draft
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN Ma ste r Pl an
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
Kabupaten Brebes TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
KATA PENGANTAR
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR i
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
P uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala rahmat dan
kemudahan-Nya, dokumen Laporan Antara Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan
Budidaya di Kabupaten Brebes, dapat terselesaikan dengan baik. Dokumen Laporan Akhir ini
secara keseluruhan disusun berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja
(KAK).
Melalui metodologi pendekatan dan program pelaksanaan pekerjaan yang disusun, hasil survey
(primer dan sekunder). Laporan Akhir ini mencoba menampilkan profil, potret daerah dan identifikasi
permasalahan dan potensi daerah serta konsep pengembangan. Dalam pembahasannya
dikelompokan menjadi:
A. Pendahuluan
B. Pendekatan dan Metodologi
C. Review Kebijakan Terkait Minapolitan
D. Profil Kawasan Minapolitan
E. Kajian dan Analisis Pengembangan Kawasan Minapolitan
Pada akhirnya, dokumen Laporan Akhir ini kami maksudkan dapat menjadi landasan dalam
mengambil kebijakan dan penanganan untuk kawasan minapolitan di Kabupaten Brebes.
PENYUSUN
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR ii
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. METODE DAN PENDEKATAN
BAB III. REVIEW KEBIJAKAN MINAPOLITAN KAB BREBES
BAB IV. PROFIL KAWASAN
BAB V. KAJIAN DAN ANALISIS PENGEMBANGAN MINAPOLITAN
PENDAHULUAN
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR 1-1
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
kawasan minapolitan itu perlu didirikan unit pengolahan hulu dan hilir yang bertujuan
menampung hasil produksi nelayan. Lewat konsep terintegrasi pengembangan minapolitan
berbasis kawasan tersebut biaya operasi nelayan maupun pelaku usaha swasta lainnya
diusahakan dapat lebih murah.
Secara konseptual Minapolitan mempunyai 2 unsur utama yaitu:
1) Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis
wilayah dan
2) Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk
kelautan dan perikanan.
Konsep Minapolitan didasarkan pada 3 (tiga) asas, yaitu:
1) Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat,
2) Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat, dan
3) Penguatan peran ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat bangsa dan negara
kuat (kep.18/men/2011).
Konsep pengembangan minapolitan perlu disesuaikan dengan kondisi geografis
setempat,meliputi : kendala alam, kondisi fisik geografis wilayah, sosial-ekonomi penduduk,
dan sebagainya agar segala hal yang bisa menjadi hambatan keberhasilan program tersebut
dapat diantisipasi. Dalam KEP.18/MEN/2011 juga disebutkan, bahwa pengembangan
kawasan minapolitan adalah untuk mempercepat dan meningkatkan kinerja pembangunan
sektor kelautan perikanan, maka sentra produksi potensial dan produktif yang
terkonsentrasi di suatu kawasan akan dikembangkan menjadi kawasan ekonomi unggulan
bernama kawasan minapolitan. Sebagai kawasan ekonomi unggulan, kawasan minapolitan
dirancang dan dikembangkan secara terintegrasi dengan paket-paket kebijakan lintas
sektor dan daerah. Kawasan minapolitan dapat berbasis Perikanan Budidaya, Perikanan
Tangkap, Pengolahan ataupun kombinasi dari ketiga bidang yang bersangkutan.
Namun demikian dalam kajian ini difokuskan pada penyusunan Master Plan Pengembangan
Kawasan Minapolitan yang berbasis pada perikanan budidaya. Secara umum tata laksana
pengembangan kawasan minapolitan mengikuti tahapan: Perencanaan, Pelaksanaan,
Monitoring dan Evaluasi, dan Pelaporan. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, diperlukan
sebuah perencanaan yang komprehensif dimana pembangunan sarana dan prasarana yang
dapat mendukung kegiatan minapolitan. Guna menunjang kegiatan tersebut maka
diperlukan pembangunan infrastruktur yang memenuhi kriteria teknis bangunan yang layak
dari segi mutu, biaya dan kriteria administrasi bagi bangunan yang dimaksud.
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR 1-3
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
1.2.2.TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dari Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di
Kabupaten Brebes ini adalah untuk mewujudkan kawasan minapolitan perikanan budidaya
melalui tahapan pembangunan yang terencana, terukur dan berkelanjutan yang serasi,
seimbang dan terjaga kelestarian lingkungannya sebagai daerah penunjang kawasan
minapolitan secara keseluruhan.
1.2.3.SASARAN
Hasil dari Penyusunan Master Minapolitan Perikanan Budidaya ini adalah sebagai acuan
dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur fisik dan sebagai acuan pengembangan
investasi di Kawasan Minapolitan Perikanan Budidaya.
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR 1-4
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
1.3.2.LINGKUP KEGIATAN
Lingkup kegiatan penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya diKabupaten
Brebes, berupa 2 (dua) buah produk sebagai dokumen perencanaan yaitu :
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR 1-6
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR 1-4
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
Pendahuluan
LAPORAN AKHIR 1-5
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
A. PENDAHULUAN, yaitu bab yang menjelaskan: Ilustrasi awal dari keseluruhan isi dari
Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya
di Kabupaten Brebes;
B. METODE DAN PENDEKATAN
C. REVIEW KEBIJAKAN MINAPOLITAN KAB BREBES
D. PROFIL KAWASAN
E. KAJIAN DAN ANALISIS PENGEMBANGAN MINAPOLITAN
F. KONSEP PENYUSUNAN MASTER PLAN PERIKANAN BUDIDAYA
Pendahuluan
Bab 2
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR 2-1
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
4. Produksi ikan siap jual dan diversifikasi perikanan (cash fish production and
aquacultural diversification).
C. Penetapan sektor unggulan:
1. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor
hilirnya.
2. Kegiatan minabisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling
besar (sesuai dengan kearifan lokal).
3. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan
orientasi ekspor.
D. Dukungan sistem infrastruktur
Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung
pengembangan kawasan minapolitan diantaranya: jaringan jalan, irigasi, sumber-
sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
E. Dukungan sistem kelembagaan.
1. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan minapolitan yang
merupakan bagian dari pemerintah daerah dengan fasilitasi pemerintah pusat.
2. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan
kawasan minapolitan.
Melalui keterkaitan tersebut, pusat minapolitan dan kawasan produksi perikanan
berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini
diharapkan untuk meningkatkan niali tambah (value added) produksi kawasan
minapolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa - kota yang
terjadi dapat dikendalikan.
Bagian wilayah berupa ruang yang merupakan transisi antara ruang laut dan ruang darat
lebih dikenal sebagai pesisir. Pengertian Pesisir menurut Jacub Rais (1996) adalah suatu
konsep keruangan yang mana terjadi interaksi darat-laut, yang harus dibedakan dengan
pantai, karena pantai adalah pengertian fisik sebagai bagian dari pesisir. Menurut
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12
mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah
darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota.
Menurut Dahuriet.al.(2000:6), untuk kepentingan pengelolaan, batasan pesisir ke arah
darat dapat ditetapkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu batasan untuk wilayah perencanaan
(planning zone) dan wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian
(day to day management). Apabila terdapat kegiatan pembangunan yang dapat
menimbulkan dampak secara nyata (significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya
pesisir, maka wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan (hulu). Jika
suatu program pengelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaan
(perencanaan dan pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas daripada
wilayah pengaturan.
Berbagai aktifitas yang dapat dilakukan di pesisir dalam kaitannya dengan pengembangan
wilayah dan pembangunan ekonomi (Cicin-Sain dan Knetch:1998, dalam Sondita, 2001:9),
meliputi: Aktifitas Perwilayahan dan Ekonomi di Kawasan Pesisir Fungsi Aktifitas.
1. Perencanaan Wilayah
Pengkajian lingkungan pesisir dan pemanfaatannya
Penentuan zonasi pemanfaatan ruang
Pengaturan proyek-proyek pembangunan pesisir dan kedekatannya dengan garis
pantai
Penyuluhan masyarakat untuk apresiasi terhadap kawasan pesisir/ lautan
Pengaturan akses umum terhadap pesisir dan lautan
2. Pembangunan Ekonomi
Industri perikanan tangkap
Perikanan rakyat
Wisata massal dan ekowisata, wisata bahari
Perikanan budidaya
Perhubungan laut dan pembangunan pelabuhan
Pertambangan lepas pantai
Penelitian kelautan dan Akses terhadap sumberdaya genetika
Perencanaan dan pengelolaan pesisir secara sektoral berkaitan dengan hanya satu macam
pemanfaatan sumberdaya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk
memenuhi tujuan tertentu, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, atau industri
minyak dan gas (Dahuri et.al., 2001:11), pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan
konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan untuk melakukan aktifitas
pembangunan pada wilayah pesisir yang sama. Konflik yang sering terjadi di wilayah
pesisir dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Konflik di antara pengguna yang mengenai pemanfaatan daerah pesisir dan laut
tertentu. Menurut Miles (1991, dalam Prihartini et.al. 2001:24), konflik antar pengguna
meliputi: (a) Kompetisi terhadap ruang dan sumberdaya pesisir dan laut (b) Dampak
negatif dari suatu kegiatan pemanfaatan terhadap kegiatan yang lain, (c) Dampak
negatif terhadap ekosistem
2. Konflik di antara lembaga pemerintah yang melaksanakan program yang berkaitan
dengan pesisir dan laut; yang disebabkan oleh ketidakjelasan mandat hukum dan misi
yang berbeda, perbedaan kapasitas, perbedaan pendukung atau konstituensi, serta
kurangnya komunikasi dan informasi (Cicin-Sain, 1998).
Adapun sebagai upaya menghindari terjadinya konflik pemanfataan ruang pesisir maka
diperlukan prinsip-prinsip penataan ruang pesisir (Anonim, 2003:4), sebagai berikut:
1. Penataan ruang wilayah pesisir perlu menetapkan batas-batas daerah pengembangan
di lautan dengan prinsip menjamin pemanfaataan yang berkelanjutan, terutama bagi
ekosistem yang memiliki dampak luas dan penting bagi ekosistem laut lainnya, serta
memberi kesempatan pemulihan area yang telah rusak.
2. Mengakomodasi berbagai kepentingan yang berbeda dalam satu daerah pantai dan
pesisir secara bersinergi satu dengan lainnya, tanpa ada satu pihak yang dirugikan.
3. Dalam rangka pengembangan dan penataan ruang wilayah pesisir diperlukan
keterpaduan program, baik lintas sektor maupun daerah. Dalam kerangka tersebut,
pelaksanaan pembangunan yang konsisten dengan rencana tata ruang yang telah
disusun sangat mendukung terwujudnya keterpaduan pelaksanaan pembangunan.
4. Perlu diarahkan untuk menyediakan ruang yang memadai bagi kegiatan masyarakat
pesisir yang spesifik, yakni pemanfaatan sumberdaya di laut. Strategi pembangunan
yang terlalu berorientasi pada kegiatan darat dalam mengejar pertumbuhan ekonomi
selama ini terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan , namun menjadikan
masyarakat pesisir semakin terpinggirkan.
Oleh karena itulah, dibutuhkan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu. Menurut Dahuri et.al. (2001:11), perencanaan terpadu dimaksudkan untuk
mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktifitas dari dua atau lebih sektor dalam
perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan
lautan.
2.1.6. PERIKANAN
Subsektor perikanan merupakan
salah satu sumber pertumbuhan
baru perekonomian Indonesia
mengingat prospek pasar, baik
dalam negeri maupun
internasional cukup cerah
(Parwinia, 2001:1). Menurut
Soselisa (2001:5), perikanan
didefinisikan sebagai kegiatan
ekonomi dalam bidang
penangkapan atau budidaya
hewan atau tanaman air yang
hidup bebas di laut atau perairan
umum. Adapun menurut Mubyarto (1984:23), yang dimaksud dengan perikanan ialah
segala usaha penangkapan, budidaya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya.
Sedangkan menurut UU No 9 tahun 1985, perikanan ialah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan yaitu kegiatan
ekonomi bidang penangkapan / pembudidayaan ikan.
Klasifikasi Ikan didalam UU No 9 tahun 1985 adalah: Pisces (ikan bersirip), crustacea
(udang, kepiting, dan sebangsanya), Mollusca (kerang, cumi-cumi, dsb), Echinodermata
(teripang, bulu babi dsb), Amphibi (kodok, dsb), Reptilia (buaya, penyu,dsb), Mammalia
(paus, pesut, dsb), Algae (rumput laut dan tumbuhan lain yang hidup di air), dan biota
perairan lain yang berkaitan dengan jenis-jenis diatas. Untuk kepentingan pengelolaan
(Anonim, 2001:II-38), ikan laut digolongkan sebagai berikut:
Ikan Karang,
Rumput Laut,
Ikan Hias, misalnya: Napoleon,
Ikan Demersal, ialah kelompok ikan yang hidup dan mencari makan di dasar
laut/perairan, seperti: kakap, pari
Ikan Pelagis Kecil, ialah ikan yang hidup dan mencari makan di laut bagian atas dekat
dengan permukaan, meliputi: layang, teri, tembang, lemuru, dan belanak,
Ikan Pelagis Besar, umumnya termasuk kategori ikan ekonomis penting, diantaranya
tuna, tongkol, cucut, dan layangan, serta
Krustasea, meliputi: udang peneaid, lobster, kerang, Cumi-Cumi
yakni seluruh mata rantai kegiatan dalam usaha pengolahan hasil laut, seperti
pengalengan, pengeringan, pembekuan dan sebagainya. Jenis industri ini disebut
sebagai industri sekunder. Pengemasan (packing) juga termasuk dalam rangkaian
kegiatan pengolahan dan agroindustri.
Menurut Kristiawati (2001), berdasarkan jenis pengolahan yang dilakukan agroindustri
perikanan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Industri primer, yang mencakup industri penanganan ikan hidup, penanganan ikan
segar (fillet, sashimi, loins), industri pembekuan dan pendinginan ikan.
2. Industri Pengolahan sekunder, mencakup industri pengolahan ikan kaleng dan ikan
kemasan lainnya serta industri pengolahan tradisional seperti pengasinan,
penggaraman, pindang, dsb.
3. Industri pengolahan tersier, meliputi setiap bentuk industri yang menggunakan ikan
sebagai bahan tambahan, seperti indutri terasi, petis, abon, tepung ikan,dsb.
Syaiful (2003:4) menggolongkan Industri Hasil Perikanan (IHP) yang dapat dikembangkan
di wilayah pesisir, meliputi : Industri penanganan ikan hidup, Industri penanganan ikan
segar, Industri pembekuan ikan, Industri pengalengan ikan, Industri pengolahan
tradisional, Industri pengolahan produk diversifikasi dan hasil samping, Industri tepung
ikan dan pakan ternak, Industri rumput laut.
Penawaran hasil perikanan bersumber dari produksi, kelebihan stok dan impor
(Parwinia:2003). Untuk hasil perikanan seperti shellfish yang sifatnya cepat rusak, hanya
dapat disimpan selama beberapa jam setelah panen/penangkapan kecuali disimpan
dalam keadaan dingin (refrigated condion), maka produksi merupakan sumber penawaran
terpenting (Hanafiah et.al., 1986:80). Menurut Rahardi et.al (2001:4), sasaran pemasaran
komoditi perikanan berkaitan erat dengan tiga variabel, yakni: Jenis ikan yang dipasarkan,
Konsumen yang dituju, dan Jumlah permintaan konsumen.
Pasar domestik diisi oleh permintaan komoditi perikanan oleh masyarakat untuk
konsumsi harian (Nikijuluw,1997:280), dan kebutuhan industri pengolahan yang melayani
konsumen domestik, baik yang sifatnya industri rumah tangga maupun industri skala
menengah dan besar. Produk dari agroindustri maupun dari nelayan kemudian dipasarkan
mengikuti rantai pemasaran tertentu. Menurut Hanafiah (1986:28), panjang pendeknya
saluran tata niaga yang dilalui oleh suatu komoditi perikanan tergantung pada beberapa
faktor, yakni:
1. Jarak antara produsen dan konsumen,
2. Cepat tidaknya produk rusak,
3. Skala produksi,
4. Modal pengusaha.
5. Subsistem Agribisnis Penunjang kegiatan perikanan (agrosupporting institutions),
merupakan kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis seperti perbankan,
penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, transportasi. Salah satu
subsistem penunjang yang memiliki peran signifikan ialah organisasi nelayan.
2.1.8. KETERKAITAN FUNGSIONAL DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN
Secara sektoral, perkembangan wilayah terjadi melalui satu atau beberapa pertumbuhan
kegiatan ekonomi. Pertumbuhan kegiatan ekonomi akan merangsang diversifikasi
kegiatan ekonomi lainnya, terutama kegiatan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan
ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage).
Perkembangan wilayah melibatkan hubungan berbagai kegiatan dalam perekonomian
(sektor) dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah bagi
industri (sektor) lain. Interaksi ini terdiri atas pengaruh hubungan ke belakang (backward
linkages) atau keterkaitan hulu, dan pengaruh hubungan ke depan (forward linkage) atau
keterkaitan hilir. Pengaruh keterkaitan hulu adalah tingkat rangsangan yang ditimbulkan
oleh industri terhadap perkembangan industri/sektor lain yang akan menyediakan input
bagi industri tersebut. Sedangkan pengaruh keterkaitan hilir adalah tingkat rangsangan
yang ditimbulkan oleh suatu industri terhadap perkembangan industri yang menggunakan
output industri pertama sebagai inputnya.
Aspek Lingkungan dalam Pengembangan Kegiatan Perikanan
Dalam mewujudkan sistem agribisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan ada dua isu
lingkungan yang perlu dijawab: Pertama, Meningkatkan tuntutan masyarakat global akan
produk agribisnis yang memenuhi atribut ramah lingkungan (eco-labelling) dan aman
dikonsumsi (food safety). Kedua, Kurang diperhatikannya aspek lingkungan ke dalam
kegiatan agribisnis di Indonesia sehingga mengakibatkan: Penurunan produktivitas
sumberdaya alam; meningkatnya biaya input dan proses agribisnis untuk memenuhi
standar mutu pasar; dan terancamnya keberlanjutan kegiatan agribisnis dalam jangka
panjang.
Oleh karena itulah, Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dalam
kebijakan dan program pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian 2001-
2004 merumuskan Program Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan (Eco-
agribusiness). Program ini tersusun dari sub-program pengembangan Eco-Agroindustri,
Eco-Farming dan Organic-Farming, yang saling mendukung dan secara keseluruhan
merupakan implementasi dari kebijakan dan strategi yang difokuskan pada
pengembangan instrumen sistem pengelolaan lingkungan untuk mewujudkan sistem dan
usaha agribisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Program pengembangan Eco-agribisnis menyangkut seluruh rangkaian kegiatan agribisnis,
baik agribisnis hulu (up-stream agribusiness), usahatani (on-farm agribusiness), maupun
hilir (down-stream agribusiness). Sasaran program ini adalah: Meningkatnya daya saing
dan kualitas produk agribisnis karena memenuhi atribut eco-labelling dan food safety
yang dituntut konsumen sehingga memacu ekspor; Berkembangnya usaha baru (terutama
mikro,kecil dan menengah) dan kesempatan kerja produktif di subsistem hulu/hilir yang
mendukung pengembangan eco-agribusiness Terpeliharanya kualitas dan produktivitas
SDA sehingga menjamin pengembangan agribisnis berkelanjutan dalam jangka panjang;
Meningkatnya efisiensi, efektivitas dan produktivitas proses produksi karena penerapan
instrumen pengelolaan lingkungan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam memelihara produktivitas sumberdaya alam sehingga menjamin pengembangan
agribisnis yang berkelanjutan dalam jangka panjang pengelolaan sumberdaya perikanan
umumnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable
Yield/MSY). Inti dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya
ikan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Menurut
Suyasa (2003:3), konsep MSY berorientasi pada sumberdaya (resource oriented) yang
lebih ditujukan untuk melestarikan sumberdaya dan memperoleh hasil tangkapan
maksimum, dan belum berorientasi pada perikanan secara keseluruhan (fisheries
oriented), apalagi berorientasi pada manusia (sosial oriented) dan ekonomi. Pemikiran
dengan memasukan unsur ekonomi didalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah
menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan Maximum Economic Yield (MEY).
Pendekatan ini pada intinya adalah mencari titik yield dan effort yang mampu
menghasilkan selisih maksimum antara total revenue dan total cost. Hasil kompromi 2
pendekatan tersebut melahirkan konsep Optimum Sustainable Yield (OSY). Secara umum
konsep ini dimodifikasi dari konsep MSY, sehingga menjadi relevan baik dilihat dari sisi
ekonomi, sosial, lingkungan dan faktor lainnya. Dengan demikian, besaran dari OSY adalah
lebih kecil dari MSY dan besaran dari konsep inilah yang kemudian dikenal dengan Total
Allowable Catch (TAC). Di Indonesia, konsep TAC diaplikasikan dengan nama JTB atau
Jumlah Tangkapan diperbolehkan yang diatur dalam SK Mentan No. 995/Kpts/IK.210/
9/1999. JTB adalah banyaknya sumberdaya ikan yang boleh ditangkap dengan
memperhatikan pengamanan konservasinya di wilayah perikanan Indonesia. Penetapan
jumlah JTB disuatu kawasan penangkapan ikan (fishing ground) sebesar 80% dari MSY.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, menurut Soenarno (2003) terdapat
beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan di atas antara
lain:
1. Penyusunan master plan pengembangan Kawasan Minapolitan yang akan menjadi
acuan masing-masing wilayah/provinsi. Penyusunan dilakukan oleh pemerintah
daerah dan masyarakat sehingga program yang disusun lebih akomodatif. Master
plan disusun dalam jangka waktu panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan
jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan dan stimulun.
2. Penetapan lokasi minapolitan yang kegiatannya dimulai dari usulan penetapan
kabupaten oleh pemerintah provinsi, untuk selanjutnya oleh pemerintah kabupaten
mengusulkan Kawasan Minapolitan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi
potensi dan masalah untuk mengetahui kondisi dan potensi lokal (komoditas
unggulan), antara lain: potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
kelembagaan, iklim usaha dan sebagainya serta terkait dengan sistem pemukiman
nasional, provinsi dan kabupaten.
Tempat pengepakan
Tempat penyimpanan sementara
Toilet umum
2. Zona Pelayanan/ Muat Perbekalan
Pada zona ini dilakukan kegiatan pelayan yang berupa pengisian/muat perbekalan
untuk kebutuhan operasi penangkapan. Fasilitas yang terkait dengan kegiatan
pelayanan ini antara lain:
Dermaga pelayanan/muat
Instalasi air bersih
Instalasi BBM
Pabrik es
Kios KUD
3. Zona Perbaikan dan Pemeliharaan
Zona ini menampung kegiatan perbaikan dan pemeliharaan bagi kapal-kapal yang
mengalami kerusakan (baik besar maupun kecil) atau perawatan rutin bagi kapal-
kapal yang akan beroperasi. Kegiatan ini melibatkan fasilitas:
Areal tambat/ istirahat
Dock/ slipway
Bengkel
Gudang peralatan/ perlengkapan
4. Zona Administrasi
Zona ini merupakan pusat kegiatan pengelolaan kawasan minapolitan. Semua
kegiatan administrasi yang menyangkut pengelolaan dan pengawasan pelabuhan,
pelayanan masayarakat dan sebagainya, dilakukan di kantor administrasi pelabuhan.
Fasilitas yang terkaita antara lain:
Kantor administrasi pelabuhan
Kantor- kantor lain yang terkait
5. Zona Pengolahan
Zona ini menampung kegiatan pengolahan ikan hasil tangkapan, berupa pengawetan,
dan pendinginan di kawasan Minapolitan. Fasilitas yang terkait dengan kegiatan ini
antara lain:
Cold storage
Air blast freezer
Pabrik es
Industri pengolahan
6. Zona Pengembangan Industri Perikanan
Zona ini disediakan untuk menampung investor swasta yang akan mendirikan industri
perikanan di kawasan Minapolitan. Di kawasan ini juga disediakan areal bagi industri
tradisional untuk para nelayan tradisional, dan areal bagi industri modern secara
terpisah.
Adalah lembaga lain yang terkait dengan kegiatan opeasional kawasan Minapolitan,
antara lain: Perhubungan, Kepolisian, Bea Cukai, Bank dan sebagainya.
Dimana:
D = Kedalaman kolam pelabuhan pada waktu surut terendah
d = Draft kapal terbesar dengan muatan penuh yang akan menggunakan pelabuhan
H = Tinggi gelombang maksimum
S = Tinggi agunan kapal yang besarnya tergantung ukuran kapal
C = Tinggi jagaan sebagai pengaman, diambil antara 25 100 cm tergantung jenis dasar
perairan
Radius putar untuk maneuver kapal (turning basin) diambil minimum R = L
(panjang total kapal). Ukuran yang ideal adalah R = 2L.
d. Perencanaan Dermaga
Dermaga merupakan salah satu fasilitas pokok di dalam kawasan Minapolitan ,
yang menampung kegiatan bongkar ikan hasil tangkapan pelayanan/ muat
perbekalan operasi kapal dan berlabuh. Untuk efisiensi kegiatan, maka dermaga
bongkar dan dermaga pelayanan/ muat dipisahkan.
Perencanaan dermaga dibuat dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut: (1) Posisis dermaga ditentukan dengan memepertimbangkan arah angin,
arus dan kestabilan pantai, (2) Panjang dermaga dihitung berdasarkan kebutuhan
kapal yang akan berlabuh, (3) Lebar dermaga disesuaikan dengan kemudahan
aktivitas bongkar muat kapal dan pergerakan kendaraan pengangkut di darat, (4)
Letaknya sedekat mungkin dengan TPI (untuk dermaga bongkar) atau dengan
fasilitas perbekalan (untuk dermaga pelayanan), (5) Elevasi dermaga ditentukan
dengan memperhitungkan kondisi pasang surut, dan (6) Untuk kondisi dimana
beda pasang surutnya tinggi direncanakan jenis dermaga yang cocok dengan
system operasional (misalnya dermaga apung).
Panjang dermaga dihitung dengan rumus:
Dimana:
N = Jumlah kapal ada saat puncak/sibuk
Lu = Panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal yang bongkar (1,1, x panjang total kapal)
Q = jumlah hasil tangkapan rata- rata per kapal yang bongkar (ton)
Dc = jumlah rata- rata hari dalam siklus penangkapan
U = kecepatan rata-rata pembongkaran (ton/ jam)
S = factor ketidaktentuan
Lebar ROW : 10 m
Lebar perkerasan : 6m
Trotoar dan drainase : (2 x 2) m
Tebal perkerasan : 50 cm
Kemiringan melintang maksimum : 2%
Kemiringan vertical maksimum : 6%
Kecepatan rencana : 40 km/jam
c) Jaringan Drainase
Jaringan drainase direncanakan berupa saluran terbuka di kedua sisi jalan, yang
menampung air limpasan dari tiap- tiap blok dan mengalirkan ke pembuangan
akhir. Saluran ini terbuat dari pasangan batu kali dan rabat beton. Frekuensi curah
hujan dihitung dengan cara Gumbel dengan periode ulang T= 5 tahun, sementara
intensitas hujan dihitung dengan cara Prof. H van Brenn dan debit rencana
dihitung dengan cara rational.
d) Fasilitas Fungsional
e) Fasilitas Pendukung
Tahap jangka menengah dan panjang, perlu dilengkapi dengan bangunan-
bangunan baru untuk fasilitas sosial dan perumahan sebagai berikut:
Masjid/Musholla
Klinik kesehatan
Bank Nelayan
Kantin untuk pegawai pelabuhan
Warung/ kios makanan untuk nelayan
Pertokoan/ kios-kios KUD
Perumahan pegawai pelabuhan
Permukiman nelayan
Penginapan nelayan
Pasar ikan
Dan sebagainya
Bangunan-bangunan fasilitas tersebut di atas harus ditempatkan pada lokasi blok
fasilitas sosial atau perumahan yang telah ditentukan di dalam kawasan
Minapolitan .
f) Pengembangan Industri Perikanan (Modern)
Areal yang disediakan untuk pengembangan industri perikanan ini adalah sebagai
berikut:
Tahap Jangka Menengah : 1,1 Ha
Tahap Jangka Panjang : 1,3 Ha
Pengembangan selanjutnya : 20,0 Ha
Total : 22,4 Ha
g) Pengembangan Industri Kecil/ Tradisional
Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para nelayan di dalam
kawasan Minapolitan , maka perlu disediakan areal untuk pengembangan industri
kecil/ tradisional (pemindangan, penggaraman, pengeringan dan lain-lain).
2.2. METODOLOGI
2.1.2. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan:
1) mengidentifikasi potensi pada lokasi yang telah ditetapkan menjadi kawasan
Minapolitan
2) Menganalisis ketersediaan fasilitas pendukung pengembangan minapolitan pada
kawasan Minapolitan,
3) Menganalisis situasi faktor pendorong dan faktor penghambat yang berpengaruh
terhadap pengembangan minapolitan,
4) Mengeksplorasi potensi riil minapolitan pada kawasan zona inti dan sekitarnya
yang dapat mendorong pemberdayaan UMKM khususnya usaha pengolahan ikan di
Kabupaten Brebes,
5) Menganalisis arah pengembangan minapolitan,
6) merumuskan model dan strategi pengembangan kawasan minapolitan.
REVIEW KEBIJAKAN
TERKAIT MINAPOLITAN
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR 3-1
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
1. MP3EI
2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 2029
3. RPJPD 2005-2025 Kabupaten Brebes
4. RPJMD 2008-2012 Kabupaten Brebes
5. Perda No. 4 Tahun 2013 Tentang RPJMD Kabupaten Brebes Tahun 2013-2018
6. Perda No. 2 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Brebes Tahun 2010-2030
5 Perda No. 4 Tahun 2013 Tentang RPJMD Kabupaten Brebes Tahun 2013-2018
Visi Terwujudnya Masyarakat Mandiri Produktif, Sejahtera Masyarakat yang mandiri dan produktif, mengandung makna
dan Berkeadilan bahwa pembangunan dilaksanakan di Kabupaten Brebes
untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat khususnya
pada bidang ekonomi, dengan tingkat partisipasi angkatan
kerja yang besar sehingga secara produktif mampu
meningkatkan pendapatannya.
Masyarakat yang sejahtera, mengandung makna bahwa
kondisi masyarakat yang mampu bekerja dan memperoleh
pendapatan layak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
meliputi sandang, pangan, papan, dan memperoleh
pelayanan pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan secara
layak.
GAMBAR : 3.2. PETA RENCANA STRUKTUR RUANG PROVINSI JAWA TENGAH BERDASAR RTRW THN 2009-2029
GAMBAR : 3.3. PETA RENCANA STRUKTUR RUANG KABUPATEN BREBES BERDASARKAN RTRW THN 2010-2030
GAMBAR : 3.4. PETA RENCANA KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN BREBES BERDASARKAN RTRW THN 2010-2030
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
1 Undang-Undang 1. Usulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K
Nomor 1 tahun 2014 dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.
tentang Perubahan 2. Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan
Atas UU Nomor 27 RAPWP-3-K pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
Tahun 2007 Tentang dilakukan dengan melibatkan Masyarakat.
Pengelolaan Wilayah 3. Pemerintah Daerah berkewajiban menyebarluaskan konsep RSWP-3-
Pesisir dan Pulau- K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K untuk mendapatkan
Pulau Kecil. masukan, tanggapan, dan saran perbaikan.
4. Bupati/wali kota menyampaikan dokumen final perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil kabupaten/kota
kepada gubernur dan Menteri untuk diketahui.
5. Gubernur menyampaikan dokumen final perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil provinsi kepada Menteri dan
Bupati/wali kota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
6. Gubernur atau Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran
terhadap usulan dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja.
7. Dalam hal tanggapan dan/atau saran sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) tidak dipenuhi dokumen final perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara
definitif.
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
yaitu sebagai berikut:
Orang perseorangan warga negara Indonesia.
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia.
Masyarakat adat.
2. Pemanfaatan pulau pulau kecil dan perairan diprioritaskan untuk
kepentingan sebagai berikut:
Konservasi.
Pendidikan dan pelatihan.
Penelitian dan pengembangan.
Budidaya laut.
Pariwisata.
Usaha perikanan kelautan dan industri perikanan secara lestari.
Pertanian organik.
Peternakan.
3. Untuk mendapatkan HP-3, para pemohon HP-3 wajib untuk
memenuhi 3 (tiga) persyaratan, antara lain:
Persyaratan teknis:
- Kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau rencana
Pengelolaan WP3K.
- Hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume
pemanfaatannya.
- Pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif usulan
atau kegiatan yang berpotensi merusak sumber daya pesisir
dan pulau pulau kecil.
Administratif:
- Penyediaan dokumen administratif.
- Penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau pulau kecil sesuai dengan daya
dukung ekosistem.
- Pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada
pemberi HP-3.
- Dalam hal HP-3 berbatasan dengan garis pantai, maka
pemohon wajib memiliki hak atas tanah.
Operasional:
- Memberdayakan masyarakat sekitar lokasi.
- Mengakui, menghormati, dan melindungi hak hak
masyarakat adat dan/atau masyarakat local.
- Memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan akses ke
sempadan pantai dan muara sungai.
- Melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami
kerusakan di lokasi HP-3.
4. Pemanfaatan pulau pulau kecil dan perairan kecuali untuk
konservasi , pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan, pemanfaatan pulau pulau kecil, pemohon wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Persyarataan pengelolaan lingkungan.
Memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat.
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
HP-3 tidak dapat diberikan pada Kawasan Konservasi, suaka
perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.
5. Jangka waktu HP-3 adalah 20 (dua puluh) tahun dimana dapat
diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali melalui 2 (dua) tahap masing
masing tahap perpanjangan berjangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan
dibebankan hak tanggungan. Pihak pihak yang mempunyai
wewenang berdasarkan UU WP3K sebagai berikut :
Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir
lintas provinsi dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan
Pesisir sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan,
dan Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota.
Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan
Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provinsi.
Larangan
UU WP3K melarang setiap orang secara langsung atau tidak langsung
melakukan kegiatan yang dapat merusak WP3K seperti menambang
terumbu karang atau mengambilnya dari kawasan konservasi, kegiatan
kegiatan yang dapat merusak mangrove di WP3K, dan lain lain.
Penyelesaian Sengketa
1. Penyelesaian sengketa dalam pengelolaan WP3K dapat dilakukan
melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Terhadap penyelesaian
sengketa di luar pengadilan tidak berlaku untuk tindak pidana
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
pengelolaan WP3K dimana dalam hal penyelesaiannya dapat
mengunakan pihak ketiga untuk membantu penyelesaian sengketa.
Hasil kesepakatan penyelesaian harus dibuat secara tertulis dan
mengikat para pihak.
2. Terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, apabila sudah
ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pengadilan
membebankan kewajiban kepada setiap orang dan/atau penanggung
jawab kegiatan yang telah merusak WP3K untuk melakukan dan
membayar biaya untuk rehabilitasi dan pemulihan kondisi WP3K.
Selain itu, hakim dapat menetapkan sita jaminan dan uang paksa
apabila keterlambatan pembayaran rehabilitasi dan pemulihan
kondisi WP3K. Masyarakat atau organisasi kemasyarakatan
(Ormas) dapat mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan. Ormas yang dapat mengajukan
gugatan apabila sudah memenuhi ketentuan organisasi
kemasyarkatan sesuai UU WP3K. Tuntutan oleh Ormas hanya sebatas
tuntutan untuk melakukan tindakan rehabilitasi dan pemulihan
kondisi WP3K tanpa ada tuntutan ganti rugi.
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerentanan
bencana.
8. Apabila kelalaian dari kegiatan tersebut sehingga mengakibatkan
kerusakan, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
9. Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta), untuk setiap Orang yang
karena kelalaiannya tidak melaksanakan kewajiban rehabilitasi
dan/atau reklamasi, dan melakukan kegiatan usaha di wilayah pesisir
tanpa hak dan/atau tidak melaksanakan kewajiban dari persyaratan
operasional, sesuai dengan ketentuan dalam UU WP3K
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
a. Setiap orang yang melakukan usaha perikan di bidang penangkapan,
pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki
SIUP.
b. Kewajiban memiliki SIUP, tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau
pembudidaya ikan kecil.
3 Peraturan Pemerintah Usaha perikanan terdiri dari:
Nomor 54 Tahun 2002 a. usaha penangkapan ikan; dan/atau
tentang Usaha b. usaha pembudidayaan ikan.
Perikanan Usaha pembudidayaan ikan meliputi jenis kegiatan:
a. pembudidayaan ikan di air tawar;
b. pembudidayaan ikan di air payau; dan/atau
c. pembudidayaan ikan di laut.
a. Perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Izin
Usaha Perikanan (IUP).
b. IUP diterbitkan untuk masing-masing usaha perikanan, dan berlaku
selama perusahaan melakukan kegiatan usaha perikanan.
c. Izin usaha bagi perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman
modal yang akan melakukan usaha penangkapan ikan, diterbitkan
berdasarkan Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM)
dan persyaratan lain di bidang penanaman modal.
d. Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat
daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis
alat penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan.
e. Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan yang berkaitan dengan
kegiatan pengangkutan ikan, dicantumkan daerah
pengumpulan/pelabuhan muat, pelabuhan pangkalan, serta jumlah
dan ukuran kapal perikanan.
f. Dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas
lahan atau perairan dan letak lokasinya.
4 Peraturan Menteri Minapolitan dilakukan berdasarkan asas:
Kelautan dan a. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat;
Perikanan Nomor b. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan
PER.12 / MEN / 2010 masyarakat; dan
tentang Minapolitan c. Penguatan peranan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat
maka bangsa dan Negara kuat.
Minapolitan dilaksanakan dengan tujuan:
a. Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan
dan perikanan;
b. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan
pengolah ikan yang adil dan merata; dan
c. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi di daerah.
Sasaran pelaksanaan Minapolitan, meliputi:
1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan
perikanan skala mikro dan kecil, antara lain berupa:
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
a. penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi,
pengeluaran rumah tangga, dan pungutan liar;
b. pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan efisien
untuk usaha mikro dan kecil;
c. penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah
bagi masyarakat;
d. pemberian bantuan teknis dan permodalan; dan/atau
e. pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi,
pengolahan, atau pemasaran produk kelautan dan perikanan.
2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan
skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain
berupa:
a. deregulasi usaha kelautan dan perikanan;
b. pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan
investasi;
c. penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-
tarif barriers);
d. pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran; dan
e. pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor
produk kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak
ekonomi regional dan nasional, antara lain berupa:
a. pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
wilayah;
b. pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di
daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal;
c. revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran
sebagai penggerak ekonomi masyarakat; dan
4. d. Pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di
sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran.
(1) Pengembangan kawasan minapolitan dilakukan secara terintegrasi,
efisien, dan berkualitas serta mendorong percepatan peningkatan
produksi, pengolahan dan/atau pemasaran.
(2) Pengembangan kawasan minapolitan dimulai dari pembinaan unit
produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran yang terkonsentrasi di
sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran di suatu kawasan
yang
a. diproyeksikan atau direncanakan menjadi kawasan minapolitan
yang dikelola secara terpadu.
Karakteristik kawasan minapolitan meliputi:
a. Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya,
seperti jasa dan perdagangan;
b. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas
ekonomi;
c. Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
kawasan dan daerah sekitarnya; dan
d. Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah
sekitarnya.
NO PERATURAN / KETERANGAN
REGULASI
(2) Rencana Induk paling sedikit memuat:
a. hasil kajian menyeluruh terhadap semua aspek utama
pengembangan kawasan minapolitan sebagai data dasar; dan
b. proyeksi arah, skenario, dan tahapan pengembangan kawasan
minapolitan dalam jangka menengah.
(3) Hasil kajian menyeluruh terhadap semua aspek utama
pengembangan kawasan minapolitan sebagai data dasar
sebagaimana memuat identifikasi:
a. Potensi kawasan minapolitan yang terdiri dari:
b. Kebijakan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah
dalam rangka sinkronisasi, integrasi, dan keterpaduan kebijakan;
c. Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah dalam rangka
konsistensi penerapan RTRW atau RZWP-3-K;
d. Faktor penghambat dan peluang; dan
e. Peluang kerjasama dengan pihak pihak berkepentingan
(4) Proyeksi arah, skenario, dan tahapan pengembangan kawasan
minapolitan dalam jangka menengah paling sedikit memuat:
a. strategi, arah kebijakan, dan pentahapan pengembangan
kawasan minapolitan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan, yang
dibagi ke dalam pencapaian sasaran kuantitatif dan kualitatif
setiap tahun;
b. setiap sasaran kuantitatif dan kualitatif per 5 (lima) tahunan,
disertai dengan indikator keberhasilan dan tolok ukur
pengembangan sektor dan produk unggulan secara terfokus,
dan pengembangan semua aspek utama di kawasan
minapolitan;
c. strategi, arah kebijakan, dan pentahapan pengembangan
kawasan minapolitan dikaitkan upaya mendorong pembangunan
kawasan di sekitarnya.
(5) Rencana Pengusahaan paling sedikit memuat:
a. proyeksi pengembangan hulu-hilir sektor dan produk unggulan;
b. informasi dan akses pasar;
c. akses permodalan;
d. akses teknologi; dan
e. prasarana dan sarana pendukung transportasi dan distribusi.
(6) Rencana Tindak paling sedikit memuat:
a. matriks rencana program dan kegiatan;
b. lokasi;
c. jadwal pelaksanaan;
d. instansi/pelaksana;
e. proyeksi kebutuhan pendanaan;
f. sumber pendanaan;
g. out put;
h. outcome; dan
i. indikator kinerja.
PROFIL KAWASAN
MINAPOLITAN
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR 4 -1
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
Selatan dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Brebes merupakan
kabupaten yang cukup luas di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayahnya adalah
dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung
Pojoktiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara terdapat pegunungan yang
merupakan bagian dari Gunung Slamet. Dengan iklim tropis, curah hujan rata-rata
18,94 mm per bulan.
Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat potensial untuk pengembangan produk
pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan
sebagainya. Pantai - pantai di Kabupaten Brebes merupakan tempat bermuaranya sungai
besar dan kecil, yang menyebabkan daerah pantainya makin bertambah ke
arah laut(prograding).Pantai di Brebes dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis pantai,
yaitu: pantai delta ( Delta Losari dan Pemali), pantai teluk ( Teluk Bangsri ) dan pantai
lurus ( Randusanga ). Berdasarkan tingkat perkembangan atau penambahan daerah
pantainya, pantai delta mengalami perubahan paling dinamis, diikuti oleh pantai teluk
kemudian oleh pantai lurus.
Pembagian zonasi pantai terdiri dari bagian barat mulai dari Losari (Prapag Kidul dan
Prapag Lor ), Teluk Bangsri sampai dengan sekitar muara sungai Nippon (Desa Sawojajar
dan Kaliwlingi) baik untuk pengembangan konservasi tanaman bakau (mangrove) yang
dapat berfungsi untuk pemulihan daya dukung lingkungan, sedangkan wilayah pantai
bagian timur mulai sebelah timur sungai kamal sampai dengan Pantai Randusanga Kulon
sangat baik untuk dikembangkan menjadi Kawasan Pelabuhan Antarpulau maupun
Kawasan Pariwisata Pantai.
Perairan daerah pantai bagian barat relatif dangkal, untuk mencapai kedalaman laut 5
meter berjarak lebih kurang 2.25 km dari garis pantai, sedang di perairan bagian timur,
kedalaman laut 5 meter, berjarak lebih kurang 1,4 km. Makin kearah lepas pantai
kedalaman laut berubah secara gradual (morfologi dasar lautnya landai) dengan pola garis
kontur tidak lagi mengikuti bentuk garis pantainya.
Wilayah pesisir pantai Kabupaten Brebes yang mempunyai panjang pantai 72,93 KM
yang meliputi 14 desa di 5 kecamatan memiliki potensi yang tak ternilai bagi masyarakat.
Perairan pantai tidak saja menjadi sumber pangan yang produktif, tetapi juga sebagai
gudang mineral, alur pelayaran, tempat rekreasi dan juga sebagai tangki pencerna bahan
buangan hasil kegiatan manusia. Besarnya sumber alam yang terkandung di dalamnya,
hayati maupun non hayati serta aneka kegunaan yang bersifat ganda merupakan bukti
yang tidak dapat disangkal, bahkan menjadi tumpuan harapan manusia dalam usahanya
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat di masa mendatang.
4.1.4. KEPENDUDUKAN
A. JUMLAH DAN PERTUMBUHAN
Penduduk kabupaten Brebes sebagian besar tinggal di daerah perdesaan, namun
demikian sering terjadi perpindahan dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan
(urbanisasi). Jumlah penduduk per kecamatan sangat bervariatif, distribusi penduduk
Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata, Tiga Kecamatan dengan penduduk
terbanyak adalah Kecamatan Bulakamba 162.529 jiwa (9,29%), Kecamatan Brebes
158.039 jiwa (9,05%), dan Kecamatan Wanasari sebanyak 141.191 jiwa (8,07%).
Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil adalah Kecamatan
Salem sebanyak 57.797 jiwa (3,31%).
Sedangkan bila dilihat dari pertumbuhan penduduk dari data penduduk Tahun 2008-
2012 tercatat terjadi fluktuatif. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Brebes
cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,22% per tahun, jika dirata-rata terjadi kenaikan
jumlah penduduk sebesar 1.080 jiwa, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dan grafik berikut ini.
TABEL: 4.1. JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN BREBES MENURUT KECAMATAN DAN JENIS
KELAMIN TAHUN 2012
Jumlah (Jiwa)
Kecamatan Jumlah %
Laki-Laki Perempuan
Salem 28.762 29.035 57.797 3,3%
Bantarkawung 43.141 45.135 88.276 5,0%
Bumiayu 47.942 48.744 96.686 5,5%
Paguyangan 49.345 48.346 97.691 5,6%
Sirampog 30.848 31.064 61.912 3,5%
Tonjong 32.942 33.141 66.083 3,8%
Larangan 70.631 68.733 139.364 8,0%
Ketanggungan 66.619 67.089 133.708 7,6%
Banjarharjo 60.005 59.656 119.661 6,8%
Losari 61.718 59.600 121.318 6,9%
Tanjung 47.363 45.669 93.032 5,3%
Kersana 28.975 29.419 58.394 3,3%
Bulakamba 82.266 80.243 162.509 9,3%
Wanasari 72.137 69.054 141.191 8,1%
Songgom 34.617 33.278 67.895 3,9%
Jatibarang 42.829 42.125 84.954 4,9%
Brebes 79.320 78.719 158.039 9,0%
Tahun 2012 879.460 869.050 1.748.510 100,0%
Tahun 2011 876.658 865.853 1.742.511
Tahun 2010 873.794 862.537 1.736.331
Tahun 2009 873.062 879.066 1.752.128
Tahun 2008 871.067 876.363 1.747.430
Sumber: Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.2. JUMLAH PENDUDUK TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN
2012
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
B. KEPADATAN
Jika dilihat dari kepadatan penduduknya Kecamatan Jatibarang menempati urutan
tertinggi dengan 2.415 jiwa/Km2, sedangkan kecamatan dengan kepadatan
penduduk terendah ada pada Kecamatan Salem yaitu 380 jiwa/km2. Lihat tabel dan
gambar berikut ini.
TABEL: 4.2. LUAS DAN KEPADATAN PENDUDUK TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN BREBES
TAHUN 2012
Luas Jumlah Kepadatan
Kecamatan
(Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
Salem 152,09 57.797 380
Bantarkawung 205 88.276 431
Bumiayu 73,69 96.686 1.312
Paguyangan 104,94 97.691 931
Sirampog 67,03 61.912 924
Tonjong 81,26 66.083 813
Larangan 164,68 139.364 846
Ketanggungan 149,07 133.708 897
Banjarharjo 140,26 119.661 853
Losari 89,43 121.318 1.357
Tanjung 67,74 93.032 1.373
Kersana 25,23 58.394 2.314
Bulakamba 102,93 162.509 1.579
Wanasari 74,44 141.191 1.897
Songgom 49,03 67.895 1.385
Jatibarang 35,18 84.954 2.415
Brebes 80,96 158.039 1.952
Tahun 2012 1662,96 1.748.510 1.051
Tahun 2011 1662,96 1.742.511 1.048
Tahun 2010 1662,96 1.736.331 1.044
Tahun 2009 1662,96 1.752.128 1.054
Tahun 2008 1661,17 1.747.430 1.052
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.4. KEPADATAN PENDUDUK TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012
C. KELOMPOK UMUR
Data berdasarkan kelompok umur akan memberikan gambaran terhadap besarnya
angkatan kerja pada usia produktif dan besaran akan usia harapan hidup manusia jika
dilihat dari besaran jumlah usia lanjut. di Kabupaten Brebes jumlah penduduk
menurut usia terbanyak pada usia produktif yaitu 10-44 tahun, sedangkan untuk usia
lanjut sejumlah 45.870 jiwa. Lihat tabel dan gambar berikut ini.
TABEL: 4.3. JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN USIA DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
0-4 91.404 86.872 178.276
5-9 102.993 96.449 199.442
10 - 14 105.181 98.740 203.921
15 - 19 99.951 90.684 190.635
20 - 24 74.236 76.309 150.545
25 - 29 70.524 71.942 142.466
30 - 34 61.229 62.017 123.246
35 - 39 57.945 59.854 117.799
40 - 44 51.524 50.349 101.873
45 - 49 41.813 40.916 82.729
50 - 54 36.708 35.726 72.434
55 - 59 24.990 26.038 51.028
60 - 64 25.064 29.491 54.555
65 - 69 14.956 18.735 33.691
70 + 20.942 24.928 45.870
Jumlah Thn 2012 879.460 869.050 1.748.510
Tahun 2011 876.658 865.853 1.742.511
Tahun 2010 873.794 862.537 1.736.331
Tahun 2009 873.062 879.066 1.752.128
Tahun 2008 871.067 876.363 1.747.430
Sumber: Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.5. JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN USIA DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012
Sumber: Hasil olahan dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.6. JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN SEKTOR PEKERJAAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN
2012
A. PERIKANAN
Sebagai salah satu daerah yang terletak dalam wilayah pantai utara Pulau Jawa,
Kabupaten Brebes mempunyai 5 wilayah kecamatan yang cocok untuk
mengembangkan produksi perikanan yakni Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung
dan Losari. Hasil produksi perikanan yang menonjol meliputi; bandeng, udang
windu, kepiting, rajungan, teri nasi, mujair dan berbagai jenis ikan laut yang lain. Hasil
produk perikanan ini oleh masyarakat setempat telah dikembangkan usaha
pembuatan Bandeng Presto Duri Lunak dan Terasi.
Sumber: Diolah dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.7. BANYAKNYA PRODUKSI DAN NILAI PRODUKSI PERIKANAN LAUT DI KABUPATEN
BREBES TAHUN 2009- 2012
TABEL: 4.5. BANYAKNYA PRODUKSI DAN NILAI PRODUKSI PERIKANAN LAUT MENURUT
TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012
TPI Banyaknya Produksi Nilai Produksi (Ribu Rp)
SAWOJAJAR 23.885 261.858
PULOLAMPES 487.593 1.327.055
KLUWUT 673.582 1.964.220
PENGARADAN 355.193 2.411.116
KRAKAHAN 212.042 2.060.329
KALIGANGSA 300 600
KALIWLINGI 7.443 115.620
PRAPAG KIDUL 421 13.700
PRAPAG LOR 1.254 26.420
KARANGDEMPEL 1.528 44.004
GRINTING 4.069 33.608
PESANTUNAN 9.330 87.500
1.776.640 8.346.030
Sumber: Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
Sumber: Diolah dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.8. BANYAKNYA PRODUKSI PERIKANAN LAUT MENURUT TEMPAT PELELANGAN IKAN DI
KABUPATEN BREBES TAHUN 2012
Sumber: Diolah dari Data Statistik Kabupaten Brebes (Bappeda & BPS), tahun 2013
GAMBAR : 4.9. BANYAKNYA PRODUKSI DAN NILAI PRODUKSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN BREBES
TAHUN 2012
TABEL: 4.8. LUASAN LAHAN SAWAH DAN BUKAN SAEAH DI KECAMATAN BREBES
Lahan Bukan
Desa/Kelurahan Luas Sawah Jumlah %
Sawah
Pemaron 140,50 57,50 198,00 2,45%
Kalimati 180,06 34,26 214,32 2,65%
Lembarawa 191,19 52,81 244,00 3,01%
Krasak 118,72 47,20 165,92 2,05%
Padasugih 128,00 30,00 158,00 1,95%
Wangandalem 90,62 29,45 120,07 1,48%
Terlangu 99,20 33,30 132,50 1,64%
Pulosari 86,88 81,12 168,00 2,08%
Brebes 83,89 222,11 306,00 3,78%
Gandasuli 64,40 70,60 135,00 1,67%
Banjaranyar 152,55 55,45 208,00 2,57%
Kaligangsa Kulon 200,00 53,00 253,00 3,12%
Kaligangsa Wetan 106,00 112,00 218,00 2,69%
Randusanga Wetan 12,00 508,00 520,00 6,42%
Randusanga Kulon 14,50 1.350,50 1.365,00 16,86%
Limbangan Wetan 263,22 159,00 422,22 5,22%
Limbangan Kulon 148,00 36,16 184,16 2,27%
Pasarbatang 297,62 220,38 518,00 6,40%
Sigambir 49,91 25,38 75,29 0,93%
Pagejugan 316,80 102,05 418,85 5,17%
Kedunguter 254,97 76,90 331,87 4,10%
Tengki 60,50 52,20 112,70 1,39%
Kaliwlingi 480,87 1.146,42 1.627,29 20,10%
Jumlah 3.540,40 4.555,79 8.096,19 100,00%
GAMBAR : 4.10. GRAFIK LUASAN LAHAN SAWAH DAN BUKAN SAWAH DI TIAP DESA/KELURAHAN KECAMATAN
BREBES
GAMBAR : 4.13. LUASAN POLA PENGGUNAAN LAHAN NON SAWAH DI KECAMATAN BREBES
GAMBAR : 4.14. GRAFIK JUMLAH PENDUDUK DI DESA RANDUSANGA KULON DAN LIMBANGAN WETAN
TABEL: 4.12. JUMLAH RUMAH TANGGA DAN KEPADATAN PENDUDUK TIAP DESA/KELURAHAN DI
KECAMATAN BREBES
Desa/Kelurahan Luas Desa/Kel Jml RT Penduduk Kepadatan (Jiwa/Km2)
Pemaron 1,98 1.217 4.887 2.468
Kalimati 2,14 890 2.949 1.378
Lembarawa 2,44 1.180 4.114 1.686
Krasak 1,66 1.772 6.183 3.725
Padasugih 1,58 1.640 5.887 3.726
Wangandalem 1,20 1.128 4.268 3.557
Terlangu 1,33 1.332 4.861 3.655
Pulosari 1,68 1.252 5.166 3.075
Brebes 3,06 5.767 21.641 7.072
Gandasuli 1,35 1.926 7.794 5.773
Banjaranyar 2,08 1.638 6.401 3.077
Kaligangsa Kulon 2,53 1.618 6.394 2.527
Kaligangsa Wetan 2,18 1.647 6.021 2.762
Randusanga Wetan 5,20 685 2.119 408
Randusanga Kulon 13,65 1.783 6.534 479
Limbangan Wetan 4,22 2.132 8.477 2.009
Limbangan Kulon 1,84 1.089 3.930 2.136
Pasarbatang 5,18 4.363 18.684 3.607
Sigambir 0,75 934 3.639 4.852
Pagejugan 4,19 2.307 9.522 2.273
Kedunguter 3,32 1.651 6.789 2.045
Tengki 1,13 1.422 5.405 4.783
Kaliwlingi 16,27 1.710 6.374 392
Jumlah 80,96 41.083 158.039 1.952
GAMBAR : 4.15. GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN PEKERJAAN DI DESA LIMBANGAN WETAN
DAN RANDUSANGA KULON
GAMBAR : 4.16. GRAFIK JUMLAH RUMAH DAN KONDISI BANGUNAN DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN
RANDUSANGA KULON
GAMBAR : 4.17. GRAFIK JUMLAH SARANA PENDIDIKAN DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA
KULON
GAMBAR : 4.18. GRAFIK JUMLAH SARANA KESEHATAN DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA
KULON
GAMBAR : 4.19. GRAFIK JUMLAH SARANA IBADAH DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA
KULON
TABEL: 4.14. JUMLAH TERNAK (KAMBING, BABI, ITIK/BEBEK DA AYAM) DI DESA LIMBANGAN WETAN
DAN RANDUSANGA KULON KEC BREBES
Ayam
Desa Kambing Babi Itik/Bebek
ras/telor/pedaging)
Randusanga Kulon 1137 4677 22483
Limbangan Wetan 260 25700 12800
TABEL: 4.15. JUMLAH INDUSTRI DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA KULON KEC BREBES
Industri Industri Industri
Desa Idustri RT Jumlah
Besar Sedang Kecil
Randusanga Kulon 0 0 10 10
Limbangan Wetan 1 1
GAMBAR : 4.20. GRAFIK PANJANG JALAN BERDASARKAN STATUS JALAN DI DESA LIMBANGAN WETAN
DAN RANDUSANGA KULON
GAMBAR : 4.21. GRAFIK JUMLAH PANJANG JALAN BERDASARKAN PERKERASAN JALAN DI DESA
LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA KULON
TABEL: 4.16. JUMLAH SARANA PASAR DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA KULON KEC
BREBES
Desa Pasar Umum Pasar Ikan Pasar Hewan
Randusanga Kulon
Limbangan Wetan 1
TABEL: 4.17. JUMLAH SARANA PEREKONOMIAN DI LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA KULON KEC
BREBES
Koperasi
Lumbung
Desa Toko/Kios/Warung KUD/BUUD Simpan BPR
Desa
Pinjam
Randusanga Kulon 25
Limbangan Wetan 300 1
TABEL: 4.18. JUMLAH SARANA HOTEL, WARUNG, WARNET DAN ANGKOT DI DESA LIMBANGAN WETAN
DAN RANDUSANGA KULON KEC BREBES
Rumah
Desa Hotel Warnet Angkot/Des
Makan/Warung
Randusanga Kulon 29
Limbangan Wetan 3
TABEL: 4.19. JUMLAH USAHA DI DESA LIMBANGAN WETAN DAN RANDUSANGA KULON KEC BREBES
Desa Usaha Peternakan Penggilingan Padi Rental
Randusanga Kulon 53 2
Limbangan Wetan 15 1
Rumput Laut jenis Gracylaria Verrucosa sedang dijemur. Pada bulan Jan - Mei 2011,
produksi rumput laut kering rata-rata di atas 500 ton/bulan. Aktivitas pada salah satu
gudang packing rumput laut.
Kesehatan
Kegiatan rutin Kader PKK setiap minggu terhadap balita untuk mengetahui
perkembangan gizinya dg cara menimbang berat badannya dan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT), termasuk pemeriksaan kesehatan lainnya
Pendidikan
SDN RANDUSANGA KULON
(jalan, sungai, kuburan). Desa Limbangan Wetan dianggap cocok sebagai daerah
peternakan bebek dikarenakan tanahnya tidak bergetar.
3. Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya Penduduk Desa Limbangan Wetan
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan registrasi penduduk yang dilakukan oleh pemerintah desa, jumlah
penduduk Desa Limbangan Wetan pada tahun 2012 seluruhnya mencapai 10.353
dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 5.050 orang dan penduduk
perempuan sebanyak 5.303 orang (Data Monografi Desa Limbangan Wetan Tahun
2012). Berikut disajikan tabel jumlah penduduk menurut kelompok umur secara
lengkap menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah penduduk
angkatan kerja usia 30-44 tahun yaitu mencapai 2.068 jiwa, jumlah penduduk
paling sedikit adalah kelompok umur 10-15 jumlah yaitu sebanyak 961 jiwa.
Artinya usia produktif tinggi terdapat pada penduduk usia 30-44 tahun mencapai
2.068 jiwa. Tingginya usia produktif ini berpengaruh terhadap ketersediaan
jumlah tenaga kerja di desa Limbangan Wetan. Mayoritas penduduk desa
Limbangan Wetan termasuk tenaga produktif langsung, artinya banyak penduduk
desa yang bekerja secara aktif terutama dalam bidang perdagangan dan pekerja
jasa. Ketersediaan tenaga produktif memudahkan pedagang dan penyedia jasa
dalam menjalankan kegiatannya termasuk dalam 48 hal urusan tenaga kerja.
Karyawan atau buruh pembuatan telur mudah dicari dan didapatkan dari
lingkungan terdekat.
Sosiokultural terbentuk dari dua kata, sosial dan kultural. Sosial berasal dari kata
Latin Socius yang berarti kawan atau masyarakat, sedangkan kultural berasal dari
Colere yang berarti mengolah. Colere berasal dari bahasa Inggris yaitu Cultur yang
diartikan sebagai segala daya upaya dan kegiatan manusia dalam mengubah dan
mengolah alam (Soekanto:1990). Masyarakat Limbangan Wetan pada umumnya
seperti masyarakat pesisir kebanyakan, menunjukkan beberapa ciri. Sikap
masyarakat cenderung lugas, spontan. Bahasa yang digunakan oleh penduduk
Limbangan Wetan adalah bahasa Jawa ngoko atau bahasa Jawa tingkat rendah.
Keseniannya relatif sederhana, simpel dan tidak rumit. Dalam kehidupan sosialnya
masyarakat Limbangan Wetan masih menerapkan sistem hidup gotong royong
dan kekeluargaan dalam berbagai hal. Masyarakat Limbangan Wetan lebih
menghormati tokoh-tokoh informal seperti kiyai atau tokoh masyarakat daripada
pejabat pemerintah. Corak keagamaan penduduk Limbangan Wetan cenderung
Islam puritan. Penduduk memiliki mobilitas cukup tinggi, terbiasa berdagang atau
berwirausaha. Cara hidup masyarakat Desa Limbangan Wetan sebagai bagian dari
orang Jawa pesisir cenderung boros, menyukai kemewahan dan suka pamer.
Dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah tidak suka berbelit-belit. Corak
berkehidupan sosialnya cenderung egaliter. Kebudayaan Pesisir masyarakat Desa
Limbangan Wetan dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan yang
dipunyai dan terjiwai oleh masyarakat Desa Limbangan Wetan sebagai
masyarakat pesisir, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan
yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan yang dihadapi, untuk mendorong, dan untuk menciptakan tindakan-
tindakan yang diperlukannya.
TAHUN ANGGARAN
2 0 1 4
PENYUSUNAN Mas ter Pla n
MINAPOLITAN PERIKANAN BUDIDAYA
LAPORAN AKHIR 1-5
Penyusunan Master Plan Minapolitan Perikanan Budidaya di Kabupaten Brebes
S ub bab ini membuat uraian mengenai analisis ekonomi awal untuk menjadi landasan
Pengembangan Kawasan Minapolitan yang berkelanjutan. Analisis ekonomi terdiri
dari analisis ekonomi daerah secara keseluruhan, analisis ekonomi terkait dengan
pengembangan sector dan subsector basis tanaman pangan, tanaman perkebunan dan
perikanan serta pengembangan pusat destinasi pariwisata. Selain itu disajikan pula
analisis yang terkait dengan sektor pendukung yang terdiri dari kelistrikan, sarana dan
prasarana transportasi dan penyediaan air.
TABEL: 5.1. PERKEMBANGAN PDRB KABUPATEN BREBES MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN
DARI TAHUN 2008 2012
SEKTOR/SUBSEKTOR 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 5,894,820.70 6,442,861.07 7,722,700.46 8,564,456.08 9,188,392.28
Pertumbuhan 9.30 19.86 10.90 7.29
Pertambangan & Penggalian 130,165.24 155,343.83 178,013.78 202,924.21 221,262.99
Pertumbuhan 19.34 14.59 13.99 9.04
Industri Pengolahan 1,208,034.97 1,530,865.63 1,726,901.05 2,001,381.61 2,232,755.88
Pertumbuhan 26.72 12.81 15.89 11.56
Listrik, Gas Dan Air Bersih 96,648.44 107,914.77 132,090.72 142,899.31 157,832.99
Pertumbuhan 11.66 22.40 8.18 10.45
Bangunan 245,257.27 308,538.31 310,808.21 338,984.51 384,431.99
Pertumbuhan 25.80 0.74 9.07 13.41
Perdagangan, Hotel & Restoran 2,316,984.50 2,518,885.78 2,904,838.87 3292615.12 3,753,817.70
Pertumbuhan 8.71 15.32 13.35 29.23
Pengangkutan Dan Komunikasi 431,199.44 510,386.21 589,844.14 668,152.03 753,942.56
Pertumbuhan 18.36 15.57 13.28 12.84
Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 307,006.52 367,417.82 390,018.16 443,258.65 496,755.98
Pertumbuhan 19.68 6.15 13.65 12.07
Jasa-Jasa 503,920.58 590,303.29 674,714.29 772,209.88 837,612.27
Pertumbuhan 17.14 14.30 14.45 8.47
Jumlah 11,134,037.66 12,532,526.01 14,629,949.54 16,426,892.30 18,026,811.93
Pertumbuhan 12.56 16.74 12.28 9.74
Sumber : Data Statistik Kabupaten Brebes 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2008 sd tahun
2012) bahwa PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Brebes dari tahun ke tahun terus
mengalami kenaikan, walau peningkatan tertinggi di tahun 2010 dan tahun 2011 menurun
12,28% dan tahun 2012 menurun lagi hanya 9,74%.
Sumbangan terbesar terhadap PDRB masih didominasi oleh sektor pertanian,
perdagangan (termasuk hotel dan restoran), serta sektor jasa. Kontribusi sektor lain,
seperti sektor listrik dan air minum, serta bank dan lembaga keuangan lainnya, terhadap
PDRB Kabupaten Brebes masih sangat kecil. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi, apalagi
untuk sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang akan sangat berpengaruh
untuk mengembangkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Brebes dalam
meningkatkan iklim usaha, baik di tingkat pengusaha kecil maupun menengah.
Persentase distribusi PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku di
Kabupaten Brebes dapat dilihat pada tabel di bawah. Berdasarkan Tabel Rata-rata
persentase sumbangan tiap sektor usaha terhadap PDRB dari tahun ke tahun mengalami
penurunan, termasuk sektor pertanian. Persentase penurunan paling besar terjadi pada
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2011, yakni mengalami penurunan
sebesar 9,96 % dari 19,86 % pada tahun 2010 turun menjadi 10,90 % pada tahun 2011,
bahkan pada tahun 2012 masih mengalami penurunan menjadi hanya 7,29 %.
Menurunnya andil sektor pertanian bukan berarti sektor tersebut tidak mengalami
pertumbuhan, akan tetapi pertumbuhannya cenderung melambat dan kalah cepat
dengan sektor-sektor lain, misalnya Perdagangan, Hotel & Restoran. Sektor perdagangan,
hotel & Restoran pada tahun 2012 mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup
pesat sebesar 15,88 % dari pertumbuhan sebesar 13,35 % pada tahun 2011 naik menjadi
29,23 % pada tahun 2012.
Terlihat bahwa sector pertanian selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan. Sektor
Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel & Restoran, Pengangkutan & Komunikasi dan
Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan mengalami peningkatan dan jasa-jasa
mengalami peningkatan. Sektor Pertanian, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan
air bersih, bangunan dan jasa-jasa mengalami sedikit penurunan.
PDRB perkapita Kabupaten Brebes juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Perubahan PDRB perkapita masyarakat menurut harga berlaku pada tahun 2010 sebesar
Rp. 146,363,968.98,-, pada tahun 2011 menjadi Rp. 164,914,268.90- ; sementara pada
tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 179,758,177.92,-. Namun demikian angka ini masih
sangat kurang ketika melihat kontribusi PDRB Kabupaten Brebes terhadap pembentukan
PDRB Jawa Tengah yang hanya menyumbang sebesar rata-rata 8,34 % pertahun. Hal ini
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
TABEL: 5.3. KONTRIBUSI PDRB KABUPATEN BREBES TERHADAP PDRB JAWA TENGAH PERIODE
TAHUN 2008 2012
Kondisi perekonomian Kabupaten Brebes dapat juga dilihat dari laju inflasi dimana laju
inflasi Kabupaten Brebes dari data yang diperoleh selama ini, selama kurun waktu 5 tahun
dari tahun 2008 2012 bersifat fluktuatif namun cenderung menurun yaitu 11,81 % pada
tahun 2008 inflasi turun menjadi 4,25 % pada tahun 2009, kemudian mengalami kenaikan
meskipun cukup kecil menjadi 6,04 % pada tahun 2010. Pada tahun 2011 mengalami
penurunan yang cukup tajam menjadi 3,09 % pada tahun 2011 dan pada tahun 2012
mengalami kenaikan menjadi 4,61 %. Tingkat inflasi ini jika dibandingkan dengan inflasi
Jawa Tengah masih relatif seimbang dimana inflasi jawa tengah juga mengalami fluktuasi
yang hampir sama dengan yang dialami Brebes. Inflasi yang terjadi di Kabupaten Brebes
tahun 2009 sd 2012 masih pada level aman yaitu satu digit.
TABEL: 5.4. INFLASI KABUPATEN BREBES DIBANDINGKAN DENGAN INFLASI JAWA TENGAH
PERIODE TAHUN 2008 2012
TAHUN INFLASI BREBES INFLASI JATENG PROSENTASE
2008 11.81 10.34 (1.47)
2009 4.25 3.19 (1.06)
2010 6.04 7.11 1.07
2011 3.09 2.87 (0.22)
2012 4.61 4.85 0.24
Sumber : Data Statistik Kabupaten Brebes 2013
Inflasi Kab. Brebes dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2008 - 2012) terjadi konjungtur
atau fluktuasi. Pada tahun 2008 inflasi sebesar 11,81 mengalami penurunan pada tahun
2009 menjadi 4,25, kemudian mengalami kenaikan kembali pada tahun 2010 menjadi 6,09
atau naik sebesar 1,84 persen. Pada tahun 2011 inflasi mengalami penurunan kembali
menjadi 3,09 dan pada tahun 2012 terjadi kenaikan meskipun tidak terlalu besar. Inflasi
pada 4 tahun terakhir masih menunjukkan kondisi yang cukup baik dimana inflasi masih
dibawah 6 persen. Dalam hal ini Kabupaten Brebes berdasarkan data Statistik Tahun 2012
yang digambarkan pada Tabel 4.8. jumlah penduduk miskin Brebes mencapai 364.900
jiwa. Hal ini menjadikan pula Kabupaten Brebes sebagai daerah dengan penduduk miskin
terbanyak di Provisi Jawa Tengah. Pada tahun tahun 2008 hingga 2009 kemiskinan di
kabupaten Brebes cukup stabil yaitu Sebanyak 4.593.000 jiwa atau sebesar 25,98 persen
dan selanjutnya pada tahun 2010 hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin dan tingkat
Kecamatan Jatibarang tampak mengungguli semua kecamatan dan disusul kemudian oleh
Kecamatan Paguyangan.
Dari distribusi PDRB-ADHB menurut kecamatan tampak bahwa Kecamatan Paguyangan
mempunyai kapasitas ekonomi yang paling tinggi di Kabupaten Brebes, menyusul
kemudian Kecamatan Brebes, Kecamatan Bumiayu, Kecamatan Bulakamba, dan kemudian
Kecamatan Tanjung.
TABEL: 5.7. PERTUMBUHAN EKONOMI PER KECAMATAN TAHUN 2009 2012
KECAMATAN 2009 2010 2011 2012
Salem 10.90 18.28 11.59 7.97
Bantarkawung 10.41 18.62 11.40 7.83
Bumiayu 11.49 16.20 12.14 10.33
Paguyangan 17.28 16.00 13.28 9.53
Sirampog 12.21 18.08 11.81 8.20
Tonjong 12.10 18.01 11.80 8.34
Banjarharjo 11.49 17.60 11.56 8.32
Jatibarang 19.08 16.69 13.87 9.37
Ketanggungan 11.07 16.59 12.05 9.96
Kersana 15.21 14.76 12.66 9.87
Larangan 10.70 18.08 11.63 8.57
Songgom 11.49 18.17 11.52 8.23
Losari 10.54 17.72 11.55 8.55
Tanjung 12.26 15.53 12.95 11.26
Bulakamba 11.40 16.87 12.08 9.81
Wanasari 11.41 16.24 12.27 11.03
Brebes 12.73 14.79 12.68 12.23
Kab. Brebes 12.56 16.74 12.28 9.67
Sumber : Data Statistik Kabupaten Brebes, Thn 2013
Bila dilihat secara kewilayahan, maka Wil. Brebes Utara mendominasi 35,57 % ekonomi
Kab Brebes secara keseluruhan, kemudian Wil. Brebes Selatan 35,45 % dan Wil. Brebes
Tengah sebesar 28,98 %
sebagai petani. yang didominasi oleh tanaman bahan makananan, seperti padi
ladang, jagung, ubi kayu dan kacang kedelai.
Komoditas tanaman buah semusim yang menjadi unggulan adalah mangga,
rambutan, durian, sawo . Nilai LQ dari masing-masing komoditas ini lebih dari satu,
sehingga komoditas ini menjadi unggulan di Kabupaten Brebes. Komoditas tanaman
sayur yang menjadi unggulan adalah bawang merah, bawang putih, c a b e, kentang,
kubis dan buncis.
B. PERIKANAN
Dalam rangka pengembangan pembangunan berkelanjutan, analisis sektor perikanan
selama ini adalah sebagai berikut. Berdasarkan proporsi sub sektor perikanan
merupakan sub sektor yang memberikan sumbangan kedua setelah tanaman pangan
terhadap pembentukan PDRB Sektor Pertanian. Pada Tahun 2012 perikanan
menyumbang sebesar 43,52% terhadap sektor pertanian dan merupakan mata
pencaharian dominan dan utama masyarakat Brebes yang didukung olah wilayahnya
yang berkarakteristik agraris pesisir.
C. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN PERHOTELAN SERTA
JASA-JASA
Sektor industri kecil memiliki nilai pertumbuhan yang tidak besar dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 15,9%, selanjutnya tahun
2012 mengalami peningkatan pertumbuhan 11,6%. Demikian juga dengan sektor
perhotelan, memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Pertumbuhan pada tahun 2011
hanya sebesar 13,3%, pada tahun 2012 memiliki angka pertumbuhan 14%.
Sektor jasa-jasa yang didalamnya terdapat jasa pemerintahan, jasa sosial
kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumah tangga,
pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan pesat sebesar 14,45% namun kembali
turun hingga mencapai 9,47 % pada tahun 2012. Sektor jasa yang merupakan sektor
tersier sangat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan pada subsektor primer maupun
sekunder.
Sektor perdagangan, restoran dan hotel tumbuh relatif stabil dari tahun ke tahun
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13,65%. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran merupakan sektor yang dibentuk oleh sektor primer.
jambu mete, kakao, kapas, kapuk, kapulogo, kelapa dalam, kelapa deres,
kelapa hibrida, kopi robusta, lada melinjo, nilam, panili, tebu, dan teh
c Subsektor Perikanan : Budidaya ikan (laut dan tambak), pengolahan perikanan
tangkap, cold storage, budidaya rumput laut dan bibit rumput laut
d Subsektor Peternakan : budidaya ternak itik, ayam broiler, ayam ras, sapi
potong.
e Industri Pengolahan : Industri bawang goreng; Industri pengolahan rumput
laut; Industri pakan ternak; Industri minyak atsiri nilam; Industri keramik;
Industri pengolahan perikanan laut dan darat (cold storage, pengalengan,
pegolahan ke industri hilir); Industri garam beryodium; Industri rebana;
Industri batik; Industri telur asin
f Perdagangan, Hotel, Restoran : Perdagangan besar dan kecil (pengecer) serta
pasar tradisional; Hotel, restoran, rumah makan dan obyek wisata bahari
Brebes (Randusanga) , Pandansari (Kaligua, Telaga Renjeng, Makan Mbah Joko,
dll).
1) Bobot (%) ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama seluruh tim dan jumlah
total bobot masing-masing faktor internal (S-W) = 100 % atau 1. Demikian pula
jumlah bobot faktor eksternal (O-T) = 100 % atau 1.
2) Rating ditetapkan dengan skala 1 s/d 10 yang berisi pernyataan sikap/ dukungan/
kecenderungan dari setiap responden atas isu-isu dalam setiap fakor yang
dianalisis.
3) Score adalah hasil perkalian antara bobot dengan rating.
4) Jumlah total score masing-masing faktor (S-W-O-T) merupakan titik koordinat yang
nantinya dipetakan dalam salib sumbu kartesius dengan 4 kuadran. Hasilnya
dipetakan dalam sumbu X (faktor internal) dan sumbu Y (faktor eksternal) sehingga
akan diketahui posisi usaha ekonomi kreatif yang dianalisis.
5) Hasil perhitungan analisis SAP kemudian dikonfirmasikan dengan tabel di bawah ini.
TABEL: 5.11. NILAI BERBOBOT DAN KATEGORI
Nilai Terbobot Kategori
1,0 - 2,0 Sektor/sub sektor weak
2,1 - 4,0 Sektor/sub sektor tenable
4,1 - 6,0 Sektor/sub sektor favorable
6,1 - 8,0 Sektor/sub sektor strong
8,1 - 10,0 Sektor/sub sektor dominant
PELUAN G
Rendah Tinggi
Kwadran I Kwadran II
Tinggi
pangan
Sub sektor Sub sektor 2. Subsektor
Stagnan Ideal perkebunan
3. Subsektor perikanan
Sumber : Data primer diolah, 2014
2) Teh Prenjak, Industri galangan kapal dan Industri pengalengan & pengawetan ikan
berada pada kwadran II. Posisi bersaing subsektor ini menggambarkan pengusaha
menghadapi peluang pasar yang sangat besar tetapi dilain pihak menghadapi
permasalahan eksternal yang tinggi pula.
PELUAN G
Rendah Tinggi
Kwadran II 1. Subsektor
Kwadran I peternakan
Tinggi
2. Subsektor industry
Sub sektor Sub sektor pengolahan
ANCAMAN
pengukusan
pemasaran
pemasaran
C. ABON IKAN
Abon sebagai salah satu produk industri pangan, memiliki standar mutu yang telah
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian yang tercantum dalam Standar Industri
Indonesia (SII) 0368-85) (Fachruddin, 1997).
Abon umumnya memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dapat dikonsumsi
sebagai makanan ringan atau sebagai lauk pauk. Abon memiliki umur simpan yang
relatif lama karena berbentuk kering. Cara pengolahan yang baik, abon dapat
disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu. Prinsip cara
membuat berbagai jenis abon sama, prosedur umum yang dilakukan dimulai dari
penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan, pencabikan atau
penghancuran, penggorengan, penirisan minyak, dan pengemasan.
Diagram alir proses pembuatan abon ikan menurut Direktorat Jendral Perikanan
(1995) terlihat sebagai berikut:
Ikan
Perebusan
Pencabikan
Penggorengan
Pengepresan
Pengepakan
1. POTENSI :
Lahan perairan yang digunakan sebagai lokasi usaha budi daya rumput laut pada
kajian ini adalah rata-rata seluas 2,407 m2. Lokasi lahan perairan untuk usaha budi
daya rumput laut tidak terlalu jauh dari tempat tinggal penduduk sehingga
memudahkan dalam hal pemantauan.
Agribisnis rumput laut termasuk di dalamnya industri pengolahan rumput laut
menjadi tepung karaginan sebagaimana bisnis berbasis hasil pertanian lainnya.
Hal ini memerlukan keterkaitan yang erat antara hulu (up stream) dan hilir (down
stream). Hal ini dikarenakan pada tingkat hulu (nelayan) memiliki keahlian dan
kemauan dalam berproduksi dan keterbatasan dalam mengakses pasar dan
teknologi. Sementara itu di tingkat hilir, dalam hal ini pemilik pabrik, memiliki
kekuatan dalam hal teknologi dan akses pasar, namun membutuhkan kontinuitas
dalam ketersediaan bahan baku.
Wilayah Kabupaten Brebes merupakan wilayah sentra pengembangan budidaya
rumput laut telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini didukung dengan potensi
lahan yang tersedia untuk pengembangan budidaya rumput laut yang sangat luas,
Jenis rumput laut yang umumnya dibudidayakan dan diproduksi di Kabupaten
Brebes adalah Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kegiatan budidaya
rumput laut jenis Eucheuma sp ini mudah dilaksanakan, karena masih
menggunakan teknologi sederhana atau alat tradisional dalam proses penanaman
hingga panen. Sebagian besar masyarakat pesisir Kabupaten Brebes bekerja
sebagai petani rumput laut, sehingga mengakibatkan produksi rumput laut
menjadi semakin meningkat.
Kegiatan petani yang selama ini dilakukan adalah budidaya rumput laut sebagai
bentuk usaha tani yang hasil panennya dikeringkan, kemudian dijual.
Permasalahan yang terjadi bahwa keberadaan koperasi tani dan nelayan selama
ini sebagai lembaga masyarakat belum mampu mengakses pasar. Pada waktu
musim panen rumput laut basah dan kering terjual melalui pedagang pengumpul
dengan harga yang tidak stabil. Harga ini ditentukan oleh pengumpul, karena
petani belum mempunyai bargaining power dalam penentuan harga jual, namun
masyarakat petani tetap berupaya menanam rumput laut dengan harapan bahwa
suatu saat rumput laut dapat terjual dengan harga yang diinginkan oleh petani.
Hal ini tentunya juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah daerah terhadap
pengembangan pengolahan tepung karaginan, sehingga nantinya dapat menjadi
produk unggulan
2. PROSPEK PASAR :
Kondisi tingkat penawaran rumput laut di tingkat dunia yang belum mampu
memenuhi permintaan yang ada. Hal demikian juga terjadi di Indonesia,
kemampuan produksi yang ada masih kecil dibanding permintaan. Penawaran
suatu produk selalu berada pada posisi sebatas kemampuan kapasitas produksi.
Pada tahun 2005 permintaan rumput laut dunia mencapai 260.571.050 ton berat
kering sementara Indonesia hanya mampu memenuhi sejumlah 300.000 ton berat
kering. Jadi penawaran rumput laut masih jauh dari kebutuhan atau permintaan.
Kondisi industri hilir rumput laut di Indonesia saat ini tergolong minim dan
penyebarannya masih terkonsentrasi di beberapa kota besar seperti Surabaya,
Makassar dan Jakarta. Minimnya industri hilir dalam negeri, secara kalkulasi
merugikan, terutama bagi industri hulu yang mayoritas berada di Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Akselerasi industri hulu yang tinggi tidak diimbangi dengan
pengembangan industri hilir, sehingga secara simultan mendorong orientasi
pemasaran (domestik/ekspor) dalam bentuk bahan mentah.
3. KELAYAKAN TEKNIS
Rumput laut (Euchema cottoni) direndam dalam air tawar selama 12 - 24 jam,
kemudian dibilas dan ditiriskan. Rumput laut (Euchema cottoni) direndam kembali
dalam air kapur selama 2 3 jam. Rumput laut (Euchema cottoni) dicuci kembali
dan dibilas menggunakan air sampai bersih. Euchema cottoni dikeringkan dalam
oven suhu 80oC selama 4 jam. Euchema cottoni diblender menjadi butiran kecil
dan dilakukan pengayakan. Euchema cottoni yang diekstraksi lolos saringan 90
mesh. Timbang Euchema cottoni 200 gr, masukkan dalam ekstraktor,
Mengekstraksi pada suhu 90 95 oC menggunakan larutan NaOH dengan
konsentrasi tertentu selama 2 jam. dengan perbandingan pelarut dan bahan baku
20 ml : 1 gr. Hasilnya disaring dan filtratnya ditambahkan HCl hingga pH-nya netral
(pH 7). Proses pemutihan (bleaching) bila diperlukan. Filtrat yang pH-nya sudah
netral ditambahkan pengendap dengan perbandingan tertentu dan diaduk-aduk
kemudian dibiarkan selama 15 menit. Endapan disaring kemudian dikeringkan,
lalu hasilnya ditimbang.
Melalui proses pembuatan keragenan tersebut perlu pendampingan dalam proses
pengolahan, walau tampak sederhana.
potensi pendanaan dan teknologi yang perlu diproduktifkan, dengan demikian melalui
kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan swasta atau masyarakat dapat memberikan
nilai tambah dan keuntungan kedua belah pihak.
Kerjasama antara pemerintah daerah dan swasta tidak hanya akan dapat memberikan
keuntungan berupa uang, tetapi juga merupakan strategi diversifikasi resiko, dimana
dengan kerjasama ini resiko Pemerintah Daerah menjadi kecil atau bahkan tanpa ikut
menanggung resiko sama sekali.
Kerja sama Pemerintah daerah dengan swasta idealnya didasarkan pada win-win solution
partnership, artinya kerjasama tersebut dilakukan dengan kesadaran dari dua belah pihak
atas keuntungan timbal balik yang akan dihasilkan dalam kerjasama tersebut. Pemerintah
Daerah dalam pengertian kerja sama yaitu Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya
BUMD/ Perusahaan Daerah. Oleh karena itu perusahaan daerah mempunyai peluang
untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha melalui kerjasama dengan pihak swasta.
Dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Brebes, bentuk kemitraan yang akan
dilakukan adalah kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga. Kemitraan
ini dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
langsung oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang
dimiliki.
Selanjutnya untuk dapat mencapai sasaran secara optimal, maka pilihan untuk melakukan
kerjasama perlu diletakkan dalam suatu kerangka strategis. Sebagaimana dilakukan oleh
perusahaan dalam rangka menjalin kerjasama strategis untuk mengembangkan bisnisnya.
Kerangka pikir yang biasa dipakai adalah menggunakan model manajemen strategis.
HARGA SATUAN
NO. URAIAN VOLUME SATUAN BIAYA (Rp.)
(Rp.)
1 Jalan Produksi Tambak ( 3 x 2000 m ) 2000 m 525,000 1,050,000,000
Pelebaran Jalan Desa ( 2 m x 1,8 km ) 3200 m 525,000 1,680,000,000
2 Gang permukiman 0 m 525,000 -
3 Drainase tambak ( 1,5 km x 3 m ) 1500 m 500,000 750,000,000
4 Irigasi Pertanian 0 m 125,000 -
5 Bantuan WC 0 unit 1,500,000 -
6 Los Pasar Ikan 0 m2 2,000,000 -
7 Jaringan Listrik Tambak 2000 m 20,000 40,000,000
8 Talud Kanal Tambak 0 m 150,000 -
9 Tanggul Kali Pantai 0 m 2,500,000 -
10 Penahan Abrasi 0 m 2,500,000 -
11 Wisata
- Saung 0 -
- Tempat parkir 0 -
- WC 0 -
- Warung 0 -
JUMLAH 3,520,000,000