Anda di halaman 1dari 17

Bab ini memuat tentang Apresiasi dan Inovasi dari Perusahaan CV.

Artha
Gemilang

Engineering

sebagai

salah

satu

persyaratan

dalam

dokumen

penawaran untuk pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)


Kecamatan Japah yang diadakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora
Tahun Anggaran 2016.
7.1.

APRESIASI DAN INOVASI UNTUK RDTR KECAMATAN JAPAH

7.1.1.Apresiasi
Berdasarkan Perda nomor 18 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Blora
Tahun 2011 2031 menyebutkan bahwa

Perkotaan Japah termasuk kedalam PPK. Pusat

Pelayanan

Kawasan

disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani

kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.


Kecamatan Japah termasuk kedalam sistem perdesaan PPL. Pusat Pelayanan
Lingkungan disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala antar desa.


Kecamatan Japah dilalui jaringan jalan sekunder yaitu ruas Pati Blora yang

merupakan jalan provinsi


Japah dilalui jaringan trayek angkutan penumpang perkotaan dan perdesaan

di perkotaan Blora, meliputi:


- Blora Ngawen Japah Ngawen Kunduran
- Blora Ngawen Japah Todanan
- Blora Ngawen Japah Ngawen Kunduran Todanan
Japah dilalui jaringan trayek angkutan penumpang di Perkotaan Ngawen
melalui Banjarejo Ngawen Japah

7-1

Ruas

pengembangan jalan di daerah


Lapangan Diponegoro yang berada di Kecamatan Japah merupakan salah

satu rencana pembangunan lapangan minyak dan gas bumi


Pemanfaatan sumber-sumber air baku permukaan dan

jalan

Japah

Kalinanas

merupakan

salah

satu

dari

rencana

air

tanah

mancakup pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana


dan prasarana pengelolaan air baku untuk air minum berupa pembangunan

Waduk Randugunting Kecamatan Japah


Kecamatan Japah merupakan salah satu dari kawasan resapan air, kawasan
sempadan sungai, ruang terbuka hijau, kawasan rawan longsor, kawasan
rawan kekeringan, kawasan hutan rakyat, kawasan tanaman pangan,
kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan pertanian pangan
berkelanjutan,

kawasan

perkebunan,

kawasan

peternakan,

kawasan

peruntukan pertambangan mineral,


Mata air Kalinanas termasuk ke dalam kawasan sempadan mata air yang

berada di Desa Kalinanas


Kecamatan Japah dalam fungsinya sebagai perwilayahan pembangunan
dalam wujud fungsi agrobisnis dan pertanian

7.1.2.Inovasi
Konsultan setelah memahami RTRW Kabupaten Blora beserta karakter
wilayahnya selanjutnya dapat disusun konsep pengembangan wilayah seperti
yang ditampilkan pada subab dibawah ini.
7.2.1.2.

Analisis Permukiman di Kawasan Rawan Bencana

Kondisi fisik kelerengan di Kecamatan Japah sangat beragam, dari peta


kita dapat mengetahui bahwa didalam wilayah Kecamatan Japah terdapat
kelerengan dari 0% hingga diatas 40%. Kondisi kelerengan datar (0-2%) berada
pada

bagian

tengah

dan

selatan

kecamatan,

meliputi

Desa:

Bogorejo,

Pengkolrejo, Ngrambitan, Harjowinangun, Tengger dan sebagian Desa: Krocok,


Beganjing, Japah, Padaan, Bogem Wotbakah dan Tlogowungu. Sedangkan untuk
kelerengan landai (2-5%) hanya berada di sebagian Desa Wotbakah. Gambaran
mengenai kondisi kelerengan di Kecamatan Japah ditampilkan pada peta
dibawah ini.

7-2

Peta 7.1.
Kelerengan Kecamatan Japah

Sumber: Penyusun, 2016

Berdasarkan ketentuan penggunaan lahan yang diperuntukan sebagai


kawasan permukiman, maka kelerengan yang diijnkan maksimal adalah 25 %.
Kawasan permukiman yang berada pada kelerengan diatas 25% akan rawan
terkena bencana alam longsor. Konsultan telah melakukan analisis awal tentang
kawasan permukiman di Kecamatan Japah yang berada pada kelerengan diatas
25% dengan cara melakukan tumpang tindih ataua overlay antara Peta
Kelerengan dengan Peta Sebaran Kawasan Permukiman. Hasi dari overlay
tersebut ditampilkan pada peta dibawah ini.
Pada peta tersebut dapat kita lihat bahwa terdapat kawasan permukiman
yang berada pada kelerengan 15-40% yaitu di Desa Gaplokan. Kawasan
permukiman ini berada pada kawasan rawan bencana tanah longsor. Tindakan
pencegahan yang dapat diberikan adalah dengan membatasi perkembangan
permukiman baru dan jika memungkinkan dilakukan relokasi penduduk pada
kawasan yang lebih aman. Selama kegiatan relokasi belum bisa dilakukan maka
perlu dilakukan tindakan sosialisasi tentang bahaya tanah longsor disertai

7-3

dengan tindakan pencegahan dan tindakan tanggap darurat longsor, selain itu
juga perlu disosialisasikan cara melestarikan alam pada kelerengan diatas 15 %
agar bahaya longsor dapat dihindari.
Peta 7.2.
Overlay Kelerengan dan Kawasan Permukiman

Sumber: Penyusun, 2016

7.2.1.3.

Analisis Orientasi Kecamatan Japan terhadap Kabupaten

Blora
Kecamatan Japah ditinjau dari letak orientasinya berada pada bagian
utara Kabupaten Blora dan berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan
Kabupaten Pati (dapat dilihat pada gambar dibawah). Kecamatan Japah dilalaui
oleh Jalan Provinsi yang menghubungkan antara:
-

Blora Tunjungan - Ngawen Japah Todanan Pati


Grobogan Ngawen Japah Tofanan Pati
Fakta tersebut menjadikan Kecamatan Japah berada pada letak yang

strategis karena berada tiga kutub pertumbuhan (Growth Pole), yaitu: Blora
Pati dan Grobogan (dapat dilihat pada gambar dibawah). Namun ditinjau dari
data BPS bahwa seluruh desa di Kecamatan Japah termasuk Desa Tertinggal dan
7-4

itu dapat disebabkan karena Kecamatan Japah tidak memiliki sektor-sektor


unggulan

yang

dapat

membawa

kemajuan

bagi

perkembangan

pembangunan kawasan.
Gambar 7.1.
Orientasi Kecamatan Japah Diantara Tiga Kutub Pertumbuhan

Sumber: Penyusun, 2016

7-5

dan

Gambar 7.2.
Orientasi Kecamatan Japah terhadap Arah Pergerakan Regional

7-6

7.3. APRESIASI DAN INOVASI UNTUK KLHS KECAMATAN JAPAH


7.3.1.Kaidah Pelaksanaan KLHS

7-7

7.3.2.Ranah KLHS untuk Indonesia

7.3.3.Perbedaan KLHS dan AMDAL Berdasarkan Atribut

7-8

7.3.4.Obyek KLHS

7.3.5.Tipologi KLHS

7-9

7.3.6.Tahapan Pelaksanaan KLHS

Penjelasan dari gambar diatas adalah sebagai berikut:


7.3.6.2.

Penapisan

Penapisan

merupakan

tahapan

awal

dalam

pelaksanaan

Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Tahapan penapisan yaitu tahapan KLHS


yang mengidentifikasi
kebijakan,

apakah

rencana, dan/atau

perlu

program

dilakukan
(KRP).

KLHS

Proses

terhadap

penapisan

suatu

dilakukan

oleh pembuat KRP dengan didukung pendapat ahli. Selain itu penapisan
dapat

dilakukan

berdasarkan

hasil kajian ilmiah serta melalui konsultasi

dengan instansi lingkungan hidup dan instansi terkait lainnya.


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkuan
Pemerintah
melaksanakan
dilakukan

Hidup

(PPLH)

Pasal

15,

menyatakan

bahwa

dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kota dan Kabupaten) wajib


KLHS

untuk

dalam

penyusunan

mengintegrasikan

aspek

Rencana

Tata

lingkungan

Ruangnya.

dalam

KLHS

pengambilan

keputusan awal kebijakan, rencana, dan program dalam hal ini adalah Rencana
Tata Ruang. Berdasarkan ketentuan diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kegiatan penyusunan KLHS RDTR Kecamatan Japah ini harus disusun
sebagai dokumen pendamping produk RDTR.

7 - 10

Selain UU Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15


Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang juga menyatakan bahwa :
Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi : 1). teknik analisis
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui
kajian

lingkungan

antarwilayah

hidup strategis;

dan/atau

kawasan

2).

teknik

perkotaan; dan

analisis

3).

teknik

keterkaitan
perancangan

kawasan (Pasal 67 ayat 2 huruf c). PP tersebut juga menjadi dasar bahwa
kegiatan penyusunan KLHS RDTR ini menjadi wajib dilakukan. Perundangan
lain

yang

RDTR,

mengharuskan

juga

termuat

adanya
dalam

penyusunan
Peraturan

KLHS

Menteri

dalam penyusunan
(Permen)

Nomor

20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang/


Peraturan

Zonasi Kabupaten/Kota.

Dokumen

KLHS

dalam

batang

tubuh

subbab 5.3 kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi Rancangan


Peraturan

Daerah (raperda)

tentang

RDTR,

menyatakan

bahwa

dokumen

KLHS merupakan dokumen pendukung dalam proses persetujuan substansi


raperda RDTR, sehingga dokumen KLHS perlu disusun.
7.3.6.3.

Identifikasi Isu-Isu Pengembangan Wilayah Berkelanjutan

Identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan merupakan tahapan


pelaksanaan KLHS yang dilakukan dengan tujuan untuk :

Menetapkan isu-isu pembangunan berkelanjutan yangmeliputi aspek


sosial, aspek ekonomi dan aspek lingkunganhidup atau keterkaitan antar

ketiga aspek tersebut.


Membahas isu secara terfokus dan signifikan.
Membantu menentukan capaian tujuan pembangunanberkelanjutan
sebagai acuan bagi penentuan dan/ataupenilaian substansi kebijakan,
rencana dan/atau program.
Perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan dalam KLHS

RDTR

dilakukan berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan beberapa

hal-hal sebagai berikut :

Karakteristik wilayah;
Signifikansi potensi dampak terhadap lingkungan hidup;
Keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan;
Keterkaitan dengan materi muatan KRP;
Masukan masyarakat dan pemangku kepentingan;

7 - 11

Basis data hasil olahan maupu hasil studi terkait yang pernah dilakukan;

dan
Isu strategis yang terkait dengan kriteria pembangunan berkelanjutan
(ekonomi, sosial, dan lingkungan), dan sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan.
Selanjutnya

dapat

pengelompokan

isu-isu

pembangunan

berkelanjutan

dilakukan dengan berdasarkan salah satu aspek atau kombinasi dari

beberapa aspek sebagai berikut :


1. Aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu :
o Aspek sosial,
o Aspek ekonomi, dan
o Aspek lingkungan.
2. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam Pasal 16 UUPPLH, yaitu :
o Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
o
o
o
o

pembangunan;
Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
Kinerja layanan/jasa ekosistem;
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;

dan
o Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
3. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam penjelasan Pasal 15 ayat 2
huruf b, yaitu dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang meliputi:
o Perubahan iklim;
o Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman
o

hayati;
Peningkatan

o
o
o

longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;


Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
Peningkatan
jumlah
penduduk
miskin
atau
terancamnya

keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau


Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

7.3.6.4.

intensitas

dan

cakupan

wilayah

bencana

banjir,

Pengumpulan Data dan Observasi Lapangan

Kegiatan pada tahapan ini dapat ditempuh salah satunya dengan


melibatkan masyarakat di Kecamatan Japah, sehingga data yang didapatkan
merupakan kondisi riil yang terjadi di lapangan dan akurat dalam merumuskan
permasalahan. Kegiatan ini berbentuk identifikasi pelibatan masyarakat dan
pemangku kepentingan yang terkait.

7 - 12

Identifikasi pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dapat


dilakukan sesuai proses dan prosedur penyusunan dan evaluasi masing-masing
KRP. Sedangkan dalam penyusunan KLHS RDTR ini, untuk bentuk pelibatan
masyarakat disesuaikan dengan perundangan yang terkait yaitu mengacu pada
PPNo 68 Tahun 2010 tentang bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam
penataan

ruang.

Secara garis

besar

bentuk

pelibatan

pemangku kepentingan dapat dilihat pada tabel berikut.

7 - 13

masyarakat

dan

7.3.6.5.

Penilaian Isu Pembangunan Berkelanjutan

Hasil

identifikasi

sebagaimana disampaikan
dilakukan

penapisan

isu
pada

strategis
bab

pembangunan

sebelumnya

di atas,

berkelanjutan
selanjutnya

dari daftar panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan

menjadi daftar pendek isu strategis pembangunan berkelanjutan dengan


menggunakan teknik penilaian dan pembobotan.

7 - 14

Adapun tahapan metode pembobotan sebagai berikut :


1. Menetapkan

kriteria

untuk

menilai

isu-isu

pembangunan

berkelanjutan.
Adapun kriteria dalam menilai isu-isu pembangunan berkelanjutan
sebagai berikut:

Memiliki keterkaitan antar sektor, wilayah, dan antar generasi.


Bersifat tidak bisa atau sulit dipulihkan, risiko/dampak mencakup

jumlah dan luasan yang besar dan bersifat kumulatif.


Memiliki implikasi jangka panjang.
2. Menggunakan daftar panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan
untuk merumuskan isu strategis yang prioritas untuk ditelaah
pengaruhnya.
3. Melakukan uji silang isu-isu pembangunan berkelanjutan dengan
kriteria penilaian.
4. Menetapkan nilai

pada

masing-masing

kriteria

berdasarkan

tingkat resiko (risk) untuk setiap isu.


Adapun nilai yang digunakan diklasifikasikan dalam tiga (3) skala, yaitu :
nilai 3 (tinggi), nilai 2 (sedang), dan nilai 1 (rendah). Dalam penilaian ini tidak
digunakan nilai nol (0)

agar diperoleh kecenderungan. Hal ini terkait dengan

asumsi bahwa setiap tindakan atau perlakuan terhadap suatu kondisi alam
dan/atau lingkungannya akan ada konsekuensi dampaknya (trade-off). Asumsi
korelasi penilaian dengan kriteria penialaian sebagai berikut :

7 - 15

7.3.6.6.

Telaah Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup

Telaah pengaruh KRP dilakukan untuk mengetahui kemungkinan dan


potensi pengaruh

KRP

terhadap

pembangunan berkelanjutan
sebelumnya.

Hasil

dari

isu

yang

strategis
telah

diidentifikasi

dan

hidup

dalam

pada

tahap

telaah pengaruh KRP dapat dijadikan acuan dalam

identifikasi alternatif untukmemperbaiki muatan


tujuan

lingkungan

sasaran

KRP

dapat

dan

substansi

KRP

berkelanjutan,

agar

termasuk

mencegah/mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Secara garis


besar telaah pengaruh KRP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahapan
yaitu : telaah pengaruh terhadap isu pembangunan berkelanjutan, telaah
pengaruh KRP, telaah dampak pengaruh isu pembangunan berkelanjutan dan
KRP.
Telaah juga dikaji dengan menggunakan salah satu atau kombinasi
substansi berdasarkan Pasal 16 UU PPLH, yaitu :
1) Kapasitas daya dukung & daya tampung lingkungan hidup untuk
2)
3)
4)
5)
6)

pembangunan,
Kinerja layanan/jasa ekosistem,
Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam (SDA),
Tingkat kerentanan & kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim,
Tingkat ketahanan & potensi keanekaragaman hayati, dan
Perkiraan mengenai dampak & risiko lingkungan hidup

7.3.6.7.

Pembuatan Keputusan

Pembuatan keputusan merupakan salah satu tahapan dalam penyusunan


KLHS.

Tujuan

perumusan

alternatif

penyempurnaan

KRP

untuk

mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin


pembangunan berkelanjutan. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan
atau mengubah rancangan KRP antara lain :
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau

program

yang

7 - 16

diprakirakan

akan

menimbulkan

dampak

lingkungan

hidup

atau

bertentangan

dengan

kaidah

pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
c. Menunda, memperbaiki

urutan,

atau

mengubah

prioritas

pelaksanaan

kebijakan, rencana, dan/atau program.


d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Bentuk alternatif penyempurnaan tersebut antara lain adalah sebagai
berikut di bawah ini:
a. Kebutuhan pembangunan: mengecek kembali kebutuhan pembangunan yang
baru
b. Lokasi:

misalnya

target

pendapatan penduduk.
mengusulkan lokasi

pengentasan

kemiskinan

baru

dianggap

yang

atau
lebih

peningkatan
aman,

atau

mengusulkan pengurangan luas wilayah kebijakan, rencana dan/atau


c. Proses,

program.
metode,

dan

teknologi:

mengusulkan

alternatif

proses

dan/atau

metode dan/atau teknologi pembangunan yang lebih baik, seperti


peningkatan pendapatan rakyat melalui pengembangan ekonomi kreatif,
bukan pembangunan ekonomi konvensional yang menguras sumber
daya

alam,

seperti

pembuatan jembatan untuk melintasi kawasan

lindung.
d. Jangka waktu dan tahapan pembangunan: mengusulkan perubahan jangka
waktu pembangunan, awal kegiatan pembangunan, urutan, maupun
kemungkinan penundaan satu program pembangunan.

7 - 17

Anda mungkin juga menyukai