Anda di halaman 1dari 32

Gemorfologi Pulau Jawa

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD DAFFA PRATAMA

NIM: 2110115110010

MATKUL

GEOMORFOLOGI INDONESIA

DIAMPU OLEH:

Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKUAT

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Geomorfologi Pulau Jawa”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Manfaat dan Tujuan................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
A. SIFAT UMUM RELIF..............................................................................................................5
B. SIFAT GEOLOGI....................................................................................................................7
C. Jawa Timur.........................................................................................................................11
D. JAWA TENGAH................................................................................................................19
E. JAWA BARAT........................................................................................................................22
F. BENTANG LAHAN YANG ADA DI PULAU JAWA...........................................................27
BAB III................................................................................................................................................31
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan posisi geografis yang sangat
strategis, yang diapit oleh dua samudra, dua benua, dan dilewati garis
khatulistiwa. Berdasarkan posisi geologi, Indonesia berada pada tiga lempeng
yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik (Hamilton., 1979).
Hubungan posisi geografis dan geologi ini memberikan karakteristik relief
yang terdiri dari daratan, perbukitan, dan gunungapi. Karakteristik dari
paparan daratan ini memiliki potensi sumber daya alam geologi yang sangat
baik (Hall., 2009). Gunungapi sendiri hadir dengan potensi geologi seperti
endapan mineral. Pada endapan ini terbagi dalam beberapa tipe yaitu,
endapan placer, endapan porfiri, endapan epitermal (Silitoe dan Bonham,
1984; Nadeau dkk., 2016)

Geomorfologi sebagai salah satu ilmu kebumian yang mempelajari


bentuk lahan, proses geomorfik dan perkembangan bentang lahan dari
permukaan bumi belum banyak diketahui dan dipahami oleh sebagian besar
penduduk Indonesia. Pada hal pengetahuan geomorfologi terkait erat dengan
komponen lingkungan yang lain seperti geologi, tanah hidrologi dan
penggunaan lahan; hampir semua kegiatan manusia dan pembangunan di
permukaan bumi tidak luput dari aspek kajian geomorfologi, pengetahuan
yang utuh dan menyeluruh tentang kondisi geomorfologi Indonesia
mempunyai arti penting alam mengidentifikasi potensi sumber daya alam,
tingkat kerawanan bahaya/bencanan alam dan permasalahan lingkungan.

B. Manfaat dan Tujuan


Mengetahui mengenai geomorfologi dan memberikan informasi kepada
pembaca mengenai geomorfologi di Pulau Jawa kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SIFAT UMUM RELIF


Pulau Jawa mempunyai sifat fisiografis yang karakteristik oleh karena
beberapa keadaan. Salah satu di antaranya adalah Iklim tropis yang terdapat
di pulau itu, yang sama dengan daerah lain yang letaknya jalur fisiografis
dengan vulkanisme yang kuat, maka Pulau Jawa berbentuk sempit dan
panjang, dan terbagi dalam zona melintang (longitudinal zonas) yang tersebar
sepanjang pulau dari ujung yang satu ke ujung yang lain.

Sifat-sifat karakteristik dari suatu relief yang beriklim tropis sudah


cukup diketahui umum dan dipelajari secara mendalam, juga di Indonesia,
maka di sini hanya dibicarakan secara singkat. Hujan banyak dan deras, dan
suhu yang tinggi menyebabkan pelapukan dan penelanjangan (denudasi)
yang berjalan cepat dan intensif, dan kedua hal ini menyebabkan erosi
vertikal cepat. Perbedaan topografi yang disebabkan karena perbedaan
batuan tidak begitu tampak seperti dalam daerah yang beriklim lain, bahkan
lembah-lembah kecilpun mempunya tebing yang curam. Karena hujan yang
keras air yang banyak ini telah mengikis tanah tersebut, dan hal ini
mengakibatkan terjadinya sistim lembah- lembah dan parit-parit yang dalam.
Karena pola lembah yang rapat, maka topografi jauh lebih terkikis sifatnya
(dissected) dari pada di tempat lain, dan sebagai akibatnya maka beberapa
sisa- sisa bentuk permukaan yang terangkat hanya terdapat pada gir igir yang
sempit dan umumnya hilang dalam waktu yang relatif singkat. Sebaliknya
peneplain dan permukaan lain yang datar terbentuk lebih cepat dari pada
dalam iklim yang lainnya; contoh- contoh akan diberikan selanjutnya.

Dalam keadaan ini orang mungkin bertanya mengapa topografi dari


pulau ini belum seluruhnya menjadi peneplain yang rendah? Sebabnya ialah
erosi dan denudasi yang diimbangi oleh gerak orogenic dan epeirogenic dari
daerah yang tidak stabil ini, di mana gunung api yang besar mengeluarkan
material yang lebih banyak pada permukaan bumi dari pada yang dapat
diangkut oleh erosi Dapat dibedakan tiga zona melintang bagi seluruh Pulau
Jawa. Karakter ketiga zona ini sepanjang Pulau Jawa tidak berbeda,
walaupun terdapat variasi setempat yang cukup besar.

Sifat zona yang ada di Jawa ada 3, sebagai berikut:

1. Zona Selatan
Zone Selatan kurang lebih berupa Plateu, miring atau Sloping ke
arah selatan menuju Samudra Indonesia, dan umumnya di bagian
utaranya terpotong oleh escarpment. Kadang kdang zona ini begitu
terkikis sehingga bentuk Plateaunya hilang Sebagian diganti oleh
dataran alluvial.

2. Zona Tengah
Di Jawa Timur dan Sebagian Jawa Barat Zona ini merupakan
Suatu daerah Depresi, dimana timbul gunung-gunung api. Akan
tetapi di Jawa Tengah zona tengah ini ditempati oleh rangkaian
pegunungan-pegunungan Serayu Selatan; di sebelah utaranya
pegunungan ini berbatasan dengan depresi kecil Lembah Serayu,
juga di bagian barat Daerah Batam, daerah ini ditempati oleh
pegunungan dan bukit-bukit

3. Zona Utara
Terdiri dari rantai atau folded chains yang berbentuk bukit – bukit
dan pegunungan yang rendah di selingin oleh beberapa gunung
berapi. Zona ini sering berbatasan engan zona alluvial.
Gambar 1.1

Zona selatan, Tengah, dan Utara pada wilayah jawa bagian timur

B. SIFAT GEOLOGI
Geolog terkenal yaitu Van Bemmelen mengkaji pulau Jawa lewat
serangkaian penelitian dan membagi pulau ini ke dalam 7 zonasi formasi dari
selatan ke utara.

1. Pegunungan Selatan merupakan zona batu gamping dan vulkanik zaman


Miosen yang telah mengalami pengangkatan (uplift) akibat gaya tektonik
hingga zaman Kuarter.
2. Zona Vulkanik zaman Kuarter memiliki banyak gunung api dengan ketinggian
rata-rata 2.000 m atau lebih dan sebagian besar masih aktif.
3. Depresi bagian tengah merupakan poros utama pulau dimana muncul dua
depresi besar yaitu Depresi Bandung di bagian barat dan Depresi Solo di
timur. Depresi Solo memiliki Kubah Sangiran yakni sebuah situs purbakala
terkenal.
4. Zona antiklin tengah, terdiri atas endapan-endapan zaman Mio-Pleistosen
dengan perbukitan Kendeng yang memanjang dari barat ke timur.
5. Depresi Randublatung, di kaki pegunungan Kendengan yang terbentuk dari
endapan-endapan laut dan daratan dari era Mio-Pleistosen.
6. Antiklin Rembang-Madura terdiri dari formasi bukit gamping dari zaman
Miosen. Dataran rendah aluvial berbentuk delta yang menghiasi
pemandangan pesisir utara (Pantura).

Gambar 1.1

Pembagian wilayah bentang lahan oleh Van Bemmelen

Menurut Van Bemmelen, secara fisiografis Pulau Jawa dapat dibagi ke


dalam 7 kondisi geomorfik sebagai berikut :

a. Vulkan-vulkan berusia kuarter (Volcanoes-volcanoes)


b. Dataran Alluvial Jawa Utara (Alluvial plains nothern Java)
c. Antiklinorium Rembang – Madura (Rembang – Madura Anticlinorium)
d. Antiklinorium Bogor, Serayu Utara dan Antiklinorium Kendeng (Bogor,
North
– Serayu, and Kendeng – Anticlinorium)
e. Dome dan Igir di Zona Depresi Sentral (Dome and ridges in the central
depretion zone)
f. Zona Depresi Sentral Jawa dan Zone Randublatung (Central depression
zone of
java, and Randublatung zona)
g. Pegunungan Selatan (Southern Mountains)
Kondisi fisiografis Jawa, dari Selatan ke Utara dapat diuraikan sebagai
berikut :

Pengunungan Selatan (Southern Mountains)


Pegunungan selatan sebagai hasil pelipatan pada Maosen dan
berlanjut kearah Timur yaitu ke Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur (Umbgrove, 1949, 41). Pegunungan selatan Jawa
merupakan pegunungan kapur dengan gejala karet dan dibeberapa
tempat bagian bawah dari formasi kapur ini didasari oleh endapan
vulkanik andesit tua seperti dapat dilihat di Batur Angung (Formasi
Nglanggran) dan di Merawan.
Pegunungan Selatan Jawa memanjang arah Barat-Timur yang
dimulai dari bagian Timur Teluk Tjiletuh di Jawa Barat sampai ke
bagian Barat Segara Anakan. Dari Segara Anakan sampai ke
Parangtritis, Zona Selatan (Pegunungan Selatan) mengalami
penenggelaman dengan sisa-sisa dibeberapa tempat yang masih
berada di beberapa di atas permukaan air laut yaitu di Pulau
Nusakambangan dan Karangbolong. Pada bagian yang mengalami
penenggelaman ini untuk Jawa Tengah terisi oleh endapan-
endapan yang berasal dari pengunungan Serayu Selatan.
Di bagian Jawa Timur, pegunungan ini dimulai dari parangtritis
sampai ke Blambangan. Nusa Barung adalah bagian pegunungan
Selatan yang berada diatas permukaan laut, sedangkan di Utara
Nusa Barung yaitu dari Pasisiran sampai ke Puger pegunungan
Selatan tertutup oleh endapan yang berasal dari Komplek Ijang
Dari sudut geologis ketiga zona yang ada di pulau Jawa
mempunyai sifat yang berbeda jelas.
1. Zona Selatan
Pada zona selatan, lapisan-lapisan Miocene Tua (older miocene), yang
terdiri dari endapan vulkanis (the old ereccias), yang sangat tebal dan
batuan sedimen (misalnya: The Anlatus Beds), yang terlipat selama
Miocene Tengah. Di daerah selatan pelipatan ini sifatnya lemah, tetapi
pada batas utara menjadi lebih kuat, pembentukan ini merupakan daerah
peralihan ke zona tengah. Zona ini tertutup secara unconformable
 (tak seirama) oleh Miocene Atas yang tak terlipat, yang sebagian
besar hanya mengalami sedikit tilting
 (pemiringan) saja. Di beberapa tempat Miocene Atas yang terdiri
dari batuan kapur sangat berpengaruh kepada keadaan topografi.
Sedimen-sedimen yang lebih muda dari Miocene Muda atau
mungkin Pliocene Tua hampir tidak ada.

2. Zona Tengah
Di Jawa Timur zona ini berupa suatu depresi yang terdiri dari endapan
vulkanis muda, sifat geologisnya hanya bisa diselidiki di Jawa Tengah dan
Jawa Barat. Gerakan-gerakan orogenetik dari Molcene Tengah sampai
Miocene Muda adalah yang terkuat di zona ini, dan sering menyebabkan
overturned-folds (pelipatan yang menumpang) atau imbricated-structures,
dimana lapisan yang terbentuk pada Older Tertiary (tertiari Tua) atau
bahkan pada pretertiary (Pra-Tertiary) jadi tersingkap (Jiwa Hill dan
daerah Luk Ulo di Jawa Tengah; Pegunungan Raja Mandala, Lembah
Cimandiri dan Bantam Selatan di Jawa Barat). Pada periode Neogen ada
juga beberapa uncoformities (ketidaksamaan lapisan) dan sedikit
pelipatan terjadi pada akhir Neogen atau sesudahnya. Vulkanisme dan
gerakan-gerakan yang terjadi kemudian, yang mengakibatkan depresi
tengah dan bentuk topografi sekarang, akan dibicarakan dalam uraian
tentang physiografi.

3. Zona Utara
Pada zona utaralah Younger Neogen mencapai ketebalan yang paling
tebal; ini adalah inti dari geosinklinal muda. Pelipatan yang lebih tua terjadi
pada Miocene Atas paling jelas pada zona tengah, tetapi pelipatan ini
dapat juga diamati pada zona utara dari Jawa Tengah, tetapi di tempat-
tempat lain sedimentasi geosinklinal masih berjalan terus sampai
Pleistocene Tengah; stratigrafinya akan dibicarakan pada bagian
physiografi. Orogenesis yang terjadi dalam Pleistocene Tengah
menghasilkan pelipatan kuat dengan upturned folds dan upthrust. Di Jawa
Barat pelipatan yang utama terjadi pada permulaan Pleistocene Tua. Di
sebelah utar igir Kendeng di Jawa Timur terdapat bagian lain yaitu zona
pelipatan utara yang berbukit-bukit, ini tidak mempunyai counterpart di
Jawa Tengah dan Jawa Barat, tetapi di Madura. Inilah yang dikenal
sebagai Rembang Hills. Di daerah ini Pliosin menutupi Miosin secara
unconformable (tak seirama). Neogen di sini lebih tipis bila dibanding di
zona Kendeng, dan sebagian terdiri atas kapur. Zona ini tepat terletak di
sebelah utara sumbu geosinklin Neogen, maka sebagai peralihan antara
masa daratan yang meliputi site (kumpulan formasi) daripada Laut Jawa
yang sekarang dengan Miosin di atasnya. Beberapa pengendapan
berjalan selama sebagian dari Pleistosin, sesudahnya, suatu pelipatan
lemah (slight folding) mengakhiri pengendapan tersebut.

C. Jawa Timur
Karena Zona-zona yang tersebut di atas paling jelas dapat di bedakan di
Jawa Timur dan juga karena zona-zona ini dipelajari lebih mendalam di Jawa
Timur maka uraian Geoomorfologis akan di mulai dari sana.

1. Zona Selatan atau Zona Plateau


Sebagai hasil pengangkatan, daerah kapur berkembang ke Topogafi
karst dengan Sungai – sungai di bawah tanah, sedangkan permukaanya
berubah menjadi kerucut kapur yang membulat, yang tersebar rapat dan
meliputi daerah seluas kira-kira 1.400 km 2. Susunannya Nampak ta
teratur, walaupun tepatnya di sana-sini mungkin dipengaruhi oleh lembah
sungai yang dangkal yang dahulu terdapat di sana, atau oleh joints dalam
batuan kapur. Di sebelah selatan, Samudra Indonesia teah membentuk
tebing curam dan bukit kadang-kadang terpotong menjadi dua hillock.
Di sebelah utara Gunung Sewu dibatasi oleh dua basin yakni Wonosan
dan Baturetno, di mana terdapat permukaan yang lebih rendah karena
erosi. Batas-batas antara gunung sewu dan basin- basin ini merupakan
flexures, dan pembentukan permukaan- permukaan lebih rendan terjadi
dengan mudah karena down warping kedua depresi ini. Pada sisi utaranya
mereka dikelilingi lagi olen air yang tinggi, di mana sisa-sisa peneplain aas
masih terdapat Basin Wonosan mempunyai drainag asli dari Sungai Oyo,
yang memotong hight rim pada ujung baratriya. Basin lainnya semula
mempunyai drainase ke arah selatan juga, seperti dibuktikan oleh lembah
Gitan. Tetapi dengan adanya subsidence baru renewed maka basin ini
menjadi anak Sungal Sala dan sekarang turun lebih kurang 600 meter
pada jarak horizontal kira-kira sepanjang 2 km.
Escarpment yang membatasi zona selatan, pada tepl utaranya sama
sekali tidak merupakan garis lurus. Di beberapa tempat, terutama di
selatan gunung berapi Lawu dan Gunung Wilis, escarpment ini jauh
menjorok ke utara, dengan spur-nya menjorok masuk ke dalam depresi
dan melengkung ke arah selatan pada tempat-tempat terbuka (intervening
spaces). Mungkin dapat dibayangkan, bahwa tempat escarpment yang
sesungguhnya merupakan garis lurus yang menghubungkan spur-spur
paling uatara dari escarpment. Bila memang demikian erosi mundur
(backward erosion), menyebabkan mundurnya escarpment tersebut.
Adanya erosi mundur memang dapat dipastikan dengan adaya beberapa
jurang yang dalam (intended). Sebaliknya jalur yang sangat lemah dan
kecil melengkung saja dari escarpment di beberapa tempat-tempat kes,
mungkin merupakan suatu bukti bahwa escarpment tidak banyak mundur.
Kalau escarpment tidak banyak mundur maka garis tepi yang agak
melengkung memang asalnya demikian, dan spur-spur yang menjorok ke
utara disebabkan oleh gerak tektonik.
Spur dekat Gunung Wilis begitu jauh masuk ke utara, hingga sampai
pada Gunung Wilis Tua dan kemudian tertutup endapan vulkanisnya.
Dekat Gunung Lawu spur yang paling utara merupakan block yang
terpencil, Gunung Giyono, yang mungkin mempunyai posisi tengah-
tengah antara zona selatan dan depresi zona tengah.
Di sebelah selatan Gunung Wilis dekat Tulungagung, suatu sistem
lembah menerobos daerah plateau dari depressi zona tengah. Dasar-
dasar dari lembah yang luas ini diisi dengan sedimen dan seakan-akan
tenggelam di bawah sedimen ini. Mereka merupakan semacam perluasan
dari depresi zona tengah ke arah selatan. Oleh karenanya zona plateau
pada bagian ini mundur jauh ke selatan dan hanya tinggal igir yang rendah
dan sempit yang memisahkan lembah yang lebar tadi dari Samudera
Indonesia (dekat Teluk Popoh). Di daerah ini terdapat banyak neck dan
intrusive mases.

2. Zona Tengah atau Zona Vulkanis


Terdapatlah suatu kontradiksi dalam kenyataan, bahwa zona yang
mempunyai puncak-puncak yang tertinggi dari Jawa yakni gunung-gunung
berapi yang merupakan suatu depresi kalau dipandang dari sudut tektonis
dan geomorfologis. Tetapi gunung berapi memang timbul dari dataran
rendah di mana pelipatan pada zaman tertiar (folded tertiary) telah turun
dibandingkan dengan zona utara dan zona selatan, di antara gunung
berapi dataran ini tertutup oleh endapan fuvio vulkanis yang dikeluarkan
gunung berapi dalam bentuk kipas (fan) yang lebar. Hanya pada beberapa
tempat dasar muncul dari volcanic cover, tempat-tempat ini akan
ditunjukkan dalam deskripsi nanti.
Tiap kompleks gunung berapi mempunyai bukti dari sejarah yang
panjang dan kompleks. Umur masing-masing vulkano dapat dikira-kirakan
dengan melihat tingkat (berjalannya) erosi Kelihatannya, bahwa
dikebanyakan kelompok gunung berapi tempat-tempat erosi kurang lebih
berpindah-pindah, sehingga vulkan tua dan muda terdapat yang satu di
samping yang lain. sedang di lain tempat gunung api muda menutup
gunung api tua pida tempat yang sama.
Sering posisinya dianggap sebagai akibat dari tranvers foult tetapi
hingga sekarang pelipatan ini belum dapat dijumpai kelanjutannya di zona
selatan (selain kalau perkiraan spur yang terjadi di zona selatan dekat
beberapa gunung berapi, dibatasi oleh dua fault (= patahan) yang lama
bergabung menjadi longitudinal foult dari pada escarpment besar). Untuk
menerangkan jarak yang sama antara kelompok-kelompok gunung berapi
dapat dibayangkan pada kejadian berulang yang berirama pada pusat
magma, tetapi kita tak akan membicarakan ini lebih jauh. Dalam cross
section (penampang bersilang), gunung berapi mempunyai pula posisi
yang ganjil/pecililiar. Umumnya mereka terletak pada jarak tertentu dari
escarpment zona selatan, oleh karena itu terdapat depressi antara
kelompok gunung berapi paling selatan dan zona selatan. Hanya di dua
tempat, dimana spur dari zona selatan menjorok ke utara (dekat Gunung
Wilis dan Gunung Semeru) depressinya terputus dan lereng gunung api
menutup ujung dari spur.
Gerakan tektonis yang mungkin telah ikut memegang peranan dalam
asal kejadian dari rift Gunung Arjuno, lebih terang lagi pada kelompok
Tengger. Gunung ini dipelajari secara mendalam dan macam-macam teori
dikemukakan, yang terutama berbeda hal peranan yang dipegang oleh
gerakan tektonis dan erosi dalam pembentukan rift ini, dan oleh
subsidence dan Mowing out dalam pembentukan kaldera-kaldera. Bagian-
bagian tertua yang termasuk generasi pertama adalah:
a. Igir Jambangan antara Tengger dan Semeru
b. Ujung timur dari kompleks, dan
c. Igir yang memanjang ke arah barat daya dan yang pasangannya
telah hilang.

Kompleks Tengger sendiri mungkin lebih muda dan terpotong dua rift
dalam, yang satu berarah barat daya. Membatasi blok tuan yang telah
disebut, dan yang lainnya berarah timur laut yang memperlebar menjadi
Couldron lebar.

Di utara gunung-gunung api tersebut, sepanjang pantai Selat Madura,


terdapat dua gunung api kecil yang tua; yang satu Gunung Baluran yang
bentuknya biasa (ujung timur laut Jawa) dan yang lain Gunung Ringgit
yang aneh bentuknya. Gunung ini dipotong dua oleh rift besar dan pada
sisi selatan dikelilingi oleh pelipatan berbentuk sabit dari Gunung Besar.
Lapisan pelipatan yang teratas pada igir nampaknya deposit gunung yang
tua yang didasari dengan batuan yang mengandung leucit dari Gunung
Ringgit.

Lebih tua dari generasi gunung berapi yang pertama dari upper
Pleistocene dan mungkin sekali berasal dari Midle Plestocene. Lin
upwarping kecil dari pada tanah di bawahnya (sub soil) terjadi sepanjang
pantai tersebut, seperti yang dekat Probolinggo, yang satu lagi antara
Probolinggo dan Pasuruan (Semongkrong dome) yang mempunyai
patahan kecil melintang, dan beberapa lainnya di sebelah barat Pasuruan.
(Ini telah dikemukakan waktu membicarakan Gunung Arjuna).
3. Zona Utara atau Zona Lipatan
Zona utara ini adalah paling lebar di Jawa Timur (hingga 87 km) dan disini
dapat dibagi menjadi 2 sub-zona yang berbeda:
a. Kendeng ridge, dan
b. Rembang hills yang keduanya dipisahkan oleh depressi longitudinal.
Dari sudut geologi, Kendeng ridge adalah merupakan pusat young
neogene geosyncline, dengan lipatan kuat yang sebagian upturned dalam
phase orogene Pleistocene Tengah, sedangkan Rembang hills
merupakan daerah peralihan ke foreland ke sebelah utara dimana
sedimentasinya lebih tipis dan lebih lemah pelipatannya.
 Kendeng Ridge
o Bila melihat Kendeng ridge maka sifat yang paling
menyolok yaitu skyline yang lurus dan hampir
horizontal: semua igir mempunyai tinggi yang
hampir sama, Fakta ini telah diuraikan oleh Rutten
yaitu sebagai hasil peneplain yang mengikis igir
sampai tingginya sama. Hal ini dikuatkan oleh
Lehmann yang menentukan tinggi peneplain
sekarang antara 120-145 meter, (yaitu dekat
lembah transverse Sungai Sala), ke barat naik
hingga 180 meter; ke timur naik sampai lebih dari
250 meter dan semakin ke timur lalu menurun.
Sisa-sisa peneplain hanya terdapat pada igir-igir
yang tertinggi, dan terdiri dari lapisan yang lebih
resisten.
Di antara igir-igir ini, Lehmann menemukan adanya suatu
sistim juang lebih rendah letaknya yang terdiri atas permukaan-
permukaan denudasi antar gunung (intramontaine denudation
surfaces) yang letaknya tidak lebih dari pada 150 mt di atas
permukaan laut dan menurun ke sebelah timur dan barat.
Untuk menentukan umur permukaan ini dan peneplain
atas, haruslah diperhatikan sedimen-sedimen baik yang
mengalami pelipatan maupun sedimen yang berasal dari waktu
sesudah pelipatan itu. Untungnya stratigrafi dari sedimen yang
terlipat, (setelah kerja pendahuluan L.J.C. Van Es) dapat
ditentukan oleh Duyfjes dengan pertolongan fossil vertebrate
faunas yang diselidiki oleh Von Koeningswald. Oleh karenanya
sekarang mungkinlah untuk menentukan tanggal urutan-urutan
geomorfologis secara lebih tepat dari pada yang dibuat oleh
Lehmann.
Di Sangiran di selatan Kendeng ridge deposit- deposit
terdiri dari andesita breccias yang kasar dan conglomerates,
yang terkenal sebagai Notopuro beds. Menurut Von
Koenigswald mereka memiliki fauna Pleistocene Tengah (Trinil)
yang sama dengan Kabul Beds. Lapisan-lapisan tersebut
mungkin memperlihatkan bagian- bagian teratas Pleistocene
Tengah dan sebagian dari Pleistocene Atas; karena adanya
puncornformity antara kedua-duanya dikebanyakan tempat (tak
termasuk Sangiran), maka orogenesis kedua terjadi sesudah
deposisi Notopuro Beds selama Pleistocene Atas.
Di lereng Selatan Kendeng ridge terdapat andesitic
Notopuro Breccias yang sama, yang juga menutupi Kabul Beds
meskipun secara uncomformable. Ini tak berarti bahwa seluruh
gunung ini terlipat kemudian; misalnya pusat dari ridge (di mana
Notopuro Breccias tidak ada) mungkin telah terlipat sebelumnya
dan kalau memang demikian maka dip Notopuro Beds pada
bagian luar (outskirts of the range) disebabkan oleh
pengangkatan (upwarping) yang terjadi kemudian. Sekitar
gunung api tua Pandan memang ada brecias yang secara
unconformable menutup pegunungan lipatan, yang menurut Van
Es dan Duyjes bersamaan umurnya dengan Notopuro Beds.
Bila kita menuju ke barat Jawa Tengah, juga akan diketemukan
andesitic Notopuro Breccias yang menutup Kendeng secara
unconformable.
Batas denudasi dan erosi yang lebih rendah, yang
diketemukan oleh Lehmann dalam Kendeng Ridge,
dihubungkannya dengan teras Ngandong dalam tranverse dari
Sungai Sala yang mempunyai fauna dari Plesitocene Atas.
Krikil-krikil teras (terrace gravels) tak mempunyai tinggi tertentu
di atas sungai dan hampir menutup seluruh lereng lembah
(mungkin sebagian karena creep); meskipu demikian gravels
nampak menurun ke arah utara sehingga mereka pasti
terpengaruh oleh pengangkatan terakhir dari pada igir. Pada
arah lain coger level tesebut dapat juga diikuti oleh Lehmann
kedeposit teras yang luas yang terdapat pada kedua sisi
Kendeng Ridge, dan disebut upper terrace.
Di bagian timur, selain menjadi rendah Kendeng Ridge
juga makin menyempit, karena anticline paling selatan sedikit
demi edikit terbenam (plunge) ke timur di bawah sedimen muda
dataran lartas. Tetapi pada tepi Sungai Brantas yang lain
beberapa anticline nuncul keluar dari pada material sedimen
yang menutupnya d beberapa tempat, dan dengan demikian
jelaslah bahwa mereka mungkin merata (flotten out).
Selanjutnya dataran Brantas dan terutama deltanya terisi
dengan lapisan penutup yang tebal dari young black clay yang
tak terlipat, yang pada suatu saat dibentuk pada permukaan dan
Semarang terletak sampai 118 meter di bawah permukaan laut.
Terang bahwa delta Brantas sekarang menjadi bagian dari
subsiding zona di mana sedimentasi dapat mengimbangi tingkat
penenggelaman. Karena besarnya endapan dari sungai-sungai,
maka perpindahan keluar dari pantai laut berjumlah di sini
sebanyak 50-100 meter/tahun. Kelanjutan daerah tenggelam ini
yakni Selat Madura, dianggap sebagai ujung timur dari Kendeng
geosyncline yang belum selesi terbentuk, tetapi pengisian oleh
sedimen masih terus berjalan dan pelipatan belum mulai.

 Rembang Hills
Nama ini dipakai untuk seluruh daerah berbukit di utara
zona Kendeng. Meskipun daerah ini juga terdiri atas suatu
kompleks pelipatan, namun beberapa hal berbeda dari zona
Kendeng:
a. Perbedaan-perbedaan pada tektonik: pelipatan berbentuk
landai dan lebih symetris dari pada zona Kendeng, dimana
pelipatannya curam dan upturned.
b. Perbedaan stratigrafis: deposit neogene muda adalah lebih
tipis karena daerah terletak di luar axis/punggung neogene
geosynclinal dan merupakan daerah peralihan, daerah Laut
Jawa yang stabil. Lagi pula beberapa deposit, terutage
pleiocene atas, terdiri atas limestoneyang mempunyai efek
besar terhadap topografinya. Sebaliknya deposit pleistocene
rendah dan tengah terdiri dari clays (tanah liat) dan dengan
mudah bisa dipindahkan oleh erosi dalam syncline: pelipatan
mungkin terjadi pada bagian akhir dari pada pleistocene
tengah.
c. Perbedaan Fisiografis: bila dibandingkan dengan zona
Kendeng, maka walaupun anticline-nya sebagian
melengkung, tapi dari sudut topografisnya maka masih
merupakan elevasi dan menonjol, dan mereka tidak tertutup
oleh peneplain hampir-hampir horizontal.

Pola aliran yang asli dari kebanyakan anticlyne adalah


radial, tetapi selama fase-fase terakhir dari pelipatan dan
pengangkatan dari beberapa anticlyne, maka sungai-sungai
membentuk lembahnya pada (levelled survace) dan berubah
alirannya menjadi subsequent pada zona yang perbatuannya
lunak. Tapi igir-igir dari batuan keras terbagi menjadi seksi-
seksi pendek olah lembah-lembah yang melintang (transverse
furrows), mungkin ini menunjukkan tempat- tempat saluran
pola aliran yang radial pada waktu dahulu. Demikian juga relief
yang khusus dari pada Pulau Madura, disana hog bock yang
sangat panjang, terbagi oleh transverse grooves berselang-
selang dengan rolling country (daerah yang berombak) di
daerah- daerah mergel yang lunak (softer mar)
Pada ujung timur laut, zona Rembang tampaknya agak
serupa dengan ujung zona Kendeng, yakni hanya strip utara
yang melebar ke timur, sedang bagian selatan tertimbun di
bawah sedimen- sedimen fluvial plain, kecuali pada beberapa
antiklinal yang terisolir.

Antiklinal-antiklinal tersebut, terutama bila mereka terdiri


dari "limestone carapace", terpotong oleh banyak patahan
(antiklinal Pegat, Ngimbang dan Grissee) dan juga (menurut
Duyfjes lit. 22, 2) terjadinya selat transverse/melintang yang
sempit antara Rembang zona dan kelanjutannya di Pulau
Madura mungkin sekali disebabkan oleh transverse fault
(patahan melintang).

D. JAWA TENGAH
Jawa Tengah mempunyai tiga zona, yang mempunyai sifat yang berlainan
bila dibandingkan dengan yang terdapat di Jawa Timur, mereka hanya dapat
dibedakan dengan beberapa kesulitan karena yang satu dengan yang lain
saling berhubungan. Meskipun demikian, zona-zona ini tetap kami bicarakan
tersendiri dan dengan urutan seperti halnya di Jawa Timur.

1. ZONA SELATAN
Hanya beberapa sisa-sisa masih nampak dari zona selatan ini,
karena sebagian besar dari padanya telah tertutup oleh aluvial lain.
(Harus diingat bahwa hanya terjadi coastal plain di pantal selatan
bilamana zona plateau turun di bawah permukaan laut). Sisa-sisa ini agak
berbentuk dome dan (selain sepotong Eucene yang kecil di Nanggulan)
terdiri dari oligocene andesitis dan breccias, sebagian tertutup oleh
miocene limestone.
Sesudah terjadi beberapa gerakan tektonik daerah ini selama
waktu lama, sampai sebagian dari peneplain terangkat menjadi suatu
dome oleh gerakan yang terjadi sesudah gerakan-gerakan tektonik tadi.
Tetapi di atas dome ini masih terdapat bagian-bagian dari peneplain lama
yaitu di dalam dan di sekitar daerah kapur. Juga di lereng-lereng masih
ada sisa-sisa dari peneplain lama dan mungkin juga dari lapisan
intermediate. Terutama lereng-lereng bagian selatan, yang tersusun
daripada hard breccios tampak seperti sabuk yang mengelilingi bagian-
bagian dalamnya, di mana batuan- batuan yang lebih lunak mengalami
erosi yang hebat. Berdasarkan deskripsi ini dapat ditarik kesimpulan,
bahwa terjadinya daerah ini merupakan persamaan dengan zona selatan,
yang ada di sebelah timurnya. Dengan demikian pegunungan Kulon
Progo kira-kira bersamaan waktunya dengan uplift zona selatan di Jawa
Timur
Pada sisi sebelah utara, gunung Kulon Progo terpotong oleh
escarpment, seperti halnya di lain tempat di zona selatan. Tapi pelipatan
menjadi lebih kuat, sehingga sifat tektonik berubah dan bisa dianggap
sebagai transis: ke zona tengah.

2. Zona Tengah
Berbeda dengan Jawa Timur, zona tengah daerah Jawa Tengah bukan
suatu depresi tetapi berupa pegunungan: yang disebut South Serayu
Mountains, sedangkan zona selatan, yang merupakan zona plateau yang
terangkat yang letaknya lebih ke timur, sebagian tertutup oleh aluvial plain
di Jawa Tengah. Nampaknya dua zona tersebut punya gerakan-gerakan
yang berlawanan (opposite).
Subsidence yang paling kuat terdapat di sebelah Nusakambangan, di
mana aluvial plain yang lebar dari dataran rendah Citandui menutup
semua struktur-struktur lainnya, sedimentasi di bagian selatan, meskipun
kuat, tapi tak bisa mengimbangi penenggelaman tersebut, dan oleh
karenanya di sini tak hanya dijumpai rawa-rawa luas tetapi juga terjadi
walau tertutup (inland sea) Segara Anakan yang telah menutupi dataran di
dekatnya. Salah satu dari outlet-nya adalah merupakan selat sempit di
antara Pulau Nusakambangan dan daratan Jawa Barat, jalannya yang
berbelok-belok di antara bukit-akit memperlihatkan bahwa selat ini dahulu
merupakan Suatu lembah sungai yang melewati jalur bagian selatan, yang
tenggelam di bawah permukaan laut karena penurunan yang terjadi
kemudian.
3. Zona Utara
Lapisan volcanic breccias secara tak sejajar (unconvormable)
lapisannya menutup beds yang sangat terlipat dari zaman Pleistocene
Tengah (yang mana disini disebut upper damar beds), maka pelipatan dan
pembentukan permukaan terendah pasti terjadi pada bagian terakhir dari
Pleistocene Tengah. Maka dari itu endapan vulkanis terjadi kira-kira pada
akhir pleistocene tengah atau bahkan mungkin pada permulaan
pleistocene muda. Nama Notopuro beds dapat dipakai asalkan tidak
terlalu menghubungkan istilah ini dengan arti stratigrafis
Endapan terdapat dalam lembah yang lebar di sekitar gunung api
Ungaran dan Van Bemmelen, yang telah membuat penyelidikan daerah ini
menganggapnya sebagai hasil dari gunung Ungaran Tua yang mana
bekas-bekasnya Irennants sekarang masih nampak. Endapan-endapan
tersebut menga an pengangkatan (seperti sisa zona Kendeng) dan pada
beberapa tempat mengalami patahan, sedang pusat dar vulkana tua
Ungaran tenggelam sepanjang patahan yang melingkar Dan depressi ini
kemudian timbul gunung api muda Ungaran yang sekarang disalurkan
airnya oleh sungal-sungai yang memotong lembah-lembah sempit pada
outer rim yang terangkat, yang terdiri atas volcanic breccias. Karena
lapisan mergel yang lapisannya lunak (ini pernah terlihat pada trio-
pleistocene), maka pengaruh erosi itu kuat, dengan demikian lapisan
penutup volcanic breccias tadi terbelah sepanjang batas-batasnya dan di
tempat-tempat tertentu menjadi lereng curam.
Pada bagian selanjutnya, zona utara hampir seluruhnya ditempati oleh
kompleks-kompleks vulkaniks pertama-tama Dieng:
a. Dieng group: terdiri dari kumpulan gunung berapi dengan di
antaranya sebuah plateau dengan tempat-tempat erupsi kecil.
Gunung Sindoro adalah gunung berapi muda yang mengesankan di
sebelah tenggara dari Dieng, yang merupakan transisi ke gunung
berapi zona tengah.
b. Jembangan group: di sebelah barat Dieng, terdiri dari gunung
berapi tua dan depressi vulkano tektonis. Menurut Vas Bemmelen
kelompok Jembangan sangat dipengaruhi oleh patahan, sepanjang
fault ini ada bagian-bagian yang tergelinc ke bawah (slide down).
Adanya plateau-plateau yang ganj dekat Karang Kobar diterangkan
oleh Van Bemmelen dengan cara yang sama. Beberapa pelipatan
yang kuat old volcanic deposit sepanjang batas utara dari gunung
berapi dekat Pekalongan, oleh Van Bemmelen diangga sebagai akt
penggelinciran sebagian gunung berapin (grafitetona tektogenesis).
Bahkan sekarang vulkanik zana keci dekat Karang Kobar
mengalami sliding down perlahan-lahan, hain dapat ditentukan
dengan angulasi.
c. Pelipatan Zona: yang timbul di sebelah selatan dari kelomp
Jembangan, menyebar ke arah barat, menjadi suatu lipat (firgantion
of faults). Pelipatan sebelah selatan tetap arahn ke sebelah barat,
sedang pelipatan-pelipatan yang palir utara menuju barat laut dan
sampai mencapai coastal plai (sama dengan daerah pantai)
sebelah utara.

Daerah pelipatan di sebelah utara dan selatan gunung Slamet dan


melalui gap-gap nya sampai pada daerah pantal dimana terdapat juga
kipas yang luas dan melebar. Dengan demikian folded zona terbagi
menjadi pulau-pulau terpencil yang dikelilingi oleh aliran vulkanik dan
bagian-bagian yang rendah telah tersilapkan (oferflowed). Pada Gunung
Slamet sendiri dapat dibedakan:
a. Bagian tua, yaitu bagian barat yang mengalami gerak tektonis,
b. Kerucut muda, pada sebelah timurnya, dan
c. Beberapa tempat erupsi yang kecil pada lereng timurnya.

Di sebelah barat Gunung Slamet rantai pelipatan (folded choins)


nampak lagi. Lalu menyebar dalam bentuk virgation dan hampir
mencakup seluruh luas Pulau Jawa kecuali dataran datarannya. Di sini
timbul lagi, sebagai sedimen terlipat yang termuda, deposit-deposit dari
Bumiayu yang berasal dari Olde-Middle Pleistocene, yang diselidiki oleh
Ter Haar, deposit Bumiayu ini nampaknya menutupi lapisan tertier secara
teratur (conformable). Karena itu Ter Haar menduga pelipatan utama
terjadi dalam waktu Pleistocene Tengah, meskipun di lain tempat, di
mana pelipatan ini tak terjadi, lipatan yang lebih tua mungkin lebih banyak
terdapat.

E. JAWA BARAT
1. Zona Selatan

Di Jawa Barat zona selatan merupakan lagi suatu jalur yang panjang
dan lebar (a continuous and road strip), yang membentang dari
Nusakambangan di sebelah timur hingga ke Pelabuhan ratu di sebelah barat.
Di sini jalur ini berakhir dengan tiba-tiba dan disusul oleh lekukan laut dalam
(deep sea basin), yang menjadi bagian dari Lautan Indonesia.

bagian barat (daerah lampang, karena daerah ini diketahui paling balk
bentuknya yang khusus yalni bock dengan kemiringan ke arah selatan dan
dengan sebuah escarpment di batas utaranya Dari sudut geologi, endapan
muda yang breccias (Beser series) dan tuff laut putih dan batu pasir yang
disebut bentang beds; deposit-deposit ini menutup patan dari Miocene Tua
secara unconformtable dan mereka tidak saling tercampur (undisturb beds)
kecuali kemiringan yang kel dan teratur yang menuju ke selatan. Karena
permukaa tu, igir yang dijumpai di banyak tempat hampir bersamaan waktu
wjadinya dengan deposit Bentang series teratas, maka kami menduga bahwa
seperti yang terjadi di pegunungan selatan dari Jawa Timur, permukaan tadi
selama Pliocene letaknya sedikit saja di atas permukaan air laut dan oleh
karenanya sedikit material saja dapat diangkut dari sini. (Kemungkinan
lainnya masih ada, bahwa pada suatu ketika Bentang beds punya lapisan
yang lebih tebal dan sesudah mengalami pengangkatan tanpa tilting
sedikitpun beds yang paling atas terangkut ke bawah sampal upper beds
yang sekarang ada. Bagaimanapun juga permukaan Pliocene bersama-sama
dengan Bentang Beds kemudian mengalami tilting dan lembah yang dalam
yang tampaknya canyons, sekarang memotong old plateau. Oleh karena
porositas maka lapisan tuff putih ini terkikis/undermined dari bawah dan dari
cliff yang tegak, hal mana memberikan karakter khas pada bagian ini dari
tona plateau selatan. Pola berupa garis lurus yang ganjil (curious recolinear
pattern) dari beberapa canyon dan cliff (sepert misalnya Benghreng cliff)
masih harus diselidiki lebih lanjut. ointing mungkin punya pengaruh sedikit
tapi patahan-patahan penting belum dijumpai disini.

pada bagian luas dari plateau suatu lower platform, yakni Lengkong
level, merupakan permukaan plateau, misalnya pada ujung barat daya
plateau dan sepanjang aliran atas (upper course) dari pada sungai Cikaso.
Tingkat erosi bawah (lower erosion level) dibeberapa tempat memotong
deposit-deposit Miocene Muda secara onlik; ini mungkin disebabkan oleh
base leveling sesudah permukaan Pliocene terangkat untuk pertama kalinya
dan mengalami tilting, agaknya pada Older Pleistocene. Pada ujung barat
daya sisa-sisa deposit pantai tua yang terangkat telah dijumpai Duyfjes pada
lower platform tadi, dan ini menunjukkan adanya submergence sementara di
bawah permukaan taut Daerah ini mempunyai pola lembah-lembah yang
aneh yang mengalir paralel dengan pantai. Hal ini bisa diterangkan karena
sungai-sungainya telah mengalir sejajar dengan pantal antara igr igir pantai
yang mirip sebelum terjadi uplift.

2. Zona Tengah
Ada titik-titik persamaannya antara zona tengah di Jawa Timur dan
Jawa Barat yaitu keduanya merupakan depres bila dibandingkan dengan
zona sekitarnya dan kedua-duanya mempunyai gunung-gunung berapi.
Sebaliknya ada ju perbedaan-perbedaannya. Meskipun zona tengah di Jawa
Barat dapat dikatakan merupakan depressi bila dibandingkan dengan zona
utara dan selatan, tidaklah berarti bah ini terletak pada evaluasi yang rendah;
depressi bandung misalnya punya tingg antara 650-675 meter di atas
permukaan air laut. Lagi pula gunung-gunung api tak terletak pada garis yang
lurus sepanjang tengah-tengah depressi, tapi berupa kelompok-kelompok
yang tak teratur, dan seakan-akan masing-masing dipisahkan oleh depresi
yang satu sama lain bergandengan. Lagi pula di beberapa tempat igir-igir
yang terlipat menyelingi depresi, sedang pada zona tengah di Jawa Timur hal
ini jarang sekali terdapat.

Di sini hanya terdapat bukit-bukit terpencil yang muncul dari aluvial


lain. Tetapi di sebelah utaranya, bukit-bukit dari batuan terlipat terus
membujur lebih jauh ke Jawa Barat. Tapi disini lembah-lembah dan depressi
yang agak dalam (misal: Lembah Majenang) semuanya terisi aluvial deposit.
Ke arah barat semua batuan yang terlipat menghilang di bawah lapisan
endapan vulkanis yang berubungan dengan Gunung Sawal Tua. Deposit ini
menutup plateau Ranca yang punya dip melandai ke arah selatan seakan-
akan karena telah mengalami tilting, maka akibatnya drainage-nya juga
berbelok ke selatan (ditunjukkan dalam small dashes pada peta), dan dengan
demikian membagi permukaan plateau menjadi jalur-jalur yang sempit. Suatu
problim geomorfologis yang menarik ialah: mencari basal plain dari lapisan
vulkanis pada daerah sekitarnya dan mencari hubungannya dengan
Kumbang ridge, Linggopuro beds dan dengan gerakan-gerakan tektonis yang
bermacam-macam itu.

Selanjutnya basin dari zona tengah, yaitu depresi Cianjur Sukabumi,


telah mengalami penenggelaman jauh lebih rendah dari pada dataran
Bandung yakni bagian yang terendah terdapat pada kira-kira 70 meter di atas
permukaan laut. Di tengah-tengah depressi ini timbul gunung berapi kembar,
yaitu: gunung Gede dan Pangrango Jadi disini keadaannya sama dengan
yang ada di Jawa Timur. Tapi pada banyak tempat pada jalur-jalur batuan
lebih tua yang terlipat muncul dari lapisan vulkanis, terutama dekat dengan
Sukabumi. Batuan- batuan ini dapat dianggap sebagai massa peralihan
(intermediate block) di antara zona selatan yang lebih tinggi di satu sisl dan
depresi yang lebih dalam di lain sisi. Permukaan puncaknya yang rata-rata
(lempengan surface) adalah lebih tua dari pada sisa Gunung Kencana Tua
dan daripada deposit-deposit vulkanis tua yang menutupnya pada kedua sisi
Sukabumi; permukaan bagian atas ini mungkin bersamaan waktu kejadiannya
dengan Lengkong plateau meskipun pengangkatannya lebih rendah daripada
zona selatan.

Seperti telah dikatakan sebelumnya bagian zona tengah yang paling


barat, yakni zona Bantam sama sekall berbeda dengan bagian-bagian lainnya
dari pada zona ini. Bagian ini merupakan daerah pegunungan yang tersusun
dari perbatuan intrusive dan berlapis-lapis; tebingnnya sudah terkikis dengan
kuat. Terdapat juga permukaan lebih kurang rata yang disebabkan karena
strukturnnya, tetapi mungkin juga karena jangka waktu-waktu yang tenang
dalam proses pengangkatan dan karena warping. Pegunungan tersebut turun
menuju lautan Indonesia secara bertingkat-tingkat (step wise). Penyelidikan
yang akan datang baiklah memeriksa tingkat-tingkat erosi yang bermacam-
macam dan menentukan hubungannya dengan ciri-ciri lain dan sedimen
sedimen yang sudah ditentukan umurnya,

3. Zona Utara
Merupakan blok-blok yang tak teratur dan di beberapa tempat fault
merupakan jalan dimana volcanic flows dari kompleks gunung berapi
Tangkubanperahu bisa mencapai daerah pantai (coastal plain) di sebelah
utara.
Di beberapa tempat, misalnya di dekat Gunung Tampomas dan
Sungai Cimanuk, daerah pelipatan telah rata dan berbentuk plateau. Ada
gunanya, seandainya umur plateau tersebut dari hubungannya dengan
vulkan-vulkan tua dan dengan Tambakan beds dapat ditentukan.
Pada zona luar di mana Tambakan beds yang resisten tidak ada,
reliefnya telah diratakan menjadi bukit-bukit rendah yang hampir tidak timbul
di atas permukaan aluvial plain dan akhirnya tertimbun di bawah a yium.
Gop yang terbesar di zona utara terdapat dekat Bogor, gap ini jadi
tempat berlalu vulcanic flows dari gunung Salak dan Gede Pangrango yang
meluas dalam bentuk kipas dan hampir mencapai Jakarta. Rantai pelipatan
sebelah timur dari gap ini tertutup oleh lapisan vulkanis yang lain pada tingkat
lebih tinggi. Rantai pelipatan tersebut mungkin berhubungan dengan massa
kapur Kalapanunggal yang mempunyai bukit-bukit krucut dan ciri-ciri karst lain
(yaitu timur laut Bogor).
Kipas dari gunung Salak-Gede tersebut di atas, sekarang terkikis
oleh lembah-lembah yang sangat dangkal dan lebar juga yang menyebar
seperti kipas ke segala penjuru. Lembah-lembah ini mungkin terbentuk
segera sesudah deposisi bidang-fan yang paling atas, sesudah terjadi erupsi
yang kuat sewaktu deposit masih tersusun dari fresh ashes (abu vulkanik
segar). Fenomena yang sama telah diamati sesudah letusan pada waktu
akhir ini, (misalnya Gunung Merapi) waktu lembah-lembah dengan tebing
yang curam terbentuk pada fresh deposit dalam waktu yang sangat singkat.
Di sebelah barat gap Bogor, pada zona utara terdapat suatu karakter
peneplain yang bergelombang, dan zona utara ini meliputi tuffaceous
Pliocene yang sedikit terlipat, diselingi hanya oleh massa intrusif yang lebih
resisten, seperti misalnya Gunung Cimanggis yang telah diratakan, atau oleh
runtuhan gunung berapi tua, misalnya guning Endut. Di sini, strike dari
pelipatan berbelok ke arah utara dan strike yang sama diduga menentukan
susunan (arrangement) dari pada Pulau Seribu di Laut Jawa di sebelah utara
Bantam. Peneplain yang terangkat dan terkikis di sebelah selatan dekat
dengan Pegunungan Bantam tengah turun ke bawah sampai setinggi daerah
pantai uvial. Pembentukan batas permukaan mungkin sekarang berjalan
terus. Aluvium didapati juga pada lembah-lembah yang dangkal dan
membuktikan bahwa permukaan laut telah naik. Selanjutnya peneplain
dijumpai di bawah daerah pantai dengan dibuktikan oleh singkapan zaman
tertier pada dataran tadi, dan selain itu dengan jalan pemboran yang
menunjukkan bahwa permukaan dari beds yang terlipat melandai ke arah
laut, di Jakarta kira-kira sedalam 50 meter, terisi oleh recent marine dan fluvio
vulcanic beds. Tapi dalamnya dari pada lapisan ini berbeda-beda karena
menjadi nampak lagi di sebelah barat Jakarta.
Di bagian barat dari kompleks Tangkuban Perahu bagian tertua
adalah gunung Burangrang yang dihubungkan dengan apa yang disebut
caldera rim Gunung Sunda. Berdasarkan pola erupsi, rim kaldera Gunung
Sunda termasuk generasi kedua atau ketiga. Volcanic flows muda yang
mengalir melalui lembah-lembah yang sudah ada pada sebelumnya pelipatan,
menuju ke Purwakarta; oleh karenanya gunung berapi ini pasti lebih muda
dari pelipatan tersebut, proses perataan, dan lembah-lembah pertama dari
zona utara; sesudah ini sungal-sungainya memperdalam lembah- 'lembah
dari aliran vulkanis tadi, yang sekarang merupakan teras- teras sepanjang
lembah-lembah tersebut. Setelah kaldera tadi terbentuk, Gunung Tangkuban
Perahu yang recent beserta kawah kembar yang indah muncul dan fluvio
volcanic fons melebar ke arah utara dan selatan ke arah dataran Bandung,
(tentang urutan erupsi, lihat Van Bemmelen).

F. BENTANG LAHAN YANG ADA DI PULAU JAWA


1. Bentuk Lahan Alluvial
Bentuk Lahan Alluvial berada di aliran sungai Bengawan Solo di Wilayah
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sungai memiliki Panjang sekitar 548 km
yang membelah beberapa wilayah di Kawasan Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sungai ini bermuara di laut.

Gambar
Sungai Bengawan Solo

2. Bentuk Lahan Eolin / Karena angin


Di Yogyakarta terdapat bentuk lahan coastal dune dari material gunung
berapi yang bererupsi dan mengalami perjalanan panjnag hingga di
sungai opak dan sungai progo yang bermuara di pantai selatan.
Meterialnya lalu mengendap dan terbawa ombakk hingga kepantai, lalu
mengering dan mengalami proses deposisi hingga selanjutnya menjadi
gumuk pasir

Gambar
Wisata gumuk pasir di Yogyakarta
3. Bentuk Lahan Karst
Daerah Karst yang terdapat pada kawasan Sungai Opak adalah Karst
Gunung Sewu, Pegunungan Sewu merupakan hasil proses pengikisan
dan pengangkatan, ditandai dengan adanya diaklas-diaklas pada lapisan
batuan kapur, air hujan yang jatuh dipermukaan bumi menghilang dalam
lubang ponor ( penghujung sungai bawah tanah menuju laut ), dan
meresap melalui diaklas-diaklas yang kemudian melarutkan dinding kapur.
Wilayah Karst juga terdapat di tepian Pantai Parangtritis ditandai dengan
perbukitan batugamping yang berjejer sepanjang pantai di arah timur.

Gambar
goa jomblang gunung sewu
4. Bentuk Lahan vulkanik
 Morfologi vulkanik yang mempengaruhi daerah Sungai Opak-Parangtritis
adalah berasal dari Gunung Merapi, sehingga daerah kawasan Sungai
Opak tertutup oleh endapan Gunung Merapi.
Gambar
Gunung merapi
5. Bentuk lahan Marine
Pantai parangtritis sebenarnya tergolong pantai emergence ( pantai
terangkat ), kemudian tenggelam sebagian,namun masih tergolong pantai
emergence ( khususnya bagian timur) sedang bagian barat lebih
mencirikan sub emergence yang telah terendapi oleh hasil erosi berupa
dataran alluvial serta gumuk-gumuk pasir.
6. Bentuk Lahan Struktural
Morfologi Struktural yang berada di sekitar Sungai Opak adalah perbukitan
bergelombang yang mendominasi di bagian Barat Bantul, dengan kondisi
telah mengalami perlipatan dan tersesarkan, struktur yang paling
mencolok dari kawasan ini adalah terdapatnya perlipatan, dan sesar
utama adalah sesar opak yang sejajar dan melalui Sungai Opak.

Gambar
Sesar opak
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
zona ini sepanjang Pulau Jawa tidak berbeda, walaupun terdapat
variasi setempat yang cukup besar. Sifat zona yang ada di Jawa ada 3,
sebagai berikut: Zona Selatan, Zona Tengah, Zona Utara, dengan macam
segala bentuk lahan yang ada kecuali bentuk lahan glasial.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Sriyono, M. (2018). Geologi dan Geomorfologi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit


Ombak.

Kurnianto, F. A. (2019). Proses-Proses Geomorfologi pada Bentuk Lahan


Lipatan. Majalah Pembelajaran Geografi, 2(2), 194-196.

Natasia, N., Mardiana, U., & Alfadli, M. K. (2018). Geomorfologi dan Ciri Fasies
Vulkanik Pada Sungai Cihideung dan Ciparikalih, Sub Das Cibadak, Gunung
Salak, Jawa Barat. Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, 16(2), 127-
134.

PURWOKO, Y. (2014). GEOLOGI DAN KENDALI GEOMORFOLOGI TERHADAP


FENOMENA KARST DAERAH SEPANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN
TULAKAN, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR (Doctoral
dissertation, UPN''VETERAN''YOGYAKARTA).

Setiawan, H. (2017). GEOLOGI DAN STUDI GEOMORFOLOGI TEKTONIK SESAR


PANGULURAN DAERAH SUMBER AGUNG DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN SUMBERMANJING, KABUPATEN MALANG, PROVINSI
JAWA TIMUR (Doctoral dissertation, UPN" Veteran" Yogyakarta).

Parorak, C., Yuwanto, S. H., Bahar, H., & Abdilbar, A. A. (2019). Geologi dan
Analisis Kualitas Batugamping Sebagai Bahan Baku Semen Daerah Solokuro
dan Sekitarnya, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Sumberdaya Bumi Berkelanjutan (SEMITAN), 1(1), 222-226.

Anda mungkin juga menyukai