MAKALAH
MANAJEMEN PRODUKSI OLAHAN HASIL PERIKANAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAH PRODUK PERIKANAN
DISUSUN OLEH:
RONA AFWIN AZHARI
NIT. 17.4.02.096
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Aspek Pasar
1. Permintaan
Permintaan kerupuk ikan berasal dari usaha penggorengan,
agen/toko dan pedagang. Secara kuantitatif belum ada data yang
menggambarkan jumlah konsumsi kerupuk ikan. Meskipun demikian
dapat diperkirakan bahwa jumlah konsumsi kerupuk relatif tinggi, karena
makanan olahan ini banyak digemari oleh masyarakat luas. Menurut data
dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), penduduk wilayah
perkotaan (urban) lebih banyak mengkonsumsi kerupuk dibanding
penduduk wilayah pedesaan (rural). Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa pengeluaran untuk konsumsi kerupuk wilayah perkotaan lebih
besar dibanding pengeluaran konsumsi kerupuk penduduk wilayah
pedesaan.
Jumlah konsumsi kerupuk di wilayah perkotaan yang lebih tinggi
dibanding pedesaan dikarenakan pendapatan penduduk di kota yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedesaan. Urbanisasi dan mobilitas
penduduk yang sehari-harinya bekerja di kota telah menumbuhkan usaha
penjualan makanan. Selain itu sifat kerupuk sebagai makanan pelengkap
ini sering diabaikan oleh penduduk desa karena lebih fokus pada
pemenuhan kebutuhan yang lebih pokok.
Tabel Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata perKapita untuk
Kerupuk (wilayah)
Wilayah Banyaknya (ons) Nilai (Rp.)
Perkotaan (Urban) 0.193 154
Pedesaan (Rural) 0.147 99
Perkotaan + 0.166 122
Pedesaan
2. Penawaran
Usaha kerupuk ikan banyak diusahakan di daerah-daerah yang
banyak menghasilkan Ikan terutama daerah-daerah pantai dan sungai-
sungai besar seperti di Kalimantan. Meskipun beberapa daerah telah
memproduksi kerupuk Ikan, data mengenai jumlah produksi kerupuk ikan
baik di tingkat nasional maupun daerah belum bisa diperoleh. Sampai
saat ini belum ada survey yang mengidentifikasi jumlah usaha kerupuk
ikan baik di tingkat lokal maupun nasional.
Kerupuk ikan dapat diproduksi sehari-hari dan tidak tergantung
pada musim. Hanya saja kemungkinan terjadi penurunan pasokan
kerupuk pada musim hujan karena produksinya menurun. Tetapi dengan
berkembangnya teknologi, hambatan proses pengeringan pada musim
hujan dapat teratasi sehingga pada musim hujan proses produksi masih
bisa dilakukan meskipun tidak sebanyak pada musim kemarau. Selain itu
pasokan ikan yang bisa diperoleh tiap hari dapat menjamin
keberlangsungan usaha sekaligus pasokan kerupuk.
Aspek Pemasaran
1. Harga
Harga kerupuk ikan mengikuti hukum penawaran dan permintaan.
Jika penawaran menurun maka harga kerupuk cenderung naik.
Banyaknya jumlah usaha dengan berbagai jenis kerupuk yang dihasilkan
menyebabkan jumlah penawaran yang cukup besar. Dalam masalah
harga, produsen tidak biisa menentukan harga seperti pada pasar
persaingan sempurna. Pihak yang dapat mempengaruhi harga adalah
pedagang. Banyaknya jenis kerupuk di pasar m.mbuat konsumen bebas
memilih produk sesuai selera, sehingga produk van; laku tersebut akan
naik harganya dan dapat menurunkan harga kerupuk jlnls lain.
Harga rata-rata kerupuk ikan kualitas medium di tingkat produsen
pada tahun 2004 di 5idoarjo mencapai Rp.30.000,- sampai Rp.32.500,-
per bal isi I) kg kerupuk siap goreng atau Rp.6.000,- sampai Rp.6.500,-
tiap kg. Harga kerupuk ikan ini cukup fluktuatif. Perubahan harga tersebut
bervariasi tetapi biasanya masih berada pada kisaran 10%. Kenaikan
harga terjadi pada saat inilah produksi menurun yang disebabkan oleh
kenaikan harga bahan baku dan penurunan produksi terutama pada
musim penghujan.
2. Rantai Pemasaran
Rantai pemasaran menggambarkan bagaimana kerupuk ikan
sampai krpada konsumen. Pengusaha kerupuk ikan sebagian besar
hanya menghasilkan produk sampai pada kerupuk mentah siap goreng.
Hasil produksi berupa kerupuk siap goreng dipasarkan ke konsumen
akhir (rumah tangga) melalui 3 cara yaitu:
(1) Usaha penggorengan
Usaha penggorengan merupakan usaha yang timbul sebagai
usaha pengolahan lanjutan dari kerupuk ikan. Produk dari usaha ini
berupa kerupuk goreng siap konsumsi yang dikemas kemudian dijual
ke konsumen melalui toko, pedagang, pasar ataupun langsung ke
konsumen akhir.
(2) Agen/toko
Agen/toko ini berfungsi sebagai pengepul yang akan menjual
produk kerupuk siap goreng pada penjual eceran atau langsung
kepada konsumen akhir.
(3) Pengecer
Pedagang yang menjual langsung kepada konsumen
Dari pola pemasaran produk di atas, dapat diketahui bahwa
produk akan sampai pada konsumen akhir dalam dua bentuk yaitu
kerupuk mentah siap goreng dan kerupuk goreng siap konsumsi.
3. Kendala Pemasaran
Kendala dalam pemasaran kerupuk ikan adalah masalah harga:
Harga kerupuk ikan per kilogramnya relatif lebih mahal dibandingkan jenis
kerupuk lain yang tidak memakai ikan sebagai campuran.
Mahalnya harga kerupuk ikan udang ini menyebabkan pembeli
untuk produk ini masih terbatas. Masyarakat dengan pendapatan
menengah ke atas mungkin akan membeli kerupuk ikan sebagai
kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk masyarakat dengan pendapatan yang
masih rendah konsumsi untuk kerupuk ikan ini masih terbatas pada
acara-acara tertentu yang dianggap istimewa dan untuk konsumsi sehari-
hari lebih memilih kerupuk jenis lainnya yang lebih murah.
C. ASPEK MANAJEMEN
Aspek manajemen ini sangat diperlukan dalam suatu proyek bisnis
untuk pengelolaan dan pengendaliannya sehingga mencapai apa yang
menjadi tujuan suatu proyek tersebut namun dalam bisnis krupuk ikan ini
kurang memperhatikan dari aspek manajemen karena usaha ini terlalu
simple untuk menerapkan sistem manajemen ini dan berfokus pada rasa dan
keanekaragaman dari produk itu sendiri dan bagaimana manajemen
pemasarannya dalam memperkenalkan pada konsumen.
Jumlah/
No Asumsi Satuan Keterangan
Nilai
Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah sewa tanah yang
mencapai 50,11% dari total biaya investasi pada awal usaha. Komponen
terbesar kedua adalah biaya pembelian mesin/peralatan produksi yaitu
sebesar 35,74% dari total biaya investasi. Sedangkan 14,15% sisa biaya
untuk investasi merupakan biaya investasi untuk pembelian peralatan
lainnya, mobil angkutan dan perijinan.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya variabel yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh jumlah produksi. Komponen dari biaya operasional adalah
pengadaan bahan baku dan pembantu, peralatan operasional, biaya
transportasi, listrik dan telepon, serta upah tenaga kerja. Biaya operasional
selama satu tahun dihitung berdasarkan jumlah hari produksi . Jumlah hari
produksi dalam setahun 285 hari (asumsi yang digunakan adalah 1 tahun,
t=365 hari, dikurangi hari Iibur minggu dan Iibur nasional 64 hari dan jumlah
hari tidak berproduksi selama 16 hari).
Biaya operasional yang diperlukan selama satu tahun mencapai
Rp.711.298.900,-Biaya bahan baku menyerap sebesar 73,12% dari total
biaya operasional per tahun. Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya
penggunaan tenaga kerja yang mencapai 15,45% dari total biaya
operasional tiap tahunnya.
Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja tetap dan
borongan ditambah 2 orang tenaga kerja manajerial yang berasaldari
anggota keluarga dengan upah/gaji tenaga manajerial diasumsikan dua kali
Iipat upah tenaga kerja tetap. Tenaga kerja borongan hanya digunakan
dengan jumlah hari kerja yang lebih sedikit, karena hanya dibutuhkan pada
saat terjadi kenaikan permintaan.
No Jenis Biaya Nilai (Rp.)
1 Bahan Baku 520.125.000
2 Bahan Pembantu 16.200.000
3 Peralatan Operasional 11.700.000
4 Biava transportasi 14.400.000
5 Biaya Ustrik 7.200.000
6 Biaya telepon 1.800.000
7 Tenaga Kerja 109.940.000
8 Biaya Pemeliharaan 29.933.900
Jumlah Biaya Operasional Per Tahun 711.298.900
ASPEK HUKUM