Anda di halaman 1dari 34

MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

MODUL 2
PANDUAN ANALISIS PENENTUAN PUSAT-PUSAT
PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
PANDUAN PENENTUAN PUSAT- PUSAT
PENGEMBANGAN DI WILAYAH
PESISIR DAN LAUT

DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DAFTAR ISI

Daftar Isi …………………………………………………… ii


Daftar Tabel…………………………………………………. iii
Daftar Gambar……………………………………………… Vi

BAB I PENDAHULUAN ……………………………… 1


Latar Belakang………………………………… 1
Tujuan dan Sasaran…………………………… 3

BAB II METODE PENDEKATAN PENENTUAN 5


PUSAT – PUSAT PENGEMBANGAN………
2.1. Metode Analisis…………………………… 5
2.2. Metode Pendekatan……………………… 6
2.2.1. Penentuan Faktor……………… 6
2.2.2. Penetapan Nilai Bobot………… 8
2.2.3. Tahapan Analisis……………… 9

BAB III CONTOH KASUS ANALISIS PENENTUAN 12


PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH
PANTAI BARAT SUMATERA………………
3.1. Ruang Lingkup Wilayah Studi…………… 12
3.2. Metode Nilai Clustering………………… 13

BAB IV APLIKASI MODEL ANALISIS PENENTUAN 17


PUSAT PENGEMBANGAN…………………
4.1. Aplikasi Model Analisis di Kabupaten 17
Klungkung……………………………………..
4.2. Aplikasi Model di Pulau Jawa…………… 20

Daftar Pustaka……………………………………………… 29

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pusat Pengembangan Kabupaten 17


Klungkung ……………………………………
Tabel 2 Variabel, Indikator, Kriteria, dan Parameter 22
Penilaian dalam Penentuan Pusat
Pengembangan Pesisir dan Kelautan di
Wilayah Pulau Jawa…………………………
Tabel 3 Hasil Akhir Penentuan Pusat 25
Pengembangan Pesisir dan Kelautan……

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Faktor, Variabel, dan Indikator 11


Pusat Pengembangan Wilayah
Pesisir……………………………………..
Gambar 2 Gambaran Wilayah Pesisir Barat 12
Sumatera …………………………………
Gambar 3 Wilayah Orientasi Kabupaten 18
Klungkung di Propinsi Bali ……………
Gambar 4 Struktur Ruang dengan Pusat-pusat 19
Pengembangan di Kabupaten
Klungkung, Bali …………………………..
Gambar 5 Struktur Ruang dengan Pusat-pusat 28
Pengembangan di Wilayah Pulau
Jawa……………………………………….

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang cukup


berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus wilayah
laut menyangkut sifat dinamis sumberdayanya yang relatif
sukar untuk diprediksi eksistensinya apalagi jika dilihat dalam
kurun waktu tertentu misalnya keberadaan ikan, mangrove,
terumbu karang, dll. Secara ekologis wilayah pesisir dan laut
juga tidak bisa dibatasi secara administratif. Selain ini wilayah
pesisir dan laut seyogyanya dapat di akses oleh masyarakat
umum (open access) dan kepemilikannya tidak bisa secara
mutlak di kuasai oleh satu pihak tertentu (common property).
Hal ini ternyata memiliki kecenderungan pengelolaan yang
dapat menimbulkan problematika yang cukup kompleks.
Konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut
merupakan salah satu isu negatif yang sering muncul akibat
banyak sektor dan pihak yang saling memprioritaskan
kepentingannya, misalnya pariwisata, perhubungan laut,
perikanan, pertambangan, masyarakat umum maupun swasta.
Oleh karena itu penataan ruang wilayah pesisir dan laut
menjadi mutlak untuk dilakukan. Mengikuti perkembangan
ilmu perencanaan wilayah dan kota maupun praktek
penerapan rencana wilayah dan kota yang berkembang di
Indonesia, wilayah pesisir dan laut belum sepenuhnya
mendapat perhatian secara khusus. Dibentuknya Departemen
Kelautan dan Perikanan yang mengakomodasi satu unit kerja
yaitu Direktorat Tata Ruang Laut , Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil-Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ternyata cukup
signifikan mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep
penataan ruang wilayah pesisir dan laut, sehingga saat ini
banyak pihak yang mulai memperhatikan penataan ruang
wilayah pesisir dan laut sebagai suatu hal yang penting untuk
dilakukan.

Penataan ruang wilayah pesisir dan laut termuat dalam suatu


produk rencana tata ruang/rencana zonasi yang seyogyanya
menghasilkan 7 (tujuh) materi pokok sebagai keluarannya,

1
yaitu (i) strategi pemanfaatan ruang ; (ii) rencana struktur tata
ruang; (iii) rencana kawasan lindung yang terdiri dari zona
preservasi/zona inti, zona konservasi, dan zona penyangga ;
(iv) rencana pola pemanfaatan ruang yaitu rencana zonasi
pemanfaatan misalnya zona wisata bahari, permukiman,
perikanan, dan sebagainya; (v) rencana kawasan tertentu dan
prioritas ; (vi) rencana pembangunan sarana/prasarana
(infrastruktur) ; serta (vii) rencana investasi.

Paparan dalam buku ini akan menjelaskan suatu kajian


mendalam berkenaan dengan proses penyusunan rencana
struktur tata ruang. Struktur Tata Ruang berfungsi memberi
kerangka pengembangan bagi wilayah pesisir dan laut dan
merupakan suatu wujud struktural yang mengambarkan
hirarki pusat pengembangan suatu kawasan, mulai dari
penentuan pusat pengembangan primer, sekunder, tersier
maupun lokal, serta menggambarkan pula interaksi
keterkaitan antar zona yang ditunjukkan dengan penentuan
jaringan transportasi misalnya rencana pengembangan
jaringan transportasi darat dan laut, rencana pengembangan
alur pelayaran, rencana pengembangan dermaga/pelabuhan.

Penentuan suatu pusat pengembangan ternyata memerlukan


suatu kajian mendalam yang terkait dengan faktor-faktor
pendukungnya serta kriteria-kriteria pusat pengembangan
tersebut. Selama ini, pusat pengembangan suatu kawasan
atau wilayah lebih berorientasi kepada kriteria atau indikator
pusat pengembangan yang berorientasi di wilayah daratan.
Penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut
akan mempunyai kriteria atau indikator yang berbeda dengan
wilayah daratan karena adanya perbedaan karakteristik antara
wilayah daratan dengan wilayah pesisir dan laut seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya.

Perbedaan karakteristik utama yang sangat menonjol antara


pusat pengembangan di wilayah daratan dengan pusat
pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat ditunjukkan
melalui sifat keterkaitan antara desa dengan kota sebagai
karakteristik utama dari pembangunan di wilayah daratan,
dimana tumbuh dan berkembangnya desa sangat tergantung
pada kemampuan kotanya yang berperan sebagai pusat

2
pengembangan. Sedangkan untuk wilayah laut dan pesisir,
perkembangan dan pertumbuhan dapat terjadi tanpa melalui
dorongan atau rangsangan dari kota.

Penentuan faktor pusat pengembangan di kawasan pesisir


akan didekati melalui pengembangan konsep pusat-pusat
pelayanan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu
Pusat Pertumbuhan dalam ruang ekonomi (Perroux), Pusat
Pertumbuhan dalam dimensi geografis (Boudeville), Ukuran,
lokasi, distribusi dan pengelompokkan kegiatan ekonomi
(Christaller & Losch), spread-backwash effect (Myrdal), dan
trickling down-polarization effect (Hirschman). Pusat-pusat
pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat diindikasikan
oleh berkembangnya suatu kawasan atau wilayah yang
menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat
pelayanan jasa dan pusat-pusat transportasi laut.

Lokasi yang ditetapkan sebagai pusat pengembangan


merupakan penggerak kegiatan bagi kawasan-kawasan lain
disekitarnya atau bahkan berpengaruh pada wilayah yang
lebih luas. Karakteristik khusus dari pengembangan wilayah
pesisir dan laut ternyata mempengaruhi dasar pemikiran untuk
memformulasi suatu mekanisme standard yang dapat
diterapkan untuk menentukan suatu pusat pengembangan.
Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan suatu dasar
teknis dalam memutuskan suatu arahan pengembangan yang
mempertimbangkan perhitungan-perhitungan kuantitatif
maupun kualitatif sehingga memberikan hasil yang dapat
meminimalisasi dampak-dampak negatif yang biasanya
muncul akibat suatu keputusan/kebijakan, misalnya degradasi
lingkungan, banjir, dll

1.2. Tujuan dan Sasaran

Penentuan pusat-pusat pengembangan ini bertujuan untuk


menyusun suatu kebijakan dalam rangka pengambilan
keputusan guna menetapkan suatu lokasi di wilayah pesisir
dan laut yang memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga
dapat memberikan ‘trickling down effect’ kepada wilayah
disekitarnya, serta secara makro dapat mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional

3
serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, sasaran dari penentuan pusat-pusat
pengembangan meliputi beberapa hal sebagai berikut :

 Mengidentifikasi faktor-faktor, variabel dan indikator yang


mempengaruhi penentuan pusat pengembangan
 Merumuskan formulasi perhitungan analisis penentuan
pusat pengembangan
 Merumuskan kebijakan pengembangan suatu wilayah
berdasarkan analisa kuantitatif
 Menetapkan kriteria pusat pengembangan
 Menentukan lokasi-lokasi yang potensial untuk
dikembangkan
 Merumuskan keterkaitan fungsi antar pusat-pusat
pengembangan

4
BAB II
METODA PENDEKATAN PENENTUAN
PUSAT-PUSAT PENGEMBANGAN

2.1. Metode Analaisis

Seperti telah dipaparkan diatas bahwa penentuan pusat-pusat


pengembangan di wilayah pesisir dan laut agak berbeda
dengan penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah
darat akibat perbedaan karakteristiknya. Oleh karena itu
hirarki yang dikembangkan untuk pusat-pusat pengembangan
di wilayah pesisir dan laut akan mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan hirarki di wilayah daratan. Ada suatu
kemungkinan, sebuah desa dapat menjadi pusat
pengembangan ataupun tidak mempunyai hirarki secara
langsung dengan kota-kota besar lainnya, tetapi justru
memiliki hirarki langsung dengan kota-kota di luar negeri.
Sebagai contoh, misalnya Kep. Karimata di Kalimantan Barat
mempunyai jalur ekspor hasil perikanan langsung ke
Hongkong. Hal ini juga mempengaruhi kompleksitas faktor
yang mempengaruhi penentuan suatu pusat pengembangan,
terutama di wilayah pesisir dan laut.

Melihat latar belakang tersebut, maka salah satu metoda yang


relevan untuk penentuan pusat pengembangan adalah
menggunakan Analitic Hierarchy Process (AHP). Proses
hirarki analitik adalah suatu model yang luwes yang
memungkinkan kita mengambil keputusan dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara
logis. Ada tiga prinsip dasar dari Proses Hirarki Analitik, yaitu :

a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis, yang


kita sebut menyusun secara hirarkis yaitu memecah-mecah
persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.
b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut
penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-
elemen menurut relatif pentingnya.
c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen
dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

5
Hirarki merupakan alat mendasar dari pikiran manusia.
Mereka melibatkan pengidentifikasian elemen-elemen suatu
persoalan, mengelompokkan elemen-elemen itu ke dalam
beberapa kumpulan yang homogen, dan menata kumpulan-
kumpulan ini pada tingkat-tingkat yang berbeda. Hirarki yang
paling sederhana berbentuk linier, yang naik atau turun dari
tingkat yang satu ke tingkat yang lain. Sementara itu hirarki
yang paling kompleks berupa jaringan (network) dengan
berbagai bentuk elemen yang saling berinteraksi.

Dalam penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah


pesisir dan laut ini, AHP digunakan sebagai dasar untuk
menentukan bobot dari masing-masing faktor, variabel,
maupun indikator yang mempengaruhi keputusan untuk
menentukan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut
tersebut

2.1. Metoda Pendekatan

2.2.1. Penentuan Faktor

Berdasarkan analisa secara akademis, ada beberapa faktor


yang dapat mendukung suatu kawasan, khususnya wilayah
pesisir dan laut menjadi pusat pengembangan bagi kawasan
lainnya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu
kawasan menjadi pusat pengembangan adalah :

1. Struktur Ekonomi
2. Aksesibilitas
3. Potensi Sumber Daya
4. Infrastruktur
5. Kebijakan Pemerintah (Political Will)
6. Kondisi Fisik

Secara hirarki faktor-faktor tersebut tentunya dipengaruhi oleh


banyak variabel. Penjabaran variabel yang mendukung faktor
tersebut tentunya sangat terkait pula dengan tujuan utama
yaitu penentuan pusat pengembangan. Berdasarkan analisa
akademis maupun praktis, maka faktor tersebut dijabarkan
menjadi beberapa variabel-variabel yang selanjutnya, masing-

6
masing variabel tersebut secara hirarkis dirinci menjadi
beberapa indikator/kriteria sebagai berikut :

1. Struktur ekonomi

a. Skala kegiatan : jangkauan pelayanan,


kapasitas produksi (stock
assesment)
b. Dominasi kegiatan : variasi kegiatan, jumlah
tenaga kerja
c. Tenaga kerja : kualitas tenaga kerja,
ketersediaan tenaga kerja

2. Aksesibilitas

a. Waktu : cepat, lambat


b. Jarak : Jauh, dekat

3. Potensi ekonomi

a. Pusat koleksi distribusi : volume bongkar muat, besaran pasar


(bisa layani daerah lain)
b. Pusat pengembangan : jumlah transaksi, jumlah produksi
(existing)
4. Infrastruktur

a. Transportasi laut, : ketersediaan moda,


udara, darat : ketersediaan
jalur, kualitas
b. Infrastruktur : kelengkapan infrastruktur,
penunjang: kualitas
c. Jasa : fasilitas telekomunikasi,
kualitas
utilitas, infrastruktur jasa

5. Kebijakan Pemerintah

a. Rencana investasi : stabilitas ekonomi, konsistensi


kebijakan
7
b. Keputusan politik : keamanan, legal sistem

6. Kondisi Fisik

a. Topografi : ketersediaan lahan, kepemilikan


lahan
b. Geologi : bencana, kekuatan lahan

Keterangan lebih jelas mengenai struktur faktor-faktor ini


ditampilkan pada gambar 1.

2.2.2. Penetapan Nilai Bobot

Penentuan bobot dari masing-masing faktor, variabel maupun


indikator dimaksudkan untuk melihat dominasi suatu faktor
terhadap faktor yang lainnya. Nilai bobot yang dihasilkan akan
mempengaruhi nilai akhir dari total perhitungan indeks. Nilai
akhir ini digunakan sebagai dasar penentuan pusat-pusat
pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini. (lihat diagram
berikut).

Dari enam faktor yang ditetapkan, aksesibilitas (0,473)


memiliki bobot tertinggi, setelah potensi ekonomi (0,254),
struktur ekonomi (0,138), infrastruktur (0,072), kebijakan
pemerintah (0,039) dan terakhir kondisi fisik (0,024).
Mengingat teori growth pole oleh Perroux, semakin tinggi
tingkat interaksi suatu lokasi terhadap lokasi lainnya, artinya
lokasi tersebut lebih dominan dari lokasi yang lain. Oleh
karena itu aksesibilitas dikategorikan sebagai faktor yang
memiliki bobot tertinggi. Potensi ekonomi merupakan salah
satu faktor penentu pusat pengembangan yang dipengaruhi
oleh jumlah produksi, jumlah transaksi perdagangan, besaran
pasar serta volume bongkar muat. Potensi ekonomi memiliki
bobot sedikit lebih besar dari faktor struktur ekonomi, karena
secara teoritis, struktur ekonomi terbentuk dari ketersediaan
potensi ekonomi suatu wilayah atau eksisting pengelolaan
potensi yang ada.

Tiga faktor utama penentu pusat-pusat pengembangan sangat


berkaitan erat dengan kondisi perekonomian suatu wilayah
khususnya yang terkait dengan kegiatan perikanan dan
8
kelautan, sementara itu tiga faktor penentu selanjutnya
meliputi infrastruktur, kebijakan pemerintah dan kondisi fisik.
Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang dinilai dari
kuantitas dan kualitasnya. Infrastruktur memiliki nilai bobot
yang lebih tinggi dari kebijakan pemerintah, karena
infrastruktur termasuk salah satu modal dasar untuk
mempercepat pengembangan suatu wilayah, sedangkan
mayoritas kebijakan pemerintah lebih dipengaruhi oleh
penilaian-penilaian subjektif, yang biasanya kurang
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan akademis.
Kondisi fisik merupakan salah satu faktor penentu pusat
pengembangan yang memiliki nilai bobot paling rendah,
karena kondisi fisik diasumsikan dapat disesuaikan melalui
pemanfaatan teknologi tinggi.

2.2.3. Tahapan Analisis

Dalam rangka menentukan suatu pusat pengembangan di


wilayah pesisir dan laut, ada beberapa tahapan yang perlu
dilakukan, yaitu :

Tahap I : Mendefinisikan beberapa alternatif lokasi yang


yang akan dijadikan sebagai pusat
pengembangan
Tahap II : Identifikasi data dari masing-masing indikator di
setiap lokasi yang dicalonkan sebagai pusat
pengembangan.
Tahap III : Analisis data masing masing indikator dengan
menghitung skala interval berdasarkan
prosentase dari skala data yang ada, misalnya
waktu tempuh ke pasar dari Lokasi A : 3 jam,
Lokasi B : 7 jam, Lokasi C : 10 jam, Lokasi D 15
jam, berarti skala interval Lokasi A : 3/35,
Lokasi B : 7/35, Lokasi C : 10/35, Lokasi D :
15/35. Untuk memperoleh nilai dari satu
indikator ini, masing-masing nilai ini kemudian
dikalikan dengan bobot indikator yang
bersangkutan.

9
Tahap IV : Menghitung kumulatif nilai untuk masing-
masing variabel, dengan menjumlahkan seluruh
nilai indikator dari masing-masing lokasi.

Tahap V : Menghitung kumulatif nilai untuk masing-


masing faktor, dengan menjumlahkan seluruh
nilai variabel dari masing-masing lokasi.

Tahap VI : Menghitung kumulatif nilai dari seluruh faktor


untuk setiap lokasi.

Tahap VII : Menentukan urutan nilai kumulatif seluruh


faktor dari setiap lokasi. Nilai terbesar sebagai
pusat pengembangan primer, kedua terbesar
sebagai pusat pengembangan sekunder, dst.

10
Penentuan Pusat Pengembangan di Wilayah Pesisir
(1.00)

Potensi Aksesibilitas Kebijakan Kondisi Fisik


Struktur Ekonomi Infrastruktur Pemerintah
Ekonomi Kawasan (0.024)
(0.138) (0.072) (0.039)
(0.254) (0.473)

Pusat Pusat Waktu Jarak Skala Dominasi Ketersediaan Transport Prasarana Jasa Renc Keptsn Topografi Geologi
Koleksi tempuh Tempuh Keg Keg Tng Kerja Darat, penunjang (0.007) Invest politik (0.01) (0.014)
P’kembangan
distribusi (0.127) (0.294) (0.179) (0.036) (0.088) (0.005) laut (0.018) (0.016)
(0.127) , udara
(0.047)

Volume Jumlah Cepat Jauh Jangkauan Variasi Kualitas Ketersediaan Kelengkapan Fasilitas Stabilitas Legal Keterse Bencana
Bongkar Transaksi (0.219) (0.045) pelayanan Kegiatan Tng Moda Prasarana Telekomunikasi Ekonomi Sistem diaan (0.01)
Muat (0.045) (0.036) (0.057) Kerja (0.03) (0.013 (0.001) (0.012) (0.017) Lahan
(0.031) (0.009) (0.008)

Jumlah Lambat Dekat Kapasitas Jml Tng Ketersediaan Kualitas Kualitas Kualitas Konsistensi Keamanan Kepemil Kekuatan
Besaran ikan ;ahan
pasar Produksi (0.074) (0.135) Produksi Kerja Tng Kerja (0.003) (0.004) Utilitas Kebijakan (0.006) (0.03)
(0.082) (0.012) (0.031) (0.005) (0.002) (0.004) Lahan
(0.096) (0.003)

Ketersedian
jalur
(0.013)

Interval Skala Masing-masing Indikator

Pusat Pengembangan Primer Pusat Pengembangan Sekunder Pusat Pengembangan Tersier Pusat Pengembangan Kuarter

Gambar 1

Diagram Faktor, Variabel dan Indikator Pusat


Pengembangan Wilayah Pesisir

11
BAB III
CONTOH KASUS ANALISIS PENENTUAN PUSAT
PENGEMBANGAN DI WILAYAH
PANTAI BARAT SUMATERA

3.1. Ruang Lingkup Wilayah Studi

Ruang lingkup wilayah studi adalah kawasan pesisir barat


sumatera yang terdiri dari 19 kota/kabupaten yang terdiri dari :

1. Banda Aceh 10. Padang


2. Aceh Besar 11. Padang Pariaman
3. Aceh Barat 12. Bengkulu
4. Aceh Selatan 13. Bengkulu Selatan
5. Medan 14. Bengkulu Utara
6. Sibolga 15. Bandar Lampung
7. Nias 16. Sabang
8. Tapanuli tengah 17. Pesisir Selatan
9. Mandaliang Natal 18. Lampung Barat
19. Tanggamus

Gambar 2
Gambaran wilayah pesisir Barat Sumatera

12
3.2. Metoda Penilaian Clustering

Dalam membantu mengidentifikasikan kelompok pusat


pengembangan dapat menggunakan metode clustering
dengan teknik pengelompokkan melalui metode statistik
sederhana yakni dengan menentukan interval kelas indeks
pada masing-masing kelompok pusat pengembangan. berikut
dijabarkan langkah-langkah penilaian dalam melakukan
clustering:
a. Menginventarisasi data mentah dari berbagai sumber baik
dari data sekunder ataupun dari data lapangan
b. Melakukan penilaian data secara proporsional per
masing-masing indikator yakni dengan membagi data
mentah dari suatu faktor pada suatu wilayah dengan
jumlah keseluruhan jumlah data mentah dari semua lokasi
studi khusus untuk faktor tersebut. Hal yang sama
dilakukan untuk penentuan data proporsional pada
wilayah lain dan faktor-faktor yang lain pada masing-
masing lokasi studi
c. Menghitung data terbobot yakni dengan mengkalikan data
proporsional yang telah dihasilkan dengan bobot pada
masing-masing faktor di masing-masing lokasi studi.
berikut diilustrasikan teknik penilaian untuk menentukan
data proporsional dan data terbobot :

Medan Total
Faktor Variable Indikator sub indikator bobot data mentah data nilai nilai
1. Potensi Ekonomi 0.254
1.1 pusat koleksi distribusi 0.127
1.1.1 Vol bongkar muat 0.031 6289 0.0825 0.0026 76223
1.1.2 Besaran Pasar 0.096 0
\
perikanan 0.032 71,631.74 0.03 0.0011 2,111,558.24
pariwisata 0.032 133,533.30 0.13 0.0042 1,020,248.03
Data migas
proporsional = 0.032 7,500,092 0 0.0076 31,397,789.00
1.2 pusat perkembangan 0.127
1.2.1 nilai transaksi Ekspor 0.0225 152425 0.5702 terbobot
Nilai 0.0128 267309.28
=
data mentah
1.2.1 nilai transaksi Impor ? 0.0225 662031 0.2769 0.0062 2390474.974
1.2.2 jml produksi Total 0.082
Data x Bobot
perikanan 0.02733 1,694,880.13 0.22 0.0061 7,622,073.28
pariwisata 0.02733 1,312,248.10 0.38 0.0105 3,409,374.79
migas 0.02733 103,362.01 0.23 0.0063 445,546.05

Sumber : hasil analisis, 2004

13
d. Setelah dihasilkan data terbobot pada masing-masing
indikator di masing-masing lokasi studi, selanjutnya
dilakukan penjumlahan seluruh data terbobot untuk
seluruh indikator pada masing-masing lokasi studi. Hasil
total data terbobot tersebut merupakan skor indeks yang
dimiliki oleh masing-masing lokasi.

e. Setelah dihasilkan skor pada masing-masing lokasi,


selanjutnya mengurutkan skor dari yang terendah sampai
yang tertinggi

Skor Terendah

Kota/kab skor Kota/kab Skor


Banda Aceh 0.019 Padang Pariaman 0.044
oror 9
Aceh besar 0.0292 Bengkulu 0.024
4
Aceh Barat 0.0272 Padang 0.126
Aceh Selatan 0.0209 Bengkulu Utara 5
0.023
Medan 0.0989 Bandar Lampung 8
0.107
Sibolga 0.0699 Pesisir selatan
Skor 0.025
Tertinggi
4
2
Nias 0.0323 Lampung barat 0.035
4
Tapanuli Tengah 0.0292 Sabang 0.026
6
Mandaliang Natal 0.0242 Tenggamus 0.049
9
Bengkulu Selatan 0.0349
Sumber : hasil analisis, 2004

f. Langkah selanjutnya adalah menghitung panjang interval


dari masing-masing kelas, dimana dalam hal ini kelas
cluster yang akan dibentuk adalah 4 kelas. berikut
dijabarkan penilaian panjang interval kelas pada studi
kasus :

14
Panjang Kelas : (data tertinggi – data terendah)

Banyak kelas

= 0.1295 – 0.019
4

g. Kemudian menyusun interval kelas untuk masing-masing


cluster dan mengelompokkan lokasi-lokasi pada wilayah
studi berdasarkan kesesuaian indeks masing-masing
lokasi dengan interval kelas yang telah dibentuk

Interval Kelas Jenis Kelas Kelompok Kota/Kab


= 0.02686

0.019 – 0.0459 Orde 4 Bengkulu Selatan, bengkulu,


sabang, Aceh besar, aceh
selatan, aceh barat, padang
pariaman, mandaliang natal,
tapanuli selatan, pesisir
selatan, lampung barat,
0.0460 – 0.0728 Orde 3 bengkulu
Tanggamus utara, nias, banda
aceh
0.0729 – 0.0996 Orde 2 Medan, Sibolga

0.0997 – 0.1265 Orde 1 Bandar Lampung, Padang


Sumber : hasil analisis, 2004

Catatan :
 Pengelompokkan pusat pengembangan wilayah pesisir
pada wilayah pesisir sumatera ini hanya merupakan
contoh obyek kasus yang dijadikan sampel untuk
menginformasikan bagaimana teknis penilaian dengan
metode clustering melalui penilaian faktor-faktor pusat
pengembangan yang telah dihasilkan dari metode AHP
yang telah dilakukan pada analisis sebelumnya.

15
Sehingga, apabila terdapat kejanggalan yang terlihat pada
output adalah dikarenakan adanya kesalahan dalam
proses input data. karena dalam proses data dan
informasi yang dilakukan masih berupa hasil data dan
informasi berdasarkan asumsi-asumsi yang dibangun oleh
tim analisis karena adanya keterbatasan waktu dan
kurangnya data yang diperoleh.

16
BAB VI
APLIKASI MODEL ANALISIS PENENTUAN PUSAT
PENGEMBANGAN

4.1. Aplikasi Model Analisis Di Kabupaten Klungkung

Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah


pesisir dan laut ini telah diterapkan pada analisis pekerjaan
penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi pesisir dan
pulau-pulau kecil di Kabupaten Klungkung-Bali. Berikut
ilustrasi output yang dihasilkan pada wilayah studi :

Tabel 1
Pusat Pengembangan Kabupaten Klungkung
Interval Kelas Jenis Kelas Kelompok Desa Fungsi

0.02286 – 0.04629 Orde 1 Jungut batu, lembongan, Pusat kegiatan pariwisata tingkat
batununggul, kusamba kabupaten/propinsi, Akomodasi
kegiatan wisata, Pusat kegiatan
budidaya rumput laut, Pusat
kegiatan perdagangan dan jasa
wilayah pesisir Kab Klungkung,
Pusat kegiatan perikanan tingkat
kabupaten/propinsi

0.04630– 0.06972 Orde 2 Ped, Takmung, Gelgel, Toyapakeh Pusat kegiatan budidaya tanaman
pangan tingkat kabupaten, pusat
kegiatan wisata budaya tingkat
kabupaten/propinsi, pusat kegiatan
perdagangan dan jasa tingkat
kecamatan, pusat kegiatan
perikanan tingkat kecamatan

0.06973 – 0.09315 Orde 3 Gunaksa, Swana, Tojan, Nagari, Pusat kegiatan tanaman pangan
Tangkas, Satar, Jumpai, Pesinggahan, tingkat desa, pusat kegiatan
Kutampi kaler, Kampung Kusamba,
Sakti, Pejukutan, Bunga Mekar,
perikanan tingkat desa, kegiatan
Batukandik, Batumadek, Tanglad, perdagangan dan jasa tingkat
Sekartaji desa

Sumber : hasil analisis,pekerjaan penyusunan rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil
di kabupaten Klungkung Bali 2004

17
Berikut ilustrasi peta orientasi dan struktur ruang kabupaten
Klungkung

Gambar 3
Wilayah Orientasi Kabupten Klungkung di Propinsi Bali

Keterangan gambar :

Propinsi Bali

Wilayah adminsitratif
Kabupaten Kelungkung

18
Gambar 4
Struktur ruang dengan pusat-pusat pengembangan
di kabupaten Klungkung, Bali

19
4.2. Aplikasi Model di Pulau Jawa

Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah


pesisir dan laut ini telah pula diterapkan pada analisis
pekerjaan penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi
pesisir dan kelautan nasional (regional marine planning)
wilayah pulau Jawa. Berikut ilustrasi output yang dihasilkan
pada wilayah studi :

Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan merupakan suatu


wilayah yang memiliki potensi sebagai stimulan
pengembangan wilayah pesisir dan kelautan, dengan
kemampuan melayani kebutuhannya sendiri, bahkan mampu
meneteskan pertumbuhan ekonomi bagi daerah lain
disekitarnya. Tujuan penentuan Hirarki Pusat Pengembangan
Pesisir dan Kelautan adalah untuk meningkatkan keterkaitan
(intra dan antar) wilayah dan keterkaitan ekonomi, sekaligus
merangsang peningkatan dan pertumbuhan ekonomi
kegiatan-kegiatan usaha pesisir.

Dalam rangka penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan


Kelautan di Wilayah Pulau Jawa, maka digunakan sejumlah
pertimbangan (asumsi) sebagai berikut:
1. Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat keterhubungan
(aksesibilitas) yang tinggi, baik secara internal (dalam
kawasan), maupun terhadap wilayah-wilayah lain,
khususnya dengan wilayah pesisir lainnya dan wilayah
daratan melalui keberadaan Sistem Jaringan Jalan Darat.
Dengan demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan
Kelautan yang terpilih memiliki kemampuan yang baik
dalam mendukung mobilitas dan distribusi manusia dan
barang.
2. Kabupaten/Kota yang memiliki potensi ekonomi, dengan
demikian dapat terjalin suatu keterpaduan antara kawasan
yang berfungsi sebagai pusat produksi dengan kota
sebagai pusat jasa dan pengolahan, sekaligus pusat
distribusi hasil produksi dan pengolahan.
3. Kabupaten/Kota yang memiliki potensi sebagai inlet-oulet
wilayah pesisir, baik dalam lingkup regional, nasional dan
internasional melalui keberadaan dan kinerja Pelabuhan
Laut yang berada pada kota bersangkutan. Dengan

20
demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan
yang terpilih memiliki kemampuan yang tinggi sebagai
gerbang keluar-masuk manusia dan barang dalam lingkup
regional, nasional dan internasional.
4. Kabupaten/Kota yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan
(PKN, PKW dan PKL) berdasarkan kebijakan penataan
ruang nasional, dengan demikian Pusat Pengembangan
Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki keselarasan
dan konsistensi dengan struktur ruang wilayah nasional
dimasa yang akan datang.
5. Kabupaten/Kota dengan kondisi fisik dan lingkungan
pesisir dan laut yang mendukung pengembangan aktifitas
kegiatan usaha pada sektor kelautan dan perikanan.
6. Kabupaten/Kota dengan kondisi sosial ekonomi dan sosial
budaya yang mendukung pengembangan wilayah pesisir
dan laut.

Proses penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan


Kelautan di Wilayah Pulau Jawa dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan nominasi (daftar) pusat-pusat
pengembangan yang akan dinilai kemampuannya sebagai
Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan. Penentuan
nominasi pusat-pusat pengembangan didekati berdasarkan
satuan administrasi Kabupaten/kota di wilayah pesisir Pulau
Jawa. Sehingga secara keseluruhan terdapat 60 (enam puluh)
Kabupaten/Kota pesisir yang ditetapkan sebagai nominasi
pusat-pusat pengembangan pesisir dan kelautan.

Proses penilaian terhadap Kabupaten/Kota pesisir untuk


ditentukan hirarkinya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir
dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa yang terdiri dari ‘Pusat
Primer’, ‘Pusat Sekunder’, ‘Pusat Tersier’ dan ‘Pusat
Lokal’. Adapun proses penilaian tersebut dilakukan
berdasarkan variabel, indikator, dan kriteria serta parameter
penilaian sebagai berikut:

21
Tabel 2
Variabel, Indikator, Kriteria, Dan Parameter Penilaian
Dalam Penentuan Pusat Pengembangan Pesisir Dan
Kelautan Di Wilayah Pulau Jawa

22
23
24
Sedangkan hasil akhir penilaian nominasi kota-kota sebagai
Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau
Jawa adalah sebagai berikut:

Tabel 3
Hasil Akhir Penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan
Kelautan

Total
No. Propinsi/Kabupaten/Kota Kategori
Bobot x Skor
I Banten
1 Kabupaten Tangerang 1,750 Pusat Lokal
2 Kabupaten Serang 3,117 Pusat Sekunder
3 Kabupaten Pandeglang 1,894 Pusat Tersier
4 Kabupaten Lebak 1,771 Pusat Tersier
5 Kota Cilegon 1,978 Pusat Tersier
II DKI Jakarta
1 Jakarta 3,940 Pusat Primer
2 Kab. Adm. Kepulauan Seribu 1,364 Pusat Lokal
III Jawa Barat
1 Kabupaten Bekasi 1,593 Pusat Lokal
2 Kabupaten Karawang 1,572 Pusat Lokal
3 Kabupaten Subang 1,572 Pusat Lokal
4 Kabupaten Indramayu 2,164 Pusat Tersier
5 Kabupaten Cirebon 1,691 Pusat Lokal
6 Kota Cirebon 2,781 Pusat Sekunder
7 Kabupaten Sukabumi 2,646 Pusat Sekunder
8 Kabupaten Cianjur 1,517 Pusat Lokal
9 Kabupaten Garut 1,316 Pusat Lokal
10 Kabupaten Tasikmalaya 1,191 Pusat Lokal
11 Kabupaten Ciamis 1,767 Pusat Tersier
IV Jawa Tengah
1 Kabupaten Brebes 1,699 Pusat Lokal
2 Kabupaten Tegal 1,505 Pusat Lokal
3 Kota Tegal 2,131 Pusat Tersier
4 Kabupaten Pemalang 1,572 Pusat Lokal
5 Kabupaten Pekalongan 1,505 Pusat Lokal

25
Total
No. Propinsi/Kabupaten/Kota Kategori
Bobot x Skor
6 Kota Pekalongan 2,407 Pusat Tersier
7 Kabupaten Batang 1,664 Pusat Lokal
8 Kabupaten Kendal 1,540 Pusat Lokal
9 Kota Semarang 2,523 Pusat Sekunder
10 Kabupaten Demak 1,572 Pusat Lokal
11 Kabupaten Jepara 1,886 Pusat Tersier
12 Kabupaten Pati 1,581 Pusat Lokal
13 Kabupaten Rembang 1,606 Pusat Lokal
14 Kabupaten Cilacap 3,608 Pusat Primer
15 Kabupaten Kebumen 1,642 Pusat Lokal
16 Kabupaten Purworejo 1,360 Pusat Lokal
17 Kabupaten Wonogiri 1,319 Pusat Lokal
V D.I Yogyakarta
1 Kabupaten Gunung Kidul 1,211 Pusat Lokal
2 Kabupaten Bantul 1,444 Pusat Lokal
3 Kabupaten Kulonprogo 1,243 Pusat Lokal
VI Jawa Timur
1 Kabupaten Tuban 1,496 Pusat Lokal
2 Kabupaten Lamongan 2,065 Pusat Tersier
3 Kabupaten Gresik 2,303 Pusat Tersier
4 Kota Surabaya 3,443 Pusat Primer
5 Kabupaten Sidoarjo 2,161 Pusat Tersier
6 Kabupaten Pasuruan 1,589 Pusat Lokal
7 Kabupaten Probolinggo 1,589 Pusat Lokal
8 Kabupaten Situbondo 1,684 Pusat Lokal
9 Kota Pasuruan 1,859 Pusat Tersier
10 Kota Probolinggo 2,074 Pusat Tersier
11 Kabupaten Bangkalan 1,426 Pusat Lokal
12 Kabupaten Sampang 1,585 Pusat Lokal
13 Kabupaten Pamekasan 1,426 Pusat Lokal
14 Kabupaten Sumenep 1,889 Pusat Tersier
15 Kabupaten Banyuwangi 2,517 Pusat Sekunder
16 Kabupaten Jember 1,601 Pusat Lokal
17 Kabupaten Malang 1,832 Pusat Tersier
18 Kabupaten Blitar 1,467 Pusat Lokal
19 Kabupaten Tulungagung 1,560 Pusat Lokal

26
Total
No. Propinsi/Kabupaten/Kota Kategori
Bobot x Skor
20 Kabupaten Trenggalek 2,554 Pusat Sekunder
21 Kabupaten Pacitan 1,237 Pusat Lokal
22 Kabupaten Lumajang 1,045 Pusat Lokal

Sumber : pekerjaan penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi


pesisir dan kelautan nasional (regional marine planning)
wilayah pulau Jawa, 2004

Keterangan : Kategori ditentukan berdasarkan selisih Nilai Total


Bobot x Skor Tertinggi dengan Nilai Total Bobot x Skor
Terendah dibagi 4 (terdiri dari Pusat Primer, Pusat
Sekunder, Pusat Tersier dan Pusat Lokal), yang
selanjutnya menghasilkan interval nilai dan kategori
sebagai berikut:

Interval Kategori
3,940 - > 3,216 Pusat Primer
3,216 - > 2,493 Pusat Sekunder
2,493 - > 1,769 Pusat Tersier
1,769 - 1,045 Pusat Lokal

Dari 60 Kabupaten/Kota pesisir yang dinominasikan sebagai


Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau
Jawa terpilih 3 (tiga) Pusat Primer yang terdiri dari Jakarta,
Surabaya dan Cilacap, dan secara keseluruhan telah mewakili
wilayah pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa.
Sedangkan Pusat Sekunder terpilih pada 6 (enam) kota
pesisir yang terdiri dari Kabupaten Serang (Banten); Kota
Cirebon, Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat); Kota Semarang
(Jawa Tengah); dan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Trenggalek (Jawa Timur). Kemudian, 14 (empat belas)
Kabupaten/Kota pesisir lainnya terpilih sebagai Pusat Tersier
yang tersebar di pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa,
dan sisanya 37 (tiga puluh tujuh) lainnya terpilih sebagai
Pusat Lokal.

27
Berikut ilustrasi peta struktur ruang wilayah Pulau Jawa

Gambar 5
Struktur ruang dengan pusat-pusat pengembangan
di wilayah Pulau Jawa

28
Daftar Pustaka

Thomas L Saaty, 1992, Analitic Hierarchy Process (AHP)


Dit. Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2004,
Rencana Tata Ruang Kabupaten Klungkung

29

Anda mungkin juga menyukai