Setelah selesai mempelajari materi ini, Taruna diharapkan dapat memahami dan menjelaskan
permasalahan yang ada dalam tataniaga dan pemasaran hasil perikanan di Indonesia.
2). Pengusaha/produsen
Merupakan orang yang menanamkan modal yang langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan proses produksi. Peran pengusaha/produsen ikut serta menentukan keberhasilan dan mutu
suatu produk.
1
Merupakan orang yang berperan sebagai penyalur produk atau pelancar distribusi komoditi
perikanan. Peranan pengusaha atau pedagang perantara tidaklah dapat dianggap remeh. Selain
sebagai penyalur produk, mereka juga menyalurkan informasi dari konsumen ke produsen dan
sebaliknya serta meringankan beban produsen dalam mendistribusi produk. Namun sayang, dengan
adanya pedagang perantara, harga produk menjadi lebih mahal.
Selain pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer juga dapat berperan
sebagai pengusaha perantara.
• Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang mengumpulkan komoditi perikanan dari
pengusaha, petani ikan, ataupun nelayan dalam jumlah yang cukup besar untuk dipasarkan
kembali ke pedagang lain.
• Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli komoditi perikanan dari pedagang
pengumpul atau langsung dari produsen/pengusaha untuk dijual kembali. Komoditi itu dijual
kembali kepada industri, restoran, konsumen komersial, dan lain-lain yang tidak menjual kembali
dalam jumlah yang sama kepada konsumen akhir.
• Pedagang pengecer merupakan pedagang yang menjual komoditi perikanan langsung ke tangan
konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumen dalam partai kecil.
Distribusi produk dari tangan produsen ke konsumen berlangsung melalui tiga cara, antara
lain (Hanafiah, 2009):
1). Penyaluran langsung
Melalui cara ini pemasaran produk perikanan tidak mempergunakan pedagang perantara.
Pada tahapan ini, produsen langsung menjual produksinya ke konsumen. Hal ini sering dilakukan
oleh petani ikan dalam skala kecil dan para nelayan. Alur distribusi penyaluran semi langsung dapat
diringkas menjadi,
Produsen → Konsumen
2
kg/kap/tahun, Jumlah tingkat konsumsi ikan di Negara Thailand adalah 35 kg/kap/tahun, sementara
di sisi lain, Tingkat konsumsi ikan di Negara Jepang mencapai 110 kg/kap/tahun. Pada tahun 2004,
tingkat konsumsi ikan perkapita Indonesia mencapai 23,18 kg/kap/tahun (DKP, 2005). Dapat dilihat
dari jumlah yang telah dipaparkan sebelumnya, apabila potensi peluang pasar domestik yang cukup
besar tersebut diimbangi dengan ketersediaan produk yang bermutu baik, harga terjangkau, dan
pasokan yang dilakukan secara kontinyu, maka pasar dalam negeri akan mampu menyerap produk
perikanan dengan maksimal.
• Kualitas
Akhir-akhir ini, sebagian besar ikan konsumsi yang sampai ke tangan konsumen akhir
memiliki kualitas yang kurang baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas ikan, antara
3
lain: metode penanganan pasca-tangkap atau pasca-panen yang belum sesuai persyaratan, jaringan
distribusi yang masih terlalu panjang, belum diterapkannya sistem rantai dingin (cold chain system),
mahalnya harga es, serta rendahnya kesadaran nelayan dan pedagang terhadap pentingnya
mempertahankan kesegaran ikan. Ikan dengan kualitas tinggi dapat memberikan dua keuntungan,
yaitu: mendorong pembentukan harga yang maksimal ditingkat produsen atau konsumen dan
memberikan perlindungan kepada konsumen.
• Harga
Rantai pemasaran yang kurang efektif berdampak pada tingginya biaya distribusi produk
serta memacu tingginya harga ikan ditingkat konsumen. Kenyataannya, harga ikan hasil tangkapan
cenderung fluktuatif karena ketersediaan pasokan ikan yang sangat dipengaruhi oleh musim. Selain
itu, harga ikan hasil budidaya juga relatif tinggi karena biaya produksi yang juga relatif tinggi, terutama
harga pakan pabrikan.
2) Aspek Permintaan
• Rendahnya tingkat konsumsi ikan
Masih rendahnya tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia umumnya
disebabkan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal masyarakat yang mempengaruhi pola konsumsi ikan
dan faktor eksternal yang mempengaruhi kemudahan masyarakat untuk mendapatkan ikan
berkualitas dengan harga yang terjangkau. Contoh dari faktor eksternal tersebut adalah terbatasnya
sarana dan prasarana pemasaran produk prikanan yang mampu menjangkau konsumen, tidak
tersedianya sarana penyimpanan, dan distribusi yang belum mampu menjaga kualitas produk
perikanan hingga ke konsumen.
4
• Penyiasatan pasar
Produk perikanan pada umumnya masih dipasarkan di pasar tradisional. Penetrasi hingga ke
pasar modern, separti supermarket dan hypermarket, masih sangat lemah. Hal itu karena kurangnya
informasi permintaan di pasar tersebut. Selain itu, sistem pembayaran yang dilakukan pasar modern
secara konsinyasi selama 2 bulan setelah penyerahan barang.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak merata masih menjadi pucuk permasalahan
saat ini, di mana sebagian besar kegiatan penangkapan intensif masih berkisar pada perairan pantai
dengan terdapatnya pemusatan penduduk, seperti Pantai Utara Jawa, Selat Bali, dan Pantai Selat
Malaka. Hasil produksi pada daerah pemusatan penangkapan yang terlihat menurun ini diduga
karena adanya intensitas penangkapan yang sangat besar sehingga menjadi tak terkendali, sehingga
5
berdampak kepada pencemaran perairan yang semakin meningkat dan perusakan lingkungan akibat
penggunaan racun dan peledak.
Pada saat bersamaan, sumber daya perikanan di perairan wilayah Indonesia Bagian Timur,
perairan lepas pantai dan perairan ZEEI, relatif masih belum banyak dimanfaatkan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya ketersediaan prasarana kapal penangkapan yang mampu beroperasi
di perairan lepas pantai, lambatnya pengembangan dan penerapan teknologi yang memadai, kurang
tersedianya tenaga kerja yang terampil, cakap, serta rendahnya insentif untuk mengelola perairan
dan perikanan dengan sebaik-baiknya.
5. Aspek Pemasaran
Seorang pengusaha perikanan yang akan melakukan usaha produksi harus memiliki orintasi
terhadap aspek pemasaran terlebih dahulu agar mengetahui sasaran pemasaran produk perikanan
yang dihasilkan. Keberadaan pasar adalah hal yang sangat penting untuk kelangsungan produksi.
Apabila kemampuan pasar untuk menyerap produksi sangat tinggi maka akan dihasilkan keuntungan
yang tinggi pula. Sebaliknya, apabila pasar tidak dapat menerima produk yang ditawarkan, maka
usaha perikanan tersebut pasti akan mengalami kerugian.
Terdapat beberapa hal yang harus diketahui oleh seorang pengusaha perikanan sebelum
melangkah ke aspek pemasaran ini, antara lain: sasaran pemasaran, persaingan, dan stategi
pemasaran.
2). Persaingan
Persaingan merupakan suatu hal yang umum dalam bidang usaha perikanan. Semua
produksi perikanan dapat bersaing dengan bebas di pasaran. Oleh karena itu, seorang pengusaha
perikanan harus dapat menghadapi dan mengatasi persaingan agar produknya dapat laku terjual di
pasaran.
1). Peningkatan Konsumsi Ikan melalui Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN)
Program GEMARIKAN dilaksanakan melalui kegiatan promosi hasil perikanan di media cetak
dan/atau elektronik, sosialisasi manfaat mengonsumsi ikan, pelaksanaan lomba masak berbahan
baku ikan, dan pemberian penghargaan kepada rumah makan ikan.
6
operasional sarana dan prasarana tersebut diikuti pula dengan penguatan kelembagaan pasar ikan
dan pelelangan ikan.
Studi Kasus 1
Produk Perikanan Olahan: Penjualan masih rendah
(Simanjuntak, 2013)
JAKARTA: Penjualan produk perikanan olahan masih sangat rendah, kurang dari 15% dari total
produksi perikanan di Indonesia yang mencapai 12,39 juta ton pada tahun lalu termasuk rumput laut.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Saut Hutagalung mengatakan pihaknya akan
mendorong produksi ikan olahan. Pasar perikanan di kota besar, katanya, sangat potensial
mengingat rutinitas dan kesibukan penduduk di perkotaan yang lebih tinggi, sehingga produk
perikanan olahan menjadi pilihan.
"Solusi [ikan olahan] bagi keluarga sibuk, pangsa pasar olahan naik tajam. Saat ini banyak
[perikanan] olahan yang siap konsumsi. Target pasar olahan kita masih 15% dari total produksi kita,
kita akan dorong itu misalkan ikan patin selama ini dipasarkan hidup, maka kita dorong bentuk fillet
patin," ujarnya saat acara Pekan Petani dan Nelayan 2012 dan Peluncuran CQL, Jumat 13 April
2012.
Dia menjelaskan untuk membantu industri pengolahan ikan, pihaknya akan membawa produk
perikanan olahan untuk masuk ke pasar moderen dan hypermarket.
Hal lain yang akan dilakukan, katanya, dengan menyiapkan program branding dengan membantu
usaha kecil menengah agar dapat memperbaiki cara berproduksi perikanan olahan yang memenuhi
standard yang baik, yaitu tidak hanya sisi mutu, tetapi juga aman dikonsumsi.
"Jadi cara berproduksinya tidak menggunakan cara yang berbahaya."
Menurutnya, kemasan ikan olahan harus lebih baik, sehingga dapat masuk ke dalam pasar ritel
moderen. Saat ini, konsumsi perikanan masih tinggi dalam bentuk ikan segar yang hidup, sedangkan
konsumsi ikan beku belum menjadi kebiasaan. Saut memaparkan salah satu strategi untuk
mendorong akselerasi industrialisasi perikanan yaitu melalui pengembangan komoditas dan produk
berbasis pasar serta memperluas akses pasar global dan domestik.
Untuk itu, KKP, katanya, mengembangkan dan memperkuat kerja sama dengan industri ritel moderen
seperti Carrefour yang diminta untuk memfasilitasi pemasaran produk perikanan yang dihasilkan
UKM. Dia menuturkan sebagian besar produk ikan olahan yang dijual di pasar ritel moderen sebagian
besar berasal dari impor.
7
Menurutnya, pada tahun lalu bandeng tanpa duri yang diproduksi Akademi Perikanan Sidoarjo dan
Indonesia Dimsum yang diproduksi UD Familiy Food Gresik masuk ke seluruh jaringan outlet
Carrefour. Saut menuturkan dalam waktu yang tidak lama lagi, akan diikuti oleh produk olahan ikan
lainnya seperti abon ikan patin Jambi, abon ikan haruan Banjarmasin, snack ikan petek Jawa Barat,
sosis ikan Bali, dan snack jagung ikan Gorontalo.
Menurutnya, pada tahun lalu melalui program Carrefour Quality Line, produk udang yang diproduksi
PT Tirta Lampung berhasil memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
"Dengan demikian produk tersebut dapat menembus pasar ekspor melalui jaringan outlet Carrefour
yang tersebar di berbagai negara. Diharapkan produk perikanan lainnya segera dapat memperoleh
sertifikat CQL tersebut." Dia mengharapka pada tahun ini produk-produk perikanan lainnya dapat
masuk ke seluruh gerai Carrefour Indonesia.
Studi Kasus 2
Mengelola Pemasaran Hasil Perikanan
(Gumilang, 2014)
Para nelayan di Medan khususnya dan nasional umumnya sampai sekarang masih sering tertimpa
persoalan di tengah cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini. Di samping itu tidak jarang para nelayan
umumnya menjual ikan kepada pedagang perantara (tengkulak), tidak bisa langsung kepada
konsumen terakhir sehingga harga jual yang mereka peroleh jauh lebih murah daripada harga di
tangan konsumen terakhir. Padahal, jumlah pedagang perantara itu umumnya lebih dari dua
tingkatan.
Sebagian besar atau 90% nelayan nasional hingga kini masih miskin dan menggunakan kapal ikan
tidak bermesin atau kapal bermesin di bawah 30 GT, dengan alat tangkap yang umumnya kurang
efisien. Sejauh ini, pendapatan nelayan khususnya nelayan tradisional dan ABK, umumnya kecil
yakni kurang dari Rp 1 juta per bulan dan sangat fluktuatif alias tidak menentu.
Secara teknis, pendapatan nelayan bergantung pada nilai jual ikan hasil tangkapan dan biaya melaut.
Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan ditentukan ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi
teknologi penangkapan ikan dan harga jual ikan.
Dalam hal mengelola pemasaran hasil perikanan pemerintah perlu melakukan optimalisasi penguatan
dan pengembangan pelabuhan perikanan sebagai pusat bisnis perikanan terpadu, pembangunan
pasar ikan higienis, sistem komputerisasi pada pelelangan ikan, pembangunan gudang ikan
pendingin khususnya di daerah ikan melimpah dan mempertemukan para produsen yakni nelayan
dan pembudidaya ikan dengan para pembeli nasional maupun luar negeri. Pemasaran ikan melalui
pelelangan akan berakibat harga ikan layak bagi produsen/pedagang, pembayaran tunai dan kualitas
ikan terkontrol.
Pendekatan bisnis perikanan terpadu berarti memastikan banyaknya volume setiap jenis ikan dan
produk perikanan melalui perikanan tangkap harus sesuai dengan jumlah kebutuhan dan selera
pasar (konsumen) baik pasar lokal, nasional maupun ekspor.
Dengan demikian, dari perspektif bisnis tugas dalam pemasaran adalah bagaimana agar masyarakat
Indonesia dan dunia mau mengonsumsi, menggunakan dan membeli ikan serta produk perikanan
sebanyak mungkin dengan harga yang menguntungkan para produsen.
Dalam hal potensi, prospek pasar ikan dan produk perikanan Indonesia sangat menjanjikan. Hal ini
disebabkan, pertama, seiring terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia maka permintaan
terhadap ikan dan produk perikanan akan terus bertambah.
8
Konsumsi ikan penduduk di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 28 kg per kapita dan tahun 2013
sudah 35,14 kg per kapita (KKP, 2013). Belum lagi kebutuhan ikan dan produk perikanan untuk
ekspor dan industri tepung ikan serta minyak ikan.
Kedua, semakin menciutnya padang penggembalaan di darat dan menurunnya produksi pakan
ternak maka pasokan protein hewani yang berasal dari sapi, ayam dan ternak lainnya diperkirakan
menurun. Ini hanya dapat dikompensasi oleh protein hewani dari ikan dan produk perikanan yang
berasal dari luasnya laut Indonesia. Selain itu disebutkan di dalam buku Our Blue Economy: An
Odyssey to Prosperity, Indonesia memiliki potensi kekayaan laut mencapai US$ 1,2 triliun per tahun.
Memanfaatkan Peluang
Untuk dapat memanfaatkan peluang pasar ikan dan produk perikanan yang demikian besar baik di
pasar domestik maupun global, khususnya menjelang pasar bebas ASEAN 2015, pembangunan
perikanan harus dengan menerapkan pendekatan bisnis terpadu antara subsistem produksi,
penanganan pengolahan dan pemasaran.
Kunci penentu daya saing produk perikanan adalah, kualitas dan keamanan produk, harga yang
bersaing dan kehandalan pasokan. Agar bisa menghasilkan produk perikanan dengan keunggulan
daya saing yang tinggi tersebut, harus menggunakan manajemen dan iptek yang memadai dalam
setiap subsistem perikanan.
Teknologi penangkapan dan budidaya perikanan harus ramah lingkungan agar pembangunan
perikanan yang dilaksanakan dapat berlangsung optimal. Selain itu, tata ruang, pengendalian
pencemaran, konservasi ekosistem, pengayaan stok ikan dan program perawatan lingkungan lainnya
mesti dilakukan.
Pelaksanaan program rantai dingin untuk komoditas-komoditas perikanan bernilai ekonomis penting
diperkuat dan dikembangkan. Program perawatan dan pembangunan pelabuhan perikanan, tempat
pendaratan ikan dan pasar ikan yang memenuhi HACCP, persyaratan higienis dan persyaratan mutu
produk perikanan secara internasional lainnya perlu terus ditumbuhkembangkan.
Program peningkatan kesadaran publik pada produsen, pedagang perantara, konsumen dan lainnya
tentang arti penting mutu dan keamanan ikan dan produk perikanan perlu disosialisasikan secara
utuh.
Akhirnya, kerja sama sinergis antarseluruh stakeholders perikanan menjadi kunci keberhasilan
pembangunan perikanan, terutama yang bertalian dengan aspek pemasaran hasil perikanan nelayan.
9
MATA KULIAH TATANIAGA & PEMASARAN HASIL PERIKANAN
Setelah selesai mempelajari materi ini, Taruna diharapkan dapat memahami dan menganalisis
strategi tataniaga dan pemasaran hasil perikanan.
Kerangka dalam perumusan strategi tataniaga dan pemasaran hasil perikanan, dapat dilihat
pada Gambar 1.
Matriks SWOT
IFE merupakan singkatan dari Internal Factor Evaluation. Matriks IFE merupakan suatu alat
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam kondisi internal suatu usaha
perikanan (David, 2006). Pembuatan matriks IFE berfungsi untuk meringkas dan mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fugsional dari suatu usaha perikanan. Matriks
IFE dapat dikembangkan dalam lima langkah berikut:
1). Membuat 10-20 daftar faktor-faktor penting dari lingkungan internal baik kekuatan maupun
kelemahan suatu usaha perikanan;
2). Menentukan bobot pada setiap faktor yang telah diidentifikasi pada poin 1, dimulai dari 0,0 (tidak
penting), hingga 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada setiap faktor tersebut
menandakan signifikansi dari faktor terhadap keberhasilan suatu usaha perikanan. Faktor yang
memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja usaha perikanan harus memiliki bobot yang
tinggi. Jumlah bobot total untuk semua faktor harus sama dengan 1,0;
3). Mengurutkan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor, urutan yang diberikan menggambarkan
besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap posisi usaha perikanan. Peringkat 1, menandakan
bahwa faktor tersebut sangat lemah, Peringkat 2 adalah faktor yang dirasa lemah, sementara
Peringkat 3 untuk faktor yang kuat, dan Peringkat 4 untuk faktor yang sangat kuat;
4). Menentukan nilai tertimbang, dengan cara mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya,
dan
5). Menghitung total nilai tertimbang untuk usaha perikanan.
Jumlah faktor tidak mempengaruhi kisaran bobot total karena bobot total selalu berjumlah 1,0,
sehingga total nilai tertimbang pasti berkisar antara 1,0 (titik terendah) hingga 4,0 (titik tertinggi),
dengan nilai rata-rata 2,5. Total nilai tertimbang di bawah 2,5 menandakan bahwa posisi internal
usaha perikanan tersebut lemah, sementara total nilai tertimbang di atas 2,5 menunjukkan posisi
internal yang kuat.
10
Ketika sebuah faktor internal menjadi kekuatan dan kelemahan pada suatu usaha perikanan,
faktor tersebut harus dimasukkan dua kali di dalam Matriks IFE, dan bobot dan peringkat harus
diberikan untuk setiap pernyataan. Contoh dari Matriks IFE dapat dilihat pada Gambar 2.
Matriks EFE merupakan singkatan dari External Factor Analysis. Matriks ini adalah alat yang
baik untuk mengidentifikasi adanya peluang dan ancaman yang dihadapi oleh suatu usaha perikanan
(David, 2006). Pengerjaan Matriks EFE sangat mirip dengan matriks IFE. Perbedaan utama antara
matriks EFE dan matriks IFE hanya terletak pada jenis faktor-faktor dalam matriksnya. Matriks EFE
mengevaluasi faktor-faktor eksternal dari suatu usaha perikanan.
Terdapat lima langkah dalam mengembangkan matriks EFE:
1). Membuat 10-20 daftar faktor-faktor penting dari lingkungan eksternal baik peluang maupun
ancaman yang mempengaruhi suatu usaha perikanan;
2). Menentukan bobot pada setiap faktor yang telah diidentifikasi pada poin 1, dimulai dari 0,0 (tidak
penting), hingga 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada setiap faktor tersebut
menandakan signifikansi dari faktor terhadap keberhasilan suatu usaha perikanan. Bobot faktor
peluang biasanya lebih tinggi daripada bobot faktor ancaman. Namun, apabila faktor ancaman
bersifat sangat parah dalam mengancam suatu usaha perikanan, maka faktor ancaman tersebut
harus diberi bobot yang tinggi. Jumlah bobot total untuk semua faktor harus sama dengan 1,0;
3). Mengurutkan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor. Peringkat yang diberikan menggambarkan
seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor apeluang dan ancaman yang
11
ada. Peringkat 1 = Respon di bawah rata-rata, PEringkat 2 = Respon yang diberikan rata-rata,
Peringkat 3 = Respon yang diberikan oleh suatu usaha perikanan di atas rata-rata, Peringkat 4 =
Respon sangat bagus. Baik peluang maupun ancaman dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4;
4). Menentukan nilai tertimbang, dengan cara mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya,
dan
5). Menghitung total nilai tertimbang untuk usaha perikanan.
Jumlah faktor tidak mempengaruhi kisaran bobot total karena bobot total selalu berjumlah 1,0,
sehingga total nilai tertimbang pasti berkisar antara 1,0 (titik terendah) hingga 4,0 (titik tertinggi),
dengan nilai rata-rata 2,5. Total nilai tertimbang di bawah 2,5 menandakan bahwa usaha perikanan
tersebut tidak mampu memanfaatkan peluang dan mencegah dampak dari adanya ancaman faktor
eksternal, sementara total nilai tertimbang di atas 2,5 menunjukkan bahwa usaha perikanan telah
memiliki strategi usaha yang baik dalam memanfaatkan peluang dan meminimalisir dampak dari
ancaman. Contoh dari Matriks EFE dapat dilihat pada Gambar 3.
12
4. Matriks SWOT
2). Strategi WO
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal melalui pemanfaatan peluang
dari sisi eksternal usaha perikanan.
3). Strategi ST
Strategi ST menggunakan kekuatan untuk mencegah atau meminimalisir pengaruh negatif
dari adanya ancaman eksternal.
4). Strategi WT
Merupakan upaya defensif untuk mengurangi kelemahan internal dan mencegah bahaya
ancaman eksternal.
Delapan langkah yang digunakan untuk membuat Matriks SWOT, antara lain:
1). Membuat daftar kekuatan yang dimiliki oleh usaha perikanan;
2). Membuat daftar kelemahan yang dipunyai oleh usaha perikanan;
3). Membuat daftar peluang eksternal suatu usaha perikanan;
4). Membuat daftar ancaman eksternal suatu usaha perikanan;
5). Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi SO;
6). Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi WO;
7). Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi ST, dan
8). Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, sehingga nantinya akan diperoleh
Strategi WT.
Penyusunan Matriks SWOT ini bertujuan untuk merumuskan beberapa strategi alternatif yang
digunakan untuk memasarkan suatu produk perikanan. Matriks SWOT tidak dapat menentukan
strategi mana yang menjadi prioritas. Bentuk matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 4.
13
Gambar 4. Contoh Matriks SWOT UMKM Cindy Group
5. Matriks QSPM
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) adalah teknik yang dirancang untuk
menentukan daya tarik relatif dari berbagai alternatif strategi (Hubeis dan Najib, 2014). Teknik QSPM
memberikan ruang bagi penyusun strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif dari faktor-faktor
keberhasilan penting internal dan eksternal secara objektif. QSPM menggunakan analisis input dari
Tahap 1 (Matriks EFE dan Matriks IFE) dan hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 (Matriks SWOT).
Dalam mengembangkan QSPM perlu dilakukan langkah – langkah sebagai berikut:
1). Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal pada kolom kiri
QSPM. Informasi ini ditentukan dari Matriks EFE dan Matriks IFE. Sekurangnya ada 10 faktor
keberhasilan utama baik internal maupun eksternal yang perlu dimasukkan.
2). Memberi bobot di setiap faktor baik eksternal maupun internal utama. Bobot yang dimaksudkan
disini sama dengan bobot yang ada pada matriks EFE dan Matriks IFE.
3). Mencermati matriks-matriks Tahap 2, dan melakukan identifikasi strategi yang layak
dipertimbangkan untuk diterapkan.
4). Menentukan Skor Daya Tarik (AS). Skor Daya Tarik (Attractiveness Score—AS)
mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi terhadap strategi alternatif tertentu. Skor
Daya Tarik berada pada kisaran 1 – 4 mulai dari yang tidak tertarik hingga sangat tertarik.
5). Menghitung Skor Daya Tarik Total (TAS). Skor Daya Tarik Total merupakan hasil kali antara
bobot (Langkah 2) dengan Skor Daya Tarik (Langkah 4)
6). Menghitung Jumlah Keseluruhan Daya Tarik Total (STAS). Kolom ini berisi jumlah dari Skor Daya
Tarik Total. STAS menunjukkan strategi yang paling menarik dari seluruh alternatif yang ada.
14
Tabel 1. Matriks QSPM
Alternatif strategi Strategi 1 Strategi 2
Faktor-faktor Bobot AS TAS AS TAS
utama
Peluang
1. xx xx xx xx xx xx
2. xx xx xx xx xx xx
Ancaman
1. xx xx xx xx xx xx
2. xx xx xx xx xx xx
Kekuatan
1. xx xx xx xx xx xx
2. xx xx xx xx xx xx
Kelemahan
1. xx xx xx xx xx xx
2. xx xx xx xx xx xx
Total xx xx xx xx xx
Pohon masalah berfungsi untuk mengidentifikasi suatu isu, hingga mengetahui akar
permasalahan yang memicu isu tersebut bisa muncul, sehingga nantinya bisa diambil langkah
perbaikan untuk menyelesaikan isu tersebut. Contoh pembuatan pohon masalah dapat dilihat pada
Gambar 5.
Dampak
Isu
Penyebab
utama
Penyebab
spesifik
Gambar 5. Analisis Pohon Masalah
SUMBER PUSTAKA:
David. F.R., 2006, Manajemen Strategis: Konsep. Dono Sunardi (terj.). Salemba Empat, Jakarta
Gumilang, A.P., 2014, Mengelola Pemasaran Hasil Perikanan. Online,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/02/13/78704/mengelola-pemasaran-hasil-
perikanan/, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019
Hanafiah, A.M., 2009, Tataniaga Hasil Perikanan, UI Press, Jakarta
15
Hubeis, M., & Najib, M., 2014, Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi.
PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Rangkuti, F., 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep
Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rifianto, I., 2014, Modul I: Pengantar Produksi dan Tataniaga Perikanan, Online, Sumber:
http://repository.ut.ac.id/4479/1/LUHT4335-M1.pdf, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019
Setiyorini, E.S., Noorachmat, B.P., & Syamsun, M., 2018, Strategi Pemasaran Produk Olahan
Perikanan pada UMKM Cindy Group. Manajemen IKM, Vol. 13 (1)
Simanjuntak, Y.H., 2013, Produk Perikanan Olahan Penjualan Masih Rendah, Online,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20120413/99/72481/produk-perikanan-olahan-penjualan-
masih-rendah, Diakses pada Tanggal 16 Juni 2019
16