesenjangan
sosial antar wilayah. Contohnya di desa saya pada umumnya di kegiatan usaha pertanian.

5.6 novasi sosial dan pengaruhnya terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat
pedesaan

Kebijakan untuk melakukan peningkatan taraf hidup masyarakat di pedesaan memang sudah
banyak diterapkan dalam berbagai program. Program yang telah dilakukan tersebut dalam
tingkatan tertentu telah memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
Berbagai program yang telah diterapkan melalui kebijakan yang ada selama ini menampilkan

25
kesan bahwa belum terlihat suatu pola atau formula yang signifikan yang dapat secara
berkelanjutan meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa, khususnya di desa-desa yang
tergolong miskin. Kecenderungan yang ada menampakkan bahwa program peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa lebih banyak berdimensi top–down sehingga pijakan ke bawah
menjadi kurang kuat. Masyarakat desa miskin lebih banyak didekati sebagai “obyek” yang
harus disembuhkan dari sakit dan tidak didorong untuk bisa “menyembuhkan” diri sendiri
dengan bantuan pihak lain.

Fungsi utama sistem inovasi pedesaan adalah menumbuhkan ekosistem bagi


masyarakat desa untuk menciptakan pengetahuan teknis, manajerial dan kelembagaan baru,
menyebarkan dan menerapkan teknologi dan model bisnis baru untuk mempromosikan sumber
daya pembangunan dan mewujudkan sinergi dengan sistem inovasi perkotaan melalui
perantara dan jaringan seperti Internet. Inovasi dan difusi teknologi sistem inovasi perkotaan
dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan ekologi dan penciptaan nilai dari sistem
inovasi pedesaan. Secara spesifik, melalui evaluasi ulang kebijakan inovasi, optimalisasi
portofolio sumber daya inovasi, sistem inovasi pedesaan berkontribusi pada pembangunan
infrastruktur pedesaan, sistem keuangan dan atmosfir budaya. Selanjutnya akan memfasilitasi
pengambilan kebijakan dan proses difusi, menumbuhkan kewirausahaan di pedesaan,
mendorong penerapan pengetahuan baru dalam sistem inovasi pedesaan, meningkatkan
proporsi kontribusi iptek dalam pembangunan pedesaan, dan terakhir mencapai peningkatan
berkelanjutan industri pertanian, lingkungan dan kualitas hidup di pedesaan.

G. Modernisasi dan pembinaan masyarakat desa


Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu faktor yang
mendorong tumbuhnya ekonomi di desa. Bisa dilihat dari tahun ke tahun kemajuan pendidikan
yang semakin berkembang sehingga menciptakan anak-anak yang berprestasi dan sukses.
Semakin majunya teknologi bisa membantu mendorong produktivitas industri, pertanian,
peternakan, dan perkebunan. Hasil produksi lebih berkualitas dan dapat dihasilkan maksimal
sehingga berpengaruh terhadap perekonomian di desa tersebut. Perekonomian di pedesaan
berjalan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak langsung
mengalami kemajuan begitu saja. Selain itu ada orang-orang di belakang yang membantu
menggerakkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa berkembang seperti sekarang.
Kemajuan tersebut terjadi karena adanya campur tangan orang lain yang mampu mengikuti
perkembangan zaman sehingga tidak ketinggalan dengan kehidupan di perkotaan.

26
Dengan majunya Ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa dampak positif bagi
perkembangan desa yang ada di Indonesia. Berikut ini manfaat-manfaat yang dapat dirasakan
sejak adanya perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi

1. Kualitas produksi yang dihasilkan oleh pedesaan lebih berkualitas sehingga dapat
menopang perekonomian masyarakat pedesaan.
2. Kehidupan masyarakat dapat berkembang ke arah yang lebih modern sehingga mampu
bersaing dengan daerah kota-kota besar.
3. Dapat dirasakan hasil produksi terbesar di Indonesia semua diproduksi di daerah pedesaan.

Masyarakat yang ingin maju. Mereka memiliki kesadaran untuk maju dan berkembang
ke arah yang lebih baik sehingga bisa menerima segala perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang masuk ke pedesaan. Masyarakatnya mau menerima segala masukan dan mau
mendapatkan ketrampilan sehingga masyarakatnya tidak kalah dengan di perkotaan. Sebagai
salah satu contoh Desa Mopu Kecamatan Bukal Kabupaten Buol yang ingin menerapkan
teknologi EM-4. Partisipasi masyarakat dalam usaha peternakan berbasis iptek sangat
mendukung program EM-4 sehingga bisa berhasil. Meningkat secara kuantitas berarti jumlah
warga yang tertarik untuk turut serta menerapkan teknologi EM-4 bertambah. Peningkatan
secara kuantitas juga sudah terlihat karena masyarakat sudah melihat sendiri para anggota
kelompok yang berhasil dalam usaha.

H. Ciri, ruang lingkup dan pendekatan geografi perkotaan

5.1 Pengertian kota

Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang memiliki batasan wilayah
administrasi. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 2 Tahun
1987 mengenai Penyusunan Rencana Kota. Sementara itu dari buku Eco Cities: Ecological
Economic Cities (2010) karya Hiroaki Suzuki, dalam Max Weber, pengertian kota adalah suatu
tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonomi di pasar lokal.
Sedangkan pengertian perkotaan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, perkotaan adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian.
Perkotaan memiliki susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.

5.2 Ruang Lingkup Geografi Perkotaan

27
Ruang lingkup dalam perkotaan ialah mengenai kehidupan serta aktivitas masyarakat
perkotaan. Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki
sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan. Dalam
kehidupan masyarakat perkotaan cenderung heterogen, individual, persaingan yang tinggi
sehingga sering menimbulkan pertentangan atau konflik. Dalam masyarakat kota kebanyakan
pekerjaannya bergantung pada pola industri . Bentuk mata pencaharian primer seperti sebagai
pengusaha, pedagang dan buruh industri. Dan tidak sedikit pula yang bekerja sebagai
pemulung, pengemis, tukang sapu jalanan, pedagang asongan dan lain sebagainya. Dalam
sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan
geografi memiliki dua aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan
lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek,
yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting
dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan budaya gagasan-gagasan
geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran
lingkungan yang penting adalah perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena
alam. Relik fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan manusia
sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses
organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.

5.3 Pendekatan geografi perkotaan

Geografi kota adalah cabang dari ilmu geografi yang mempelajari tentang tata ruang, struktur,
perkembangan, pola-pola kota, interaksi atau hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungan yang ada di kota, serta solusi permasalahannya.

Menurut Paul L. Knox (2000: 1113) para ahli geografi perkotaan menggunakan berbagai
macam pendekatan:

1. Pendekatan deskriptif langsung

2. Pendekatan analisis kuantitatif

3. Pendekatan post-strukturalis

4. Pendekatan struktural

I. Perkembangan dan klasifikasi perkotaan

28
6.1 Perkembangan perkotaan
Pengembangan Perkotaan merupakan program yang difokuskan untuk memahami
fenomena-fenomena di perkotaan, khususnya terkait dengan perubahan tata ruang kawasan
dan strategi pembangunan berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk menghasilkan
strategi-strategi inovatif dalam merespon dinamika perubahan di perkotaan, yang kemudian
dapat di replikasi maupun dimodifikasi sebagai pedoman pembangunan perkotaan.
Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi.
Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik
perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur
dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor “urbanization
economics” yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk
berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya.

6.2 Klasifikasi perkotaan


Dilihat dari jumlah penduduknya, kota memiliki lima klasifikasi yang terbagi dalam:
a. Kota kecil, memiliki jumlah penduduk 20.000 hingga 50.000 jiwa.
b. Kota sedang, memiliki jumlah penduduk 50.000 sampai 100.000 jiwa.
c. Kota besar, memiliki jumlah penduduk 100.000 sampai 1 juta jiwa.
d. Kota metropolitan, memiliki jumlah penduduk 1-5 juta jiwa.
e. Kota megapolitan, memiliki jumlah penduduk lebih dari 5 juta jiwa.
➢ Pola pemukiman di daerah perkotaan
• Pola Memanjang
Pola memanjang (linear) pola memanjang permukiman penduduk di katakan linear bila
rumah-rumah yang di bangun membentuk pola berderet-deret hingga panjang.
• Pola Terpusat (Nucleated)
Pola terpusat merupakan pola permukiman penduduk di mana rumah-rumah yang di
bangun memusat pada satu titik.
• Pola Tersebar (Dirspesed)
Pada pola tersebar rumah-rumah penduduk di bangun di kawasan luas dan berada di
tanah kering yang menyebar dan agak renggang satu sama lain.

J. Struktur keruangan kota dan teori-teori sebaran kota

29
Seluruh kota di dunia bermula dari kota kecil, bahkan desa, sebelum akhirnya menjadi
kota besar. Kota berkembang mengikuti jumlah dan aktivitas manusia. Bentuk pertumbuhan
tiap kota berbeda. Ada tiga konsep klasik yang digunakan untuk menjelaskan pola keruangan
kota. Ketiga teori itu yakni:

1. Teori konsentris (concenrtric zones theory)


2. Teori sektoral (sectors theory)
3. Teori inti ganda (multiple nuclei theory)

7.1 Teori konsentris


Menurut Ernest W Burgess dalam Introduction to the Science of Sociology (1921), manusia
punya kecenderungan alamiah untuk berada sedekat mungkin dengan pusat kota. Untuk
mewujudkan itu, dikembangkan kota berbentuk konsentrik dengan pusat kota sebagai intinya.
Teorinya ini berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kota Chicago tahun 1923. Berdasarkan
teori Burgess, kota dibagi menjadi lima zona yakni:
• Zona pusat daerah kegiatan (PDK) atau CBD (central business district)
Terdapat toko-toko besar, bangunan kantor, bank, rumah makan, pusat bisnis, dan
sebagainya
• Zona peralihan atau transisi
Daerah ini terikat dengan zona pusat daerah kegiatan. Penggunaannya campuran antara
pusat usaha dengan permukiman. Masyarakat yang tinggal di daerah peralihan ekonominya
tergolong miskin. Dalam perencanaan pembangunan kota, zona ini diubah menjadi
kompleks perhotelan, parkir, dan jalan utama yang menghubungkan dengan daerah
luarnya.
• Zona permukiman kelas proletar
Zona ini dihuni pekerja kelas rendahan. Rumah-rumah yang ada di zona ini kecil-kecil.
• Zona permukiman kelas menengah (residential zone)
Pekerja kelas menengah dengan keahlian dan pendidikan umumnya tinggal di zona ini.
Kondisi rumahnya lebih baik.
• Zona permukiman elit
Dihuni orang-orang dengan perekonomian baik seperti pengusaha dan pejabat.
• Zona pengajar (commuters zone)
Ini adalah daerah pinggiran yang warganya bekerja di kota dan harus pulang pergi cukup
jauh.

30
7.2 Teori sektoral
Teori ini dicetuskan oleh Hommer Hoyt dan dimuat dalam The Structure and Growth of
Residential Neighborhoods in American Cities (1939). Model pengembangan kota ini
ditemukannya di Calgary, Kanada.
Dalam teori sektoral, zona yang ada di kota terbagi-bagi seperti bentuk pita.
Orang cenderung membangun aktivitas sedekat mungkin dengan jalur jalan utama. Dengan
meningkatnya sistem jaringan jalan dan lalu lintas, maka aktivitas akan meningkat juga.
Lahan terbagi berdasarkan perbedaan sektor sesuai dengan pengembangan daerah baru.
Pembagian zonanya yakni:
• Zona 1: PDK (CBD)
• Zona 2: Zona tempat grosir dan manufaktur
• Zona 3: Zona permukiman kelas rendah
• Zona 4: Zona permukiman kelas rendah
• Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi
7.3 Teori inti ganda
Teori inti ganda dicetuskan oleh CD Harris dan FL Ullman dan diterbitkan menjadi jurnal
berjudul The Nature of Cities (1945).
Menurut mereka, satu kota tidak hanya terdapat satu CBD saja, tetapi bisa beberapa
CBD.Teori ini bisa kita lihat di kota-kota megapolis seperti Jakarta. CBD tidak hanya di
Sudirman, namun juga di Thamrin dan Kuningan. Kota satelit akan tumbuh setelah kota
utama (metropolitan) sudah sulit dikembangkan lagi.
Secara sosial ekonomi, kota satelit akan masih bergantung kepada kota induknya. Seperti
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, warganya banyak beraktivitas di DKI.
• Zona 1: zona PDK (CBD)
• Zona 2: zona grosir dan manufaktur
• Zona 3: zona permukiman kelas rendah
• Zona 4: zona permukiman kelas menengah
• Zona 5: zona permukiman kelas tinggi
• Zona 6: zona daerah manufaktur berat
• Zona 7: zona daerah luar PDK
• Zona 8: zona daerah permukiman sub urban
• Zona 9: zona daerah industri sub urban

31
K. Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari luar kota/desa ke kota. Biasanya orang
yang melakukan urbanisasi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Urbanisasi
merupakan salah satu jenis interaksi wilayah yang paling sering dijumpai. Interaksi wilayah
sendiri merupakan hubungan timbal balik yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau
lebih. Interaksi wilayah dapat memicu gejala, kenampakan, atau permasalahan baru. Interaksi
tidak hanya terbatas pada pergerakan manusia tetapi juga menyangkut pada barang dan
informasi yang menyertai tingkah laku manusia.
8.1 Faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi
Berikut adalah faktor pendorong urbanisasi:
1. Kemiskinan yang terjadi di desa. Hal ini diakibatkan dari pembagian tanah
warisan yang makin menyempit.
2. Lapangan pekerjaan yang terbatas. Orang desa terkenal memiliki sifat yang
ulet, sabar, dan suka bekerja keras, tetapi memiliki jumlah penduduk yang
tinggi sehingga lapangan pekerjaan kurang.
3. Desa memiliki upah buruh yang lebih rendah daripada di kota.
4. Desa memiliki adat istiadat yang ketat bagi yang mereka berpendidikan. Hal
ini menghambat kemajuannya terhambat. Sehingga memunculkan
pemikiran lebih baik mencari pekerjaan di kota.
5. Di desa fasilitas pendidikan yang tersedia minim, hal ini mengakibatkan
banyak penduduk desa yang pindah ke kota.

8.2 Faktor-faktor penarik terjadinya urbanisasi


Faktor penarik urbanisasi adalah

1. Penduduk desa yang menganggap bahwa di kota memiliki banyak pekerjaan


dan mudah mendapatkan penghasilan.
2. Kota memiliki fasilitas yang lengkap terutama pada bidang pendidikan,
rekreasi, dan kesehatan.
3. Kota dianggap memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi.
4. Kota dianggap sebagai tempat untuk menggantungkan keahlian.
5. Kota memiliki tingkat upah yang lebih tinggi.

32
8.3 Urbanisasi dan dampak terhadap lingkungan

Akibat dari dan proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota,
baik dari segi enam tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi
terhadap lingkungan kota antara lain:

1. Dampak Positif
Pandangan yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha
pembangunan yang secara menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain
Itu kota dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota Sebagai
suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang
mutlak diperlukan bagi pembangunan.
Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan
dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai
bila seperti tidak ada urbanisasi Kelompok tertentu berpendapat bahwa proses urbanisasi
hanya suatu fenomena pengatur waktu yang tidak menghambat pembangunan. Dan adalah
bahwa kota Merupakan suatu “terkemuka sektor” dalam perubahan ekonomi, sosial dan
politik. Urbanisasi merupakan variabel mandiri yang memajukan pembangunan ekonomi.
2. Dampak Negatif
Di Indonesia, masalah urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa kebijakan
‘gegabah’ pesanan baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro (1967-1980), di mana
kota sebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara substitusi impor dan investasi asing
di sektor per pabrikan (manufaktur), yang justru pemicu polarisasi pembangunan ke pada
metropolitan Jakarta. Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor
pertanian Pada awal dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan para sarjana,
enggan menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal.
Arus urbanisasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana
pembangunan kota dan di sini fasilitas urban di luar kemampuan pengendalian pemerintah
kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat bantalan masalah kriminalitas yang
bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
Dampak negatif lainnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu
Dimana presentasi penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan
Perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu

33
Jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada. Pada
saat kota mendominasi fungsi sosial, ekonomi, pendidikan dan iring-iringan perkotaan. Hal
ini menimbulkan terjadinya gerakan dan setengah pengangguran. Kota Dilihat sebagai
tidak efisien dan palsu proses “semu Urbanisasi”. Sehingga Urbanisasi merupakan variabel
tergantung terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh
tinggi ? urbanisasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
• Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. Pertambahan penduduk kota
yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan
kosong di daerah urban sangat jarang ditemui. Ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk
lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minimal. Bahkan, lahan untuk
ruang Terbuka hijau (RTH) permainan kata-kata sudah tidak ada lagi. Lahan kosong
yang terdapat di daerah urban telah banyak dimanfaatkan oleh para perkotaan sebagai
lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang hukum maupun ilegal.
Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian
umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para perkotaan yang tidak
memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman
pembohong mereka. Hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah
perkotaan.
• menambah polusi di daerah perkotaan. Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik
dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya
memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bergerak roda doa dan roda empati yang
membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pencemaran
seperti polusi udara dan sangat atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di
daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga harmoni lingkungan
perkotaan.
• Penyebab bencana alam. Para perkotaan yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat
tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran
kota Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk sudah bangunan pembohong baik untuk
pemukiman maupun lahan perdagangan mereka. Hal ini tentunya akan membuat
lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap udara hujan justru
menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa
menampung udara hujan lagi.

34
• Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi. Kepergian penduduk desa ke kota untuk
mengadu nasib sedang menjadi masalah apabila masyarakat memiliki keterampilan
tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataannya banyak diantara mereka yang
datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi
mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai
buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah
pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis Hal ini akan meningkatkan jumlah
gerakan di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup, orang-orang akan nekat melakukan tindak kejahatan
seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal
memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila
• Penyebab kemacetan lalu lintas padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan
dimana-mana, ditambah lagi ? urbanisasi yang semakin bertambah Para perkotaan yang
tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak sudah pemukiman pembohong
di sekitar jalan, jadi kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak
sedikit para perkotaan memiliki kendaraan jadi menambah volume kendaraan di setiap
ruas jalan di kota.
• merusak tata kota. Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam
menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran
tersebut paling adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau
membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Hasil timbul perkampungan
tertarik dan pembohong di tanah-tanah pemerintah. Tata kota suatu daerah tujuan
perkotaan bisa mengalami perubahan dengan banyak urbanisasi. Perkotaan yang sudah
pemukiman pembohong di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan
bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya sebelah yang seharusnya
digunakan oleh pejalan kaki justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para
perkotaan. Hal ini menyebabkan sebelah tersebut menjadi kotor dan rusak jadi tidak
berfungsi lagi.

8.4 Kebijaksanaan urbanisasi


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG
PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

35
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
• Bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai Pengamalan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia;
• bahwa pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan
termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• Bahwa penduduk sebagai modal dasar dan faktor Dominan pembangunan harus
menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah
Penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan Pertumbuhan yang cepat akan
memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
• bahwa keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang
seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan
memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan dan kehidupan
masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa
lain dan dapat mempercepat terwujudnya pembangunan berkelanjutan;
• bahwa dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga
berkualitas dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan
angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas
penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga
penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan
ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat
menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata;
• bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera belum mengatur secara
menyeluruh mengenai kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai
dengan perkembangan kondisi saat ini pada tingkat nasional dan internasional

36
sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
• bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
8.5 Urbanisasi, suatu pendekatan teoritis
Seiring dengan jalannya prosesi reformasi di Indonesia, ancaman disintegrasi
bangsa Indonesia semakin tampak di depan mata. Ancaman disintegrasi tersebut muncul
karena proses pembagian di Indonesia selama Orde Lama dan Orde Baru telah
mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah-Indonesia Barat dan
Indonesia Timur. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya ketidak merataan dalam
alokasi ini vestasi antar wilayah yang ternyata sangat berpengaruh dalam memicu dan
memacu pertumbuhan regiond.\ (Rudy Badrudin,1992, hal. 2). Oleh karena itu, sekaranglah
waktunya untuk memberi peran yang lebih besar kepada pemerintah, instansi, dan para
pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah.
LANDASAN TEORI
Dasar pemikiran perwilayahan {regional sasi) sebenarnya merupakan sesuatu yang
nyata, yaitu setiap kegiatan itu pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah mang dan
bukan dalam sebuah titik yang statis (Budiono Sri Handoko, 1984, hal. I). Misalnya,
sebidang lahan yang diusahakan untuk sawah, maka kegiatan produksi pada itu tidak
terbatas pada lahan itu saja, tetapi berdasarkan pemikiran bahwa tata mang (spasial)
kegiatan produksi padi itu berkaitan dengan letak tempat tinggal petani, berapa jauh si
petani harus berjalan menuju sawahnya, asal tempat petani mendapatkan input yang
diperlukan, sasaran tempat petani menjual hasil produksinya, sasaran tempat petani akan
membelanjakan pendapatannya, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam pendekatan tata
mang, pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain,
demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan regionz selanjutnya, pendekatan tata
mang ini digunakan untuk membahas hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan
dengan pedesaan. Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan
pedesaan berserta hasil hubungannya yang berwujud tertentu diartikan sebagai interaksi.
(R. Bintarto. 1996, hal. 61). Interaksi antara desa-kota dengan suatu proses sosial, proses
ekonomi, proses budaya, maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor atau
unsur yang dalam kota, dalam desa, dan diantara kota dan desa, seperti adanya kebutuhan
(hubungan) timbal-balik antara desa-kota.

37
L. Permasalahan Perkotaan

9.1 Masalah-masalah perkotaan dan pemecahannya


Angka kemiskinan Provinsi Gorontalo di tahun pertama terbentuknya
pemerintahan definitif mencapai 32,12, persen, jauh di atas angka kemiskinan nasional
(18,20 %). Memasuki tahun kedua, 2003 hingga tahun keenam keadaan kemiskinan
Gorontalo mengalami stagnasi rata-rata 29 persen, dan setelah itu hingga 2010 mengalami
penurunan yang cukup curam mencapai 16,55 persen. Kondisinya mulai berubah, sejak
tahun 2011 hingga Maret 2020 penurunan angka kemiskinan makin melambat. Mengingat
Covid-19 mulai terdeteksi pada bulan April 2020 maka sudah barang tentu angka
kemiskinan akan meningkat untuk survei pada bulan September 2020. Penulis menduga
program pengentasan kemiskinan lewat bantuan dari pemerintah pusat, atau program yang
dijalankan oleh Pemda sendiri banyak yang kurang tepat sasaran, bahkan ada unsur moral
Hazar di dalamnya. Hal itu terdeteksi tidak sedikit penerima bantuan yang selayaknya
sudah keluar dari desil penerima bantuan tetapi tetap mendapatkan bantuan.
Penyebab lainnya, program dinas untuk pengentasan kemiskinan baik pada level
provinsi maupun kabupaten nyaris tidak pernah dilakukan evaluasi dampak, terkesan
program dari tahun ke tahun tidak berubah. Evaluasi dampak sangat diperlukan untuk
mengukur efektifitas dari program bantuan yang telah dijalankan oleh dinas-dinas baik
provinsi maupun kabupaten, bila mana programnya efektif maka tentu perlu dilanjutkan,
sedangkan program yang kurang efektif dihentikan diganti dengan program inovasi baru.
Sepanjang evaluasi dampak belum dilakukan, kendati program pengentasan kemiskinan
makin beragam serta APBD makin meningkat, maka logis bila angka kemiskinan
penurunannya tidak signifikan, sebab program yang dikategorikan efektif tidak terpetakan
dengan jelas.
Masalah pengangguran merupakan persoalan makro ekonomi, sering kali menjadi
momok bagi pemerintah bila jumlahnya terus meningkat karena berbagai faktor
penyebabnya. Pengangguran akan selalu menjadi perhatian bagi pemerintahan mana pun,
jika ia dibiarkan akan menimbulkan kekacauan sosial. Sering kali pemerintah menempuh
jalan pintas untuk mengatasi pengangguran, apalagi pengangguran terdidik. Menurut
Mankiw (2013) pengangguran merupakan masalah makro ekonomi yang mempengaruhi
seseorang secara langsung karena ketiadaan pendapatan. Pekerjaan yang tidak ada berarti
penurunan standar kehidupan, akan menimbulkan tekanan psikologis, apalagi memiliki
tanggungan keluarga.

38
Ini yang biasa disebut sebagai pengangguran terbuka, menurut konsep International
Labor Organization (ILO) yang terdiri dari: Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari
pekerjaan, tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha, tak punya pekerjaan dan tidak
mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah
punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja., pengangguran terbuka dikenal dengan istilah
pengangguran.
Tingkat pengangguran terbuka di Gorontalo ditahun pertama sebagai provinsi
sebesar 7,78 persen, di tahun berikutnya meningkat sebesar 13,17 persen. Meningkatnya
tingkat pengangguran kala itu kemungkinan karena bertambahnya angkatan kerja yang
belum mendapatkan pekerjaan. Pertambahan itu kemungkinan didorong penduduk usia
kerja yang bermigrasi dari luar Gorontalo. Pada tahun 2003 tingkat pengangguran menurun
namun ditahun selanjutnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sebesar 14,04
persen di tahun 2005. Sejak tahun 2006 tingkat pengangguran menurun drastis melampaui
Penurunan pengangguran tingkat nasional, yaitu 7,62 persen Sementara pengangguran
nasional sebesar 10,28 persen. Keadaan tingkat pengangguran di Provinsi Gorontalo terus
menurun hingga Maret tahun 2020 sebesar 3,59 persen, angka pengangguran tersebut sudah
hampir mendekati kategori natural unemployment. Artinya tingkat pengangguran sebesar
itu merupakan angka moderat, pengangguran terjadi bukan karena ketiadaan lapangan
pekerjaan. Orang menganggur karena cenderung memilih-milih pekerjaan tercermin dari
keadaan pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas lulusan SLTA dan
perguruan tinggi mengalami pertumbuhan angka pengangguran. Hanya saja masalahnya
tingkat partisipasi angkatan kerja hingga kini baru mencapai 67.34 persen dari 95,97 tingkat
kesempatan kerja yang tersedia.

M. Interaksi desa kota

10.1 Pengertian interaksi wilayah

Interaksi wilayah atau disebut juga interaksi keruangan merupakan suatu hubungan timbal
balik antara dua wilayah atau lebih yang dapat menyebabkan gejala, kenampakan, atau
permasalahan baru.
Interaksi keruangan dapat dijelaskan melalui teori interaksi keruangan, seperti yang
dikemukakan oleh W.J. Reilly dan K.J. Kansky. Tidak hanya menjelaskan interaksi
keruangan, teori tersebut juga bisa diterapkan dalam perencanaan pembangunan wilayah.
• Jenis teori interaksi keruangan

39
Ada tiga jenis teori interaksi keruangan yang bisa diterapkan dalam perencanaan
pembangunan, di antaranya:
1. Model gravitasi
Teori gravitasi pertama kali dicetuskan oleh Sir Issac Newton pada tahun 1687. Teori
ini menjelaskan bahwa dua benda yang mempunyai massa tertentu akan memiliki gaya
tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi.
Model gravitasi milik Newton tersebut kemudian diadaptasi oleh W.J. Reilly, seorang
ahli geografi untuk menetapkan lingkup dari suatu daerah sekeliling kota.
Dilansir dari artikel jurnal Model Gravitasi sebagai Alat Pengukur Hinterland dari
Central Palace (2000) karya Prasetyo Soepono, model ini menyatakan bahwa titik di
mana perdagangan dibagi dua antara dua kota berlangsung melalui suatu titik di mana
rasio jarak yang berpangkat dua sama dengan rasio penduduk.
Model ini bisa diterapkan apabila kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan
memiliki persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut, yaitu:
• Kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencaharian, modilitas dan
kondisi sosial budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan cenderung
sama.
• Kesamaan kondisi alam, khususnya kondisi tipografi.
• Kesamaan sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan dua wilayah
tersebut.
2. Teori titik henti (breaking point theory)

Teori ini merupakan hasil pengembangan dari model gravitasi Reilly. Teori ini
menjelaskan tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah
perdagangan dari dua wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori
ini mengasumsikan bahwa jarak titik henti dari lokasi pusat perdagangan yang lebih
kecil ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Akan
tetapi, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk
wilayah yang lebih besar dibagi jumlah penduduk wilayah yang lebih kecil.
Hubungannya dengan perencanaan pembangunan wilayah, teori ini dapat digunakan
sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model ini dapat digunakan untuk
merencanakan pusat perdagangan, sarana pendidikan dan kesehatan, serta lokasi
industri.

3. Teori Grafik

40
Teori ini dicetuskan oleh K.J. Kansky. Dilansir dari buku Konektivitas Jaringan Jalan
dalam Pengembangan Wilayah di Zona Utara Aceh (2017) karya Herman Fithra, teori
ini bekerja dengan membandingkan jumlah daerah yang memiliki banyak rute jalan
sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Lebih lanjut, kekuatan interaksi
antarwilayah ditentukan dengan indeks konektivitas. Apabila nilai indeks semakin
tinggi, maka akan semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan wilayah yang
sedang dikaji. Hal tersebut tentunya berdampak pada potensi pergerakan manusia,
barang, dan jasa sebab prasarana jalan sangat berpengaruh terhadap kelancaran
mobilitas antarwilayah. Hubungannya dengan perencanaan pembangunan wilayah,
analisis indeks konektivitas bisa digunakan sebagai indikator untuk merencanakan
pembangunan infrastruktur jalan dan pembangunan fasilitas transportasi yang lainnya.

10.2 Zona interaksi

Interaksi dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang saling berpengaruh antara
dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala, ketampakan, ataupun permasalahan
baru. Misalnya, ada dua daerah, yaitu X dan Y. Wilayah X merupakan daerah perdesaan
sebagai penghasil sumber bahan pangan, seperti padi, sayur mayur, dan buah buahan. Adapun
wilayah Y merupakan daerah perkotaan yang menjadi sentra industri pertanian. Beberapa jenis
produk industri yang dihasilkan sebagai pendukung kegiatan pertanian antara lain pupuk dan
alat-alat pertanian. Perbedaan produk antara kedua wilayah tersebut mengakibatkan terjadinya
interaksi. Untuk memasarkan hasil pertanian, penduduk desa X menjual ke kota Y yang
sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor industri. Sebaliknya, produk-produk
industri dari kota Y didistribusikan ke desa X yang sangat memerlukan teknologi pertanian
berupa pupuk dan perkakas sehingga dapat memperlancar kegiatan bertaninya. Akibatnya,
terjalinlah hubungan timbal balik antara kedua wilayah tersebut.

Ilustrasi tersebut memberikan gambaran bahwa pada prinsipnya interaksi keruangan


merupakan hubungan timbal balik antara dua wilayah atau lebih, di mana di dalamnya terjadi
pergerakan atau mobilitas manusia (penduduk), barang dan jasa, gagasan, serta informasi.
Akibat hubungan tersebut menimbulkan gejala atau ketampakan baru, baik yang sifatnya
positif maupun negatif.
• Zona Interaksi Kota-Desa

41
Menurut Bintarto, zona-zona interaksi antara wilayah perkotaan dan perdesaan
membentuk pola-pola konsentrik, yaitu sebagai berikut.
a. City diartikan sebagai pusat kota.
b. Suburban (sub daerah perkotaan) yaitu suatu wilayah yang lokasinya berdekatan
dengan pusat kota. Wilayah ini merupakan tempat tinggal para penglaju (penduduk
yang melakukan mobilitas harian ke kota untuk bekerja).
c. Suburban fringe (jalur tepi subdaerah perkotaan), yaitu suatu wilayah yang
melingkari sub-urban, atau peralihan antara kota dan desa.
d. Urban fringe (jalur tepi daerah perkotaan paling luar) yaitu semua batas wilayah
terluar suatu kota. Wilayah ini ditandai dengan sifat-sifatnya yang mirip dengan
wilayah kota, kecuali dengan wilayah pusat kota.
e. Rural urban fringe (jalur batas desa dan kota) yaitu suatu wilayah yang terletak antara
kota dan desa yang ditandai dengan pola penggunaan lahan campuran antara sektor
pertanian dan non pertanian.
f. Rural (daerah perdesaan).

10.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi wilayah

42
Terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap interaksi wilayah, termasuk antara desa dan
kota. Faktor tersebut meliputi:

1. Adanya wilayah yang saling melengkapi (Regional Complementary)


Adanya dua wilayah yang memiliki potensi atau ketersediaan sumber daya yang
berbeda akan melakukan interaksi. Di satu pihak ada wilayah yang surplus sumber daya
tertentu, seperti produksi pertanian dan bahan galian, dan di lain pihak ada wilayah yang
minus sumber daya alam tersebut, tapi memiliki surplus sumber daya lainnya. Adanya dua
wilayah yang memiliki kelebihan dan kekurangan sumber daya inilah yang memperkuat
terjadinya interaksi antarwilayah untuk saling melengkapi kebutuhan, di mana masing-
masing wilayah berperan sebagai produsen sekaligus konsumen.

2. Adanya Kesempatan untuk Berintervensi (Intervening Opportunity)


Kesempatan berintervensi artinya adanya kemungkinan perantara yang bisa
menghambat timbulnya interaksi antarwilayah. Atau dengan kata lain, intervening
opportunity dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menyebabkan lemahnya jalinan
interaksi antarwilayah karena terdapat alternatif pengganti kebutuhan.

3. Adanya Kemudahan Pemindahan dalam Ruang (Spatial Transfer Ability)


Faktor kemudahan pemindahan manusia, barang, jasa, gagasan, dan informasi
antara satu wilayah dan wilayah lainnya juga berpengaruh terhadap interaksi yang terjadi
diantara keduanya. Kemudahan pergerakan antar wilayah tersebut berkaitan dengan:
a. Jarak antarwilayah, baik jarak mutlak maupun relatif;
b. Biaya transportasi;
c. Kemudahan dan kelancaran prasarana dan sarana transportasi antarwilayah.

10.4 Dampak interaksi terhadap perkembangan daerah pedesaan

Desa dan kota merupakan sebuah fenomena wilayah yang unik. Kedua wilayah dengan
perbedaan karakter ini selalu berinteraksi satu sama lain. Interaksi antara desa dan kota
memiliki unsur timbal balik atau adanya permintaan dan penawaran. Walaupun demikian, arah
atau arus pengaruh itu masih juga tergantung pada kekuatan dominasi dari salah satu pihak.
Interaksi ini meninggalkan dampak positif maupun negatif bagi kedua pihak.

43
Urbanisasi, ruralisasi, sirkulasi, ulang-alik adalah berbagai wujud dari hubungan atau interaksi
antar-desa kota. Sejatinya pengaruh kota saat ini begitu kuat terhadap wilayah desa. Pengaruh
positif dari penetrasi kota ke desa adalah:

1. Pemerintah; dalam hal ini melewati petugas-petugas pemerintah, lembaga atau instansi
pemerintah, massa media seperti harian, radio, televisi.
2. Mahasiswa; dalam hal ini mahasiswa yang melaksanakan tugas akademis KKN di desa-desa,
pelaksanaan survei kecil.

3. Tenaga Badan Usaha Tenaga Sukarela Indonesia (BUTSI) yang telah sejak lama membantu
pemerintah desa di bidang pembangunan desa.

4. ABRI yang dalam program manunggalnya dengan rakyat pedesaan telah banyak membantu
dan mengajak masyarakat pedesaan bersama-sama membina wilayah desanya. 5. Migrasi atau
mobilitas yang terjadi antar kota–desa seperti urbanisasi, sirkulasi, dan melaju yang membawa
juga arus teknologi, kebudayaan, dan gaya hidup dari kedua belah pihak.

6. Lembaga swasta yang juga nampak ikut aktif dalam membina masyarakat pedesaan.
7. Cakrawala pengetahuan penduduk desa menjadi lebih meningkat.
8. Kemajuan di bidang pendidikan desa.
9. Meningkatkan frekuensi hubungan sosial-ekonomi karena perkembangan transportasi.
10. Kemajuan teknologi membantu pengembangan sektor pertanian.
11. Kemajuan dalam pelestarian lingkungan karena banyaknya interaksi dengan ahli dari
berbagi ilmu.
12. Meningkatnya wiraswasta.
13. Pengetahuan dan kesadaran pentingnya keluarga kecil.
14. Berkembangnya koperasi dan organisasi sosial.

Pengaruh negatif yang dialami daerah pedesaan:

1. Pengaruh Fashion trend dari kota menyebabkan orientasi ke pertanian berubah.


2. Pengaruh televisi memberikan gambaran tentang kejahatan yang meningkatkan
kriminalitas.
3. Banyaknya pemuda yang bekerja ke kota menyebabkan desa kekurangan tenaga
produktif.

44
4. Masuknya investor mengubah tata guna lahan desa menjadi pemukiman maupun
bangunan lain.
5. Penetrasi kebudayaan kota yang tidak sesuai cenderung mengganggu tata pergaulan atau
seni budaya desa.
6. Problem pangan, problem pengangguran, problem lingkungan, dll.

10.5 Dampak interaksi terhadap perkembangan daerah perkotaan

Proses interaksi secara terus menerus dapat menimbulkan pengaruh baik bagi wilayah
pedesaan maupun perkotaan.

Pengaruh positif yang dapat timbul akibat adanya interaksi desa dan kota, yaitu:

1. Tingkat pengetahuan penduduk meningkat


2. Adanya lembaga pendidikan di pedesaan yang mampu meningkatkan
pengetahuan dan wawasan penduduk untuk pembangunan desa.
3. Tingkat ketergantungan desa terhadap kota bisa berkurang.
4. Melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi semakin membuka
potensi pedesaan.
5. Masuknya unsur-unsur teknologi ke wilayah pedesaan secara efektif, sehingga
meningkatkan produksi dan pengelolaan sumber daya alam.
6. Bagi masyarakat kota, terjadi distribusi barang-barang hasil pertanian,
perkebunan, dan barang-barang lain untuk memenuhi kebutuhan penduduk
kota.

Sedangkan, pengaruh negatif interaksi desa dan kota sebagai berikut:

1. Gerakan penduduk desa ke kota dapat memengaruhi jumlah penduduk desa usia
produktif yang diharapkan dapat membangun desanya.
2. Banyak lahan pertanian desa yang terlantar karena urbanisasi warga.
3. Timbulnya gejala urbanisme

10.6 Interaksi yang ditimbulkan oleh perubahan sosial budaya masyarakat


Wujud dari adanya interaksi kota-desa antara lain adalah terjadinya perubahan
sosial dan budaya baik di pedesaan maupun di perkotaan. Perubahan pada aspek sosial dan
budaya mencakup berbagai aspek kehidupan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat, arsitektur dan sebagainya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih

45
luas dibandingkan perubahan sosial, namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua
jenis perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Hal ini dipertegas
oleh Soemardjan (1982), bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai
aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara
baru atau suatu perbaikan dalam cara hidup suatu masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat pedesaan, yakni
perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka dan dari nilai-
nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah
satu dampak dari adanya interaksi desa-kota. Pernyataan tersebut mengandung makna,
bahwa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan pada masyarakat perkotaan maupun
pedesaan merupakan sesuatu yang wajar, mengingat manusia bersifat dinamis dan
memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Perubahan terjadi pada berbagai aspek kehidupan,
seperti peralatan dan perlengkapan hidup termasuk di dalamnya ruang binaan, mata
pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan
religi/keyakinan.
Kebudayaan lokal masyarakat Sunda relatif beraneka ragam, antara lain bentuk
arsitektur rumah tradisional masyarakat Sunda menjadi suatu kebanggaan sekaligus
tantangan untuk mempertahankan serta mewariskannya kepada generasi selanjutnya, tetapi
seiring perkembangan zaman, bentuk dan nilai-nilai kearifan lokal arsitektur rumah
tradisional tersebut mengalami perubahan kepada sesuatu hal yang dianggap lebih modern
dan mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan arsitektur rumah tradisional
masyarakat Sunda itu sendiri.

N. Perencanaan dan pembangunan perkotaan

11.1 Perencanaan kota

Perencanaan merupakan proses yang berkelanjutan dan melibatkan keputusan atau


pilihan tentang cara-cara alternatif untuk menggunakan sumber daya yang tersedia pada tujuan
mencapai tujuan tertentu di masa depan. Dari adanya suatu perencanaan diharapkan untuk
menciptakan keadaan yang baik dan berusaha untuk mencegah dan menghindarkan hal-hal
yang buruk di masa depan

Perencanaan kota merupakan perencanaan yang multi-dimensi dan berhubungan


dengan tiga kerangka kerja, meliputi sumber daya alokasi; tujuan dan sasaran; dan desain serta

46
bentuk (spasial). Dalam perencanaan kota ini membahas tentang perkembangan dan
pertumbuhan kota, pengaturan peruntukkan lahan, penataan jaringan jalan, utilitas,
penempatan fasilitas sosial dan umum. Selain itu, terdapat pula dua aspek perencanaan kota
mulai dari tahap preparing hingga implementasi. Pada tahap preparing, dilakukan penyiapan
perangkat, pengelolaan perkembangan dan perubahan kota dalam aspek communal actions
(dengan dasar kegiatan masyarakat) dan communal regulations (berdasar pada perangkat
peraturan). Sedangkan pada tahap implementasi berkaitan dengan pelaksanaan rencana-
rencana yang telah dibuat sesuai kondisi saat ini dan juga harus dilihat dalam wawasan aktual
(keseluruhan wilayah) tidak hanya terbatas kepada wilayah administratif. Perencanaan kota ini
juga didasarkan pada potensi dan permasalahan yang ada sehingga diharapkan akan menjadi
lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah tersusun.

Lingkup utama dari perencanaan perkotaan adalah perencanaan tata ruang dan kota.
Penerapan perencanaan perkotaan memerlukan pemahaman tentang bentuk dan struktur kota
sebagai landasan pengaplikasian teori. Bentuk kota merupakan pola bangunan dan sebaran
kawasan yang tidak digunakan untuk pertanian. Kota dapat berbentuk linier, jaring, bintang,
menjalar, menyebar, dan melingkar. Sedangkan struktur kota adalah pola yang terbentuk dari
sebaran kegiatan perkotaan. Struktur kota dapat berbentuk melingkar, bersektor, atau memusat.

11.2 Hubungan perencanaan kota dengan pembangunan desa

Paradigma lama pembangunan perdesaan pada masa sebelum era otonomi adalah
bagaimana melaksanakan program-program pemerintah yang datang dari atas. Program
pembangunan desa lebih banyak dalam bentuk proyek dari atas, dan sangat kurang
memperhatikan aspek keberlanjutan pembangunan desa dan partisipasi masyarakat. Sebagian
besar kebijakan Pemerintah bernuansa “top-down”, dominasi Pemerintah sangat tinggi,
akibatnya antara lain banyak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi
masyarakat, tidak sesuai dengan potensi dan keunggulan desa, dan tidak banyak
mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan lokal. Kurang terakomodirnya perencanaan
dari bawah dan masih dominannya perencanaan dari atas, menurut Asmara, H., (2001) adalah
karena kualitas dan hasil perencanaan dari bawah lemah, yang disebabkan beberapa faktor
antara lain: 1. Lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang secara fungsional menangani
perencanaan; 2. Kelemahan identifikasi masalah pembangunan; 3. Dukungan data dan
informasi perencanaan yang lemah; 4. Kualitas sumber daya manusia khususnya di desa yang

47
lemah; 5.Lemahnya dukungan pendampingan dalam kegiatan perencanaan, dan 6. Lemahnya
dukungan pendanaan dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan khususnya di tingkat desa dan
kecamatan.

Dalam melakukan pembangunan, setiap govermen membutuhkan perencanaan yang


maksimal dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka permintaan data dan
indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data
dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan bangsa yang mandiri, adil dan makmur seperti yang
dicita-citakan dalam rangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025,salah satu caranya adalah dengan mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan melalui perwujudan permukiman tanpa kumuh. Untuk menunjang lingkungan
permukiman di tanah air, perlu di bangun prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi
dan berkualitas yang di kelola secara propesional, kredibel, mandiri, dan efisien. Di samping
itu, RPJPM juga mengamanatkan bahwa pembangunan bidang air minum dan sanitasi di
arahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat serta untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditekankan kembali pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang menyatakan bahwa salah satu arahan kebijakan
dalam bidang pengembangan perumahan permukiman adalah meningkatkan aksesibilitas
masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai. Struktur perencanaan
pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-
Undang Nomor25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dibagi
menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan) sehingga
dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu
apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

11.3 Landasan pembangunan daerah perkotaan

Pembangunan perkotaan merupakan sistem perluasan kawasan hunian yang


menciptakan sebuah kota. Kawasan hunian (residential) merupakan fokus utama dalam
pembangunan perkotaan. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No
650/989/IV/Bangda, tanggal 5 Juni 2000, tentang pedoman umum Penyusunan Program Dasar
Pembangunan Perkotaan (PDPP) menyebutkan “pengertian pembangunan perkotaan adalah

48
semua pembangunan yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta diwilayah kota dan
perkotaan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah”. Oleh karena itu hakikat pembangunan perkotaan adalah upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan warga kota khususnya yang
didukung oleh ketangguhan unsur kelembagaan pemerintah dan kemasyarakatan dalam
mewujudkan cita-cita warga kota. Dalam kata lain dalam pembangunan perkotaan itu
dirancang secara cermat dan diintegrasikan oleh berbagai disiplin ilmu sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan dan memantapkan stabilitas
nasional. Dalam pembangunan perkotaan harus memperhatikan pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan (Sustainable Urban Development), dimana pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan berupaya membangun keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian
lingkungan. Pembangunan perkotaan berkelanjutan dalam ekspansi perkotaan berfokus pada
pembatasan produksi polusi di sebuah kota, dan berfokus pada efisiensi penggunaan energi
alternatif, serta menyediakan fasilitas untuk aktifitas dan gaya hidup perkotaan yang sering
disebut sebagai Urban Life Style. Gaya hidup perkotaan yang lebih dinamis dan cepat kadang
membutuhkan fasilitas yang serba cepat, pintar, simple dan efisien. Dalam sebuah Urban
Lifestyle, pengembangan perkotaan harus memikirkan dan menyediakan sebuah konsep baru
dalam urban living dimana mampu memberikan hunian yang menyenangkan. Dalam arti kata
yang sederhana urban life style didalam perkotaan adalah way of life atau cara hidup yang
dinamis, efisien, dan tentunya tujuan akhir adalah menaikkan taraf hidup masyarakat
perkotaan. Untuk itu pembangunan sebuah perkotaan tidak hanya memikirkan pembangunan
infrastruktur kotanya tetapi juga merencanakan mengakomodasikan gaya hidup perkotaan
dengan cara menciptakan fasilitas – fasilitas yang dibutuhkan oleh warga kota. Mobilitas yang
tinggi yang tentunya harus ramah lingkungan harus direncanakan dengan menganut konsep
Green Mobility dan penggunaan sistem transportasi pintar guna mendukung pola urban life
style juga akan menjadi unggulan dalam sebuah pembangunan perkotaan. Warga kota juga
memerlukan banyak perencanaan- perencanaan inovatif seperti hunian yang pintar, minimalis
serta tempat bekerja yang dekat dengan hunian sehingga keteribatan perencana atau designer
hunian seperti interior designer, product design, komunikasi visual serta IT juga turut
dilibatkan bersinergi dengan perencana kota, arsitek, insinyur sipil dalam merencanakan
pembangunan perkotaan sehingga konsep urban development and urban lifestyle dapat benar-
benar terintegrasi dalam menciptakan sebuah kota yang pintar, efisien, dinamis dan maju.

11.4 Strategi pembangunan daerah perkotaan

49
Kebijaksanaan dan strategi Pengembangan Perkotaan Nasional Dalam pengembangan
perkotaan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem hierarki
perkotaan untuk mewujudkan distribusi fungsi ruang nasional dan daerah. Yang mencakup
perkotaan kecil, perkotaan sedang perkotaan besar, perkotaan metropolitan, dan perkotaan
megapolitan. Pengintegrasian hierarki perkotaan nasional kementerian/lembaga, tertuang
dalam yang bersifat lintas kebijakan pembangunan (KSPPN). KSPPN Kebijakan dan strategi
pembangunan perkotaan nasional (KSPPN) menekankan pada roadmap pengembangan pada :

i. Keintegrasian pembangunan perkotaan secara sosial, ekonomi, budaya, dan jaringan


infrastruktur antar perkotaan nasional yang mendukung ketahanan nasional dan
kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi ketimpangan antarwilayah;
ii. Pembangunan perkotaan berbasis pengembangan dan penguatan individu perkotaan atau
kelompok perkotaan dalam wilayah geografis yang sama dengan berdasarkan pada
klasifikasi perkotaan, status, peran, dan fungsi setiap perkotaan terhadap wilayah
kabupaten yang melingkupinya; dan Pembangunan perkotaan dengan menekankan pada
pemanfaatan teknologi masa depan dan renewable energi yang ramah lingkungan
iii. pembangunan perkotaan dengan menekankan pada pemanfaatan teknologi masa depan dan
renewable energi yang ramah lingkungan
11.5 Partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan
Menurut Aprillia Theresia partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau
sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Isbandi Rukminto Adi berpendapat
bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses mengidentifikasikan
masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya menangani masalah,
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Britha
Mikkelsen, mendefinisikan partisipasi menjadi 6 arti yaitu :
a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta
dalam pengambilan keputusan.
b. Partisipasi adalah pemekaan pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima
dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.
c. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu.

50
d. Partisipasi adalah pemanfaatan dialog antara masyarakat setempat dengan staf yang
melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi
mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial.
e. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri.
f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan
lingkungan mereka
partisipasi atau peran serta, pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan
keikutsertaan secara aktif dan suka rela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik)
maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang
mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
(pemantauan, evaluasi, pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai
karena itu, Yadav dalam bukunya Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto
mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi
masyarakat di dalam kegiatan pembangunan, yaitu partisipasi dalam pengambilan
keputusan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan, dan evaluasi, serta partisipasi dalam
pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

11.6 Kearifan lokal penunjang pembangunan perkotaan


Secara etimologis, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan
lokal (local). Pada KBBI, lokal berarti setempat, sedangkan kearifan sama dengan
kebijaksanaan. Sehingga jika dilihat secara etimologis, kearifan lokal (local wisdom) dapat
diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Istilah
kearifan lokal pertama kali dikenalkan oleh HG. Quaritch Wales (dalam Budi Wiyanto
2006) yang menyebut kearifan lokal sebagai “local genius” yang berarti sejumlah ciri
kebudayaan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat sebagai suatu akibat
pengalamannya di masa lalu. Yunus (2012) mengartikan kearifan lokal sebagai budaya
yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dan ditempat-tempat tertentu yang dianggap mampu
bertahan dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut mengandung
nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa.
Pengertian kearifan lokal yang lain dikemukakan oleh Suhartini (2009) yang
menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada
dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah yang merujuk pada lokalitas

51
dan komunitas tertentu. Sedangkan Fajarini (2014) mengartikan kearifan lokal sebagai
pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka.

Dalam bidang perencanaan kota, kita mewarisi pula dari pendahulu kita kaidah
panca faktor : wisma (perumahan), karya (lapangan kerja), marga (jalan/transportasi), suka
(tempat rekreasi), prasarana atau penyempurna (infrastruktur) (Eko Budihardjo dan Djoko
Sujarto dalam Wahyu ). Kota bukan semata-mata dipandang sebagai raga, tetapi jiwa yang
hidup melalui ragam perilaku budaya warganya. Bintarto dalam (Wahyu) menyusunnya
berdasarkan aneka definisi yang telah ada, menyebutkan bahwa kota itu suatu sistim
jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi
diwarnai oleh strata sosial- ekonomi yang heterogen dengan coraknya yang materialisasi.
Di samping itu ia juga menulis bahwa kota dapat diartikan sebagai benteng budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan daerah
belakangnya (hinterland). Kemudian disimpulkannya bahwa kota itu merupakan tempat
permukiman warga kota, tempat bekerja, tempat hidup dan tempat berekreasi. Sesuai itu
maka selayaknyalah jika kelestarian kota harus didukung oleh berbagai prasarana dan
sarana yang
cukup untuk jangka waktu lama. Kota merupakan hasil peradaban umat manusia, dan
sejalan dengan peradaban itu pula, maka kota mengalami sejarah pertumbuhan,
perkembangan, mekar menjadi kota besar dan kemudian adanya kota yang hilang, tinggal
namanya saja dalam sejarah. Kota menunjukkan dinamika masyarakat manusia. Lewis
Mumford dalam bukunya “The Culture of Cities” (Sapari Imam Asy’ari, 1993 : 30)
menggambarkan perkembangan kota-kota sebagai berikut : “(1) Ecopolis (kota yang baru
berdiri); (2) Polis (kota); (3) Metropolis (kota besar; metro = induk); (4) Megalopolis
(megalo = besar; kota yang sudah menunjukkan keruntuhan); (5) Tyrannopolis (tyran =
penguasa kejam; penguasa kota menguasai pedalaman dengan perusahaan-perusahaan
raksasa); dan (6) Nekropolis (nekro = mayat; kota runtuh). Dalam menjalankan
kehidupannya suatu kota menurut Ilhami (1990 : 290) berfungsi sebagai : (a) Pusat
pemukiman penduduk yang dalam proses kehidupan selalu berubah-ubah selaras dengan
faktor perkembangannya. (b) Pusat kegiatan penduduk yang menempatkan kedudukannya
sebagai pusat pemasaran dan pelayanan peningkatan produksi dari kegiatan ekonomi
maupun pusat pelayanan sosial, politik dan budaya. (c) Pusat penyediaan fasilitas

52
penunjang pertumbuhannya dan daerah belakangnya dalam hal ini kota dapat merupakan
terminal jasa distribusi. (d) Pusat pendorong dalam proses pembangunan daerah
dan nasional.
Membangun kota tidak boleh dengan gaya “tambal-sulam”. Kota harus dirancang sesuai
peruntukkannya. Atau, dibentuk karakteristik khusus yang diinginkan, sesuai fungsinya.
Misal, apa ia mau dijadikan kota pendidikan, perdagangan, industri, wisata, dan
karakteristik lainnya. Kaitan dengan itu, Noel P. Gist dalam bukunya “Urban Society”
(Sapari Imam Asy’ari, 1993 : 29) mengemukakan beberapa fungsi kota. (1) “Production
center” yaitu kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang jadi.
(2) “Center of trade and commerce”, yakni kota sebagai pusat perdagangan dan niaga, yang
melayani daerah sekitarnya. Kota seperti ini sangat banyak, seperti Rotterdam, Singapura,
Hamburg. (3) “Political capitol”, yaitu Kota sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibu
kota negara, misalnya Kota London, Brazil. (4) “Cultural center”, kota sebagai pusat
kebudayaan, contohnya : Kota Vatikan, Makkah, Yerusalem. (5)“Health andrecr eation”,
yakni kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi (wisata), misalnya : Monaco, Palm
Beach, Florida, Puncak-Bogor, Kaliurang. (6) “Divercified cities”, yakni kota-kota yang
berfungsi ganda atau beraneka. Kota-kota pada masa kini (setelah Perang Dunia ke-II)
banyak yang termasuk kategori ini. Sebagai contoh : Jakarta, Tokyo, Surabaya yang
mencanangkan diri sebagai “Kota Indamardi” (kota industri, perdagangan,
Maritim, dan pendidikan), di samping sebagai pusat pemerintahan (Wahyu)
Tolak ukur keberhasilan pembangunan kota dinilai dari kemampuan pemerintah mengikis
ketimpangan sosial seperti menekan jumlah pengangguran, pemberantasan kemiskinan,
dan menguntungkan warga pribumi yang selama ini hanya menjadi penonton.
“Pembangunan kota berhasil apabila tidak keluar dari jati diri bangsa.
Perkembangan kota‐kota di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir justru mempunyai
kecenderungan menghilangkan ciri “identitas”‐nya, sehingga kota‐kota tersebut kehilangan
karakter spesifiknya yang memunculkan “ketunggalrupaan” bentuk dan arsitektur kota
(Budiarjo,1997 dalam amar: 2009). Senada dengan pendapat Budiarjo, Wikantioyoso
(2007) juga menyatakan bahwa kota‐kota di Indonesia saat ini telah kehilangan jati diri
atau identitas aslinya dikarenakan semakin menjamurnya design instan sebagai dampak
globalisasi, sehingga bentuk arsitektur bangunan atau tata kawasan terasa ada kemiripan
antara kota yang satu dan lainnya. Akibatnya masyarakat kehilangan pegangan untuk
mengenali lingkungannya (Raksadjaja, 1999).

53
Keberadaan kota‐kota di Indonesia yang seharusnya mendukung pertumbuhan nilai – nilai
budaya lokal justru terjebak dalam budaya massal. Karena diakui atau tidak nilai – nilai
budaya itulah yang pada akhirnya akan membentuk karakter dan identitas sebagai sebuah
bangsa. Hal ini disebabkan oleh diabaikannya aspek kesejarahan pembentukan kota
sehingga kesinambungan sejarah kawasan kota seolah terputus sebagai akibat pengendalian
perkembangan yang kurang memperhatikan tatanan kehidupan dan aspek fungsi kawasan
(Wikantioyoso, 2000).

54
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Desa merupakan sesuatu yang berpotensi untuk berubah-ubah tentang materinya


seperti jumlah penduduknya, kondisi fisik, dan sosial serta budayanya. Hal itu merupakan
sesuatu yang bersifat duniawi sehingga tidak mudah untuk diamati secara tepat kendatipun
dalam waktu yang relatif tidak lama. Selain itu potensi desa satu dengan yang lain tidak
selalu sama sehingga mengakibatkan adanya berbagai karakteristik dan tingkat kemajuan
desa yang berbeda-beda, ada desa yang kurang berkembang dan ada pula yang telah
berkembang atau maju. Semakin cepat perkembangan desa, semakin dekat pencapaian tujuan
pembangunan. Di lain pihak perkembangan desa erat kaitannya dengan potensi yang dimiliki
desa yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk melihat perkembangan desa, tidak dapat lepas
dengan analisis potensi desa., umumnya semakin tinggi potensi desa, semakin besar tingkat
perkembangan wilayah.

Kota merupakan pusat kegiatan manusia dan menawarkan berbagai kesempatan lebih
besar daripada daerah perdesaan. Tidak mengherankan bahwa banyak penduduk pedesaan
melakukan migrasi ke kota untuk memperbaiki kehidupannya. Migrasi desa – kota ini
menyebabkan pertambahan penduduk kota secara umum kurang lebih dua laki lipat
dibandingkan pertambahan penduduk pedesaan. Dilihat dari sejarahnya, kota pada hakikatnya
lahir dan berkembang dari suatu wilayah perdesaan. Akibat adanya pertumbuhan penduduk
yang diikuti meningkatnya berbagai kebutuhan (sandang, pangan, papan) dan pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi manusia, maka tumbuh permukiman-permukiman baru.
Selanjutnya akan diikuti oleh pengembangan fasilitas-fasilitas sosial ekonomi seperti pasar,
pertokoan, sekolah, rumah sakit, perkantoran, terminal, jalan raya, tempat hiburan dan
sebagainya sehingga terbentuklah wilayah kota.

B. SARAN

Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas.

55
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. (2010). Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Amar, Identitas Kota, Fenomena dan Permasalahannya, Ruang, Vol. I (1); 2009

A Wahyu, Sosiologi Perkotaan. Bakar Jurnal

Bintaro R. Surastop H, 1979, Metode Analisa Geografi, Jakarta, LPSES

Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bintarto, R. 1983, Geografi Desa Yogyakarta, UP Spring.

Daldjoeni, N. (2014). Geografi Kota dan Desa. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Indrizal, Edi, 2013. “Memahami Konsep Perdesaan dan Tipologi Desa di Indonesia”.
Diakses 22 Juli 2013 dari http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/Edilndrizal/M3.pdf

Prijono, Yumiko M. Dan Priyono Tjiptoherijanto, 1983. Demokrasi di Pedesaan Jawa.


Jakarta: Sinar Harapan.

Pengajar Muda. 2012. Indonesia Mengajar: Kisah Para Pengajar Muda di Pelosok Negeri.
Yogyakarta: Bentang.

Sumardjito. (n.d.). Permasalahan Perkotaan dan Kecenderungan Perilaku Individualis


Penduduknya. FPTK IKIP YOGYAKARTA.

56

Anda mungkin juga menyukai