Anda di halaman 1dari 49

Makalah

GEOGRAFI DESA KOTA

DISUSUN:

RIZKI DJAINI (451418035)

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang GEOGRAFI
DESA KOTA ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.      

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai GEOGRAFI DESA KOTA. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran .
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Gorontalo, 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
1.2 Rumusan masalah.
1.3 Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ruang lingkup dan pendekatan geografi pedesaan
2.2 Ciri unsur fungsi potensi desa
2.3 Evolusi dan pola pemukiman pedesaan
2.4 Klasifikasi pedesaan dan tipologi desa
2.5 Permasalahan daerah pedesaan
2.6 Perencanaan dan pembangunan pedesaan
2.7 Mordenisasi dan pembinaan masyarakat desa
2.8 Pengertian ciri ruang lingkup dan pendekatan geografi perkotaan
2.9 Perkembangan dan klasifikasi perkotaan
2.10 Struktur keruangan kota dan teori-teori sebaran kota
2.11 Urbanisasi
2.12 Permasalahan perkotaan
2.13 Interaksi kota desa
2.14 Perencanaan dan pembangunan perkotaan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Berabad-abad Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Sebagai negara agraris sebagian
masyarakat Indonesia tinggal di daerah perdesaan. Nilai-nilai sosial, ekonomi, dan dan
kebudayaan sangat kental di perdesaan. Namun seiring dengan perkembangan zaman serta
berbagai perubahan yang terjadi pada masyarakat menyebabkan daerah perdesaan bergeser nilai-
nilai sosial budayanya. Karena pengaruh modernisasipun masyarakat bergeser yang semula
masyarakat perdesaan menjadi perkotaan.
Masyarakat perkotaan terkenal dengan kemajuan teknologi, ekonomi, serta pola pikir
masyarakatnya. Interaksi yang terjadi antar individupun berbeda dengan masyarakat perdesaan,
yaitu lebih mengedepankan kepentingan. Kota dibedakan secara kontras dari desa ataupun
kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Desa
atau kampung didominasi oleh lahan terbuka bukan pemukiman.
Di Indonesia sendiri ciri-ciri desa dan kota begitu dikotomis. Desa bersifat tradisional dan
kota bersifat modern. Namun dengan kondisi yang telah berubah sifat tersebutpun tidak
sepenuhnya dilekatkan pada desa ataupun kota saja. Pada aspek sosial pun antara desa dan kota
sudah mulai sama.
Pengertian atau pemahaman orang tentang konsep desa dan perdesaan itu kelihatannya amat
berbeda dari satu kawasan ke kawasan yang lain , berbeda dari satu negara ke negara yang lain .
Dengan demikian , mungkin sekali saja , bahwa konsep sosiologi perdesaan itu berbeda dari satu
lokasi ke lokasi yang lain . Kita perlu memahami benar terlebih dahulu konsep atau pengertian
perdesaan itu.
Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam
bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain, Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya
umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari perdesaan, tetapi kota berbeda dengan
pedesaan, karena masyarakat kota merupakan suatu kelompok teritorial di mana penduduknya
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok
terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat interkomuniti yang
tinggi.
1.2 Rumusan masalah
1. Mahasiswa mampu mengetahui ciri-ciri desa.
2. Mahasiswa mampu mengetahui ciri-ciri kota.
3. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi desa.
4. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi kota.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri-ciri desa.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri kota.
3. Untuk mengetahui klasifikasi desa.
4. Untuk mengetahui klasifikasi kota.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ruang lingkup dan pendekatan geografi pedesaan

2.1.1 Pengertian geografi pedesaan.

Geografi desa merupakan suatu studi dalam bidang ilmu Geografi yang termasuk dalam
kelompok studi Geografi Manusia. Munculnya Geografi desa sebagai suatu studi dalam ilmu
Geografi yang berdiri sendiri sebagai sub-disiplin ilmu belum begitu lama. Barulah disekitar
akhir dasawarsa 1960-an Geografi Pedesaan mencapai bentuknya yang lebih nyata. Kelambanan
pemunculan Geografi Pedesaan sebagai studi yang berdiri sendiri itu, kemungkinan dikarenakan
kurangnya perhatian para ilmuwan Geografi pada waktu yang lampau terhadap masalah-masalah
social ekonomi di daerah pedesaan.

2.1.2 Ruang lingkup geografi perdesaan.


- Kajiannya yakni proses-proses di masyarakat yang mempengaruhi struktur keruangan
- Lingkungan alam, perekonomian masyarakat desa dan perubahan spasial
- Bidang pertanian, karena merupakan faktor dominan dalam tata kehidupan penduduk wilayah
perdesaan
- Menghubungkan antara usaha tani dengan segala aspek kehidupan penduduknya
- Persoalan pemukiman penduduk
- Tata guna lahan di wilayah perdesaan

2.1.3 Pendekatan geografi pedesaan.


Pendekatan dalam kajian ilmu geografi terdiri atas tiga jenis, yaitu pendekatan
keruangan, pendekatan ekologi, dan pendekatan kewilayahan. Oleh karena itu, pendekatan yang
digunakan dalam geografi tidak membedakan antara elemen fisik dan nonfisik.
A. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan menekankan analisanya pada variasi distribusi dan lokasi pada
gejala-gejala atau kelompok gejala di permukaan bumi, atau dapat dikatakan bahwa pendekatan
keruangan digunakan untuk mempelajari perbedaan lokasi tentang sifat-sifat penting dari
fenomena geografis.
B. Pendekatan Kelingkungan
Pendekatan kelingkungan (ekologi) tidak hanya mendasarkan pada interaksi organisme
dengan lingkungan, tetapi juga dikaitkan dengan fenomena yang ada serta perilaku manusia.
Pada dasarnya lingkungan geografi mempunyai dua sisi, yaitu perilaku manusia dan fenomena
lingkungan. Dari manusia memiliki dua aspek, yaitu pengembangan gagasan dan kesadaran
lingkungan. Hubungan  keduanya menjadi ciri khas pendekatan kelingkungan.
C. Pendekatan Kewilayahan
Kombinasi antara analisa keruangan dan analisa kelingkungan disebut sebagai analisa
kewilayahan atau juga analisa kompleks wilayah. Pada analisa ini wilayah tertentu didekati,
karena interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya berbeda antara wilaya
satu dengan wilayah lainnya. Pada analisa ini diperhatikan pula mengenai penyebaran fenomena
tertentu dan interaksi antara manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari yang
berkaian dengan analisa kleingkungan.

2.2 Ciri unsur fungsi potensi desa


Desa ialah sebuah agregasi koloni di kawasan pedesaan. Desa ialah pemberian kawasan
manajerial di Indonesia dibawah kecamatan yang mengepalai oleh kepala desa atau kepala
dusun.

Berdasarkan pertaturan Undang-Undang No. 6 tahun 2014, Desa ialah kepaduan


masyarakat hukum yang mempunyai batas kawasan yang berhak untuk mengelola dan
menjalankan kegiatan pemerintahan, kebutuhan masyarakat domestik menurut gagasan
masyarakat, kebebasan asal usul, dan kebebasan tradisional yang disegani dalam struktur
pemerintahan Indonesia. Dibawah ini adalah ciri, unsur, fungsi, serta potensi desa.

a. Ciri-ciri desa
Berikut ini terdapat beberapa ciri ciri desa, yakni sebagai berikut:

● Masyarakat desa mempunyai ikatan erat dengan lingkungan sekitarnya


● Beberapa penduduk desa memiliki jumlah yang tidak besar
● Sistem ekonominya yang menonjol ialah pertanian dan ada sebagian perkebunan
● Situasi mempunyai efek besar kepada petani untuk menetapkan musim tanam.
● Prosedur sosial bergerak lamban
● Biasanya di desa berpendidikan sangat rendah

b. Fungsi Desa

Berikut ini terdapat beberapa fungsi dari desa, yakni sebagai berikut:

● Desa ialah penyuplai keperluan bagi perkotaan


● Desa ialah sumber tenaga kerja buat di perkotaan
● Desa ialah pasangan kerja bagi pembangunan di perkotaan
● Desa ialah bagian pemerintahan terkecil di kawasan Indonesia
c. Potensi Desa
Potensi desa merupakan segala sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang
terdapat serta tersimpan di desa. Dimana semua sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan
bagi kelangsungan dan perkembangan desa. Potensi desa sendiri terbagi menjadi 2 yakni
potensi fisik dan potensi nonfisik.
Potensi Fisik

Sumber daya yang termasuk potensi fisik yakni:


1. Tanah, merupakan faktor yang penting bagi penghidupan dari warga desa.
2. Air, digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari hari.
3. Manusia, dalam hal ini diartikan sebagai tenaga kerja.
4. Cuaca serta iklim, memiliki peran penting bagi warga desa.
5. Ternak, memiliki fungsi sebagai sumber tenaga hewan.
Potensi Nonfisik

Sumber daya yang termasuk potensi nonfisik yakni:


1. Masyarakat desa yang hidup secara bergotong royong menjadi kekuatan produksi serta
pembangunan desa.
2. Aparatur desa atau pamong desa yang bekerja secara maksimal menjadi sumber
ketertiban serta kelancaran pemerintahan desa.
3. Lembaga sosial desa menjadi pendorong partisipasi warga desa dalam kegiatan
pembangunan desa secara aktif.

2.3 Evolusi dan pola pemukiman pedesaan


Evolusi adalah proses perubahan secara berangsur-angsur (bertingkat) dimana sesuatu
berubah menjadi bentuk lain (yang biasanya) menjadi lebih kompleks/ rumit ataupun berubah
menjadi bentuk yang lebih baik.
Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya,
kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat
pada pola pemukiman di daerah pedesaan, contohnya pola permukiman penduduk yang
memanjang mengikuti aliran sungai .
Sebagaimana yang dikemukakan Sumadi (2003:45): Permukiman penduduk sangat tergantung
dengan kondisi lingkungan, seperti memanjang aliran sungai, memanjang jalan, dan memanjang
jalan kereta api. Hal ini sesuai konsep geografi yaitu konsep pola berkaitan erat dengan susunan
bentuk atau persebaran fenomena dalam ruang di muka bumi, baik fenomena yang bersifat alami
atau fisis. Seperti pola aliran sungai, pola persebaran vegetasi, jenis tanah dan pola curah hujan
di daerah tertentu, ataupun fenomena sosial budaya seperti pola permukiman, pola persebaran
penduduk, pola pendapatan, pola mata pencaharian, jenis rumah tempat tinggal dan sebagainya.

a. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah datar yang
terdapat sarana transportasi jalan raya yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya.
Masyarakat membandang pembangunan di pinggir jalan akan mempermudah perjalanan bila
hendak pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan pendistribusian barang dan jasa juga relatif
lebih mudah daripada di dalam perkampungan.

b. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah pinggir
sungai. Pada umumnya, permukiman ini terjadi karena peran sungai tersebut dipandang penting
bagi kehidupan penduduk, misalnya sebagai sarana transportasi, ekonomi atau perternakan ikan.

c. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan oleh para nelayan di
daerah pesisir pantai dimana penduduknya sangat bergantung dengan hasil dari menangkap ikan
di laut.

d. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola permukiman yang
biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya profesi ganda yakni sebagian ada yang sebagai
nelayan dan ada juga yang sebagai pedagang.

e. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng gunung merapi. Biasanya
mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai yang bermuara dari gunung berapi.

f. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah yang tingkat kesuburan
tanahnya berbeda-beda.

Faktor perubahan pola pemukiman.


1. Relief. Bentuk permukaan bumi terdiri dari relief-relief seperti pegunungan, dataran
rendah, pantai, dan perbukitan.[1]
2. Kesuburan tanah. Pola pemukiman dipengaruhi juga oleh kesuburan tanah. Kesuburan
tanah berbeda-beda di setiap tempat. Masyarakat cenderung tinggal di daerah yang
memiliki kesuburan tanah, seperti di daerah pedesaan.[1]
3. Keadaan iklim. Keadaan iklim juga mempengaruhi pola pemukiman penduduk. Misalnya
intensitas radiasi matahari dan suhu di masing-masing daerah. Di daerah pegunungan
yang bersuhu dingin, pemukiman penduduk cenderung merapat, sedangkan di daerah
pantai yang bersuhu panas, pemukiman cenderung merenggang.[1]
4. Kultur penduduk. Budaya penduduk mempengaruhi pola pemukiman penduduk. Suku
Badui di Banten, Suku Dayak di Kalimantan cenderung memiliki pemukiman
berkelompok.

2.4 Klasifikasi pedesaan dan tipologi desa.


2.4.1 Klasifikasi Pedesaan
Sistem tipologi di desa merupakan cara untuk mengenal desa-desa yang begitu banyak jumlah
dan beragam bentuknya. Dengan demikian, dapat di jelaskan secara detail setiap arah
perkembangannya di Indonesia. Sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas pendekatan
ekosistem. Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya 10 faktor yang menentukan tingkat
perkembangan sebuah desa, yaitu :
1.      Faktor penduduk
2.      Faktor alam
3.      Faktor orbitrasi desa
4.      Faktor mata pencaharian
5.      Faktor pendapatan desa
6.      Faktor adat istiadat
7.      Faktor kelembagaan
8.      Faktor pendidikan
9.      Faktor gotong royong
10.  Faktor peraturan desa (wikipedia)
Disebuah desa tahap-tahap perkembangan sebuah Desa dapat diklasifikasikan ke dalam kelas-
kelas sebgai berikut :
1.     Pra Desa dicirikan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang belum menetap pada suatu
lokasi yang disebut desa.
2.     Desa Swadaya atau disebut juga Desa Tradisional.
3.     Desa Swakarya atau disebut juga Desa Transisi.
4.     Desa Swasembada atau yang disebut juga Desa Maju atau berkembang.(wikipedia)

2.      Desa Swakarya


Desa swakarya atau desa sedang berkembang ,yaitu desa yang keadaannya sudah lebih maju
dibandingkan desa swadaya .masyarakat sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke
daerah lain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. interaksi sudah mulai tampak ,walaupun
intensitasnya belum terlalu sering.
3.      Desa Swasembada (Desa Berkembang)
Desa swasembada atau desa maju, yaitu desa yang sudah mampu mengembangkan semua
potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai oleh kemampuan masyarakatnya untuk
mengadakan intraksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar menukar barang dengan wilayah
lain layaknya fungsi perdagangan, dan kemampuan untuk saling memengaruhi dengan penduduk
di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk
memanfaatkan sumber dayan

2.4.2 Tipologi Desa
1.     Berdasarkan sistem ikatan kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklan ikatan-
ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan
kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:
a.  Tipe desa geneologis, yaitu suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana
masyarakatnya mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian
darah. Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal,
dan campuran.
b.     Tipe desa teritorial, yaitu suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela.
Desa teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan
bersama, dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum
dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
c.       Tipe desa campuran, yaitu suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan
dan wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.( 2013. Sumber
Ilmu.)

2.  Berdasarkan hamparan wilayah


Berdasarkan hamparan wilayahnya, maka desa dapat diklasifikasikan atas desa pedalaman dan
desa pantai/pesisir.
a.       Desa pedalaman adalah desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari
kehidupan kota. Suasana ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa
kedamaian, yaitu kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b.      Desa pantai adalah desa-desa yang tersebar di berbagai kawasan pesisir dan di pulau-pulau
kecil yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dan hasil laut,
dan sebagian juga penduduknya sebagai petani subsistensi.( Alawiyah, imamatul. 2013.)
3. Berdasarkan pola pemukiman
Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a.       Farm village type, yaitu suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam
suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka. Tipe desa seperti ini
banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
b.      Nebulous farm village type, yaitu suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di
suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah
ladangnya.
c.       Arranged isolated farm type, yaitu suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar
jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya
adalah sawah ladang mereka.
d.      Pure isolated farm type, yaitu suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar
bersama sawah ladang mereka masing-masing.( Alawiyah, imamatul. 2013.)
Selain itu, Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam
empat pola, yakni:
a.      Pola permukiman menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum
adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara terus
menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di dalam
lahan merek.
b.      Pola permukiman memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan
tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
c.       Pola permukiman berkumpul
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung,
sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
d.      Pola permukiman melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan
tanah pertaniannya berada di belakangnya.(wikipedia)

4.        Berdasarkan mata pencaharian


Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa
pertanian dan desa industri.
a.       Desa pertanian terdiri atas: 1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa
pertanian lahan basah dan lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa
perkebunan milik rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut,
dan desa peternakan.
b.      Desa industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.
( Alawiyah, imamatul. 2013.)

2.5 Permasalahan daerah pedesaan


Konsekuensi logis dari lahirnya konsep otonomi daerah adalah hadirnya desentralisasi
fiskal. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di era reformasi secara resmi dimulai sejak 1 Januari
2001. Proses tersebut diawali dengan pengesahan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (PKPD). Hingga kini, kedua regulasi tersebut sudah
mengalami beberapa kali revisi hingga yang terakhir UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pengelolaan keuangan desa pada dasarnya mengikuti pola pengelolaan keuangan daerah
dimana Kepala Desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Pendapatan,
belanja dan pembiayaan desa harus ditetapkan dalam APBDes yang ditetapkan dalam Peraturan
Desa oleh Kepala Desa bersama BPD. Pertanggungjawaban terhadap penggunaan dan
pengelolaan keuangan desa ini merupakan tanggungjawab Kepala Desa untuk disampaikan
kepada Bupati/Walikota pada setiap akhir tahun anggaran yang disampaikan melalui Camat,
Badan Permusyawaratan Desa pada setiap akhir tahun anggaran, dan masyarakat dalam
musyawarah desa. Keuangan Desa menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014 adalah semua hak
dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Sementara itu pengelolaan
keuangan desa adalah seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban yang dilaksanakan dalam
satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Untuk tercapainya sistem pengelolaan keuangan desa yang baik, pemerintah desa harus
lebih dulu membuat dan merancang tahapan-tahapan pengelolaan keuangan desa yang baik dan
benar.Tahapan pengelolaan keuangan Desa menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Kementerian Keuangan (2015) meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan
dan pertanggungjawaban. Perencanaan Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan
untuk memperkirakan pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan
dating (Sumarna, 2015).
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJMDes dan RKPDes yang
menjadi dasar untuk menyusun APBDes yang merupakan hasil dari perencanaan keuangan desa.
Perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah desa.
Musyawarah desa paling lambat dilaksanakan pada bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah desa dalam menyusun
RPJMDes, RKPDes, dan daftar usulan RKPDes. Dalam menyusun RPJMDes dan RKPDes,
Pemerintah desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara
partisipatif.Musyawarah perencanaan pembangunan desa diikuti oleh Badan Permusyawaratan
Desa dan unsur masyarakat Desa. Rancangan RPJMDes dan rancangan RKPDes dibahas dalam
musyawarah perencanaan pembangunan Desa. Pelaksanaan Pelaksanaan keuangan desa
merupakan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengeluaran uang dan kegiatan di
lapangan (Sumarna, 2015). Kegiatan yang dilakukan sesuai kewenangan desa yang diolah
melalui rekening desa. Artinya, semua penerimaan dan pengeluaran desa harus dikelola melalui
rekening desa yang didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.Sehingga harus benar-benar
dilakukan pencatatan transaksi secara tertib dan dapat dipertanggungjawabkan. Rangkaian
kegiatan untuk melaksanakan APBDes dalam satu tahun anggaran dimulai dari 1 Januari hingga
31 Desember. Atas dasar APBDes dimaksud, disusunlah Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk
setiap kegiatan yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Adapun tugas, tanggungjawab serta prosedur penatausahaan yaitu yang pertama
bendahara desa wajib melakukan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan maupun
pengeluaran, yang kedua yaitu bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan
uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada
kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, kemudian Kepala Seksi selaku Pelaksana
Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban
anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan di desa. Penyetoran langsung melalui Bendahara
Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai prosedur yaitu pihak ketiga/penyetor mengisi Surat
Tanda Setoran (STS)/tanda bukti lain, kemudian bendahara desa menerima uang dan
mencocokan dengan STS dan tanda bukti lainya, bendahara desa mencatat semua penerimaan,
bendahara desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa, dan yang terakhir bukti setoran dan
bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib.Untuk itu bendahara desa dilarang untuk
membuka rekening atas nama pribadi di bank dengan tujuan pelaksanaan APBDes serta
menyimpan uang, cek atau surat berharga, kecuali telah diatur melalui peraturan
perundangundangan. Selain berupa Buku Kas Umum, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu,
bukti transaksi juga merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan.Tanpa
bukti transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.Bukti transaksi adalah dokumen pendukung
yang berisi data transaksi yang dibuat setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan
keuangan.

Perencanaan dan pembangunan pedesaan

A. Perencanaan
Dalam pelaksanaan pembangunan perencanaan merupakan proses penting untuk mecapai
hasil yang diinginkan, perencanaan pembangunan desa merupakan hal penting yang harus
dilakukan oleh pemerintahan desa. Perencanaan pembangunan desa merupakan wujud dari visi
misi kepala desa terpilih yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menenagh desa.
Dalam pelaksanaan proses perencanaan tersebut kepala desa harus melibatkan masyarakat
sebagai subyek pembangunan, proses yang melibatkan masyarakat ini, mencakup dengar pendapt
terbukasecara eksstensif dengan sejumalah besar warganegara yang mempunyai kepedulian,
dimana dengar pendapt ini disusun dalam suatu cata untuk mempercepat para individu,
kelompok kelompok kepentingan dan para pejabat agensi memberikan kontribusi mereka kepada
pembuatan desain dan redesain kebijakan dengan tujuan mengumpulkan informasi sehingga
pembuat kebijakan bisa membuat kebijakan lebih baik. (winarso, 2007:64).
 Dengan pelibatan tersebut maka perencanaan menjadi semakin baik, aspirasi masyarakat
semakin tertampung sehingga tujuan dan langkah langkah yang diambil oleh pmerintah desa
semakin baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Senada dengan apa yang disampaiakan
oleh Robinson Tarigan, Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah
langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. (Tarigan, 2009:1)
Dalam ketentuan umum permendagri lebih jelas dikatakan pada pasal 1 ayat 10,
Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangkamencapai
tujuan pembangunan desa.
Pemaparan diatas sangatlah jelas bahwa perencanaan adalah proses penting dalam
pelaksanaan pembangunan dan pelibatan masyarakat merupakan upaya untuk mendekatkan
kebutuhan masyarakat dalam kerangka pilihan keputusan dalam perencanaan.

B. Pembangunan
Pembangunan merupakan sebuah proses kegiatan yang sebelumya tidak ada menjadi ada,
atau yang sebelumnya sudah ada dan dikembangkan menjadi lebih baik, menurut Myrdal (1971)
pembangunan adalah sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Artinya bahwa
pembangunan bukan melulu pembangunan ekonomi, melainkan pembangunan seutuhnya yaitu
semua bidang kehidupan dimasyarakat.(dalam Kuncoro. Mudrajad, 2013:5)
Dalam pelaksanaan pembangunan pelibatan masyarakat sangatlah perlu untuk dilakukan
karena dengan partisipasi masyarakat maka proses perencanaan dan hasil perencanaan sesuai
dengan kebutuhan. Hal ini sebagaimana pendapat  Arif (2006 : 149-150) tujuan pembangunan
adalah untuk kesejahteraan masyarakat, jadi sudah selayaknya masyarakat terlibat dalam proses
pembangunan, atau dengan kata lain partisipasi masyarakat (dalam  Suwandi dan Dewi
Rostyaningsih)

C. Perencanaan Pembangunan Desa Sebagai Pedoman Pembangunan Desa


Dengan lahirnya Undang Undang no 6 tahun 2014 tentang desa, semakin nyata bahwa
desa mempunyai kewenangan yang sangat luas dalam mengelola pemerintahannya. Pasal 1 ayat
1 mengatakan peraturan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dalam proses perencanaan Pembangunan desa yang harus dilihat dan dipahami bahwa
Perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model penggalian potensi dan
gagasan pembangunan desa yang menitikberatkan pada peranserta masyarakat dalam
keseluruhan proses pembangunan.(Supeno, 2011: 32)
Lebih lanjut supeno(2011:32) mengatakan secara garis besar garis  besar perencanaan desa
mengandung pengertian sebagai berikut;
a.       Perencanaan sebagai serangkaian kegiatan analisis mulai dari identifikasi kebutuhan
masyarakat hingga penetapan program pembangunan.
b.      Perencanaan pembangunan lingkungan; semua program peningkatan kesejahteraan,
ketentraman, kemakmuran dan perdamaian masyarakat di lingkungan pemukiman dari tingkat
RT/RW, dusun dan desa
c.       Perencanaan pembangunan bertumpu pada masalah, kebutuhan, aspirasi dan sumber daya
masyarakat setempat.
d.      Perencanaan desa menjadi wujud nyata peran serta masyarakat dalam membangun masa
depan.
e.       Perencanaan yang menghasilkan program pembangunan yang diharapkan dapat
memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan, kemakmuran dan perdamaian
masyarakat dalam jangka panjang.

2.6 Mordenisasi dan pembinaan masyarakat desa


Menurut Everret Rogers, modernisasi merupakan proses dengan mana individu berubah dari
cara hidup tradisional menuju gaya hidup yang lebih kompleks dan maju secara teknologi serta
cepat berubah. Black mendefinisikan modernisasi sebagai proses dengan mana secara historis
lembagalembaga yang berkembang secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara
cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal
pengetahuan manusia, yang memungkinkannya untuk menguasai lingkungannya, yang
menimbulkan revolusi ilmiah (Abraham, 1991).

Modernisasi saat ini dialami oleh negara-negara berkembang dari kota sampai ke tingkat terkecil
seperti desa. Desa saat ini mengalami perubahan sosial dan budaya akibat modernisasi yang
cepat di era globalisasi karena teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih seperti
yang terjadi di Desa Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Modernisasi di Desa
Kalikudi sendiri dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya yang semakin
kekota-kotaan.

Modernisasi juga merubah ciri mengenai perdesaan yang telah dikemukakan ilmuwan terdahulu.
Seperti yang diungkapkan oleh Emile Durkheim dengan solidaritas mekanik dan solidaritas
organiknya. Solidaritas mekanik dapat diidentikan dengan kehidupan masyarakat di perdesaan.
Sedangkan solidaritas organik diidentikan dengan masyarakat perkotaan. Sedangkan menurut
Tonnies masyarakat perdesaan diidentikan dengan gemeinschaft dan masyarakat modern atau
kota dengan nama gesselschaft (Stompka, 2008).

2.8 Pengertian ciri ruang lingkup dan pendekatan geografi perkotaan


Geografi kota adalah cabang dari ilmu geografi yang mempelajari tentang tata ruang,
struktur, perkembangan, pola-pola kota, interaksi atau hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungan yang ada di kota, serta solusi permasalahannya.

2.8.1 Ciri Ciri Kota

Beberapa ciri umum kota adalah :

a) Mata pencaharian penduduk heterogen.

b) Sikap penduduknya bersifat individualistik.

c) Hubungan kekerabatan bersifat gesselschaft (patembayan).

d) Toleransi sosial lemah.

e) Kontrol sosialnya didasarkan pada hukum formal.

f) Pola pikirnya rasional.

g) Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk kompleks-kompleks tertentu.

Sedangkan ciri fisik kota merupakan bentukan hasil campur tangan manusia yang
berfungsi sebagai sarana dan prasarana untuk menunjang perkembangan sebuah kota. Ciri-ciri
fisik kota meliputi adanya gedung pemerintahan, tempat ibadah, alun-alun, penjara, pasar, tempat
parkir, sarana olahraga dan rekreasi, ruang terbuka, dan pusat perbelanjaan modern. Karena kota
merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan, maka diperlukan sarana dan prasarana
yang memadai untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi penduduknya.

Hal tersebut diperlukan oleh sebuah kota, karena kota memiliki berbagai fungsi bagi
penduduknya. Adapun fungsi kota adalah sebagai berikut :

Kota sebagai pusat produksi.

Kota sebagai pusat perdagangan.


Kota sebagai pusat pemerintahan.

Kota sebagai pusat kebudayaan.

Kota sebagai pusat pendidikan.

Kota sebagai pusat kesehatan.

Setiap kota memiliki dinamika perkembangan yang berbeda-beda. Ada kota yang lambat
berkembang, terutama kota-kota yang letaknya di pegunungan, sebaliknya kota yang terletak di
dataran rendah perkembangannya sangat pesat. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan morfologi
dan rencana pemekaran kota.

2.8.2 Ruang Lingkup Kota

Ruang lingkup kota adalah batasan variabel dari suatu bentang budaya yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan penduduk tinggi, corak
kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.

Masyarakat di perkotaan secara sosial kehidupannya cendrung heterogen, individual,


persaingan yang tinggi yang sering kali menimbulkan pertentangan atau konflik. Munculnya
sebuah asumsi yang menyatakan bahwa masyarakat kota itu pintar, tidak mudah tertipu, cekatan
dalam berpikir, dan bertindak, dan mudah menerima perubahan, itu tidak selamanya benar,
karena secara implisit dibalik semua itu masih ada masyarakatnya yang hidup di bawah standar
kehidupan sosial. Untuk lebih memahami mengenai kehidupan masyarakat desa dan kota,
berikut akan diuraikan ruang lingkup dari kota:

a.         Lingkungan umum dan orientasi alam


Bagi masyarakat kota cendrung mengabaikan kepercayaan yang berkaitan dengan
kekuatan alam serta pola hidupnya lebih mendasarkan pada rasionalnya. Dan bila dilihat dari
mata pencahariannya masyarakat kota tidak bergantung  pada kekuatan alam, melainkan
bergantung pada tingkat kemampuannya (capablelitas) untuk bersaing dalam dunia usaha.
Berbeda dengan masyarakat desa yang masih sangat bergantung pada hukum alam dan adat
istiadat. Dan dilihat dari mata pencahariannya masyarakat desa sangat bergantung pada kekuatan
alam.
b.         Pekerjaan atau mata pencaharian
Kebanyakan masyarakat kota lebih cenderung mengarah pada bidang perindustrian dan
perdagangan yang merupakan basis perekonomian masyarakat, bentuk mata pencaharian yang
primer seperti sebagai pengusaha, pedagang, dan buruh industri. Namun ada sekelompok
masyarakat yang bekerja pada sektor informal misalnya pemulung, pengemis dan pengamen.
Di desa masyarakat lebih cenderung pada bidang pertanian karena masih luasnya lahan
pertanian yang bisa dibudayakan. Walaupun terlihat adanya tukang kayu,tukang genteng dan
bata, akan tetapi inti dari pekerjaan mereka adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping
pertanian hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
c.         Infrastruktur
Infrastruktur dapat menjelaskan lingkup desa dan kota, infrastruktur di kota jauh lebih
kompleks jika dibandingkan dengan infrastruktur di desa yang bisa digolongkan cenderung
minimum.
d.        Ukuran komunitas
Umumnya masyarakat perkotaan lebih heterogen dibandingkan masyarakat pedesaan.
Karena mayoritas masyarakatnya berasal dari sosiokultural yang berbeda-beda, dan masing-
masing dari mereka mempunyai tujuan yang bermacam-macam pula, diantaranya ada yang
mencari pekerjaan atau ada yang menempuh pendidikan. Jumlah penduduknya masih relatif
besar. Berbeda dengan masyarakat pedesaan, komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas
perkotaan. Pekerjaan di bidang pertanian, perimbangan tanah dengan manusia cukup tinggi
dibandingkan dengan industri, dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang
rendah per kilometer perseginya, dan tanah pertanian luasnya bervariasi.
e.         Kepadatan penduduk
Tingkat kepadatan di kota lebih tinggi bila dibandingkan di desa, hal ini disebabkan oleh
kebanyakan penduduk di daerah perkotaan awalnya dari berbagai daerah.
f.          Homogenitas dan heterogenitas
Homogenitas dalam pedesaan diwujudkan dalam bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan
prilaku. Sebaliknya di kota heterogenitas tampak dalam orang-orang dengan macam-macam
subkultur dan kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Kota mempunyai daya tarik dalam hal
pendidikan, komunitas dan transportasi sehingga kota tempat berkumpul bebagai kelompok
etnis.
g.         Diferensiasi sosial
Di daerah perkotaan, diferensiasi sosial relatif tinggi, sebab tingkat perbedaan agama,
adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa oleh para pendatang dari berbagai daerah
cukup tinggi. Sedang di daerah pedesaan diferensiasi sosial reletif rendah karena adanya
kesamaan dalam bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan prilaku.
h.         Pelapisan sosial
Lapisan sosial di desa lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan di dalam
struktur masyarakatnya. Di dalam struktur masyarakat kota lebih menghargai prestasi daripada
keturunan.
i.           Mobilitas sosial
Mobilitas pada masyarakat perkotaan lebih dinamis daripada masyarakat pedesaan.
Kenyataan itu adalah sebuah kewajaran sebab perputaran uang lebih banyak terjadi di daerah
perkotaan daripada di pedesaan.
j.           Interaksi sosial
Penduduk kota lebih sering kontak tetapi cenderung lebih formal, dan tidak bersifat
pribadi, tetapi melalui tugas atau kepentingan lain. Sehingga hubungan yang terjadi hanya
seperlunya saja. Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya
rendah, maka kontak pribadi per induvidu lebih sedikit. Juga kontak dengan radio, televisi,
majalah , poster, koran, dan media lain yang lebih sophisticated.
k.         Pengawasan sosial
Dikarenakan masyarakatnya yang kurang saling mengenal satu sama lain dan juga
luasnya wilayah kultural perkotaan di tambah lagi keheterogenitasan masyarakatnya yang
membuat sistem pengawasan sosial perilaku antar anggota masyarakatnya makin sulit terkontrol.
Sedang didesa tekanan sosial oleh masyarakat desa lebih kuat karena bersifat pribadi dan ramah
tamah, dan keadaan masyarakatnya homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih
tinggi dengan tekanan sosial informal dan nantinya dapat sebagai pengawasan sosial.
l.           Pola kepemimpinan
Dikota pola kepemimpinannya didasarkan pada pertanggung jawaban secara rasional atas
dasar moral dan hukum. Dengan demikian hubungan antar pemimpin dan warga masyarakatnya
berorientasi pada hubungan formalitas. Sedangkan didesa pola kepemimpinannya dinilai
berdasarkan kualitas pribadi. Misalnya karena kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya, dan
pengalamannya. Kriteria ini melekat terus pada generasi berikutnya, maka kriteria pun akan
menentukan kepemimpinan di pedesaan.
m.       Standar kehidupan
Berbagai fasilitas dan sarana akan membahagiakan kehidupan apabila disediakan dan
cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota dengan konsentrasi dan
jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuha
tersebut, sedangkan didesa tidak harus demikian.
n.         Ketidaksetiakawanan sosial
Dalam masyarakat pedesaan ciri-cirinya akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan
dalam pengalaman, persamaan tujuan dimana hubungannya bersifat informal dan bukan bersifat
kontrak sosial/ perjanjian. Dalam masyarakat desa ditemukan gotong-royong, dan musyawarah.
Sedangkan di kota terdapat perbedaanpembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi,
tidak bersifat pribadi, bermacam-macam perjanjian serta hubungannya bersifat formal.
o.         Nilai dan sistem nilai
Hal tersebut dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Di pedesaan
masih berlaku nilai-nilai keluarga, pola bergaul, mencari jodoh. Nilai-nilai agama masih
dipegang kuat. Bentuk ritual-ritul agama dikaitkan dengan proses dewasnya manusia yang dikuti
upacara-upacara. Pendidikan belum merupakan nilai orientasi penuh, cukup hanya bisa baca tulis
dan pendidikan agama. Dalam nilai-nilai ekonomi masih bersifat subsistem tradisional. Dalam
masyarakat perkotaan nilai dan sistem nilai di dalam struktur masyarakat perkotaan lebih bersifat
formal, berdasarkan aturan-aturan yang resmi seperti hukum dan perundang-undangan.

2.8.3 Pendekatan Geografi Perkotaan


Para ahli geografi perkotaan menggunakan berbagai macam pendekatan:
1. Pendekatan deskriptif langsung
Memperhatikan diferensiasi wilayah dan keistimewaan tempat. Dengan demikian kota-
kota kecil dan besar itu dianggap sebagai mosaik lingkungan yang istimewa dan satuan satuan
morfologik, atau sebagai bagian dari sistem-sistem kota besar,dengan kota-kota besar lainnya.
2. Pendekatan analisis kuantitatif
Didasarkan atas filsafat positivis di mana peran para pakar geografi mengarahkan
penetapan model penataan ruang masyarakat.
3. Pendekatan behavioral
Penekanannya terletak pada kajian tentang kegiatan masyarakat dan proses pengambilan
keputusan (Misalnya di mana tempat tinggal) dan tentang signifikansi makna-makna mereka
kaitkan dengan wilayah wilayah di sekitar perkotaan.
4. Pendekatan strukturalis
Menekankan berbagai kendala yang dipaksakan pada perilake individu baik oleh
organisasi masyarakat secara keseluruhan maupun oleh aktivitas sejumlah kelompok dan
lembaga kuat yang ada didalamnya.
5. Pendekatan pasca-strukturalis
Berusaha memadukan interaksi berbagai metasruktur (ekonomi, politik, dan
sebagainya)dengan agen kemanusiaan, dan untuk menjelaskan sistem local dari makna bersama
berdasarkan kerangka sosialbudaya yang lebih luas.

2.9 Perkembangan dan klasifikasi perkotaan


2.9.1 Perkembangan perkotaan
a.Pra Modern
Semula kota terbentuk secara sederhana, maka pengertian kota pada mulanya sangat
sederhana. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan falsafah yang hidup dalam masyarakat,
kota tersusun berdasarkan falsafah yang hidup dalam masyarakatnya.
Beberapa literature menyebutkan mula-mula kota didapati pada gua-gua, dilembah-
lembah atau tempat-tempat terlindung (Bintarto,1984: 35). Disebutkan pula, beberapa jalur tepi
sungai atau dikawasan tertentu yang letaknya strategis menjadi cikal bakal terbentuknya kota.
Apabila mereka sekedar hidup mengelompok, sebenarnya kawasan yang ditempati belum tentu
termasuk kategori kota, karena cirri utama kota adalah mata pencaharian penduduknya non
agraris dan penduduknya mempunyai pekerjaan dan kebutuhan yang relative heterogen. Akan
tetapi, kalau jumlah anggotanya relative banyak bisa saja disebut kota.

Ditandai dengan adanya masa Industrialisasi berlangsung mulai abad ke 17 setelah mulai
banyak ditemukan temuan teknologi. Industrialisasi berlangsung secara gencar dan massal terjadi
pada abad ke18 hingga sekarang. Namun pada abad ke 17 dan 18 diabdikan kepada segelintir
kelompok yang absolut dan kaum borjuis. Teknologi tidak digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Akibatnya banyak ditemui rakyat-rakyat yang hidup menderita.
Pada tahap selanjutnya globalisasi menggejala keseluruh pelosok dunia, bahkan menjadi
impian Negara Negara berkembang. Pada masa industrialisasi penduduk kota meningkat pesat,
menyebabkan kota berkembang secara tidak sehat, seperti masalah pemukiman kumuh,
penyediaan perumahan layak huni, kriminalitas yang meningkat, masalah sumber air bersih, dan
saluran air.
Ciri-ciri kota modern adalah penggunaan tekhnologi sebagai sarana untuk mempermudah
mewujudkan kebutuhan manusia, masyarakat memberikan perhatian pada persoalan lingkungan,
dengan mengenal system daur ulang dan sumber energi nonreguler sebagai alternative untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Ketiga, pemanfaatan tenaga listrik dan komputerisasi sebagai
sumber vital untuk menggerakkan roda kegiatan manusia. Masyarakat kota bekerja dengan
berbagai macam profesi. Pada kota modern, lembaga perekonomian semakin beragam, modern
dan computerized dengan lahirnya supermarket, sistem perbankan, asuransi, yang saling
berkaitan. Dalam kota besar telah terjadi pertemuan orang dari berbagai bangsa untuk tujuan
dagang dan saling bertukar kebudayaan. Terjadi perkawinan campuran antar bangsa maupun
antar ras sehingga menyebabkan penduduk kota heterogen.

b.Era Globalisasi
Disini modernisasi berkembang lebih lanjut. Tekhnologi dan ilmu pengetahuan
didefinisikan kembali. Tekhnologi dan ilmu pengetahuan seperti komputerisasi dan elektronisasi
berkembang lebih canggih, beragam, dan digunakan untuk kegiatan seolah di luar piker
masyarakat awam sebelumnya, memiliki tingkat globalisasi yng tinggi meliputi interaksi dan
kerjasama yang saling menguntungkan dan dapat terjadi dengan kota lain sehingga dunia
ekonomi memliki struktur.
Pada pengertian kota global, kota sering ditandai dengan tingkat industri dan tekhnologi
yang maju. Kemajuan ilu pengetahuan dan teknologi yang pesat didunia berakibat semakin pesat
teknologi dan penemuan-penemuan dalam berbagai bidang dan skala yang diperkenalkan pada
dunia, entah itu dibidang permesinan, medis, ilmu pengetahuan, mode, pelayanan, teknologi
robot, arsitektur, dan lain-lain.
Secara ideal, suatu kota dikatakan mengglobal, apabila masyarakatnya memiliki
kebiasaan untuk melakukan relasi dengan kota lain antarnegara. Biasanya pertama-tama kota
besarlah yang menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga masyarakat kota-
kota besar biasanya mudah mengalami globalisasi. Dengan tekhnologi pulalah jarak antara kota
yang satu dengan yang lain di antara dua Negara atau lebih semakin dekat. Dalam era global,
potensi kota yang satu sering berdampak pada kota yang lain diantara dua Negara atau lebih.
Sebagai contoh, orang dari kota yang tidak terlalu besar (tidak harus metropolitan) di Indonesia,
sudah terbiasa berobat ke luar negeri, seperti Singapura, Amerika Serikat, Belanda, dsb. Potensi
untuk menjadi kota global tidaklah harus berawal dari kota besar, tetapi dilihat potensinya bagi
Negara lain. Misalnya ; Denpasar bisa menjadi kota global karena objek pariwisatanya.
Ciri kota Global, yaitu apabila sebagian masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhannya
tidak selalu berorientasi pada kota dinegerinya sendiri. Masyarakat semacam ini memiliki
alternative berpikir untuk mendapatkan dan mencari hakikat kebutuhan hidupnya tak terbatas
pada negerinya. Masyarakat juga harus bisa menerima kedatangan orang asing dengan segala
potensi yang dimiliki oleh kota itu. Jadi, interaksi yang bersifat timbal balik dibutuhkan untuk
mencapai status sebagai kota global.
Tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan
dengan pemekaran atau perluasan kota. Merupakan peningkatan dari kota metropolis. Kekuasaan
dan kekayaan semakin menonjol, kemiskinan juga semakin meluas serta banyaknya kriminalitas.
Tahap perkembangan kota kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas,
pelayanan maupun kriminalitas. Kota besar ini dilanda ketimpangan ketimpangan sosial yang
berupa korupsi dan kemerosotan moral. Kaum miskin merupakan kekuatan yang tak dapat
diabaikan.
Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan  Kota
Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu
kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Ada tiga faktor
utama yang  sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota :
a) Faktor manusia, yaitu menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena
kelahiran maupun karena migrasi ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga kerja,
perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi.
b) Faktor kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional,
kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas.
c) Faktor pola pergerakan, yaitu sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua
faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan
menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut.

2.9.2 Klasifikasi Perkotaan


Sistem penggolongan atau pengklasifikasian kota dapat didasarkan atas beberapa faktor,
misalnya jumlah penduduk yang tinggal di suatu kota, fungsi kota ataupun luas kota. Biasanya
sistem penggolongan yang dilakukan oleh suatu negara tidak sama dengan negara lainnya. Hal
ini berhubungan dengan tingkat kemajuan pembangunan yang telah dicapai serta jumlah
penduduk negara yang bersangkutan. Selain itu masih banyak istilah-istilah yang berhubungan
dengan kota yang kerap kali membingungkan, seperti city,town, dan urban. City dapat diartikan
sebagai kota, town adalah kota kecil, sedangkan urban atau wilayah perkotaan mempunyai
pengertian sebagai suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan kota. Jadi walaupun letaknya
di pinggiran kota, namun apabila daerah tersebut telah memperlihatkan tanda-tanda kehidupan
penduduknya yang menyerupai masyarakat kota, maka daerah tersebut dinamakan wilayah
perkotaan

A.Klasifikasi kota secara numerik (Kuantitatif)


  Adalah cara penggolongan kota yang didasarkan atas unsur-unsur kuantitas (jumlah)
yang terdapat di kota tersebut, seperti jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah kota
ataupun perbandingan jenis kelamin (sex ratio) penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
Kiasifikasi numerik ini  banyak digunakan dalam menentukan tingkat perkembangan suatu kota,
walaupun belum ada standar yang berlaku secara umum di semua negara. Misalnya saja untuk
negara Swedia, apabila suatu daerah telah memiliki jumlah penduduk sebanyak 200 jiwa, maka
daerah tersebut sudah dapat dikatakan kota. Untuk negara Amerika Serikat dan Meksiko, batas

B.Klasifikasi Kota Secara Non Numerik (Kualitatif)


Sistem klasifikasi kota secara  non numerik dapat di artikan sebagai penggolongan yang
di dasarkan atas unsur-unsur kualitatif dari suatu kota, kondisi social penduduk dan sebagainya:
1. Tahap Eopolis, yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur , sehingga organisasi
masyarakat penghuni daerah  tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri perkotaan.
Tahapan ini merupakan peralihan daari pola kehidupan desa yang tradisional kearah
kehidupan kota.
2. Tahap Polis, yaitu tahapan dimana suatu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat
agraris atau berorientasi pada sektor pertanian. Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih
berada di tahap ini.
3. Tahap Metropolis, yaitu kota merupakan kelanjutan dari tahap polis. Tahapan ini ditandai
oleh sebagian besar orientasi kehidupan ekonomi penduduknya mengarah kesektor industri.
Kota- kota di Indonesia yang tergolong  pada tahapan metropolis adalah Jakarta, Bandung
dan Surabaya.
4. Tahap Megapolis (kota maha besar) yaitu suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat
besar,biasanya terdiri atas beberapa kota metropolis  yang menjadi satu sehingga
membentuk  jalur perkotaan. Balam beberapa segi kota megapolis telah mencapai titik
tertinggi dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan kualitas. Contah Bos-
Wash (jalur kota Boston sampai dengan Wasington di Amerika Serikat). San-san (jalur kota
San Diego sampai San Fransisco di Amerik Serikat), Randstad Holland mulai kota
Doordecht  sampai Archem  di Netherland.
5. Tahap Tryanopolis, yaitu tahapan kota yang kehidupannya sudah di kuasai oleh triani,
kemacetan-kemacetan,kekacuan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang bias terjadi.
6. Tahap Nekropolis, yaitu tahapan perkembangan kota yang menuju ke arah kematiannya.
Selain berdasarkan  tahapan perkembangannya, kota  juga masih dapat digolongkan
dengan memperhatikan fungsi sosialnya. Sistem penggolongan kota atas dasar fungsi sosialnya
bersifat relatif, maksudnya adalah bahwa fungsi kota di permukaan bumi tidak bersifat tetap
untuk selamanya. Ada kalanya  sebuah kota akan beralih fungsi, misalnya dari sebuah kota pusat
perdaganan menjadi pusat industri. Selain itu dapat pula terjadi sebuah kota memiliki fungsi
lebih satu,misalnya kota Jakarta sebagai sebuah kota memiliki  fungsi lebih dari satu, misalnya
kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan  dan  pariwisata. 

2.10 Struktur keruangan kota dan teori-teori sebaran kota


2.10.1 Struktur Keruangan Kota
Kota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri
sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan setara sosial-ekonomi yang heterogen dengan
corak yang materialistis. Berbeda dengan desa, kota memiliki kondisi fisik yang relatif lebih
modern, seperti kondisi sarana dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor
pelayanan dan industri yang lebih dominan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 tahun 1980 menyebutkan pengertian kota
ke dalam dua kategori, yaitu kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif
sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dan kota sebagai suatu lingkungan
kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri nongraris, misalnya ibukota kabupaten, ibu
kecamatan, serta berfungsi sebagai pertumbuhan dan permukiman.

Apabila dicermati dari pengertian kota tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kota
adalah sebuah pusat kegiatan manusia diluar kegiatan pertanian. Misalnya, industri,
pelayanan dan jasa, perdagangan, hiburan, dan rekreasi.lengkapnya berbagai fasilitas
penunjang tersebut membuat kota sebagai pusat perhatian dan dalam aktifitasnya sehari-hari
kota terlihat sangat sibuk.

Suatu daerah kota biasanya berasal dari sebuah desa yang berkembang jumlah penduduk
yang meningkat diperkotaan kebanyakan dimungkinkan karena dukungan berbagai faktor
yang lebih menguntungkan untuk hidup. Perubahan pola ini, diikutijuga oleh perubahan
keruangan terutama penggunaan tanah. Contohnya, daerah yang dibangun secara bertahap
telah menggantikan penggunaan tanah pertanian.

Pembatasan pengertian kota di indonesia umumnya didasari bahwa kota secara alamiah
merupakan sebuah desa yang berkembang. Tidaklah mustahil apabila Kota Jakarta pada
1960-1970-an sering dikenal sebagai the big village. Kenyataan ini dipacu oleh ketampakan
fisik yang nyata, karena kondisi Kota Jakarta saat itu menunjukan lingkungan yang kumuh.

Perubahan keruangan dari desa menjadi kota ternyata menjadikan sebuah fenomena
menarik. Hal ini sangat jelas terlihat di negara berkembang dengan munculnya daerah pusat
perdagangan atau Central Business District (CBD). Contoh di negara kita CBD berpenduduk
sangat padat bahkan di beberapa wilayah terkesan sangat padat. Pemukiman penduduk di
CBD Kota Jakarta telah berlangsung sejak 1940-an
Abeyasekere (dalam Koestoer) menggambarkan perjalanan Kota Jakarta secara historis.
Menurutnya, proses imigrasi telah menyebabkan Kota Jakarta berkemang. Kondisi ini
tentunya sangat berbeda dengan CBD di negara maju yang umumnya berpenduduk sedikit.

a. Tipologi Kota
Istilah kota biasanya didasarkan atas jumlah penduduk dan fungsi wilayahnya.
Jumlah penduduk merupakan indikator yang sangat mudah diukur dan memudahkan
dalam pengklasifikasian.
Berdasarkan atas jumlah penduduk, kota digolongkan ke dalam beberapa kelas,
misalnya yang penduduknya berjumlah antara 20.000 - 50.000 disebut kota kecil (town),
yang penduduknya berjumlah 50.000 100.000 disebut kota (city), dan yang penduduknya
berjumlah lebih dari 100.000 disebut metropolitan (metropolis).
Indikator lain yang banyak digunakan di bidang ekonomi adalah fungsi dominasi.
Dalam hal ini, kota-kota di golongkan berdasarkan besarnya perdagangan, industri, dan
sebagainya.
b. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Kota
Pembangunan adalah suatu proses yang dinamis. Di dalam suatu pernyataan The
World Commission On Environment And Development (1987) merumuskan
pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
kebutuhan saat sekarang dengan memperhitungkan kemampuan generasi generasi masa
depan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Jadi pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pemangunan yang
memepertimbangkan sumber daya langka untuk generasi generasi masa depan. Konsep
pembangunan seperti ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan
menggunakan pengelolan sumber daya dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, konsep
pembangunan berkelanjutan tidak hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan manusia
semata, tetapi menitikberatkan pada perlindungan akan kelangkaan sumber daya dan
lingkungan keruangan. Singkatnya, konsep pembangunan berkelanjutan mengizinkan
manusia untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumber daya yang optimal dan sekaligus
juga memelihara lingkungan untuk generasi mendatang.
Karakteristik sosial-ekonomi dari keruangan kota adalah struktur mata pencarian
penduduknya. Di beberapa kota, masih ada beberapa daerah yang masih memiliki
kesibukan dalam dunia pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok tersebut akan
berpengaruh pada struktur pekerjaan. Bersamaan dengan itu pula mengalirlah arus
urbanisasi ke kota yang tak dapat ditahan.
Dalam pengembangan wilayah, sarana transportasi merupakan faktor yang diikuti
mendongkrak laju pembangunan. Kemajuan sarana transportasi berdampak tidak hanya
bagi perkotaan tetapi pengaruh yang lebih besar justru berada di pedesaan. Manfaat yang
paling terasa dengan kemajuan sarana transportasi di pedesaan adalah kemudahan dalam
pendistribusian hasil pertanian. Dengan demikian, secara langsung kemajuan sarana
transportasi mempercepat pembangunan pertanian. Tanpa fasilitas transportasi, hampir
tidak mungkin pengembangan pertanian ekonomi bisa terdorong. Begitupula di daerah
perkotaan, akses yang baik dalam transportasi perkotaan akan mendorong pembangunan
dan penngembanan industri dan jasa. Hal inilah yang berpengaruh langsung terhadap
pengembangan ekonomi secara umum.
Santos pada awalnya merumuskan generasikota berdasarkan empat periode dalam
sejarah, yaitu sebagai berikut :
a) Periode sebelum perdagangan dunia (sebelum abad ke-16)
b) Periode perdagangan dunia (sejak abad ke-16)
c) Masa revolusi industri dan pengangkutan (sejak tahun 1850)
d) Periode masa kini (setelah tahun 1945)
Generasi suatu kota ditentukan oleh salah satu periode tersebut dimana kota itu dibentuk

2.10.2 Teori - Teori Sebaran Kota


1) Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology,
merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota
Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan
yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai
dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau
menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang
atau melingkar.
Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.
Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju
penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute
transportasi dan komunikasi.
2) Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan
penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih
berdasarkan sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan
dalam teori Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan
(Central Business District) yang terletak di pusat kota.
Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue
tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat terbentuk? Para geograf
menghubungkannya dengan kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar
memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan
lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang berlereng
menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.
3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini
berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya
lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk
yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai
kutub pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan
lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri,
pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam
penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks
industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari
lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan
ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga
tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral.
Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan
nyata suatu kota.
4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965 dengan
mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba menggabungkan teori konsentris dan
sektoral, namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.
5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford
pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin.
6) Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan
transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota.
7) Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang
berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso
dapat digambarkan sebagai berikut.
Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup
masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan,
mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi
menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula
hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru
khususnya dari zona 2 (c).
  Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan
struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar
merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada
kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau
CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi
aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat
ekonominya.

2.11 Urbanisasi
2.11.1Pengertian urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah
yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan
kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah
peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah
lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan
lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

2.11.2 Sebab akibat dari urbanisasi

Demografi, ekonomi dan sosiologi menyebutkan bahwa urbanisasi memindahkan


penduduk ke wilayah yang lebih berkembang akibat adanya pull factor. Namun untuk mencari
penyebab dan akibat dari urbanisasi perlu diperhatikan terlebih dahulu pengertian atau dua
definisi dari urbanisasi yang mempunyai sudut pandang geografis, karena dari dua defenisi
berikut tercermin berbagai implikasi dari urbanisasi yakni :

1. Urbanization studies the geographic concentration of population and non agricultural


activities in urban environmental of varying size and form.
2. Urbanization studies the gegraphic diffusion of urban values and behavior and also
organizations and institutions.
Jika, yang pertama menunjukkan adanya pemusatan penduduk dan pemusatan kegiatan non
agraris di daerah perkotaan dalam berbagai bentuk dan ukuran. Gejala ini bisa dikatakan
merupakan hasil dari adanya faktor-faktor negatif dari daerah pedesaan dan faktor-faktor positif
dari daerah perkotaan, yang menyebabkan proses urbanisasi berlangsung.

Akibatnya, persebaran penduduk menjadi tidak merata antara desa dengan kota yang akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan
penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan
pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain
sebagainya tentu menjadi suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Dalam hal kependudukan, perpindahan manusia dari desa ke kota sendiri hanya
merupakan salah satu penyebab urbanisasi. Karena itu perpindahan itu sendiri dapat
dikategorikan menjadi 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya
Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk
tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang
hanya bersifat sementara atau tidak menetap.

Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang
biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa,
impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.

Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau
faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau
faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat
menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.

Tjiptoherijanto (2008) dalam Urbanisasi, Mobilitas dan Perkembangan Perkotaan di


Indonesia menggambarkan bahwa urbanisasi pada umumnya telah dipahami secara luas namun
demikian, mereka yang awam dengan ilmu kependudukan sering kali kurang tepat dalam
memakai istilah tersebut. Karena dalam pengertian yang sesungguhnya, urbanisasi berarti
persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan
ilmu kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari
desa ke kota. Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses
urbanisasi, di samping penyebab-penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk
perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi
daerah perkotaan, dan semacamnya itu.

2.12 Permasalahan perkotaan

2.12.1 Pengertian kota


Pengertian kota secara sosiologis didefinisikan sebagai tempat pemukiman yang relatif
besar, berpenduduk padat dan permanen terdiri dari individu-individu yang secara sosial
heterogen ( De Goede, dalam Sarlito 1992: 40). Di sisi lain, Bintarto (1989:34) menyatakan
bahwa dari segi geografis, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-
ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Menurut ketentuan formal seperti yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1987, disebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,
serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kota.

Dari pengertian-pengertian, batasan dan hirarkhi tersebut terlihat bahwa kota dengan
berbagai heterogenitasnya, menyimpan berbagi permasalahan, yang di antaranya seperti yang
diungkapkan oleh Sarlito (1992: 22): Menurut Sarlito (1992:62), salah satu persoalan yang
sampai saat ini terus dirasakan adalah adanya perbedaan kelas sosial ekonomi yang makin lama
makin menyolok. Golongan yang mampu makin berkuasa dan makin kaya sedangkan golongan
miskin bertambah miskin. Semakin besar, semakin padat dan heterogen penduduknya, semakin
jelaslah ciri-ciri tersebut.

Di samping itu, fenomena lain pada kehidupan kota adalah adanya sifat kompetitif yang
sangat besar, dan sifat hubungan antar personal yang lebih dititikberatkan pada pertimbangan
keuntungan secara ekonomis.

Dari kondisi diatas, perlahan-lahan akan terjadi perubahan tata nilai pada kehidupan
masyarakat yang mengacu pada fenomena-fenomena tersebut, yang selanjutnya akan bermuara
pada suatu kondisi:

1. Adanya keinginan untuk membatasi hubungan/ pergaulan, khususnya terhadap orang atau
kelompok diluar lingkungan atau kelasnya.
2. Adanya konflik kepentingan masing-masing kelompok atau individu akibat dari pemaksaan
kehendak dan salah satu kelompok atau individu terhadap kelompok atau individu lain,
yang sebenarnya berakar dari pemikiran egosentris masing-masing kelompok atau individu
tersebut tanpa mempertimbangkan kepentingan kelompok atau individu lainnya.
Kedua hal itulah yang menjadi sebab pokok dominasi perilaku individualis pada kehidupan
perkotaan, yang sekaligus sebagai salah satu ciri kehidupan kota

Pada umumnya kota diasosiasikan dengan pengangguran, kemiskinan, polusi, kebisingan,


ketegangan mental, kriminalitas, kenakalan remaja, seksualitas dan sebagainya. Bukan hanya
dalam hal lingkungan fisik kota itu saja yang tidak menyenangkan tetapi juga dalam lingkungan
sosialnya.

Selanjutnya Bintarto (1989: 36) mengatakan bahwa kemunduran lingkungan kota yang
juga dikenal dengan istilah Urban Environment Degradation pada saat ini sudah meluas di
berbagai kota di dunia, sedangkan di beberapa kota di Indonesia sudah nampak adanya gejala
yang membahayakan. Kemunduran atau kerusakan lingkungan kota tersebut dapat dilihat dari
dua aspek:

1. Dari aspek fisis, (environmental degradation of physical nature), yaitu gangguan yang
ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya pencemaran air, udara dan seterusnya.
2. Dari aspek sosial-masyarakat (environmental degradation of societal nature), yaitu
gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri yang menimbulkan kehidupan yang
tidak tenang, tidak nyaman dan tidak tenteram.
Di samping kenyataan tersebut, kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan
segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja
menjadi suatu pull factor yang menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang
yang akan mengadu nasib di kota harus mempunyai starategi, yaitu: bagaimana bisa
memanfaatkan dan menikmati segala fasilitas yang serba menjanjikan tersebut namun juga bisa
mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada

1. Perwujudan Perilaku Individualis Masyarakat Kota


Perilaku Individualis pada masyarakat kota secara umum bisa dibedakan dalam 2 aspek,
yaitu perwujudan dalam ungkapan fisik (spasial, material dan bentuk), serta perwujudan dalam
sikap dan perilakunya. Kedua aspek tersebut bersama-sama mengupayakan suatu pertahanan
atau perlawanan terhadap kondisi kehidupan kota.

2. Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Ungkapan Fisik


Perilaku individualis masyarakat kota cenderung akan tercermin atau diungkapkan dalam
suatu ungkapan fisik yang berupa batas ruang (territory) atau ungkapan bentuk. Ungkapan fisik
yang berupa batas ruang (territory) bisa bersifat tetap atau suatu kondisi yang relatif tidak
berubah-ubah, namun bisa juga bersifat tidak tetap. Ini sejalan dengan pendapat Lang (1987: 76),
bahwa teritorialitas adalah salah satu perwujudan ego yang tidak ingin diganggu, dan merupakan
perwujudan dan privasi. Yang perlu diperhatikan adalah, apabila keinginan perwujudan privasi
ini sangat berlebihan, hal ini merupakan indikasi dari sikap dan perilaku individualis.

Beberapa contoh ungkapan fisik sebagai perwujudan perilaku individualis pada masyarakat
kota yaitu:

1. Pemasangan pagar halaman depan yang dibuat sangat tinggi dan masif,

mencerminkan ketertutupan, kecurigaan, kehati-hatian dan kurangnya welcome

terhadap tamu yang akan berkunjung.

2. Perwujudan bentuk-bentuk bangunan yang tidak selaras dengan lingkungan, hanya

karena untuk memenuhi ego pemilik supaya tidak disamakan atau tidak ingin sama

dengan lingkungannya dalam arti supaya dianggap lebih tinggi derajatnya dari

lingkungan tersebut.

3. Tulisan-tulisan atau tanda-tanda petunjuk yang mempunyai indikasi untuk

menunjukkan bahwa sesuatu area adalah milik pribadi, bukan untuk masyarakat

umum sehingga masyarakat umum tidak boleh masuk area tersebut, atau setidak-

tidaknya enggan untuk memasuki mengingat risiko yang mungkin timbul.

3. Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Sikap dan Perilaku

Perilaku individualis selain diwujudkan dalam ungkapan fisik, juga banyak didapati pada
sikap dan perilaku masyarakat kota. Hal ini bisa dilihat dari beberapa contoh:

● Kurang akrabnya antartetangga pada suatu kompleks perumahan atau perkampungan,


karena masing-masing orang telah sibuk dengan urusannya sendiri.
● Masing-masing tetangga merasa tidak perlu menyapa apabila bertemu di jalan, karena
merasa tetangga tersebut adalah orang asing bagi orang tersebut. Kemungkinan lain dan
kondisi tersebut adalah tidak terpikirkannya orang tersebut untuk menyapa, karena
pikirannya memang sudah dipenuhi dengan berbagai kesibukan kerja hari itu.
● Kurangnya tenggang rasa dalam bersikap dan berbuat.

2.13 Interaksi kota desa

2.13.1 Pengertian Interaksi

Pengertian interaksi dalam wikipedia adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi
sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah
ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.
Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang
mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.

2.13.2 Pengertian Desa dan Kota

A.Desa

Desa menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area


perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia
di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari
beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun
(Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan
nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura,
Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di
istilahkan dengan kampung,yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota,yang di
huni sekelompok masyrakat di mana sebagian besar mata pencaharianya sebagai petani
sedangkan secara atmininistrastif desa adalah yang terdiri dari satu atau lebih atau dusun di
gabungkan hingga menjadi suatu daerah yang berdiri sendiri atao berhak mengatur rumah tangga
sendiri (otonomi).

B. Kota

Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan
rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk
mendukung kehidupan warganya secara mandiri.

Pengertian "kota" sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian


"town" dan "city" dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang
merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi.

Kota dibedakan secara kontras dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya,
kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Desa atau kampung didominasi oleh lahan
terbuka bukan pemukiman.

Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan
gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini kemudian menyebabkan penduduk
kota dan pendatang mengambil sikap acuh tidak acuh dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan
orang lain. Mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam
berinteraksi.

2.14 Perencanaan dan pembangunan perkotaan


A. Perencanaan Pembangunan

Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan


mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya
para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul
akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan
kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.

Perencanaan adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi
yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada suatu keseimbangan awal dapat
mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi
keseimbangan awal. Perencanaan sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila
ditempatkan pada pembangunan daerah akan berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan
berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses pembangunan
yang dilaksanakan.

Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah
suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan
sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.

Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk
mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti supaya pelaksanaan tidak
menyimpang tujuan, Albert Waterston mendefinisikan perencanaan pembangunan seperti
demikian.

Berbagai ahli memberikan definisi perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih
luas contohnya Prof. Jan Tinbergen mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan
(development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata.

Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua rencana
merupakan perencanaan pembangunan Terkait dengan kebijaksanaan pembangunan maka
pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent of development), ini terkait dengan
definisi perencanaan yang merupakan upaya institusi public untuk membuat arah kebijakan
pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan
didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan
pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:

1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat
dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif.
2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
5. Adanya pemerataan pembangunan.

Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik dari sisi
pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek pembangunan maupun dari sisi luar semua itu. Lebih
rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses pembangunan sebagai berikut:

1. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang sangat


cepat dalam masyarakat.
2. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak pembangunan
yang akan muncul setelah proses pembangunan selesai.
3. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu
pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.
4. Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan
pembangunan sehingga proses pembangunan yang dilakukan dapat dimonitor oleh pihak-
pihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.

Perencanaan yang baik seperti sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan,
karena sisanya hanyalah tinggal melaksanakan dan mengendalikan. Apabila dalam
pelaksanaannya konsisten, pengendalian yang efektif, dan faktor-faktor pengganggu sedikit atau
tidak memberi pembiasan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan
tinggal menanti waktu untuk mencapai tujuan.

Negara besar sekalipun tetap menghadapi berbagai masalah pembangunan yang bertahap
harus diselesaikan. Ada berbagai alasan sebagai pendorong untuk melakukan perencanaan
seperti menonjolnya kemiskinan, adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan sumber daya,
sistem ekonomi pasar dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan
pembangunan menjadi prioritas utama.

dalam pembanguna itu sendiri.

B. Aspek Legal Perencanaa Pembangunan

Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan


paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang bersifat komprehensif mengarah kepada
transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan
dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) itu sendiri adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Tujuan perencanaan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2004, antara lain:

1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan


2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang,
antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
dan pengawasan Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya
penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan

Lebih lanjut proses perencanaan menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni:


1. Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah menghasilkan rencana
pembangunan hasil proses (publik choice theory of planning) Khususnya penjabaran Visi
dan Misi dalam RPJM
2. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh
lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan khususnya dalam
pemantapan peran, fungsi dan kompetensi lembaga perencana
3. Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat (stakeholders) antara lain
melalui pelaksanaan Musrenbang
4. Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah
atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.

C. Sistem Perencanaan Pembangunan

Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai,
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi
meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down menjadi
bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar
kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Selanjutnya kedua Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Geografi desa merupakan suatu studi dalam bidang ilmu Geografi yang termasuk dalam
kelompok studi Geografi Manusia. Munculnya Geografi desa sebagai suatu studi dalam ilmu
Geografi yang berdiri sendiri sebagai sub-disiplin ilmu belum begitu lama. Barulah disekitar
akhir dasawarsa 1960-an Geografi Pedesaan mencapai bentuknya yang lebih nyata. Kelambanan
pemunculan Geografi Pedesaan sebagai studi yang berdiri sendiri itu, kemungkinan dikarenakan
kurangnya perhatian para ilmuwan Geografi pada waktu yang lampau terhadap masalah-masalah
social ekonomi di daerah pedesaan.
Pengertian kota secara sosiologis didefinisikan sebagai tempat pemukiman yang relatif
besar, berpenduduk padat dan permanen terdiri dari individu-individu yang secara sosial
heterogen ( De Goede, dalam Sarlito 1992: 40). Di sisi lain, Bintarto (1989:34) menyatakan
bahwa dari segi geografis, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-
ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Menurut ketentuan formal seperti yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1987, disebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,
serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kota.

Ciri-ciri desa

Berikut ini terdapat beberapa ciri ciri desa, yakni sebagai berikut:

● Masyarakat desa mempunyai ikatan erat dengan lingkungan sekitarnya


● Beberapa penduduk desa memiliki jumlah yang tidak besar
● Sistem ekonominya yang menonjol ialah pertanian dan ada sebagian perkebunan
● Situasi mempunyai efek besar kepada petani untuk menetapkan musim tanam.
● Prosedur sosial bergerak lamban
● Biasanya di desa berpendidikan sangat rendah
Ciri Ciri Kota

Beberapa ciri umum kota adalah :

a) Mata pencaharian penduduk heterogen.

b) Sikap penduduknya bersifat individualistik.


c) Hubungan kekerabatan bersifat gesselschaft (patembayan).

d) Toleransi sosial lemah.

e) Kontrol sosialnya didasarkan pada hukum formal.

f) Pola pikirnya rasional.

g) Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk kompleks-kompleks tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta : Ombak.

Bintarto, R dan Surastopo Hadisumarno, Metode Analisa Geografi, LP3ES Yogyakarta 1978.

Bintarto R., Surastop H, 1979, Metode Analisa Geografi, Jakarta, LP3ES.

Bintarto, R, 1983, Geografi Des a, Y ogyakarta, UP. Spring .


Bintarto. 1978. Metode Analisa Geografi. Yogyakarta: IBM.

Bintarto. (1989). Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Branch, Melville C, Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar dan Penjelasan, edisi


terjemahan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1996.

Branch, Melville. 1955. Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar Dan Penjelasan


(terjemahan)

Cole, Lawrence E. (1953). Human Behavior, Psychology as Bio Social Science. New York:
World Book Company.

Daldjoeni, N. 1998, Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.

Daldjoeni, N, Geografi Kota dan Desa, Alumni Bandung, 1998.

Departemen Dalam Negeri RI. (1985). National Urban Development Strategy. Jakarta.

Hatt & Reis. (1966). Cities and Society. New York: The Free Press.

Hariyono Paulus. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta : Bumi Aksara.
Hagget, Peter. 1970, Geography, A Modern Synthesis.  3rd Edition, London: Harper and Row
Publisher. 
Jayadinata, Johara T, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah,
ITB Bandung, 1999.
Kuncoro, Mudrajad (2010;5) masalah, kebijakan, dan politik ekonomika Pembangunan, Penerbit
Erlangga, Jakarta

Kurniawan, leo agung. 2013. Pengertian kota menurut ahli. http://leo-ak-


fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85571-Administrasi%20Negara-Pengertian
%20Kota%20Menurut%20Ahli.html. [ 25 oktober 2014].

Lang Jon. (1987). Creating Architectural Theory. New York: Reinhold Company Inc.

Mangunwijaya. YB. (1985). Teknologi dan Dampak Kebudayaannya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Mulyo, Bambang Nianto dan Purwadi Suhandini. 2015. Geografi untuk Kelas XII SMA dan MA.
Solo : Global Tiga Serangkai.

Pascatambang, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (2003)


Rahayu, Saptanti dkk.2009.Nuansa Geografi 3 : untuk SMA / MA Kelas XII.Surakarta: PT.
Widya Duta Grafika. Utoyo, Bambang.2009.Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia :
untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu
Pengetahuan Sosial.Jakarta:PT. Setia Purna Inves.

Sarlito. WS. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Schoorl, JW. (1980). Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara


Berkembang. Jakarta: PT. Gramedia.

Setiabudi, Agus Eka. 2010. Interaksi Desa dan Kota. http:// AGUS EKA SETIABUDI Interaksi
Desa dan Kota.htm. [25 Oktober 2014].

Subiyanto. Pengertian desa dan kota. http://subiantogeografi.wordpress.com/pengertian-desa-


dan-kota. [ 25 oktober 2014].

Sujarto, Djoko. 1989. Faktor Sejarah Perkembangan Kota Dalam Perencanaan Perkembangan
Kota. Bandung : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB.
Suweda, I wayan. 2011. Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya Saing, dan
Beranatonomi. Juurnal Teknik Sipil Volume 15, No. 2 Juli 2011

Suparmini. 2008. Dasar-Dasar Geografi. Yogyakarta: Uiversitas Negeri Yogyakarta.

Wibowo, Awal., dkk. 2015. Studi Tentang Struktur Kota Sistem Transportasi dan Mobilitas
Penduduk di Kota Purwakerto. Jurnal GeoEco Vol. 1, No. 2 (Juli 2015) Hal. 222-233.

Winarso, Budi (2007:64) kebijakan public, teori dan proses, Penerbit Media Pressindo,
Yokyakarta Media Indonesia (12 September 2007)

Yunus, Hadi Sabari, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001.

Yunus, Hadi Sabari. 1994, Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Yogyakarta:  Fakultas
Geografi UGM.
Yunus, Hadi Sabari. 2000, Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
Zakapedia. 2013 .Pengertian Interaksi Menurut Para Ahli.
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-interaksi-sosial-menurut-ahli.html.
[25 oktober 2014].
Indonesia, Lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025.
Indonesia, Buku I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 2014.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Anda mungkin juga menyukai