Anda di halaman 1dari 20

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA

OLEH:

EBMAH AHMAD QADAPI PAEBA

1515040010

PENDIDIKAN GEOGRAFI A

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Keadaan Geografi Pulau

Jawa. Salawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Rasulullah

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan

menuju zaman yang serba modern dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti

saat sekarang ini.

Ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat

pada waktunya. Ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi

tugas pada mata kuliah Geografi Regional Indonesia.

Penulis menyadari tidak ada manusia yang sempurna. Penyusunan makalah

ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para pembaca untuk perbaikan

dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kesalahan

dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 08 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber dan Fungsi Vitamin Larut dalam Air....................................................3

2.2 Kerusakan Vitamin larut dalam air pada Bahan Makanan.....................9

2.3 Penanganan Kerusakan Vitamin larut dalam air pada Bahan Makanan..10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki
panjang pantai 95.18 km menempati posisi ke-4 setelah Kanada, Amerika Serikat,
dan Rusia. Pantai di Indonesia menawarkan beragam keindahan yang bernilai jual
tinggi untuk kegiatan pariwisata, olahraga kebaharian dan sangat potensial bagi
pengembangan ekonomi nasional baik karena potensi ruang dan kekayaan alamnya
maupun nilai estetikanya. Walaupun memiliki potensi yang besar, kegiatan ekonomi
penduduk Indonesia di wilayah pantai masih berorientasi ke daratan.
Jawa merupakan pulau yang berbatasan dengan laut Jawa di sebelah utara,
samudera hindia di sebelah selatan, selat sunda di sebelah barat, dan sebelah timur
berbatasan dengan selat Bali. Jawa merupakan bagian dari lempeng tektonik Pasifik.
Di Indonesia lempeng tektonik Pasifik disebut lempeng benua, dimana Jawa
merupakan jalur pertemuan 2 lempeng yaitu lempeng Indo-Australia dengan
lempeng Pasifik.
Pulau Jawa dikelilingi oleh dua perairan yang berbeda karakteristiknya.
Perairan laut di sisi selatan pulau Jawa mempunyai karakteristik dengan topografi
dasar laut yang curam, dan gelombang besar, serta berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia. Sedangkan perairan laut di sisi utara pulau Jawa memiliki
karakteristik dengan kondisi topografi dasar laut landai dan bergelombang relatif
kecil serta berbatasan langsung dengan laut Jawa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapaun rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana keadaan geografi fisik pulau Jawa (keadaan geografis, geomorfologi
serta tanah dan pemanfaatannya)?
2. Bagaimana keadaan ekosistem pulau Jawa (iklim, laut, hidrologi serta flora dan
fauna)?
3. Bagaimana keadaan ekosistem alami pulau Jawa (pantai, sungai, rawa, danau,
dataran rendah serta pegunungan)?
4. Bagaimana keadaan penduduk dan sumber daya alam pulau Jawa (persebaran
penduduk, pemanfaatan sumber daya alam serta gangguan sumber daya alam
dan upaya penanggulangannya)?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan makalah ini adalah:
1. Mengetahui keadaan geografi fisik pulau Jawa (keadaan geografis, geomorfologi
serta tanah dan pemanfaatannya).
2. Mengetahui keadaan ekosistem pulau Jawa (iklim, laut, hidrologi serta flora dan
fauna).
3. Mengetahui keadaan ekosistem alami pulau Jawa (pantai, sungai, rawa, danau,
dataran rendah serta pegunungan).
4. Mengetahui keadaan penduduk dan sumber daya alam pulau Jawa (persebaran
penduduk, pemanfaatan sumber daya alam serta gangguan sumber daya alam
dan upaya penanggulangannya).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Geografi Fisik Pulau Jawa


2.1.1 Keadaan Geografis
Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia,
yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara maritim.
Sebagai bagian dari negara maritim, Pulau Jawa dikelilingi oleh berbagai perairan,
baik samudera, laut, maupun selat. Secara geografis, letak Pulau Jawa berbatasan
langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Selat Bali di sebelah Timur, Samudera
Hindia di sebelah Selatan, sedangkan disebelah Barat berbatasan dengan Selat
Sunda, sebagaimana dijelaskan oleh gambar berikut:

Gambar 1. Peta Indonesia

2.1.2 Keadaan Geomorfologi


Pulau Jawa mempunyai sifat fisiografi yang khas dan hal ini disebabkan
karena beberapa keadaan. Satu diantaranya Jawa beriklim tropis. Disamping itu ciri-
ciri geografinya disebabkan karena merupakan geosiklinal muda dan jalur orogenesa
dengan banyak vulkanisme yang kuat. Kondisi seperti itu mengakibatkan Jawa
mempunyai bentuk yang sempit dan memanjang. Perubahannya dalam bagian-bagian
tertentu yaitu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau Jawa.
Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipelajari di
Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan
pelapukan yang cepat dan intensif, danudasi, dan gejala yang mengikuti adalah erosi
vertikal. Perbedaan topografi yang disebabkan karena adanya perbedaan batuannya
kurang nampak jelas bila dibandingkan dengan daerah iklim lain, meskipun pulau
Jawa banyak terdapat lembah kecil dan mempunyai tebing yang curam. Akibatnya
banyak hujan berarti banyak air yang harus dibuang sehingga banyak terjadi
dijumpai parit alam (gully) yang begitu rapat. Karena banyaknya pari-parit yang
rapat mengakibatkan topografinya terkikis, sehingga sisa permukaan yang dulu
pernah terangkat tinggal sebagian igir yang sempit dan akan hilang dalam waktu
singkat.
Sebaliknya peneplain dan permukaan yang datar juga akan terbentuk dalam
waktu yang cepat dari pada di daerah iklim lainnya. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan suatu daerah berupa peneplain, tetapi untuk pulau Jawa mungkin
mengherankan mengapa semua topografinya belum merupakan peneplain. Alasannya
bahwa erosi dan danudasi dapat diimbangi oleh orogenesa muda dan epirogenesa
yang masih bergerak, yang mana gerak lipatan/ melipat masih terus berlangsung
dalam sebuah periode era pleistosen. Akan tetapi di balik itu gunung api banyak
mengeluarkan bahan-bahan yang banyak dari pada apa yang dihasilkan oleh gejala
erosi pada permukaan tanah.
Di pulau Jawa dapat dibedakan 3 zona pokok memanjang sepanjang pulau
yang biasa disebut dengan zona fisiografis. Ketiga zona ini sangat berbeda baik di
Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Jawa Barat. Dibagian tengah dan bagian paling
barat pulau Jawa, zona-zona serta jalurnya tampak kurang jelas karena menunjukan
adanya perubahan-perubahan. Zona-zona tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Zona Selatan
Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju laut
Hindia dan disebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang-kadang zona ini sering
terkikis sehingga kehilangannya bentuk platonya. Di Jawa Tengah sebagian dari zona
ini telah diganti (ditempati) oleh dataran alluvial.
b. Zona Tengah
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Di tempat-
tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah
sebagian daerahnya diganti (ditempati) oleh rangkaian pegunungan Serayu selatan,
yang mana disebelah utara berbatasan dengan depresi yang lebih kecil. Di bagian
paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.
c. Zona Utara
Zona utara terdiri dari rangkaian gunung lipatan, berupa bukit-bukit rendah
diselingi oleh beberapa gunungapi. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran
alluvial.

2.1.3 Tanah dan Pemanfaatannya


Adapun jenis-jenis tanah yang terdapat di pulau Jawa serta pemanfaatannya
adalah sebagai berikut:
1. Tanah Vulkanis
Tanah Vulkanis adalah tanah hasil pelapukan bahan padat dan bahan cair yang
dikeluarkan oleh gunung berapi. Tanah tersebut sangat subur karena
mengandung unsure hara atau mineral yang diperlukan tanaman. Jenis tanah ini
terdapat di pilau Jawa, Sumatera, Bali, Lombok. Pemanfaatannya dipergunakan
didaerah pertanian dan perkebunan. Tanah Vulkanis terdiri dari 2 jenis yaitu:
a. Regosol
Memiliki cirri-ciri berbutir kasar, berwarna kelabu hingga kuning, cocok
untuk tanaman palawija, tembakau dan buah-buahan
b. Andosol
Memiliki cirri-ciri berbutir halus, tidak mudah tertiup angin, berwarna abu-
abu, tanah ini sangat subur cocok untuk pertanian
2. Tanah Alluvial
Tanah alluvial adalah jenis tanah yang berasal dari pasir atau lumpur yang
dibawa oleh aliran sungai lalu diendapkan pada daerah dataran rendah atau
lembah. Unsure hara yang terkandung dalam tanah alluvial sangat bergantung
pada asal daerahnya dan tanah ini berwarna kelabu. Persebaran tanah alluvial ini
banyak terdapat pada daerah Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa.
Pemanfaatannya dipergunakan untuk daerah persawahan.
3. Tanah Podzoliq
Tanah ini terbentuk dari batuan kuarsa, banyak ditemukan di Sumatera, Jawa
Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Jenis tanah ini berwarna
merah sampai kuning, bersifat asam sekali. Kandungan bahan organic sedikit,
dan kandungan unsur hara rendah. Pemanfaatan tanah podzoliq ini cocok untuk
tanaman karet, pinus dan akasia.
4. Tanah Kapur/Mediterania (Terarosa)
Tanah kapur yaitu jenis tanah hasil pelapukan dari batuan kapur (batuan
endapan). Tanah ini terdapat di daerah-daerah pegunungan kapur, seperti
pegunungan Kidul, dan Pegunungan Kendeng di Jawa Tengah. Tanah ini
berwarna hitam dan miskin unsure hara, sehingga jenis tanah ini kurang
subur. Tanah kapur baik untuk tanaman Jati dan Palawija.
5. Tanah Litosol.
Tanah Litosol adalah jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak
begiti tebal. Tanah ini berasal dari jenis batuan-batuan keras yang belum
mengalami proses pelapukan secara sempurna sehingga sukar ditanami dan
kandungan unsure haranya sangat rendah. Jenis tanah litosol banyak
ditemukan dilereng gunung dan pegunungan diseluruh Indonesia. Tanah litosol
secara umum tidak bias dimanfaatkan, hanya sebagian kecil yang bias
dimanfaatkan untuk tanaman pohon-pohon besar dihutan, palawija dan padang
rumput.
6. Tanah Latosol.
Tanah latosol merupakan jenis tanah tua, tanah ini terbentuk dari batu api yang
kemudian mengalami proses pelapukan lebih lanjut. Jenis tanah ini banyak
terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah. Jenis tanah Latosol bersifat asam dan kandungan bahan organiknya
rendah hingga sedang. Tanah ini cocok untuk hutan tropis.
7. Tanah Mergel
Tanah mergek adalah campuran tanah liat, kapur dan pasir. Persebaran tanah
mergel terdapat di Kediri dan Madiun (Jawa Timur) serta Nusa Tenggara. Tanah
ini subur dan cocok dimanfaatkan untuk tanaman Jati.
8. Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah hasil pencucian karena pengaruh suhu rendah dan
curah hujan tinggi, mengakibatkan berbagai mineral yang dibutuhkan oleh
tanaman larut dan meninggalkan sisa oksidasi besi dan alumunium sehingga
tanah ini tidak subur. Tanah laterit terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, dan
Kalimantan Barat. Pemanfaatannya cocok untuk keplapa dan jambu mete.
9. Tanah Humus
Tanah humus terbentuk dari pelapukan tumbuh-tumbuhan. Tanah humus sangat
subur dan dapat ditemukan dibawah batuan dan tumbuh-tumbuhan yang lebat.
Tanah humus biasanya berwarna hitam.

2.2 Keadaan Ekosistem di Pulau Jawa


2.2.1 Iklim
Perubahan iklim yang saat ini terjadi disebabkan oleh pemanasan global
dimana terdapat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya temperatur rata-rata permukaan Bumi secara global dalam
lima dekade terakhir. Tiga faktor utama yang terkait dengan dampak perubahan iklim
global terhadap sektor pertanian yaitu:
1. Perubahan pola hujan dan meningkatnya kejadian iklim ekstrem (banjir dan
kekeringan)
2. Peningkatan suhu udara, dan
3. Peningkatan tinggi muka laut.
Seperti daerah lain di pulau tropis, pulau Jawa memiliki dua musim yaitu
musim hujan (selama bulan Oktober-April) dan musim kemarau (selama Mei-
September). Bulan-bulan terbasah adalah antara Januari-Februari. Jawa Barat dari
daerah basah Timur dan daerah pegunungan menerima curah hujan lebih tinggi.
Dataran tinggi Parahyangan Jawa Barat menerima lebih dari 4.000 mm per tahun,
sedangkan pantai utara Jawa Timur menerima 900 mm per tahun.
Suhu rata-rata Jawa Indonesia mulai dari 22 C sampai 29 C atau 71,6 -84,2
tentang F. Rata-rata kelembaban cuaca Indonesia Jawa adalah 75%. Daerah utara
yang lebih panas dari tengah-tengah Pulau, rata-rata 34 C di musim kemarau.
Daerah selatan biasanya lebih dingin dari wilayah utara.
Khusus wilayah Jakarta memiliki puncak musim hujan pada bulan Januari
dan Februari dengan curah hujan 350 milimeter. Suhu rata-rata adalah Jakarta 27 C.
Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, saat itulah Jakarta
dibanjiri, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah
hujan 60 milimeter. Pada bulan September dan awal Oktober adalah hari terpanas di
Jakata, suhu bisa mencapai 40 C (104 F). Iklim di Banten dan Jawa Barat daerah
sangat dipengaruhi oleh Monson
Perdagangan dan gelombang La Nina atau El Nino. Ketika musim hujan
cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Sumatera dan Samudera India yang
bergabung dengan angin dari Asia melalui Laut Cina Selatan), cuaca didominasi oleh
angin Timur yang menyebabkan harshed Banten, khususnya di pantai utara, bahkan
lebih sehingga ketika El Nino terakhir. Suhu di daerah pesisir berkisar antara 22 C
dan 32 C, sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400-1.350 m di
atas permukaan laut antara 18 C-29 C. Curah hujan tertinggi Provinsi Banten mulai
dari 2712-3670 mm pada musim hujan. Pada musim kemarau, curah hujan 615-833
mm tertinggi pada bulan April-Desember sedangkan curah huJawa Barat mungkin
memiliki suhu 9 C (48,2 F) di puncak Gunung Pangrango dan 34 C (93,2 F) di
Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah
pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
Wilayah Jawa Tengah memiliki curah hujan tahunan rata-rata 2.000 mm per
tahun, dan suhu rata-rata 21-3 C (sekitar 69,8 -89,6 F). Daerah dengan curah
hujan tinggi terutama berlokasi di Nusakambangan pulau (selatan Jawa), dan
sepanjang Pegunungan Serayu. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering
kekeringan di musim kering Blora dan daerah sekitarnya serta di bagian selatan
Wonogiri.
Dibandingkan dengan wilayah barat Jawa, Jawa Timur memiliki curah hujan
kurang. Curah hujan rata-rata 1900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100
hari. Suhu rata-rata berkisar antara 21-34 C (sekitar 69,8 -93,2 F). Suhu di daerah
pegunungan lebih rendah, dan bahkan di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru),
suhu bisa mencapai minus 4 C atau 24,8 F, yang menyebabkan hujan salju yang
lembut. Hujan terendah 360-486 mm bulan Juni sampai September.
2.2.2 Laut

Laut Jawa adalah perairan dangkal dengan luas kira-kira 310.000 km2 di
antara Pulau Kalimantan, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di gugusan kepulauan
Indonesia. Laut ini relatif muda, terbentuk pada Zaman Es terakhir (sekitar 12.000
tahun Sebelum Masehi) ketika dua sistem sungai bersatu. Di barat lautnya, Selat
Karimata yang menghubungkannya dengan Laut China Selatan. Di bagian barat
daya, laut ini terhubung ke samudra Indonesia melalui selat Sunda. Pada masa lalu,
Selat Karimata dan Laut Jawa ini dikenal pula sebagai Laut Sunda.

Di Laut Jawa terdapat beberapa gugusan pulau dan kepulauan: Kepulauan


Seribu di utara Kabupaten Tangerang dan secara administratif masuk dalam
wilayah DKI Jakarta, Kepulauan Karimun Jawa yang masuk administrasi Jawa
Tengah, Pulau Bawean dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, Kepulauan Masalembo,
dan Pulau Kangean beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang berada di bawah
administrasi Provinsi Jawa Timur.

Perikanan adalah kegiatan ekonomi penting di Laut Jawa. Ada 3000 lebih
spesies kehidupan laut di daerah ini. Laut Jawa, khususnya di bagian barat memiliki
cadangan minyak bumi dan gas alam yang dapat dieksploitasi.

Daerah sekitar Laut Jawa merupakan daerah tujuan pariwisata populer. Selam
scuba menawarkan kesempatan untuk menjelajahi dan memotret gua bawah laut,
kapal tenggelam, terumbu karang, dan kehidupan bawah air. Beberapa taman
nasional berada di daerah ini. Dekat Jakarta, di Kepulauan Seribu adalah Taman
Nasional Ujung Kulon. Karimun Jawa adalah taman nasional yang terdiri dari dua
puluh tujuh pulau.

Dalam Peta Indonesia, Pantai Selatan yang selanjutnya disebut dengan Laut
selatan merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan laut lepas yaitu
samudera Hindia, batas inilah yang secara langsung membentuk karakteristik dari
parameter Oseanografi yang terjadi di daerah pantai selatan jawa, selain parameter
oseanografi, laut selatan juga akan membentuk geologi yang unik yang membentuk
kondisi oseanografi yang berbeda dibanding dengan laut yang lain. Selain memiliki
keunikan kondisi Oseanografi, Laut selatan juga berpotensi terjadi Tsunami, seperti
yang telah terjadi Tsunami Di Pangandaran Jawa Barat 2006, Hal ini relatif berbeda
dibandingkan dengan laut Utara Jawa yang doprediksi tidak akan terjadi Tsunami
selama beberapa dekade mendatang.
2.2.3 Hidrologi
Pola hidrologi kawasan kars Kendeng Utara secara regional adalah pola
aliran paralel dimana terdapat penjajaran mata air dan mengikuti struktur geologi
yang ada. Pola aliran seperti ini merupakan cerminan bahwa pola aliran sungai di
kawasan kars Sukolilo Pati dan kawasan kars Grobogan dipengaruhi oleh struktur
geologi yang berkembang. Sungai-sungai yang mengalir dibagi menjadi dua zona,
yaitu zona aliran Utara dan zona aliran Selatan. Baik zona Utara maupun Selatan
adalah sungai-sungai yang muncul dari rekahan batugamping kawasan tersebut
atau karst spring dengan tipe mata air kars rekahan (fracture springs). Terbentuknya
mata air rekahan tersebut akibat terjadinya patahan pada blok batu gamping di
kawasan ini saat proses pengangkatan dan perlipatan.
Zona ditemukannya penjajaran mata air tersebut merupakan batas zona jenuh.
Pada zona Utara pemunculan mata air kars berada pada daerah-daerah berelief
rendah hingga dataran dengan kisaran ketinggian 20 - 100 mdpl dan pada zona
Selatan muncul pada ketinggian antara 100 - 350 mdpl. Bukti lain bahwa proses
karstifikasi kawasan ini masih berlanjut dan masih merupakan fungsi hidrologis
adalah ditemukannya sungai-sungai bawah permukaan yang keluar sebagai aliran
permukaan melalui corridor-corridor mulut gua yang ada pada daerah Sukolilo.
Bukti ini dapat dilihat dari sungai bawah tanah yang terdapat di Gua Wareh, Gua
Gondang, Gua Banyu dan Gua Pancuran. Keempat gua tersebut merupakan sistem
perguaan sekaligus sistem sungai bawah tanah yang masih aktif. Fenomena tersebut
memberikan gambaran bahwa perbukitan kawasan kars Kendeng Utara berfungsi
sebagai kawasan resapan air (recharge area), kemudian air resapan tersebut
terdistribusi keluar melalui mata air-mata air yang bermunculan di bagian
pemukiman dan di daerah-daerah dataran sekitar kawasan kars Pati dan Grobogan.
Dalam kawasan kars Kendeng Utara ini terdapat 33 sumber mata air yang
mengelilingi kawasan kars Grobogan dan 79 sumber mata air yang mengelilingi
kawasan kars Sukolilo Pati (Kendeng Utara). Keseluruhan mata air tersebut
bersifatparenial artinya terus mengalir dalam debit yang konstan meskipun pada
musim kemarau. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa pemunculan air di
sepanjang musim selalu berubah. Pada musim kemarau berdasarkan perhitungan dari
38 sumber air yang ada di kawasan Sukolilo mencapai lebih dari 1.009 lt/dtk, dan
mencukupi kebutuhan air lebih dari 7.882 KK yang ada di Kecamatan Sukolilo, dari
18 sumber air yang ada di Kecamatan Tawangharjo mencapai debit 462,796 lt/dtk
dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 5.000 KK yang ada di Kecamatan
Tawangharjo dan Wirosari, Kabupaten Grobogan. Perhitungan ini akan lebih
meningkat drastis pada saat musim hujan.

2.2.4 Flora dan Fauna


Di pulau jawa terdapat berbagai kekayaan flora dan fauna yang beragam
macam dan jenisnya, yaitu sebagai berikut:
1. Flora
a. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) atau nama lokal lainnya jatake adalah
tanaman yang berasal dari kepulauan Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini tumbuh
di daerah tropis, dan banyak dibudidayakan di Sumatera dan Thailand.

Gambar 2. Pohon Gandaria

Gandaria dimanfaatkan buah, daun, dan batangnya. Buah gandaria berwarna


hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal
gandaria. Buah gandaria yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut-manis
dan dapat dimakan langsung. Daunnya digunakan sebagai lalap. Batang gandaria
dapat digunakan sebagai papan.
Tanaman berupa pohon dengan ketinggian hingga 27 m dengan tajuk rapat.
Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong.
Waktu muda berwarna putih, kemudia berangsur ungu tua, lalu menjadi hijau tua.
Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, Buahnya bertipe buah batu, berbentuk
agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya
mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis,
dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin. Keping biji berwarna
lembayung.
Gandaria adalah tumbuhan tropik basah dan dapat tumbuh pada tanah yang
ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl., tetapi
dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam pada ketinggian sekitar 850 m dpl.
b. Cempaka putih atau kantil
Cempaka putih atau kantil (Magnolia alba (D.C.) Figlar & Noot.) adalah
salah satu anggota suku Magnoliaceae. Tumbuhan ini dikenal di Indonesia dan
beberapa negara tetangganya karena kuncup bunganya sering kali dipakai dalam
upacara-upacara tradisional atau ritual tertentu. Secara botani, ia adalah hibrida (hasil
persilangan) antara M. champaca dan M. montana.

Gambar 3. Bunga Kantil

c. Tumbuhan kepel atau burahol


Tumbuhan kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol) adalah pohon
penghasil buah hidangan meja yang menjadi flora identitas Daerah Istimewa
Yogyakarta. Buah kepel digemari puteri kraton-kraton di Jawa karena dipercaya
menyebabkan keringat beraroma wangi dan membuat air seni tidak berbau tajam.

Gambar 4. Tumbuhan Kepel atau burahol


Pohon tegak, tidak merontokkan daun secara serentak, tingginya mencapai 25
m. Tajuknya teratur berbentuk kubah meruncing ke atas (seperti cemara) dengan
percabangan mendatar atau agak mendatar. Diameter batang utamanya mencapai
40cm, berwarna coklat-kelabu tua sampai hitam, yang secara khas tertutup oleh
banyak benjolan yang besar-besar. Daunnya berbentuk lonjong-jorong sampai
bundar-telur/bentuk lanset, berukuran (12-27)cm (5-9)cm, berwarna hijau gelap,
tidak berbulu, merontal tipis; tangkai daunnya mencapai 1,5 cm panjangnya.
Bunganya berkelamin tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian berubah menjadi
keputih-putihan, muncul pada tonjolan-tonjolan di batang; bunga jantannya terletak
di batang sebelah atas dan di cabang-cabang yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-
16 kuntum, diameternya mencapai 1 cm; bunga betinanya hanya berada di pangkal
batang, diameternya mencapai 3 cm. Buahnya dengan 1-13 lembar daun buah bertipe
mirip buah buni (berrylike ripe carpels), panjang tangkai buahnya mencapai 8 cm;
daun buah yang matang hampir bulat bentuknya, berwarna kecoklat-coklatan,
diameternya 5-6 cm, perikarpnya berwarna coklat, berisi sari buah, dapat dimakan.
Bijinya berbentuk menjorong, berjumlah 4-6 butir, panjangnya sekitar 3 cm, berat
segar 62-105 g, serta bagiann yang dapat dimakan sebanyak 49% dan bijinya 27%
dari berat buah segar.
d. Sedap malam
Sedap malam (Polianthes tuberosa, bahasa Melayu: sundal malam) adalah
tumbuhan hijau abadi dari suku Agavaceae. Minyak dari bunga ini digunakan dalam
pembuatan parfum. Nama tuberosa menunjukkan bahwa tumbuhan ini memiliki
umbi (tuber). Saat ini dikenal sekitar 12 spesies dari genus Polianthes. Bunga sedap
malam biasa mekar di malam hari. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Meksiko.
Bangsa Astek mengenalnya dengan nama omixochitl, "bunga tulang".

Gambar 5. Tanaman Sedap Malam


Nama bunga ini di India bagian timur adalah ratkirani, yang berarti "ratu
malam". Di Singapura bunga ini dinamakan xinxiao, yang berarti "tempat ngengat
hinggap". Di Persia, bunga ini disebut maryam, yang merupakan nama umum bagi
anak perempuan. Bunga ini juga digunakan di Hawaii untuk pengantin dan dahulu di
zaman Viktoria digunakan sebagai bunga kuburan. Harum bunga ini digambarkan
sebagai kompleks, eksotis, manis, dan khas bunga.Tanaman ini tumbuh hingga 45
cm dan menghasilkan rumpun bunga putih. Daunnya panjang dan berwarna hijau
muda yang mengumpul di pangkal batangnya. Genus tanaman ini masih berkerabat
dekat dengan Manfreda.
2. Fauna
a. Macan tutul jawa (Panthera pardus melas)
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah
satu subspesies dari macan tutul yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan
dan kawasan konservasi Pulau Jawa, Indonesia. Ia memiliki dua variasi: berwarna
terang dan hitam (macan kumbang). Macan tutul jawa adalah satwa indentitas
Provinsi Jawa Barat.

Gambar 6. Macan Tutul Jawa


Dibandingkan dengan macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran
paling kecil, dan mempunyai indra penglihatan dan penciuman yang tajam.
Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang yang
hitam mengilap, dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya
terlihat di bawah cahaya terang. Bulu hitam Macan Kumbang mungkin merupakan
hasil evolusi dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan gelap. Macan
Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan. Hewan ini soliter,
kecuali pada musim berbiak. Ia lebih aktif berburu mangsa di malam hari.
Mangsanya yang terdiri dari aneka hewan lebih kecil biasanya berada di atas pohon.
Macan tutul merupakan satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa.
Frekuensi tipe hitam (kumbang) relatif tinggi. Warna hitam ini terjadi akibat satu alel
resesif yang dimiliki hewan ini.
b. Kepodang
Kepodang adalah burung berkicau (Passeriformes) yang mempunyai bulu
yang indah dan juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi,
dan bersih termasuk dalam membuat sarang. Kepodang merupakan salah satu jenis
burung yang sulit dibedakan antara jantan dan betinanya berdasarkan bentuk
fisiknya. Burung kepodang termasuk jenis burung kurungan karena dibeli oleh
masyarakat sebagai penghias rumah, oleh karenanya burung ini masuk dalam
komoditas perdagangan yang membuat populasinya semakin kecil.

Gambar 7. Burung Kepodang


Burung kepodang berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga
paruh berkisar 25 cm. Burung ini berwarna hitam dan kuning dengan strip hitam
melewati mata dan tengkuk, bulu terbang sebagian besar hitam. Tubuh bagian bawah
keputih-putihan dengan burik hitam, iris merah, bentuk paruh meruncing dan sedikit
melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung
ini menghuni hutan terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di tempat-tempat tersebut
dapat dikenali dengan kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok &
terbangnya menggelombang.
c. Merbuk atau perkutut (Geopelia striata, familia Columbidae)
Merbuk atau perkutut (Geopelia striata, familia Columbidae) adalah sejenis
burung berukuran kecil, berwarna abu-abu yang banyak dipelihara orang karena
keindahan suaranya.
Gambar 8. Burung Merbuk atau Perkutut

Dalam tradisi Indonesia, terutama Jawa, burung ini sangat dikenal dan
digemari, bahkan agak lebih "dimuliakan" dibandingkan dengan burung peliharaan
lainnya. Perkutut masih berkerabat dekat dengan tekukur, puter, dan merpati.
Persilangan (hibrida) antara perkutut dan tekukur dikenal dalam dunia burung hias
sebagai "sinom" (bahasa Jawa) dan memiliki kekhasan pola suara tersendiri.
d. Ayam hutan hijau atau ayam bekisar
Ayam hutan hijau atau ayam bekisar adalah nama sejenis burung yang
termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni keluarga ayam, puyuh,
merak, dan sempidan. Ayam hutan diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam
peliharaan yang ada di Nusantara. Ayam ini disebut dengan berbagai nama di
berbagai tempat, seperti canghegar atau cangehgar (Sd.), ayam alas (Jw.), ajem allas
atau tarattah (Md.).

Gambar 9. Ayam hutan hijau


Memiliki nama ilmiah Gallus varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai Green Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green
Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan asal tempatnya.
2.3 Ekosistem Alami Pulau Jawa
2.3.1 Pantai

Anda mungkin juga menyukai