Anda di halaman 1dari 47

MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

MODUL 7
PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA
KAWASAN PERIKANAN TANGKAP

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Sasaran 2
1.4 Manfaat 2
1.5 Ruang Lingkup 3

BAB II KAWASAN PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH


PESISIR DAN LAUT
2.1 Batasan Pengembangan Kawasan Perikanan 4
Tangkap
2.1.1 Pengertian Kawasan Perikanan Tangkap 4
2.1.2 Permasalahan Perikanan Tangkap 5
2.1.3 Aspek Legalitimasi Pemanfaatan 6
Sumberdaya Perikanan Laut
2.2 Karakteristik Kawasan Perikanan Tangkap 7
2.2.1 Habitat Ikan 8
2.3 Skala Usaha Perikanan Tangkap 14
2.4 Potensi Pengembangan Kawasan Perikanan 16
Tangkap

BAB III STRATEGI DAN STRUKTUR PENGEMBANGAN


PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMANFAATAN RUANG
LAUT
3.1 Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap 17
3.2 Langkah-langkah Program Pengembangan 17
Perikanan Tangkap Dalam Pemanfaatan Ruang
Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil

BAB IV STRUKTUR PERIKANAN TANGKAP


4.1 Komponen Perikanan Tangkap 19
4.2 Komponen Kebutuhan Ruang Kawasan Perikanan 20
Tangkap
4.2.1 Komponen Kebutuhan Ruang Perikanan 21
Tangkap di Wilayah darat/terestrial
4.2.2 Komponen Kebutuhan Ruang Perikanan 21
Tangkap Di Wilayah Laut
4.3 Fasilitas Kawasan Perikanan Tangkap 21
4.4 Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan Perikanan 22
Tangkap
BAB V RENCANA PENATAAN KAWASAN PERIKANAN
TANGKAP
5.1. Kriteria Penentuan Kawasan Perikanan Tangkap 24
5.2. Prinsip – Prinsip Pengembangan Kawasan 31
Perikanan Tangkap
5.3. Skenario Pengembangan Kawasan 33
5.4. Perencanaan Tata Ruang pada Kawasan 34
Perikanan Tangkap
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan
sumberdaya alam khususnya sumberdaya perikanan yang
berlimpah dan beraneka ragam. Potensi sumberdaya ikan laut
di seluruh perairan Indonesia, diduga sebesar 6,26 juta
ton/tahun yang dapat dikelola secara lestari, dengan rincian
sebanyak 4.4 juta ton ditangkap di perairan Indonesia dan 1.86
juta ton diperoleh dari perairan ZEEI. Pembangunan kelautan
dan perikanan Indonesia kedepan harus mengarah pada
sistem pembangunan yang memanfaatkan sumberdaya laut
secara berkelanjutan.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai
wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih
terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya
(under exploited), sedangkan di beberapa wilayah yang lain
sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing.
Pembagian wilayah penangkapan antara perikanan skala kecil
dan menengah belum terlaksana dengan baik. Tekanan
penangkapan banyak terjadi di wilayah pesisir dimana nelayan
kecil dan menengah banyak melakukan aktifitas penangkapan
di tempat dan dalam waktu yang bersamaan.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil
tangkapan ikan adalah sangat terbatasnya data dan informasi
mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan
daerah potensi penangkapan ikan. Armada perikanan
Indonesia didominasi oleh kelompok armada perikanan rakyat
berskala kecil, sedangkan jumlah nelayan dari tahun ke tahun
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Armada
penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk
menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga
selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang
potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil
tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Disamping itu, sebagai
akibat dari ketidakpastian lokasi penangkapan mengakibatkan
kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan
bakar untuk mencari lokasi fishing ground, dan ini berarti terjadi
pemborosan bahan bakar.
Perairan tempat ikan hidup adalah milik umum, laut tidak
dikapling seperti halnya daratan, sehingga siapapun dapat
memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di perairan itu.
Perebutan lokasi penangkapan ikan yang potensial dapat saja
terjadi. Selain itu, beragamnya alat penangkap ikan yang
digunakan oleh masyarakat, sehingga perlu diatur penataan
lokasi penangkapan ikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan
bagi setiap alat penangkap ikan tersebut Oleh karena itu,
diperlukan suatu petunjuk pelaksanaan dalam menentukan
lokasi kegiatan perikanan tangkap.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Petunjuk Pelaksanaan penentuan lokasi
untuk kegiatan perikanan tangkap adalah Mendeskripsikan
karakteristik spesifik, permasalahan dan potensi
pengembangan kawasan perikanan tangkap di Indonesia
sebagai pertimbangan dalam proses penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang Kawasan Perikanan Tangkap

1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan Petunjuk
Pelaksanaan penentuan lokasi untuk kegiatan perikanan
tangkap adalah :
1. Tersedianya arahan penetapan kawasan perikanan
tangkap dalam penyusunan rencana tata ruang/rencana
zonasi kawasan pesisir & laut
2. Tersedianya arahan lebih jelas bagi perumusan pedoman
teknis perencanaan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir
& laut untuk kegiatan perikanan tangkap

1.4 Manfaat

Manfaat penyusunan panduan teknis ini adalah :


1. Sebagai pedoman dalam penentuan lokasi kawasan
perikanan tangkap

2
2. Sebagai pedoman dalam penyusunan pola pemanfaatan
ruang pesisir dan laut yang mendukung kegiatan perikanan
tangkap
3. Sebagai acuan didalam penyusunan petunjuk teknis
pengelolaan kawasan perikanan tangkap

1.5 Ruang Lingkup


Materi petunjuk teknis ini memuat aspek-aspek sebagai berikut:
1. Batasan Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap
2. Karakteristik Kawasan Perikanan Tangkap
3. Strategi dan Struktur Pengembangan Perikanan Tangkap
4. Struktur Perikanan Tangkap
5. Rencana Penataan Ruang/Rencana Zonasi Kawasan
Perikanan Tangkap

3
BAB II
KAWASAN PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH
PESISIR DAN LAUT

2.1 Batasan Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap


2.1.1 Pengertian Kawasan Perikanan Tangkap
Kawasan perikanan tangkap adalah suatu kawasan tempat
kegiatan perikanan tangkap yang memiliki ikatan kemitraan dan
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang.
Manfaat dari dikembangkannya kawasan ini diharapkan
nelayan dapat mempermudah upaya pengelolaan, dan
memperkecil ongkos investasi maupun operasinya.
Perencanaan kawasan perikanan tangkap diharapkan dapat
menciptakan aglomerasi daerah tersebut karena terkumpulnya
berbagai jenis industri perikanan yang terkait dan saling
mendukung sehingga mengakibatkan penghematan ekstern;
kemudahan aktivitas perikanan tangkap; pengarahan
penempatan berbagai kegiatan perikanan tangkap dalam satu
kawasan; memberikan kepastian hukum tempat usaha yang
ramah lingkungan dan sesuai dengan tata ruang wilayah.
Kebijakan di bidang perikanan khususnya dalam hal pengaturan
pemanfaatan ruang untuk kawasan perikanan tangkap pada
saat ini perlu dilakukan. Untuk mendorong terjadinya
pemanfaatan ruang yang lebih efisien dan efektif sehingga
lahan yang dialokasikan memiliki nilai dan dapat memberikan
kontribusi terhadap pengembangan wilayah.
Kawasan Perikanan Tangkap merupakan komoditas publik,
yang memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pusat pengembangan masyarakat nelayan dan
pertumbuhan ekonomi perikanan dan pengembangan
agribisnis perikanan tangkap.
2. Pusat pelayanan tambat labuh kapal perikanan, pendaratan
ikan hasil tangkapan, dan pelayanan kegiatan operasional
kapal-kapal perikanan.
3. Pusat pelaksanaan pembinaan dan penanganan mutu hasil
perikanan.

4
4. Pusat pengembangan usaha industri pengolahan hasil
perikanan.
5. Pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, baik untuk
local, regional, nasional maupun internasional (ekspor).
6. Pusat pelaksanaan pengawasan, penyuluhan dan
pengumpulan data perikanan tangkap.

2.1.2 Permasalahan Perikanan Tangkap


Permasalahan dan hambatan yang timbul pada sub sektor
perikanan tangkap adalah sebagai berikut :
 Sumberdaya ikan itu bersifat common property atau perairan
itu adalah milik bersama, sehingga diperlukan pendekatan
yang terpadu.
 Armada penangkapan ikan berskala semi industri dan
industri (dengan kapal berukuran > 10 GT) sangat terbatas
jumlahnya hanya 6%;
 Belum adanya pemanfaatan data satelit maupun informasi
dari hasil penelitian untuk penentuan daerah penangkapan
ikan (fishing ground) oleh Rumah Tangga/Perusahaan
Perikanan setempat;
 Adanya gejala tangkap lebih (over fishing) dengan degradasi
lingkungan perairan pantai serta konflik sosial antar nelayan
karena perebutan daerah penangkapan (fishing ground).
 Rendahnya produktivitas nelayan telah mengakibatkan
kemiskinan yang berkepanjangan dan lemahnya
kemampuan manajerial usaha;
 Rendahnya mutu produk perikanan karena sebagian besar
armada penangkapan ikan berskala kecil belum ditunjang
dengan teknik penanganan ikan yang baik;
 Rendahnya kualitas SDM nelayan, sehingga sulit menerima
inovasi baru;
 Hambatan permodalan usaha dalam rangka pengadaan
armada dan jenis alat tangkap, karena tidak ada jaminan
pengembalian pinjaman yang pasti dari kredit yang diperoleh
dari perbankan.

5
 Perairan tempat ikan hidup adalah milik umum, laut tidak
dikapling seperti halnya daratan, sehingga siapapun dapat
memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di perairan itu.
Perebutan lokasi penangkapan ikan yang potensial dapat
saja terjadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu peraturan dan
perencanaan tata ruang untuk kegiatan perikanan tangkap.

2.1.3 Aspek Legitimasi Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan Laut
Agar tidak terjadi konflik diantara pemanfaat laut, maka dibuat
undang-undang dan atau peraturan-peraturan perikanan, baik
yang berlaku secara lokal, nasional, regional maupun
internasional. Masyarakat pengguna laut harus mematuhi
aturan main yang berlaku.
Beberapa produk hukum yang digunakan dalam pemanfaatan
sumberdaya ikan diantaranya adalah
1. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) ;
2. Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
3. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1984 tentang
Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di ZEEI ;
4. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha
Perikanan ;
5. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
30/MEN/2004 Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil;
6. Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
607/Kpts/UM/9/1976 tentang Jalur-jalur Penangkapan
Ikan;
7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan;
8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
10/MEN/2004 Pelabuhan Perikanan;
9. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan
Rumpon;

6
10. Peraturan lain yang telah diterbitkan oleh Pemerindah
Daerah setempat.

2.2. Karakteristik Kawasan Perikanan Tangkap


Kawasan perikanan tangkap harus memperhitungkan factor –
factor antara lain :
A. Kelimpahan (abundance)
B. Keberadaan dan Arah Ruaya/Migrasi Ikan
Penentuan keberadaan dan arah ruaya/migrasi ikan
dilakukan dengan cara mengamati dari daerah yang tinggi,
memperhatikan gerak dari gerombolan burung-burung laut
yang terbang di atas perairan, menyelam, pengamatan
dengan kamera/video bawah air dan jarring insang/gill net,
fish finder atau sonar.
C. Penyebaran (distribution)
D. Kondisi Oseanografi
Kondisi oseanografi perairan akan menentukan keberadaan
ikan di dalam perairan tersebut, dimana setiap kelompok
ikan mempunyai kesenangan/toleransi yang berbeda-beda.
Faktor oseanografi yang harus diperhatikan dalam
penentuan waktu dan daerah penangkapan ikan, antara
lain suhu permukaan laut, salinitas, arah dan kecepatan
arus, kedalaman perairan, dasar perairan, dan kondisi
cuaca.
Usaha perikanan yang menggunakan alat tangkap aktif
dengan ikan target tuna dan cakalang daerah
penangkapannya akan mengikuti pola migrasi. Ikan-ikan ini
bermigrasi berdasarkan pola arus tertentu untuk
mendapatkan suhu optimalnya serta mendapatkan daerah
yang cocok untuk memijah dan mencari makan.
Daerah potensi penangkapan ikan ditentukan dari suhu
permukaan laut dengan Klorofil-a dengan kriteria :
a. Daerah thermal front (gradien horisontal suhu >= 1,0
°C / 6 Km), sumber : Narendra, 1992;
b. Daerah upwelling (penaikan massa air dari lapisan
yang lebih dalam).;

7
c. Daerah turbulensi, umumnya terjadi disekeliling pulau-
pulau atau benua.;
d. Daerah dengan konsentrasi klorofil yang relatif tinggi
>= 0,3 mg/m3;
e. Daerah sisi hangat dari thermal front yang lebih
disukai oleh ikan (kisaran suhu sesuai).
Hubungan antara kondisi oseanografi perairan dengan
habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis dapat
dinyatakan dengan tabel berikut.

Tabel 1. Parameter Oseanografi dan Habitat Beberapa Jenis


Ikan Pelagis

2.2.1 Habitat Ikan


Ikan merupakan mahluk hidup teresterial yang selalu
bergerak/beruaya mencari lingkungan yang sesuai dengan
kondisi metabolisme tubuhnya. Pada prinsipnya ikan-ikan
yang hidup pada suatu habitat dapat dikategorikan menjadi 4
kelompok (Hutomo & Martosewojo, 1977), yaitu : (1) tinggal

8
sepanjang waktu untuk berpijah dan kegiatan lainnya, (2)
tinggal sejak juvenil hingga stadia dewasa, tetapi berpijah di
tempat lain, (3) tinggal hanya selama stadia juvenil, dan (4)
tinggal hanya sesaat.
Karakteristik daerah penangkapan ikan antara lain :
1. Perairan Pantai
Pantai adalah daerah perbatasan darat dan laut. Daerah ini
memiliki karakteristik ekologi dan biofisik yang berbeda seperti
jarak pantai, kelandaian, teluk, cotinental shelve, yang
dipengaruhi faktor ekologi oseanografi dan kegiatan manusia.
Hewan-hewan laut sangat beradaptasi untuk hidup di habitat
lingkungan tertentu, banyak pula spesies ikan yang melakukan
migrasi dari satu lingkungan habitat ke lingkungan lain pada
tahap pertumbuhan atau kehidupannya. Misalnya ada jenis-
jenis ikan atau organisme lain yang sewaktu fase juvenil hidup
di perairan mangrove dan setelah dewasa bermigrasi ke laut
yang dalam.
Sumberdaya ikan yang dominan di perairan pantai antara lain
ikan tembang, japuh, lemuru (Sardinella spp., Dusumieria sp),
Belanak (Mugil sp), Biji nangka (Upeneus sp.), Alu-
alu/Barakuda (Sphyraena sp.) Baronang (Siganus sp.), Butana
(Acanthurus sp., Paracanthurus sp.), Kakatua (Scarus sp,
Chlorurus sp.), Rastrelliger brachysoma, Auxis sp., Steloporus
spp., Encraicholine spp. Stok ikan pelagis sangat peka terhadap
perubahan lingkungan, terutama salinitas secara spasial yang
dibangkitkan oleh dua angin muson barat dan muson timur.
a. Estuari dan Mangrove
Estuari adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai
hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan
air tawar dari daratan, sehingga airnya menjadi payau,
didominasi oleh subtrat berlumpur yang merupakan endapan
yang dibawa oleh limpasan air sungai. Perairan estuari ini
terdapat di daerah teluk dan muara sungai.
Dalam ekosistem ini banyak tumbuh jenis-jenis mangrove,
membentuk barisan disepanjang pinggir pantai dan merambah
tumbuh menjorok ke zona laut. Ekosistem mangrove
memberikan pelindungan dan makanan kepada berbagai

9
organisme lainnya, seperti mamalia, reptil, amfibi, burung,
kepiting, primata, serangga, ikan dan sebagainya. Daun – daun
mangrove yang jatuh kedalam air akan menjadi substrat yang
baik bagi bakteri dan fungi, yang berfungsi membantu proses
pembusukan daun – daun menjadi detritus. Detritus akan
dimakan oleh amphipoda, mysidaceae, dan lain-lain, yang
kemudian akan dimakan oleh larva-larva ikan, kepiting, udang
dan lain-lain. Detritus organik akan merupakan sumber energi
yang esensial bagi sebagian besar hewan estuaria. Detritus dari
daun-daun Rhizophora mangle merupakan salah satu sumber
makanan bagi komunitas akutik. Daerah ini umumnya
merupakan daerah yang baik untuk memijah (spawnning
ground), mencari makan (feeding ground) atau bertelur.
Kegiatan perikanan tangkap di perairan sekitar mangrove
memanfaatkan kondisi pasang surut, ikan-ikan tersebut
terperangkap karena mengikuti arus pasang surut. Alat tangkap
yang biasa digunakan antara lain alat tangkap pasif (belat,
bagan, rengge, pancing, rakkang, tenang dan anco) dan alat
tangkap aktif (jala dan dogol). Untuk menghindari penangkapan
berlebih perlu dikendalikan dan diatur mengenai frekuensi, jenis
dan jumlah alat tangkap.
Estuaria merupakan habitat yang cocok untuk udang peneid
terutama pada kedalaman 10 – 30 m dengan dasar perairan
lumpur berpasir serta masih dipengaruhi oleh massa air tawar.
Teluk yang besar dan dalam, biasanya merupakan daerah
penangkapan yang baik untuk penangkapan ikan, karena
gerombolan ikan yang datang biasanya dalam skala besar.
Untuk daerah penangkapan di teluk yang besar bisa
mempergunakan bagan tancap, lampara, pancing, pukat pantai,
jaring angkat, jaring insang, jala lempar, alat pengumpul kerang,
dan set net. Set net jenis Traps net, sedangkan untuk daerah
penangkapan di teluk yang sempit sebaiknya memakai Set net
jenis Pound net. Alat penangkapan ikan lain yang banyak
digunakan di perairan ini adalah lampara, pancing, jaring
insang, jaring kantong (trammel net), jaring trawl (mini trawl),
Push net, jala lempar, dan alat pengumpul kerang.

10
b. Padang Lamun
Dahuri (2003), lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka
pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya
berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan
kedalaman 4 meter. Padang lamun terbentuk di dasar laut yang
masih ditembusi cahaya matahari yang cukup untuk
pertumbuhannya.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 55 jenis
lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis
dominan. Hampir semua substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai
dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun
yang luas lebih sering ditemukan disubstrat lumpur-berpasir
yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang
(Bengen, 2002). Beberapa spesies seperti Thalassia
testudinum secara ekstrim dapat bertumbuh dengan cepat,
dengan laju pertumbuhan daun 2 cm per hari.
Padang lamun (seagrass) di perairan pantai merupakan salah
satu daya tarik ikan untuk melakukan reproduksi (spawnning
ground), tempat pertumbuhan ikan (nousery ground) dan
tempat mencari makan (feeding ground). Biota yang hidup
berasosiasi di ekosistem ini diantaranya adalah ikan beronang,
ikan kerapu, penyu hijau, dugong, krustacea, moluska (Pinna
sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp.,
Synapta sp., Diadema., Archanster sp., Linckia sp.) da cacing
(Polikaeta). Oleh karena itu perairan yang mempunyai padang
lamun merupakan salah satu daerah penangkapan yang baik
untuk perikanan yang mempergunakan alat penangkapan ikan
berupa : Set net, Jaring angkat, alat pengumpul kerang, alat
pengumpul rumput laut.

c. Terumbu Karang
Terumbu karang itu umumnya terletak di pinggir pantai sampai
ke kedalaman sekitar 40 meter. Pada umumnya sifat ikan
karang cenderung menetap (sedentary) membuat operasi
penangkapan relatif lebih mudah. Perikanan karang merupakan
industri penangkapan ikan skala kecil (perikanan artisanal).
Perkiraan hasil tangkapan yang berkelanjutan dapat mencapai

11
15 ton/km2 dari perairan karang yang kedalamannya kurang
dari 30 m.
Di kawasan Asia Tenggara perikanan karang merupakan usaha
yang penting dengan hasil tangkapan sekitar 10% di Filipina,
20% di Malaysia, dan 5% di Indonesia. Beberapa jenis ikan
yang tertangkap di dearah terumbu karang diantaranya
sekartaji/butana (surgionfish), betok (damselfish), mendut
(triggerfish), baronang (rabbitfish), blenid, gobi, kakatua
(parrofish), kepe-kepe (Chaetodontidae/butterflyfis), betok/giru
(Pomacentridae), injel (Pomacantidae), ikan tato/kipas-kipas
(Monocanthidae), buntel kotak (Ostraciontidae), buntel ayam
(Tetraodontidae), suku Clupeidae (Klupid) dan Atherinidae (ikan
berkulit perak), Bambangan, kakap, kerapu, kuwe, kerapu,
kuwe, dan sebagainya. Selain ikan, tertangkap juga kima,
kerang, udang, udang barong, kepiting, teripang, dan
sebaginya.
Terumbu karang merupakan salah satu daerah penangkapan
yang baik untuk perikanan Set net, bubu, dll. Pemasangan Set
net di perairan terumbu karang, sebaiknya dipasang tidak
berdekatan dengan terumbu karang, bank, atau shoal. Tetapi
pemasangannya harus berada di depan terumbu karang.
Terumbu karang bisa juga berfungsi sebagai penuntun arah
ruaya ikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang untuk
perikanan karang, antara lain :
 Pemantauan terhadap komposisi dan rata-rata jumlah
tangkapan setiap spesies yang tertangkap dan responnya
terhadap perubahan intensitas dan pola pennagkapan
(penambahan upaya, perubahan spesifikasi dan jenis alat
tangkap dan perubahan musim tangkapan).
 Pengembangan model produksi Nilai Konservasi
Sumberdaya Terumbu Karang
- Persentasi tutupan karang, keanekaragaman,
kelimpahan, spesies karang unik, dan interaksi dalam
ekosistem;
- Algae/Plankton : jumlah dan jenis, karakteristik;
- Kelimpahan ikan karang, keanekaragaman, interaksi
dalam ekosistem;

12
- Jumlah dan jenis tangkapan, pengaruhnya dalam
kelestarian potensi sumberdaya;
- Kegiatan lainnya, sebagai potensi yang dapat merusak
habitat karang;
- Gangguan alami, diamati macam dan dampak yang
ditimbulkan;
- Penzonasian : zona perlindungan laut, zona ekoturism,
zona pemanfaatan, zona fish sanctuary.

2. Periran Laut Lepas


Laut yang dijadikan daerah penangkapan ikan adalah peraiaran
yang sering terjadi upwelling. Daerah Upwelling merupakan
pemasok unsur hara, yang berdampak terhadap kesuburan
perairan. Di lokasi ini biasanya melimpah jenis-jenis ikan
pelagis neritik dan oseanik seperti jenis-jenis Layang
(Decapterus russeli, Decapterus macrosoma), Bentong (Selar
crumenophtalmus), Kembung (Rastrelliger kanagurta), Siro
(Amblygaster sirm), Juwi (S. gibosa), Megalaspis cordyla,
Scombemorus spp., Auxis thazard, tembang, japuh, lemuru dari
keluarga Clupeidae, serta puri atau teri dari keluarga
Engraulidae.
Kelimpahan dari ikan-ikan pelagis kecil ini sangat berguna
mendukung industri perikanan, karena umumnya jenis-jenis
ikan tersebut dipergunakan untuk bahan baku tepung ikan,
suplemen untuk pakan ternak, dan ikan umpan dalam
perikanan tuna dan cakalang.

13
2.2 Skala Usaha Perikanan Tangkap

14
15
2.3 Potensi Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap

POTENSI PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN


DI INDONESIA

Pt: 66,08 ;Prd:


Pt: 27,.67 ;Prd: 35,16
35,.27 TP: 53,21
TP: >100
Pt: 147,30 ;Prd:
132,70
TP: 90,15 Pt: 334,80 ;Prd: Pt: 175,26 ;Prd: Pt: 384,75 ;Prd:
54,69 153,43 62,45
Pt: 82,40 ;Prd: TP: 16,34 TP: 87,54 TP: 16,23
146,23
TP: >100
Pt: 621,50 ;Prd: Pt: 106,51 ;Prd: Pt: 54,86 ;Prd:
205,53 37,46 15,31
TP: 33,07 TP: 35,17 TP: 27,91
Pt: 379,44 ;Prd:
Pt: 193,6 ;Prd: 85,1 Pt: 83,84 ;Prd: 119,43
TP: 43,96 32,14 TP: 31,48
TP: 38,33

Pt: 386,26 ;Prd: Pt: 55 ;Prd: 137,82 Pt: 104,12 ;Prd:


188,26 TP: >100 Pt: 340 ;Prd: 507,53 29,10
TP: >100 Pt: 605,44 ;Prd: Pt: 132 ;Prd: 146,47
TP: 48,74 TP: 27,95
333,35 TP: >100 Pt: 50,86 ;Prd:
Pt: 375,2 ;Prd: 34,55
TP: 55,06
334,92 TP: 67,93
Pt: 9,32 ;Prd: 43,2
TP: 89,26
Pt: 87,2 ;Prd: TP: >100
167,38 Pt: 468,66 ;Prd: 12,31
TP: >100 Pt: 202,34 ;Prd: TP: 2,63
156,8
TP: 77,49
Pt: 526,57 ;Prd: Pt: 135,13 ;Prd:
264,56 134,83
TP: 50,21 TP: 99,78

Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di


Indonesia Keterang
Tahun 2001 an :

Potensi Produksi
Sumberdaya Ikan Pemanfaatan (%)
(1000 ton) (1000 ton) Ikan Pelagis Besar Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal
Pelagis Kecil 3605,66 1784,33 49,49
Keterangan :
Pelagis Besar 1165,36 736,17 63,17 Pt : Potensi Ikan Pelagis Besar, Ikan Pelagis Wilayah Perairan Pengelolaan
Selat Malaka
Kecil, Perikanan
Demersal 1365,09 1085,56 79,52 Ikan Demersal (x 1000 ton)
Prd : Produksi Ikan Pelagis Besar, Ikan Pelagis
Laut Cina Selatan
Laut Jawa
Laut Flores dan Selat Makassar
TOTAL 6136,11 3606,06 192,18 Kecil,
Ikan Demersal (x 1000 ton) Laut Banda
TP : Tingkat Pemanfaatan (%) Laut Arafura
Laut Maluku
Laut Sulawesi dan Samudera
Pasifik
Laut Indonesia dan Samudera
Hindia
(Barat Sumatera,Selatan Jawa,
Departemen Kelautan dan Perikanan Selatan Bali dan Nusa Tenggara)
DIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL Sumber data :
Jl. MT Haryono Kav.52-53 Pancoraan, Jakarta Selatan Badan Riset Kelautan Perikanan-Departemen Kelautan & Perikanan
(2002)
Telp. (021) 79180303 Faks. (021) 79180456
E-mail : gislabp3kdkp@ yahoo.com

16
BAB III
STRATEGI DAN STRUKTUR
PENGEMBANGANmPERIKANAN TANGKAP DALAM
PEMANFAATAN RUANG LAUT

3.1. Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap


a. Pengembangan kemampuan armada penangkapan
ikan
b. Peningkatan Produktivitas melalui Pengembangan
teknologi tepat guna
c. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia
d. Pengaturan/Penyediaan Sarana dan Prasarana
e. Penerapan bioteknologi penanganan dan pengolahan
hasil perikanan yang berorientasi pasar
f. Pengembangan teknik manajemen pemasaran produk
perikanan yang lebih efisien
g. Pengembangan teknologi pengelolaan (konservasi)
sumberdaya perikanan dan lingkungan laut serta
rehabilitasi habitat ikan yang rusak
h. Pengembangan sistem usaha perikanan baik di lahan
pesisir maupun laut
i. Implementasi Hukum

3.2. Langkah-Langkah Program Pengembangan Perikanan


Tangkap Dalam Pemanfaatan Ruang Laut dan Pesisir
a. Stock assessment, diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan dalam inventarisasi dan pendugaan stok
sumberdaya ikan laut dan kawasan-kawasan potensial
bagi pengembangan budidaya laut dan air payau,
b. Biologi laut, yaitu dengan memahami aspek-aspek
biologi dan parameter-parameter populasi yang
berperan dalam menjaga kelangsungan hidup secara
alamiah dari populasi tersebut.
c. Oseanografi perikanan berkaitan dengan lingkungan
hidup sumberdaya ikan yang mencakup bidang biologi,
fisika, kimia dan klimatologi (ENSO, El Nino dan
sebagainya)

17
d. Sosial ekonomi perikanan antara lain mendukung
kajian-kajian social ekonomi nelayan serta teknik-teknik
manajemen pemasaran produk perikanan laut yang
lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan pemasaran
dalam negeri maupun internasional.
e. Statistik perikanan, khususnya yang meliputi data catch
dan effort diperlukan bagi pendugaan besarnya MSY
(maximum sustainable yield) melalui aplikasi model-
model produksi dan turunannya
f. Teknologi, alat penangkapan dan arsitektur kapal
perikanan diperlukan dalam pemanfaatan sumberdaya
ikan di laut dalam dan laut bebas termasuk ZEE dan
landas kontinen
g. Teknologi pasca panen, pengendaliaan mutu,
diversifikasi produk-produk perikanan sehingga memiliki
daya saing tinggi baik di pasar dalam negeri maupun
internasional serta dapat meningkatkan nilai tambah
ekonomi secara nyata

18
BAB IV
STRUKTUR PERIKANAN TANGKAP

4.1. Komponen Perikanan Tangkap

Pengembangan sektor perikanan tangkap yang akan


dikembangkan dalam kaitan dengan potensi perikanan dan
pemanfaatan yang berkelanjutan serta kaitan dengan
pemanfaatan yang lestari, perlu adanya suatu metode
pemanfaatan ruang yang baik. Data tangkapan ikan yang
diambil meliputi posisi penangkapan ikan, waktu penangkapan,
jumlah tangkapan, jenis dan ukuran ikan, dan alat tangkap.
Adapun pendekatan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
sektor perikanan tangkap yang sesuai dengan daya dukung
sumberdaya alam untuk kegiatan pemanfaatan ruang adalah :
1. Sumberdaya hayati akuatik
- Taksonomi (species : nama ilmiah dan lokal)
- Lokasi geografi
- Lokasi ekologi
- Kelimpahan dan penyebaran sumberdaya hayati
- Struktur populasi sumberdaya
2. Satuan penangkap dan armada perikanan
- Jenis satuan-satuan penangkapan
 Kapal dan alat tangkap : jenis, jumlah
 Tenaga kerja (musiman, sambilan, tetap)
- Kapasitas tangkap armada perikanan
- Hasil tangkap per satuan upaya (CPUE : catch per unit
effort)
- MSY (maximum sustainable yield) melalui aplikasi
model-model produksi dan turunannya
- Operasi penangkapan
 Deskripsi operasi penangkapan
 Lamanya trip penangkapan bagi tiap jenis
satuan penangkapan dan jumlah trip dalam
satu musim penangkapan
3. Daerah dan wilayah penangkapan
- Wilayah penangkapan tiap jenis satuan
penangkapan ikan
- Musim penangkapan
- Daerah pelindungan laut

19
- Pangkalan/pelabuhan perikanan
- Peraturan / Undang-undang / Perda tentang
perikanan
4. Hasil tangkap
- Produksi : volume dan nilai
- Komposisi hasil tangkapan menurut spesies,
ukuran dan umur
- Hasil tangkap per satuan luas permukaan wilayah
penangkapan
5. Pengolahan (Pasca Panen)
- Proses dan produk perikanan
- Teknik dan peralatan pasca panen
- Tenaga kerja dan ketrampilan
6. Pemasaran
- Analisis pasar intern dan ekstern (analisa
perbekalan dan permintaan
- KUD
7. Distribusi
- Fasilitas penyimpanan (cold storage)
- Fasilitas pengangkutan
- Saluran-saluran distribusi
8. Infrastruktur dan pemanfaatannya
- Transportasi/Jasa Pengangkutan : jalan, kereta api,
pesawat udara dan kapal laut
- Telekomunikasi
- Tersedianya air tawar
- Tenaga listrik
9. Jasa dan perbekalan oleh industri penyangga dan
pemanfaatannya oleh perikanan
- Pabrik es
- Galangan kopal (docking)
- Suku cadang mesin kapal dan alat tangkap
- Bank, Perusahaan asuransi dll

4.2 Komponen Kebutuhan Ruang Kawasan Perikanan


Tangkap
Komponen kebutuhan ruang untuk kawasan perikanan tangkap
mencakup daratan dan perairan yang dipergunakan secara
langsung untuk kegiatan perikanan tangkap.

20
4.2.1. Komponen kebutuhan ruang perikanan tangkap di
wilayah darat/terestrial
Komponen kebutuhan ruang di daratan digunakan untuk fasilitas
pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang, antara lain
untuk kegiatan bongkar ikan, pelelangan, pengepakan, kawasan
industri perikanan, kawasan pelayanan perbekalan, dan
perbaikan kapal perikanan, sistem transportasi, pemukiman
nelayan, serta fasilitas umum lainnya yang terkait dengan
kegiatan perikanan tangkap.

4.2.2. Komponen kebutuhan ruang perikanan tangkap di


wilayah laut
Komponen kebutuhan ruang di perairan dibutuhkan untuk
kegiatan alur pelayaran, penempatan rambu-rambu navigasi,
tempat tambat labuh, tempat alih muat antar kapal perikanan,
olah gerak kapal perikanan, perbaikan kapal perikanan, daerah
pemasangan rumpon, Suaka Perikanan (, daerah pemijahan
ikan dan daerah penangkapan ikan.

4.3. Fasilitas Kawasan Perikanan Tangkap


Fasilitas Kawasan Perikanan Tangkap meliputi fasilitas pokok
(basic facilities), fasilitas fungsional (functional facilities) dan
fasilitas pendukung (supporting facilities).
A. Fasilitas Pokok, diantaranya adalah :
- fasilitas pelindung/penahan gelombang seperti
breakwater, revetment, dan groin
- faslitas tambat seperti dermaga dan Jetty
- fasilitas perairan seperti kolam pelabuhan, alur
pelayaran, dan rambu-rambu navigasi
- faslitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-
gorong, jembatan
- fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan dan
pengembangan usaha perikanan tangkap

21
B. Fasilitas Fungsional, diantaranya adalah :

- fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti Tempat


pelelangan Ikan (TPI) dan Pasar Ikan
- fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti
telepon, faximail, internet, SSB, rambu-rambu, lampu
suar, dan menara pengawas
- fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar
- fasilitas pemeliharaan kapal dan alat tangkap seperti
dock/slipway/galangan kapal, bengkel, dan tempat
perbaikan jaring
- fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan
seperti cold storage, transit sheed, kawasan industri
pengolahan hasil perikanan dan labolatorium
pembinaan mutu
- fasilitas perkantoran seperti Kantor Administrasi
Kawasan Perikanan Tangkap dan kantor swasta
lainnya
- fasilitas transportasi san jaringan jalan seperti alat
angkut ikan dan es
- fasilitas pengolahan air limbah (IPAL)
C. Fasilitas Pendukung, diantaranya adalah :

- fasilitas pembinaan nelayan seperti Balai Pertemuan


Nelayan
- fasilitas Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap
sepeti kantor syahbandar, bea cukai, kantor
manajemen unit, perumahan karyawan, gudang, Pos
Jaga, dan Pos Pelayanan Terpadu
- fasilitas sosial dan umum seperti pemukiman nelayan,
guest house, warung, tempat beribadah, MCK umum
dan lain-lain.

4.4. Konsep Rencana tata ruang/rencana zonasi Kawasan


Perikanan Tangkap
Dasar rencana pengembangan kawasan perikanan tangkap
adalah mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan
ruang lautnya sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil

22
produksi serta mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang
terjadi.
Pengembangan Kawasan ini dititikberatkan pada upaya
penataan ruang dalam pembagian wilayah penangkapan
bedasarkan armada penangkapan ikan antara perikanan skala
kecil, skala menengah, dan skala besar di wilayah perikanan
Indonesia.
Konsep yang digunakan dalam perencanaan kawasan
perikanan tangkap adalah perencanaan kawasan perikanan
tangkap yang terpadu dengan pengembangan kegiatan
perikanan tangkap dengan pertimbangan sistem yang
terintegrated yang mampu mendukung kebutuhan skala
pelayanan lokal – regional – internasional, serta mampu
mendukung fungsi utama kawasan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah melalui sistem integrasi pengembangan
kegiatan industri perikanan tangkap dan perdagangan produk
hasil perikanan.
Kawasan Perikanan Tangkap dibangun di daerah sentra-sentra
kegiatan penangkapan ikan di laut yaitu Pelabuhan Perikanan.
Adanya sistem yang terintegrated diharapkan dapat
merangsang dan menunjang perkembangan kegiatan
penangkapan ikan di laut serta pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan Nelayan dan perusahaan perikanan.
Selain itu, kawasan ini juga diharapkan dapat meningkatkan
roda perekonomian perikanan dan sektor lainnya seperti
perdagangan, pariwisata dan industri penunjang perikanan, di
bidang ketenagakerjaan diharapkan dapat menyerap tenaga
kerja untuk kegiatan di kapal, yang hasil akhirnya meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Dampak positif lainnya adalah dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dan devisa Negara dari sektor perikanan
dan kelautan, serta terkendali dan terawasinya pemanfaatan
sumberdaya ikan (SDI).

23
BAB V
RENCANA PENATAAN KAWASAN PERIKANAN TANGKAP

5.1. Kriteria Penentuan Kawasan Perikanan Tangkap


A. Kriteria Kelayakan Regional Pengembangan Kawasan
Perikanan Tangkap
1. Ketersediaan Sumberdaya Manusia, keberhasilan
operasional kegiatan di kawasan perikanan tangkap
sangat tergantung dari ketersediaan tenaga kerja yang
terampil dan terlatih,
2. Lokasi Strategis, wilayah yang layak untuk dijadikan
kawasan perikanan tangkap adalah wilayah yang secara
regional terkoneksi dengan sistem jaringan perekonomian
global dan regional yang cukup baik dengan wilayah lain.
3. Kondisi Wilayah Belakang (Hinterland),
memepertimbangkan samapai sejauh mana potensi
sumberdaya alam yang ada di wilayah hinterland sudah
dimanfaatkan dan dikelola untuk mendukung kegiatan
yang ada di kawasan perikanan tangkap.
4. Kebutuhan Permintaan Kawasan Perikanan Tangkap,
pengembangan kawasan perikanan tangkap perlu
dikembangkan apabila permintaan atas kebutuhan lahan
untuk kegiatan perikanan tangkap cukup tinggi, guna
mengakomodir dan memudahkan operasional nelayan.
5. Kecenderungan Perkembangan Kegiatan Perikanan
Tangkap, pengembangan kawasan perikanan tangkap
dilakukan pada wilayah yang memiliki kecenderungan
perkembangan kegiatan perikanan cukup tinggi dan
berpotensi untuk dikembangkan.
6. Ketersediaan Prasarana Transportasi Regional dan
Jaringan Utilitas, pengembangan kawasan perikanan
tangkap sangat erat kaitannya dengan ketersediaan
prasarana transportasi regional untuk mendukung
kemudahan akses terhadap sarana produksi dan
pemasaran hasil bagi usaha perikanan tangkap. Prasarana
transportasi regional yang dibutuhkan meliputi :
a. Transportasi laut, ketersediaan pelabuhan perikanan
sekaligus berfungsi sebagai simpul outlet produk hasil
perikanan.

24
b. Transportasi darat, sistem jaringan jalan regional (Arteri
dan Kolektor Primer), berfungsi untuk menghubungkan
antara suatu wilayah dengan Kawasan Perikanan
Tangkap.
c. Transportasi udara, berfungsi untuk Kawasan
Perikanan Tangkap yang memiliki skala pelayanan
internasional.
Selain prasarana transportasi regional, dibutuhkan juga
ketersediaan jaringan utilitas untuk mendukung
pengembangan kawasan perikanan tangkap antara lain :
a. Ketersediaan jaringan listrik, dengan kapasitas dan
sistem jaringan yang memadai.
b. Ketersediaan sumber air bersih sebagai bahan baku
c. Ketersediaan jaringan telekomunikasi
7. Masalah Lingkungan, salah satu faktor yang mendorong
perlunya kawasan perikanan tangkap dibentuk adalah
karena adanya tekanan degradasi lingkungan baik secara
alami maupun akibat tingkah laku manusia. Untuk itu
diperlukan koordinasi pengelolaan
8. Jaminan Keamanan, jaminan kemanan sangat dibutuhkan
untuk suatu pengembangan dan kontinuitas kegiatan
perikanan tangkap. Layak tidaknya suatu wilayah
dikembangkan menjadi kawasan perikanan tangkap
sangat bergantung pada kemampuan wilayah tersebut
menjamin kemanan bagi pelaku kegiatan, terutama
investor yang telah menanamkan modal untuk kegiatan
perikanan tangkap.

B. Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Perikanan Tangkap


1. Kriteria Perikanan, mempertimbangkan sumberdaya ikan
yang didaratkan, keberadaan ikan (stok di perairan dari
kurun waktu tertentu), arah ruaya ikan, faktor oseanografi,
serta kondisi biofisik atau ekologis, seperti seberapa
dekat daerah penangkapan ikan/potensi perikanan, jalur,
dan musim penangkapan.
2. Kriteria Historis, sejarah pengelolaan dari suatu wilayah
daerah otonom serta memberikan peluang ekonomi yang
lebih besar kepada suatu daerah otonom, dengan
mempertimbangkan aspek sosial, budaya masyarakat
setempat, seperti sudah sejak lama menjadi tempat
pendaratan kapal nelayan setempat dan merupakan

25
perkampungan nelayan, guna memenuhi kebutuhan
sumberdaya manusia yang terampil dan terlatih.
3. Kriteria Akses, seberapa besar dekat dengan pelabuhan
perikanan, daerah/tempat pemasaran dengan skala
pemasaran lokal – Regional – Internasional, ketersediaan
prasarana transportasi, lokasi strategis, seberapa besar
kawasan tersebut dibutuhkan untuk mendukung fungsi-
fungsi kota dan seberapa besar kota/pusat kegiatan
(PKN/PKW/PKL).
4. Kriteria Perkiraan Kebutuhan Lahan, tata guna lahan
disekitarnya, kondisi wilayah belakang (hinterland),
kecenderungan perkembangan kawasan, perkiraan
keragaman jenis dan skala kegiatan operasional yang
berhubungan dengan perikanan tangkap, perbekalan dan
operasi pennagkapan ikan, bongkar-muat hasil
perikanan, pengolahan hasil perikanan, pemasaran
produksi baik ke pasar internasional maupun ke pasar
nasional.
5. Kriteria Keberadaan Kawasan Konservasi disekitarnya,
seberapa dekat kawasan perikanan tangkap dengan
kawasan konservasi.
6. Kriteria Kepentingan Ekonomi, berdasarkan fungsi dari
ukuran armada, invesment yang sedang berjalan dan
infrasturktur yang sudah dibangun. Proses alokasi juga
mempertimbangkan pengaruh sosial ekonomi, terutama
yang dapat mempengaruhi masyarakat pekerja di
lingkungan masyarakat pesisir dan terutama bila terdapat
ketergantungan nyata dari sumberdaya ikan untuk
memenuhi kepentingan kahidupannya. Juga
mempertimbangkan nilai investasi yang dipergunakan
untuk kegiatan investasi dan proteksi untuk kelestarian
stok sumberdaya ikan.

C. Kriteria Tapak Kawasan Perikanan Tangkap


Kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam menyusun
rencana tapak kawasan perikanan tangkap antara lain sebagai
berikut:
1. Kriteria Kawasan Perikanan Tangkap Terpadu
 Ketersediaan sumber daya perikanan, prasarana dan
sarana, lahan, tenaga kerja serta modal.

26
 Kondisi lingkungan, perairan yang tenang dan terlindung,
sedapat mungkin terletak pada daerah teluk dengan
kedalaman perairan yang memadai bagi kapal-kapal yang
dilayani;
 Tinjauan geomorfologi pantai, angin, gelombang, arus,
pasang surut dan sedimentasi, untuk menentukan lokasi
dan kebutuhan bangunan pelindung, pelayaran, dimensi
bangunan di kawasan perikanan tangkap.
 Tinjauan luas lautan, tersedianya ruang gerak kapal,
berkaitan dengan jenis kapal yang akan masuk, volume
transportasi kapal, kedalaman perairan, penyediaan
fasilitas, dan alur pelayaran;
 Tinjauan luas daratan, areal di daratan untuk menunjang
operasi bongkar muat perbekalan dan hasil tangkapan dari
dan ke kapal. Terdapat dua macam peruntukan, yaitu
:kegiatan administrasi dan kegiatan teknis.
 Ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan terlatih untuk
kegiatan perikanan tangkap, masyarakat setempat dapat
menerima kehadiran dari industri penangkapan yang akan
dibangun;
 Adanya dukungan dari kebijakan daerah maupun pusat

2. Kriteria Daerah Perlindungan Laut


 Terdapat kepentingan biogeografi dan biodiversity,
keberadaan spesies langka, keadaan geografi yang unik
dapat dijadikan contoh habitat alamiah khusus bagi dunia
perikanan;
 Kepentingan ekologi, lokasi tersebut penting untuk dijaga
proses ekologinya untuk menjamin sistem pertumbuhan
alamiah; merupakan daerah penyedia larva atau tempat
pemijahan (spawning ground), dan berhubungan dengan
daerah perlindungan lainnya;
 Kepentingan ekonomis, penting untuk kelangsungan
lapangan kerja di laut karena menjamin penyediaan daerah
larva dan pembiakan ikan-ikan yang ditangkap;
 Kepentingan sosial, merupakan daerah yang berharga bagi
masyarakat lokal maupun nasional karena mempunyai nilai
sejarah dan budaya tradisional dan memberikan manfaat
bagi pendidikan dan rekreasi;
 Kepentingan ilmiah, berguna untuk dijadikan kawasan studi
dan penelitian untuk pengembangan pengetahuan.

27
 Kepentingan nasional dan internasional, dapat dimasukan
ke dalam daftar kekayaan alam bagi dunia, Taman
Nasional, atau menjadi bagian dari perjanjian internasional
D. Kriteria Daya Dukung Lahan Kawasan Perikanan
Tangkap
Kriteria daya dukung kawasan perikanan tangkap diarahkan untuk
mengetahui luas ketersedian lahan untuk kawasan perikanan
tangkap, yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya
ikan, kondisi fisik lahan, prasarana dan sarana, tenaga kerja dan
modal.
Kriteria-kriteria lingkungan dan ekologi yang harus diperhatikan
antara lain sebagai berikut :
 Lokasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan
habitat kritis dan sensitive yang terdapat di daratan maupun
perairan pesisir (lahan basah; mangrove; padang lamun;
terumbu karang; tempat pembesaran dan pemijahan;
gumuk pasir; taman laut, rute migrasi burung, mamalia &
spesies terancam punah lainnya);
 Pembukaan lahan hutan dan pertanian harus diminimalkan;
 Pemenuhan kebutuhan air bersih dan fasilitas pengolahan
limbah cair/padat;
 Penetapan pemanfaatan lahan didalam dan sekitar lokasi
perencanaan termasuk antisipasi kegiatan pembangunan
yang akan datang;
 Kedekatan jarak terhadap daerah permukiman,
perdagangan dan pendidikan;
 Pekerjaan dan orientasi masyarakat yang ada di dekat
lokasi perencanaan, guna meminimalisasi gangguan dan
hilangnya kegiatan sosio ekonomi yang ada;
 Pengurangan sumberdaya yang ada harus diminimalkan
baik yang terjadi karena dampak langsung maupun tidak
langsung dari kegiatan pembangunan;
 Lokasi pada daerah “brackish water” harus direncanakan
secara hati-hati.

E. Kriteria Daerah Penangkapan Ikan


Kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan daerah
penangkapan ikan antara lain berdasarkan visual langsung di
perairan/pengalaman nelayan dan bantuan teknologi Inderaja

28
dan hidroakustik. Daerah penangkapan ikan diantaranya
ditandai oleh :
 warna perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya
;
 ada banyak burung pemakan ikan beterbangan dan
menukik-nukik ke permukaan air ;
 banyak buih/riak di permukaan air ; dan
 umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-
batang kayu yang hanyut di perairan atau bersama dengan
ikan yang berukuran besar.
Penentuan daerah penangkapan ikan menggunakan metode
analisis data inderaja dilakukan dengan memanfaatkan citra
satelit yang dihasilkan terhadap beberapa parameter fisika
kimia dan biologi perairan, seperti :
 vegetasi mangrove,
 suhu permukaan laut (SPL) dan arus permukaan laut,
 konsentrasi klorofil dan produktivitas primer air laut,
 kedalaman air,
 terumbu karang, padang lamun, muara sungai,
 angin di permukaan laut, dan
 pengangkatan massa air (up-welling) dan pertemuan dua
massa air yang berbeda (sea front).
Hasil interpretasi citra tersebut dituangkan dalam bentuk peta
kontur, sehingga dapat diperkirakan tingkat kesuburan suatu
lokasi perairan atau kesesuaian kondisi perairan dengan habitat
yang disukai gerombolan (schoaling) ikan berdasarkan titik
koordinat (bujur dan lintang). Berdasarkan peta tersebut
kemudian dibuat regulasi pengusahaan penangkapan ikan yang
meliputi tata ruang, nursery ground, waktu penangkapan dan
jenis alat tangkap dan bobot kapal.
Metode hidroakustik merupakan suatu usaha untuk
memperoleh informasi tentang obyek di bawah air dengan cara
pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang
dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem
hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal,
biasa disebut echo sounder atau fish finder (Burczynski, 1986).

29
F. Kriteria pemasangan Alat Tangkap Pasif dan Rumpon
Penangkapan perikanan tangkap yang menggunakan alat
tangkap pasif atau menetap (set net), factor-faktor oseanografi
yang harus diperhatikan antara lain :
 Perairan yang dangkal dan dekat pantai;
 Pemasangan jaring utama diusahakan sejajar dengan arah
arus dan bagian kantong dipasang di bagian hulu arus;
 Memiliki arus sangat lemah, kecepatan arus maksimal <1,029
m/menit, rata – rata kecepatan arus selama pemasangan Set
net < 0,206 m/menit dan presentase arus < 0,154 m/menit,
selama pemasangan Set net harus > 35%.;
 Gelombang maksimal yang masih bisa ditolerir selama Set
net terpasang di perairan, adalah sekitar 2,0 m;
 Dasar perairan berlumpur, berpasir atau berpasir bercampur
kerang-kerangan atau campuran dari ketiganya.
 Kemiringan dasar perairan antara 100 – 250 dengan garis
kedalaman – isodepth yang mengumpul atau padat.
 Jarak optimal antar alat penangkapan ikan, terutama Set net
dengan Set nets lainnya tidak kurang dari 2000 m.
 Jenis set net untuk daerah penangkapan di teluk yang besar
adalah trap net (guiding barrier /sero, fyke net, barrier net);
teluk yang sempit pound net; dan daerah penangkapan yang
berarus kuat set net dasar/bottom set net.

Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan berupa benda atau


struktur yang dirancang atau dibuat dari bahan alami atau
buatan yang ditempatkan secara tetap atau sementara pada
perairan laut. Pemasangan rumpon dapat dilakukan baik oleh
perorangan, Perusahaan Perikanan, Instansi Pemerintah,
Lembaga Penelitian, dan Perguruan Tinggi. Pemberian izin
pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut Kepmen No.
KEP.30/MEN/2004 dilakukan dengan mempertimbangkan pula
daya dukung sumber daya ikan dan lingkungannya serta aspek
sosial budaya masyarakat. Wilayah pemasangan dan
pemanfaatan rumpon serta kewenangan pemberian izinnya
sebagai berikut:
 Perairan 2 mil laut s/d 4 mil laut, diukur dari garis pantai
pada titik surut terendah, pemberi izin adalah
bupati/walikota, dengan masa berlaku izin 2 tahun.

30
 Perairan di atas 4 mil laut s/d 12 mil laut, diukur dari garis
pantai pada titik surut terendah, pemberi izin adalah
gubernur dengan masa berlaku izin 2 tahun.
 Perairan diatas 12 mil laut dan ZEEI, pemberi izin adalah
Ditjen Perikanan Tangkap dengan masa berlaku izin 2
tahun.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemasangan rumpon
adalah sebagai berikut :
 Tidak mengganggu alur pelayaran;
 Jarak antar rumpon tidak kurang dari 10 mil laut;
 Tidak dipasang dengan cara pemasangan yang
mengakibatkan efek pagar (zig-zag).

5.2. Prinsip – Prinsip Pengembangan Kawasan Perikanan


Tangkap
Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap dibangun di
daerah sentra-sentra kegiatan penangkapan ikan laut yaitu di
Pelabuhan Perikanan (PPS/PPN/PPI), dengan pertimbangan
berdasarkan “multi base sistim” yaitu sistim yang menyeluruh
(integrated) berlandaskan kepada azas pengembangan wilayah
yang didalam operasionalnya mencakup berbagai aspek, yaitu :
usaha penangkapan ikan, saran dan prasarana produksi,
industri pengolahan, dan pemasaran.
Sektor perikanan merupakan industri padat karya yang
menyerap banyak tenaga kerja sehingga distribusi pendapatan
dan multiplier effeknya luas. Pengembangan kawasan
perikanan tangkap diharapkan dapat merangsang dan
menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut
serta pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan
dan perusahaan perikanan.
A. Menjadikan kawasan perencanaan sebagai kawasan
pemusatan koleksi-distribusi dan pusat pengembangan
kegiatan perikanan tangkap dengan skala pelayanan lokal –
regional – Internasional;
B. Menjadikan kawasan sebagai pusat pelayanan nelayan pra
produksi – produksi – paska produksi, serta

31
pengembangan Industri perikanan rumah tangga skala kecil
– menengah – Besar
C. Lokasi kawasan perikanan tangkap harus terlindung dari
gelombang laut yang besar, sedapat mungkin terletak pada
daerah teluk dengan kedalaman perairan yang memadai
bagi kapal-kapal yang dilayani. Perencanaan kawasan
perikanan tangkap hendaknya bebas dari gangguan
bencana badai dan gelombang laut;
D. Menjadikan kawasan yang dilengkapi infrastruktur dan
sarana penunjang seperti pelabuhan perikanan, tempat
pelelangan ikan, cold storage dan pabrik es,
pengembangan sumberdaya manusia dan armada
penangkapan (kapal, alat tangkap dan alat bantu
penangkapan);
E. Selektivitas alat tangkap, perbaikan teknis kapal
penangkapan secara radikal, khususnya kapal-kapal
berukuran besar dengan peningkatan daya mesin
(horsepower), perangkat elektronik maju untuk navigasi dan
pendeteksian ikan, penggunaan alat pendingin mekanis
dan peralatan yang lebih menghemat tenaga kerja, dan
desain untuk pengoperasian multi guna;
F. Perluasan operasi kapal penangkapan untuk mendapatkan
hasil yang lebih besar dengan didukung oleh kapal
pengolahan dan pemasok bahan perbekalan melaut;
G. Sistem penyimpanan ikan yang lebih baik, sejak
penangkapan hingga tiba di tempat pendaratan ikan
(PPS/PPN/PPP/PPI/TPI);
H. Peningkatan modal dan kerjasama dengan perusahaan-
perusahaan besar di bidang makanan serta peningkatan
perdagangan internasional. Penjualan ikan olahan dalam
kemasan dengan jumlah besar untuk konsumsi rumah
tangga maupun restoran, dan pendistribusian dalam jumlah
yang meningkat dengan menggunakan kargo udara;

32
5.3. Skenario Pengembangan Kawasan
3 (tiga) skenario pengembangan kawasan perikanan tangkap :
a. Peningkatan Kesejahteraan Nelayan
Peningkatan kesejahteraan para nelayan sebagai pelaku
produksi, melalui :
- pengembangan proses produksi, dengan pemanfaatan
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan,
- peningkatan dan penguatan potensi sumberdaya manusia
yang berorientasi pada pengembangan produksi perikanan.
- Peningkayan kualitas maupun kuantitas sarana dan
prasarana perikanan tangkap.
b. Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang
Prinsip dasar dalam penanganan konflik pemanfaatan ruang
adalah pemenuhan kepentingan universal yang tidak condong
pada salah satu keinginan pihak tertentu saja. Salah satu
strategi yang dapat dilakukan adalah penyelengaraan forum-
forum pertemuan untuk menyatukan persepsi tentang
pemanfaatan ruang laut serta kerjasama ekonomi antar
kawasan.
c. Pengaturan Pemanfaatan Ruang Perairan
Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang lestari dapat
dilakukan dengan cara menentukan jumlah hasil tangkjapan
yang diperbolehkan, daerah penangkapan dan waktu
penangkapan, alat tangkap yang dapat digunakan, batas
ukuran ikan yang dapat ditangkap. Karena terdapat perbedaan
tingkat pemanfaatan di perairan Indonesia, yaitu terdapat
perairan padat tangkap dan perairan yang belum termanfaatkan
secara optimal, maka dibutuhkan pengaturan yang berbeda
dalam pemnanfaatannya, antara lain :
 Dengan membatasi jumlah hasil tangkap, untuk itu kita
harus melihat jumlah persediaan yang masih ada di alam,
melihat sifat-sifat komoditi tersebut, kemudian baru
dilakukan pengaturan berapa yang dapat diambil dalam
setiap waktu penangkapan.
 Pengaturan waktu tangkap, perlu dilakukan terhadap jenis-
jenis sumber perikanan terumbu karang agar dapat

33
menghindari tertangkapnya jenis-jenis tertentu dari sumber
perikanan terumbu karang.
 Melakukan pengaturan ukuran hasil tangkap (ukuran
panjang/berat). Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa
individu yang ditangkap sudah pernah menunaikan tugasnya
memperpanjang keturunan.
 Dengan mengatur dan mengawasi jenis alat tangkap yang
digunakan, untuk menjamin bahwa dengan alat tangkap
yang digunakan tidak merusak lingkungan.
 Melakukan sistem zonasi, yaitu dengan membagi kawasan
menjadi zona-zona atau bagian yang berbeda-beda
pemanfaatannya.
 Melarang penggunaan bahan peledak dan bahan beracun
untuk menangkap ikan harus mutlak dilarang, karena
menghancurkan semua habitat dan semua makhluk hidup di
terumbu karang.
Pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut harus
diwadahi melalui pengaturan pemanfaatan ruang laut yang
terkelola dengan baik. Pengaturan pemanfaatan ini disusun
dengan melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu pemerintah
daerah, para nelayan, serta pihak-pihak yang terkait dengan
pemanfaatan ruang di perairan tersebut, seperti pelindo, dll.
Konsistensi pemanfaatan ini harus diikuti dengan upaya
pengawasan yang tertib dan kontinu melalui implementasi
hukum yang mengedepankan konsistensi dan konsekuensi
penegakan sangsi hukum.

5.4. Perencanaan Tata Ruang Pada Kawasan Perikanan


Tangkap
A. Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan
Pola pemanfaatan ruang kawasan pada dasarnya dimaksudkan
untuk pengaturan dasar pengembangan kawasan berupa
pengalokasian ruang, struktur ruang kawasan, dan penyediaan
aspek-aspek pendukung pengembangannya.

Pengalokasian ruang yang harmonis dilakukan berdasarkan


atas hasil analisis yang telah dilakukan dengan memperhatikan
aspek kesesuaian, aspek daya dukung lingkungan (carring
capacity), aspek keaneka ragaman hayati (biodiversity) dan

34
aspek kebutuhan alokasi ruang beserta komponen
pendukungnya.

B. Pengembangan Struktur Tata Ruang Kawasan


Pengembangan struktur ruang kawasan dimaksudkan untuk
menumbuhkembangkan keterkaitan dan mengintegrasikan
berbagai kegiatan perekonomian dalam suatu struktur ruang
wilayah yang terpadu. Pengembangan struktur ruang wilayah
perairan akan memperhatikan komponen tata ruang berupa:

1. Kondisi fisik dasar perairan dan wilayah pesisirnya yang


digambarkan dengan pola aktivitas perikanan tangkap,
kondisi penduduk dan sebaran guna lahan
2. Luas wilayah pelayanan baik secara geografis maupun
administrasi.
3. Struktur ruang eksisting pemanfaatan ruang perairan yang
meliputi jumlah dan sebaran fasilitas serta kegiatan yang
diwujudkan dalam pemanfaatan ruang perairan.
Struktur ruang kawasan ini tersusun atas kegiatan perikanan
tangkap, pelabuhan perikanan dan pusat distribusi hasil
perikanan sebagai kegiatan utama (pengikat). Kegiatan utama
ini akan membangkitkan kegiatan lainnya berupa kegiatan
industri perikanan/maritim, perdagangan, perkantoran,
permukiman, jasa dan lain-lain. Masing-masing komponen
kegiatan ini akan saling berinteraksi dan mempunyai keterkaitan
hirarkis satu dengan lainnya. Hubungan antara keterkaitan
hirarkis dan interaksi dalam struktur ruang yang akan
dikembangkan tersebut digambarkan dalam Peta Struktur
Ruang Kawasan.

C. Zonasi Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Perikanan


Tangkap
Zonasi pemanfaatan ruang untuk kawasan perikanan tangkap
hasil penjabaran dari struktur ruang kawasan yang akan
dikembangkan. Zonasi pemanfaatan ruang untuk perikanan
tangkap merupakan keluaran/hasil analisis yang telah dilakukan
untuk kesesuaian lahannya dengan berbagai parameter/kriteria.
Secara umum, zonasi pemanfaatan ruang ini akan meliputi

35
zona perlindungan (konservasi) dan zona pemanfaatan
(budidaya).
Zonasi pemanfaatan ruang di kawasan perikanan tangkap
terbagi atas zona pemanfaatan ruang pesisir dan pemanfaatan
ruang perairan (laut), yaitu :
1. Zona I, Zona Penangkapan Ikan, zona ini mengakomodir
dan mengarahkan secara jelas mengenai daerah
penangkapan ikan dan non ikan serta daerah sensitif
terhadap penangkapan seperti jalur ruaya, habitat
berkembangbiak, terdiri dari :
a. Daerah Penangkapan Ikan I (0 – 4 mil)
Meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut
pada surut yang terendah pada setiap pulau sampai
dengan 4 (empat) mil laut ke arah laut. Kapal yang
digunakan perahu tidak bermotor (Jukung dan Perahu
Papan), perahu motor tempel, dan kapal motor berukuran
5 s.d 10 Gt dengan kecepatan 6 s.d knot. Perahu/Kapal
digunakan pergi pulang (one day fishing) dari daerah
penangkapan. Alat penangkap ikan yang digunakan
berdasarkan ikan target dan daerah penangkapan :
 Perairan pantai dengan subtrat lumpur, lumpur campur
pasir merupakan zona perikanan set net/alat tangkap
pasif, seperti sero (stake traps/guiding barriers, bila,
belat, cager), bagan tancap (stationary lift net). Jarak
antar alat penangkapan ikan, terutama Set net dengan
Set nets lainnya tidak kurang dari 2000 m.
 Perairan pantai dengan perbedaan pasang surutnya
sangat besar merupakan zona penangkapan ikan
dengan alat penangkapan : togo, jermal, ambai, sulung,
pengerih, gombang, dan lain-lain.
 Perairan pantai yang landai dan datar dengan subtrat
pasir, pasir campur lumpur, zona penangkapan ikan
dengan alat penangkapan : krakat, bundes, bondet,
rengge, penanbe, soma dampar, tagao redi kofo udang
gosau, sodo, sodu, sungkur, julu, dan lain-lain.
 Perairan dengan dasar karang atau batu merupakan
zona penangkapan ikan dengan alat penangkapan:

36
muroami, kalase, jaring klotok, jaring insang karang
(coralreef gill net), soma malalugis, berbagai jenis bubu
(fishpot).
 Perairan pantai curam, agak dalam zona penangkapan
ikan dengan alat penangkapan : bagan apung (mobile
liftnet), sero gantung, bubu apung, dan lain-lain.
b. Daerah Penangkapan Ikan II (4 – 12 mil)
Daerah penangkapan ikan dengan batas perairan 4 - 12
mil kearah laut, dengan klasifikasi peralatan kapal
Perikanan bermotor-dalam berukuran maksimal 60 GT
yang menggunakan Alat Penangkap Ikan :
 Perairan dangkal dapat digunakan alat penangkap,
seperti : pukat udang, trawl, payang, jala lompo, payang
uras, jala oras, panja, pajala, jaring ronggeng, pukat
buton, pukat banting, pukat selar, pukek tangah, pukat
cincin, pukat langgar, gae, soma giob, lampara, jaring
insang, pancing ulur, rawai, pancing tonda, dan lain-
lain.
 Perairan dalam
- pukat cincin (purse seine) berukuran panjang
maksimal 600 m dengan cara pengoperasian
menggunakan 1 (satu) kapal (tunggal) yang bukan
grup atau maksimal 1000 m dengan cara
pengoperasian menggunakan 2 (dua) kapal ganda
yang bukan grup;
- tuna long line (pancing tuna) maksimal 1200 buah
mata pancing;
- jaring insang hanyut (drift gill net), berukuran
panjang maksimal 2500 m.
c. Jalur Penangkapan Ikan III (12 – 200 mil/ZEEI)
Batas perairan di luar jalur penangkapan II Perairan laut
dalam dan luas yang berhadapan langsung dengan
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan zona
penangkapan ikan dengan alat penangkap, seperti : rawai
tuna, rawai cucut, rawai tegak lurus (vertical longline),

37
pancing ulur (hand line), jaring insang hanyut, soma antoni,
bubu hanyut (pakaja), jala lompo yang umumnya
dilengkapi dengan rumpon dan payos atau bila malam hari
dengan lampu (light fishing). Kapal yang digunakan
berukuran 20 – 200 GT, kecuali yang menggunakan alat
penangkapan pukat ikan (Fish net) minimal berukuran 60
GT, yang menggunakan jenis alat penangkap ikan purse
seine pelagis besar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu dilarang untuk
semua ukuran.
ZEEI di luar Selat Malaka pengaturannya adalah:
 Kapal Perikanan berbendera Indonesia dan berbendera
Asing berukuran maksimal 350 GT bagi semua Alat
Penangkap Ikan;
 Kapal Perikanan berukuran di atas 350 GT - 800 GT
yang menggunakan Alat Penangkap ikan Purse Seine,
hanya boleh beroperasi di luar 100 (seratus) mil laut
dari Garis Pangkal Kepulauan Indonesia ;
 Kapal Perikanan dengan Alat Penangkap Ikan Purse
Seine dengan sistem Group hanya boleh beroperasi di
luar 100 (seratus) mil laut dari Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia.
2. Zona II, yaitu Kawasan Suaka Perikanan (Marine
Protected Area dan Fish Sanctuary), adalah kawasan
perairan tertentu baik payau maupun laut dengan kondisi
dan ciri tertentu sebagai tempat
berlindung/berkembangbiak jenis sumberdaya ikan tertentu,
yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Pembentukan
zona Kawasan Suaka Perikanan adalah cara pengaturan
dan perlindungan areal laut tertentu. Ditinjau dari lokasi
geografis dan batas luas daerah yang ditetapkan sebagai
lingkungan habitat yang dilindungi dari segala kegiatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, kecuali
aktivitas yang berkaitan dengan mendirikan daerah itu
sendiri. Zona ini dibutuhkan untuk memberi kesempatan
bagi ikan dan biota lainnya untuk tumbuh dan
berkembangbiak, terutama bagi spesies yang termasuk
langka atau terancam punah atau telah dimasukan dalam
golongan endangered spesies. Zona ini dapat dijadikan

38
daerah penelitian ekosistem laut serta daerah penyelaman
tanpa harus menangkapnya, seperti sempadan pantai,
Mangrove, Padang Lamun, Terumbu Karang.
3. Zona III, dengan aktifitas utama pelayaran, pemeliharaan
dan perbaikan, serta kegiatan pendaratan ikan. Fasilitas
yang ada terdiri dari : Dermaga Bongkar – Muat, Dermaga
Tambat, Kolam Pelabuhan, tempat alih muat antar kapal
perikanan, olah gerak kapal perikanan, perbaikan kapal
perikanan, alur pelayaran, SSB, lampu suar, dan menara
pengawas dan rambu-rambu navigasi, tempat
pameliharaan/perawatan kapal serta alat tangkapnya,
dock/slipway/galangan kapal, bengkel, toko onderdil
mesin/suku cadang, ruang jala, tempat perbaikan jaring,
gudang penyimpanan alat tangkap Kolam pelabuhan
4. Zona IV, dengan aktifitas utama Perbekalan, Penanganan
dan pengolahan hasil perikanan, Pedagangan dan Jasa.
Fasilitas yang ada terdiri dari : a. Fasilitas Perbekalan :
jaringan air bersih, Pabrik/depot es, jaringan listrik,
SPBM/Depot Bahan Bakar, Koperasi, Toko Sembako,
Supplier Umpan. b. Zona Perdagangan dan Jasa, zona ini
diperuntukkan sebagai areal perekonomian yang
mengakomodir aktivitas jasa dan perdagangan untuk
pemasaran/distribusi hasil perikanan. C. Zona Pemasaran,
terdiri dari : Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Gudang
Keranjang, Kios/Toko, Pasar Ikan. D. Zona Penanganan
dan Pengolahan Hasil Perikanan, terdiri dari : cold storage,
transit sheed, Gudang Pengepakan, kawasan industri
pengolahan hasil perikanan dan labolatorium pembinaan
mutu
5. Zona V, Zona fasilitas Umum dan Sosial, zona yang
diperuntukkan untuk pelayanan administrasi pelabuhan,
penggerak kegiatan pengembangan pelabuhan serta
fasilitas pendukung aktivitas di dalamnya. Fasilitas yang
termasuk dalam zona ini meliputi :
a. Zona Administrasi/Perkantoran, zona yang
diperuntukkan untuk pelayanan administrasi pelabuhan,
penggerak kegiatan pengembangan pelabuhan serta
fasilitas pendukung aktivitas di dalamnya. Fasilitas yang
termasuk dalam zona ini meliputi Kantor Administrasi

39
Kawasan Perikanan Tangkap, kantor syahbandar, bea
cukai, kantor manajemen unit, perumahan karyawan,
gudang,, Pos Jaga, dan Pos Pelayanan Terpadu, dan
kantor swasta lainnya
b. Zona Pembinaan dan Kelembagaan, terdiri dari Balai
Pertemuan Nelayan, Balai data dan informasi, Lembaga
keuangan/Bank
c. Zona Penghubung dan Komunikasi, terdiri dari Jalan,
drainase, gorong-gorong, jembatan, jaringan
telepon/faximail/internet,
d. Zona sosial, terdiri dari : guest house, publik space,
area parkir, warung, tempat beribadah, MCK umum dan
lain-lain.
e. Zona Pengolahan Sampah, terdiri dari : Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Tempat
Pembuangan Sampah
6. Zona VI, zona Pemukiman dan Industri skala rumah
tangga, yaitu zona yang diperuntukkan untuk kegiatan
penanganan dan pengolahan hasil perikanan (clean, quick
& cool) atau untuk kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan industri. Berdasarkan konsep awal perencanaan
adalah pengembangan industri perikanan dengan skala
kegiatan pada industri skala kecil-menengah-besar yakni
melalui pengembangan konsep industri kerakyatan. Maka
dalam pemanfataan ruang selanjutnya, zona industri ini
ditempatkan berdekatan dengan kawasan pemukiman
penduduk sesuai dengan konsep industri kerakyatan itu
sendiri. Zona ini harus bisa menata permukiman dan
industri kecil agar tidak berkesan kumuh dan kotor. Hal ini
ditanggulangi dengan sistem drainase yang baik dan
pengolahan limbah (TPA dan water treatment).
7. Zona VII, Zona Wisata, yaitu zona yang diperuntukkan
untuk kegiatan wisata bahari. Wisata pada kawasan ini
berbasiskan pada sumberdaya kelautan dan perikanan,
keindahan alam (pantai/laut) juga menawarkan aneka
ragam panganan hasil laut (seafood). Zona ini selain
diarahkan untuk dapat meningkatkan perekonomian
penduduk sekitar juga sebagai penyeimbang (zona hijau)

40
dari zona peruntukan kegiatan lainnya. Kegiatan wisata
yang dapat dilakukan adalah pemancingan komersil.

Gambar 1
Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Perikanan Tangkap

41
Gambar 2
Zonasi Pemanfaatan Ruang Pada
Kawasan Perikanan Tangkap

Zona 1c
Zona II

Zona 1b

Zona IV

Zona 1a

Zona V

Zona VII Zona III


Zona VI
Zona VIII

Gambar 3
Hubungan Antar Zona

42
DAFTAR PUSTAKA

Arnaya, I.N. 1991. Akustik Kelautan II. Diktat Kuliah (tidak


dipublikasikan). Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Blackburn, M. 1965. Oceanography and The Ecology of
Tunas. In H. Barnes (editor), Oceanography Marine
Biology Ann. Rev. 3. George Allen and Unwin LTD.
London.
Burczynski. 1986. Introduction to The Use Of Sonar System For
Estimating Fish Biomass. Food and Agriculture
Organization. Fisheries Techniqal Paper No. 199.
Revision 1.
Dahuri, R., 2001. Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan
dalamrangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa
yang Maju, Makmur dan Berkeadilan. Pidato
dalamrangka Temu Akrab CIVA-FPIK-IPB tanggal 25
Agustus 2001. Bogor.
Hasyim, B., 1993. Prospek Pemanfaatan Teknologi
Penginderaan Jauh Untuk Inventarisasi Sumberdaya
Laut dan Perairan Pantai. Bidang Matra Laut LAPAN.
Jakarta.
Hela, I., dan T. Laevastu. 1970. Fisheries Oceanography.
Fishing News (Books) LTD. London.
Longhurst, A. R, dan D. Pauly. 1987. Ecology of Tropical
Oceans. Academic Press Inc. Harcourt
BraceJovanovich, Publishers. New York.
Mann, K. H, dan J.R.N. Lazier., 1991. Dynamics of Marine
Ecosystems, Biological-Physical Interactions in the
Ocean. Balckwell Scientific Publications. Boston.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Uktolseja, J.C.B. 1987. Estimated Growth Parameters and
Migration of Skipjack Tuna - Katsuwonus pelamis In
The Eastern Indonesian Water Through Tagging
Experiments. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 43

43
Tahun 1987. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Hal. 15-44.
Wild, A., dan J. Hampton. 1994. A Review of The Biology and
Fisheries for Skipjack Tuna, Katsuwonus pelamis, in
the Pacific Ocean. FAO. Roma. Italia.

44

Anda mungkin juga menyukai