Anda di halaman 1dari 41

MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

MODUL 4
PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA
KAWASAN INDUSTRI

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DAFTAR ISI
Daftar Isi i
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v

BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan Kegiatan Industri di 1
Wilayah Pesisir
1.3 Permasalahan Kegiatan Industri 2
Perikanan dan Kelautan
1.4 Tujuan 3
1.5 Ruang Lingkup 3
1.6 Diagram Alur Pikir Proses 3
Penentuan Lokasi Kawasan
Industri

BAB II. KAWASAN INDUSTRI DI WILAYAH 4

PESISIR DAN LAUT


2.1 Batasan Pengembangan Kawasan 4
Industri
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Kebijakan Pembangunan 4
Kawasan Industri
2.1.3 Batasan Pengembangan 5
Kawasan Industri
2.2 Karakteristik Kawasan 7
2.2.1 Klasifikasi Industri 7
2.2.2 Jenis-jenis Industri Kelautan Dan 9
Perikanan

i
BAB III. RENCANA PENATAAN KAWASAN 10

INDUSTRI
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi Kawasan 10
Industri
3.2 Tahapan Perencanaan Kawasan 10
Industri
3.3 Kriteria Penentuan Kawasan 11
Industri
3.4 Kriteria Pemilihan Lokasi 13
3.5 Faktor-faktor Pertimbangan Dalam 14
Pemilihan Lokasi Pengembangan
Kawasan Industri
3.6 Faktor-faktor Pertimbangan Dalam 14
Pemilihan Lokasi Pengembangan
Industri Perikanan Tangkap
3.7 Pertimbangan Penentuan Lokasi 15
Kawasan
Industri Didasarkan Atas Buangan
Limbah
3.8 Prinsip-prinsip Pengembangan 17
Kawasan Industri
3.9 Komponen Pengembangan 18
Kawasan
3.9.1 Penyusunan Rencana 18
Tapak Kawasan Industri
3.9.2 Analisis Tapak Kawasan 19
Industri
3.9.3 Analisis Kebutuhan 20
3.9.3.1 Analisis Kebutuhan 20
Ruang Kawasan Industri
3.9.3.2 Analisis Kebutuhan 21

ii
Sarana Prasarana
Kawasan Industri
3.9.3.3 Analisis Tata Letak 25
FasilitasDitentukan
Berdasarkan
Keterkaitan Antar
Kegiatan
3.9.3.4 Analisis Mengenai 25
Dampak Lingkungan
3.10 Konsep Kawasan Industri 28
Lampiran 30

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nilai maksimum dari setiap 5


substansi yang dapat diijinkan

Tabel 2 Kadar logam (nilai maksimum di 6


daerah perairan pantai)

Tabel 3 Kadar biosida (nilai maksimum 6


di daerah perairan pantai)

Tabel 4 Jenis Dampak terhadap habitat 8


alami akibat kegiatan manusia

Tabel 5 Kriteria pertimbangan pemilihan 14


lokasi kawasan industri

Tabel 6 Alokasi peruntukan lahan 21


kawasan industri

Tabel 7 Standar teknis pelayanan umum 23


kawasan industri

Tabel 8 Dampak yang bisa terjadi 27


terhadap parameter lingkungan
laut.

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram alur pikir proses 3


penentuan lokasi kawasan
industri

Gambar 2 Penyusunan Rencana Tapak 19


Kawasan Industri

Gambar 3 Ilustrasi pembagian zona 29


industri di wilayah pesisir

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pesisir merupakan wilayah ‘ideal’ yang digunakan untuk
berbagai jenis kegiatan termasuk kawasan industri. Daerah
pesisir merupakan wilayah favorit dalam penempatan lokasi
untuk kebutuhan industri terutama untuk pembangunan
pabrik-pabrik dikarenakan mudahnya fasilitas transportasi
terutama perkapalan dan pembuangan limbahnya oleh sebab
itu daerah pesisir merupakan daerah yang paling kritis di
masa datang dalam kaitannya dengan kualitas lingkungannya.
Dampak pembangunan industri yang meningkat berkaitan
dengan issue peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat
di kawasan pesisir pantai yang tidak tertata akan
menimbulkan tekanan fisik baik daratan maupun perairan di
sekitarnya. Oleh karena itu diperlukannya suatu kebijakan
yang dapat mengontrol lokasi, luas dan tipe dari
pembangunan industri yang berlokasi di daerah pesisir pantai,
sehingga keberlangsungan lingkungan dan sumberdaya di
daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terbatas tetap dapat
terjaga.

1.2 Permasalahan Kegiatan Industri di Wilayah Pesisir


Permasalahan umum dalam perencanaan kawasan industri
yang pada akhirnya memberikan tekanan bagi daerah pesisir
dan pulau-pulau kecil adalah :
o Konflik pemanfaatan antar berbagai kegiatan
pembangunan.
Wilayah pesisir merupakan lokasi yang startegis untuk
kegiatan perindustrian, permukiman, perkotaan dan
perikanan. Masing-masing kegiatan memiliki daya
dukung lingkungan dan persyaratan kehidupan. Daya
dukung lingkungan dan persyaratan hidup diperlukan
agar masing-masing kegiatan dapat berfungsi dan
berjalan dengan optimal. Mengingat kegiatan pada
wilayah ini mempunyai keunikan karakteristik, maka
diperlukan mekanisme pengaturan khusus sehingga
tercipta optimalisasi pemanfaatan ruang.
o Pencemaran Lingkungan akibat lemahnya kontrol,
pengawasan serta penegakan hukum.
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 1
Pencemaran menjadi permasalahan yang disebabkan
oleh tidak ada mekanisme dan sistem yang
komprehensif dalam memberikan early warning bagi
kelangsungan ekologi wilayah. Early warning menjadi
berperan penting sebagai indikator dan bentuk
peringatan kepada pengguna wilayah agar lebih
berhati-hati memanfaatkan limbah kegiatan.
o Tidak efektifnya Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW)/Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR)/ Rencana Zonasi RInci Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (RZR WP3K) pada wilayah
tersebut. Rencana tata ruang/rencana zonasi belum
menjadi alat koordinasi dan sinkronisasi bagi para
pelaku pembangunan (pemerintah dan masyarakat)
yang efektif dalam menyusun rencana kegiatan.
Padahal dalam substansinya, diatur secara detil
alokasi ruang untuk berbagai fungsi kegiatan
pembangunan yang pengaturannya telah
memperhatikan berbagai aspek.

1.3 Permasalahan Kegiatan Industri Perikanan dan


Kelautan
Permasalahan umum yang terjadi khususnya bagi industri
kelautan dan perikanan yang berada di daerah pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah :
 70 % merupakan Industri rumah tangga (industri
artisanal) dimana produk yang dihasilkan bersifat
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (subsisten).
Karakterterisitk dari jenis industri ini antara lain; (1)
memiliki tingkat spesialisasi yang rendah, (2) bersifat
non mekanis, (3) memiliki management yang lemah,
(4) skala usaha kecil, (5) investasi rendah dan (6)
aktivitas pemasarannya tidak terorganisir
 Lemahnya kontrol kualitas produk dan standardisasi
mutu produk perikanan
 Tidak adanya jaminan keberlangsungan penyediaan
bahan baku perikanan bagi industri skala besar dan
modern

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 2


1.4 Tujuan
Tujuan dibentuknya buku pedoman ini adalah :
 Sebagai panduan dalam perencanaan pemilihan
lokasi industri di wilayah pesisir
 Sebagai panduan dalam perencanaan di dalam zona
industri yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah/Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup yang dijabarkan dalam buku pedoman ini
adalah :
 Perencanaan Pemilihan Lokasi Kawasan Industri di
wilayah pesisir
 Perencanaan Di Dalam Kawasan Industri dengan
fokus pada industri perikanan dan kelautan
1.6 Diagram alur pikir proses penentuan lokasi kawasan
industri

Gambar 1. Diagram alur pikir proses penentuan lokasi


kawasan industri
Aspek
Lingkunga
n Aspek
Aspek
Fisik - Sosial
Tujua Ekologis Budaya
n Aspek
Regional

Aspek
Pasar dan
Pemasaran Kriteria
Jenis Penentuan
Industri Ketersediaan Lokasi Industri
Bahan Baku
Kebijakan dan
berbasis
Sumberdaya Peraturan
Perundang-
Rencana undangan
Perijinan Lokasi (RTRW
Kawasan Industri Kawasan,
Industri RDTR
Lokasi Kawasan, dll)
Kawasan
Industri
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 3
BAB II
KAWASAN INDUSTRI DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT

2.1 Batasan Pengembangan Kawasan Industri


Batasan pengembangan kegiatan di kawasan industri meliputi
seluruh kegiatan industri yang ada di Indonesia baik industri
secara umum maupun industri khusus kelautan dan
perikanan.

2.1.1 Definisi
Kawasan industri adalah sebuah kawasan industri di atas
tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikontrol
oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk
kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang
tepat, ketersediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan
kemudahan aksesibilitas transportasi (Keppres 53/1989)

Zona Industri adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh


dan berkembangnya kegiatan industri, baik berupa industri
dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen
akhir dengan populasi tinggi sebagai penggerak utama yang
secara keseluruhan membentuk berbagai kawasan yang
terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan
memiliki daya ikat spasial

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Kawasan Industri


Kebijakan pembangunan kawasan industri merupakan suatu
upaya mewujudkan kegiatan ekonomi yang baik melalui
penyediaan lokasi yang baik dalam sebuah kawasan khusus.
Kebijakan pembangunannya didasarkan atas ketentuan dan
peraturan yang telah ditetapkan. Tujuan pembangunan
Kawasan Industri adalah untuk :
– Mempercepat kawasan industri suatu daerah
– Memberikan kemudahan bagi kegiatan industri
– Mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di
kawasan industri
– Meningkatkan upaya pembangunan industri yang
berwawasan lingkungan

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 4


2.1.3 Batasan Pengembangan Kawasan Industri
Batasan pengembangan kawasan industri didasarkan atas 2
(dua) pertimbangan, yaitu (a) pertimbangan kadar maksimum
limbah yang diperbolehkan menurut peraturan yang telah
ditetapkan; (b) pertimbangan penempatan lokasi industri harus
didasarkan atas klasifikasinya menurut limbah yang dibuang.

Semua jenis industri baik yang umum maupun khusus


kelautan dan perikanan akan mengeluarkan limbah hasil
industrinya. Ketentuan ambang batas limbah yang dapat
ditoleransikan diatur secara khusus oleh peraturan terkait
yang berlaku. Berikut ini akan diberikan nilai maksimum dari
setiap substansi yang dapat diijinkan berada di dalam
kawasan perairan pantai.

Tabel 1. Nilai maksimum dari setiap substansi yang dapat


diijinkan

Sumber : Coastal Zone Management Handbook

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 5


Tabel 2. Kadar logam (nilai maksimum di daerah perairan
pantai)

No Substansi Kadar No Substansi Kadar


maksimum maksimum
1 Akumunium 0.1 mg/L 9 Lead 1.6 g/L
2 Antimony 0.2 mg/L 10 Manganese 0.1 mg/L
3 Arsenic 0.06 mg/L 11 Mercury 0.1 g/L
4 Barium 1.0 mg/L 12 Nickel 7.0 g/L
5 Berylium 1.5 mg/L 13 Selenium 0.01 mg/L
6 Cadmium 7.7 g/L 14 Silver 0.5 g/L
7 Chromium 0.1 g/L 15 Uranium 0.5 mg/L
8 Copper 2.9 g/L 16 Zinc 0.6 mg/L
Sumber : Coastal Zone Management Handbook

Tabel 3. Kadar biosida (nilai maksimum di daerah


perairan pantai)

No Substansi Kadar
maksimum
1 Aldrin 0.001g/L
2 DDT/DDE 0.001g/L
3 Dieldrin 0.001g/L
4 Chlordane 0.002g/L
5 Endosulfan 0.001g/L
6 Endrin 0.002g/L
7 Hepatachlor 0.001g/L
8 Methoxychlor 0.03g/L
9 Toxaphene 0.005g/L
10 Malathion 0.1g/L
11 Parathion 0.008g/L
Sumber : Coastal Zone Management Handbook

Keterangan :
ppt : satu per seribu (0/00)
ppm : satu per juta (mg/L)
ppb : satu per milyar
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 6
mg/L : satu miligram per liter
g/L : satu mikrogram per liter
m/L : satu mikromolekul per liter

2.2 Karakteristik Kawasan (Fisik, Kegiatan) Industri

2.2.1 Klasifikasi Industri


Klasifikasi industri didasarkan atas potensi dampak yang
dapat terjadi dan penentuan klasifikasi ini akan dikaitkan
dengan penempatan lokasinya pada wilayah pesisir.
Parameter yang digunakan dalam penilaian antara lain
hidrologi air permukaan, kualitas air permukaan, hidrologi air
tanah, kualitas udara, kualitas lahan (polusi), perikanan,
vegetasi, hutan (berkurangnya sumberdaya), sumberdaya
mineral, estetika, sosio-ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
Klasifikasi tersebut adalah :

1. Industri Berdampak Ringan


Merupakan industri yang dikategorikan tidak menimbulkan
efek negatif seperti polusi suara, getaran, bau, asap
sehingga dapat ditempatkan di sekitar wilayah
permukiman.

2. Industri Berdampak Sedang


Merupakan industri yang dikategorikan cukup
menimbulkan efek negatif namun ditempatkan di sekitar
wilayah permukiman dengan memiliki daerah penyangga
(buffer).

3. Industri Berdampak Berat


Merupakan industri yang dikategorikan menimbulkan efek
negatif secara signifikan sehingga penempatan lokasinya
harus berada di luar areal permukiman dan memiliki
penyangga (buffer) terhadap ekosistem lingkungan
perairan pesisir tertentu seperti estuari, sungai pasang-
surut

Jenis Dampak terhadap habitat alami pesisir yang diakibatkan


oleh berbagai kegiatan manusia

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 7


Tabel 4. Jenis Dampak terhadap habitat alami akibat
kegiatan manusia

Tipe Ekosistem

Terumbu
mangrov
Marshes

Padang

Laguna
Karang
Estuari

Bakau/

Pulau2
Lamun

Pantai
Hutan
Delta

Kecil
dan
es
Jenis
Kegiatan

Pertanian dan ● ● ● ○ ○
Perkebunan
Kehutanan ○ ● ○
Aquaculture ○ ○ ● ● ● ○
dan
Marineculture
Perikanan ○ ● ○ ● ● ○
Tangkap
Pengerukan ● ● ● ● ● ● ○ ○
dan Reklamasi
Lapangan ○ ○ ○ ○ ● ● ● ●
Terbang
Pelabuhan ● ● ● ● ● ● ○ ●
Jalan Raya ○ ● ● ● ● ● ○ ○
Pelayaran ● ● ○ ○ ○ ○ ○
Pembangkit ○ ● ○ ● ● ○ ○
Tenaga Listrik
Industri Berat ○ ● ● ● ● ● ● ●
(di wil. Pesisir)
Pertambangan ○ ● ● ○ ● ● ○
daerah
hulu/upland
Coastal Mining ○ ● ● ○ ● ● ● ●
Pembangunan ○ ○ ● ● ● ●
Anjungan
Minyak dan
Gas Lepas
Pantai
Fasilitas Militer ○ ● ● ●

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 8


Tipe Ekosistem

Terumbu
mangrov
Marshes

Padang

Laguna
Karang
Estuari

Bakau/

Pulau2
Lamun

Pantai
Hutan
Delta

Kecil
dan
es
Jenis
Kegiatan

Persiapan dan ○ ○ ○ ○ ○ ● ● ●
Pembentukan
Lahan
Pembuangan ○ ● ○ ○ ● ●
Limbah
Rumah
Tangga
Buangan ● ○ ○ ● ○ ●
Limbah Padat
Pembangunan ● ● ● ● ●
Sarana Air
Bersih
Pemanfaatan ● ● ○ ● ● ○ ● ●
Sumberdaya
Pesisir
Keterangan :
● Pengaruh buruk signifikan biasa terjadi
○ Pengaruh buruk kemungkinan terjadi

2.2.2 Jenis-jenis Industri Kelautan dan Perikanan


Industri kelautan dan perikanan adalah merupakan jenis
kegiatan industri yang mengupayakan pemanfaatan potensi
kelautan dan perikanan. Industri perikanan dan kelautan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis industri kelautan dan
perikanan sesuai dengan jenis sumberdaya dan
pemanfaatannya. Menurut SPS-PSTKL-IPB tahun 2005 telah
membagi klasifikasi industri kelautan dan perikanan sebagai
berikut :
(1). Industri Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut,
meliputi Perikanan Tangkap dan Perikanan
Budidaya
(2). Industri Pemanfaatan Sumberdaya Non Hayati Laut,
meliputi Industri Minyak Dan Gas, Mineral (Timah,
Pasir Besi, Pasir Kwarsa, Mineral Radioaktif, Emas,
Biji Mangan, Dll), Energi, Sumberdaya Air
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 9
(3). Industri Jasa Kelautan, meliputi Transportasi,
Pariwisata, Konstruksi Lepas Pantai Dan Dasar Laut,
Eksplorasi Kelautan
(4). Industri Sarana dan Prasarana Kelautan, meliputi
Pelabuhan, Kapal, Peralatan Navigasi, Peralatan
Penangkapan Ikan, Peralatan Akustik, Elektronika
Kelautan
(5). Industri lain-lain, meliputi Industri Informasi Kelautan,
Jurnalisme Kelautan, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Kemaritiman, Organisasi Konservasi
Kelautan, Jasa Monitoring, Controlling And
Surveillance

3. RENCANA PENATAAN KAWASAN INDUSTRI

3.1 Alasan Pemilihan Lokasi Kawasan Industri


Menurut Kawasan Industri Indonesia, Roestanto WD, alasan
pemilihan lokasi industri di wilayah pesisir didasarkan atas
beberapa hal sebagai berikut, antara lain ;
(a) keuntungan dari kemudahan akses dengan adanya
sistem transportasi darat dan laut
(b) dapat menggunakan air laut dalam pemrosesan
ataupun keperluan pendinginan atau pembuangan
limbah
(c) mengambil langsung bahan baku dari lingkungan laut,
(d) ketersediaan tenaga kerja yang cukup.

3.2 Tahapan Perencanaan Kawasan Industri


Tahapan perencanaan pemilihan lokasi kawasan industri
merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam
memilih lokasi di wilayah pesisir menggunakan pendekatan
perencanaan. Tahapan yang harus dilakukan adalah :
1. Menentukan tujuan pembangunan kawasan industri
2. Mengidentifikasi jenis-jenis industri yang direncanakan
a. Mengidentifikasi limbah dan potensi dampak
yang ditimbulkan berkaitan dengan
keberadaannya kelak
b. Melakukan klasifikasi limbah industri
berdasarkan kriteria limbah yang diijinkan di
wilayah pesisir dan laut

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 10


c. Mengidentifikasi Zona Pengaruh Dampak
Potensial (Zone of Influence) setiap jenis
industri
d. Mengelompokkan jenis industri berdasarkan
klasifikasi lokasi Industri Berat, Industri
Sedang dan Industri Ringan.
3. Mengidentifikasi ketersediaan bahan baku
4. Mengidentifikasi buffer atau batas fisik kawasan
a. Dengan kawasan permukiman berjarak
minimal 2 km
b. Dengan sungai besar, industri berat berjarak
minimal 2 km, industri sedang minimal 1,5 km
dan industri ringan minimal berjarak 1 km
5. Mengidentifikasi jaringan jalan arteri berjarak minimal
1 km
6. Mengidentifikasi ketersediaan air bersih, listrik dan
telekomunikasi dengan ketersediaannya yang berlebih
pada rencana kawasan industri. Perkiraan
kebutuhannya disesuaikan dengan standar kebutuhan
yang telah ditetapkan dalam kawasan industri.
7. Mengidentifkasi ketersediaan tenaga

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan


lokasi kawasan industri selain peraturan daerah adalah:
1. Permintaan pasar akan pengguna lahan
2. Jenis industri
3. Faktor setempat
4. Perencanaan
5. Batas-batas lahan
6. Kebutuhan pada masa yang akan datang

3.3 Kriteria Penentuan Kawasan Industri


Kriteria kelayakan regional merupakan salah satu dasar
pertimbangan untuk menentukan kelayakan pengembangan
kawasan industri di suatu wilayah, terutama di wilayah pesisir
yang memiliki unsur dinamika yang lebih kompleks.
Berdasarkan Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan
Kawasan Industri yang dikeluarkan BPPT tahun 2004, ada
beberapa indikator yang berkaitan dengan penilaian
kelayakan regional, yaitu:

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 11


1. Kondisi Wilayah Belakang (Hinterland) yaitu penilaian
sampai sejauh mana potensi sumberdaya alam yang
berada di wilayah hinterland sudah diolah oleh industri
hulu yang sifatnya berorientasi pada bahan baku (raw
material oriented). Sementara jenis industri yang akan
dikembangkan di kawasan industri lebih bersifat kepada
jenis industri yang berkarakter tidak mengakar di suatu
daerah karena sewaktu-waktu bisa pindah lokasi kapan
saja (footloose industy) dan industri yang
memanfaatkan keuntungan lokasi
2. Persaingan dengan wilayah sekitar yaitu mencermati
wilayah lain di sekitarnya berkaitan dengan kawasan
industri lain, terutama yang berada dalam satu jaringan
transportasi regional dengan satu outlet dimana
persaingan usaha kawasan industri akan terjadi dalam
radius 100 km.
3. Lokasi strategis yaitu kelayakan suatu wilayah yang
direncanakan secara regional terkoneksi dengan sistem
jariangan perekonomian yang cukup baik dengan
wilayah lainnya. Dalam pertimbangan ini dapat dinilai
pengembangan kawasannya dengan keuntungan lokasi
dan posisi geografis yang strategis terhadap jaringan
ekonomi global dan regional terutama jalur transportasi
laut dan darat.
4. Kebutuhan permintaan lahan industri yaitu
pengembangan kawasan industri dinilai layak apabila
dalam wilayahnya memiliki lahan industri yang cukup
tinggi denagn permintaan lahan rata-rata per tahunnya
sekitar 7-10 Ha. Besaran kebutuhan lahan untk
pengembangan kawasan industri yang cukup ideal
adalah sekitar 100 Ha untuk menghindarkan spekulasi
tanah.
5. Kecenderungan industri yang berkembang yaitu
wilayahnya memiliki perkembangan industri manufaktur
dan pengolahan dengan tingkat pertumbuhan minimum
5 unit usaha.
6. Ketersediaan prasarana transportasi regional yaitu
berkaitan dengan dukungan prasarana transportasi
dalam menunjang pemasaran maupun pengangkutan
bahan baku. adapun prasarana transportasi regional
yang dibutuhkan adalah:
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 12
a. Ketersediaan pelabuhan laut untuk difungsikan
sebagai simpul outlet produk industri
b. Sistem jaringan jalan regional (arteri dan kolektor
primer) akan berfungsi untuk menghubungkan
antara suatu wilayah dengan pelabuhan (outlet)/
wilayah lainnya (sumber bahan baku)
7. Ketersediaan jaringan utilitas yaitu berkaitan dengan :
a. Ketersediaan sumberdaya listrik dengan kapasitas
yang memadai serta sistem distribusi jaringan
listrik
b. Ketersediaan sumber air sebagai bahan baku
industri baik bersumber dari air permukaan, air
tanah maupun PDAM
c. Ketersediaan jaringan telekomunikasi yang
mampu memenuhi permintaan untuk kebutuhan
kawasan industri
8. Masalah lingkungan yaitu keberadaan kawasan
industri tidak menimbulkan konflik lingkungan dalam
lingkup regional
9. Ketersediaan sumberdaya manusia yaitu suatu
wilayah dapat dikembangkan menjadi kawasan industri
bilamana wilayah tersebut memiliki potensi sumberdaya
manusia dengan kualitas tertentu dan kebutuhan tenaga
kerja 90-110 orang per Ha.
10. Jaminan keamanan yaitu kemampuan wilayah tersebut
menjamin keamanan bagi pengembangan kawasannya.

3.4. Kriteria Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi kawasan industri didasarkan atas beberapa


kriteria. Pemilihan kriteria didasarkan atas kombinasi atas
aspek-aspek teknis dan non-teknis, serta mengadopsi pada
beberapa literatur yang telah ada. Kriteria pemilihan lokasi
yang digunakan antara lain;
 pemilihan hanya pada wilayah metropolitan utama yang
memiliki populasi satu juta orang atau lebih dan memiliki
harapan pertumbuhan ekonomi dan populasi yang
cukup substansial
 pemilihan lokasi yang harus dilayani oleh suatu sistem
jalur cepat

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 13


 analisis arah dari pertumbuhan populasi dan
komposisinya
 telaah arah dan tipe dari pertumbuhan perindustrian di
wilayah sekitarnya, seperti jalan raya, pelabuhan udara
dan pelabuhan laut
 pengamatan perilaku masyarakat terhadap tekanan
perindustrian dan ekonomi wilayah tersebut
 penentuan tipe-tipe industri yang sedang berkembang
dan mungkin pindah ke wilayah lain

3.5 Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Lokasi


Pengembangan Kawasan Industri

Kriteria pertimbangan pemilihan lokasi kawasan industri


secara umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Kriteria pertimbangan pemilihan lokasi kawasan


industri
No Kriteria pemilihan lokasi Faktor pertimbangan
1 Jarak terhadap Minimal 2 km
permukiman
2 Jaringan jalan yang Arteri primer
melayani
3 Jaringan yang melayani jaringan listrik dan jaringan
telekomunikasi
4 Prasarana angkutan Tersedianya pelabuhan
laut/outlet (ekspor/impor)
5 Topografi/kemiringan Maksimal 0-15 derajat
6 Jarak terhadap sungai Maksimal 5 km dan
terlayani
7 Peruntukan lahan - non pertanian
- non permukiman
- non konservasi
8 Ketersediaan lahan Minimal 25 Ha
9 Orientasi lokasi - pasar (market)
(terhadap) - bahan baku
- tenaga kerja
Sumber : Kawasan Industri Indonesia, Roestanto WD

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 14


3.6. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Lokasi
Pengembangan Industri Perikanan Tangkap
 Potensi SDI di perairan yang akan diusahakan harus
memiliki peluang untuk dikembangkan
 Lokasi tersebut memiliki akses pasar yang baik dan
tidak terlalu jauh jaraknya dari daerah penangkapan
ikan (fishing ground)
 Ketersediaan SDM dengan kualitas yang memadai
 Infrastruktur daerah pengembangan seperti jalan,
listrik, air dsb tersedia dalam jumlah yang memadai
 Masyarakat setempat dapat menerima kehadiran
industri perikanan baik perikanan tangkap ataupun
budidaya yang akan dibangun
 Adanya dukungan kebijakan pusat dan daerah

3.7. Pertimbangan penentuan lokasi kawasan industri


didasarkan atas buangan limbah

Limbah dari industri yang berlokasi di kawasan pesisir bisa


mencemari ekosistem pesisir. Dampak yang bisa terjadi
bervariasi mulai dari ringan (misalnya dampak sementara,
peningkatan kekeruhan perairan/turbiditas setempat) hingga
bersifat bencana (polusi perairan disebabkan oleh limbah
kimia/beracun). Perubahan suhu perairan yang dianggap
sebagai pencemaran juga harus diperhitungkan, apabila
terdapat pengambilan air laut sebagai pendingin dalam jumlah
besar. Keduanya bisa menjadi ancaman bagi kehidupan
plankton, termasuk larva dan juvenile spesies ikan ekonomis
penting.

Untuk mengetahui kondisi perairan pesisir dan melakukan


pemantauan terhadap perubahan pada kualitas air, maka
diperlukan standar baku mutu. Diperlukan beberapa standar
untuk memonitor batasan jumlah kontaminan yang terdapat
pada perairan pesisir. Perairan pesisir yang dimaksud
merupakan seluruh perairan lepas pantai mulai dari tinggi
pasut rata-rata termasuk daerah batuan (litoral) seperti
estuaria, laguna, teluk, lahan basah, dan daerah perairan
payau (brackish) serta sungai.

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 15


Pada lokasi pembuangan, konsentrasi bahan pencemar bisa
sangat tinggi tapi dapat terlarut secara cepat saat tercampur
dengan air dari laut. Daerah tersebut bisa disebut sebagai
zona percampuran; dengan demikian akan sangat membantu
apabila dapat diketahui batas-batas zona percampuran,
sehingga pengukuran kualitas air bisa dilakukan secara
proporsional diluar zona tersebut.
Penentuan standar bagi baku mutu air bisa dibagi dalam tiga
kelas sesuai dengan tujuan pemanfaatan wilayah perairan
yang sedang berjalan ataupun akan direncanakan.

Klasifikasi standar baku mutu air tersebut diberikan di bawah


ini :
1. Kelas A :
Perairan dengan kelas A ditujukan terutama untuk estetika
dan rekreasi, diluar daerah perlindungan laut. Perairan ini
harus dijaga agar bebas dari pencemaran yang ditimbulkan
oleh limbah rumah tangga, industri, perkapalan dan
pelayaran rutin, konstruksi serta kegiatan lain yang bisa
menyebabkan terganggunya fungsi perairan dalam jangka
panjang.
2. Kelas B :
Perairan dengan kelas B ditujukan terutama untuk kegiatan
biologi kelautan. Dengan demikian penentuan standar
harus dapat memberikan perlindungan bagi organisme
laut, khususnya terumbu karang dan kerang-kerangan.
Pemanfaatan penting lainnya adalah bagi kegiatan
budidaya laut, estetika dan rekreasi.
3. Kelas C :
Perairan dengan kelas C ditujukan untuk penggunaan
secara umum termasuk industri/perdagangan seperti
perkapalan, tetapi harus memenuhi kelayakan bagi
perlindungan terhadap kehidupan laut. Penggunaan lain
dalam kelas ini diharapkan tetap layak secara estetika
maupun untuk kegiatan rekreasi.

Dalam menentukan batas-batas dampak pada perairan


pesisir, perlu ditetapkan tujuan dari penentuan batas tersebut.
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 16
Beberapa acuan yang bisa digunakan misalnya adalah untuk
mencegah dampak spesifik terhadap :

 Ledakan populasi Alga (Algal blooms) yang


diakibatkan dari kelebihan nutrient dan masalah
kualitas air yang menyertainya.
 Teracuninya organisme laut secara langsung (karena
kandungan logam, hidrokarbon atau pestisida)
 Akumulasi kandungan racun dalam siklus rantai
makanan yang mengakibatkan masalah teracuninya
organisme laut secara tidak langsung.
 Masalah kesehatan pengguna air (misal karena
bakteri, virus)
 Perubahan signifikan pada kondisi reduksi oksidasi
perairan (BOD, COD, perubahan tingkat oksigen
terlarut)
 Kerusakan berat pada ekosistem laut/pesisir (akibat
sedimentasi)
 Kerusakan pada konstruksi (jalur pipa, tiang dermaga,
bangunan penahan) akibat perubahan pH dan kondisi
reduksi oksidasi.

3.8 Prinsip-Prinsip Pengembangan Kawasan Industri


Prinsip penetapan lokasi kawasan industri mengacu kepada
prinsip penempatan bangunan dan aktivitasnya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, antara lain :

1. Keberlanjutan (Sustainability)
Penetapan lokasi industri di pesisir dan pulau-pulau
kecil yang dibangun dan dikembangkan pada
prinsipnya mengacu kepada kaidah pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Kaidah ini
digunakan mengingat wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil mempunyai nilai keunikan yang sangat
tinggi dibandingkan wilayah lainnya dan menjadi
tempat yang paling strategis untuk berbagai kegiatan
perekonomian.

2. Aman (Safety)
Prinsip keamanan menjadi penting, mengingat
tingginya resiko bencana pada wilayah ini, baik
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 17
bencana alam maupun bencana yang diakibatkan
oleh aktivitas perekonomian masyarakat. Secara
fisik, harus mempertimbangkan mitigasi bencana
seperti bencana gempa bumi, tsunami, dan banjir.

3. Kedekatan dengan aglomerasi aktivitas


perekonomian masyarakat (Proximity)
Prinsip ini mengacu pada faktor rasionalitas
pemilihan lokasi permukiman yang cenderung
mendekat terhadap aglomerasi dan pusat aktivitas
ekonomi. Pengaturan lokasi kawasan industri
menjadi sangat penting melalui penetapan dalam
rencana tata ruang wilayah/ Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)
setempat, agar tercipta jaminan kelangsungan usaha
serta keadilan bagi semua penduduk kawasan.
Kedekatan ditunjang dari aksesibilitas kawasan
yakni keterkaitan sistem jaringan transportasi
wilayah terhadap kawasan industri tersebut.

4. Nyaman (Amenity)
Prinsip kenyamanan menjadi prinsip yang harus
dipenuhi oleh pengembang kawasan untuk
meningkatkan nilai tambah kawasan. Kedekatan
lokasi kawasan industri dengan daerah sempadan
pantai dan penggunaan daerah pesisir lainnya harus
diatur sedemikian rupa dengan tidak mengurangi
akses masyarakat terhadap pantai.

5. Berwawasan Lingkungan
Prinsip pembangunan kawasan tetap mengacu pada
karakteristik lokal dan tidak mengubah bentang alam
secara signifikan dan tidak mempengaruhi
keseimbangan ekosistem yang telah ada. Kondisi
lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil harus tetap
menjadi daya tarik utama tanpa mengurangi nilai
karakteristik alami kawasan dalam penentuan lokasi
kawasan industri.

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 18


3.9 Komponen Pengembangan Kawasan
3.9.1 Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Industri
Penyusunan rencana tapak kawasan industri
merupakan proses kegiatan yang diawali dengan penentuan
lokasi kawasan, analisis tapak, penyusunan konsep rencana,
dan rencana tapak kawasan industri. Secara diagramatis
digambarkan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 2. Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Industri

3.9.2 Analisis Tapak Kawasan Industri


Analisis tapak harus dapat menganalisa sifat, struktur dan
potensi tapak tersebut, melalui pemahaman perencana atas
kondisi
a. Tataguna tanah, meliputi Jenis dan dampak tata
guna tanah yang berdekatan, Arah dan jarak
fasilitas pelayanan, Jalur dan pemberhentuan
transportasi umu
b. Topografi, meliputi Topografi dasar, Bentuk
permukaan tanah khusus atau unik, Persentase
kemiringan.
c. Drainase, meliputi DAS, cekungan drainase dan
daerah rawa
d. Tanah, meliputi kedalaman dan kondisi permukaan
tanah, titik pengambilan sampel tanah
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 19
e. Vegetasi, meliputi letak dan massa pohon yang ada,
jenis tutupan tanah
f. Iklim, meliputi arah angin, sudut matahari, intensitas
hujan rata-rata bulanan dan hari hujan
g. Kondisi yang ada, meliputi jaringan utilitas yang
ada, pergerakan atau sirkulasi yang ada saat ini
h. Ciri-ciri khusus lainnya, meliputi danau atau kolam,
ciri lahan khusus atau buatan, pemandangan.
(Chiara dan Koppelman, 1978 dengan perubahan
dalam panduan penyusunan rencana
pengembangan kawasan industri, Arryanto S dkk,
2005.)

3.9.3 Analisa Kebutuhan

3.9.3.1 Analisis Kebutuhan Ruang Kawasan Industri


Pembangunan suatu kawsan industri didasarkan atas
perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya
pembangunannya selain itu untuk setiap jenis industri
membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala
dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian
ruang industri, maka tingkat kebutuhan lahan perlu
diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan
industri baru ataupun relokasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian


dan Perdagangan No. 50 Tahun 1997, kriteria teknis untuk
kawasan industri adalah :
- Lahan untuk industri seluas maksimum 70%
dari luas kawasan
- Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau dan daerah
penyangga minimum 10% dari luas kawasan
- Lahan untuk jaringan jalan, utilitas dan
fasilitas umum maksimum 20% dari luas
kawasan

Penentuan komposisi dan pola penggunaan lahan


kawasan industri tidak seragam untuk setiap kawasan industri.
Terdapat perbedaan penentuan komposisi penggunaan lahan
antar kawasan industri. Terdapat perbedaan penentuan
komposisi penggunaan lahan antar kawasan industri.
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 20
Perbedaan tersebut ditentukan oleh lahan kawasan industri
tersebut. Alokasi peruntukan lahan kawasan industri
berdasarkan luas kawsaan industri dapat dilihat pada Tabel
berikut ini.

Tabel 6. Alokasi peruntukan lahan kawasan industri

Luas Lahan Dapat Dijual (maksimum 70%)


Jalan dan Ruang
Luas
Kavling Kavling Kavling Sarana Terbuka
Kawasan
Industri Komersial Perumahan Penunjang Hijau
Industri
(%) (%) (%) Lainnya (%)
(Ha)
10-20 65-70 Maks 10 Maks 10 Sesuai Min 10
kebutuhan
>20-50 65-70 Maks 10 Maks 10 Sesuai Min 10
kebutuhan
>50-100 60-70 Maks Maks 15 Sesuai Min 10
12.5 kebutuhan
>100- 50-70 Maks 15 Maks 20 Sesuai Min 10
200 kebutuhan
>200- 45-70 Maks 10-25 Sesuai Min 10
500 17.5 kebutuhan
>500 40-70 Maks 20 10-30 Sesuai Min 10
kebutuhan
Sumber : Deperindag, 2001

Keterangan:
1. Kawasan komersial adalah kavling yang disediakan
oleh perusahaan kawsaan industri untuk sarana
penunjang seperti perkantoran, bank, pertokoan,
tempat tinggal sementara, kantin dll
2. Kavling perumahan adalah kavling yang disediakan
oleh perusahaan kawasan industri untuk perumahan
pekerja termasuk fasiltas penunjangnya seperti
tempat olah raga dan sarana ibadah
3. Fasilitas yang termasuk sarana penunjang lainnya
antara lain pusat kesegaran jasmani, pos pelayanan
telekomunikasi, saluran pembuangan air hujan,
instalasi pengolahan air limbah industri, instalasi
penyediaan air bersih, unit pemadam kebakaran dll
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 21
4. Persentase mengenai penggunaan tanah untuk jalan
dan sarana penunjang lainnya disesuaikan menurut
kebutuhan berdasrakan ketentuan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan
5. Persentase ruang terbuka hijau ditetapkan minimal
10% sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
bersangkutan

3.9.3.2 Analisis kebutuhan Sarana dan Prasarana


Kawasan Industri
Dalam melakukan analisis kebutuhan prasarana dan
sarana kawasan industri perlu harus dilakukan inventarisasi
prasarana yang harus disediakan dalam kawasan industri :
a. Prasarana yang wajib disediakan oleh perusahaan kawasan
industri :
 jaringan jalan lingkungan dalam kawasan industri
 saluran pembuangan akhir hujan (drainase)
 instalasi penyediaan air bersih
 instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga
listrik
 jaringan telekomunikasi
 penerangan
 unit perkantoran meliputi kantor administrasi,
pergudangan, dan pabrik.
 unit pemadam kebakaran
 instalasi pengolahan air limbah industri, termasuk
saluran pengumpulnya
b. Prasarana dan sarana penunjang teknis lainnya yang dapat
disediakan seperti poliklinik, sarana ibadah, rumah
penginapan sementara (mess karyawan), areal penampungan
sementara limbah padat. Sedangkan standar teknis untuk
perusahaan industri pengolahan yang berada dalam kawasan
industri adalah:
- Wajib melengkapi kavling industrinya dengan sarana
pengendalian limbah cair, gas, debu, kebisingan dan
bau yang mengganggu yang dikeluarkan oleh
kegiatan industrinya
- Beban pengelolaan air limbah dapat ditempuh dnegan
cara :
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 22
- Perusahaan Kawasan Industri meningkatkan
kemampuan unit pengelolaan limbah
- Memasang unit pengelolaan limbah pendahuluan
tersendiri apabila limbahnya melampaui kemampuan
pengelolaan unit pengelolaan limbah pusat
- Perusahaan industri yang berada dalam kawasan
industri tidak diperkenankan mengambil air tanah
untuk kegiatan industrinya

Tabel 7. Standar teknis pelayanan umum kawasan industri

No Teknis Standar Keterangan


Pelayanan Kebutuhan
1 Tenaga kerja 90-110 tk/ha -
2 Luas lahan per 0,3 – 5 ha Terdapat beberapa
unit usaha variasi:
Perbandingan lebar
: panjang = 1:3
atau 1:2 dgn
ukuran lebar
minimum kelipatan
18 m. Rata-rata
kebutuhan lahan
1,34 ha/unit usaha
industri
3 Listrik 0,15 – 0,2 Sumber dari
MVA/ha PLN/swasta
4 Telekomunikasi 4-5 SST/ha Termasuk
faksimili/telex
Telepon umum 1
SST/16 ha
5 Air bersih 0,55 – 0,75 Sumber PDAM/air
lt/dt/ha tanah usaha sendiri
dengan ketentuan
yang berlaku
6 Saluran drainase Sesuai debit Ditempatkan di kiri
kanan jalan utama
dan jalan
lingkungan
7 Saluran Sesuai debit Perkiraan limbah

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 23


No Teknis Standar Keterangan
Pelayanan Kebutuhan
pembuangan padat yang
limbah dihasilkan adalah 4
(sewerage) m3/ha/hari
8 Prasarana dan  1 bak Perkiraan limbah
sarana sampah sampah/ padat yang
(padat) kavling dihasilkan adalah 4
 1 armada m3 /ha/hari
sampah/
20ha
 1 unit
TPS/20ha
9 Kapasitas kelola Standar Kualitas parameter
IPAL influence; limbah cair yang
BOD: 400-600 berada di atas
mg/lt standar influent
COD: 600-800 yang
mg/lt ditetapkan,wsajib
TSS: 400-600 dikelola terlebih
mg/lt dahulu oleh setiap
pH: 4-10 jenis industri
10 Jaringan jalan  jalan  2 jalur 1 arah
utama dengan
 jalan perkerasan
lingkungan 2x7m atau 1
jalur 2 arah
dengan
perkerasan
minimal 8m
 2 arah dengan
perkerasan min
7m
11 Kebutuhan 1,5 tk/unit
hunian hunian
12 Kebutuhan Sesuai Diperlukan trade
fasilitas kebutuhan dgn centre untuk
komersial maksimum promosi wilayah
20% luas dan produk
lahan

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 24


No Teknis Standar Keterangan
Pelayanan Kebutuhan
13 Bangkitan Eksport: 3,5 Belum termasuk
transportasi TEU/ha/bln angkutan buruh
Import: 3,0 dan karyawan
TEU/ha/bln
Sumber: Depperindag, 2001.

3.9.3.3 Analisis Tata Letak Fasilitas Ditentukan


Berdasarkan Keterkaitan Antar Kegiatan

Analisis tata letak fasilitas dalam kawasan industri


didasarkan atas keterkaitan fungsi antar fasilitas. Proses
analisanya dapat dilakukan dengan menggunakan matriks,
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi seluruh fasilitas yang
hendak dibangun dalam kawasan industri berdasarkan
keterkaitannya. Klasifikasi keterkaitan fasilitas dibagi atas 3
yaitu keterkaitan fungsi tinggi, keterkaitan fungsi sedang dan
keterkaitan fungsi rendah.
Setelah didapat keterkaitan fungsi antar fasilitas, lalu
dapat dibuat draft tata letak (layout)/sketsa tata letak fasilitas
kawasan industri. Draft tata letak (layout)/sketsa tata letak
fasilitas kawasan industri merupakan usulan tata letak yang
dapat disahkan menjadi rencana tata letak kawasan.

3.9.3.4 Analisa Mengenai Dampak Lingkungan


Banyak industri memilih lokasi di kawasan pesisir
karena beberapa alasan antara lain karena (a) keuntungan
dari kemudahan akses dengan adanya sistem transportasi
darat dan laut, (b) dapat menggunakan air laut dalam
pemrosesan ataupun keperluan pendinginan atau
pembuangan limbah, (c) mengambil langsung bahan baku dari
lingkungan laut, serta (d) ketersediaan tenaga kerja.
Limbah dari industri yang berlokasi di kawasan pesisir
bisa mencemari ekosistem pesisir. Dampak yang bisa terjadi
bervariasi mulai dari ringan (misalnya dampak sementara,
peningkatan turbiditas setempat) hingga bersifat bencana
(polusi perairan disebabkan oleh limbah kimia/beracun).
Pencemaran thermal juga harus diperhitungkan, apabila
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 25
terdapat pengambilan air laut sebagai pendingin dalam jumlah
besar. Keduanya bisa menjadi ancaman bagi kehidupan
plankton, termasuk larva dan juvenile spesies ikan ekonomis
penting.
Bahan organik sintetis merupakan produk dan hasil
samping dari proses industri sintetik, dan beberapa bahannya
termasuk dalam kelompok chlorinated hydrocarbon (DDT dan
PCB) Bahan-bahan ini bergerak secara horisontal melalui
udara dan arus perairan laut dan secara vertikal melalui
lapisan udara dan air. Bahan-bahan logam dilepaskan ke
areal lingkungan pesisir dari proses industri melalui atmosfir,
tanah atau ekosistem perairan. Masukan limbah itu akan
masuk ke dalam ekosistem perairan pantai melalui emisi
udara, aliran sungai dan buangan tanah garapan pengurukan.
Sungai, saluran, parit dan hasil kerukan membawa bahan-
bahan logam yang memiliki kemungkinan kecil untuk terbuang
ke laut lepas dibanding bahan-bahan terlarut. Mekanisme
pengaliran dan pengendapan limbah menuju perairan pesisir
dapat terjadi karena:
- pergerakan di dalam badan air di daerah pesisir
- sedimentasi
- sistem buangan
- flokuasi

Dalam perencanaan penempatan suatu lokasi


industri/kawasan industri baru, sistem pengolahan limbah
harus terintegrasi dengan rencana perlindungan lingkungan
yang dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya secara detail
dan berkelanjutan jangka panjang wilayah perencanaan.

Jenis industri yang biasanya memiliki tingkat kesulitan tinggi


dalam proses pembuangan limbahnya yang tinggi sebaiknya
tidak diletakkan di di daerah estuari, contohnya industri
pemprosesan bahan makanan, industri petrokimia, kayu dan
industri baja. Selain itu sungai pasang surut; pelabuhan laut
yang terpencil (buntu); lagoon kecil dan berbagai macam
bentuk perairan yang tingkat perputaran airnya kurang
sebaiknya dihindari dalam penempatan lokasi industri karena
keterbatasannya dalam menerima dan mengolah/mencampur
kontaminan dari limbah industri meskipun dalam jumlah yang
kecil.
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 26
Tabel dibawah ini menunjukkan dampak yang bisa terjadi
terhadap beberapa parameter lingkungan laut yaitu (Hidrologi
air permukaan, Kualitas air permukaan, Hidrologi Air Tanah,
Kualitas Udara, Kualitas Lahan (polusi), Perikanan, Vegetasi,
Hutan (berkurangnya sumberdaya), Sumberdaya Mineral,
Estetika, Sosio-ekonoim, Kesehatan Masyarakat) dari limbah
yang dihasilkan oleh beberapa jenis industri.

Tabel 8. Dampak yang bisa terjadi terhadap parameter


lingkungan laut.

Ket :
Dampak Signifikan
▲ Dampak Sedang
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 27
Dampak dapat diabaikan

Sumber : Clark, J.R. Coastal Zone Management Handbook.

Analisa mengenai dampak lingkungan dilakukan untuk


mencegah terjadinya dampak yang dapat terjadi terhadap
lingkungan hidup akibat perencanaan dan pembangunan
suatu usaha atau kegiatan di suatu wilayah. Analisa dampak
lingkungan itu akan berbeda-beda untuk setiap karakteristik
daerah dan bentuk jenis kegiatan yang akan diusahakan.

Secara umum, Analisa Dampak Lingkungan (Environmental


Impact Assessment) mencakup beberapa aspek sebagai
berikut :

 Pengumpulan Data mengenai karakteristik jenis


industri yang akan dibangun dan jenis limbah
keluarannya (desain, lokasi, dsb), alternatif, serta
sumberdaya pesisir yang bisa terkena dampak,
termasuk pemanfaatan eksisting terhadap
sumberdaya tersebut.
 Estimasi dampak negatif (dan positif, jika ada)
terhadap lingkungan yang disebabkan oleh
pembangunan kawasan industri.
 Identifikasi desain dan lokasi alternatif serta prasyarat
operasional untuk mencegah dampak negatif yang
bisa dihindari (avoidable negative impacts).
 Identifikasi berbagai ukuran/standar untuk mengurangi
dampak negatif yang tak bisa dihindari (unavoidable
negative impacts), termasuk rehabilitasi habitat.
 Rekomendasi kepada pengambil keputusan apakah
daerah kawasan industri tersebut disetujui/tidak
disetujui, dan jika disetujui, mengusulkan kombinasi
terbaik terhadap berbagai ukuran/standar serta
alternatif untuk meminimalkan dan/atau mencegah
dampak

3.10 Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan Industri

Pembagian zona pada kawasan industri didasarkan pada


tingkat keluaran limbah yang dihasilkan sebagai berikut :
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 28
1. Zona pelabuhan
2. Zona industri A : zona industri yang merupakan
industri pendukung pelabuhan dan industri yang
menghasilkan limbah di bawah ambang batas yang
ditetapkan
3. Zona industri B : zona industri yang berbasis
sumberdaya perikanan kelautan perikanan dan atau
industri yang menghasilkan limbah moderat
4. Zona industri C : zona industri kelautan dan perikanan
yang tidak berbasis sumberdaya kelautan dan
perikanan dan /atau menghasilkan limbah tinggi
5. Zona industri D : zona industri non kelautan perikanan

Ilustrasi pembagian zona industri di wilayah pesisir dapat


dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Ilustrasi pembagian zona industri di wilayah


pesisir

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 29


Lampiran

Beberapa jenis industri di bawah ini yang telah teridentifikasi


akan melepaskan limbahnya dan dapat menimbulkan polusi di
daerah perairan pantai dan laut yaitu :
1) Industri kimia
2) Industri pemprosesan kertas
3) Industri petrokimia
4) Industri baja
5) Industri penyulingan
6) Industri gula
7) Industri logam
8) Industri manufaktur kulit
9) Industri pemprosesan makanan
10) Industri semen

1. Industri Kimia sangat luas cakupannya dan mempunyai


tiga divisi produksi yaitu industri pembuatan kimia dasar
(seperti kimia anorganik, asam, alkali dan garam); industri
kimia menengah (seperti plastik, serat sintetis, lemak dan
minyak); industri kimia jadi (seperti obat-obatan,
kosmetika, sabun dan pestisida). Pada dasarnya setiap
golongan divisi industri kimia ini memiliki jenis keluaran
limbah masing-masing, sehingga nilai kadar racun yang
berpengaruh pada ekosistem pesisir dan pantai juga akan
berbeda.

2. Industri pemprosesan kertas merupakan salah satu


penghasil polusi yang sangat bervarias muatan limbah
kimianya terhadap ekosistem perairan pesisir dan pantai.
Macam dan jumlah racun yang dihasilkan juga sangat
beragam. Disamping limbah padat dan karbohidrat yang
dapat mengurangi konsentrasi oksigen sampai pada
tingkat meracuni; logam berat lainnya yang digunakan
pada pemprosesan kertas; chlorine untuk pemutih dan
beberapa jenis bahan kimia lainnya juga ditemukan
sebagai limbah industri ini.

3. Industri minyak dan gas bumi menghasilkan minyak itu


sendiri dan hasil sampingannya. Pada pemprosesannya
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 30
industri ini menghasilkan limbah cair yang mengandung
sulfida, limbah padat terlarut, phenol, chlorida, sulfur,
amonia dan emulsi minyak.

4. Industri baja merupakan industri yang memiliki masalah


limbah yang besar, limbah yang dihasilkan rata-rata
10.000 sampai dengan 25.000 galon per menit. Air limbah
yang dihasilkan mengandung limbah padat terlarut,
minyak, air panas, acid, organik yang tidak terurai dan
emulsi.

5. Industri penyulingan memproduksi limbah cair dan padat.


Limbah yang dihasilkan bersumber dari pemprosesan
fermentasi, seperti buangan ampas dan sisa bahan baku.

6. Industri gula menghasilkan limbah padat yang bermasalah


dikarenakan mengandung kadar tinggi dari BOD. Kadar
limbah yang biasanya dihasilkan pada industri ini
mengandung bahan yaitu :

No. Bahan Kadar


1 BOD5 (mg/l) 500-3000
2 SS (mg/l) 100-2000
3 pH 6-9
Sumber : Coastal Zone Management Handbook

7. Industri logam jadi akan menghasilkan limbah dari proses


galvanisasi berupa konsentrasi tinggi iron salt yang tidak
dapat terlarut. Limbah cair berupa garam-garaman dari
tembaga dan zincum, tembaga dll. Kadar limbah yang
dihasilkan dari proses pelapisan logam mengandung :

No. Bahan Kadar


1 Cu (mg/l) 0.1-0.3
2 Zn (mg/l) 0.1-8
3 pH 3- 8.5
4 Cr (mg/l) 0.1-5
5 Ni (mg/l) 0.01-60
6 Cd (mg/l) 0.01-0.01

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 31


Sumber : Coastal Zone Management Handbook

8. Industri manufaktur kulit akan menghasilkan polusi


berupa bahan organik. Dalam beberapa prosesnya
industri ini menghasilkan limbah berkontaminasi tinggi,
dan memiliki kadar BOD, COD, SS, asap, dan juga
chromium yang dimana sebagai racum bagi manusia dan
invertebrata perairan dan ikan. Kadar limbah yang
dihasilkan dari proses industri ini mengandung :

No. Bahan Kadar


1 BOD5 (mg/l) 500-1500
2 SS (mg/l) 400-1000
3 pH 6-11
4 COD (mg/l) 3000-
6000
5 O/G (mg/l) 120-500
6 Total Cr (mg/l) 12-100
Sumber : Coastal Zone Management Handbook

9. Industri pemprosesan makanan memiliki beberapa jenis


grup seperti pemotongan dan pengalengan daging;
pengolahan produk berbahan baku susu; pengalengan
dan pengawetan buah-buahan dan sayuran; dan
pengalengan dan pengawetan makanan berbahan baku
ikan laut.
Masing-masing jenis produksi industri ini menghasilkan
polusi dalam sistem limbah berupa :

Bahan Pemotongan Pengolahan Pengalengan Pengalengan


dan produk dan dan
pengalengan berbahan pengawetan pengawetan
daging baku susu buah- makan
buahan dan berbahan
sayuran baku ikan
laut
BOD5 1200-3800 1600-2500 1000-3000 3000-3500
(mg/l)
SS 450-2400- 900-1400 100-400 1200-1600
(mg/l)

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 32


Bahan Pemotongan Pengolahan Pengalengan Pengalengan
dan produk dan dan
pengalengan berbahan pengawetan pengawetan
daging baku susu buah- makan
buahan dan berbahan
sayuran baku ikan
laut
COD 5600-6900 3000-4200 2000-4000 4000-5000
(mg/l)
O/G 20-100 200-400 - 40-60
(mg/l)
pH 7-7.2 4.5-10 4-12 6-8
Sumber : Coastal Zone Management Handbook

10. Industri semen dalam proses pengolahannya


menghasilkan limbah berupa emisi debu dan sejumlah bahan
inorganik padat terlarut lainnya.

Jenis-jenis pengusahaan industri di Indonesia yang terkait


dengan perijinan di Departemen Perindustrian adalah :

No. Jenis Industri


1 Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan,
buahbuahan, sayuran, minyak dan lemak
2 Industri susu dan makanan dari susu
3 Industri penggilingan padi-padian, tepung dan
makanan ternak
4 Industri makanan lainnya
5 Industri minuman
6 Industri pengolahan tembakau
7 Industri kulit dan barang dari kulit
8 Industri penggergajian dan pengawetan
9 Industri barang-barang dari kayu, dan barang-barang
anyaman
10 Industri kertas, barang dari kertas dan sejenisnya
11 Industri penerbitan
12 Industri barang-barang dari batubara
13 Industri barang-barang dari hasil pengilangan
minyak bumi
14 Industri bahan kimia industri
Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 33
No. Jenis Industri
15 Industri barang-barang kimia lainnya
16 Industri karet dan barang dari karet
17 Industri barang dari plastik
18 Industri gelas dan barang dari gelas
19 Industri barang-barang dari porselin
20 Industri pengolahan tanah liat
21 Industri semen, kapur dan gips
22 Industri barang-barang dari batu
23 Industri barang-barang dari asbes
24 Industri barang galian bukan logam lainnya
25 Industri furnitur
26 Industri pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir
tekstil
27 Industri barang jadi tekstil dan permadani
28 Industri perajutan
29 Industri kapuk
31 Industri pakaian jadi, kecuali untuk pekaian jadi berbulu
31 Industri pakaian jadi/barang jadi berbulu
32 Industri alas kaki
33 Industri serat buatan
34 Industri logam dasar besi dan baja
35 Industri logam dasar bukan besi
36 Industri pengecoran logam
37 Industri mesin-mesin umum
38 Industri mesin-mesin untuk keperluan khusus
39 Industri peralatan rumah tangga yang tidak
diklasifikasikan ditempat lain
40 Industri mesin dan peralatan kantor, akutansi dan
pengolahan data
41 Industri motor listrik, generator dan transformator
42 Industri peralatan pengontrol dan perindustrian
43 Listrik
44 Industri kabel listrik dan telepon
45 Industri bola lampu pijar dan lampu penerangan
46 Industri peralatan listrik yang tidak termasuk dalam
kelompok manapun
47 Industri tabung dan katup elektronik dan komponen
elektronik lainnya

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 34


No. Jenis Industri
48 Industri alat komunikasi
49 Industri radio, televisi, alat-alat rekaman suara dan
gambar, dan sejenisnya
50 Industri peralatan kedokteran dan peralatan untuk
mengukur, memeriksa, menguji dan bagian lainnya,
kecuali alat-alat optik
51 Industri instrumen optik dan peralatan fotografi
52 Industri jam, lonceng dan sejenisnya
53 Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
54 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau
lebih
55 Industri perlengkapan dan komponen kendaraan
bermotor roda empat atau lebih
56 Industri pembuatan dan perbaikan kapal dan
perahu
57 Industri kereta api
58 Industri alat angkut lainnya
59 Industri furnitur
60 Industri pengolahan lainnya
61 Industri daur ulang barang-barang logam
62 Industri daur ulang barang-barang bukan logam
Sumber : Depperindag : 1999

Panduan Teknis Perencanaan Kawasan Industri 35

Anda mungkin juga menyukai