Anda di halaman 1dari 16

MATA KULIAH TATANIAGA & PEMASARAN HASIL PERIKANAN

PERMASALAHAN TATANIAGA PERIKANAN DI INDONESIA:


PERMASALAHAN TATANIAGA PERIKANAN
DI INDONESIA

Setelah selesai mempelajari materi ini, Taruna diharapkan dapat memahami dan menjelaskan
permasalahan yang ada dalam tataniaga dan pemasaran hasil perikanan di Indonesia.

1. Tataniaga Bisnis Perikanan


Tataniaga merupakan salah satu cabang dari aspek pemasaran yang menitikberatkan kepada
jalannya hasil produksi hingga ke tangan konsumen. Efisiensi tataniaga dapat dicapai apabila mampu
menyampaikan hasil-hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu
mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan yang dibayarkan konsumen kepada semua pihak
yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tata niaga. Tiga fungsi utama yang terdapat dalam
tataniaga, yaitu:
a. Pengangkutan;
b. Penyimpanan, dan
c. Pengolahan.
Apabila ketiga fungsi tersebut dikembangkan lebih lanjut, maka akan dapat memajukan tataniaga
bisnis komoditi perikanan di Indonesia.
Fungsi utama yang telah disebutkan di atas yaitu pengangkutan. Pengangkutan merupakan
fungsi pertama yang harus diperhatikan dalam distribusi komoditi perikanan. Pada umumnya, lahan
untuk budidaya ikan, seperti: kolam, tambak, atau tempat lainnya terletak jauh dari daerah
pemasaran dan penjualan. Oleh karena itu, untuk mempercepat waktu penyampaiannya ke pasar
konsumen, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Komoditi perikanan biasanya kurang
tahan apabila disimpan terlalu lama, oleh karenany, agar ikan dapat diterima konsumen dalam
keadaan segar maka waktu pengangkutan harus minimalisir.
Pada waktu tertentu, ada kalanya ikan tidak dapat langsung dipasarkan setelah musim
panen. Hal ini bisa saja diakibatkan oleh sarana pengangkutan yang belum memadai, dan penyebab
yang lainnya, sehingga fasilitas dan teknik penyimpanan yang baik sangat diperlukan untuk
mempertahankan mutu ikan tersebut.
Ikan segar juga dapat diolah menjadi beberapa produk olahan perikanan dengan teknik
sesuai dengan standar dan mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Beberapa konsumen ada
yang lebih menyukai produk olahan perikanan yang bersifat instan dan praktis daripada ikan segar itu
sendiri. Produk olahan ini dapat dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri dengan harga yang
sesuai.
Terdapat tiga komponen pendukung yang memegang peranan penting dalam sistem
distribusi bisnis perikanan, antara lain: Konsumen, pengusaha/produsen, dan pedagang atau
pengusaha perantara.
1). Konsumen
Merupakan pembeli terakhir suatu produksi perikanan. Oleh karenanya, semua riset pasar
yang dilakukan pengusaha berorientasi pada konsumen. Contoh riset tersebut yaitu riset mengenai
tujuan bisnis yang tertuju untuk memenuhi semua kebutuhan konsumen yang beragam jenisnya.

2). Pengusaha/produsen
Merupakan orang yang menanamkan modal yang langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan proses produksi. Peran pengusaha/produsen ikut serta menentukan keberhasilan dan mutu
suatu produk.

3). Pengusaha atau pedagang perantara

1
Merupakan orang yang berperan sebagai penyalur produk atau pelancar distribusi komoditi
perikanan. Peranan pengusaha atau pedagang perantara tidaklah dapat dianggap remeh. Selain
sebagai penyalur produk, mereka juga menyalurkan informasi dari konsumen ke produsen dan
sebaliknya serta meringankan beban produsen dalam mendistribusi produk. Namun sayang, dengan
adanya pedagang perantara, harga produk menjadi lebih mahal.
Selain pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer juga dapat berperan
sebagai pengusaha perantara.
• Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang mengumpulkan komoditi perikanan dari
pengusaha, petani ikan, ataupun nelayan dalam jumlah yang cukup besar untuk dipasarkan
kembali ke pedagang lain.
• Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli komoditi perikanan dari pedagang
pengumpul atau langsung dari produsen/pengusaha untuk dijual kembali. Komoditi itu dijual
kembali kepada industri, restoran, konsumen komersial, dan lain-lain yang tidak menjual kembali
dalam jumlah yang sama kepada konsumen akhir.
• Pedagang pengecer merupakan pedagang yang menjual komoditi perikanan langsung ke tangan
konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumen dalam partai kecil.

Distribusi produk dari tangan produsen ke konsumen berlangsung melalui tiga cara, antara
lain (Hanafiah, 2009):
1). Penyaluran langsung
Melalui cara ini pemasaran produk perikanan tidak mempergunakan pedagang perantara.
Pada tahapan ini, produsen langsung menjual produksinya ke konsumen. Hal ini sering dilakukan
oleh petani ikan dalam skala kecil dan para nelayan. Alur distribusi penyaluran semi langsung dapat
diringkas menjadi,

Produsen → Konsumen

2). Penyaluran semi-langsung


Pengusaha atau produsen menyalurkan hasil produksinya ke tangan pedagang eceran.
Kemudian, dari tangan pedagang eceran komoditi perikanan disalurkan ke konsumen. Alur distribusi
penyaluran semi langsung dapat disingkat menjadi,

Pengusaha/produsen → Pedagang eceran → Konsumen

3). Penyaluran tidak langsung


Distribusi ini sangat dipengaruhi oleh faktor jarak dari produsen ke konsumen. Semakin jauh
jarak konsumen, maka semakin panjang dan rumit jalur tata niaga yang harus dilalui. Alur distribusi
penyaluran semi langsung dapat disederhanakan menjadi,

Pengusaha/produsen → Pedagang pengumpul → Pedagang besar → Pedagang pengecer →


Konsumen Pengusaha/produsen → Tempat pelelangan ikan → Pedagang besar → Pedagang
pengecer → Konsumen Pengusaha/produsen → Eksportir → Pasar khusus —> Konsumen
Pengusaha/produsen → Pedagang pengumpul → Pedagang besar → Pasar khusus → Konsumen

2. Potensi Tataniaga Perikanan Dalam Negeri


Potensi tataniaga perikanan dalam negeri dapat dilihat ke dalam beberapa aspek, yaitu:
1). Jumlah penduduk Indonesia
Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak merupakan sebuah peluang. Pada tahun
2004, jumlah penduduk mencapai 217 juta (BPS, 2005). Selain itu, tingkat konsumsi ikan perkapita
masyarakat juga masih sangat rendah, sementara kesadaran masyarakat terhadap manfaat
konsumsi ikan bagi kesehatan sudah semakin meluas. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2000 tingkat
konsumsi ikan Indonesia mencapai 21 kg/kap/tahun, sementara di Malaysia mencapai 45

2
kg/kap/tahun, Jumlah tingkat konsumsi ikan di Negara Thailand adalah 35 kg/kap/tahun, sementara
di sisi lain, Tingkat konsumsi ikan di Negara Jepang mencapai 110 kg/kap/tahun. Pada tahun 2004,
tingkat konsumsi ikan perkapita Indonesia mencapai 23,18 kg/kap/tahun (DKP, 2005). Dapat dilihat
dari jumlah yang telah dipaparkan sebelumnya, apabila potensi peluang pasar domestik yang cukup
besar tersebut diimbangi dengan ketersediaan produk yang bermutu baik, harga terjangkau, dan
pasokan yang dilakukan secara kontinyu, maka pasar dalam negeri akan mampu menyerap produk
perikanan dengan maksimal.

2). Potensi perikanan


Potensi perikanan di Indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik melalui pengembangan
industri penangkapan dan budidaya. Pada tahun 2004, pemanfaatan potensi perikanan melalui
penangkapan ikan adalah sebesar 4,7 juta ton atau 91,8% dari jumlah tangkapan yang
diperbolehkan. Dari sisi budidaya perikanan, peningkatan produksi masih dapat ditingkatkan dengan
tersedianya lahan budidaya, antara lain budidaya laut seluas 4,58 juta Ha atau sebesar 55 %
daripotensi budidaya laut dan lahan potensial budidaya air payau seluas 772 ribu Ha, serta lahan
budidaya air tawar 668 ribu Ha.

3). Fungsi ikan


Permintaan ikan sebagai sumber protein alternatif menjadi meningkat dengan munculnya
kasus terkait berbagai macam penyakit, seperti: sapi gila dan penyakit mulut kuku pada sapi,
anthraks pada kambing, rabies pada anjing, dan flu burung pada unggas. Adanya berbagai macam
penyakit tersebut mendorong konsumen untuk memperbaiki gizi dalam dirinya agar bisa mencegah
atau sembuh dari serangan penyakit tersebut.

4). Semakin berkembangnya usaha pasar ritel dan usaha lainnya


Usaha pasar ritel modern, seperti: hypermarket atau supermarket, serta usaha perhotelan,
restoran yang menyediakan penjualan produk perikanan dan/atau menu khusus perikanan dapat
membantu promosi produk perikanan dan mendorong peningkatan konsumsi ikan di kalangan
masyarakat.

3. Permasalahan Tataniaga Perikanan Dalam Negeri


Sebagai upaya untuk mengembangkan tataniaga dalam negeri, permasalahan yang dihadapi
dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu (Hanafiah, 2009) :
1). Aspek suplai
• Kuantitas dan kontinuitas
Masalah utama yang berkaitan dengan kuantitas ikan di Indonesia adalah belum adanya
kesesuaian antara produksi dari hasil penangkapan atau budidaya perikanan dengan permintaan
pasar. Ketersediaan berbagai jenis ikan secara kontinyu sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi masyarakat dan sebagai bahan baku dalam mengolah produk perikanan olahan.
Banyaknya usaha penangkapan dan budidaya berskala kecil dengan lokasi yang menyebar tidak
dapat sepenuhnya memenuhi permintaan pasar secara kontinyu. Oleh karena itu, perlu adanya
langkah terobosan tersendiri untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Kontinuitas pasokan ikan dari hasil penangkapan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: armada penangkapan yang tidak sesuai dengan kapasitas sumberdaya ikan, terbatasnya
sarana dan prasarana distribusi dan penyimpanan, faktor musim ikan, dan maraknya pencurian ikan
oleh nelayan asing. Di sisi lain, pasokan dari perikanan budidaya masih sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor umum, antara lain:kematian akibat penyakit dan penurunan kualitas air, kelangkaan
benih bermutu, dan mahalnya harga pakan pabrikan.

• Kualitas
Akhir-akhir ini, sebagian besar ikan konsumsi yang sampai ke tangan konsumen akhir
memiliki kualitas yang kurang baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas ikan, antara

3
lain: metode penanganan pasca-tangkap atau pasca-panen yang belum sesuai persyaratan, jaringan
distribusi yang masih terlalu panjang, belum diterapkannya sistem rantai dingin (cold chain system),
mahalnya harga es, serta rendahnya kesadaran nelayan dan pedagang terhadap pentingnya
mempertahankan kesegaran ikan. Ikan dengan kualitas tinggi dapat memberikan dua keuntungan,
yaitu: mendorong pembentukan harga yang maksimal ditingkat produsen atau konsumen dan
memberikan perlindungan kepada konsumen.

• Harga
Rantai pemasaran yang kurang efektif berdampak pada tingginya biaya distribusi produk
serta memacu tingginya harga ikan ditingkat konsumen. Kenyataannya, harga ikan hasil tangkapan
cenderung fluktuatif karena ketersediaan pasokan ikan yang sangat dipengaruhi oleh musim. Selain
itu, harga ikan hasil budidaya juga relatif tinggi karena biaya produksi yang juga relatif tinggi, terutama
harga pakan pabrikan.

• Lemahnya sistem informasi pasar


Masalah lainnya adalah lemahnya teknologi sistem informasi pasar yang belum mampu
mempertemukan kebutuhan pasar dan produsen. Di satu sisi, produsen mengalami kesulitan dalam
memasarkan produk perikanannya. Di sisi lain, industri mengalami kekurangan bahan baku. Selain
itu, informasi pasar masih dikuasai pedagang sehingga distribusi marjin kepada pelaku usaha
menjadi tidak merata. Hal tersebut menyebabkan nelayan/pembudidaya cenderung memperoleh
marjin yang lebih kecil dibandingkan pedagang.

• Terbatasnya sarana dan prasarana pemasaran


Keadaan sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan masih sangat terbatas dari
segi kualitas atau kuantitas. Sebagian besar fasilitas belum memenuhi persyaratan higienis. Begitu
pula minimnya fasilitas cold strorage dan pabrik es di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pasar ikan, dan
pusat pemasaran produk perikanan lainnya yang membuat kualitas produk ikan tidak dapat
dipertahankan.

• Iklim usaha belum kondusif


Iklim usaha di bidang perikanan yang ada saat ini dapat dikatakan belum kondusif karena
adanya berbagai pungutan dan prosedur perijinan dalam usaha perikanan. Hal tersebut tentunya
sangat berpengaruh pada upaya penyediaan pasokan, harga ikan, dan pendistribusian produk
perikanan yang berkualitas dan terjangkau.

2) Aspek Permintaan
• Rendahnya tingkat konsumsi ikan
Masih rendahnya tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia umumnya
disebabkan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal masyarakat yang mempengaruhi pola konsumsi ikan
dan faktor eksternal yang mempengaruhi kemudahan masyarakat untuk mendapatkan ikan
berkualitas dengan harga yang terjangkau. Contoh dari faktor eksternal tersebut adalah terbatasnya
sarana dan prasarana pemasaran produk prikanan yang mampu menjangkau konsumen, tidak
tersedianya sarana penyimpanan, dan distribusi yang belum mampu menjaga kualitas produk
perikanan hingga ke konsumen.

• Lemahnya jaringan dan distribusi pemasaran


Jaringan dan distribusi produk perikanan di pasar dalam negeri hingga saat ini masih sangat
lemah. Hal tersebut terlihat dari kurang efektif dan efisiennya rantai pemasaran mulai dari sentra
produksi/pasokan ke sentra pasar/konsumen. Keadaan tersebut juga menimbulkan timbulnya
kelangkaan pasokan serta tingginya harga jual ditingkat konsumen. Terbatasnya pasokan dan
tingginya harga membuat minat dan daya beli konsumen turun. Selain itu, belum kuatnya jaringan
pemasaran yang ada mengakibatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan masih rendah.

4
• Penyiasatan pasar
Produk perikanan pada umumnya masih dipasarkan di pasar tradisional. Penetrasi hingga ke
pasar modern, separti supermarket dan hypermarket, masih sangat lemah. Hal itu karena kurangnya
informasi permintaan di pasar tersebut. Selain itu, sistem pembayaran yang dilakukan pasar modern
secara konsinyasi selama 2 bulan setelah penyerahan barang.

4. Permasalahan Tataniaga Perikanan di Luar Negeri


Permasalahan utama dan langkah-langkah perbaikan yang perlu diambil dalam meningkatkan
daya saing komoditi perikanan Indonesia di pasaran internasional adalah (Rifianto, 2014):
1). Masih lemahnya koordinasi antara instansi terkait dalam proses penanganan illegal fishing
Penanggulangan illegal fishing dapat dilakukan dengan cara mewujudkan kesepahaman
dalam gerak dan langkah penanggulangan illegal fishing yang dimulai dengan goodwill dan political
will dalam penegakan hukum, serta memenuhi kebutuhan sarana dan pengawasan sesuai dengan
prioritas. Di samping itu, dapat pula dilakukan dengan cara menggerakkan peningkatan kemampuan
pengusaha perikanan dan mengurangi kapal perikanan asing secara bertahap.

2). Biaya tinggi untuk mengoperasionalkan usaha perikanan


Harga BBM yang masih relatif cukup tinggi menyebabkan usaha perikanan menjadi kurang
menarik bagi nelayan/pengusaha perikanan untuk mengoperasikan kapal penangkapannya. Di
samping itu, banyaknya pungutan ganda seperti pungutan resmi dan pungutan tidak resmi, pajak,
dan retribusi juga turut mempengaruhi perkembangan usaha perikanan tersebut.

3). Peningkatan market intelligence


Pengamatan terhadap sifat dari konsumen luar negeri, harga dan tren harga, serta
perkembangan ekspor negara penghasil ikan lainnya, dapat digunakan dalam hal penyusunan
rencana strategi pengembangan ekspor yang terbaik.

4). Peningkatan kualitas produk


Konsumen di pasar internasional pada saat ini tidak hanya memperhatikan bentuk atau
kualitas produk akhir saja, tetapi mereka juga ingi mendapatkan informasi mengenai proses komoditi
tersebut dari tahap awal hingga tahap akhir secara keseluruhan. Seperti halnya di Negara Amerika
yang menerapkan analisis: Standard Hazard Analysis Critical Control Point (SHACCP), Negara
Indonesia perlu pula untuk menerapkan standar tersebut agar dihasilkan produk perikanan yang
bermutu dan sesuai standar.

5). Peningkatan usaha pemasaran


Strategi pemasaran harus lebih diarahkan kepada peningkatan promosi untuk meningkatkan
citra produk perikanan di mata konsumen. Upaya promosi ini dapat dilakukan dengan cara mengikuti
pameran di luar negeri, mengikuti misi dagang, pengiriman brosur, dan menjalin kerja sama antara
asosiasi perikanan di Indonesia dengan asosiasi sejenis (konsumen, pemasaran, dan produsen) di
negara lain.

6). Menciptakan produk baru


Dibutuhkan adanya usaha untuk menciptakan produk baru yang sesuai dengan
perkembangan selera konsumen, gaya hidup, dan kebutuhan konsumen. Pemenuhan kebutuhan dan
perkembangan selera konsumen akan banyak mendorong permintaan terhadap komoditi perikanan.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak merata masih menjadi pucuk permasalahan
saat ini, di mana sebagian besar kegiatan penangkapan intensif masih berkisar pada perairan pantai
dengan terdapatnya pemusatan penduduk, seperti Pantai Utara Jawa, Selat Bali, dan Pantai Selat
Malaka. Hasil produksi pada daerah pemusatan penangkapan yang terlihat menurun ini diduga
karena adanya intensitas penangkapan yang sangat besar sehingga menjadi tak terkendali, sehingga

5
berdampak kepada pencemaran perairan yang semakin meningkat dan perusakan lingkungan akibat
penggunaan racun dan peledak.
Pada saat bersamaan, sumber daya perikanan di perairan wilayah Indonesia Bagian Timur,
perairan lepas pantai dan perairan ZEEI, relatif masih belum banyak dimanfaatkan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya ketersediaan prasarana kapal penangkapan yang mampu beroperasi
di perairan lepas pantai, lambatnya pengembangan dan penerapan teknologi yang memadai, kurang
tersedianya tenaga kerja yang terampil, cakap, serta rendahnya insentif untuk mengelola perairan
dan perikanan dengan sebaik-baiknya.

5. Aspek Pemasaran
Seorang pengusaha perikanan yang akan melakukan usaha produksi harus memiliki orintasi
terhadap aspek pemasaran terlebih dahulu agar mengetahui sasaran pemasaran produk perikanan
yang dihasilkan. Keberadaan pasar adalah hal yang sangat penting untuk kelangsungan produksi.
Apabila kemampuan pasar untuk menyerap produksi sangat tinggi maka akan dihasilkan keuntungan
yang tinggi pula. Sebaliknya, apabila pasar tidak dapat menerima produk yang ditawarkan, maka
usaha perikanan tersebut pasti akan mengalami kerugian.
Terdapat beberapa hal yang harus diketahui oleh seorang pengusaha perikanan sebelum
melangkah ke aspek pemasaran ini, antara lain: sasaran pemasaran, persaingan, dan stategi
pemasaran.

1). Sasaran pemasaran


Faktor ini berkaitan erat dengan pemilihan jenis ikan yang akan diproduksi, konsumen yang
dituju, jumlah permintaan yang dibutuhkan, motif masyarakat dalam membeli ikan, dan kesesuaian
produk perikanan dengan permintaan masyarakat.

2). Persaingan
Persaingan merupakan suatu hal yang umum dalam bidang usaha perikanan. Semua
produksi perikanan dapat bersaing dengan bebas di pasaran. Oleh karena itu, seorang pengusaha
perikanan harus dapat menghadapi dan mengatasi persaingan agar produknya dapat laku terjual di
pasaran.

3). Strategi pemasaran


Suatu tindakan penyesuaian sebagai reaksi terhadap situasi pasar dengan berdasarkan
pertimbangan yang wajar merupakan definisi dari strategi pemasaran. Tindakan-tindakan yang diambil
merupakan pendekatan terhadap berbagai faktor eksternal dan internal. Biasanya, faktor eksternal
dilihat dari konsumen yang dituju, sementara faktor internal dilihat dari produksi yang dihasilkan.

6. Strategi Pengembangan Tataniaga


Beberapa program yang dilakukan dalam rangka pemanfaatan potensi dan mengubah kendala
menjadi peluang sebagai penguatan dan pengembangan tataniaga dalam negeri, dapat dilaksanakan
melalui lima pendekatan, yaitu:

1). Peningkatan Konsumsi Ikan melalui Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN)
Program GEMARIKAN dilaksanakan melalui kegiatan promosi hasil perikanan di media cetak
dan/atau elektronik, sosialisasi manfaat mengonsumsi ikan, pelaksanaan lomba masak berbahan
baku ikan, dan pemberian penghargaan kepada rumah makan ikan.

2). Penyediaan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Tataniaga


Pembangunan sarana dan prasarana tataniaga bertujuan untuk menyediakan ikan yang baik
dari segi kuantitas, kualitas, jenis, dan ukuran untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Program ini
berupa Pasar Ikan Higienis (PIH), Depo Pemasaran Ikan (DPI), dan Kios Ikan. Upaya peningkatan

6
operasional sarana dan prasarana tersebut diikuti pula dengan penguatan kelembagaan pasar ikan
dan pelelangan ikan.

3). Penjembatanan (Bridging) Pasokan dan Permintaan Produk Perikanan


Hal ini dilakukan melalui pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan di pasar
produsen dan konsumen. Bridging ini bertujuan untuk menjamin distribusi produk dari sisi kuantitas
atau kualitas. Hal tersebut ditempuh melalui penyelenggaraan forum bisnis pelaku usaha,
pengembangan pola kemitraan usaha yang sehat, dan pengembangan pola pemasaran dan jaringan
distribusi.

4). Pengembangan Sistem Informasi Pasar


Pengembangan Sistem Informasi Pasar diperlukan dalam rangka penyebarluasan data dan
informasi pemasaran untuk mempertemukan kebutuhan pasar dan produsen.

5). Mendorong Iklim Usaha yang Kondusif


Iklim usaha yang kondusif dapat dicapai dengan penyederhanaan prosedur dalam perijinan
usaha, peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan, penyediaan fasilitas dalam akses permodalan,
dan pelibatan dalam pembahasan kebijakan terkait pengembangan tataniaga dalam negeri.

Studi Kasus 1
Produk Perikanan Olahan: Penjualan masih rendah
(Simanjuntak, 2013)

JAKARTA: Penjualan produk perikanan olahan masih sangat rendah, kurang dari 15% dari total
produksi perikanan di Indonesia yang mencapai 12,39 juta ton pada tahun lalu termasuk rumput laut.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Saut Hutagalung mengatakan pihaknya akan
mendorong produksi ikan olahan. Pasar perikanan di kota besar, katanya, sangat potensial
mengingat rutinitas dan kesibukan penduduk di perkotaan yang lebih tinggi, sehingga produk
perikanan olahan menjadi pilihan.
"Solusi [ikan olahan] bagi keluarga sibuk, pangsa pasar olahan naik tajam. Saat ini banyak
[perikanan] olahan yang siap konsumsi. Target pasar olahan kita masih 15% dari total produksi kita,
kita akan dorong itu misalkan ikan patin selama ini dipasarkan hidup, maka kita dorong bentuk fillet
patin," ujarnya saat acara Pekan Petani dan Nelayan 2012 dan Peluncuran CQL, Jumat 13 April
2012.
Dia menjelaskan untuk membantu industri pengolahan ikan, pihaknya akan membawa produk
perikanan olahan untuk masuk ke pasar moderen dan hypermarket.
Hal lain yang akan dilakukan, katanya, dengan menyiapkan program branding dengan membantu
usaha kecil menengah agar dapat memperbaiki cara berproduksi perikanan olahan yang memenuhi
standard yang baik, yaitu tidak hanya sisi mutu, tetapi juga aman dikonsumsi.
"Jadi cara berproduksinya tidak menggunakan cara yang berbahaya."
Menurutnya, kemasan ikan olahan harus lebih baik, sehingga dapat masuk ke dalam pasar ritel
moderen. Saat ini, konsumsi perikanan masih tinggi dalam bentuk ikan segar yang hidup, sedangkan
konsumsi ikan beku belum menjadi kebiasaan. Saut memaparkan salah satu strategi untuk
mendorong akselerasi industrialisasi perikanan yaitu melalui pengembangan komoditas dan produk
berbasis pasar serta memperluas akses pasar global dan domestik.
Untuk itu, KKP, katanya, mengembangkan dan memperkuat kerja sama dengan industri ritel moderen
seperti Carrefour yang diminta untuk memfasilitasi pemasaran produk perikanan yang dihasilkan
UKM. Dia menuturkan sebagian besar produk ikan olahan yang dijual di pasar ritel moderen sebagian
besar berasal dari impor.

7
Menurutnya, pada tahun lalu bandeng tanpa duri yang diproduksi Akademi Perikanan Sidoarjo dan
Indonesia Dimsum yang diproduksi UD Familiy Food Gresik masuk ke seluruh jaringan outlet
Carrefour. Saut menuturkan dalam waktu yang tidak lama lagi, akan diikuti oleh produk olahan ikan
lainnya seperti abon ikan patin Jambi, abon ikan haruan Banjarmasin, snack ikan petek Jawa Barat,
sosis ikan Bali, dan snack jagung ikan Gorontalo.
Menurutnya, pada tahun lalu melalui program Carrefour Quality Line, produk udang yang diproduksi
PT Tirta Lampung berhasil memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
"Dengan demikian produk tersebut dapat menembus pasar ekspor melalui jaringan outlet Carrefour
yang tersebar di berbagai negara. Diharapkan produk perikanan lainnya segera dapat memperoleh
sertifikat CQL tersebut." Dia mengharapka pada tahun ini produk-produk perikanan lainnya dapat
masuk ke seluruh gerai Carrefour Indonesia.

Studi Kasus 2
Mengelola Pemasaran Hasil Perikanan
(Gumilang, 2014)

Para nelayan di Medan khususnya dan nasional umumnya sampai sekarang masih sering tertimpa
persoalan di tengah cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini. Di samping itu tidak jarang para nelayan
umumnya menjual ikan kepada pedagang perantara (tengkulak), tidak bisa langsung kepada
konsumen terakhir sehingga harga jual yang mereka peroleh jauh lebih murah daripada harga di
tangan konsumen terakhir. Padahal, jumlah pedagang perantara itu umumnya lebih dari dua
tingkatan.
Sebagian besar atau 90% nelayan nasional hingga kini masih miskin dan menggunakan kapal ikan
tidak bermesin atau kapal bermesin di bawah 30 GT, dengan alat tangkap yang umumnya kurang
efisien. Sejauh ini, pendapatan nelayan khususnya nelayan tradisional dan ABK, umumnya kecil
yakni kurang dari Rp 1 juta per bulan dan sangat fluktuatif alias tidak menentu.
Secara teknis, pendapatan nelayan bergantung pada nilai jual ikan hasil tangkapan dan biaya melaut.
Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan ditentukan ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi
teknologi penangkapan ikan dan harga jual ikan.
Dalam hal mengelola pemasaran hasil perikanan pemerintah perlu melakukan optimalisasi penguatan
dan pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat bisnis perikanan terpadu, pembangunan
pasar ikan higienis, sistem komputerisasi pada pelelangan ikan, pembangunan gudang ikan
pendingin khususnya di daerah ikan melimpah dan mempertemukan para produsen yakni nelayan
dan pembudidaya ikan dengan para pembeli nasional maupun luar negeri. Pemasaran ikan melalui
pelelangan akan berakibat harga ikan layak bagi produsen/pedagang, pembayaran tunai dan kualitas
ikan terkontrol.
Pendekatan bisnis perikanan terpadu berarti memastikan banyaknya volume setiap jenis ikan dan
produk perikanan melalui perikanan tangkap harus sesuai dengan jumlah kebutuhan dan selera
pasar (konsumen) baik pasar lokal, nasional maupun ekspor.
Dengan demikian, dari perspektif bisnis tugas dalam pemasaran adalah bagaimana agar masyarakat
Indonesia dan dunia mau mengonsumsi, menggunakan dan membeli ikan serta produk perikanan
sebanyak mungkin dengan harga yang menguntungkan para produsen.
Dalam hal potensi, prospek pasar ikan dan produk perikanan Indonesia sangat menjanjikan. Hal ini
disebabkan, pertama, seiring terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia maka permintaan
terhadap ikan dan produk perikanan akan terus bertambah.

8
Konsumsi ikan penduduk di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 28 kg per kapita dan tahun 2013
sudah 35,14 kg per kapita (KKP, 2013). Belum lagi kebutuhan ikan dan produk perikanan untuk
ekspor dan industri tepung ikan serta minyak ikan.
Kedua, semakin menciutnya padang penggembalaan di darat dan menurunnya produksi pakan
ternak maka pasokan protein hewani yang berasal dari sapi, ayam dan ternak lainnya diperkirakan
menurun. Ini hanya dapat dikompensasi oleh protein hewani dari ikan dan produk perikanan yang
berasal dari luasnya laut Indonesia. Selain itu disebutkan di dalam buku Our Blue Economy: An
Odyssey to Prosperity, Indonesia memiliki potensi kekayaan laut mencapai US$ 1,2 triliun per tahun.

Memanfaatkan Peluang

Untuk dapat memanfaatkan peluang pasar ikan dan produk perikanan yang demikian besar baik di
pasar domestik maupun global, khususnya menjelang pasar bebas ASEAN 2015, pembangunan
perikanan harus dengan menerapkan pendekatan bisnis terpadu antara subsistem produksi,
penanganan pengolahan dan pemasaran.
Kunci penentu daya saing produk perikanan adalah, kualitas dan keamanan produk, harga yang
bersaing dan kehandalan pasokan. Agar bisa menghasilkan produk perikanan dengan keunggulan
daya saing yang tinggi tersebut, harus menggunakan manajemen dan iptek yang memadai dalam
setiap subsistem perikanan.
Teknologi penangkapan dan budidaya perikanan harus ramah lingkungan agar pembangunan
perikanan yang dilaksanakan dapat berlangsung optimal. Selain itu, tata ruang, pengendalian
pencemaran, konservasi ekosistem, pengayaan stok ikan dan program perawatan lingkungan lainnya
mesti dilakukan.
Pelaksanaan program rantai dingin untuk komoditas-komoditas perikanan bernilai ekonomis penting
diperkuat dan dikembangkan. Program perawatan dan pembangunan pelabuhan perikanan, tempat
pendaratan ikan dan pasar ikan yang memenuhi HACCP, persyaratan higienis dan persyaratan mutu
produk perikanan secara internasional lainnya perlu terus ditumbuhkembangkan.
Program peningkatan kesadaran publik pada produsen, pedagang perantara, konsumen dan lainnya
tentang arti penting mutu dan keamanan ikan dan produk perikanan perlu disosialisasikan secara
utuh.

Akhirnya, kerja sama sinergis antarseluruh stakeholders perikanan menjadi kunci keberhasilan
pembangunan perikanan, terutama yang bertalian dengan aspek pemasaran hasil perikanan nelayan.

9
MATA KULIAH TATANIAGA & PEMASARAN HASIL PERIKANAN

ANALISIS STRATEGI TATANIAGA DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN

Setelah selesai mempelajari materi ini, Taruna diharapkan dapat memahami dan menganalisis
strategi tataniaga dan pemasaran hasil perikanan.

1. Tahapan Perumusan Strategi

Kerangka dalam perumusan strategi tataniaga dan pemasaran hasil perikanan, dapat dilihat
pada Gambar 1.

Tahap 1: Tahap Input

Matriks EFE Matriks IFE

Tahap 2: Tahap Pencocokkan

Matriks SWOT

Tahap 3: Tahap Keputusan

Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)

Gambar 1. Tahap Perumusan Strategi

2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Analysis)

IFE merupakan singkatan dari Internal Factor Evaluation. Matriks IFE merupakan suatu alat
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam kondisi internal suatu usaha
perikanan (David, 2006). Pembuatan matriks IFE berfungsi untuk meringkas dan mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fugsional dari suatu usaha perikanan. Matriks
IFE dapat dikembangkan dalam lima langkah berikut:
1). Membuat 10-20 daftar faktor-faktor penting dari lingkungan internal baik kekuatan maupun
kelemahan suatu usaha perikanan;
2). Menentukan bobot pada setiap faktor yang telah diidentifikasi pada poin 1, dimulai dari 0,0 (tidak
penting), hingga 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada setiap faktor tersebut
menandakan signifikansi dari faktor terhadap keberhasilan suatu usaha perikanan. Faktor yang
memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja usaha perikanan harus memiliki bobot yang
tinggi. Jumlah bobot total untuk semua faktor harus sama dengan 1,0;
3). Mengurutkan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor, urutan yang diberikan menggambarkan
besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap posisi usaha perikanan. Peringkat 1, menandakan
bahwa faktor tersebut sangat lemah, Peringkat 2 adalah faktor yang dirasa lemah, sementara
Peringkat 3 untuk faktor yang kuat, dan Peringkat 4 untuk faktor yang sangat kuat;
4). Menentukan nilai tertimbang, dengan cara mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya,
dan
5). Menghitung total nilai tertimbang untuk usaha perikanan.

Jumlah faktor tidak mempengaruhi kisaran bobot total karena bobot total selalu berjumlah 1,0,
sehingga total nilai tertimbang pasti berkisar antara 1,0 (titik terendah) hingga 4,0 (titik tertinggi),
dengan nilai rata-rata 2,5. Total nilai tertimbang di bawah 2,5 menandakan bahwa posisi internal
usaha perikanan tersebut lemah, sementara total nilai tertimbang di atas 2,5 menunjukkan posisi
internal yang kuat.

10
Ketika sebuah faktor internal menjadi kekuatan dan kelemahan pada suatu usaha perikanan,
faktor tersebut harus dimasukkan dua kali di dalam Matriks IFE, dan bobot dan peringkat harus
diberikan untuk setiap pernyataan. Contoh dari Matriks IFE dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh Matriks IFE UMKM Cindy Group

3. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Analysis)

Matriks EFE merupakan singkatan dari External Factor Analysis. Matriks ini adalah alat yang
baik untuk mengidentifikasi adanya peluang dan ancaman yang dihadapi oleh suatu usaha perikanan
(David, 2006). Pengerjaan Matriks EFE sangat mirip dengan matriks IFE. Perbedaan utama antara
matriks EFE dan matriks IFE hanya terletak pada jenis faktor-faktor dalam matriksnya. Matriks EFE
mengevaluasi faktor-faktor eksternal dari suatu usaha perikanan.
Terdapat lima langkah dalam mengembangkan matriks EFE:
1). Membuat 10-20 daftar faktor-faktor penting dari lingkungan eksternal baik peluang maupun
ancaman yang mempengaruhi suatu usaha perikanan;
2). Menentukan bobot pada setiap faktor yang telah diidentifikasi pada poin 1, dimulai dari 0,0 (tidak
penting), hingga 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada setiap faktor tersebut
menandakan signifikansi dari faktor terhadap keberhasilan suatu usaha perikanan. Bobot faktor
peluang biasanya lebih tinggi daripada bobot faktor ancaman. Namun, apabila faktor ancaman
bersifat sangat parah dalam mengancam suatu usaha perikanan, maka faktor ancaman tersebut
harus diberi bobot yang tinggi. Jumlah bobot total untuk semua faktor harus sama dengan 1,0;
3). Mengurutkan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor. Peringkat yang diberikan menggambarkan
seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor apeluang dan ancaman yang

11
ada. Peringkat 1 = Respon di bawah rata-rata, PEringkat 2 = Respon yang diberikan rata-rata,
Peringkat 3 = Respon yang diberikan oleh suatu usaha perikanan di atas rata-rata, Peringkat 4 =
Respon sangat bagus. Baik peluang maupun ancaman dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4;
4). Menentukan nilai tertimbang, dengan cara mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya,
dan
5). Menghitung total nilai tertimbang untuk usaha perikanan.

Jumlah faktor tidak mempengaruhi kisaran bobot total karena bobot total selalu berjumlah 1,0,
sehingga total nilai tertimbang pasti berkisar antara 1,0 (titik terendah) hingga 4,0 (titik tertinggi),
dengan nilai rata-rata 2,5. Total nilai tertimbang di bawah 2,5 menandakan bahwa usaha perikanan
tersebut tidak mampu memanfaatkan peluang dan mencegah dampak dari adanya ancaman faktor
eksternal, sementara total nilai tertimbang di atas 2,5 menunjukkan bahwa usaha perikanan telah
memiliki strategi usaha yang baik dalam memanfaatkan peluang dan meminimalisir dampak dari
ancaman. Contoh dari Matriks EFE dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh Matriks EFE UMKM Cindy Group

12
4. Matriks SWOT

Matriks SWOT merupakan singkatan dari Strengths (Kekuatan), Weaknesses


(Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Strength adalah potensi dan
kekuatan yang dimiliki dalam usaha perikanan. Analisis SWOT bertujuan untuk merumuskan
suatu strategi tataniaga & pemasaran hasil perikanan. Analisis ini dilandaskan untuk
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 2006).
Terdapat empat jenis kategori strategi yang ditentukan pada Matriks SWOT ini, antara
lain: Strategi SO (Kekuatan-Peluang), Strategi WO (Kelemahan-Peluang), Strategi ST
(Kekuatan-Ancaman), Strategi WT (Kelemahan-Ancaman).
1). Strategi SO
Strategi SO lebih menekankan kepada upaya untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki
oleh suatu usaha perikanan, kemudian memanfaatkan peluang eksternal untuk menarik keuntungan.

2). Strategi WO
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal melalui pemanfaatan peluang
dari sisi eksternal usaha perikanan.

3). Strategi ST
Strategi ST menggunakan kekuatan untuk mencegah atau meminimalisir pengaruh negatif
dari adanya ancaman eksternal.

4). Strategi WT
Merupakan upaya defensif untuk mengurangi kelemahan internal dan mencegah bahaya
ancaman eksternal.

Delapan langkah yang digunakan untuk membuat Matriks SWOT, antara lain:
1). Membuat daftar kekuatan yang dimiliki oleh usaha perikanan;
2). Membuat daftar kelemahan yang dipunyai oleh usaha perikanan;
3). Membuat daftar peluang eksternal suatu usaha perikanan;
4). Membuat daftar ancaman eksternal suatu usaha perikanan;
5). Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi SO;
6). Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi WO;
7). Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi ST, dan
8). Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi WT.

Penyusunan Matriks SWOT ini bertujuan untuk merumuskan beberapa strategi alternatif yang
digunakan untuk memasarkan suatu produk perikanan. Matriks SWOT tidak dapat menentukan
strategi mana yang menjadi prioritas. Bentuk matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 4.

13
Gambar 4. Contoh Matriks SWOT UMKM Cindy Group

5. Matriks QSPM

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) adalah teknik yang dirancang untuk
menentukan daya tarik relatif dari berbagai alternatif strategi (Hubeis dan Najib, 2014). Teknik QSPM
memberikan ruang bagi penyusun strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif dari faktor-faktor
keberhasilan penting internal dan eksternal secara objektif. QSPM menggunakan analisis input dari
Tahap 1 (Matriks EFE dan Matriks IFE) dan hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 (Matriks SWOT).
Dalam mengembangkan QSPM perlu dilakukan langkah – langkah sebagai berikut:
1). Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal pada kolom kiri
QSPM. Informasi ini ditentukan dari Matriks EFE dan Matriks IFE. Sekurangnya ada 10 faktor
keberhasilan utama baik internal maupun eksternal yang perlu dimasukkan.
2). Memberi bobot di setiap faktor baik eksternal maupun internal utama. Bobot yang dimaksudkan
disini sama dengan bobot yang ada pada matriks EFE dan Matriks IFE.
3). Mencermati matriks-matriks Tahap 2, dan melakukan identifikasi strategi yang layak
dipertimbangkan untuk diterapkan.
4). Menentukan Skor Daya Tarik (AS). Skor Daya Tarik (Attractiveness Score—AS)
mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi terhadap strategi alternatif tertentu. Skor
Daya Tarik berada pada kisaran 1 – 4 mulai dari yang tidak tertarik hingga sangat tertarik.
5). Menghitung Skor Daya Tarik Total (TAS). Skor Daya Tarik Total merupakan hasil kali antara
bobot (Langkah 2) dengan Skor Daya Tarik (Langkah 4)
6). Menghitung Jumlah Keseluruhan Daya Tarik Total (STAS). Kolom ini berisi jumlah dari Skor Daya
Tarik Total. STAS menunjukkan strategi yang paling menarik dari seluruh alternatif yang ada.

14
Tabel 1. Matriks QSPM
Alternatif strategi Strategi 1 Strategi 2
Faktor-faktor Bobot AS TAS AS TAS
utama
Peluang
1. xx xx xx xx xx xx

2. xx xx xx xx xx xx

Ancaman
1. xx xx xx xx xx xx

2. xx xx xx xx xx xx

Kekuatan
1. xx xx xx xx xx xx

2. xx xx xx xx xx xx

Kelemahan
1. xx xx xx xx xx xx

2. xx xx xx xx xx xx

Total xx xx xx xx xx

6. Analisis Pohon Masalah (Problem Tree Analysis)

Pohon masalah berfungsi untuk mengidentifikasi suatu isu, hingga mengetahui akar
permasalahan yang memicu isu tersebut bisa muncul, sehingga nantinya bisa diambil langkah
perbaikan untuk menyelesaikan isu tersebut. Contoh pembuatan pohon masalah dapat dilihat pada
Gambar 5.

Dampak

Isu

Penyebab
utama

Penyebab
spesifik
Gambar 5. Analisis Pohon Masalah

SUMBER PUSTAKA:
David. F.R., 2006, Manajemen Strategis: Konsep. Dono Sunardi (terj.). Salemba Empat, Jakarta
Gumilang, A.P., 2014, Mengelola Pemasaran Hasil Perikanan. Online,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/02/13/78704/mengelola-pemasaran-hasil-
perikanan/, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019
Hanafiah, A.M., 2009, Tataniaga Hasil Perikanan, UI Press, Jakarta

15
Hubeis, M., & Najib, M., 2014, Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi.
PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Rangkuti, F., 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep
Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rifianto, I., 2014, Modul I: Pengantar Produksi dan Tataniaga Perikanan, Online, Sumber:
http://repository.ut.ac.id/4479/1/LUHT4335-M1.pdf, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019
Setiyorini, E.S., Noorachmat, B.P., & Syamsun, M., 2018, Strategi Pemasaran Produk Olahan
Perikanan pada UMKM Cindy Group. Manajemen IKM, Vol. 13 (1)
Simanjuntak, Y.H., 2013, Produk Perikanan Olahan Penjualan Masih Rendah, Online,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20120413/99/72481/produk-perikanan-olahan-penjualan-
masih-rendah, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019

16

Anda mungkin juga menyukai