Anda di halaman 1dari 28

MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

MODUL 9
PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA
KAWASAN WISATA BAHARI

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
PANDUAN PENYUSUNAN
RENCANA KAWASAN WISATA

DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar yang memiliki
17.504 pulau, dengan luas perairannya melebihi luas daratannya yakni sebesar
5,8 juta km2 dari 7,1 km2. Panjang pantai yang dimiliki adalah sebesar 81.000 km
dengan keanekaragam ekosistem pesisir dan pantai yang berkembang terdiri dari
terumbu karang, padang lamun, mangrove dsb. Kondisi ini mencerminkan bahwa
negara kita memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat besar dan
potensial untuk dikembangkan. Potensi pemanfaatan yang dapat dilakukan
dikawasan pesisir sangat beragam diantaranya adalah kegiatan perikanan dan
kelautan, kegiatan konservasi dan kegiatan pariwisata.

Luasnya kawasan pesisir, jumlah pulau dan keragaman ekosistem yang dimiliki
ini merupakan aset yang sangat potensial untuk pemanfaatan kegiatan
kepariwisataan. Potensi ini juga didukung oleh daya tarik wisata yang dimiliki
terutama terhadap karakteristik keindahan panorama dan keunikan sumberdaya
ekosistemnya. Pemanfaatan potensi ini dalam suatu kegiatan wisata bahari
merupakan kegiatan yang dapat memunculkan aktivitas ekonomi yang
memungkinkan pertumbuhan wilayah serta peningkatan kesejahteraan ekonomi
masyarakat lokal.

Wilayah pesisir yang sering dijadikan obyek wisata merupakan salah satu bentuk
dari wisata alam, dimana wilayah pesisir ini menurut Dahuri (1996) memiliki daya
tarik untuk wisatawan karena keindahan dan keaslian lingkungan seperti
misalnya kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun, pasir dan
sebagainya) dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan,
burung dan hewan-hewan lain. Sedangkan Fabri (1990) mengatakan bahwa
pertimbangan orang menjadikan wilayah pesisir sebagai daerah wisata dan
rekreasi adalah karena wilayah pesisir memiliki daerah untuk melakukan
kegiatan-kegiatan seperti berenang, selancar, mendayung, mancing, selam,
berjemur di pantai yang mana keseluruhan kegiatan tersebut lebih memuaskan
dilakukan di wilayah pesisir dari pada tempat lain.

Potensi pemanfaatan kegiatan wisata ini tentunya perlu disesuaikan dengan daya
dukung yang diberikan baik daya dukung fisik maupun non fisik. Hal ini dilakukan
untuk mengakomodir pemanfaatan yang optimal sekaligus meminimalisasi
kemungkinan konflik di dalam pemanfaatan ruang, sehingga suatu perencanaan
tata ruang dirasa perlu dilakukan sebagai pedoman dari berbagai kegiatan yang
akan dikembangkan pada suatu wilayah dan hal ini tidak terkecuali untuk
kegiatan wisata bahari.

2
1.2 Tujuan & Sasaran

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah memberikan pedoman dan arahan
materi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pelaksanaan
perencanaan pada kawasan wisata bahari yang antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasikan gambaran pengembangan kegiatan wisata bahari yang
mencakup pengetahuan mengenai batasan pemanfaatan kegiatan wisata dan
karakteristik secara fisik pengembangan kegiatan wisata bahari.
2. Merumuskan kriteria-kriteria fisik maupun non fisik yang dibutuhkan untuk
menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang kegiatan wisata bahari
3. Menginventarisasikan kebutuhan data untuk perencanaan pada kawasan
wisata bahari
4. Merumuskan prinsip-prinsip pengembangan, konsep pengembangan dan
komponen pengembangan kawasan wisata dalam upaya menunjang
perumusan perencanaan detail kawasan wisata bahari

1.2.2 Sasaran
Sehingga sasaran yang ingin dicapai adalah :
1. Teridentifikasikannya potensi dan permasalahan umum pengembangan
wisata bahari
2. teridentifikasikannya gambaran pengembangan kegiatan wisata bahari yang
mencakup pengetahuan mengenai batasan pemanfaatan kegiatan wisata dan
karakteristik secara fisik pengembangan kegiatan wisata bahari.
3. Terumuskannya kriteria-kriteria fisik maupun non fisik yang dibutuhkan untuk
menentukan kesesuaian pemanfaatan kegiatan wisata bahari
4. Diketahuinya inventarisasi kebutuhan data untuk perencanaan pada kawasan
wisata bahari
5. Terumuskannya prinsip-prinsip, konsep dan komponen-komponen
pengembangan kawasan wisata untuk kebutuhan perencanaan detail
kawasan.

1.3 Ruang Lingkup


Secara diagramatis, ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam buku ini
secara jelas diperlihatkan pada gambar berikut ini :

3
Gambar 1
Diagram Alur Pikir

4
BAB II
KAWASAN WISATA BAHARI
DI WILAYAH PESISIR & LAUT

2.1 Batasan Pengembangan Kawasan Wisata Bahari

Batasan pemanfaatan kegiatan wisata terdiri dari jenis-jenis kegiatan wisata


potensial yang dapat dimanfaatkan yang antara lain terdiri dari : wisata pantai
dan wisata kelautan.

Berikut dijabarkan melalui tabel, Batasan pengembangan kegiatan wisata dengan


jenis atraksi wisata potensial yang dapat dimanfaatkan untuk setiap jenis kelas
wisata.

Jenis Wisata Jenis Atraksi Wisata


1. Wisata Rekreasi
Wisata Pesisir & Pantai : Kegiatan wisata yang memanfaatkan
Kegiatan wisata yang lingkungan obyek wisata pantai sebagai
menempatkan pantai dan kegiatan rekreasi untuk tujuan berkunjung
lingkungan pesisir sebagai dan menikmati keindahan alam. Contoh :
daya tarik dan beraktivitas jalan-jalan, berjemur, bermain, berkemah,
wisata dsb
2. Wisata Olahraga
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
olahraga dan aktivitas luar sebagai daya
tarik (olahraga pantai : volley pantai, dsb)
3. Wisata Budaya
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
aktivitas budaya di areal pantai sebagai
tempat penyelenggaraan budaya sebagai
daya tarik wisata (mis: upacara adat,
kampung nelayan dengan kehidupan
penduduk asli, dsb)
4. Wisata Belanja
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
kawasan komersial perdagangan retail
sebagai tempat rekreasi untuk tujuan
berkunjung dan beraktivitas berbelanja
untuk kebutuhan berwisata (retail makanan
khas & souvenier)

5. Wisata Makan
Kegiatan wisata yang memanfaatkan areal
gerai makanan sebagai tempat berwisata
untuk tujuan berkunjung selain untuk
5
kebutuhan pemenuhan makanan (daya tarik
makanan khas daerah, daya tarik suasana
tempat, atau daya tarik aglomerasi tempat
makanan)
6. Wisata pendidikan
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
sumber daya ilmu pengetahuan sebagai
atraksi wisata, yang diselenggarakan atau
yang memanfaatkan areal pantai atau
pesisir sebagai tempat berwisata. (Mis:
tambak, jenis-jenis museum bahari,
kampung nelayan dengan keaslian pola
kehidupan penduduk nelayan, taman laut
nasional )

Wisata Laut : 1. Wisata Rekreasi


Kegiatan wisata yang Kegiatan wisata yang memanfaatkan
memanfaatkan areal lingkungan perairan laut sebagai obyek
perairan laut sebagai daya wisata menjadi kegiatan rekreasi untuk
tarik dan beraktivitas wisata tujuan berkunjung dan menikmati keindahan
alam. (Mis: wisata observasi bawah air:
taman laut nasional)
2. Wisata olahraga
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
lingkungan perairan laut sebagai kegiatan
olahraga dan aktivitas luar (Mis: berenang,
memancing, surving, diving, snorkeling,
berlayar, jet ski)
3. Wisata Budaya
Kegiatan wisata yang memanfaatkan
aktivitas budaya di daerah perairan laut
sebagai tempat penyelenggaraan aktivitas
budaya sebagai daya tarik wisata (Mis:
upacara adat, dsb)

Sumber : hasil analisis’2005

2.2 Karakteristik Kawasan Wisata Bahari

Pada dasarnya karakteristik pemanfaatan fisik wilayah ruang untuk kegiatan


wisata bahari merujuk ke defini wisata bahari itu sendir yaitu wisata yang obyek
dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun
bentang darat pantai (coastal landscape) (Fandelli and Mukhlison, 2002). Oleh
karena itu karakteristik fisik ruang wilayah potensial yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan wisata bahari antara lain :

6
A. Sumber Daya Ruang daratan (pesisir & pantai)
Ruang pesisir dan pantai merupakan daerah berpasir yang memiliki potensi fisik
yang umumnya dimanfaatkan sebagai areal pemanfaatan kegiatan wisata
sekaligus rekreasi menikmati panorama pantai, jalan-jalan, berjemur, bermain,
atraksi wisata budaya, wisata olahraga pantai, wisata makan di sepanjang pantai,
dsb. Selain itu, areal pantai dan pesisir juga dimanfaatkan sebagai tempat
fasilitas akomodasi para pengunjung seperti hotel, apartement, bungalow pribadi,
daerah perkemahan dan bangunan; daerah fasilitas infrastruktur seperti
pertokoan, parkir, jalan dan fasilitas lainnya.

B. Sumber Daya Ruang Perairan (laut)


Daerah perairan yang biasanya dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas-
aktivitas wisata seperti berenang, selancar angin, jet ski, perahu, selam dan
mancing.

2.3 Potensi Pengembangan Kawasan

Potensi pengembangan kawasan wisata dapat memberikan efek pengembangan


kegiatan lain yang tentunya mendukung kegiatan wisata itu sendiri. Berikut
merupakan diagram yang menggambarkan jenis-jenis kegiatan yang mejadi
kegiatan turunan akibat pengembangan kegiatan wisata pada suatu kawasan :

7
Perdagangan & Jasa
Perdagangan :
1. Restoran
2. Perdagangan retail (souvenier,
perlengkapan wisata, oleh-oleh :
makanan khas)
3. Toserba
Jasa
1. Penginapan
2. Travel agen
3. Perbankan
4. Transportasi
5. Telekomunikasi
6. Rental perlengkapan
Wisata 7. Jasa2 hiburan
8. Cargo, dsb

Perkantoran
Kantor pemerintah
Kantor pengelola
Kantor polisi

industri
industri rumah tangga

prasarana
pelabuhan
terminal angkutan
bandara, dsb

8
BAB III
RENCANA PENATAAN KAWASAN WISATA BAHARI

3.1 Kriteria Penentuan Kawasan


Kriteria yang digunakan untuk menentukan kawasan wisata dengan segala
atraksi wisata yang potensial dikembangkan di daerah pesisir, pantai dan laut
antara lain dipertimbangkan oleh beberapa kriteria umum dan faktor-faktor yang
harus diukur didalamnya. Secara umum kriteria-kriteria tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :

KRITERIA FISIK KRITERIA SOSIAL, EKONOMI & BUDAYA


o Topografi o Daya Tarik Budaya & tradisi
o Batimetri o Daya dukung masyarakat
o Arus & Gelombang o Nilai Historis kawasan
o Bentuk Lahan
o Kecerahan
o Ekosistem KRITERIA, HUKUM KEBIJAKAN & PERUNDANGAN
o Estetika o Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi
o UU Perikanan (UU No 45 Thn 2009)
o UU Penataan Ruang (UU NO 26 Thn 2007)
o UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (UU No.27 Thn 2007)
o UU Otonomi Daerah (UU No 12 Thn 2008)
o UU Konservasi (UU No 5 Thn 1990)
o UU Pariwisata (UU NO 9 Thn 1990)
o Norma-norma

3.1.1 Kriteria Fisik

Kriteria daya dukung fisik minimal yang harus dipenuhi untuk kawasan wisata
umumnya dipertimbangkan pada penilaian faktor lingkungan pendukung.
Penilaian lingkungan ini didasarkan pada penilaian secara umum pada unsur
biotis dan unsur kepentingan manusia

3.1.1.1 Unsur Biotis


Unsur biotis merupakan unsur keadaan alam dan keasrian daerah wilayah studi
secara umum. Unsur-unsur biotis yang menjadi dasar penilaian meliputi warna
air, material terapung, tanda polusi, flora penutup daratan, flora penutup lereng
perairan, kondisi karang dan spesies ikan

3.1.1.2 Unsur Kepentingan Manusia


Unsur kepentingan manusia merupakan unsur yang mendukung wisatawan
dalam menikmati obyek wisata pada suatu daerah. Unsur ini juga merupakan

9
hasil dari perbuatan manusia, sehingga dalam pemenuhan unsur ini dituntut
peran aktif dari penduduk, instansi pemerintah, dan pihak pengelola wisata
daerah setempat.

Adapun penilaian unsur-unsur lingkungan tersebut secara jelas dijabarkan dalam


tabel berikut :

Tabel 3
Kriteria penilaian unsur estetika untuk kawasan wisata

No Kriteria teknis jelek Sedang baik


Unsur biotis dan
kualitas perairan
1 Warna air berwarna berwarna Jernih
2 Material terapung Variasi Vegetasi Tidak ada
(Minyak,Sampah,
busa, dll)
3 Tanda polusi Jelas - Tidak ada
4 Flora penutup Terbuka atau semak pohon
daratan rumput
5 Flora penutup lereng Terbuka Lamun Terumbu
perairan karang
6 Kondisi karang Jelek Sedang Baik
7 Spesies ikan Tidak ada - Sedang Bervariasi
variasi kecil
Kepentingan
manusia dan faktor
1 Pencapaian dengan Sulit Sedang Mudah
kendaraan pribadi
2 Pencapaian dengan Sulit Sedang Mudah
kendaraan umum
3 Sarana dan Tidak ada Sedikit Ada
prasarana wisata
4 Telekomunikasi Tidak ada Ada Ada
5 Listrik Tidak ada ada Ada
6 Perencanaan Tidak ada Belum Ada
7 Pelabuhan Tidak ada Tidak ada Ada
/ada
8 Sarana jalan Tidak ada Jalan Aspal
setapak
9 Jumlah bangunan Banyak sedang sedikit
10 Air tawar Tidak ada - Ada Ada
(sedikit) (banyak)
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

Selain kriteria umum tersebut, terdapat kriteria fisik yang harus dipenuhi untuk
masing-masing atraksi, yang dijabarkan sebagai berikut:

A. Kriteria Taman Nasional


Ketentuan taman nasional wilayah pesisir hendaknya mencakup hal-hal sebagai
berikut :
10
1. Satu atau beberapa cagar alam yang tidak boleh dimasuki oleh umum
2. Kawasan alam yang masih asli yang terbuka bagi umum untuk dinikmati
dengan cara yang primitif (misalnya: berjalan kaki, naik perahu dan
sebagainya), tanpa adanya pembangunan fisik di dalamnya.
3. Kawasan yang dimanfaatkan secara intensif, misalnya tempat perkemahan
dan keperluan-keperluan pariwisata lainnya.

B. Kriteria Obyek wisata selam


Kriteria fisik yang harus diperhatikan dalam penentukan kegiatan wisata selam
terdiri dari beberapa faktor yang antara lain seperti ; topografi dan kedalaman,
bentuk lahan, kecerahan, arus & gelombang serta kondisi karang. Berikut
merupakan penjabaran ketentuan kriteria-kriteria tersebut:

 Topografi dan kedalaman


Obyek ini secara ideal harus dipilih daerah dengan topografi yang tidak terlalu
datar dan dangkal karena kondisi perairan tersebut akan mengganggu
pergerakan penyelam di dalam air. Lokasi yang baik adalah perairan dengan
topografi yang miring.

 Bentuk lahan dan kecerahan


Bentuk lereng terumbu (reef slope) merupakan bentuk lahan yang paling
ideal selain karena bentuk topografinya yang miring, daerah reef slope juga
memiliki koleksi terumbu karang hingga kedalaman 30-40 meter. Diharapkan
kecerahan di lokasi selam ini dapat melebihi 15 meter sehingga penyelam
dapat melihat panorama bawah air secara jelas.

 Arus dan gelombang


Lokasi yang dipilih sebaiknya merupakan daerah dengan kondisi arus yang
tidak terlalu kuat agar tidak membahayakan penyelam. Sebaiknya lokasi yang
dipilih merupakan daerah yang tidak bergelombang atau lokasi bergelombang
dengan tinggi gelombang yang tidak melebihi 1 meter. Kriteria tinggi
gelombang dibagi atas tiga yaitu gelombang tinggi jika tinggi gelombang lebih
dari 1 meter, gelombang sedang tingginya antara 50 cm – 1 meter dan
hampir tidak ada gelombang dengan tinggi gelombang kurang dari 50 cm

 Kondisi karang
Lokasi untuk penyelaman yang dipilih merupakan daerah terumbu karang
yang masih hidup agar penyelam dapat menikmati keindahan berbagai jenis
karang dan organisme yang berasosiasi di dalamnya.

Secara lengkap penilaian kawasan lokasi selam tercantum dalam tabel berikut:

11
Tabel 4
Kriteria Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Wisata Selam

No Kriteria teknis Jelek sedang baik


1 Topografi Datar -Landai Terjal Miring -Agak curam
2 Bentuk lahan Daratan Reef flat Reef slope
3 Kedalaman (m) >50 30 – 50 15 – 30
4 Arus (cm/dt) >25 18 – 25 8 – 18
5 Gelombang (m) >1 0.5 – 1 < 0.5
6 Kecerahan (m) 2-5 5 - 10 10 - 15

Tidak ada atau


7 Kondisi karang hanya ada mati Hidup
Pecahan karang
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

C. Kriteria Obyek wisata snorkeling


Sedangkan untuk obyek wisata snorkeling ketentuannya adalah :
 Bentuk lahan, topografi, kedalaman, kondisi karang dan kecerahan
Kriteria teknis untuk parameter bentuk lahan bagi wisata snorkeling ini,
sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki bentuk lahan rataan terumbu (reef flat)
yang berada pada kedalaman kurang dari lima mater dengan topografi dasar
perairan yang datar hingga agak miring serta memiliki kondisi karang dan
biota yang masih baik. Kecerahan air diharapkan sangat baik sehingga orang
dapat mengamati keindahan terumbu karang tersebut hanya dari permukaan
perairan.

 Arus, gelombang dan keterlindungan gelombang


Kondisi arus pada lokasi yang dipilih hendaknya tidak terlalu kuat dan lokasi
tersebut terlindung dari gelombang sehingga diharapkan tinggi gelombang
yang ada tidak melebihi satu meter. Hal ini ditujukan untuk keselamatan
orang-orang yang melakukan snorkeling.

Penilaian untuk obyek wisata snorkeling ini seperti yang tercantum pada tabel :

Tabel 5
Kriteria Daya Dukung kawasan untuk kawasan snorkeling

No Kritera teknis Jelek sedang baik

1 Topografi Sangat curam Agak curam Datar-landai


-Curam
2 Bentuk lahan Lereng pantai Daratan
Reef flat

12
cenderung slope
3 Kedalaman (m) >15 5-15 <5
4 Arus (cm/dt) >25 18-25 8-18
5 Gelombang (m) >1- 0.5-1 <0.5
6 Kecerahan (m) <2 2-5 >=15
Tidak ada,
7 Kondisi karang Pecahan Karang mati Hidup
karang
Keterlindungan Tidak
8 Terlindung Terlindung
dari gelombang terlindung
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

D. Kriteria Obyek wisata jet ski dan ski air


Lain halnya dengan obyek wisata jet ski dan ski air, yakni:
 Arus, gelombang dan keterlindungan gelombang
Lokasi yang dipilih untuk wisata ini sebaiknya kawasan yang memiliki kondisi
arus yang relatif tenang dan ketinggian gelombang diharapkan hampir tidak
ada dan lokasi yang dipilih terlindung dari gelombang, misalnya di daerah
teluk

 Kedalaman, bentuk lahan, topografi dan material dasar perairan


Daerah jet ski dan ski air ini sangat baik berada pada kedalaman lebih dari
lima belas meter menghadap perairan lepas dengan dasar perairannya
daerah berpasir. Dengan kedalaman dan kondisi dasar perairan seperti itu,
pemain jet ski, dan ski air tidak perlu khawatir untuk melakukan berbagai
atraksi permainan. Lokasi pantai yang dipilih sebaiknya berbatasan langsung
dengan perairan yang relatif dalam sehingga memungkinkan jet ski dan boat
dapat merapat langsung di daratan dan jika dibuatkan tempat berlabuh,
tempat tersebut tidak terlalu jauh dari daratan.

Tabel 6
Kriteria Daya Dukung Kawasan Untuk Wisata Jet Ski dan Ski Air

No Kritera teknis Jelek sedang Baik


1 Topografi Datar-Landai miring Agak curam - curam
2 Bentuk lahan Lereng pantai Reef slope Periran lepas
3 Kedalaman (m) >5 5-15 >15
4 Arus (cm/dt) 25 18-25 10-18
5 Gelombang (m) >1 0.5-1 <0.5

13
6 Kondisi karang Hidup Mati Tidak ada, Pecahan
karang
Keterlindungan
7 Tidak terlindung Cukup Terlindung
dari gelombang terlindung
Material dasar
8 Terumbu karang Koral mati Pasir koral
perairan
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

E. Kriteria Obyek wisata rekreasi


Sedangkan untuk kriteria fisik yang harus dipenuhi oleh wisata rekreasi antara
lain:
 Topografi, bentuk lahan dan material permukaan
Lokasi yang dipilih sebaiknya memiliki kondisi topografi yang relatif datar
dengan bentuk lahan daratan pantai yang material permukaannya ditutupi
pasir putih. Sehingga dengan kondisi alam seperti ini diharapkan pengunjung
dapat memanfaatkan luasnya pantai tersebut.

 Penutup lahan dan panorama


Lokasi yang dipilih hendaknya merupakan lahan kosong dengan panorama
yang bagus dan sebaiknya berapa di posisi yang strategis untuk dapat
melihat matahari terbit dan terbenam dari lokasi yang bersangkutan.
Penilaian untuk obyek wisata ini selengkapnya seperti terdapat dalam tabel
berikut :
Tabel 7
Kriteria Daya Dukung kawasan untuk kawasan rekreasi

No Kritera teknis Jelek sedang Baik


1
Topografi Terja l-Curam Miring Daratan - Hampir
datar
2
Bentuk lahan Daratan Daratan pantai,
Bergelombang
tergenang Gunduk Pasir
3 Penutupan
Mangrove/hutan Campur/ Pohon kelapa,
lahan lebat,Rumah cengkeh Lahan kosong
4 Material
Tanah berbatuan Pasir-coral Pasir-lumpur
permukaan
5 Panorama Kurang Sedang Baik
6 Matahari
Tidak terlihat Terlihat Terlihat
terbit/terbenam
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

14
E. Kriteria Obyek wisata pancing
Untuk wisata pancing kriteria fisiknya antara lain :
 Bentuk lahan, topografi, kedalaman, kecerahan dan spesies ikan
Lokasi yang dipilih hendaknya memiliki topografi datar atau hampir datar,
sehingga memudahkan pembuatan jembatan untuk sarana pancing, jika
dibutuhkan. Lokasi perairan disekitarnya sebaiknya memiliki kedalaman lebih
dari 15 meter dengan kecerahan yang diharapkan dapat mencapai 15 meter
serta lingkungannya mendukung untuk hidupnya berbagai jenis ikan.

 Arus, gelombang dan keterlindungan gelombang


Kondisi arus, gelombang sebenarnya tidak begitu berpengaruh namun
hendaknya arus dan gelombang di lokasi ini diharapkan tidak terlalu besar
dan sebaiknya lokasi tersebut terlindung dari gelombang. Secara jelas
persyaratan untuk obyek wisata ini, terlihat pada tabel berikut:

Tabel 8
Kriteria Daya Dukung kawasan untuk kawasan wisata pancing

No Kritera teknis Jelek sedang Baik

1 Topografi Curam menengah


Curam Landai - Datar
-curam

2 Bentuk lahan Daratan Berbukit,


Rataan pasir
tergenang Daratan
3 Kedalaman (m) >1 5-15 <5

4 Arus (cm/dt) 25 18-25 8-18

5 Gelombang (m) > 0.5-1 <0.5

6 Kecerahan 2-5 5-10 10-15

Keterlindungan
7 Tidak
Cukup Terlindung Terlindung
dari gelombang terlindung

8 Spesies ikan Tidak ada -


Sedang Bervariasi
Variasi kecil
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

F. Kriteria Obyek wisata perkemahan


Untuk wisata perkemahan, kriteria fisik yang harus dipenuhi antara lain :
 Penutupan lahan dan panorama
Lokasi yang ideal bagi arena perkemahan dari segi tata ruang adalah suatu
kawasan yang mempunyai pepohonan yang berfungsi sebagai pelindung

15
panas dan angin. Lokasi perkemahan ini juga sangat baik jika memiliki
panorama yang bagus.

 Bentuk lahan, topografi, material permukaan dan drainase


Lokasi perkemahan sebaiknya terletak di darat dengan topografi datar hingga
landai dan material permukaannya tanah berbatuan. Lokasi ini juga harus
memiliki drainase yang baik sehingga air tidak tergenang. Penilaian untuk
obyek wisata ini secara jelas terdapat pada tabel berikut :

Tabel 9
Kriteria Daya Dukung kawasan untuk kawasan wisata perkemahan

Kritera
No Jelek sedang Baik
teknis
Landai - Datar-
1 Topografi Terjal - Curam Miring
hampir datar
Gunduk Pasir,
2 Bentuk lahan Perairan, Gunung Bukit
Daratan
Penutupan Mangrove/hutan lebat, Lahan kosong/ Pohon kelapa,
3
lahan Perumahan cengkeh Pohon campur

Material Pasir, Tanah


4 Pasir-lumpur Pasir-coral
permukaan berbatuan

5 Panorama Kurang Sedang Bagus


6 Drainase Buruk Sedang Baik
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)

Berikut merupakan contoh hasil tumpang tindih (overlay) berdasarkan kriteria fisik
yang dilakukan dalam melakukan proses zonasi kesesuaian ruang untuk kegiatan
wisata

16
Gambar 1
Contoh Proses Zonasi Wisata pada Kawasan Perencanaan

Boating Swimming,
snorkeling,
Game fishing diving

1 Surfing

Budidaya
perikanan
laut

Jetski Sailing

Fishing

Sumber : Model Perencanaan di Zona Penyangga dan Pemanfaatan sumber daya


pesisir’2001

3.1.2 Kriteria Sosial, Ekonomi & Budaya Kawasan

Berikut merupakan kriteria-kriteria sosial, ekonomi & budaya yang harus


diperhatikan dalam melakukan penetapan lokasi setiap kegiatan wisata :

Jenis Atraksi Daya Tarik Daya dukung Nilai


Jenis Wisata
Wisata Budaya masyarakat Historis
Wisata Rekreasi
Sedang Tinggi Sedang
Pantai
Wisata Olahraga
Rendah Tinggi Rendah
Pantai
Wisata Pesisir
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
& Pantai
Wisata Belanja Rendah Tinggi Rendah
Wisata Makan Rendah Tinggi Rendah
Wisata
Tinggi Tinggi Tinggi
pendidikan

Wisata Rekreasi
Rendah Tinggi Sedang
Laut
Wisata Laut Wisata olahraga
Rendah Tinggi Rendah
air
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi

17
3.1.3 Kriteria Hukum Kebijakan & Perudangan

Dalam pengembangan setiap kegiatan wisata, perlu memperhatikan


kesesuaiannya dengan aturan-aturan yang berlaku terutama aturan-aturan
seperti :
o Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi yang telah ditetapkan daerah
o UU Perikanan (UU No 45 Thn 2009)
o UU Penataan Ruang (UU NO 26 Thn 2007)
o UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU No.27 Thn 2007)
o UU Otonomi Daerah (UU No 12 Thn 2008)
o UU Konservasi (UU No 5 Thn 1990)
o UU Pariwisata (UU NO 9 Thn 1990)
o Norma-norma yang berlaku

3.2 Prinsip-Prinsip Pengembangan Kawasan


Pengembangan kawasan wisata bahari harus memenuhi beberapa prinsip dasar
yang terkait dengan upaya keberlanjutan kegiatan wisata. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain:

1. Faktor Ekonomi (economic viable)


Faktor ekonomi berfokus pada pertimbangan kelayakan usaha
kepariwisataan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah kegiatan
tersebut dapat menciptakan peningkatan ekonomi bagi wilayah dan
masyarakat setempat

2. Faktor penerimaan secara sosial-budaya setempat (sosio – cultural


acceptabel)
Pengembangan wisata juga harus mempertimbangkan kesesuaiannya
terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat, sehingga hal
perlu dipertimbangkan adalah “apakah kegiatan tersebut tidak bertentangan
dengan sosial dan budaya masyarakat setempat”

3. Faktor keberlanjutan ekologis (ecological sustainable)


Perencanaan pengembangan juga harus mempertimbangkan pembangunan
yang tidak merusak lingkungan, sehingga diharapkan konsep
pengembangan memperhatikan pendekatan keberlanjutan ekologis.

4. Faktor hukum dan peraturan (law acceptabel)


Prinsip legalitas suatu rencana menjadi hal yang juga perlu diperhatikan
terutama dalam hal kesesuaiannya terhadap hukum-hukum yang
berkembang dan peraturan yang ada seperti rencana tata ruang/rencana
zonasi yang telah ditetapkan, peraturan dan kebijakan daerah dan norma-
norma yang berkembang di masyarakat baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.
18
3.3 Komponen Pengembangan Kawasan

Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan


wisata bahari pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik dari demand dan
supply dari industri kepariwisataan itu sendiri. Faktor yang paling melekat dari
industri ini dipengaruhi oleh faktor “supply” yang harus diberikan dari kawasan
wisata. Merujuk pada hal tersebut komponen-komponen pengembangan wisata
bahari yang harus dipenuhi antara lain diilustrasikan oleh gambar berikut :

Gambar 2
Komponen Dasar Pengembangan Wisata

Sumber: Hasil Analisis & modifikasi dari Chalid Fandelli & Mukhlison, 2002)

Gambar diatas mengilustrasikan bahwa terdapat 3 faktor faktor yang menjadi


dasar dalam menentukan komponen minimum dalam pengembangan suatu
kawasan wisata yaitu faktor atraksi, aksesibilitas dan sarana dan prasarana, :

1. Atraksi Wisata
Daya tarik utama dari suatu kawasan wisata adalah daya tarik atraksi yang
dapat diberikan. Faktor ini menjadi faktor yang primer yang harus dimiliki oleh
sebuah kawasan wisata

Komponen yang terkait dengan atraksi wisata:


 Fasilitas atraksi wisata
 Pusat informasi wisata

2. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan
dan pengembangan sebuah kawasan wisata mengingat pentingnya
19
memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam melakukan aktivitas wisata.
Faktor ini merupakan pendukung bagi kawasan wisata, mengingat bahwa
factor ini mempengaruhi tingkat intensitas pengunjung suatu kawasan wisata.

Komponen yang terkait dengan aksesibilitas kawasan wisata:


 Terminal angkutan
 Pelabuhan laut, marina
 Bandar Udara

3. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana wisata juga merupakan faktor yang perlu direncanakan
dalam pengembangan kawasan wisata bahari. Sarana dan prasarana yang
lengkap akan membantu wisatawan dalam melakukan aktivitas wisatanya.
Jenis sarana dan prasarana dasar yang minimal harus disediakan pada
kawasan wisata akan dibahas lebih dalam dalam bab selanjutnya.

Komponen sarana dan prasaran kawasan wisata:

1. Perdagangan 2. Jasa 3. Lain-lain


 Restoran  Penginapan  Kantor
 Toserba  Travel agen pemerintah
 Perdagangan  Perbankan  Kantor polisi
retail  Money changer
 Pusat  Asuransi
perbelanjaan  Penyewaan
 Pom bensin kendaraan
 Pusat hiburan
 Pusat kebugaran

Komponen di atas kemudian diklasifikasikan kembali berdasarkan tingkat


kepentingannya yaitu komponen utama atau pendukung. Berikut merupakan
tabel klasifikasi komponen tersebut:

3.4.1 Sifat komponen pengembangan wisata


Perencanaan fasilitas kawasan wisata dapat ditujukan pada 2 jenis komponen
dasar berdasarkan karakteristik kebutuhan dalam melakukan aktivitas wisata.
Kedua jenis komponen tersebut antara lain :

o KOMPONEN PRIMER (Associated w/ Tourism)


Komponen ini merupakan fasilitas yang harus disediakan pada kawasan
wisata. Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata
antara lain: fasilitas transportasi, infrastruktur dasar (air bersih, listrik,

20
telepon, dsb), fasilitas agen travel, akomodasi, fasilitas makan (restoran &
gerai makanan), dan fasilitas atraksi wisata.
o KOMPONEN SEKUNDER (Help Tourism)
Komponen ini merupakan fasilitas yang sifatnya membantu wisatawan atau
pendukung yang memberi nilai tambah bagi para wisatawan dalam
melakukan kegiatan wisata. Fasilitas tersebut antara lain: Retail shopping,
perbankan, asuransi, fasilitas entertainment, aktivitas santai, personal
service’s facilities, Public sector services, Gerai makanan (fasilitas makanan:
restoran, atau yang sejenis), bahan bakar, dsb.

Berdasarkan pembagian tersebut, maka secara garis besar klasifikasi komponen


wisata berdasarkan sifat komponen tersebut pada kawasan wisata tersaji pada
tabel berikut :

Tabel 10
Kategori Komponen Wisata
Komponen Wisata Kategori Komponen
Utama Pendukung
Atraksi Wisata
Ruang Atraksi wisata 
Pusat Informasi Wisata 

Aksesibilitas
terminal angkutan 
Pelabuhan Laut, marina 
Bandar Udara 

Sarana & prasarana


Perdagangan
Restoran 
Toserba 
Perdagangan Retail 
Pusat perbelanjaan (mall, toserba, 
Pom Bensin
Jasa 
Penginapan 
Travel Agen 
Perbankan 
Money Changer 
Asuransi 
Penyewaan Kendaraan
Pusat hiburan (bioskop, teater, night 
club)
Pusat kebugaran 
Lain-lain
Kantor Pemerintah 
Kantor Polisi 
Sumber : hasil analisa’2005

21
Sedangkan estimasi kebutuhan ruang dan hubungan keterkaitan antara
komponen wisata dijabarkan pada tabel 11 dan 12 berikut ini :

Tabel 11
Estimasi Kebutuhan Fasilitas Dasar Kawasan Wisata

22
Tabel 12
Hubungan Antar Komponen Wisata

3.4 Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Kawasan


Konsep pengembangan kawasan wisata pesisir dan laut pada dasarnya
diturunkan dari prinsip-prinsip pengembangan yang harus diperhatikan oleh
kegiatan wisata. konsep yang dapat diterapkan untuk kegiatan wisata bahari
secara antara lain adalah :
1. Kegiatan wisata pesisir dan laut (bahari) didasarkan pada pemandangan,
keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan
karakteristik masyarakat
2. Pembangunan yang dilakukan memprioritaskan penggunaan bahan material
yang berorientasi pada alam dan lingkungan
3. Ketinggian bangunan dalam perencanaan hendaknya diatur sedemikian rupa
dengan mengembangkan perbedaan ketinggian dari dan ke bibir pantai,
semakin mendekati areal laut tingkat ketinggian bangunan dibuat semakin
rendah agar bangunan yang memiliki jarak relatif jauh dari pantai tetap
menikmati pemandangan dan masih merasakan hawa laut
4. Konsep desain bangunan disesuaikan dengan karakter budaya dan arsitektur
alami wilayah setempat

23
5. Kegiatan wisata yang langsung memanfaatkan sumber daya alam berupa
kekayaan ekosistem laut dan pesisir hendaknya mengembangkan sistem
pengelolaan yang berwawasan lingkungan yang didukung melalui
mekanisme sistem legalitas, sistem kegiatan yang berwawasan konservasi
lingkungan.
6. Model wisata mass tourism dan ecotourism dapat dilakukan secara
berdampingan namun perlu dilakukan pembatasan yang memisahkan
diantara kedua wilayah pemanfaatannya yang dapat dilakukan melalui barier
regulasi atau pengembangan barier fisik.

3.4.1 Model Pengembangan Kegiatan Wisata


Model pengembangan wisata yanda dapat dikembangkan untuk wisata bahari
terdiri dari 2 yaitu:
1. Model pengembangan pariwisata masal (Mass Tourism)
Model ini merupakan model paradigma lama dalam melakukan
pengembangan kegiatan wisata. Model ini pendekatan yang dilakukan adalah:
 Pembangunan skala besar dengan teknologi tinggi.
Jenis atraksi wisata yang merupakan hasil teknologi buatan manusia
lebih banyak dikembangkan sebagai daya tarik wisata dibandingkan
atraksi alamiah. Selain itu, pemenuhan kombinasi kelengkapan sarana
dan prasarana dasar pendukung juga menjadi konsep pengembangan
wisata yang dilakukan
 Sasaran atau target pengunjungnya adalah jumlah wisatawan skala
besar
Konsep ini menargetkan jumlah pengunjung skala besar baik berupa
kelompok wisatawan maupun aglomerasi wisatawan individu

Dalam perkembangannya, konsep ini menjadi kurang berkembang akibat


sifatnya yang kurang mendukung konsep sustainable tourism development
yang berkembang saat ini. Hal tersebut disebabkan dalam konsep ini kegiatan
pembangunan skala besar dirasa memberikan dampak kerusakan dan
pencemaran lingkungan. Selain itu, perubahan ini juga terjadi akibat adanya
perubahan keinginan dan kondisi psikologis wisatawan yang saat ini
cenderung menyukai jenis atraksi wisata yang alami dan khas (kembali ke
alam) serta yang memberikan nuansa petualang.

2. Model pengembangan pariwista alam (Ecotourism)


Model ini merupakan model pariwisata alam yang bertanggung jawab atau
secara definisi adalah

24
"responsible travel to natural areas that conserves the environment and
sustains the well-being of local people." (Hari Srinivas)

Dengan kata lain wisata ini merupakan jenis wisata yang bertanggungjawab
karena sifatnya yang tetap mempertahankan konservasi lingkungan dan
keberadaan kehidupan sosial masyarakat setempat.

Pendekatan yang dilakukan dalam model pengembangan wisata ini, antara


lain adalah:

 Pembangunan skala kecil yang berwawasan lingkungan


Konsep pengembangan wisata yang dilakukan merujuk pada konsep
sustainable tourism development, sehingga konsep pengembangan
pembangunan dilakukan dengan mengupayakan dampak lingkungan
yang seminimal mungkin, sehingga pada umumnya kegiatan
pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan skala kecil, dengan
konsep alami, yang didukung oleh teknologi pembangunan yang sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Jenis atraksi wisata
lebih memanfaatkan keunikan sumber daya alam dan sosial budaya yang
dimiliki (natural resources)
 Sasaran atau target pengunjung skala kecil (individual traveler)
Target pengunjung atau wisatawan dalam model ini adalah jenis
pengunjung individu yang cenderung mencari petualangan, dengan
adanya perencanaan pembatasan kapasitas pengunjung. Tujuan
pembatasan ini dilakukan untuk upaya meminimalisasi kerusakan
lingkungan yang mungkin terjadi.

Perbedaan mendasar dari kedua model pengembangan wisata tersebut


dijabarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 10
Perbedaan Model Mass Tourism & Ecotourism

Mass Tourism Ecotourism

Demand o Package/group tourism o Independent travelers


o Sun lust/sight seeing o Seeking a variety of
o Savety special interest
o Lower cost demand
Supply o Large scale travelers o Small scale travelers
o Services/resort o Services architecture
o Foreign ownership o Local ownership control
o Greater dependence o Greater dependence on
on man pristine
25
o Made attraction o Culture or environment
o High accesibility o Lower accebility (high
(commond quality) quality)
Sumber : Faulker 1997

Model pengembangan kegiatan wisata tersebut diatas kemudian menghasilkan


model Pengembangan Kegiatan Wisata. Model ini membagi Wilayah
Perencanaan kedalam 4 jenis zona yang antara lain terdiri dari ; (1) zona
pemanfaatan (2) zona penyangga, (3) zona inti dan (4) zona konservasi.

Berikut dijabarkan model pengembangan perencanaan fasilitas pada kawasan


wisata

Gambar 3
Model Perencanaan Fasilitas Pada Kawasan Wisata

3.4.2 Model Perencanaan Pemanfaatan Lahan Wisata

Gambar 4 di bawah ini mengilustrasikan model umum pengembangan ruang


untuk kegiatan wisata seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Ilustrasi ini

26
hanyalah merupakan contoh pengembangan yang mungkin dapat diterapkan
pada suatu kawasan wisata wisata pesisir dan laut :

Gambar 4
Ilustrasi pola pemanfaatan ruang wisata

1 boat
boat Rumpon
urv
ing wis
ata
ren
ang

C a ta s
wisata diving C C Wis
Wisata Pancing

zona
konservasi
3
Areal wisata jet ski, parasailing,
a sailing

ang
ren
Dermaga khusus 2 wis
ata

si &
berm
ain
di p
anta
i

apa
n
il
krea gin eta
ta re Pen nr
wisa ga
terumbu karang g an
boat e rda
P
Boat perdagangan
buffer vegetasi pantai
Re

Boat & jasa Hiburan


sto

wisata Snorkeling
Re

r
an

r
nto
sto

ka elola
anr

ng
pe
tai s
i& bermain di pan ela
wisata rekreas nk
apa ah tail
ngin ng n re
Pe mene nga
aga a
Perd & jas
Bu

tail
ng

n re
a

nga
lo

aga
w

a
Perd & jas
n
penginapan skala menengah - atas apa
ran gin
(model bungalow/vila) sto Pen
Re
LEGENDA
jalan
Perdagangan & jasa modern Kawasan Atraksi wisata
fasilitas olah raga air (jet
Kawasan perdagangan & jasa ski, parasailing, dsb)
ran
mpu
san ca
kawa Kawasan permukiman
pemukiman 1 : kawasan wisata private dengan model ecotourism
2 : kawasan wisata publik dengan model mass tourism
3 : kawasan wisata olahraga petualangan

27

Anda mungkin juga menyukai