2018
TABEL PERSANDINGAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALITAHUN 2009 - 2029
DENGAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALITAHUN 2009 – 2029
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN Judul Perda diganti perubahan
PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI,
Menimbang : Menimbang :
a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan 1. Hasil penilaian peninjauan kembali RTRW Provinsi
hidup yang bersifat terbatas dan tidak hidup yang bersifat terbatas dan tidak Bali (yang disusun tahun 2016) adalah Kualitas
terperbaharui yang harus dimanfaatkan secara terperbaharui yang harus dimafaatkan secara RTRW Provinsi Bali dengan
berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang kelengakapan/kesesuaian dengan skor
dalam tatanan yang dinamis berlandaskan dalam tatanan yang dinamis berlandaskan 92,08%;Kesahihan RTRW Provinsi Bali dengan
kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu kelengakapan/ kesesuaian dengan skor 95%; dan
sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana; sesuai dengan falsafah Tri Hita Karanauntuk permasalahan pemanfaatan ruang dengan
b. bahwa perkembangan jumlah penduduk yang mewujudkan Nangun Sat Kerthi Loka Bali; simpangan pemanfaatan ruang sebesar 90% yang
membawa konsekuensi pada perkembangan di b. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 artinya adalah RTRW Provinsi Bali direvisi.
segala bidang kehidupan, memerlukan Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang 2. Hasil perhitungan perubahan materi terhadap
pengaturan tata ruang agar pemanfaatan dan Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 perlu substansi RTRW Provinsi Bali dengan nilai 7,64%
penggunaan ruang dapat dilakukan secara diselaraskan dengan dinamika pembangunan yang artinya Revisi RTRWP Bali cukup dengan
maksimal berdasarkan nilai-nilai budaya; nasional dan daerah guna mewujudkan tujuan melakukan perubahan peraturan perundang-
c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 penataan ruang wilayah Nasional dan Provinsi; undangan atau amandemen perda RTRWP Bali,
Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang c. bahwa hasil pelaksanaan peninjauan kembali karena materi yang berubah tidak lebih dari 20%.
Wilayah Provinsi Bali yang masa berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 3. Terdapat dinamika pembangunan yang menuntut
sampai dengan Tahun 2010 sudah tidak sesuai 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah perlunya dilakukan revisi RTRWP Bali; kendatipun
lagi dengan kebijakan tata ruang nasional Provinsi Bali Tahun 2009-2029 perlu diubah; tingkat kualitas RTRWP Bali baik/sesuai pedoman,
sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tingkat kesahihan tinggi/sesuai pedoman,dan
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c tingkat permasalahan pemanfaatan ruang berupa
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi simpangan pemanfatan ruang KECIL.
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c Bali tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah 4. Mengintegrasikan visi Gubernur Bali 2018-2023
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang dalam landasan filisofis, yang pada dasarnya sesuai
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali; Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dengan konsep visi pembangunan Bali secara
Tahun 2009-2029. umum dan berkelanjutan
Mengingat : Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Kajian terhadap kesahihan, SUDAH SESUAI dengan
1
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Republik Indonesia Tahun 1945; peraturan per-UU-an yang terbit sebelum Perda
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur 2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang RTRWP Bali ditetapkan, namun diperlukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, penyesuaian kembali thd peraturan per-UU-an yg
1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur terbit setelah Perda RTRWP Bali ditetapkan.
Republik Indonesia Nomor 1649); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Pada bagian konsideran mengingat, hanya
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara dicantumkan peraturan per-UU-an yang berpengaruh
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Republik Indonesia Nomor 1649); langsng yang mengamanatkan Perubahan Raperda
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTRWP Bali.
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043); Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Perindustrian (Lembaran Negara Republik 4725);
Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,Tambahan 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
3274); Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Indonesia Tahun 2009 Nomor 149,
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3419); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang 2011 Nomor 82, tambahan Lembaran Negara
Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 3469); Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Tambahan Lembaran Negara Republik
Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara IndonesiaTahun 2014Nomor 5587),
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, sebagaimana telah diubah beberapa kali
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Nomor 3478); Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan 5679);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Republik Indonesia Nomor 5103);
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik 8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
2
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan tentang Bentuk dan Tata Cara Peran serta
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
4412); Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang
4377); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
PembentukanPeraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 5393);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Republik Indonesia Nomor 4389); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana
Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
4411); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
Republik Indonesia Nomor 4421); 11. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tabanan, sebagaimana telah diubah dengan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung,
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun Gianyar dan Tabanan (Lembaran Negara
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 121);
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012
59, Tambahan Lembaran Negara Republik tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa dan
Indonesia Nomor 4844); Bali;
13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang 13. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia tentang Rencana Pembangunan Jangka
Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019
Negara Republik Indonesia Nomor 4444); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
14. UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan 2015 Nomor 3);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara 14. Peraturan Menteri Agraria dan Tata
3
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Republik Indonesia Nomor 4433); Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Provinsi, Kabupaten dan Kota (Berita Negara
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 394);
Nomor 4723);
16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
18. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4851);
20. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4925);
21. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956);
22. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 959);
23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
4
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4966);
24. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
26. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5068);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991
tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3445);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3660);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000
tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan
Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4385);
5
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
31. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4453);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaaan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4696); sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4814);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008
6
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 4858);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 4859);
40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28
Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda
tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50
Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah;
42. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun
2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran Daerah
Propinsi Bali Tahun 2001 Nomor 29, Seri D
Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun
2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman (Lembaran Daerah Propinsi Bali
Tahun 2003 Nomor 11);
43. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah
Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali
Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Bali Nomor 1);
44. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Bali (Lembaran Daerah
Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama Dengan Persetujuan Bersama Menetapkan peraturan daerah tentang perubahan atas
Perda No.16 Tahun 2009
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
BALI BALI
dan dan
GUBERNUR BALI GUBERNUR BALI
MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN:
7
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Menetapkan : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009- PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG
2029. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI
TAHUN 2009-2029.
BAB I Pasal I Terdapat beberapa frase atau Nomenklatur yang perlu
KETENTUAN UMUM Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah penjelasan akibat perubahan beberapa pasal
Bagian Kesatu Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor
48, Tambahan Lembar Daerah Provinsi Bali Nomor
4833), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 32, angka 55 dan Keterangan ini perlu penyesuaian, sesuai perubahan
angka 56 diubah dan diantara angka 26 dan yang terjadi dalam masa proses legalisasi
27 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka
26a,diantara angka 39 dan angka 40
disisipkan 3 (tiga) angka yakni angka 39a,
39b, 39c, 39d dan 39e,diantara angka 44 dan
angka 45 disisipkan 1 (satu) angka yakni
angka 44a, diantara angka 55 dan angka 55
disisipkan 3 (tiga) angka yakni angka 55a,
55b dan 55c,dan diantara angka 64 dan
angka 65 disisipkan 1 (satu) angka yakni
angka 64a sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1 Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud a. Ada tambahan Ketentuan Umum sesuai peraturan
dengan: dengan: per-UU-an yang baru dan dinamika perubahan
1. Provinsi adalah Provinsi Bali. 1. tetap eksternal dan internal.
2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 2. tetap b. Yang dimasukan dalam perubahan adalah
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang 3. tetap nomenklatur yang disebut dua kali atau lebih dalam
selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Batang Tubuh baik pasal yang telah ada maupun
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali. pasal perubahan.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota se- 4. tetap
Bali.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah 5. tetap
Pemerintah Kabupaten/ Kota se-Bali.
6. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup 6. tetap
masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang
membangun keseimbangan dan keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan manusia
8
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan lingkungannya yang menjadi sumber
kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan
bagi kehidupan manusia.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang 7. tetap
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan 8. tetap
pola ruang.
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat 9. tetap
permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan 10. tetap
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses 11. tetap
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah 12. tetap
kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan
dan pengawasan.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya 13. tetap
pembentukan landasan hukum bagi
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat dalam
penataan ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya 14. tetap
untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya 15. tetap
pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya 16. tetap
9
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
agar penyelenggaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses 17. tetap
untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk 18. tetap
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah 19. tetap
upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan 20. tetap
tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang 21. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Mengacu pada definisi yang terdapat dalam Peraturan
selanjutnya disebut RTRWP, adalah hasil yang selanjutnya disebut RTRW Provinsi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
perencanaan tata ruang yang merupakan adalah rencana tata ruang yang bersifat Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2018 tentang
penjabaran strategi dan arahan kebijakan umum dari wilayah provinsi, yang mengacu Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan
pemanfaatan ruang wilayah nasional dan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kota.
pulau/kepulauan ke dalam struktur dan pola Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan
ruang wilayah provinsi. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional
66. tetap.
Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Bali Perubahan tujuan penataan ruang ke dalam satu
mewujudkan: adalah untuk mewujudkan ruang wilayah provinsi kalimat yang menggambarkan visi dan misi
a. ruang wilayah provinsi yang berkualitas, aman, Bali yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, pengembangan wilayah provinsi dalam pelaksanaan
nyaman, produktif, berjatidiri, berbudaya Bali, berjatidiri, berdaya saing, dan berkelanjutan dalam pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang
dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri rangka pelestarian alam, peningkatan ruang provinsi yang diharapkan, sesuai atahan Klinik
Hita Karana; kesejahteraan masyarakat dan perlindungan ATR
b. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah Budaya Bali berlandaskan Tri Hita Karana dan Sat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; Kertih Loka Bali. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang
c. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam wilayah provinsi, kabupaten atau kota yang dapat
bumi; dicapai dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun (Pasal
d. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang 9 ayat 1, Permen ATR/Ka BPN No. 1 tahun 2018).
wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam
rangka perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan
ruang;
e. pemanfaatan sumber daya alam secara
19
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
f. keseimbangan dan keserasian perkembangan
antar wilayah kabupaten/kota;
g. keseimbangan dan keserasian kegiatan
antarsektor; dan
h. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap
mitigasi dan adaptasi bencana.
Pasal 4 Tetap
Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi Tetap
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkanketerpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan arahan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota
BAB II Tetap
KEDUDUKAN, WILAYAH, DAN JANGKA WAKTU
RENCANA TATA
RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 5 Tetap
RTRWP berkedudukan sebagai: Tetap
a. penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dan menjadi matra ruang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah;
b. acuan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan
Program Pembangunan Tahunan Daerah;
c. acuan penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, rencana rinci tata
ruang kawasan strategis provinsi, rencana detail
tata ruang kabupaten/kota, dan rencana rinci
20
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
dan
d. acuan sukertatata palemahan desa pakraman,
yang selanjutnya
e. menjadi bagian dari awig-awigdesa pakraman di
seluruh Bali.
Bagian Kedua
Wilayah
3. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diubah dan
diantara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 6
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a),
sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6 Pasal 6
(1) RTRWP mencakupruang darat, ruang laut, (1) Wilayah Provinsimencakupruang darat, ruang 1. Sesuai hasil konsultasi teknis ke Kementerian
dan ruang udara termasuk ruang di dalam laut, dan ruang udara termasuk ruang di ATR/BPN Desember 2017 pada drafRaperda
bumi menurut ketentuan peraturan dalam bumi menurut ketentuan peraturan Perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang
perundang-undangan yang berlaku. perundang-undangan yang berlaku. RTRWP Bali disarankan untuk mencantumkan luas
(2) RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada wilayah Provinsi Bali.
secara administrasi terdiri dari 9 (sembilan) ayat (1), secara administrasi terdiri dari 9 2. Melengkapi luas wilayah Daratan, sesuai hitungan
wilayah kabupaten/kota, mencakup: (sembilan) wilayah kabupaten/kota, Peta Hasil Verifikasi BIG tentang Batas Wilayah ----
a. Kabupaten Jembrana; mencakup: berbeda dengan Luas Wilayah yg telah ada. Luas
b. Kabupaten Tabanan; a. Kabupaten Jembrana; Wilayah Provinsi Bali berdasarkan peta .shp dan
c. Kabupaten Badung; b. Kabupaten Tabanan; Permendagri No. 56 Tahun 2015 Tentang Kode dan
d. Kabupaten Gianyar; c. Kabupaten Badung; Data Wilayah Administrasi Pemerintahan adalah
e. Kabupaten Klungkung; d. Kabupaten Gianyar; 5.994, 73km² atau 599.473 Ha.
f. Kabupaten Bangli; e. Kabupaten Klungkung; 3. Perubahan wilayah perencanaan di ruang laut yang
g. Kabupaten Karangasem; f. Kabupaten Bangli; diatur sesuai wilayah Kewenangan Provinsi di luar
h. Kabupaten Buleleng; dan g. Kabupaten Karangasem; Garis Pantai diatur dalam oleh Perda tentang
i. Kota Denpasar. h. Kabupaten Buleleng; dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
i. Kota Denpasar. Kecil (RZWP3K)sesuai amanat UU. No. 27 Tahun
(2a) Wilayah perencanaan RTRW Provinsi 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
mencakup seluruh wilayah daratan Provinsi Pulau-Pulau Kecil dan UU No. 23 Tahun2014 tentang
Bali dengan luas 599.473 Ha (lima ratus Pemerintah Daerah.
sembilan puluh sembilan ribu empat ratus
tujuh puluh tiga hektar), dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
a. sebelah utara : Laut Jawa
b. sebelah selatan : Samudera Hindia
c. sebelah barat : Selat Bali
d. sebelah timur: : Selat Lombok
(3) tetap
(3) Ruang laut mencakup wilayah laut paling
21
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan dan sejauh jarak garis
tengah antar wilayah laut provinsi yang
berdekatan. (4) tetap
(4) Ruang Wilayah Provinsi Bali terdiri dari total
palemahan seluruh desa pakraman di Provinsi
Bali.
(5) tetap
(5) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3), tercantum dalam
Lampiran I, dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana Jangka Waktu Rencana
Pasal 7 Pasal 7
RTRWP berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) Tetap
tahun, sejak Tahun 2009 - 2029.
BAB III Tetap
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8 Tetap
Kebijakan dan strategi penataan ruang, mencakup: Tetap
a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur
ruang; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan pola
ruang.
Bagian Kedua Tetap
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur
Ruang
4. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4)Pasal 9 diubah, dan ayat (5) dihapus,
sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9 Pasal 9
(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang (1) Kebijakan pengembangan struktur ruang 1. Kebijakan disesuaikan dengan kriteria perumusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Agraria
a, mencakup: a, mencakup: dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
a. pengembangan sistem pelayanan pusat- a. pengembangan sistem perkotaan dan No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
pusat perkotaan dan pusat-pusat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota.
22
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pertumbuhan ekonomi wilayah yang wilayah yang proporsional, merata dan 2. Pengakomodasian Dinamika Eksternal dan arahan
proporsional, merata dan hierarkhis; hierarkhis; Misi Gubernur :
b. pengembangan sistem perdesaan yang b. peningkatan konektivitas sistem jaringan a. Peningkatan konektivitas sistem jaringan
terintegrasi dengan sistem perkotaan; transportasi internasional, nasional, dan transportasi internasional, nasional, dan dalam
dan dalam wilayah; dan wilayah yg berisi kebutuhan pengembangan
c. peningkatan kualitas dan jangkauan c. peningkatan kualitas dan jangkauan Multi Bandara (pembangunan bandar Udara
pelayanan prasarana wilayah meliputi pelayanan prasarana wilayah meliputi Buleleng), pembangunan pelabuhan Pariwisata,
sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan energi, telekomunikasi, dan lainnya
sistem jaringan prasarana utama, energi, sumber daya air dan prasarana b. Peningkatan jaringan prasarana wilayah terkait
telekomunikasi, prasarana lingkungan permukiman yang terpadu dan merata di kemandirian energi, energi bersih,
serta sumber daya air yang terpadu dan seluruh wilayah. pengembangan Bali Smart Island dan Wifi ke
merata di seluruh wilayah provinsi. seluruh desa, pelestarian , perlindungan Sumber
Daya Air (pelaksanan Wana kertih dan Danu
Kertih).
3. Rencana pengembangan konsep TOD diarahkan pada
kawasan yang berfungsi PKN, PKW
4. Mengakomodasi visi, misi, dan program strategis
Gubernur
(2) Strategi pengembangan sistem pelayanan (2) Strategi pengembangan sistem perkotaan dan Strategi yang ditetapkan untuk mewujudkan kebijakan
pusat-pusat perkotaan dan pusat-pusat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan sistem perkotaan melalui
pertumbuhan ekonomi wilayah yang yang proporsional, merata dan hierarkhis, pengintegrasian antar sistem perkotaan, pengembangan
proporsional, merata dan hierarkhis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, infrastruktur serta didukung pengembangan sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup; perkotaan berupa pusat kegiatan lokal (PKL).
mencakup: a. mengintegrasikan sistem perkotaan
a. menterpadukan sistem wilayah nasional dalam wilayah provinsi meliputi
pelayanan perkotaan di wilayah provinsi 1. Kawasan Denpasar-Badung-Gianyar-
yang terintegrasi dengan sistem Tabanan (Sarbagita) sebagai PKN; dan
perkotaan nasional berdasarkan fungsi 2. Kawasan Perkotaan Singaraja,
dan besaran jumlah penduduk; Kawasan Perkotaan Semarapura dan
Kawasan Perkotaan Negara sebagai
PKW.
b. menetapkan kawasan perkotaan
b. mengembangkan 4 (empat) sistem berfungsi PKL dan mengarahkan
perkotaan yang mendukung pengembangan sistem perkotaan
pengembangan wilayah, yang merata dan kabupaten;
berhierarki, mencakup:
1. sistem perkotaan Bali Utara dengan c. mengembangkan 4 (empat) perwilayahan
pusat pelayanan kawasan perkotaan sistem perkotaan yang mendukung
Singaraja yang berfungsi sebagai pengembangan wilayah, yang merata dan
PKW; berhierarki, mencakup sistem perkotaan
2. sistem perkotaan Bali Timur dengan Bali Utara, Bali Timur, Bali Selatan dan
23
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Bali Barat;
Semarapura yang berfungsi sebagai
PKW; d. meningkatkan integrasi dan aksesibilitas
3. sistem perkotaan Bali Selatan sistem perkotaan dengan pusat-pusat
dengan pusat pelayanan Kawasan kepariwisataan dan pusat-pusat
Perkotaan Denpasar-Badung- pertumbuhan ekonomi wilayah lainnya;
Gianyar-Tabanan (Sarbagita) yang e. mengendalikan perkembangan dan
berfungsi sebagai PKN; dan mendorong kawasan perkotaan dan pusat
4. sistem perkotaan Bali Barat dengan pertumbuhan agar lebih kompetitif dan
pusat pelayanan kawasan perkotaan lebih efektif dalam pengembangan wilayah
Negara yang berfungsi sebagai PKW. di sekitarnya;
c. mengendalikan perkembangan Kawasan f. mengarahkan pengembangan TOD pada
Metropolitan Sarbagita yang telah kawasan perkotaan dan pusat kegiatan
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis pariwisata;
Nasional (KSN) sekaligus PKN, kawasan- g. mengembangkan dan memelihara
kawasan perkotaan yang berfungsi keterkaitan antar kawasan perkotaan,
sebagai PKW dan kawasan perkotaan kawasan pertumbuhan ekonomi dan
lainnya; kawasan perdesaan; dan
d. menetapkan kawasan-kawasan h. mengembangkan pusat-pusat
perkotaan yang berfungsi PKL dan pusat- pertumbuhan terpadu antar desa dan
pusat pertumbuhan ekonomi wilayah; kawasan agropolitan yang terintegrasi
e. meningkatkan akses antar pusat-pusat dengan sistem perkotaan.
perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah;
f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat
pertumbuhan agar lebih kompetitif dan
lebih efektif dalam pengembangan
wilayah di sekitarnya; dan
g. mengembangkan dan memelihara
keterkaitan antar kawasan perkotaan,
antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan, serta antara kawasan
perkotaan dan wilayah di sekitarnya.
(3) Strategi peningkatan konektivitas sistem
(3) Strategi pengembangan sistem perdesaan Strategi untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang
jaringan transportasi internasional, nasional,
yang terintegrasi dengan sistem perkotaan dengan mengakomodasi Dinamika Eksternal dan arahan
dan dalam wilayah, sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Misi Gubernur melalui Peningkatan konektivitas sistem
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
mencakup: jaringan transportasi internasional, nasional, dan dalam
a. meningkatkan konektivitas dan
a. meningkatkan keterkaitan sistem wilayah yg berisi kebutuhan pengembangan Multi
keterpaduan pelayanan transportasi
perkotaan dengan kawasan perdesaan Bandara (pembangunan bandar Udara Buleleng),
darat, laut dan udara;
(urban-rural linkage); dan pembangunan pelabuhan Pariwisata, dan lainnya.
b. meningkatkan keterpaduan sistem
b. mengembangkan pusat-pusat
jaringan jalan nasional, jalan provinsi,
pertumbuhan terpadu antar desa dan
24
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kawasan agropolitan yang terintegrasi jalan kabupaten/kota dan
dengan sistem perkotaan. penyeberangan;
c. meningkatkan kapasitas tranportasi
udara melalui pengembangan sistem
multi bandara antara Bandar Udara
Ngurah Rai dengan pengembangan
bandar udara Bali Utara yang saling
komplementer;
d. meningkatkan kapasitas tranportasi laut
melalui peningkatan kapasitas pelabuhan
untuk pelayanan penumpang, barang,
pariwisata, energi dan kebutuhan khusus
lainnya ;
e. meningkatkan aksesibiltas sistem
perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah pada wilayah Bali
Selatan, Bali Utara, Bali Barat dan Bali
Timur melalui pengembangan jaringan
transportasi berbasis jalan raya maupun
rel;
f. meningkatkan aksesibilitas dan
keterpaduan pelayanan transportasi
Kawasan Metropolitan Sarbagita pada
wilayah Bali Selatan; dan
g. mendorong pemanfaatan angkutan
penumpang massal antar wilayah dan
kawasan perkotaan.
(4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan
(4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan Strategi untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang
pelayanan jaringan prasarana, sebagaimana
pelayanan jaringan prasarana sebagaimana melalui peningkatan konektivitas sistem jaringan
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup: prasarana wilayahterkait kemandirian energi, energi
a. meningkatkan kemandirian pelayanan
a. meningkatkan kualitas sistem jaringan bersih, pengembangan Bali Smart Island dan Wifi ke
energi dan meningkatkan pemanfaatan
prasarana dan mewujudkan keterpaduan seluruh desa, pelestarian , perlindungan Sumber Daya
sumber energi bersih dan energi baru
pelayanan transportasi darat, laut dan Air (pelaksanan Wana kertih dan Danu Kertih) dalam
terbarukan;
udara; mendukung misi dan visi Gubernur.
b. meningkatkan kualitas layanan
b. meningkatkan kualitas dan keterpaduan
telekomunikasi menuju bali smart island
sistem jaringan jalan nasional, jalan
dan pemerataan layanan teknologi
provinsi, jalan kabupaten/kota dan
informasi dan komunikasi ke seluruh
penyeberangan;
wilayah;
c. mendorong pengembangan jaringan jalan
c. meningkatkan keterpaduan pengelolaan
nasional lintas Bali Utara;
sumber daya air dalam sistem
d. membangun jaringan jalan baru untuk
25
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
memperlancar arus lalu lintas dan ekobioregion yang efisien, berkelanjutan
membuka daerah-daerah terisolir dan dan mengintegrasikan prinsip prinsip
terpencil; kearifan lokal;
e. memantapkan tatanan kepelabuhanan d. meningkatkan kualitas layanan jaringan
dan alur pelayaran; infrastruktur permukiman meliputi
f. memantapkan tatanan kebandarudaraan jaringan air minum, pengelolaan limbah,
dan ruang udara untuk penerbangan; dan pengelolaan sampah;
g. meningkatkan keterpaduan e. meningkatkan kualitas infrastruktur
perlindungan, pemeliharaan, penyediaan kebencanaan dan mitigasi rawan
sumber daya air dan distribusi bencana; dan
pemanfaatannya secara merata sesuai h. meningkatkan keterpaduan sistem
kebutuhan melalui koordinasi antar jaringan prasarana Kawasan Perkotaan
sektor maupun antara pemerintah Sarbagita
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
h. meningkatkan jaringan energi untuk
memanfaatkan energi terbarukan dan tak
terbarukan secara optimal serta
mewujudkan keterpaduan sistem
penyediaan tenaga listrik; dan
i. memantapkan pemerataan sistem
jaringan telekomunikasi ke seluruh
wilayah kabupaten/kota.
(5) Dihapus.
(5) Pengembangan struktur ruang sebagaimana Sudah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
dimaksud pada ayat (1), didukung dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
26
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
6. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3) Pasal 11
diubah, dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal
11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11 Pasal 11
(1) Kebijakan pengembangan kawasan (1) Kebijakan pengembangan, pemanfaatan, dan Kebijakan dan strategi kawasan lindung didasarkan
lindungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 pengelolaan kawasan lindung sebagaimana pada:
huruf a,mencakup: dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, mencakup: a. Penyesuaian dengan kebijakan dan strategi
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan
fungsilingkungan hidup; fungsi lingkungan hidup; kawasan lindung sesuai arahan Pasal 6 ayat 1,
b. pencegahan dampak negatif kegiatan b. pencegahan dampak negatif kegiatan PP.No. 13 Tahun 2017 ttg Perubahan atas PP. No.26
manusiayang dapat menimbulkan kerusakan manusia yang dapat menimbulkan Tahun 2008 ttg RTRWN :
lingkunganhidup; kerusakan lingkungan hidup; b. Mengakomodasi Misi Gubernur untuk
c. pemulihan dan penanggulangan c. pemulihan dan penanggulangan mengembangan, memanfaatkan, dan mengelola
kerusakanlingkungan hidup; dan kerusakan lingkungan hidup; dan kawasan lindung nasional dan kawasan lindung
d. mitigasi dan adaptasi kawasan rawan d. mitigasi dan adaptasi kawasan rawan berbasis kearifan lokal sesuai filsafat sad kertih.
bencana. bencana. c. Meningkatkan daya dukung DAS.
(2) Strategi pemeliharaan dan perwujudan (2) Strategi pemeliharaan dan perwujudan d. Mengembangkan kegiatan budidaya yang
kelestarianfungsi lingkungan hidup sebagaimana kelestarian fungsi lingkungan hidup mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan
dimaksud padaayat (1) huruf a, mencakup: sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim;
a. menetapkan kawasan lindung di ruang mencakup:
darat,ruang laut, dan ruang udara termasuk a. menetapkan dan mengelola kawasan
ruang didalam bumi; lindung di ruang darat, ruang laut, dan
b. menterpadukan arahan kawasan ruang udara termasuk ruang di dalam
lindungnasional dalam kawasan lindung bumi;
provinsi; b. pengembangan, pemanfaatan, dan
c. mewujudkan kawasan berfungsi lindung pengelolaan kawasan lindung nasional
denganluas paling sedikit 30 (tiga puluh) dan kawasan lindung berbasis kearifan
persen dariluas wilayah;menetapkan kawasan lokal sesuai filsafat sad kertih;
hutan dan vegetasitutupan lahan permanen c. mewujudkan kawasan berfungsi lindung
paling sedikit 30 (tigapuluh) persen dari luas dengan luas paling sedikit 30 (tiga puluh)
DAS; dan persen dari luas wilayah sesuai dengan
d. memantapkan pengendalian kawasan kondisi, karakter, dan fungsi
lindungyang telah ditetapkan secara nasional ekosistemnya serta tersebar secara
denganpenerapan konsep-konsep kearifan proporsional;
lokal danbudaya Bali. d. mengembalikan dan meningkatkan fungsi
kawasan lindung akibat pengembangan
kegiatan budidaya dalam rangka
mewujudkandan memelihara
keseimbangan ekosistemwilayah;
e. mengendalikan pemanfaatan dan
penggunaan kawasan yang berpotensi
mengganggu fungsi lindung; dan
27
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
f. mewujudkan, memelihara, dan
meningkatkan fungsi kawasan lindung
dalam rangka meningkatkan daya dukung
daerah aliran sungai.
(3) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan
(3) Strategi pencegahan dampak negatif manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
kegiatanmanusia yang dapat menimbulkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
kerusakankawasan lindung sebagaimana pada ayat (1) huruf b, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk
a. menyelenggarakan upaya terpadu melestarikan fungsi lingkungan hidup;
untukmelestarikan fungsi lingkungan hidup; b. melindungi kemampuan lingkungan hidup
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
daritekanan perubahan dan/atau dampak dampak negatif yang ditimbulkan oleh
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan suatu kegiatan agar tetap mampu
agar tetapmampu mendukung perikehidupan mendukung perikehidupan manusia dan
manusia danmakhluk hidup lainnya; makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup c. melindungi kemampuan lingkungan hidup
untukmenyerap zat, energi, dan/atau untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lainyang dibuang ke dalamnya; komponen lain yang dibuang ke
d. mencegah terjadinya tindakan yang dalamnya;
dapatsecara langsung atau tidak d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat
langsungmenimbulkan perubahan sifat fisik secara langsung atau tidak langsung
lingkunganyang mengakibatkan lingkungan menimbulkan perubahan sifat fisik
hidup tidakberfungsi dalam menunjang lingkungan yang mengakibatkan
pembangunan yangberkelanjutan; lingkungan hidup tidak berfungsi dalam
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya menunjang pembangunan yang
alamsecara bijaksana untuk menjamin berkelanjutan;
kepentingangenerasi masa kini dan generasi e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya
masa depan; alam secara bijaksana untuk menjamin
f. mengelola sumber daya alam tak kepentingan generasi masa kini dan
terbarukanuntuk menjamin pemanfaatannya generasi masa depan;
secarabijaksana dan sumber daya alam f. mengelola sumber daya alam tak
yangterbarukan untuk menjamin terbarukan untuk menjamin
kesinambunganketersediaannya dengan tetap pemanfaatannya secara bijaksana dan
memelihara danmeningkatkan kualitas nilai sumber daya alam yang terbarukan untuk
sertakeanekaragamannya; menjamin kesinambungan
g. mengembangkan kegiatan budidaya ketersediaannya dengan tetap memelihara
yangmempunyai daya adaptasi bencana di dan meningkatkan kualitas nilai serta
kawasanrawan bencana; keanekaragamannya;
h. menyelesaikan kegiatan budidaya yang g. mengembangkan kegiatan budidaya yang
terdapat di dalam kawasan lindung melalui mempunyai daya adaptasi bencana di
konversi ataurehabilitasi lahan, pembatasan kawasan rawan bencana dan kawasan
28
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kegiatan, sertapemindahan kegiatan risiko perubahan iklim;
permukiman pendudukatau kegiatan h. menyelesaikan kegiatan budidaya yang
budidaya terbangun yangmengganggu secara terdapat di dalam kawasan lindung
bertahap ke luar kawasanlindung; dan melalui konversi atau rehabilitasi lahan,
i. menyediakan informasi yang bersifat pembatasan kegiatan, serta pemindahan
terbukakepada masyarakat mengenai batas- kegiatan permukiman penduduk atau
bataskawasan lindung, kawasan budidaya, kegiatan budidaya terbangun yang
sertasyarat-syarat pelaksanaan kegiatan mengganggu secara bertahap ke luar
budidayadalam kawasan lindung. kawasan lindung; dan
i. menyediakan informasi yang bersifat
terbuka kepada masyarakat mengenai
batas-batas kawasan lindung, kawasan
budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan
kegiatan budidaya dalam kawasan
lindung.
Paragraf 3 Tetap
Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Kawasan Strategis
8. Ketentuan ayat (1) diubah, dan ayat (3), ayat
(5), ayat (7) dan ayat (8) Pasal 13 dihapus,
sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13 Pasal 13
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis (1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata
provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
10 huruf c, mencakup: 10 huruf c, mencakup: 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
a. pelestarian dan peningkatan fungsi a. pelestarian dan peningkatan fungsi Kabupaten dan Kota, kewenangan penetapan fungsi
(pelestarian fungsi) daya dukung dan (pelestarian fungsi) daya dukung dan daya kawasan strategis pertahanan keamanan menjadi
daya tampung lingkungan hidup untuk tampung lingkungan hidup dalam rangka kewenangan pemerintah
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, meningkatkan
keanekaragaman hayati, fungsi perlindungan kawasan, dan
mempertahankan dan meningkatkan melestarikan keunikan bentang alam;
fungsi perlindungan kawasan, dan b. dihapus;
melestarikan keunikan bentang alam; c. pengembangan kawasan yang berfungsi
b. peningkatan fungsi kawasan untuk sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi
pertahanan dan keamanan negara; wilayah yang produktif, berdaya saing
c. pengembangan dan peningkatan fungsi nasional dan internasional;
kawasan dalam pengembangan d. dihapus;
perekonomian provinsi yang produktif, e. perlinduggan dan pelestarian kawasan yang
efisien, dan mampu bersaing dalam mendukung jatidiri sosial budaya daerah
perekonomian nasional dan internasional; Bali; dan
d. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau f. dihapus .
teknologi tinggi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
34
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan;
e. pelestarian dan peningkatan nilai sosial
budaya daerah Bali; dan
f. pengembangan potensi kawasan
tertinggal untuk mengurangi kesenjangan
perkembangan antarkawasan.
(2) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi (2) Tetap
dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. menetapkan kawasan strategis provinsi
yang berfungsi lindung;
b. mencegah pemanfaatan ruang di kawasan
strategis provinsi yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan;
c. membatasi pemanfaatan ruang di sekitar
kawasan strategis provinsi yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
d. membatasi pengembangan sarana dan
prasarana di dalam dan di sekitar
kawasan strategis provinsi yang dapat
memicu perkembangan kegiatan budidaya
intensif;
e. mengembangkan kegiatan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis
provinsi yang berfungsi sebagai zona
penyangga yang memisahkan kawasan
lindung dengan kawasan budidaya
terbangun; dan
f. merehabilitasi fungsi lindung kawasan
lindung yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang di dalam dan di
sekitar kawasan strategis provinsi.
(3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk (3) Dihapus Kawasan strategis pertahanan keamanan menjadi
pertahanan dan keamanan sebagaimana kewenangan pemerintahdan tidak diatur dalam
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
a. menetapkan kawasan strategis provinsi Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2018 tentang
dengan fungsi khusus pertahanan dan Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan
keamanan; Kota,
35
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. mengembangkan kegiatan budidaya
secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan strategis provinsi untuk menjaga
fungsi pertahanan dan keamanan; dan
c. mengembangkan kawasan lindung
dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis
provinsi sebagai zona penyangga yang
memisahkan kawasan strategis provinsi
dengan kawasan budidaya terbangun.
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan (4) Tetap
fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian provinsi yang produktif, efisien,
dan mampu bersaing dalam perekonomian
nasional dan internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. mengembangkan pusat pertumbuhan
berbasis potensi sumber daya alam dan
kegiatan budidaya unggulan sebagai
penggerak utama pengembangan wilayah;
b. memantapkan dan meningkatkan
kualitas pelayanan jaringan prasarana
wilayah untuk kelancaran pergerakan
perekonomian wilayah;
c. membatasi pengembangan kawasan
strategis yang menurunkan fungsi
lindung kawasan;
d. mengendalikan kawasan strategis provinsi
yang cenderung cepat berkembang;
e. menciptakan iklim investasi yang
kondusif dan selektif serta
mengintensifkan promosi peluang
investasi;
f. mengelola pemanfaatan sumber daya
alam agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung kawasan;
g. mengelola dampak negatif kegiatan
budidaya agar tidak menurunkan kualitas
lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
dan
h. meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana penunjang kegiatan ekonomi.
36
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(5) Strategi pemanfaatan sumber daya alam (5) Dihapus Kawasan strategis berdasarkan sumberdaya alam
dan/atau teknologi tinggi secara optimal dan/atau teknologi tinggi tidak ada di Provinsi Bali
untuk meningkatkan kesejahteraan (bukan dalam wilayah provinsi/tidak dilanjutkan (PLT
masyarakat dengan tetap memperhatikan Panas Bumi di Bedugul)
kelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, mencakup:
a. mengembangkan kegiatan penunjang
dan/atau kegiatan turunan dari
pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi;
b. meningkatkan keterkaitan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya;
c. mencegah dampak negatif pemanfaatan
sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup,
dan keselamatan masyarakat;
d. mengembangkan kawasan untuk tujuan
khusus; dan
e. membatasi dan mengendalikan
eksploitasi sumber daya alam yang
potensial merusak dan mencemari
lingkungan hidup.
(6) Strategi pelestarian dan peningkatan nilai (6) Tetap
sosial budaya daerah Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, mencakup:
a. strategi pelestarian dan peningkatan nilai-
nilai sosial dan budaya daerah Bali,
mencakup:
1. meningkatkan kecintaan masyarakat
terhadap nilai sosial budaya yang
mencerminkan jati diri daerah Bali;
2. mengembangkan penerapan nilai
sosial budaya daerah dalam
kehidupan masyarakat;
3. meningkatkan upaya pelestarian nilai
sosial budaya daerah dan situs
warisan budaya daerah;
4. melindungi aset dan nilai sosial
budaya daerah dari kemerosotan dan
37
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kepunahan; dan
5. mengendalikan kegiatan di sekitar
kawasan suci dan tempat suci yang
dapat mengurangi nilai kesucian
kawasan.
BAB IV Tetap
38
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14 Tetap
(1) Rencana struktur ruang wilayah provinsi,
mencakup:
a. sistem perkotaan yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Sistem perkotaan yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(3) Rencana jaringan prasarana wilayah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. sistem jaringan transportasi sebagai
sistem jaringan prasarana utama;
b. sistem jaringan prasarana lainnya,
mencakup;
1. sistem jaringan energi;
2. sistem jaringan telekomunikasi;
3. sistem jaringan sumber daya air; dan
4. sistem jaringan prasarana
lingkungan.
(4) Peta rencana struktur ruang wilayah provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Pasal 16 9. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) diubah dan
ayat (2) dan ayat (4) dihapusPasal
16,sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
(1) Rencana pengembangan sistem perkotaan (1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud 1. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), mencakup: Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
dalam Pasal 15 ayat (2), mencakup: a. PKN terdiri dari Kawasan Perkotaan 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
a. PKN terdiri dari Kawasan Perkotaan Denpasar–Badung–Gianyar– Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Denpasar–Badung–Gianyar–Tabanan Tabanan(Sarbagita); 2. Arahan PP. No.13 tahun 2017 terkait penetapan
(Sarbagita); b. PKW terdiri dari Kawasan Perkotaan PKN dan PKW telah diadopsi,
b. PKW terdiri dari Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan 3. Sesuai dinamika perkembangan wilayah, beberapa
Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura dan Kawasan Perkotaan kota yang sebelumnya diarahkan sebagai PPK
Semarapura dan Kawasa Perkotaan Negara; menunjukkan playanan yang meningkat dan
Negara; c. PKL terdiri dari Kawasan Perkotaan berpotensi menjadi PKL, yaitu Kawasan perkotaan
Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, Gilimanuk sebagai kota transit, Kawasan perkotaan
c. PKL terdiri dari Kawasan Perkotaan Kawasan Perkotaan Seririt; Kawasan Kintamani sebagai kota pariwisata dan Kawasan
Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura,
Perkotaan Gilimanuk, Kawasan perkotaan sampalan sebagai pusat pengembangan
dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan
Perkotaan Kintamani dan Kawasan Kepulauan Nusa Penida.
d. PPK terdiri dari atas: kawasan-kawasan Perkotaan Sampalan; dan 4. Penyesuaian Peta Sistem Perkotaan
perkotaan Gilimanuk, Melaya, Mendoyo, d. PPK terdiri dari Kawasan Perkotaan 5. PPK pada dasarnya ditetapkan dalam Perda RTRWK,
Pekutatan, Lalanglinggah, Bajera, Megati, Melaya, Kawasan Perkotaan namun sesuai PerdaNo. 16 Tahun 2009 karena
Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Pengambengan, Kawasan Perkotaan wilayah Provinsi Bali relative Kecil, PPK telah
40
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pupuan, Petang, Nusa Dua, Mendoyo, Kawasan Perkotaan Yeh diarahkan dalam RTRWP.
Tampaksiring, Tegalalang, Payangan, Embang, Kawasan Perkotaan Pekutatan, 6. Terdapat penyesuaian beberapa PPK pada raperda
Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut, Kawasan Perkotaan Lalanglinggah, tentang Perubahan RTRWP
Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen, Kawasan Perkotaan Bajera, Kawasan
Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem, Perkotaan Megati, Kawasan Perkotaan
Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, Kerambitan, Kawasan Perkotaan
Busungbiu, Banjar, Pancasari- Pancasari-Candikuning, Kawasan
Candikuning, Sawan, Kubutambahan, Perkotaan Marga, Kawasan Perkotaan
Tejakula, Celukan Bawang, Baturiti, Kawasan Perkotaan Penebel,
Pengambengan. Kawasan Perkotaan Pupuan, Kawasan
Perkotaan Petang, Kawasan Perkotaan
Tampaksiring, Kawasan Perkotaan
Tegalalang, Kawasan Perkotaan
Payangan, Kawasan Perkotaan
Banjarangkan, Kawasan Perkotaan
Dawan, Kawasan Perkotaan Toyapakeh,
Kawasan Perkotaan Batununggul,
Kawasan Perkotaan Susut, Kawasan
Perkotaan Tembuku, Kawasan perkotaan
Kayuamba, Kawasan Perkotaan Catur,
Kawasan Perkotaan Rendang, Kawasan
Perkotaan Sidemen, Kawasan Perkotaan
Manggis, Kawasan Perkotaan Padangbai,
Kawasan Perkotaan Abang, Kawasan
Perkotaan Bebandem, Kawasan
Perkotaan Selat, Kawasan Perkotaan
Kubu, Kawasan Perkotaan Tianyar,
Kawasan Perkotaan Gerokgak, Kawasan
Perkotaan Celukan Bawang, Kawasan
Perkotaan Busungbiu, Kawasan
Perkotaan Banjar, Kawasan Perkotaan
Banyuatis, Kawasan Perkotaan Sawan,
dan Kawasan Perkotaan Tejakula.
(2) Dihapus
(2) Rencana pengembangan sistem perkotaan Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
berdasarkan besaran jumlah penduduk Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
(3), mencakup: Kabupaten dan Kota, tidak diatur sistem perkotaan
a. kawasan metropolitan, mencakup Kota berdasarkan jumlah penduduk, namun dimuat dalam
Denpasar dan Kawasan Perkotaan Kuta materi teknis RTRWP
sebagai kawasan perkotaan inti yang
41
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
memiliki keterkaitan fungsional dalam
satu sistem metropolitan dengan kawasan
perkotaan yang berdekatan di sekitarnya
sebagai sub-sistem metropolitan terdiri
atas: Kawasan Perkotaan Mengwi,
Gianyar, Tabanan beserta kawasan
perkotaan lainnya yang lebih kecil yaitu
Kawasan Perkotaan Kerobokan,
Jimbaran, Blahkiuh, Kediri, Sukawati,
Blahbatuh dan Ubud;
b. kawasan perkotaan besar, mencakup:
Kawasan Perkotaan Denpasar;
c. kawasan perkotaan sedang, mencakup:
Kawasan Perkotaan Singaraja;
d. kawasan perkotaan kecil–A, mencakup:
Kawasan Perkotaan Mengwi, Gianyar,
Tabanan, Bangli, Amlapura, Negara, dan
Seririt; dan
e. kawasan Perkotaan Kecil–B, mencakup:
Kawasan Perkotaan Melaya, Mendoyo,
Pekutatan, Gilimanuk, Lalanglinggah,
Bajera, Megati, Kerambitan, Marga,
Baturiti, Kediri, Penebel, Pupuan,
Kerobokan, Jimbaran, Blahkiuh, Petang,
Sukawati, Blahbatuh, Ubud,
Tampaksiring, Tegalalang, Payangan,
Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut,
Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen,
Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem,
Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, (3) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada
Busungbiu, Banjar, Pancasari, Sawan, ayat (1) digambarkan dalam Peta Rencana
Kubutambahan, Tejakula. Struktur Ruang dengan tingkat ketelitian
(3) Peta rencana pengembangan sistem perkotaan 1:250.000 (satu berbanding dua ratus lima Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran III Lampiran VII yang merupakan bagian tidak 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Kabupaten dan Kota, terkait Lampiran peta
Peraturan Daerah ini.
(4) Dihapus.
Pasal 17 Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem perwilayahan (1) Sistem perwilayahan pelayanan perkotaan 1. Penyesuaian terhadap Pasal perwilayahan pelayanan
pelayanan perkotaan untuk melayani wilayah untuk melayani wilayah sekitarnya dilakukan sistem perkotaan Provinsi yang telah ada pada Perda
sekitarnya dilakukan berdasarkan kondisi berdasarkan kondisi geografis dan aksesibilitas 16 tahun 2016, tdak diminta dalam Pedoman
geografis dan aksesibilitas wilayah, mencakup: wilayah, mencakup: Penyusunan RTRWP (Perman ATR/Ka BPN No. 1
a. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali a. sistem perkotaan Bali Utara dengan pusat /2018), namun perlu untuk memberikan gambaran
Utara dengan pusat pelayanan Kawasan pelayanan Kawasan Perkotaan Singaraja skala perwilayahan pelayanan Kawasan Perkotaan
Perkotaan Singaraja yang berfungsi yang berfungsi sebagai PKW didukung 2. Penegasan pelayanan Perkotaan Bali selatan antara
sebagai PKW didukung oleh wilayah KawasanPerkotaan Seririt sebagai PKL, Komponan pusat pelayanan dan Kawasan perkotaan
pelayanan Kawasan-kawasan Perkotaan Kawasan Perkotaan Kintamani sebagai PKL sarbagita sebagai PKN dengan kawasan perkotaan
Seririt sebagai PKL dan Kawasan- dan Kawasan Perkotaan Gerokgak, lainnya dalam sistem Kota Bali selatan
kawasan Perkotaan Gerokgak, Kawasan Perkotaan Celukanbawang,
Busungbiu, Banjar, Pancasari, Sawan, Kawasan Perkotaan Busungbiu, Kawasan
Kubutambahan, Tejakula dan Kintamani Perkotaan Banjar, Kawasan Perkotaan
yang berfungsi sebagai PPK; Banyuatis, Kawasan Perkotaan Pancasari,
b. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Kawasan Perkotaan Sawan, Kawasan
Timur dengan pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Kubutambahan, dan Kawasan
Perkotaan Semarapura yang berfungsi Perkotaan Tejakula yang berfungsi sebagai
sebagai PKW didukung oleh wilayah PPK;
pelayanan Kawasan Perkotaan Amlapura b. sistem perkotaan Bali Timur dengan pusat
dan Kawasan Perkotaan Bangli yang pelayanan Kawasan Perkotaan Semarapura
berfungsi sebagai PKL serta Kawasan- yang berfungsi sebagai PKW didukung
kawasan Perkotaan Kubu, Selat, Sidemen, Kawasan Perkotaan Amlapura dan
Bebandem, Rendang, Manggis, Dawan, Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan
Tembuku, Banjarangkan, Abang, Susut, Perkotaan Sampalan yang berfungsi
Sampalan, yang berfungsi sebagai PPK; sebagai PKL, serta Kawasan Perkotaan
c. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Kubu, Kawasan Perkotaan Tianyar,
Selatan dengan pusat pelayanan Kawasan Kawasan Perkotaan Selat, Kawasan
Metropolitan Sarbagita yang berfungsi Perkotaan Sidemen, Kawasan Perkotaan
sebagai PKN yang terdiri atas Kawasan Bebandem, Kawasan Perkotaan Rendang,
Perkotaan Denpasar dan Kawasan Kawasan Perkotaan Abang, Kawasan
Perkotaan Kuta sebagai pusat pelayanan Perkotaan Manggis, Kawasan Perkotaan
inti didukung Kawasan Perkotaan Padangbai, Kawasan Perkotaan Dawan,
Mengwi, Gianyar, Tabanan dan Jimbaran Kawasan Perkotaan Banjarangkan,
sebagai pusat pelayanan sub sistem Kawasan Perkotaan Batununggul, Kawasan
metropolitan dan Kawasan Perkotaan
43
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Mengwi, Kerobokan, Blahkiuh, Kediri, Perkotaan Toyapakeh, Kawasan Perkotaan
Sukawati, Blahbatuh, dan Ubud sebagai Tembuku, Kawasan Perkotaan Susut,
bagian dari Kawasan Metropolitan Kawasan Perkotaan Catur dan Kawasan
Sarbagita, serta Kawasan Perkotaan di Perkotaan Kayuamba yang berfungsi
luar Kawasan Metropolitan Sarbagita sebagai PPK;
terdiri atas Kawasan Perkotaan c. sistem perkotaan Bali Selatan dengan
Lalanglinggah, Bajera, Megati, pusat pelayanan Kawasan Perkotaan
Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Sarbagita yang berfungsi sebagai PKN
Pupuan, Petang, Tampaksiring, terdiri atas:
Tegalalang, Payangan, yang berfungsi 1. Kawasan Perkotaan Sarbagita sebagai
sebagai PPK; dan kawasan metropolitan meliputi Kota
d. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Denpasar dan Kawasan Perkotaan
Barat dengan pusat pelayanan Kawasan Kuta sebagai kawasan perkotaan inti
Perkotaan Negara yang berfungsi sebagai didukung kawasan perkotaan sekitar
PKW didukung oleh wilayah pelayanan kota inti meliputi Kawasan Perkotaan
Kawasan Perkotaan Mendoyo, Melaya, Mangupura, Kawasan Perkotaan
Gilimanuk dan Pekutatan yang berfungsi Jimbaran, Kawasan Perkotaan
sebagai PPK. Gianyar, Kawasan Perkotaan Ubud,
(2) Pengelolaan sistem perkotaan sebagaimana Kawasan Perkotan Sukawati dan
dimaksud pada ayat (1), mencakup: Kawasan Perkotaan Tabanan serta
a. penetapan batas-batas kawasan kawasan perkotaan di antara kota inti
perkotaan fungsi PKN, PKW, PKL dan dan kawasan perkotaan sekitar kota
PPK; inti meliputi Kawasan Perkotaan
b. penataan ruang kawasan perkotaan wajib Kerobokan danKawasan Perkotaan
dilengkapi dengan Peraturan Daerah Blahkiuh; dan
tentang Rencana Detail Tata Ruang 2. Kawasan Perkotaan di luar Kawasan
(RDTR) Kawasan Perkotaan yang Perkotaan Sarbagita terdiri atas
dilengkapi peraturan zonasi; Kawasan Perkotaan Lalanglinggah,
c. arahan pengelolaan Kawasan Kawasan Perkotaan Bajera, Kawasan
Metropolitan Sarbagita, sebagai PKN Perkotaan Megati, Kawasan Perkotaan
sekaligus Kawasan Strategis Nasional Kerambitan, Kawasan Perkotaan
(KSN), mencakup: Marga, Kawasan Perkotaan Baturiti,
1. pengembangan kerjasama Kawasan Perkotaan Penebel, Kawasan
pembangunan kawasan perkotaan Perkotaan Candikuning, Kawasan
lintas wilayah antara Kota Denpasar, Perkotaan Pupuan, Kawasan
Kabupaten Badung, Kabupaten Perkotaan Petang, Kawasan Perkotaan
Gianyar, Kabupaten Tabanan, Tampaksiring, Kawasan Perkotaan
Provinsi Bali dan Pemerintah; Tegalalang, Kawasan Perkotaan
2. pengembangan wadah koordinasi Payanganyang berfungsi sebagai PPK.
kerjasama pembangunan atau d. sistem perkotaan Bali Barat dengan pusat
kelembagaan terpadu lintas wilayah pelayanan Kawasan Perkotaan Negara
sesuai peraturan perundang- yang berfungsi sebagai PKW didukung
44
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
undangan; oleh wilayah pelayanan Kawasan
3. sinkronisasi pengembangan program Perkotaan Gilimanuk yang berfungsi
perwujudan struktur ruang dan pola sebagai PKL serta Kawasan Perkotaan
ruang lintas wilayah; dan Melaya, Kawasan Perkotaan
4. pengembangan kawasan tetap Pengambengan, Kawasan Perkotaan
diarahkan pada konsep tata ruang Mendoyo, Kawasan Perkotaan Yeh
kawasan perkotaan yang berjatidiri Embang dan Kawasan Perkotaan
budaya Bali. Pekutatan yang berfungsi sebagai PPK.
d. pengembangan kawasan perkotaan (2) Pengelolaan sistem perkotaan sebagaimana
berdasarkan falsafah Tri Hita Karana, dimaksud pada ayat (1), mencakup:
disesuaikan dengan karakter sosial a. penetapan batas-batas kawasan perkotaan
budaya masyarakat setempat, dengan fungsi PKN, PKW, dan PKL;
orientasi ruang mengacu pada konsep b. penataan ruang kawasan perkotaan wajib
catus patha dan tri mandala serta dilengkapi dengan Peraturan Daerah
penerapan gaya arsitektur tradisional tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Bali; Kawasan Perkotaan danPeraturan Zonasi;
e. integrasi penataan ruang kawasan c. arahan pengelolaan Kawasan Perkotaan
perkotaan dengan sukerta tata palemahan Sarbagita, sebagai PKN sekaligus Kawasan
desa pakraman setempat; Strategis Nasional (KSN), mencakup:
f. pemanfaatan ruang didasarkan atas daya 1. pengembangan kerjasama
dukung dan daya tampung untuk setiap pembangunan Kawasan Perkotaan
kawasan perkotaan; Sarbagita;
g. pengembangan fasilitas sosial ekonomi 2. pengembangan kelembagaan
didasarkan atas fungsi yang diemban dan pembangunan Kawasan Perkotaan
didukung penyediaan fasilitas dan Sarbagita sesuai ketentuan peraturan
infrastruktur sesuai kegiatan sosial perundang-undangan;
ekonomi yang dilayaninya; 3. pengembangan keterpaduan sistem
h. merupakan pusat permukiman dengan jaringan prasarana perkotaan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang metropolitan; dan
rendah sampai tinggi yang pengembangan 4. pengembangan kawasan perkotaan
ruangnya ke arah horizontal yang
yang berjatidiri budaya Bali.
dikendalikan dan vertikal secara terbatas;
d. pengembangan kawasan perkotaan
i. penyediaan RTHK minimal 30% (tiga
berdasarkan falsafah Tri Hita Karana,
puluh persen) dari luas kawasan
disesuaikan dengan karakter sosial budaya
perkotaan, dengan proporsi meningkat
masyarakat setempat, dengan orientasi
untuk status kawasan perkotaan yang
ruang mengacu pada konsep catus patha
lebih rendah;
dan tri mandala serta penerapan gaya
j. penyediaan ruang untuk ruang terbuka
arsitektur tradisional Bali;
non hijau kota, penyediaan prasarana
e. integrasi penataan ruang kawasan
dan sarana pejalan kaki, penyandang
perkotaan dengan sukerta tata palemahan
cacat, jalur bersepeda, angkutan umum,
desa pakraman setempat;
kegiatan sektor informal dan ruang
45
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
evakuasi; f. pemanfaatan ruang didasarkan atas daya
k. memelihara, merevitalisasi, rehabilitasi, dukung dan daya tampung kawasan
preservasi, dan renovasi bangunan yang perkotaan;
memiliki nilai-nilai sejarah, budaya, g. pengembangan fasilitas dan infrastruktur
kawasan suci, tempat suci, dan pola-pola untuk mendukung fungsi kawasan
permukiman tradisional setempat. perkotaan;
h. pengembangan kawasan perkotaan yang
berorientasi transit atau TOD;
i. pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota inovatif, kreatif, dan berbasis
teknologi informasi (smart city);
j. penyediaan RTHK minimal 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan perkotaan
dengan komposisi minimal 20% (tiga puluh
persen) untuk RTHK Publik dengan
proporsi meningkat untuk status kawasan
perkotaan yang lebih rendah;
k. pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota layak huni, berkeadilan, dan
mengakui keragaman(liveable city);
l. Pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota produktif, hijau, dan berketahanan
iklim (green economy city);
m. merupakan pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
rendah sampai tinggi yang pengembangan
ruangnya ke arah horizontal yang
dikendalikan dan vertikal secara terbatas;
n. penyediaan ruang untuk ruang terbuka
non hijau kota, penyediaan prasarana dan
sarana pejalan kaki, penyandang cacat,
jalur bersepeda, angkutan umum, kegiatan
sektor informal dan ruang evakuasi; dan
o. memelihara, merevitalisasi, rehabilitasi,
preservasi, dan renovasi bangunan yang
memiliki nilai-nilai sejarah, budaya,
kawasan suci, tempat suci, dan pola-pola
permukiman tradisional setempat.
(3) Peta rencana sistem perwilayahan pelayanan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), digambarkan dalam Peta Rencana Struktur
46
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Ruang dengan tingkat ketelitian 1:250.000
(satu berbanding dua ratus lima puluh ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
(3) Peta rencana pengembangan sistem Peraturan Daerah ini.
perwilayahan pelayanan perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3 Tetap
Kriteria Sistem Perkotaan
Pasal 18 Tetap
(1) Kawasan perkotaan, ditetapkan dengan Tetap
kriteria:
a. memiliki fungsi kegiatan utama budidaya
bukan pertanian atau lebih dari 75%
(tujuh puluh lima persen) mata
pencaharian penduduknya di sektor
perkotaan;
b. memiliki jumlah penduduk sekurang-
kurangnya 10.000 (sepuluh ribu) jiwa;
c. memiliki kepadatan penduduk sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) jiwa per
hektar; dan
d. memiliki fungsi sebagai pusat koleksi dan
distribusi pelayanan barang dan jasa
dalam bentuk sarana dan prasarana
pergantian moda transportasi.
(2) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju
kawasan internasional;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa skala nasional atau
yang melayani beberapa provinsi; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama
47
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi.
(3) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf b, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri barang dan jasa yang melayani
skala provinsi atau beberapa kabupaten;
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala provinsi atau
beberapa kabupaten; dan
d. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kabupaten di luar
kawasan perkotaan yang berfungsi PKN.
(4) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
barang dan jasa yang melayani skala
kabupaten atau beberapa kecamatan;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kabupaten atau
beberapa kecamatan; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kabupaten di luar
kawasan perkotaan yang berfungsi PKN
dan PKW.
(5) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf d, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri barang dan jasa yang melayani
skala kecamatan atau sebagian wilayah
kecamatan;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kecamatan;
48
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kecamatan; dan
d. kawasan perkotaan yang berfungsi
pelayanan khusus seperti kota pelabuhan
dan pusat kegiatan pariwisata.
(6) Kawasan Metropolitan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a, ditetapkan
dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit
1.000.000 (satu juta) jiwa;
b. terdiri dari satu kawasan perkotaan inti
dan beberapa kawasan perkotaan di
sekitarnya yang membentuk satu
kesatuan pusat perkotaan; dan
c. terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan
perkotaan dalam satu sistem
Metropolitan.
(7) Kawasan Perkotaan Besar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk sekurang-kurangnya 500.000 (lima
ratus ribu) jiwa.
(8) Kawasan Perkotaan Sedang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf c,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 100.000 (seratus ribu) sampai
dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(9) Kawasan Perkotaan Kecil–A, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf d,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 50.000 (lima puluh ribu) sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa.
(10) Kawasan Perkotaan Kecil–B, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf e,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 20.000 (dua puluh ribu) sampai
dengan 50.000 (lima puluh ribu) jiwa.
Paragraf 2 Tetap
Kriteria Pengembangan Sistem Perdesaan
Pasal 20 Tetap
(1) Kawasan perdesaan, ditetapkan dengan Tetap
kriteria memiliki fungsi kegiatan utama
budidaya pertanian dan lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) mata pencaharian
penduduknya di sektor pertanian atau sektor
primer.
(2) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit
5.000 (lima ribu) jiwa sampai dengan
10.000 (sepuluh ribu) jiwa;
b. memiliki fasilitas pelayanan untuk
pelayanan beberapa desa seperti pasar,
sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, puskesmas, lapangan
umum atau fasilitas umum lainnya; dan
c. memiliki simpul jaringan transportasi
antar desa maupun antar kawasan
perkotaan terdekat.
(3) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, ditetapkan
dengan kriteria:
a. merupakan kawasan perdesaan yang
memiliki pusat pelayanan sebagai kota
51
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pertanian untuk melayani desa-desa
sentra produksi pertanian yang ada
disekitarnya, dengan batasan yang tidak
ditentukan oleh batasan administratif
pemerintahan, tetapi lebih ditentukan
dengan memperhatikan skala ekonomi
kawasan berdasarkan komoditas
pertanian unggulan tertentu yang
dimilikinya;
b. sebagian besar kegiatan masyarakat di
dominasi kegiatan pertanian dan/atau
agribisnis dalam suatu kesisteman yang
utuh dan terintegrasi; dan
c. memiliki prasarana dan infrastruktur
yang memadai untuk mendukung
pengembangan sistem dan usaha
agribisnis khususnya pangan, seperti:
jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber
air baku, pasar, terminal penumpang,
terminal agribisnis, jaringan
telekomunikasi, fasilitas perbankan,
pusat informasi pengembangan
agribisnis, sarana produksi pengolahan
hasil pertanian, fasilitas umum dan
fasilitas sosial lainnya.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Darat
11. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga
Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22 Pasal 22
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi 1. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
ayat (2) huruf a, diarahkan pada ayat (2) huruf a, mencakup: 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan a. sistem jaringan jalan; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
jalan, pelabuhan penyeberangan, b. sistem jaringan sungai, danau, dan 2. Berdasarkan ketentuan sistematika pada Permen
peningkatankuantitas dan kualitas pelayanan penyeberangan; tersebut, selanjutnya dilakukan modifikasi, setelah
angkutan umum, manajemen dan rekayasa c. sistem jaringan angkutan penumpang mengadopsi muatan pada UU tentang Lalu Lintas
lalu lintas serta pengembangan sistem dan barang; dan dan Angkutan Jalan, berbagai konsultasi dengan
jaringan transportasi darat lainnya. d. sistem jaringankereta api. Dinas Perhubungan Provinsi Bali.
(2) Pengembangan sistem jaringan transportasi (2) Pengembangan sistem jaringan transportasi
darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup: dapat berada di permukaan tanah, di dalam
a. jaringan jalan nasional; bumi, dan di atas permukaan tanah sesuai
b. jaringan jalan provinsi; peraturan perundang-undangan.
c. penyeberangan;
d. jaringan pelayanan angkutan umum; dan
e. jaringan transportasi darat lainnya.
1. dermaga danau Kedisan, Trunyan, Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan
59
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perkotaan maupun kawasan perdesaan; tiap kabupaten/kota dalam kawasan
dan Perkotaan Sarbagita;
c. pengembangan kebijakan untuk menekan d. pengembangan angkutan umum ramah
pemanfaatan kendaraan pribadi. lingkungan dan menggunakan energi
baru terbarukan
e. pengembangan sistem trayek terpadu dan
terintegrasi baik antar kota, kawasan
perkotaan maupun kawasan perdesaan;
dan
f. pengembangan kebijakan untuk menekan
pemanfaatan kendaraan pribadi.
(3) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud
(3) Pengembangan terminal penumpang secara pada ayat (1) huruf b, mencakup:
terpadu dan berhierarki sebagaimana a. terminal tipe A meliputiTerminal Mengwi
dimaksud pada ayat (1) huruf d, mencakup: di Kabupaten Badung;
a. terminal tipe A terdiri atas Terminal b. terminal tipe C, mencakup:
Mengwi di Kabupaten Badung dan 1. Terminal Gilimanuk dan Terminal
Terminal Banyuasri di Kabupaten Negara di Kabupaten Jembrana;
Buleleng; 2. Terminal Pesiapan, Terminal Tanah
b. terminal tipe B, mencakup: Lot dan Terminal Pupuan di
1. Terminal Gilimanuk dan Terminal Kabupaten Tabanan;
Negara di Kabupaten Jembrana; 3. Terminal Banyuasri, Terminal
2. Terminal Pesiapan, Terminal Tanah Pancasari, Terminal Seririt, Terminal
Lot dan Terminal Pupuan di Sangketdi Kabupaten Buleleng;
Kabupaten Tabanan; 4. Terminal Batubulan di Kabupaten
3. Terminal Pancasari, Terminal Seririt, Gianyar;
Terminal Sangket, dan Terminal 5. Terminal Klungkung di Kabupaten
Penarukan di Kabupaten Buleleng; Klungkung;
4. Terminal Batubulan dan Terminal 6. Terminal Lokasrana dan Terminal
Gianyar di Kabupaten Gianyar; Kintamani di Kabupaten Bangli;
5. Terminal Klungkung di Kabupaten 7. Terminal Ubung, Terminal Kreneng
Klungkung; dan Terminal Tegal di Kota Denpasar;
6. Terminal Lokasrana dan Terminal 8. Terminal Karangasem dan Terminal
Kintamani di Kabupaten Bangli; Rendang di Kabupaten Karangasem;
7. Terminal Ubung, Terminal Kreneng 9. Terminal Nusa Dua dan Terminal
dan Terminal Tegal di Kota Denpasar; Dalung di Kabupaten Badung; dan
8. Terminal Karangasem dan Terminal 10. Pengembangan terminal tipe lainnya
Rendang di Kabupaten Karangasem; sesuai hasil kajian.
dan c. terminal khusus pariwisata dalam bentuk
9. Terminal Nusa Dua dan Terminal sentral parkir di pusat-pusat kawasan
Dalung di Kabupaten Badung. pariwisata yang telah berkembang.
c. terminal tipe C, tersebar di masing-
60
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
masing kabupaten/ kota; dan (4) Angkutan barang sebagaimana dimaksud
d. terminal khusus pariwisata dalam bentuk pada ayat(1) huruf c, mencakup:
sentral parkir di pusat-pusat kawasan a. terminal barang meliputi:
pariwisata yang telah berkembang. 1. terminal barang Ubung di Kota
Denpasar;
2. terminal barang Singaraja di
Kabupaten Buleleng;
3. terminal barang Gilimanuk di
Kabupaten Jembrana;
4. rencana terminal barang Mengwi di
Kabupaten Badung;
5. rencana terminal barang Mas di
Kabupaten Gianyar;
6. rencana terminal barang Bali Timur
di Kabupaten Karangasem; dan
7. rencanaterminal barang Sampalan di
Kabupaten Klungkung.
b. jaringan lintas angkutan barang meliputi
sepanjang jaringan jalan nasional, jalan
provinsi, dan jalur menuju Bandara dan
Pelabuhan.
Pasal 26 Tetap
(1) Manajemen dan rekayasa lalu lintas Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1), dilaksanakan untuk mengoptimalkan
penggunaan jaringan jalan dan pergerakan
lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan:
a. penetapan prioritas angkutan massal
melalui penyediaan lajur atau jalur atau
jalan khusus;
b. pemberian prioritas keselamatan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan
khususnya pejalan kaki dan pengendara
sepeda melalui penyediaan jalur khusus;
c. pemberian kemudahan dan penyediaan
jalur lintasan bagi penyandang cacat;
61
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan
arus lalu lintas berdasarkan peruntukan
lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan;
f. pengendalian lalu lintas pada
persimpangan jalan bebas hambatan atau
jalan lainnya dengan membangun jalan
penyeberangan;
g. pengembangan lintasan penyeberangan
jalan dalam bentuk sub way, underpass,
jembatan penyeberangan pada jalan-jalan
yang padat lalu lintas;
h. pengendalian lalu lintas; dan
i. perlindungan terhadap lingkungan dari
dampak lalu lintas.
15. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal
27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27 Pasal 27
Pengembangan sistem jaringan transportasi darat (1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf e, Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
(1), mencakup: meliputi kereta rel listrik, kereta bawah 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
a. pengembangan terminal barang dan jaringan tanah, monorail dan lain-lain yang ditetapkan Provinsi, Kabupaten dan Kota.
lintas angkutan barang, lokasinya ditetapkan dan dikembangkan setelah melalui b. Rencana jaringan kereta api mengacu PP Nomor 13
setelah melalui kajian; dan kajian,mencakup: Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 26
b. pengembangan jaringan perkeretaapian di a. jaringan jalur kereta api; dan Tahun 2008 tentang RTRWN, selanjutnya
Kawasan Metropolitan Sarbagita yang jenis dan b. stasiun kereta api. disesuaikan dengan dinamika yang berkembang,
jalur lintasannya ditetapkan setelah melalui (2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana kepentingan Provinsi Bali dan integrasi dengan
kajian. dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: rencana Kementerian Perhubungan dalam Rencana
a. jalur kereta api di dalam Kawasan Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) Tahun
Perkotaan Sarbagita terintegrasi dengan 2030.
Bandar Udara Ngurah Rai - Nusa Dua -
Pelabuhan Benoa;
b. jalur kereta api penghubung wilayah Bali
bagian utara dengan wilayah Bali bagian
selatan; dan
c. jalur kereta api melingkar mengelilingi
Pulau Bali.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. stasiun penumpang, meliputi stasiun
penumpang kelas besar, stasiun
penumpang kelas sedang, dan stasiun
62
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penumpang kelas kecil;
b. stasiun barang; dan/atau
c. stasiun operasi.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Laut
16. Ketentuan Pasal 28 diubah,sehingga Pasal
28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28 Pasal 28
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
ayat (2) huruf b, mencakup tatanan ayat (2) huruf b, mencakup : 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
kepelabuhanan dan alur pelayaran. a. tatanan kepelabuhanan; dan Provinsi, Kabupaten dan Kota.
b. alur pelayaran. b. Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana (2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana laut mengacu PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang
dimaksud pada ayat (1), meliputi dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: Perubahan atas PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
pengembangan dan penataan fungsi dan a. pelabuhan umum, meliputi: RTRWN, selanjutnya disesuaikan dengan dinamika
jaringan pelabuhan laut, mencakup: 1. pelabuhan utama; yang berkembang, kepentingan Provinsi Bali dan
a. jaringan pelabuhan laut utama; 2. pelabuhan pengumpul; integrasi dengan rencana Kementerian
b. jaringan pelabuhan laut pengumpul; 3. pelabuhan pengumpan regional; dan Perhubungan.
c. jaringan pelabuhan laut pengumpan; dan 4. pelabuhan pengumpan lokal c. Penataan dan perubahan pengelompokkan beberapa
d. jaringan pelabuhan laut khusus. b. terminal khusus. pelabuhan kedalam tatanan pelabuhan sesuai PP
(3) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud peraturan perundang-undangan yang terbaru.
(3) Jaringan pelabuhan laut utama sebagaimana pada ayat (2) huruf a, angka 1, mencakup: d. Hasil sinkronisasi dengan RZWP-3-K.
dimaksud pada ayat (2) huruf a, mencakup: a. Pelabuhan Benoa, di Kota Denpasar e. Pelabuhan ceukan Bawang berdasarkan Matrik
a. Pelabuhan Benoa, sebagai jaringan untuk pelayanan kapal penumpang, Kebijakan penetepan Fungsi Pelabuhan merupakan
transportasi laut untuk pelayanan kapal pariwisata, barang terbatas dan Pelabuhan Pengumpul regional, namun
penumpang, pariwisata, angkutan peti perikanan; dan berdasarkan data makin meningkatnya jumlah
kemas ekspor-impor barang kerajinan, b. Pelabuhan Celukan Bawang, di kunjungan Kapal Cruise dan pasar wisata cruise
garmen, seni, sembilan bahan pokok dan Kabupaten Buleleng untuk pelayanan yang terus bekembag, maka pelabuhan celukan
ekspor ikan; kapal penumpang, barang dan pariwisata. Bawang disuslkan menajdi pelabuhan Utama .
b. Pelabuhan Celukan Bawang berfungsi
sebagai jaringan transportasi laut untuk
pelayanan kapal penumpang dan barang;
dan
c. Pelabuhan Tanah Ampo, sebagai
pelabuhan untuk pelayanan kapal cruise (4) Pelabuhan pengumpul sebagaimana
dan yatch. dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2,
(4) Jaringan pelabuhan laut pengumpul mencakup Pelabuhan Tanah Ampo di
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Kabupaten Karangasem untuk pelayanan
mencakup: kapal penumpang, barang dan pariwisata.
63
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. Pelabuhan Sangsit, untuk pelayanan Perda No. 16/2009 PP No. 13/2017 KepMenHub No. 432/2017 : (RIP Nasional)
Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan
kapal pelayaran rakyat angkutan barang PU 1. Benoa PU 1. Benoa PU 1. Benoa
untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat (5) Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana PL 7. Labuhan lalang
8. Kusamba
PL 7. Padangbai
8. Banyuwedang
18. Tanjung Benoa
19. Pengambengan
pelayanan kapal pelayaran rakyat b. Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Sumber : Perda 16/2009, PP. 13/2017, KepMenHub 432/2017
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Udara
Paragraf 5
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi
Pasal 30 Pasal 30
(1) Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ditetapkan
dengan kriteria sebagai jalan umum untuk
lalu lintas menerus dengan pengendalian
jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya
persimpangan sebidang serta dilengkapi
dengan pagar ruang milik jalan.
(2) Jaringan jalan arteri primer sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ditetapkan
dengan kriteria:
a. menghubungkan antar-PKN, antara PKN
dan PKW, dan/atau antara PKN/PKW
dengan bandar udara skala pelayanan
primer, sekunder atau tersier dan
pelabuhan laut internasional atau
provinsi;
b. berupa jalan umum yang melayani
angkutan utama yang menghubungkan
antar kota antar provinsi;
c. melayani perjalanan jarak jauh;
d. memungkinkan lalu lintas dengan
kecepatan rata-rata tinggi; dan
e. membatasi jumlah jalan masuk secara
berdayaguna.
Pasal 31 Pasal 31
(1) Pelabuhan laut utama sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 28 ayat (3), ditetapkan dengan
kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan utama,
antara pelabuhan utama dengan
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan
pengumpan serta bagian dari prasarana
penunjang sistem kota fungsi pelayanan
PKN dan tatanan kepelabuhanan
nasional;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan arteri primer dan alur pelayaran
internasional;
c. tempat pengaturan dan pelayanan kapal
pelayaran dalam negeri dan luar negeri,
naik-turun penumpang, barang dan alih
moda transportasi, kegiatan kepabeanan,
keimigrasian dan kekarantinaan sesuai
fungsi pelabuhan;
70
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. rencana induk pelabuhan ditetapkan
Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi Gubernur dan Bupati/
Walikota; dan
e. berada diluar kawasan lindung.
(2) Pelabuhan laut pengumpul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), ditetapkan
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan
pengumpul, antara pelabuhan pengumpul
dengan pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpan serta bagian dari prasarana
penunjang sistem kota fungsi pelayanan
PKN dan PKW dan tatanan
kepelabuhanan wilayah;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan kolektor dan alur pelayaran
nasional;
c. tempat pelayanan dan pengaturan
pelayaran kapal laut, naik-turun
penumpang dan barang serta alih moda
transportasi sesuai fungsi pelabuhan; dan
d. berada diluar kawasan lindung.
(3) Pelabuhan laut pengumpan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5), ditetapkan
dengan kriteria:
a. mempunyai akses jaringan jalan dari dan
ke pelabuhan;
b. simpul jaringan antar pelabuhan
pengumpan, antara pelabuhan
pengumpan dengan pelabuhan
pengumpul dan pelabuhan utama serta
bagian dari prasarana penunjang sistem
kota fungsi pelayanan PKW dan PKL
dalam tatanan kepelabuhanan lokal;
c. tempat pelayanan dan pengaturan
pelayaran kapal, naik-turun penumpang
dan barang serta alih moda transportasi
sesuai fungsi pelabuhan; dan
d. berada diluar kawasan lindung.
(4) Pelabuhan laut khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6), ditetapkan
71
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan laut
khusus;
b. mempunyai akses jaringan jalan dari dan
ke pelabuhan;
c. tempat pelayanan pengaturan pelayaran
kapal khusus dan bongkar-muat barang
khusus sesuai fungsi pelabuhan;
d. mengacu rencana induk pelabuhan; dan
e. berada diluar kawasan lindung.
Pasal 32 Pasal 32
(1) Bandar udara internasional sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 29ayat (3), ditetapkan
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar bandar udara
pengumpul (hub) domestik dan
internasional, antara bandar udara
pengumpul (hub) dengan bandar udara
pengumpan (spoke) dan akses jaringan
jalan ke dan dari bandar udara;
b. bagian dari prasarana penunjang sistem
kota dengan fungsi pelayanan PKN dan
tatanan kebandarudaraan nasional;
c. tempat pengaturan dan pelayanan
pesawat udara penerbangan dalam negeri
dan luar negeri, naik-turun penumang,
kargo dan alih moda transportasi,
kegiatan kepabeanan, keimigrasian dan
kekarantinaan sesuai fungsi bandar
udara;
d. mengacu rencana induk bandar udara
dan rencana induk nasional bandar
udara;
e. rencana iduk bandar udara ditetapkan
Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi Gubernur dan
Bupati/Walikota setempat; dan
f. berada diluar kawasan lindung.
(2) Bandar udara domestik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), mencakup:
a. simpul jaringan antar bandar udara
72
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pengumpan (spoke), antara bandar udara
pengumpan dengan bandar udara
pengumpul dan mempunyai akses
jaringan jalan ke dan dari bandar udara;
b. bagian dari prasarana penunjang sistem
kota dengan fungsi pelayanan PKW dan
PKL;
c. tempat pengaturan dan pelayanan
pesawat udara penerbangan dalam negeri,
naik-turun penumang, kargo dan alih
moda transportasi, pendidikan
penerbang, olah raga dirgantara, kegiatan
pertahanan dan keamanan;
d. mengacu rencana induk bandar udara;
dan
e. berada diluar kawasan lindung.
(3) Pembangunan bandar udara baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. memenuhi persyaratan lokasi;
b. mengacu rencana induk nasional bandar
udara; dan
c. berada diluar kawasan lindung.
Bagian Kelima
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan Energi Wilayah
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Pasal 33 Pasal 33
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan (1) Sistem jaringan energi sebagaimana Rencana sistem jaringan prasarana energi telah
energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b, mengacu pada Perpres Nomor 14 Tahun 2017 tentang
ayat (3) huruf b, mencakup: mencakup: Perubahan atas Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang
a. pembangkit tenaga listrik; a. jaringan infrastruktur minyak dan gas Percepatan Pembangunan Infrastruktur
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan bumi; dan Ketenagalistrikan, Kepmen ESDM No 1415
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi. b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan. K/20/MEM/2017 tentang Pengesahan Rencana Usaha
73
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana (2) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017-2026 dan
dimaksud pada ayat (1) huruf a, diarahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepmen ESDM No 1567 K/21/MEM/2018 tentang
untuk: dikembangkan untuk: Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
a. memenuhi penyediaan tenaga listrik yang a. menyalurkan minyak dan gas bumi dari (RUPTL) PLN 2018-2027.
mampu mendukung kebutuhan dasar fasilitas poduksi atau asal sumber
masyarakat dan kegiatan perekonomian; produksi ke kilang pengolahan dan/atau Namun demikian sesuai Misi Gubernur terkait
b. meningkatkan pelayanan secara merata tempat penyimpanan; Kemandirian Energi, Bali Clean, dan kearifan local,
ke seluruh wilayah kabupaten/kota b. menyalurkan minyak dan gas bumi dari maka strategi pengembangan energy sesuai kebijakan
dengan melakukan perluasan jaringan kilang pengolahan dan/atau tempat peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
distribusi dan penambahan kapasitas penyimpananke konsumen; dan prasarana adakah meningkatkan kemandirian
pembangkit tenaga listrikdan penyalur; c. menyediakan pasokan gas sebagai bahan pelayanan energi dan meningkatkan pemanfaatan
dan bakar pembangkit tenaga lisrtik yang ada sumber energy bersih dan energi baru terbarukan;
c. mendorong kemandirian sumber energi. dan kebutuhan gas lainnya di provinsi bali
(3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dalam rangka mewujudkan energi bersih Terkait dengan hal tersebut terdapat beberapa
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: di Provinsi Bali ketentuan yang tidak sesuai dengan arahan RPUTL,
a. pembangkit tenaga listrik yang sudah yaitu :
beroperasi terdiri atas: interkoneksi Menolak jaringan kabel udara SUTET Jawa Bali
tenaga listrik Jawa-Bali, PLTD dan PLTG Crossing dan menggantikannya dengan Kabel Laut
Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Jawa Bali Crossing
Pemaron serta interkoneksi PLTD (3) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi Mengganti secara bertahap bahan bakar semua PLT
Kutampi (Nusa Penida) dengan PLTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari batubara ke Gas
Jungut Batu (Nusa Lembongan); mencakup: Mendorong perluasan PLT dengan Sumber Energi
b. pengembangan pembangkit tenaga listrik a. pemantapan pelayanan pelabuhan Baru Terbarukan
baru terdiri atas: PLTU Bali Timur, PLTU khusus bahan bakar minyak yang telah
Celukan Bawang, PLTU Nusa Penida dan ada di Pelabuhan Manggis Kabupaten
di lokasi lainnya setelah melalui kajian; Karangasem dan Pelabuhan Benoa Kota
dan Denpasar;
c. pengembangan pembangkit tenaga listrik b. pengembangan pelabuhan khusus bahan
(PLT) alternatif dari sumber energi bakar minyak, setelah melalui kajian;
terbarukan terdiri atas PLT Mikro Hidro, c. peningkatan pelayanan jaringan
PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT Surya dan distribusi ke stasiun pompa bensin
PLT lainnya. umum ke seluruh wilayah;
d. pemantapan pelabuhan khusus gas di
pelabuhan Benoa;
e. pengembangan pelabuhan pengumpul
(hub) khusus LNG di Kawasan Celukan
Bawang Kabupaten Buleleng; dan
f. peningkatan pelayanan jaringan disribusi
gas melalui :
1. peningkatan pelayanan depo gas
(4) Pengembangan pembangkit tenaga listrik yang telah ada;
alternatif dari sumber energi terbarukan 2. pengembangan depo gas baru sesuai
74
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, ketentuan; dan
diarahkan untuk menghemat penggunaan 3. pengembangan jaringan gas
energi yang tidak terbarukan dan mengurangi perkotaan.
pencemaran lingkungan. (4) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
(5) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana meliputi:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik
dikembangkan untuk menyalurkan tenaga dan sarana pendukungnya; dan
listrik antarsistem, mencakup: b. infrastruktur penyaluran tenaga listrik
a. kawat saluran udara terbuka untuk dan sarana pendukungnya.
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (5) Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan
(SUTET) dan Saluran Udara Tegangan sarana pendukungnyasebagaimana dimaksud
Tinggi (SUTT); pada ayat (4) huruf a, meliputi:
b. kabel digunakan untuk saluran bawah a. pembangkit tenaga listrik yang telah ada,
tanah dan/atau udara pada kawasan terdiri atas: Saluran Kabel Laut (SKLT)
permukiman dan aktivitas Jawa-Bali, PLTG Gilimanuk, PLTG
pendukungnya; dan Pesanggaran, PLTD Pesanggaran BOT,
c. kabel bawah laut/bawah air digunakan PLTDGPesanggaran, PLTG Pemaron,
untuk sistem jaringan antar daratan. PLTU Celukan Bawang, dan Sistem
isolatedTiga Nusa Bali dengan PLTD,
PLTB dan PLTS;
b. rencana pengembangan pembangkit
tenaga listrik baru terdiri atas : Saluran
Kabel Laut Bali Crossing500 kV dan PLTU
(PLTG) Bali Timur;
c. pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Alternatif
dari sumber energi baru terbarukan
(EBT) terdiri atas PLT Panas Bumi, PLT
Mikro Hidro, PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT
(6) Sistem jaringan pipa minyak dan gas Surya, PLT Sampah dan PLT Alternatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, lainnya; dan
dilakukan setelah melalui kajian, mencakup: d. konversi seluruh PLT berbahan bakar
a. sistem jaringan pipa minyak lepas pantai; batubara yang telah ada dengan bahan
b. sistem jaringan pipa minyak dari bakar gas.
pelabuhan ke depo minyak terdekat; dan (6) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan
c. rencana pengembangan interkoneksi sarana pendukungnyasebagaimana dimaksud
jaringan energi pipa gas antar Pulau pada ayat (4) huruf b, dikembangkan untuk
Jawa-Bali. menyalurkan tenaga listrik antarsistem,
mencakup:
a. Gardu Induk (GI) yang telah ada meliputi:
GI Gilimanuk, GI Negara, GI Antosari, GI
Kapal, GI Pemaron, GI Baturiti, GI
75
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Payangan, GI Padangsambian, GI
Pemecutan Kelod, GI Pesanggaran, GIS
Bandara, GI Nusa Dua, GI Sanur, GI
Gianyar, dan GI Amlapura;
b. Rencana pengembangan Gardu Induk
Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Antosari
(GIS);
c. Pengembangan GI baru sesuai kebutuhan
dan perkembangan meliputi GI Celukan
Bawang II, GI Baturiti, GI Antosari, GI
Gianyar II/Lod Tunduh, GI New Sanur,
GI Pesanggaran (GIS), GI Nusa Dua
II/Pecatu (GIS), GI Kapal II/Tanah
Lot/Batu Belig (GIS), GI Kubu, GI
Pemecutan Klod II (GIS), GI Pesanggaran
II, GI PadangSambian II, dan GI Tanah
Lot II (GIS);
d. Pengembangan penghubung antar GITET
menggunakan kabel laut tegangan ekstra
tinggi 500 kV meliputi : jaringan kabel
laut Jawa Bali Crossing Gilimanuk-
Antosari; dan
e. penghubung antar GI menggunakan
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
(7) Sistem pembangkit tenaga listrik, jaringan 150 kV baik yang telah ada maupun
transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa pengembangan baru untuk
minyak dan gas bumi ditetapkan oleh menteri menghubungkan antar GI pengembangan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang baru.
energi dan telah mendapat persetujuan (7) Sistem pembangkit tenaga listrik, jaringan
Gubernur dan Bupati/Walikota. transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa
(8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan minyak dan gas bumi ditetapkan oleh Menteri
tenaga listrik yang lokasi dan jaringannya yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada energi dan telah mendapat persetujuan
ayat (1), tercantum dalam Lampiran VII dan Gubernur dan Bupati/Walikota.
merupakan bagian tidak terpisahkan dari (8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan
Peraturan Daerah ini. tenaga listrik yang lokasi dan jaringannya
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam Lampiran VIII dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
76
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan Energi
Bagian Keenam
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan Telekomunikasi
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Telekomunikasi
20. Ketentuan ayat (2)Pasal 35 diubah
dandiantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan
1 (satu) ayat yakni ayat (4a), sehingga Pasal
35 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35 Pasal 35
(1) Pengembangan sistem jaringan (1) Tetap. Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
telekomunikasi diarahkan pada upaya Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
peningkatan pelayanan telekomunikasi secara Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
memadai dan merata ke seluruh Bali serta Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta mengakomodasi
dapat melayani secara maksimal pada tingkat Misi Gubernur Bali Periode 2018-2023.
nasional dan internasional terutama melayani
78
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
industri jasa dan industri kreatif.
(2) Pengembangan sistem jaringan (2) Pengembangan sistem jaringan Mengakomodasi Misi Gubernur Bali tahun 2018-2023
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), mencakup: ayat (1), mencakup:
a. jaringan terestrial meliputi sistem kabel a. jaringan terestrial meliputi sistem kabel
dan sistem nirkabel; dan dan sistem nirkabel; dan
b. jaringan satelit. b. jaringan satelit; dan
c. jaringan wifi ke seluruh wilayah.
79
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Paragraf 2 Tetap
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 36 Tetap
(1) Kriteria pengembangan sistem jaringan Tetap
terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2) huruf a, mencakup:
a. hubungan antarpusat perkotaan;
b. hubungan pusat perkotaan dengan pusat
kegiatan di wilayah perdesaan;
c. dukungan terhadap pengembangan
kawasan strategis; dan
d. dukungan terhadap kegiatan berskala
provinsi maupun internasional.
(2) Kriteria pengembangan sistem jaringan satelit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2) huruf b, mencakup:
a. ketersediaan orbit satelit yang telah
terdaftar pada Perhimpunan
Telekomunikasi Internasional; dan
b. ketersediaan frekuensi radio yang telah
terdaftar pada Perhimpunan
Telekomunikasi Internasional.
Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan
Sumber Daya Air
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber
Daya Air
80
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Perlindungan dan pelestarian sumber daya air (2) Konservasi sumber daya air sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1) huruf a,dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis dijelaskan dalam
dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui: penjelasan (melalui: pendekatan sosial, ekonomi dan
teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi pendekatan sosial, ekonomi dan budaya, budaya, dalam rangka:
dan budaya. dalam rangka: a. perlindungan kawasan resapan, tangkapan air
a. perlindungan kawasan resapan, tangkapan dan alur sungai pada seluruh Wilayah Sungai
air dan alur sungai pada seluruh Wilayah Bali Penida yang merupakan wilayah sungai
Sungai Bali Penida yang merupakan strategis nasional terdiri dari 391 daerah aliran
wilayah sungai strategis nasional terdiri sungai (DAS);
dari 391 daerah aliran sungai (DAS); b. perlindungan, pemeliharaan dan pelestarian
b. perlindungan, pemeliharaan dan pelestarian ekosistem danau meliputi Danau Batur di
ekosistem danau meliputi Danau Batur di Kabupaten Bangli, Danau Beratan di kabupaten
Kabupaten Bangli, Danau Beratan di Tabanan, Danau Buyan dan Danau Tamblingan
kabupaten Tabanan, Danau Buyan dan di Kabupaten Buleleng;
Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng; c. perlindungan mata air dan kawasan sekitar
c. perlindungan mata air dan kawasan sekitar mata air;
mata air; d. perlindungan pemanfaatan air tanah (aquifer);
d. perlindungan pemanfaatan air tanah dan
(aquifer); dan e. pemeliharaan cekungan air tanah lintas
e. pemeliharaan cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.)
kabupaten/kota.
(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), huruf b ditujukan ditaruh/diatur dalam penjelasan
(3) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana untuk menyediakan prasarana untuk
dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara
memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan
berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat
pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan terpadu, melalui
secara adil dan terpadu, mencakup: pengembangan:
a. air permukaan meliputi air sungai, waduk a. sistem jaringan irigasi;
dan danau di Wilayah Sungai Bali–Penida b. jaringan air baku.
yang terdiri atas 20 (dua puluh) Sub
Wilayah Sungai (SWS); dan
b. cekungan air tanah lintas (4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana
kabupaten/kota. dimaksud pada ayat (3) huruf a,
(4) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dikembangkan melalui:
dimaksud pada ayat (3), diarahkan melalui a. pemeliharaan, peningkatan pelayanan
pengembangan: dan efektivitas pengelolaan air pada
a. prasarana irigasi; sistem prasarana irigasi yang telah ada
b. prasarana air minum; dan di seluruh wilayah, meliputi:
c. prasarana pengendalian daya rusak air. 1. 9 (sembilan) Daerah Irigasi (DI)
81
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kewenangan Pemerintah meliputi
seluas 42.589 Ha (empat puluh dua
ribu lima ratus delapan puluh
sembilan hektar) terdiri atas 3 (tiga) DI
lintas kabupaten/Kota dan 6 (enam)
DI utuh kabupaten/kota tersebar di 8
(delapan) kabupaten;
2. 14 (empat belas) Daerah Irigasi (DI)
kewenangan pemerintah provinsi
seluas 9.271 Ha (sembilan ribu dua
ratus tujuh puluh satu hektar)
meliputi 8 (delapan) DI lintas
kabupaten/kota dan 6 (enam) DI utuh
kabupaten/kota tersebar di 8
(delapan) kabupaten/Kota kecuali
Kabupaten Karangasem; dan
3. 822 (delapan ratus dua puluh
dua)Daerah Irigasi (DI) kewenangan
pemerintah kabupaten/kota seluas
58.487Ha (lima puluh delapan ibu
empat ratus delapan puluh tujuh
hektar) tersebar di seluruh wilayah
kabupaten/kota.
b. pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah
dan air baku untuk air minum dengan
sumur bor yang telah dibangun di
beberapa kawasan melalui pengembangan
jaringan distribusi dan pemeliharaannya. Mengakomodasi rencana pembangunan
(5) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud bendungan/waduk dan embung baru serta proyek
pada ayat (3) huruf b, meliputi: strategis nasional bidang sumber daya air
a. pemeliharaan dan peningkatan pelayanan
bendungan / waduk / embung yang telah
(5) Pengembangan sistem jaringan prasarana ada meliputi : Bendungan Gerokgak,
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bendungan Palasari, Bendungan Benel,
huruf a, diarahkan melalui: Bendungan Telaga Tunjung, Waduk Muara
a. pemeliharaan, peningkatan pelayanan Nusa Dua, Bendungan Titab-Ularan,
dan efektivitas pengelolaan air pada Bendungan Seraya, Bendungan Puragae,
sistem prasarana irigasi yang telah ada di Bendungan Ban, Bendungan Datah,
seluruh wilayah; Bendungan Baturinggit, Bendungan
b. pemeliharaan, peningkatan pelayanan Burana, Embung Besakih, Embung Muntig,
waduk yang telah ada seperti; Waduk Embung Telung Buana, Embung Datah II,
Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Benel, Embung Bukit, Embung Badeg Dukuh,
82
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara Embung Dukuh, Embung Untalan, Embung
Nusa Dua , Embung Seraya, Embung SerayaTimur, Embung Batu Dawa II dan
Puragae, Embung Ban, Embung Datah, Embung Cemara;
Embung Baturinggit, serta pembangunan b. rencana pembangunan bendungan
waduk dan embung baru pada kawasan /waduk/embung meliputi Bendungan
lainnya setelah melalui kajian; Lambuk, Waduk Muara Nusa Dua,
c. pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah Bendungan Muara Unda, Bendungan Selat
dengan sumur bor yang telah dibangun di Kanan, Bendungan Selat Kiri, Bendungan
beberapa kawasan melalui pengembangan Sidan, Bendungan Sorga, Bendungan
jaringan distribusi dan pemeliharaannya; Tamblang, Bendungan Telagawaja,
d. pendayagunaan sumber mata air Embung Situ Yeh Malet-Taman Sari dan
Guyangan di Nusa Penida sebagai sumber bendungan /waduk/embung lainnya
air irigasi dan air minum di Kawasan setelah melalui kajian;
Nusa Penida; dan c. pendayagunaan sumber mata air
e. pengembangan sistem irigasi tetes pada Guyangan, mata air Penida dan sumber
beberapa kawasan yang mengalami mata air lainnya di Kawasan Nusa Penida
kesulitan air baku. sebagai sumber air baku di Kawasan Nusa
Penida; dan
d. pengembangan air baku khusus pada
beberapa kawasan yang mengalami
kesulitan air baku diarahkan pemanfaatan
air laut, air hujan, dan sumber air baku
lainnya yang dapat diproses melalui upaya
teknologi sehingga dapat memenuhi baku
mutu sesuai peraturan perundang- Hanya perpindahan ayat sudah sebelumnya
undangan.
(6) Pengendalian daya rusak air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. sistem drainase perkotaan Sarbagita;
b. sistem pengendalian banjir;
c. sistem pengendalian lahar Gunung Agung;
(6) Pengembangan sistem jaringan prasarana air d. sistem penanganan erosi dan longsor; dan
minum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) e. sistem pengamanan abrasi pantai.
huruf b, diarahkan pada:
a. peningkatan dan pemerataan pelayanan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
perpipaan dan non perpipaan di kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan;
b. pengembangan Sistem PenyediaanAir Hanya perpindahan ayat, sudah ada sebelumnya
Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di
Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, (7) Pemerintah kabupaten/kota menyusun
Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan masterplan drainase dan pengembangan
83
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pengembangan Sistem Penyediaan Air sistem jaringan sumber daya air pada tiap-tiap
Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif wilayah kabupaten/kota.
mengalami kesulitan air baku.
(7) Prasarana pengendalian daya rusak air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan pada alur sungai, danau, waduk (8) Petujuk teknis pengelolaan sumber daya air
dan pantai, diselenggarakan melalui: ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Ayat (9) mengacu ketentuan Peraturan Menteri Agraria
a. sistem drainase dan pengendalian banjir; dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
b. sistem penanganan erosi dan longsor; dan (9) Peta konservasi sumber daya air sebagaimana 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
c. sistem pengamanan abrasi pantai. dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Provinsi, Kabupaten dan Kota
(8) Petujuk teknis pengelolaan sumber daya air Lampiran IXA dan merupakan bagian yang
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Penyempurnaan mengacu Peraturan Menteri Agraria dan
(9) Pemerintah kabupaten/kota wajib (10) Peta rencana pengembangan sistem jaringan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
mengembangkan masterplan drainase pada prasarana air baku sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
tiap-tiap wilayah kabupaten/kota. pada ayat (5), digambarkan dalam peta dengan Provinsi, Kabupaten dan Kota
tingkat ketelitian skala 1:250.000 tercantum
dalam Lampiran VIII dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah
(10) Peta rencana pengembangan sistem jaringan ini.
prasarana air minum sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam
Lampiran IX dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Paragraf 2 Paragraf 2
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya
Daya Air Air
Ketentuan Pasal 39 dihapus.
Pasal 38 Pasal 38
(1) Sistem jaringan prasarana irigasi Dihapus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(4) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. melayani kawasan yang bersifat lintas
kabupaten/kota;
b. melayani paling sedikit 1 (satu) daerah
irigasi yang luasnya lebih besar atau
sama dengan 1000 (seribu) hektar;
dan/atau
c. memiliki dampak negatif akibat daya
rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi
84
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
yang mengakibatkan tingkat kerugian
ekonomi paling sedikit 1% (satu persen)
dari Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) provinsi.
(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana air
minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (4) huruf b, ditetapkan dengan
kriteria:
a. melayani kawasan yang bersifat lintas
kabupaten/kota;
b. memiliki sediaan sumber air baku;
c. memenuhi persyaratan kualitas air baku;
dan
d. memenuhi kelayakan teknis dan
ekonomis.
(4) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (4) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir
sampah tersebar di seluruh kabupaten/kota. (TPA)Sampah, terdiri atas:
a. TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar;
b. TPA Regional Bangklet di Kabupaten
Bangli;
c. TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng;
d. TPA Peh di Kabupaten Jembrana;
e. TPA Mandung di Kabupaten Tabanan;
f. TPA Temesi di Kabupaten Gianyar;
g. TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan
h. TPA Linggasana di Kabupaten
Karangasem.
(5) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (5) Pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan
sampah, terdiri atas: pengelolaan sampah, mempunyai kewenangan:
a. TPA Regional Sarbagita di Kota a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam
Denpasar; pengelolaan sampah sesuai dengan
b. TPA Regional Bangli di Kabupaten kebijakan Pemerintah;
Bangli; b. memfasilitasi kerja sama antardaerah
c. TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; dalam satu provinsi, kemitraan, dan
d. TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; jejaring dalam pengelolaan sampah;
e. TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan,
f. TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan dan pengawasan kinerja kabupaten/kota
g. TPA Linggasana di Kabupaten dalam pengelolaan sampah; dan
Karangasem. d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan
pengelolaan sampah
antarkabupaten/kota.
87
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(6) Pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan (6) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana
pengelolaan sampah, mempunyai dimaksud pada ayat (1), huruf c, dilakukan
kewenangan: dengan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam a. sistem pembuangan air limbah setempat
pengelolaan sampah sesuai dengan secara individual terutama pada kawasan
kebijakan Pemerintah; permukiman yang letaknya tersebar di
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah kawasan perkotaan dan kawasan
dalam satu provinsi, kemitraan, dan perdesaan;
jejaring dalam pengelolaan sampah; b. sistem pembuangan air limbah perpipaan
c. menyelenggarakan koordinasi, terpusat dilakukan secara kolektif melalui
pembinaan, dan pengawasan kinerja jaringan pengumpul dan diolah serta
kabupaten/kota dalam pengelolaan dibuang secara terpusat pada kawasan
sampah; dan perkotaan yang padat kegiatan dan dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan kawasan-kawasan pariwisata; dan
pengelolaan sampah c. sistem pembuangan terpusat skala kecil
antarkabupaten/kota. pada kawasan permukiman padat
perkotaan yang tidak terlayani sistem
jaringan air limbah terpusat dan/atau
komunal kota dalam bentuk Sistem
Sanitasi Masyarakat (Sanimas).
(7) Penyelenggaraan sistem pengelolaan air (7) Pengembangan sistem pembuangan air limbah
limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpipaan terpusat, sebagaimana dimaksud
huruf b, dilakukan dengan: pada ayat (6) huruf b, mencakup:
a. sistem pembuangan air limbah setempat a. pendayagunaan dan pemeliharaan sistem
secara individual terutama pada kawasan prasarana pembuangan air limbah
permukiman yang letaknya tersebar di perpipaan terpusat yang telah dibangun di
kawasan perkotaan dan kawasan sebagian Kawasan Perkotaan Denpasar
perdesaan; dan Kuta yang dilayani IPAL Suwung dan
b. sistem pembuangan air limbah perpipaan sebagian Kawasan Pariwisata Nusa Dua
terpusat dilakukan secara kolektif melalui yang dilayani IPAL Benoa;
jaringan pengumpul dan diolah serta b. pengembangan baru sistem prasarana
dibuang secara terpusat pada kawasan pembuangan air limbah perpipaan
perkotaan yang padat kegiatan dan dan terpusat untuk melayani kawasan
kawasan-kawasan pariwisata; dan perkotaan fungsi PKW, PKL, pusat-pusat
c. sistem pembuangan terpusat skala kecil kawasan pariwisata dan pusat kegiatan
pada kawasan permukiman padat lainnya;dan
perkotaan yang tidak terlayani sistem c. pengembangan sistem pemanfaatan
jaringan air limbah terpusat dan/atau kembali hasil pengolahan air limbah
komunal kota dalam bentuk Sistem melalui upaya teknis teknologis dan upaya
Sanitasi Masyarakat (Sanimas). pengolahan secara alami untuk
mendukung ketahanan air baku dan daya
88
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dukung lingkungan.
(8) Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya
(8) Pengembangan sistem pembuangan air dan beracun terpadu, sebagaimana dimaksud
limbah perpipaan terpusat, sebagaimana pada ayat (1) huruf dmerupakan suatu
dimaksud pada ayat (6) huruf b, mencakup: rangkaian kegiatan yang mencakup
a. pendayagunaan dan pemeliharaan sistem penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
prasarana pembuangan air limbah pengangkutan dan pengolahan dan atau
perpipaan terpusat yang telah dibangun penimbunan.
di sebagian Kawasan Perkotaan Denpasar
dan Kuta yang dilayani IPAL Suwung dan
sebagian Kawasan Pariwisata Nusa Dua
yang dilayani IPAL Benoa; dan
b. pengembangan baru sistem prasarana
pembuangan air limbah perpipaan
terpusat untuk melayani kawasan
perkotaan fungsi PKW, PKL, pusat-pusat
kawasan pariwisata dan pusat kegiatan
lainnya. (9) Masing-masing mata rantai dalam pengelolaan
limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) dalam pelaksanaannya harus mengacu
kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 40 Pasal 40
(1) TPA sampah sebagaimana dimaksud dalam Dihapus
Pasal 39 ayat (4), ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jarak minimal tertentu dengan
sumber air baku;
b. memiliki kajian analisis mengenai
dampak lingkungan;
c. mendapat persetujuan masyarakat;
d. memiliki zona penyangga dari titik terluar
89
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
TPA baik untuk TPA yang telah ada
maupun pengembangan TPA baru;
e. memiliki pengelolaan sampah yang
mampu meningkatkan nilai ekonomis
sampah dengan menggunakan metode
dan teknik ramah lingkungan;
f. menggunakan metode lahan urug saniter
(sanitary landfill) untuk kota besar dan
metropolitan; dan
g. menggunakan metode lahan urug
terkendali (controlled landfill) untuk kota
sedang dan kecil.
(2) Tempat instalasi pengolahan air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(7), ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jarak minimal tertentu dengan
sumber air baku;
b. memiliki kajian analisis mengenai
dampak lingkungan;
c. mendapat persetujuan masyarakat;
d. memiliki zona penyangga;
e. memperhatikan faktor keamanan, dan
pengaliran sumber air baku dan daerah
terbuka; dan
f. wajib memperhatikan standar baku mutu
air buangan.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
25.
Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal
42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42 Pasal 42
(1) Kawasan lindung mencakup: (1) Kawasan peruntukan lindung mencakup: 1. Perubahan muatan dan nomenklatur Kawasan
a. kawasan yang memberikan perlindungan a. kawasan yang memberikan perlindungan Lindung sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata
kawasan bawahannya; kawasan bawahannya; Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
b. kawasan perlindungan setempat; b. kawasan perlindungan setempat; Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, c. kawasan konservasi; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
dan cagar budaya; d. kawasan lindung geologi; 2. Sesuai koreksi Kementerian ATR/BPN
d. kawasan rawan bencana alam; e. kawasan rawan bencana; dan 3. Luas hutan lindung sesuai Keputusan Menteri LHK
e. kawasan lindung geologi; dan f. kawasan lindung lainnya. yang terbaru (Kepmen LHK 6022/MenLHK-
f. kawasan lindung lainnya. PKTL/KUH/PLA.2/11/2017).
(2) Rencana pengembangan kawasan lindung (2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
komponen kawasan lindung yang dapat untuk komponen kawasan lindung yang dapat
dipetakan dan dihitung seluas 175.577 ha dipetakan dan dihitung seluas 175.577 ha
(seratus tujuh puluh lima ribu lima ratus (seratus tujuh puluh lima ribu lima ratus tujuh
tujuh puluh tujuh hektar) atau 31,2% (tiga puluh tujuh hektar) atau 31,2% (tiga puluh satu
puluh satu koma dua persen) dari luas koma dua persen) dari luas Daerah Provinsi
Daerah Provinsi Bali. Bali.
(3) Rincian luas kawasan lindung sebagaimana (3) Rincian luas kawasan peruntukan lindung
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Tabel Lampiran X dan merupakan bagian tercantum dalam Tabel Lampiran III dan
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ini. Peraturan Daerah ini.
(4) Peta kawasan lindung sebagaimana dimaksud (4) Peta kawasan peruntukan lindung sebagaimana
pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran XI dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam
dan merupakan bagian yang tidak Lampiran IIIdan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
28.
Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45 Pasal 45
(1) Kawasan suaka alam pelestarian alam dan (1) Kawasan konservasi, sebagaimana dimaksud 1. Perubahan nomenklatur dan rincian Kawasan
cagar budaya, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c, mencakup: Konservasi sesuai Permen ATR/Ka BPN No. 1 tahun
Pasal 42 ayat (1) huruf c, mencakup: a. kawasan suaka alam (KSA), meliputi cagar 2018 ttg Pedoman penyusunan RTRW P/Kab/Kota
b. kawasan suaka alam; alam 2. Perubahan luas Hutan Lindung terkait perhitungan
c. kawasan pantai berhutan bakau; b. kawasan pelestarian alam (KPA), meliputi: ulang batas-batas hutan penetapan oleh KemLHK
96
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. kawasan taman nasional dan taman 1. taman nasional; atas ketentuan Kebijakan Satu Peta yang telah
nasional laut; 2. taman hutan raya (lintas dituangkan pada Kepmen LHK 6022/MenLHK-
e. kawasan taman hutan raya; kabupaten/kota); dan/atau PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
f. kawasan taman wisata alam dan taman c. taman wisata alam 3. Akomodasi Misi dan program Priorita Gubenrnur
wisata alam laut; d. kebun raya. untuk mengembangkan Kabun Raya
g. kawasan konservasi pesisir dan pulau- 4. Penghapusan Muatan kawasan konservasi pesisir
pulau kecil; dan dan pulau-pulau kecil; karena diatur dalam perda
h. kawasan cagar budaya dan ilmu RZWP3K
pengetahuan. (2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud 5. Pemindahan muatan Cagar Budaya menjadi
(2) Sebaran lokasi kawasan suaka alam pada ayat (1) huruf a, mencakup Cagar Alam Kawasan laindung lainnya pada Pasal 48
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Gunung Batukau seluas 1.749,97Ha (seribu 6. Penghapusan taman wisata alam laut karena sudah
mencakup kawasan Cagar Alam Gunung tujuh ratus empat puluh sembilan koma diatur di RZWP3K
Batukaru seluas 1.762,80 ha (seribu tujuh sembilan tujuh hektar), berlokasi di Kecamatan
ratus enam puluh dua koma delapan puluh Sukasada Kabupaten Buleleng dan Kecamatan
hektar), berlokasi di sebagian wilayah Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan
Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Pupuan Kabupaten Tabanan.
dan sebagian Kecamatan Baturiti, Kecamatan
Penebel, dan Kecamatan Pupuan Kabupaten
Tabanan. (3) Taman Nasional (TN) sebagaimana dimaksud
(3) Sebaran lokasi kawasan pantai berhutan pada ayat (1) huruf b angka 1 mencakup
bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Taman Nasional Bali Barat seluas 13.952,26Ha
huruf b, mencakup lokasi di Kecamatan (tigabelas ribu sembilan ratus lima puluh dua
Negara Kabupaten Jembrana dan di koma dua enam hektar) yang berlokasi di
Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di
Klungkung dengan luas total 625 ha (enam Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
ratus dua puluh lima hektar).
(4) Taman hutan raya lintas kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
(4) Sebaran lokasi kawasan taman nasional dan angka 2, mencakup Taman Hutan Raya Prapat
taman nasional laut sebagaimana dimaksud Benoa atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai
pada ayat (2) huruf c mencakup Taman seluas1.157,41Ha (seribu seratus lima puluh
Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 ha tujuh koma empat puluh satu hektar) berlokasi
(sembilan belas ribu dua koma delapan puluh di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar,
sembilan hektar) berlokasi di Desa Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan
Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Kabupaten Badung.
Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa
Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng mencakup wilayah (5) Taman Wisata Alam (TWA) sebagaimana 7. Perubahan luas Taman Wisata Alam (TWA) Kepmen
daratan dan perairan laut. dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3, seluas LHK 6022/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
(5) Sebaran lokasi kawasan Taman Hutan Raya 4.462,77Ha (empat ribu empat ratus enam
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, puluh dua koma tujuh tujuh hektar) atau 0,74%
mencakup Taman Hutan RayaPrapat Benoa (nol koma tujuh empat persen) dari luas wilayah
97
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas perencanaan, terdiri atas :
1.373,50 ha (seribu tiga ratus tujuh puluh a. TWA Buyan-Tamblingan di Kabupaten
tiga koma lima puluh hektar) berlokasi di Buleleng dan Tabanan seluas 1.797,14 Ha
sebagian wilayah Kecamatan Kuta Kabupaten (seribu tujuh ratus sembilan puluh tujuh
Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan koma satu empat hektar);
Kota Denpasar. b. TWA Batur-Bukit Payang di Kabupaten
Bangli seluas 2.081,71 Ha (dua ribu delapan
puluh satu koma tujuh satu hektar);
c. TWA Penelokan di Kabupaten Bangli seluas
568,93 Ha (Lima ratus enam puluh delapan
koma sembilan tiga hektar); dan
d. TWA Sangeh di Kabupaten Badung seluas
14,99 Ha (empat belas koma sembilan
sembilan hektar).
(6) Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi:
a. Pemantapan kebun raya yang telah ada
(6) Sebaran lokasi kawasan taman wisata alam meliputi :
dan taman wisata alam laut sebagaimana 1) Kebun Raya Eka Karya Bedugul di
dimaksud pada ayat (1) huruf e, mencakup: Kecamatan Baturiti Kabupaten
TWA Buyan-Tamblingan di Kabupaten Tabanan, merupakanbagian dari
Buleleng dan Tabanan seluas 1.491,16 ha Kawasan Cagar Alam Batukau
(seribu empat ratus sembilan puluh satu seluas…..;
koma enam belas hektar), TWA Batur-Bukit 2) Kebun Raya Negara di Kabupaten
Payang di Kabupaten Bangli seluas 2.075 ha Jembrana
(dua ribu tujuh puluh lima hektar), TWA 3) Kebun Raya Gianyar di Kabupaten
Penelokan di Kabupaten Bangli seluas 574,27 Gianyar
ha (lima ratus tujuh puluh empat koma dua b. Pengembangan kebun raya baru diarahan
puluh tujuh hektar), TWA Sangeh di di kawasan Pura Dalem Balingkang
Kabupaten Badung seluas 13,97 ha (tiga belas Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng,
koma sembilan puluh tujuh hektar), dan TWA Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung,
Laut Nusa Lembongan seluas 300 ha (tiga Kabupaten Klungkung dan Kabupaten
ratus hektar). Karangasem.
(7) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan suaka alam dengan
pemerintah kabupaten/kota.
(7) Sebaran lokasi kawasan konservasi pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, mencakup:
a. kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil di perairan Nusa Penida
98
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kabupaten Klungkung; perairan
Candidasa, Padangbai dan Bunutan di
Kabupaten Karangasem; Tembok,
Sambirenteng, Penuktukan, Les,
Tejakula, Pejarakan, Sumberkima dan
Pemuteran di Kabupaten Buleleng;
Kuta, Uluwatu dan Ungasan di
Kabupaten Badung; Sanur di Kota
Denpasar, Sowan Perancak di
Kabupaten Jembrana;
b. kawasan konservasi perairan di perairan
Melaya Kabupaten Jembrana; dan
c. kawasan konservasi maritim di
Tulamben Kabupaten Karangasem.
(8) Sebaran lokasi kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g, tercantum dalam Tabel
Lampiran XIII, dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(9) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan suaka alam dengan
pemerintah kabupaten/kota.
(10) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan pantai berhutan
bakau dengan kabupaten/kota.
(11) Gubernur menyelenggarakan pengelolaan
museum yang berhubungan dengan suaka
peninggalan sejarah dan kepurbakalaan.
Pasal 46 Pasal 46
(1) Kawasan rawan bencana alam, sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d,
mencakup:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Sebaran lokasi kawasan rawan tanah longsor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup kawasan-kawasan dengan tingkat
kerawanan sedang-tinggi yang terletak pada
99
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
daerah lereng bukit atau perbukitan, lereng
gunung, pegunungan, dan tebing atau lembah
sungai yang berada di Kabupaten Jembrana,
Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung,
Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung,
Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem,
dan Kabupaten Buleleng.
(3) Sebaran lokasi kawasan rawan gelombang
pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, pada sepanjang pantai Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten
Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten
Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kota
Denpasar.
(4) Sebaran lokasi kawasan rawan banjir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup kawasan-kawasan dengan tingkat
kerawanan sedang–tinggi yang terletak di Kota
Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten
Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Klungkung dan
Kabupaten Tabanan.
Pasal 47 Pasal 47
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e,
mencakup:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi;
dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah.
(2) Sebaran kawasan cagar alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. kawasan yang mempunyai keunikan
batuan dan fosil seperti pada batu
gamping di daerah Prapat Agung, Nusa
Penida dan Bukit yang batuannya
mengandung fosil foraminifera;
b. kawasan yang mempunyai keunikan
100
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
bentang alam berupa kaldera seperti
Kaldera Gunung Agung, Kaldera Buyan–
Beratan dan Kaldera Batur;
c. kawasan bentang alam karst untuk
daerah Semenanjung Bukit dan Nusa
Penida yang ditandai sumber air yang
mengalir sebagai sungai bawah tanah dan
adanya goa bawah tanah; dan
d. kawasan keunikan proses geologi yaitu
terdapat pada Kaldera Gunung Batur dan
Gunung Agung seperti adanya gas
solfatara atau gas beracun lainnya.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. kawasan rawan letusan gunung berapi;
b. kawasan rawan gempa bumi;
c. kawasan rawan gerakan tanah;
d. kawasan rawan yang terletak di zona
patahan aktif;
e. kawasan rawan tsunami;
f. kawasan rawan abrasi;
g. kawasan rawan bahaya gas beracun; dan
h. kawasan rawan intrusi air laut.
(4) Sebaran kawasan rawan bencana alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
mencakup:
a. sebaran kawasan rawan letusan gunung
berapi terdapat di kawasan gunung berapi
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem
dan Kabupaten Klungkung dan kawasan
gunung berapi Gunung Batur di
Kabupaten Bangli beserta alur-alur
sungai yang berpotensi menjadi aliran
lahar;
b. sebaran kawasan rawan gempa bumi
terdapat pada kawasan di sekitar pusat-
pusat sumber gempa bumi merusak yang
berada pada 4 (empat) titik lokasi terdiri
atas lokasi di utara perairan kawasan
Seririt, perairan di sebelah timur Pulau
Bali, perairan di sebelah selatan Pulau
101
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Bali dan perairan antara Pulau Bali
dengan Nusa Penida;
c. sebaran kawasan rawan gerakan tanah
adalah kawasan yang sering terjadi
gerakan tanah pada kawasan perbukitan
terjal di Kabupaten Karangasem,
Kabupaten Buleleng dan Kabupaten
Bangli;
d. sebaran kawasan yang terletak di zona
patahan aktif tersebar di bagian tengah
Pulau Bali di sepanjang pegunungan dari
barat ke timur pada Gunung Sangyang,
Gunung Merbuk, Gunung Mese, Gunung
Patas sampai Gunung Kutul dan di
sebelah utara Kawasan Ababi, Kabupaten
Karangasem;
e. sebaran kawasan rawan tsunami adalah
kawasan pantai yang berada pada zona
kerawanan tinggi dengan daerah topografi
yang landai dengan ketinggian < 10 meter
diatas muka laut terutama di bagian
selatan kawasan pesisir Pulau Bali yang
memanjang dari arah pesisir barat
(Kawasan Pekutatan, Kabupaten
Jembrana) sampai ke pesisir timur
(Kawasan Ujung, Kabupaten Karangasem)
di luar kawasan Semenanjung Bukit,
serta pada perairan utara Nusa
Lembongan dan Nusa Penida;
f. sebaran kawasan rawan abrasi dan erosi
pantai tersebar pada beberapa tempat
sepanjang pantai Kabupaten Badung,
Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Buleleng,
Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten
Tabanan;
g. sebaran kawasan rawan bahaya gas
beracun terdapat di sekitar Gunung Batur
di Kabupaten Bangli dan Gunung Agung
di Kabupaten Karangasem; dan
h. sebaran kawasan rawan rawan intrusi air
102
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
laut di kawasan pesisir Kabupaten
Badung (Kawasan Kuta, Jimbaran, dan
Nusa Dua), pesisir Kota Denpasar
(Kawasan Sanur dan Benoa), pesisir
Kabupaten Jembrana (Kawasan
Tegalbadeng, Awen), pesisir Kabupaten
Buleleng (sepanjang pantai Lovina,
Kecamatan Tejakula dan Kecamatan
Gerokgak), dan sebagian pesisir
Kabupaten Karangasem (kawasan
Candidasa dan Tulamben).
(5) Kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah sebagai mana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. kawasan imbuhan air tanah; dan
b. sempadan mata air.
(6) Sebaran kawasan imbuhan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a,
penyebarannya dari barat–timur Pulau Bali
yang meliputi kawasan lereng kaki gunung
dan puncak Gunung Batukaru, Gunung
Sangiyang, Gunung Lesong, Gunung Pohen,
Gunung Catur, Gunung Batur, Gunung
Agung, Gunung Seraya di wilayah Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten
Bangli, dan Kabupaten Karangasem.
(7) Sebaran sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b, terletak di
seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota.
Pasal 49 Pasal 49
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan hutan dengan faktor-faktor
lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan
setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penyeimbang mempunyai jumlah
nilai skor 175 (seratus tujuh puluh lima)
atau lebih;
b. kawasan hutan yang mempunyai lereng
lapang 40% (empat puluh persen) atau
lebih;
c. kawasan hutan yang mempunyai
ketinggian di atas permukaan laut 2.000
m. (dua ribu meter) atau lebih; dan
d. kawasan hutan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b, ditetapkan
dengan kriteria:
a. curah hujan tinggi;
b. berstruktur tanah yang mudah
105
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
meresapkan air; dan
c. geomorfologi yang mampu meresapkan air
secara besar-besaran.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman penyelenggaraan kegiatan tata
batas, pemeliharaan dan pengamanan
kawasan hutan lindung dan hutan
produksi;
b. pedoman penyelenggaraan kegiatan
penanggulangan erosi pada daerah aliran
sungai lintas kabupaten/kota pada
kawasan resapan air;
c. standar pengelolaan sumberdaya air
permukaan lintas kabupaten/kota; dan
d. standar pengamanan dan pelestarian
sumberdaya air lintas kabupaten/kota
termasuk pada kawasan resapan air.
Pasal 50 Tetap
(1) Kawasan suci sebagaimana dimaksud dalam Tetap
Pasal 44ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan
kriteria:
a. kawasan suci gunung merupakan
kawasan gunung dengan kemiringan
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) derajat sampai ke puncak;
b. kawasan suci danaudisetarakan dengan
kawasan resapan air;
c. kawasan suci campuhandisetarakan
dengan sempadan sungai selebar 50
meter yang memiliki potensi banjir
sedang;
d. kawasan suci pantaidisetarakan dengan
kawasan sempadan pantai;
e. Kawasan suci laut disetarakan dengan
kawasan perairan laut yang difungsikan
untuk tempat melangsungkan upacara
keagamaan bagi umat Hindu; dan
f. kawasan suci sekitar mata air disetarakan
dengan kawasan sempadan sekitar mata
air.
106
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b, ditetapkan
mengacu Bhisama PHDIP Tahun 1994,
dengan kriteria:
a. kawasan tempat suci di sekitar Pura Sad
Kahyangan dengan radius sekurang-
kurangnya apeneleng agung setara 5.000
(lima ribu) meter dari sisi luar tembok
penyengker pura;
b. kawasan tempat suci di sekitar Pura Dang
Kahyangan dengan radius sekurang-
kurangnya apeneleng alit setara dengan
2.000 (dua ribu) meter dari sisi luar
tembok penyengker pura; dan
c. kawasan tempat suci di sekitar Pura
Kahyangan Tiga dan pura lainnya,
dengan radius sekurang-kurangnya
Apenimpug atau Apenyengker.
(3) Penetapan status Pura-pura Sad Kahyangan
dan Dang Kahyangan dilakukan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari
PHDI Bali dan MUDP.
(4) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan
jarak paling sedikit 100 (seratus) meter
dari titik pasang air laut tertinggi ke arah
darat;
b. daratan sepanjang tepian laut yang
bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional
terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai;
dan
c. Gubernur menetapkan pedoman
penyelenggaraan penanggulangan abrasi,
sedimentasi, produktivitas lahan pada
daerah pesisir pantai lintas
kabupaten/kota.
Pasal 51 Tetap
(1) Kawasan suaka alam yang berupa cagar alam Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;
109
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. memiliki formasi biota tertentu dan/atau
unit-unit penyusunnya;
c. memiliki kondisi alam, baik biota maupun
fisiknya yang masih asli atau belum
diganggu manusia;
d. memiliki luas dan bentuk tertentu; atau
e. memiliki ciri khas yang merupakan satu-
satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan konservasi.
(2) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria koridor di
sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit
130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan, diukur dari garis air surut terendah
ke arah darat.
(3) Taman nasional dan taman nasional laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. berhutan atau bervegetasi tetap yang
memiliki tumbuhan dan satwa yang
beragam;
b. memiliki luas yang cukup untuk
menjamin kelangsungan proses ekologi
secara alami;
c. memiliki sumber daya alam yang khas
dan unik baik berupa jenis tumbuhan
maupun jenis satwa dan ekosistemnya
serta gejala alam yang masih utuh;
d. memiliki paling sedikit satu ekosistem
yang terdapat di dalamnya yang secara
materi atau fisik tidak boleh diubah baik
oleh eksploitasi maupun pendudukan
manusia; dan
e. memiliki keadaan alam yang asli untuk
dikembangkan sebagai pariwisata alam.
(4) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf d, ditetapkan
dengan kriteria:
a. berhutan atau bervegetasi tetap yang
memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang
110
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
beragam;
b. memiliki arsitektur bentang alam yang
baik;
c. memiliki akses yang baik untuk
keperluan pariwisata;
d. merupakan kawasan dengan ciri khas
baik asli maupun buatan, baik pada
kawasan yang ekosistemnya masih
utuhmaupun kawasan yang sudah
berubah;
e. memiliki keindahan alam dan/atau gejala
alam; dan
f. memiliki luas yang memungkinkan untuk
pengembangan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa jenis asli dan/atau
bukan asli.
(5) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf e, ditetapkan
dengan kriteria:
a. memiliki daya tarik alam berupa
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang
masih asli serta formasi geologi yang
indah, unik, dan langka;
b. memiliki akses yang baik untuk
keperluan pariwisata;
c. memiliki luas yang cukup untuk menjamin
pelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi
kegiatan wisata alam; dan
d. kondisi lingkungan di sekitarnya
mendukung upaya pengembangan
kegiatan wisata alam.
(6) Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) huruf f, ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam hayati, formasi geologi,
dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan
pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan
111
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
peningkatan kesadaran konservasi
sumberdaya alam hayati, wisata bahari
dan rekreasi;
b. mempunyai luas wilayah pesisir yang
cukup untuk menjamin kelestarian
potensi dan daya tarik serta pengelolaan
pesisir yang berkelanjutan; dan
c. kondisi lingkungan di sekitarnya
mendukung upaya pengembangan wisata
bahari dan rekreasi.
d. mempunyai aturan lokal/kesepakatan
adat masyarakat yang diberlakukan
untuk menjaga kelestarian lingkungan;
e. tempat tenggelamnya kapal yang
mempunyai nilai arkeologi-historis
khusus; dan
f. tempat ritual keagamaan atau adat.
(7) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf g, ditetapkan dengan kriteria sebagai
hasil budaya manusia yang bernilai tinggi
yang dimanfaatkan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan.
(8) Gubernur mengusulkan kepada Pemerintah
untuk diberi kewenangan dalam menyusun
dan menetapkan rencana pengelolaan taman
hutan raya dan rencana pengelolaan taman
wisata alam.
Pasal 52 Tetap
(1) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria kawasan
berbentuk lereng yang rawan terhadap
perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau
material campuran.
(2) Kawasan rawan gelombang pasang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1) huruf b, ditetapkan dengan kriteria
kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap
gelombang pasang dengan kecepatan antara
112
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang
timbul akibat angin kencang atau gravitasi
bulan atau matahari.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria kawasan yang
diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam banjir.
Pasal 53 Tetap
(1) Kawasan keunikan batuan dan fosil Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keragaman batuan dan dapat
berfungsi sebagai laboratorium alam;
b. memiliki batuan yang mengandung jejak
atau sisa kehidupan dimasa lampau
(fosil);
c. memiliki nilai paleo–antropologi dan
arkeologi;
d. memiliki tipe geologi unik; atau
e. memiliki satu-satunya batuan dan/atau
jejak struktur geologi masa lalu.
(2) Kawasan keunikan bentang alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf b dan huruf c, ditetapkan dengan
kriteria:
a. memiliki bentang alam gumuk pasir
pantai;
b. memiliki bentang alam berupa kawah,
kaldera, leher vulkanik, dan gumuk
vulkanik;
c. memiliki bentang alam goa;
d. memiliki bentang alam kubah; atau
e. memiliki bentang alam karst.
(3) Kawasan keunikan proses geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf d, ditetapkan dengan kriteria
Kawasan dengan kemunculan gas solfatara,
fumaroia.
113
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 54 Tetap
(1) Kawasan rawan letusan gunung berapi Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. wilayah disekitar kawah atau kaldera;
dan/atau
b. wilayah yang sering terlanda awan panas,
aliran lava, aliran lahar lontaran atau
guguran batu pijar dan/atau aliran gas
beracun.
(2) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria sebagai kawasan
yang berpotensi dan/atau pernah mengalami
gempa bumi dengan skala VII sampai XII
Modified Mercally Intencity (MMI).
(3) Kawasan gerakan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah tinggi.
(4) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf d, ditetapkan dengan kriteria
sempadan dengan lebar paling sedikit 250
(dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur
patahan aktif.
(5) Kawasan rawan tsunami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf e,
ditetapkan dengan kriteria zona kerawanan
tinggi yang merupakan daerah pantai dengan
elevasi rendah atau dengan kontur ketinggian
kurang dari 10,0 (sepuluh) meter dengan jarak
dari garis pantai kurang dari 50,0 (sepuluh)
meter.
(6) Kawasan rawan abrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf f,
ditetapkan dengan kriteria pantai yang
berpotensi dan/atau pernah mengalami
abrasi.
(7) Kawasan rawan bahaya gas beracun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf g, ditetapkan dengan kriteria wilayah
114
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
yang berpotensi dan/atau pernah mengalami
bahaya gas beracun terutama didaerah
kawah/kaldera gunung berapi Gunung Agung
dan Batur.
(8) Kawasan rawan intrusi air laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf h,
ditetapkan dengan kriteria 500 (lima ratus)
meter sampai dengan 1000 (seribu) meter dari
garis pantai di Bali yaitu daerah Kuta,
Jimbaran, Nusa Dua di Kabupaten Badung;
Sanur di Kota Denpasar; pantai utara Bali di
Kabupaten Buleleng; Candidasa, Kubu,
Tulamben di Kabupaten Karangasem dan
pantai disekitar Negara di Kabupaten
Jembrana.
Pasal 55 Tetap
(1) Kawasan imbuhan air tanah sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jenis fisik batuan atau litologi
dengan kemampuan meluluskan air
dengan jumlah yang berarti;
b. mempunyai lapisan penutup tanah
berupa pasir sampai lanau;
c. mempunyai hubungan hidrogeologis yang
menerus dengan daerah lepasan; dan
d. memiliki muka air tanah tidak tertekan
yang letaknya lebih tinggi dari pada muka
air tanah yang tertekan.
(2) Kawasan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. daratan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat untuk
mempertahankan fungsi mata air;
b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200
(dua ratus) meter dari mata air; dan
c. Gubernur menetapkan pedoman
penyelenggaraan dan standar pengelolaan
sumberdaya kawasan sempadan mata air
yang berdampak lintas kabupaten/kota.
115
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 56 Tetap
(1) Kawasan perlindungan plasma nutfah Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jenis plasma nutfah tertentu
yang memungkinkan kelangsungan
proses pertumbuhannya; dan
b. memiliki luas tertentu yang
memungkinkan kelangsungan proses
pertumbuhan jenis plasma nutfah.
(2) Kawasan terumbu karang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. berupa kawasan yang terbentuk dari
koloni masif dari hewan kecil yang secara
bertahap membentuk terumbu karang;
b. terdapat di sepanjang pantai dengan
kedalaman paling dalam 40 (empat puluh)
meter; dan
c. dipisahkan oleh laguna dengan
kedalaman antara 40 (empat puluh)
sampai dengan 75 (tujuh puluh lima)
meter.
(3) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota
laut yang dilindungi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria:
a. berupa kawasan memiliki ekosistem unik,
biota endemik, atau proses-proses
penunjang kehidupan; dan
b. mendukung alur migrasi biota laut.
Pasal 58 Pasal 58
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi (1) Kawasan hutan produksi sebagaimana - Menyesuaikan dengan Nomenklatur pada Permen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, ATR/Ka BPN No. 1 Tahun 2018 tentang pedoman
(1) huruf a, terdiri dari kawasan peruntukan seluas 9.087,29 Ha (sembilan ribu delapan penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
hutan produksi terbatas seluas 8.626,36 ha puluh tujuh koma dua sembilanhektar), - perubahan terkait pengaturan dan pembagian
(delapan ribu enam ratus dua puluh enam meliputi : kawasan hutan produksi
koma tiga puluh enam hektar) yang a. hutan produksi terbatas; - perubahan luas kawasan hutan produksi sesuai
117
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
eksploitasinya dilakukan dengan sistem jalur, b. hutan produksi tetap; dan Kepmen LHK 6022/MenLHK-
tidak tebang habis. c. hutan produksi konversi. PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
(2) Sebaran kawasan peruntukan hutan produksi (2) Hutan produksi terbatas sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
terdapat di Kabupaten Bangli (453,00 ha), 6.904,37 Ha (enam ribu sembilan ratus empat
Kabupaten Karangasem (204,11 ha), koma tiga tujuh hektar), terdiri atas :
Kabupaten Buleleng (3.207,95 ha), Kabupaten a. Hutan Produksi Terbatas Gunung Batur
Klungkung (244,00 ha), dan Kabupaten Bukit Payang 415,54 Ha (empat ratus lima
Jembrana (2.610,20 ha). belas koma lima empat hektar);
b. Hutan Produksi Terbatas Gunung Abang
Agung 178,44 Ha (seratus tujuh puluh
delapan koma empat puluh empat hektar);
c. Hutan Produksi Terbatas Bali Barat
5.876,15 (lima ribu delapan ratus tujuh
puluh enam koma satu lima hektar);
d. Hutan Produksi Terbatas Penulisan 198,95
Ha (seratus sembilan puluh delapan koma
sembilan lima hektar); dan
e. Hutan Produksi Terbatas Tanjung Bakung
235,29 Ha (dua ratus tiga puluh lima
koma dua sembilan hektar).
(3) Hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan pada ayat (1) huruf b seluas 2013,07 Ha (dua
produksi terbatas mencakup: ribu tiga belas koma nol tujuh hektar),
a. mempertahankan kawasan hutan tersebar di RTK Bali Barat 1.944,70 Ha (seribu
produksi untuk mendukung pencapaian sembilan ratus empat puluh empat koma
tutupan vegetasi hutan minimal 30% tujuh nol hektar), dan RTK Budeng 68,37Ha
(tiga puluh persen) dari luas wilayah (enam puluh delapan koma tiga tujuh hektar).
Pulau Bali;
b. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan industri kreatif;
c. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan hutan produksi yang
berbatasan dengan hutan lindung;
d. pemantauan dan pengendalian kegiatan
pengelolaan hutan produksi; dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis dan bekas (4) Hutan produksi konversi sebagaimana
terbakar. dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 169,85
(4) Perubahan fungsi peruntukan hutan produksi Ha(seratus enam puluh sembilan koma
menjadi hutan lindung dilakukan dengan delapan lima hektar) di Kelompok Hutan
reskoring dan diusulkan oleh Bupati/Walikota Prapat Benoa.
118
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
atas kajian teknis Gubernur kepada Menteri (5) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan
Kehutanan. produksi mencakup:
a. mempertahankan kawasan hutan
produksi untuk mendukung pencapaian
tutupan vegetasi hutan minimal 30%
(tiga puluh persen) dari luas wilayah
Pulau Bali;
b. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan industri kreatif;
c. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan hutan produksi yang
berbatasan dengan hutan lindung;
d. pemantauan dan pengendalian kegiatan
pengelolaan hutan produksi; dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis dan bekas terbakar.
Pasal 59 Tetap
(1) Kawasan peruntukan hutan rakyat Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) huruf b, luasannya tidak dapat dipetakan
dengan tegas karena berada pada kawasan-
kawasan di sekitar kawasan lindung atau
bercampur dengan kawasan budidaya lainnya
dalam luasan yang relatif kecil.
(2) Sebaran kawasan peruntukkan hutan rakyat
terutama pada kawasan-kawasan dengan
kemiringan di atas 40% (empat puluh persen),
pada kawasan yang berbatasan dengan hutan
lindung, pada kawasan di dalam radius
kawasan tempat suci, serta kawasan lainnya
secara tersebar dengan luasan kecil.
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan
rakyat, mencakup:
a. mengembalikan kawasan peruntukkan
hutan rakyat pada lahan dengan
kemiringan di atas 40% (empat puluh
persen), yang berupa hak milik
masyarakat yang beralih fungsi
menjadi kegiatan budidaya lainnya;
b. mendukung pencapaian tutupan
vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh
persen) dari luas wilayah Pulau Bali;
119
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan kegiatan industri dan indutri
kreatif;
d. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan peruntukkan hutan rakyat
yang berbatasan dengan hutan lindung;
dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis.
Pasal 60 Pasal 60
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana (1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf c, dalam Pasal 57 ayat (1) huruf c, mencakup:
mencakup: a. kawasan tanaman pangan;
a. kawasan budidaya tanaman pangan; b. kawasan hortikultura;
b. kawasan budidaya hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan
c. kawasan budidaya perkebunan; dan d. kawasan peternakan.
d. kawasan budidaya peternakan.
(2) Rencana kawasan peruntukan pertanian (2) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluas pada ayat (1), dikmbangkan seluas 298.214
298.214 ha (dua ratus sembilan puluh ha (dua ratus sembilan puluh delapan ribu
delapan ribu dua ratus empat belas hektar) dua ratus empat belas hektar) atau 52,9%
atau 52,9% (lima puluh dua koma sembilan (lima puluh dua koma sembilan persen) dari
persen) dari luas Daerah Provinsi Bali. luas wilayah perencanaan.
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan pertanian (3) Pengelolaan kawasan pertanian secara umum
secara umum dilaksanakan melalui: dilaksanakan melalui:
a. pengembangan masterplan a. pengembangan masterplan
pengembangan pertanian; pengembangan pertanian;
b. pemetaan potensi lahan pertanian; b. pemetaan potensi lahan pertanian;
c. penguatan manajemen subak; c. penguatan manajemen subak;
d. pengembangan penelitian d. pengembangan penelitian
pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan komoditas unggulan dan
sistem pola tanam yang mampu sistem pola tanam yang mampu
mengadaptasi kondisi perubahan iklim; mengadaptasi kondisi perubahan iklim;
e. pemantapan pelayanan jaringan irigasi; e. pemantapan pelayanan jaringan irigasi;
f. pencegahan dan pembatasan alih fungsi f. pencegahan dan pembatasan alih fungsi
lahan sawah beririgasi; lahan sawah beririgasi;
g. pengembangan secara bertahap sistem g. pengembangan secara bertahap sistem
pertanian organik di seluruh wilayah pertanian organik di seluruh wilayah
120
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kabupaten/kota; kabupaten/kota;
h. penetapan pencapaian target luas lahan h. penetapan pencapaian target luas lahan
pertanian berkelanjutan sekurang- pertanian berkelanjutan sekurang-
kurangnya 90% (sembilan puluh persen) kurangnya 90% (sembilan puluh persen)
dari luas lahan yang ada sejak dari luas lahan yang ada sejak
ditetapkannya Peraturan Daerah ini; ditetapkannya Peraturan Daerah ini;
i. pengembangan kawasan-kawasan i. pengembangan kawasan-kawasan
sentra produksi pertanian melalui sentra produksi pertanian melalui
sistem agribisnis terpadu yang sistem agribisnis terpadu yang
terintegrasi dengan pengembangan terintegrasi dengan pengembangan
Kawasan Agropolitan; dan Kawasan Agropolitan; dan
j. pengembangan kebijakan j. pengembangan kebijakan
pengintegrasian sektor pertanian pengintegrasian sektor pertanian
dengan pariwisata. dengan pariwisata.
Pasal 62 Tetap
(1) Sebaran kawasan budidaya hortikultura Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) huruf b, diperuntukkan bagi tanaman
pangan dan hortikultura, dan lokasinya
tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota
seluas 108.511 ha (seratus delapan ribu lima
ratus sebelas hektar) atau 19,3% (sembilan
122
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
belas koma tiga persen) dari luas Daerah
Provinsi Bali.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya hortikultura
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan untuk budidaya hortikultura
secara optimal;
b. pemanfaatan lahan basah yang belum
beririgasi pada bulan-bulan kering;
c. pemilihan jenis komoditi yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dengan masa
tanaman singkat;
d. pembatasan perluasan lahan budidaya
hortikultura dari kawasan budidaya
perkebunan dan peruntukan hutan
rakyat;
e. pengendalian kegiatan budidaya
hortikultura pada kawasan yang
memiliki kemiringan di atas 40% (empat
puluh persen), untuk diarahkan
bercampur atau dikembalikan kepada
tanaman budiaya perkebunan atau
tanaman kehutanan (agroforestry) untuk
mendukung kestabilan lereng dan
mencegah kerawanan longsor;
f. pemantapan kawasan agropolitan
berbasis pertanian hortikultura sebagai
penggerak perekonomian kawasan
perdesaan;
g. pengembangan kemitraan dengan sektor
industri dan pariwisata; dan
h. Pengembangan luasan kawasan budidaya
hortikultura secara bertahap pada tiap
subak dan desa sesuai potensinya.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman penetapan kawasan sentra
produksi komoditas hortikultura; dan
b. petunjuk teknis pembangunan bidang
pertanian budidaya hortikultura.
123
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 63 Tetap
(1) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c,
diperuntukkan bagi tanaman perkebunan
yang menghasilkan bahan baku industri
dalam negeri maupun untuk memenuhi
ekspor, tersebar di seluruh wilayah
kabupaten/kota seluas 113.366 ha (seratus
tiga belas ribu tiga ratus dua puluh dua
hektar) atau 20,1% (dua puluh koma satu
persen) dari luas Daerah Provinsi Bali.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya perkebunan
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan sebagai lahan perkebunan/
tahunan secara optimal dan dengan tetap
memperhatikan asas kelestarian
sumberdaya lahan;
b. arahan pengembangan untuk perkebunan
besar atau tanaman industri adalah
sesuai dengan penggunaan saat ini,
sedangkan tanaman
tahunan/perkebunan rakyat dapat
dikembangkan di setiap wilayah
kabupaten/kota pada lahan yang sesuai;
c. penguatan dan perluasan pengembangan
sistem agribisnis pada komoditas
perkebunan dan integrasi dengan
komoditas lainnya;
d. pemantapan dan pelestarian kawasan
perkebunan dengan komoditas-komoditas
khas yang sebagai keunggulan tanaman
perkebunan daerah;
e. wilayah yang menghasilkan produk
perkebunan yang bersifat spesifik lokasi
dilindungi kelestariannya dengan
sertifikat indikasi geografis;
f. wilayah yang sudah ditetapkan untuk
dilindungi kelestariannya dengan indikasi
geografis dilarang dialihfungsikan;
g. pemantapan kawasan agropolitan
124
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berbasis tanaman perkebunan sebagai
penggerak perekonomian kawasan
perdesaan;
h. pengembangan kemitraan dengan sektor
industri dan pariwisata; dan
i. Pengembangan luasan kawasan
perkebunan organik secara bertahap pada
tiap subak dan desa sesuai potensinya.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman perencanaan pembangunan
bidang budidaya perkebunan;
b. petunjuk teknis pelaksanaan
pembangunan bidang budidaya
perkebunan; dan
c. penyelenggaraan perizinan lintas
kabupaten/kota untuk usaha
perkebunan.
Pasal 64 Tetap
(1) Kawasan budidaya peternakan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d,
diperuntukkan bagi kegiatan peternakan
hewan besar, hewan kecil dan tidak
dikembangkan dalam bentuk padang
penggembalaan ternak sehingga batasan
lokasinya tidak dapat dipetakan secara tegas
dan diarahkan secara terpadu dan terintegrasi
bercampur dengan kawasan peruntukan
pertanian.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya peternakan
dilaksanakan melalui:
a. pemanfaatan lahan yang sesuai bagi
kegiatan peternakan secara optimal;
b. pemanfaatan lahan kritis melalui
pengembangan rumput, leguminosa,
semak, dan jenis pohon yang tahan kering
dan sesuai untuk makanan ternak;
c. pemanfaatan ruang bercampur dengan
kegiatan peruntukan lainnya, terutama
kawasan peruntukan pertanian dan
permukiman secara terbatas;
125
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pemanfaatan lahan pertanian yang dapat
mensuplai bahan makanan ternak secara
terpadu dan terintegrasi; dan
e. pemanfaatan lahan pekarangan
permukiman perdesaan, untuk kegiatan
peternakan skala rumah tangga.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur mengenai standar teknis minimal
rumah potong hewan, rumah sakit hewan,
satuan pelayanan peternakan terpadu,
pengendalian wabah atau virus yang
bersumber dari hewan dan lokasi usaha
peternakan.
Pasal 65 Tetap
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf d,
mencakup:
a. kawasan perikanan tangkap;
b. kawasan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan hasil perikanan.
(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. perikanan tangkap di perairan umum,
selanjutnya disebut perikanan perairan
umum; meliputi kawasan perikanan
tangkap di perairan danau dan kawasan
perikanan tangkap di perairan sungai dan
waduk; dan
b. perikanan tangkap di perairan laut
selanjutnya disebut perikanan laut, terdiri
atas:
1. jalur penangkapan ikan dengan batas
0 sampai 6 mil; dan
2. jalur penangkapan ikan dengan batas
6 sampai 12 mil laut.
c. sebaran pengembangan kegiatan
perikanan tangkap di perairan laut,
sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
meliputi:
1. pengembangan dan pemberdayaan
perikanan laut skala kecil meliputi:
126
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana; Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan; Kecamatan
Kuta Selatan, Kabupaten Badung;
Kecamatan Gianyar, Kabupaten
Gianyar; Kecamatan Nusa Penida dan
Dawan, Kabupaten Klungkung;
Kecamatan Manggis, Karangasem,
Abang, dan Kubu, Kabupaten
Karangasem; dan seluruh kecamatan
yang berbatasan dengan laut di
Kabupaten Buleleng;
2. pengembangan perikanan laut skala
menengah meliputi: Pengambengan di
Kabupaten Jembrana, Sangsit di
Kabupaten Buleleng dan Kedonganan
di Kabupaten Badung; dan
3. pengembangan perikanan laut skala
besar berpusat di Pelabuhan Benoa.
d. pemantapan prasarana pendukung
kegiatan perikanan laut, sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, meliputi:
1. Pelabuhan Perikanan Khusus Ekspor;
2. Pelabuhan Khusus Perikanan;
3. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI); dan
4. Pangkalan Perahu/Jukung Nelayan
Kecil.
(3) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
budidaya air tawar, budidaya air payau
(tambak) dan budidaya laut:
a. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya air tawar mencakup kawasan
perikanan budidaya kolam, kawasan
perikanan budidaya sawah bersama ikan
(minapadi), kawasan perikanan budidaya
perairan umum dan kawasan perikanan
budidaya saluran irigasi tersebar di
kabupaten/kota;
b. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya air payau (tambak) tersebar di
Kabupaten Buleleng dan Kabupaten
127
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Jembrana; dan
c. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya laut terdiri atas budidaya
rumput laut, budidaya kelompok ikan
(finfish), kerang abalone, mutiara dan
lainnya tersebar di wilayah pesisir
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi.
(4) Kawasan pengolahan hasil perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi kawasan Industri Perikanan dan
Kelautan, mencakup:
a. sentra-sentra industri kecil dan kerajinan
rumah tangga yang mengolah hasil-hasil
perikanan, lokasinya tersebar di seluruh
wilayah kabupaten/kota;
b. kawasan industri perikanan, tersebar di
Kawasan Pelabuhan Benoa dan
Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana;
c. sentra-sentra industri kecil kemaritiman,
tersebar kawasan perancak, Kabupaten
Jembrana, kawasan Kelurahan Tanjung
Benoa dan Kelurahan Benoa, Kabupaten
Badung, dan kawasan Jungutbatu,
Kabupaten Klungkung; dan
d. sentra-sentra industri garam, berlokasi di
Kawasan Kusamba, Kabupaten
Klungkung, Kawasan Kubu dan Abang,
Kabupaten Karangasem, dan Kawasan
Pejarakan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
(5) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan kawasan
yang diperuntukkan bagi perikanan,
khususnya perikanan air tawar seluas
1700,41 ha (seribu tujuh ratus koma empat
puluh satu hektar) dan air payau seluas
1667,00 ha (seribu enam ratus enam puluh
tujuh hektar) diarahkan di seluruh wilayah
kabupaten/kota yang potensial, sedangkan
perikanan laut baik pembudidayaan maupun
penangkapannya diarahkan ke perairan
teritorial sebatas 12 mil wilayah laut atau
setengah dari jarak daratan antar provinsil.
128
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(6) Gubernur memberikan dukungan
pengembangan perikanan melalui
perekayasaan teknologi perikanan serta
melaksanakan pengendalian terhadap
pelaksanaan pemberantasan penyakit ikan
dan eradiksi penyakit ikan di darat,
melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan kekayaan laut, pelayanan
izin usaha pembudidayaan dan penangkapan
ikan pada perairan di wilayah laut, dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan di
wilayah laut.
Pasal 67 Pasal 67
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f, dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f, Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
mencakup: mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. kawasan peruntukkan aneka industri; a. pengembangan kawasan peruntukkan - Mengacu UU No. tentang Industri………
dan industri;
b. sentra-sentra industri kecil. b. pembangunan kawasan industri; dan
c. pengembangan sentra industri kecil dan
industri menengah.
(2) Sebaran kawasan peruntukan industri (2) Pengembangan kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup: lokasinya di arahkan:
a. kawasan peruntukan aneka industri a. kawasan industri Celukan Bawang,
Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
Kabupaten Buleleng seluas 1.762 Ha seluas 1.762 ha (seribu tujuh ratus enam
(seribu tujuh ratus enam puluh dua puluh dua hektar); dan
hektar); b. kawasan industri Pengambengan,
b. kawasan peruntukan industri Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana
Pengambengan, Kecamatan Negara, seluas 625 ha (enam ratus dua puluh lima
Kabupaten Jembrana seluas 625 Ha (enam hektar).
ratus dua puluh lima hektar); dan
c. sentra-sentra industri kecil dan kerajinan
rumah tangga, lokasinya tersebar pada
kawasan permukiman di seluruh wilayah
kabupaten/kota.
133
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(3) Pembangunan kawasan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, lokasinya di
arahkan:
a. kawasan peruntukan industri Celukan
Bawang, di Kabupaten Buleleng;
b. kawasan peruntukan industri
Pengambengan, di Kabupaten
Jembrana;dan
c. kawasan industri kecil dan menengah
minimal 5 hektar di seluruh
kabupaten/kota.
(4) Pengembangan sentra industri kecil dan
industri menengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, lokasinya di arahkan
bercampur dengan kawasan permukiman di
Kabupaten/Kota.
Pasal 68 Tetap
(1) Kawasan peruntukan permukiman Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) huruf g, merupakan kawasan yang
diperuntukkan bagi kegiatan permukiman
atau didominasi oleh lingkungan hunian,
mencakup:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup fungsi-fungsi kawasan untuk
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan, terdiri atas;
kawasan perumahan, kawasan perdagangan
dan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga,
ruang terbuka hijau dan fungsi pemanfaatan
ruang lainnya sesuai
karakter tiap kawasan permukiman, lebih
lanjut diatur dengan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) kabupaten/kota ditetapkan
134
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan Peraturan Daerah.
(3) Lokasi kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebar
di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas
53.192 ha (lima puluh tiga ribu seratus
sembilan puluh dua hektar) atau 9,4%
(sembilan koma empat persen) dari luas
Daerah Provinsi Bali.
135
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP)
dalam daerah provinsi dan wilayah laut
sampai dengan 12 (dua belas) mil
ditetapkan oleh Gubernur;
b. wilayah pertambangan rakyat diarahkan di
Kabupaten Karangasem pada wilayah
Kecamatan Kubu, Abang, Bebandem,
Rendang dan Selat di luar kawasan
peruntukan permukiman, perkebunan dan
pariwisata; dan
c. sebaran pertambangan rakyat tradisional
skala kecil pada kawasan yang potensial
dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan tersebar di kabupaten/kota.
(3) Pertambangan minyak dan gas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
sumber energi minyak lepas pantai di perairan
Laut Bali sesuai potensi yang pemanfaatannya
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 70 Tetap
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf i,
mencakup kawasan peruntukan pertahanan
dan keamanan.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan peruntukan untuk pengembangan
dan pengelolaan ruang wilayah untuk
kepentingan pertahanan keamanan berskala
lokal, mencakup:
a. pengembangan sarana dan prasarana
pertahanan keamanan;
b. pemeliharaan dan pembinaan sarana dan
prasarana pertahanan keamanan yang
telah ada; dan
c. sebaran lokasi kawasan pertahanan dan
keamanan meliputi kawasan latihan
militer di Pulaki Kabupaten Buleleng dan
markas serta gudang amunisi, tersebar di
9 kabupaten/kota.
136
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
137
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
lahan sawah yang sudah ada melalui
program intensifikasi di seluruh wilayah
kabupaten/kota; dan
d. pencegahan dan pembatasan alih fungsi
lahan sawah beririgasi untuk kegiatan
budidaya lainnya, seperti
akomodasi/fasilitas pariwisata, industri,
perumahan skala besar, kecuali untuk
penyediaan prasarana umum di seluruh
wilayah kabupaten/kota.
(2) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan sebagai bahan pertanian lahan
kering secara optimal;
b. pemanfaatan lahan basah yang belum
beririgasi pada bulan-bulan kering; dan
c. pemilihan jenis komoditi yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dengan masa
tanam singkat.
(3) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan untuk tanaman perkebunan/
tanaman tahunan secara optimal dengan
tetap memperhatikan kelestarian
sumberdaya lahan; dan
b. pengembangan tanaman perkebunan
diprioritaskan pada tanaman yang
memiliki produktivitas tinggi dan daya
saing tinggi serta mampu mendukung
kelestarian lingkungan.
(4) Kawasan budidaya peternakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pemanfaatan area pertanian untuk
menghasilkan produk usaha peternakan
yang bernilai ekonomi tinggi;
138
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. pengembangan pada area pertanian lahan
kering atau kritis yang produktivitasnya
rendah;
c. keterpaduan kegiatan peternakan dengan
kawasan pertanian tanaman
tahunan/perkebunan;
d. kemampuan mendayagunakan bahan
pakan rerumputan, semak dan
pepohonan serta hasil pertanian dan
limbah pertanian secara optimal untuk
pakan ternak;
e. kemampuan mengoptimalkan sumber
daya lahan dan lingkungan secara
optimal; dan
f. kemampuan mempertahankan pelestarian
plasma nutfah dan konservasi lahan
secara berkelanjutan.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
46. Ketentuan Pasal 80 diubah, sehingga Pasal
80 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80 Pasal 80
(1) Penetapan kawasan strategis (1) Kawasan strategis yang terdapat di wilayah - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
provinsidilakukan berdasarkan kepentingan: provinsi terdiri atas: Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
a. pertahanan dan keamanan; a. kawasan strategis nasional yang terdapat Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. pertumbuhan ekonomi; di wilayah provinsi; - Perubahan terkait penyesuaian nomenklatur
c. sosial dan budaya Bali; b. kawasan strategis sesuai ratifikasi kawasan pariwisata sesuai PP. No 50 tahun 2011
d. pendayagunaan sumber daya alam internasional yang terdapat di wilayah tentang RIPPARNAS, peningkatan status KSPKD
dan/atau teknologi tinggi; dan provinsi; Tanah Lot di Kabupaten Tabanan menjadi KSPD
e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. c. kawasan strategis sektor skala nasional Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, penambahan
yang terdapat di wilayah provinsi; KSPD baru yaitu KSPD Tegal Besar -Goa Lawah di
d. kawasan strategis provinsi; dan Kabupaten Klungkung.
e. kawasan strategis kabupaten/kota. - Tidak mencantumkan kawasan strategis
(2) Sebaran kawasan strategis provinsi (2) Kawasan strategis nasional yang terdapat di pertahanan dan keamanan mengacu pedoman, dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau
tercantum dalam Tabel Lampiran XVIII dan ayat (1) huruf a terdiri atas: teknologi tinggi tidak ada di provinsi Bali
merupakan bagian tidak terpisahkan dari a. kawasan strategis nasional dari sudut
Peraturan Daerah ini. kepentingan pertumbuhan ekonomi,
meliputi Kawasan Perkotaan Denpasar –
Badung – Gianyar – Tabanan; dan
b. kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan sosial dan budaya meliputi
Kawasan Subak – Bali Lanscape.
(3) Peta kawasan strategis provinsi sebagaimana (3) Kawasan strategis sesuai ratifikasi
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam internasional yang terdapat di wilayah provinsi
Lampiran XIX dan merupakan bagian yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. bmerupakan kawasan strategis yang
ditetapkan Unesco, terdiri atas:
a. Kawasan warisan dunia subak lansekap
budaya Bali; dan
144
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. Kawasan Geopark Kaldera Batur sebagai
bagian dari Global Geopark Network
(GNN).
(4) Kawasan strategis sektor skala nasional yang
terdapat di wilayah provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan strategis pariwisata nasional
(KSPN) meliputi:
1) KSPN Kuta Sanur Nusa Dua dan
sekitarnya;
2) KSPN Bali Utara-Singaraja dan
Sekitarnya;
3) KSPN Menjangan-Pemuteran dan
Sekitarnya;
4) KSPN Taman Nasional Bali Barat dan
sekitarnya;
5) KSPN Nusa Penida dan sekitarnya;
6) KSPN Bedugul dan sekitarnya;
7) KSPN Ubud dan sekitarnya;
8) KSPN Kintamani-Danau Batur dan
sekitarnya;
9) KSPN Besakih-Gunung Agung dan
sekitarnya;
10) KSPN Tulamben-Amed dan
sekitarnya; dan
11) KSPN Karangasem-Amuk dan
sekitarnya.
b. Wilayah Sungai (WS) Bali – Penida; dan
c. Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) 15
Gilimanuk – Denpasar – Padang Bai.
(5) Kawasan strategis provinsi, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, ditetapkan
berdasarkan sudut kepentingan:
a. pertumbuhan ekonomi provinsi;
b. sosial dan budaya Bali; dan
c. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
(6) Kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
ditetapkan dalam PeraturanDaerah
Kabupaten/Kota tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
(7) Sebaran kawasan strategis provinsi
145
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
tercantum dalam Tabel Lampiran XVIII dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(8) Sebaran kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian skala 1:250.000 tercantum dalam
Lampiran X dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Penetapan Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 81 Tetap
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut Tetap
kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat
(1) huruf a, mencakup daerah latihan militer
di Pulaki Kabupaten Buleleng.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XIX.a dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
47. Ketentuan Pasal 82 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 82 Pasal 82
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan pertumbuhan ekonomi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 80 ayat (3) huruf b, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
(1) huruf b, mencakup: a. KSP dalam bentuk kawasan perkotaan - Perubahan terkait pengaturan dan penataan
a. kawasan strategis pelabuhan meliputi: meliputi: Kawasan Strategis Provinsi
Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan 1. Kawasan Perkotaan Denpasar–
Perikanan Pantai Pengambengan di Badung–Gianyar–Tabanan;
Kabupaten Jembrana; Pelabuhan Celukan 2. Kawasan Perkotaan Singaraja;
Bawang, Pelabuhan Pegametan, 3. Kawasan Perkotaan Semarapura; dan
Pelabuhan Sangsit di Kabupaten 4. Kawasan Perkotaan Negara.
Buleleng; Pelabuhan Padangbai, b. KSP dalam bentuk kawasan pelayanan
Pelabuhan Gunaksa, Pelabuhan transportasi meliputi:
Pariwisata Tanah Ampo, Pelabuhan Amed, 1. Bandar Udara Ngurah Rai di
Pelabuhan Depo Minyak Labuhan Amuk Kabupaten Badung;
146
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di Kabupaten Karangasem; Pelabuhan 2. Pelabuhan Benoa di Kota Denpasar;
Benoa di Kota Denpasar; 3. Pelabuhan Celukan Bawang di
b. kawasan strategis bandar udara meliputi: Kabupaten Buleleng;
Bandar Udara Ngurah Rai di Kabupaten 4. Pelabuhan Gilimanukdi Kabupaten
Badung, Landasan Udara Kolonel Wisnu Jembrana;
dan bandar udara pengembangan baru di 5. Pelabuhan Padangbai di Kabupaten
Kabupaten Buleleng; Karangasem;
c. kawasan strategis pariwisata meliputi: 6. Pelabuhan Gunaksa di kabupaten
Nusa Dua, Tuban, Kuta di Kabupaten Klungkung;
Badung; Sanur di Kota Denpasar; Ubud, 7. Pelabuhan Tanah Ampodi Kabupaten
Lebih di Kabupaten Gianyar; Soka di Karangasem; dan
Kabupaten Tabanan; Perancak, 8. Terminal Type A Mengwi di Kabupaten
Candikusuma di Kabupaten Jembrana; Badung.
Batuampar, Kalibukbuk, Air Sanih di c. KSP dalam bentuk pusat pemerintahan
Kabupaten Buleleng; Nusa Penida di meliputi Kawasan Civic Centre Niti
Kabupaten Klungkung; Candidasa, Ujung, Mandala di Kota Denpasar.
Tulamben di Kabupaten Karangasem; d. KSP dalam bentuk KSPD meliputi:
d. kawasan strategis DTWK meliputi: 1. KSPD Nusa Dua di Kabupaten
Kintamani di Kabupaten Bangli; Bedugul- Badung;
Pancasari di Kabupaten Tabanan dan 2. KSPD Tuban di Kabupaten Badung;
Buleleng; Tanah Lot di Kabupaten 3. KSPD Kuta dan di Kabupaten Badung;
Tabanan; Palasari, dan Gilimanuk di 4. KSPD Sanur di Kota Denpasar;
Kabupaten Jembrana; 5. KSPD Ubud di Kabupaten Gianyar;
e. kawasan Industri Celukan Bawang di 6. KSPD Lebih di Kabupaten Gianyar;
Kabupaten Buleleng dan Kawasan 7. KSPD Tanah Lot di Kabupaten
Industri Pengambengan di Kabupaten Tabanan;
Jembrana; 8. KSPD Soka di Kabupaten Tabanan;
f. kawasan Metropolitan Sarbagita di 9. KSPD Perancak di Kabupaten
Kabupaten/Kota: Denpasar, Badung, Jembrana;
Gianyar dan Tabanan; dan kawasan 10. KSPD Candikusuma di Kabupaten
pusat pemerintahan Provinsi Bali (Civic Jembrana;
Center Provinsi) di Renon Kota Denpasar; 11. KSPD Batuampar di Kabupaten
g. kawasan perkotaan fungsi PKW: Kawasan Buleleng;
Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan 12. KSPD Kalibukbukdi Kabupaten
Semarapura dan Kawasan Perkotaan Buleleng;
Negara; 13. KSPD Air Sanih di Kabupaten
h. kawasan sepanjang jalan arteri primer; Buleleng;
dan 14. KSPD Tegal Besar–Goa Lawah di
i. kawasan terminal penumpang tipe A Kabupaten Klungkung;
Mengwi di Kabupaten Badung. 15. KSPD Nusa Penida di Kabupaten
Klungkung;
16. KSPD Candidasa di Kabupaten
147
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Karangasem;
17. KSPD Ujung di Kabupaten
Karangasem; dan
18. KSPD Tulamben di Kabupaten
Karangasem.
e. KSP dalam bentuk KSPKD, meliputi:
1. KSPKD Kintamani di Kabupaten
Bangli;
2. KSPKD Bedugul–Pancasari di
Kabupaten Tabanan dan Kabupaten
Buleleng;
3. KSPKD Palasari di Kabupaten
Jembrana;dan
4. KSPKD Gilimanuk di Kabupaten
Jembrana.
f. KSP dalam bentuk kawasan peruntukan
industri meliputi:
1. Kawasan Celukan Bawang di
Kabupaten Buleleng; dan
2. Kawasan Pengambengan di
Kabupaten Jembrana.
g. KSP dalam bentuk pusat pelayanan publik
dan transportasi kawasan pusat
pemerintahan provinsi meliputi: Kawasan
Civic Centre Niti Mandala di Renon Kota
Denpasar.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepentingan pertumbuhan ekonomi digambarkan dalam peta dengan tingkat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketelitian skala 1 : 250.000tercantum dalam
tercantum dalam Lampiran XIX.b dan Lampiran IV dan merupakan bagian yang tidak
merupakan bagian yang tidak terpisahkan terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
dari Peraturan Daerah ini.
48. Ketentuan Pasal 83 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 83 Pasal 83
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) Kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf c, dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf c, Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: mencakup: - Perubahan terkait pengaturan dan penataan
a. kawasan radius kesucian Pura Sad a. kawasan tempat suci Pura Sad kawasan strategis provinsi
148
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kahyangan berdasarkan konsepsi Rwa Kahyangan, mencakup:
Bhineda, Tri Guna, Catur Lokapala, Sad 1. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten
Winayaka/Padma Bhuana, mencakup: Karangasem;
Pura Lempuyang Luhur (Puncak Gunung 2. Pura Andakasa di Kabupaten
Lempuyang di Kabupaten Karangasem), Karangasem;
Pura Andakasa (Puncak Gunung 3. Pura Batukaru di Kabupaten
Andakasa di Kabupaten Karangasem), Tabanan;
Pura Batukaru (lereng gunung Batukaru 4. Pura Batur di Kabupaten Bangli;
di Kabupaten Tabanan), Pura Batur (tepi 5. Pura Goa Lawah di Kabupaten
kawah Gunung Batur di Kabupaten Klungkung;
Bangli), Pura Goa Lawah (di Kabupaten 6. Pura Luhur Uluwatu di Kabupaten
Klungkung), Pura Luhur Uluwatu (Bukit Badung;
Pecatu di Kabupaten Badung), Pura 7. Pura Pucak Mangu di Kabupaten
Pucak Mangu (di Kabupaten Badung), Badung;
Pura Agung Besakih (lereng Gunung 8. Pura Agung Besakih di Kabupaten
Agung di Kabupaten Karangasem), Pura Karangasem;
Pusering Jagat (Pejeng di Kabupaten 9. Pura Pusering Jagat di Kabupaten
Gianyar), Pura Kentel Gumi (di Gianyar; dan
Kecamatan Banjarangkan Kabupaten 10. Pura Kentel Gumi di Kabupaten
Klungkung); dan Klungkung.
b. kawasan warisan budaya, terdiri dari: b. kawasan warisan budaya, mencakup:
kawasan Warisan Budaya Jatiluwih, 1. kawasan warisan budaya Jatiluwih;
Kawasan Warisan Budaya Taman Ayun, 2. Kawasan warisan budaya Taman
dan Kawasan DAS Tukad Pekerisan. Ayun; dan
3. Kawasan warisan budaya DAS Tukad
Pekerisan.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut (2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
Lampiran XIX.c dan merupakan bagian yang peta dengan tingkat ketelitian skala
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 1:250.000tercantum dalam Lampiran XI dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(3) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut (3) Sebaran kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam dimaksud pada ayat (1)digambarkan dalam
Lampiran XIX.d dan merupakan bagian yang peta dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. tercantum dalam Lampiran XI dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
149
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 85 Pasal 85
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) Kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan fungsi dan daya dukung kepentingan fungsi dan daya dukung Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Provinsi, Kabupaten dan Kota
dalam Pasal 80 ayat (1) huruf e, mencakup: dalam Pasal 80 ayat (1) huruf e, mencakup: - Perubahan terkait kawasan strategis provinsi dari
a. Taman Nasional Bali Barat di Kabupaten a. Kawasan Taman Hutan Raya Prapat sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
Jembrana dan Buleleng, Kawasan Taman Benoa (Ngurah Rai) di Kota Denpasar dan lingkungan hidup
Hutan Raya Prapat Benoa (Ngurah Rai) di Kabupaten Badung;
Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, b. Kawasan Danau Batur dan sekitarnya di
Taman Wisata Alam (TWA) Daratan yang Kabupaten Bangli;
mencakup TWA Danau Buyan- c. Kawasan Danau Beratan dan sekitarnya di
Tamblingan di Kabupaten Buleleng, TWA Kabupaten Tabanan; dan
Batur-Bukit Payung dan TWA Penelokan d. Kawasan Danau Buyan – Danau
di Kabupaten Bangli, TWA Sangeh di Tamblingan dan sekitarnya di Kabupaten
Kabupaten Badung; TWA Bawah Laut di Buleleng.
Nusa Lembongan Kabupaten Klungkung,
TWA Bawah Laut Pulau Menjangan di
Kabupaten Jembrana, Cagar Alam atau (2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
Hutan Lindung Batukaru di Kabupaten kepentingan fungsi dan daya dukung Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Tabanan; lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. seluruh kawasan hutan lindung, gunung pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
dan perbukitan di wilayah Provinsi Bali; tingkat ketelitian skala 1:250.000 tercantum
150
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. seluruh kawasan pesisir pantai di Provinsi dalam Lampiran XI dan merupakan bagian
Bali; yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
d. daerah aliran sungai potensial lintas ini.
kabupaten/kota;
e. potensi cekungan air bawah tanah lintas
kabupaten/kota berdasarkan
hidrogeologi/jenis batuan mencakup:
Cekungan Denpasar-Tabanan, Cekungan
Singaraja, Cekungan Danau Batur, dan
Cekungan Amlapura;
f. seluruh danau alam di Provinsi Bali
mencakup: Danau Tamblingan, Danau
Buyan, Danau Beratan, dan Danau
Batur;
g. kawasan rawan bencana gunung berapi
mencakup: Gunung Agung di Kabupaten
Karangasem, dan Gunung Batur di
Kabupaten Bangli; dan
h. seluruh perbatasan antara
kabupaten/kota.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf f, tercantum dalam Lampiran XIX.f dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(3) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf f, tercantum
dalam Lampiran XIX.g dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
(4) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tercantum dalam
Lampiran XIX.h dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
151
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tercantum dalam
Lampiran XIX.i dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, tercantum dalam
Lampiran XIX.j dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g, tercantum dalam
Lampiran XIX.k dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Kriteria Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 86 50. Ketentuan Pasal 86 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dalam Pasal 81, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. diperuntukkan bagi basis militer; dan materi teknis raperda
b. merupakan daerah latihan militer; dan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
c. tidak difungsikan untuk: daerah pembuangan
amunisi, peralatan pertahanan lainnya, gudang
amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan
dan/atau kawasan industri sistem pertahanan.
Pasal 87 51. Ketentuan Pasal 87 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dalam Pasal 82, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; dan materi teknis raperda
b. memiliki sektor unggulan yang dapat - Saran dari Kementerian ATR/BPN
menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah;
c. didukung jaringan prasarana dan fasilitas
penunjang kegiatan ekonomi skala pelayanan
wilayah, nasional dan internasional; dan
d. memiliki tingkat pelayanan tinggi untuk
mendorong aksesibilitas pergerakan
penumpang, barang dan jasa skala pelayanan
wilayah, nasional dan internasional.
152
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 88 52. Ketentuan Pasal 88 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Pasal 83, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. merupakan tempat suci dengan status Pura Sad dan materi teknis raperda
Kahyangan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
b. tempat pelestarian dan pengembangan adat
istiadat atau budaya daerah;
c. tempat perlindungan peninggalan budaya Bali;
dan
d. merupakan aset budaya Bali yang harus
dilindungi dan dilestarikan.
Pasal 89 53. Ketentuan Pasal 89 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
84, ditetapkan dengan kriteria: dan materi teknis raperda
a. diperuntukkan bagi kepentingan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
b. memiliki sumber daya alam strategis.
Pasal 90 54. Ketentuan Pasal 90 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, ditetapkan Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
dengan kriteria: dan materi teknis raperda
a. merupakan tempat perlindungan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
keanekaragaman hayati;
b. merupakan aset daerah berupa kawasan
lindung yang ditetapkan bagi perlindungan
ekosistem;
c. memberikan perlindungan terhadap
keseimbangan iklim makro;
d. memberikan perlindungan keseimbangan tata
guna air;
e. memberikan perlindungan terhadap kawasan
rawan bencana alam; dan
f. memberikan perlindungan terhadap daerah
pesisir.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
PROVINSI
153
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Umum
55. Ketentuan ayat (5) Pasal 91 dihapus,
sehingga Pasal 91 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 91 Pasal 91
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi (1) Tetap.
mengacu pada rencana struktur ruang dan
rencana pola ruang wilayah yang telah
ditetapkan.
(2) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi (2) Tetap.
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan indikasi program utama
pemanfaatan ruang;
b. penatagunaan tanah;
c. penatagunaan air; dan
d. penatagunaan ruang udara.
(3) Pengembangan penatagunaan sebagaimana (3) Tetap.
dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan
melalui penyusunan dan penetapan neraca
penatagunaan tanah, neraca penatagunaan
sumber daya air, neraca penatagunaan ruang
udara, dan neraca penatagunaan sumber
daya alam lainnya.
(4) Dalam penyelenggaraan penatagunaan (4) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikembangkan peta dasar wilayah atau
kawasan yang bersumber dari data peta citra
satelit terkini dengan koordinat terpadu
antara peta dasar provinsi dengan peta dasar
kabupaten/kota, yang selanjutnya
dimutakhirkan setiap lima tahun oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.
(5) Gubernur menetapkan pedoman (5) Dihapus. - Penataan ruang udara blm ada peraturan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, perundangan-undangan yang mengatur
penatagunaan ruang udara, dan - Mengacu ketentuan penetapan pergub tanpa
penatagunaan sumber daya alam lainnya persetujuan DPRD
dengan Peraturan Gubernur atas persetujuan
DPRD.
Pasal 92 Tetap
(1) Pengembangan indikasi program utama Tetap
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
154
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf a,
diselenggarakan dengan pengembangan
indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan yang berisi usulan program
utama, perkiraan pendanaan beserta
sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan.
(2) Kriteria pengembangan indikasi program
utama adalah:
a. mendukung perwujudan struktur ruang,
pola ruang, dan kawasan strategis
provinsi;
b. mendukung program utama penataan
ruang wilayah nasional dan wilayah
provinsi;
c. realistis, objektif, terukur, dan dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu
perencanaan;
d. konsisten dan berkesinambungan
terhadap program yang disusun, baik
dalam jangka waktu lima tahunan
maupun satu tahunan; dan
e. menjaga sinkronisasi antar program.
(3) Muatan indikasi program utama mencakup:
a. indikasi program utama perwujudan
struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola
ruang; dan
c. indikasi program utama perwujudan
kawasan strategis nasional dan provinsi.
(4) Indikasi program utama perwujudan struktur
ruang meliputi:
a. perwujudan PKN, PKW, dan PKL di wilayah
provinsi;
b. perwujudan sistem prasarana nasional dan
wilayah dalam wilayah provinsi, mencakup:
1. perwujudan sistem prasarana
transportasi darat, laut dan udara;
2. perwujudan sistem prasarana energi;
3. perwujudan sistem prasarana
telekomunikasi;
4. perwujudan sistem prasarana sumber
155
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
daya air; dan
5. perwujudan sistem prasarana
lingkungan.
(5) Indikasi program utama perwujudan pola
ruang meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung;
b. perwujudan kawasan budidaya; dan
c. perwujudan kawasan strategis provinsi.
(6) Pembiayaan program pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bersumber pada:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Nasional (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);
c. investasi swasta; dan/atau
d. kerja sama pembiayaan.
(7) Instansi pelaksana program pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan oleh:
a. pemerintah;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota;
d. dunia usaha;
e. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS);
dan
f. masyarakat.
(8) Kerja sama pembiayaan dan pelaksanaan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf d dan ayat (7) huruf e,
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.
(9) Indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam Lampiran XX dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 93 Tetap
(1) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf b, mencakup:
a. penguasaan;
b. penggunaan; dan
156
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pemanfaatan tanah.
(2) Penatagunaan tanah pada ruang yang
direncanakan untuk pembangunan prasarana
dan sarana untuk kepentingan umum
memberikan hak prioritas pertama bagi
pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak
atas tanah.
(3) Dalam pemanfaatan ruang pada kawasan
yang berfungsi lindung, diberikan prioritas
pertama bagi pemerintah daerah untuk
menerima pengalihan hak atas tanah dari
pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya.
(4) Penguasaan tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yang berasal dari tanah
timbul atau reklamasi di wilayah perairan
pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas
sungai dikuasai oleh Negara.
(5) Penggunaan dan pemanfaatan tanah
sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf b
dan huruf c, yang dilakukan pada kawasan
lindung dan kawasan budidaya mencakup:
a. pengamanan sempadan perbatasan
administrasi antara wilayah
kabupaten/kota sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) meter di kiri-kanan garis
perbatasan wilayah, serta berfungsi
sebagai ruang terbuka hijau, kecuali pada
kawasan perbatasan yang sudah padat
bangun-bangunan;
b. pengendalian intensitas pembangunan
untuk menjaga kualitas lingkungan,
kenyamanan, dan cadangan air dalam
tanah melalui pembatasan Koefisien
Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau
(KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB),
ketinggian bangunan, dan sempadan
bangunan yang penetapan, pengelolaan,
dan pengawasannya dilakukan oleh
157
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pemerintah kabupaten/ kota dengan
memperhatikan faktor-faktor fungsi
kawasan dan fungsi bangunan, jumlah
lantai, dan tingkat kepadatan; dan
c. pemanfaatan ruang bawah permukaan
tanah diperkenankan setelah dinyatakan
aman bagi lingkungan di dalam maupun
di sekitar ruang bawah permukaan tanah
berdasarkan hasil kajian teknis.
(6) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di
kawasan lindung dilakukan dengan
ketentuan:
a. tidak boleh mengganggu fungsi alam;
b. tidak mengubah bentang alam; dan
c. tidak mengganggu ekosistem alami.
(7) Penggunaan tanah di kawasan budidaya
dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak boleh diterlantarkan;
b. harus dipelihara dan dicegah
kerusakannya;
c. tidak saling bertentangan;
d. tidak saling mengganggu; dan
e. memberikan peningkatan nilai tambah
terhadap tanah.
Pasal 94 Tetap
(1) Penatagunaan air sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf c, mencakup:
a. penatagunaan perairan di darat; dan
b. pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
(2) Penatagunaan perairan darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. air permukaan; dan
b. air tanah.
(3) Arahan pemanfaatan sumber daya air
permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan badan sungai diarahkan
untuk perikanan, wisata tirta dan
pembangkit listrik tenaga air;
b. pemanfaatan air sungai diarahkan untuk
air irigasi dan air minum;
158
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pemanfaatan perairan danau diarahkan
untuk perikanan, wisata tirta dan
angkutan danau;
d. pemanfaatan air danau diarahkan untuk
memasok air bawah tanahdan air minum
penduduk di sekitar danau; dan
e. pengembangan air waduk/bendungan
diarahkan untuk irigasi dan air minum.
(4) Arahan pemanfaatan air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan
melalui sumur bor pada setiap cekungan air
tanah sesuai peta pengendalian pengambilan
air tanah dan perlindungan daerah resapan
mencakup:
a. kebutuhan pokok sehari-hari;
b. pertanian rakyat;
c. sanitasi lingkungan;
d. industri;
e. pertambangan; dan
f. pariwisata.
(5) Arahan pengendalian pemanfaatan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
mencakup:
a. penjagaan keseimbangan antara
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah;
b. penerapan perizinan dalam penggunaan
air tanah;
c. pembatasan penggunaan air tanah
dengan pengutamaan pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari;
d. pengaturan lokasi dan kedalaman
penyadapan akuifer;
e. pengaturan jarak antar sumur
pengeboran atau penggalian air tanah;
f. pengaturan kedalaman pengeboran atau
penggalian air tanah;
g. penerapan tarif progresif dalam
penggunaan air tanah sesuai dengan
tingkat konsumsi; dan
h. penerapan perizinan pemanfaatan air
tanah berdasarkan peraturan perundang-
159
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
undangan bagi kegiatan yang
memanfaatkan air tanah menjadi
persyaratan dalam proses penerbitan izin
mendirikan bangunan (IMB).
(6) Arahan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. perairan pesisir mencakup wilayah
perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil
laut diukur dari garis pantai, perairan
yang menghubungkan pantai dan pulau-
pulau, estuari, teluk, perairan dangkal,
rawa payau, dan laguna;
b. pengarahan pada pemanfaatan potensi
jasa lingkungan dan konservasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil
antarsektor, antara pemerintah dan
pemerintah daerah, antara ekosistem
darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. peruntukan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, mencakup kawasan
pemanfaatan umum, kawasan konservasi,
dan alur laut;
d. kawasan pemanfaatan umum
sebagaimana dimaksud pada huruf c
dapat dimanfaatkan untuk zona
pariwisata, pemukiman, pelabuhan,
pertanian, hutan, pertambangan,
perikanan budidaya, perikanan tangkap,
industri, infrastruktur umum dan zona
pemanfaatan terbatas sesuai dengan
karakteristik biogeofisik lingkungannya;
e. kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, dapat
dimanfaatkan untuk zona konservasi
perairan, konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil, konservasi maritim, dan/atau
160
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sempadan pantai; dan
f. alur laut sebagaimana dimaksud dalam
huruf c dapat dimanfaatkan untuk alur
pelayaran, alur sarana umum, dan alur
migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah
laut.
(7) Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil selanjutnya akan dijabarkan dalam
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP3K) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Provinsi Bali.
Pasal 95 Pasal 95
(1) Penatagunaan ruang udara sebagaimana a. Penambahan ayat terkait pembangunan penerima
Tetap
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf d, dan/atau pemancar televisi dan telekomunikasi.
meliputi konsolidasi pengaturan ruang udara
mencakup: b. Hal terkait Ketinggian Bangunan.
a. jalur penerbangan;
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009
b. frekuensi radio komunikasi;
tentang RTRWP Bali tahun 2009-2029 dan Peraturan
c. bangunan penunjang telekomunikasi;
Daerah Nomor 26 Tahun 2013 tentang RTRWK Badung
d. media elektronik;
Tahun 2013-2033, serta penyesuaian dengan dinamika
e. ketinggian bangunan;
yang berkembang, maka arahan tinggi bangunan
f. pengaturan baku mutu udara; dan
adalah:
g. pengaturan tingkat kebisingan atau
pencemaran. 1. pada prinsipnya ketinggian bangunan dibatasi
(2) Arahan pemanfaatan ruang udara maksimum 15 m (lima belas meter) diatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
dilakukan mengikuti ketentuan keselamatan
2. Untuk memberikan kelonggaran pengembangan
dan keamanan penerbangan, menjaga
bentuk atap arsitektur tradisional Bali, ketinggian
kesakralan tempat suci dan menjaga
bangunan dihitung dari permukaan tanah sampai
kenyamanan masyarakat, mencakup:
dengan perpotongan bidang tegak struktur
a. struktur dan ketinggian maksimum
bangunan dan bidang miring atap bangunan, serta
gedung dan bangunan-bangunan lain
dilarang memanfaatkan ruang diatas bidang
pada kawasan keselamatan operasi
perpotongan tersebut untuk melakukan kegiatan
penerbangan, batas kawasan kebisingan
yang bersifat permanen.
dan daerah lingkungan kepentingan
bandar udara, harus mengikuti ketentuan
keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta dikoordinasikan dengan instansi
terkait;
b. ketinggian bangunan yang memanfaatkan
ruang udara di atas permukaan bumi
161
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dibatasi maksimum 15 (lima belas) meter,
kecuali bangunan umum dan bangunan
khusus yang memerlukan persyaratan
ketinggian lebih dari 15 (lima belas) meter,
seperti: menara pemancar, tiang listrik
tegangan tinggi, mercu suar, menara-
menara bangunan keagamaan, bangunan-
bangunan untuk keselamatan
penerbangan, bangunan pertahanan
keamanan, dan bangunan khusus untuk
kepentingan keselamatan dan keamanan
umum lainnya berdasarkan pengkajian
dengan memperhatikan keamanan, 3. Bangunan-bangunan yang ketinggiannya dapat
kenyamanan, dan keserasian terhadap melebihi 15 m (lima belas meter) berupa :
lingkungan sekitarnya, serta a. bangunan yang merupakan bagian dari
dikoordinasikan dengan instansi terkait; bangunan fasilitas peribadatan;
c. lokasi pembangunan bangunan menara b. bangunan khusus yang berkaitan dengan
penerima dan/atau pemancar radio, pertahanan kemananan;
televisi, dan telekomunikasi harus c. bangunan khusus yang berkaitan dengan
dibangun pada kawasan budidaya, fasilitas mitigasi bencana dan penyelamatan;
memberikan rasa aman dan menjamin d. bangunan khusus yang berkaitan dengan
keselamatan lingkungan, tidak fasilitas penerbangan;
mengganggu kegiatan keagamaan, e. bangunan khusus terkait pertelekomunikasian;
kesucian wujud-wujud sakral yang ada di f. bangunan khusus menara pemancar radio,
sekitarnya, yang harus dibangun dan bangunan khusus menara pemancar televisi;
dipergunakan secara kolektif; dan g. bangunan khusus pemantau bencana alam;
d. pengaturan ketinggian penerbangan h. bangunan khusus menara pemantau operasional
pesawat tidak boleh lebih rendah dari dan keselamatan pelayaran;
1000 (seribu) feet di atas permukaan i. bangunan khusus terkait transmisi tenaga
tanah, kecuali sesuai prosedur listrik;
pendekatan lepas landas pada setiap j. bangunan khusus terkait identitas dan jati diri
bandar udara dan kondisi darurat. wilayah/kawasan berupa monumen, bangunan
(3) Gubernur mengatur dengan Peraturan penanda/landmark dan sebagainya yang mutlak
Gubernur: membutuhkan persyaratan ketinggian lebih dari
a. petunjuk teknis penetapan jalur dan 15 m (lima belas meter), dapat dikembangkan
syarat ketinggian penerbangan untuk dengan tetap memperhatikan keserasian dengan
kegiatan wisata udara atau olah raga lingkungan sekitarnya serta dikoordinasikan
dirgantara; dan dengan instansi terkait, sepanjang bangunan
b. pedoman penetapan lokasi pembangunan khusus tersebut tidak difungsikan sebagai
bangunan menara penerima dan/atau hunian dan/atau kegiatan usaha.
pemancar radio, televisi, dan 4. bangunan khusus yang ketinggiannya boleh
telekomunikasi. melebihi 15 meter diprioritaskan pengembangannya
162
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di luar zona lindung, kecuali untuk jaringan
infrastruktur sesuai ketentuan, di luar zona suci
atau zona tempat suci kecuali dalam rangka
mendukung bangunan khusus tempat suci, di luar
zona Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),
di luar zona perumahan, serta di luar zona lainnya
yang perlu dikonservasi setelah mendapat
pengkajian ulang melalui koordinasi dengan instansi
terkait.
BAB VIII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
56. Ketentuan Pasal 96 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 96 Pasal 96
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang (1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
mencakup: mencakup: Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
a. arahan peraturan zonasi sistem provinsi; a. indikasi arahan peraturan zonasi; Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. arahan perizinan; b. arahan perizinan; - perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
c. arahan pemberian insentif dan disinsentif; c. arahan insentif dan disinsentif; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang
dan d. arahan sanksi.
d. arahan sanksi.
(2) Arahan peraturan zonasi sistem provinsi (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup: huruf a, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan; perkotaan;
b. arahan peraturan zonasi kawasan b. Indikasiarahan peraturan zonasi kawasan
perdesaan; perdesaan;
c. arahan peraturan zonasi kawasan di c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi darat; di sekitar jaringan transportasi darat;
d. arahan peraturan zonasi kawasan di d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi laut; di sekitar jaringan transportasi laut;
e. arahan peraturan zonasi kawasan di e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi udara; di sekitar jaringan transportasi udara;
f. arahan peraturan zonasi kawasan di f. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan energi; di sekitar jaringan energi;
g. arahan peraturan zonasi kawasan di g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan telekomunikasi; di sekitar jaringan telekomunikasi;
h. arahan peraturan zonasi kawasan di h. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
163
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sekitar jaringan prasarana sumber daya di sekitar jaringan prasarana sumber daya
air; air;
i. arahan peraturan zonasi kawasan di i. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan prasarana lingkungan; di sekitar jaringan prasarana lingkungan;
j. arahan peraturan zonasi kawasan j. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
lindung; dan lindung; dan
k. arahan peraturan zonasi kawasan k. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
budidaya. budidaya.
Bagian Kedua
Arahan Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Perkotaan
Pasal 97 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(2) huruf a, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKN;
b. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKW;
c. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKL; dan
d. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PPK.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala internasional
dan nasional yang didukung dengan
fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang
sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dan vertikal secara
terbatas sesuai dengan kebijakan daerah;
c. penyediaan ruang terbuka hijau kota
164
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKW sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala provinsi dan
beberapa kabupaten yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
rendah sampai menengah yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dikendalikan;
c. penyediaan Ruang Terbuka Hijau Kota
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKL sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala provinsi dan
beberapa kabupaten yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
165
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
rendah sampai menengah yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dikendalikan;
c. penyediaan ruang terbuka hijau kota
minimal 40% dari luas kawasan
perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(5) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi berskala kecamatan dan
beberapa kecamatan yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayani;
b. penyediaan ruang terbuka hijau kota
minimal 50% (lima puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan;
c. membatasi alih fungsi lahan sawah
beririgasi teknis; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
Paragraf 2
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Perdesaan
Pasal 98 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan Tetap
perdesaansebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 ayat (2) huruf b, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan
perdesaan;
b. arahan peraturan zonasi Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL); dan
c. arahan peraturan zonasi kawasan
agropolitan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan perdesaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
166
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
mencakup:
a. minimal 75% (tujuh puluh lima persen)
wilayah merupakan peruntukkan
pertanian di luar kawasan lindung;
b. memiliki susunan fungsi kawasan yang
terdiri dari komponen ruang sebagai
kawasan permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan desa,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
perdesaan;
c. mempertahankan ruang terbuka hijau
sebagai batas antar desa/unit
permukiman sebagai salah satu usaha
mempertahankan identitas desa;
d. mempertahankan proporsi lahan
pertanian tanaman pangan minimal 90%
(sembilan puluh persen) dari total luas
yang ada;
e. memiliki aksesibilitas antar desa, pusat
pelayanan perdesaan dan kawasan
perkotaan;
f. peruntukan ruang terintegrasi dengan
tata sukerta palemahan pada awig-awig
Desa Pakraman setempat; dan
g. mengatur dan membatasi pengembangan
fasilitas/ akomodasi pariwisata
perdesaan, yang disesuaikan dengan
fungsi dan daya dukung lingkungan dan
dalam bentuk pariwisata kerakyatan.
(3) Arahan peraturan zonasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. minimal 75% (tujuh puluh lima persen)
wilayah merupakan peruntukkan
pertanian di luar kawasan lindung;
b. memiliki fasilitas pelayanan beberapa
desa yang mengelompok dan lebih
lengkap dari desa-desa sekitarnya;
c. memiliki aksesibilitas ke pelayanan desa-
desa sekitarnya dan dengan kawasan
perkotaan; dan
d. peruntukan ruang terintegrasi dengan
rencana tata palemahan pada awig-awig
167
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Desa Pakraman setempat.
(4) Arahan peraturan zonasi Kawasan Agropolitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
mencakup:
a. memiliki satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengolahan
sumber daya alam; dan
b. memiliki keterkaitan fungsional dan
hirarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis.
Paragraf 3
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Darat
Pasal 99 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf c,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi jaringan jalan;
dan
b. penyeberangan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
jaringan jalan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan
nasional dan jalan provinsi dengan
tingkat intensitas menengah hingga tinggi
yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. pelarangan alih fungsi lahan yang
berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan
nasional dan jalan provinsi;
c. penetapan ruang manfaat jalan, ruang
milik jalan, ruang pengawasan jalan dan
garis sempadan bangunan di sisi jalan;
d. pengaturan persimpangan tidak sebidang
pada kawasan padat lalu lintas, setelah
melalui kajian teknis dan budaya;
e. pembatasan pemanfatan ruang selain
ruang lalu lintas di ruang milik jalan pada
jalan arteri primer dan kolektor primer;
168
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dan
f. kewajiban melakukan Analisis Dampak
Lalu Lintas (ANDALL) sebagai persyaratan
izin mendirikan bangunan bagi
pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan
yang berpotensi mengganggu arus lalu
lintas.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional dan pengembangan kawasan
pelabuhan;
b. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan harus mendapatkan izin
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
c. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air
di sepanjang lintas penyeberangan
dilakukan dengan tidak mengganggu
aktivitas penyeberangan.
Paragraf 4
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Laut
Pasal 100 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf d,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi pelabuhan
umum; dan
b. arahan peraturan zonasi alur pelayaran.
(2) Arahan peraturan zonasi pelabuhan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional dan pengembangan kawasan
pelabuhan;
b. pelarangan kegiatan di ruang udara bebas
169
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di atas badan air yang berdampak pada
keberadaan jalur transportasi laut; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan harus mendapatkan izin
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(3) Arahan peraturan zonasi alur pelayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. pemanfaatan ruang pada badan air di
sepanjang alur pelayaran dibatasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
dan
b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air
di sepanjang alur pelayaran dilakukan
dengan tidak mengganggu aktivitas
pelayaran.
Paragraf 5
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Udara
Pasal 101 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf e,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi bandar udara
umum;
b. arahan peraturan zonasi bandar udara
perintis; dan
c. arahan peraturan zonasi ruang udara
untuk penerbangan;
(2) Arahan peraturan zonasi bandar udara umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. pengembangannya mengacu pada daya
dukung wilayah untuk menampung
jumlah maksimum kunjungan wisatawan
yang ditargetkan;
b. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
170
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
operasional bandar udara;
c. pemanfaatan ruang di sekitar bandar
udara sesuai dengan kebutuhan
pengembangan bandar udara
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. batas-batas Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan dan batas-batas
kawasan kebisingan.
(3) Arahan peraturan zonasi Bandar Udara
Perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, pengembangannya mengacu
peraturan perundang-undangan.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
ruang udara untuk penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. disusun dengan memperhatikan
pembatasan pemanfaatan ruang udara
agar tidak menggangu sistem operasional
penerbangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. arahan peraturan ketinggian penerbangan
diatas permukaan tanah mencakup
ketinggian serendah-rendahnya 1000
(seribu) feet; dan
c. batasan ketinggian penerbangan terendah
sebagaimana dimaksud pada huruf b,
tidak berlaku untuk kegiatan
penerbangan yang terkait dengan upaya-
upaya penyelamatan, keadaan darurat,
dan keamanan negara.
Paragraf 6
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Energi
Pasal 102 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 ayat (2) huruf f, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar pembangkit tenaga listrik; dan
b. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar jaringan transmisi tenaga listrik.
171
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
pembangkit tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di
sekitar pembangkit listrik harus
memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
pelarangan pemanfaatan ruang bebas di
sepanjang jalur transmisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 7
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 103 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g,
mencakup pemanfaatan ruang lokasi
penempatan stasiun bumi dan menara
pemancar telekomunikasi dengan
memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan kegiatan kawasan sekitarnya.
(2) Penempatan menara pemancar
telekomunikasi memperhatikan keserasian
dengan lingkungan sekitarnya.
Paragraf 8
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana
Sumber Daya Air
Pasal 104 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(2) huruf h, pada daerah aliran sungai
mencakup:
a. pemanfaatan ruang pada daerah aliran
sungai dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
dan
b. pemanfaatan ruang daerah aliran sungai
lintas kabupaten/kota, termasuk daerah
172
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
hulunya, yang dilakukan oleh
kabupaten/kota yang berbatasan harus
selaras dengan arahan pola ruang
wilayah.
(2) Arahan peraturan zonasi sistem pengelolaan
drainase mencakup:
a. setiap kawasan memiliki sistem drainase
terpadu dan efektif;
b. pelarangan pembuangan limbah
padat/sampah ke saluran drainase; dan
c. pelarangan terhadap
gangguan/pemotongan terhadap saluran
drainase.
Paragraf 9
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana
Lingkungan
Pasal 105 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf i,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan limbah;
b. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun; dan
c. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan persampahan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan limbah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk pengelolaan air
limbah diprioritaskan pada kawasan
pariwisata dan/atau kawasan
permukiman padat penduduk;
b. pembangunan unit pengolahan limbah
berada di luar radius kawasan tempat
suci;
c. pengembangan jaringan tidak melewati
dan/atau memotong kawasan tempat
suci/pura; dan
173
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pembuangan efluen air limbah ke media
lingkungan hidup tidak melampaui
standar baku mutu air limbah.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. lokasi pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun diarahkan di luar
kawasan permukiman;
b. pembangunan unit pengolahan limbah
bahan berbahaya dan beracun
memperhatikan prinsip-prinsip keamanan
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
c. pengelola limbah bahan berbahaya dan
beracun memiliki perizinan sesuai
ketentuan yang berlaku; dan
d. pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun wajib meyampaikan laporan
sesuai ketentuan.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan persampahan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
mencakup:
a. lokasi TPA tidak berada pada radius
kesucian pura;
b. lokasi TPA mendapat persetujuan
masyarakat setempat;
c. TPA untuk ukuran kota besar dan kota
metropolitan menggunakan metoda
sistem lahan urug saniter (sanitary
landfill);
d. TPA untuk ukuran kota sedang dan kota
kecil menggunakan metode lahan urug
terkendali (controlled landfill);
e. TPA wajib melakukan pengelolaan air
lindi/licit dan pembuangan air lindi ke
media lingkungan hidup tidak melampaui
standar baku mutu lingkungan;
f. pelarangan membuang sampah di luar
tempat yang telah ditentukan;
174
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
g. pelarangan membuang sampah sebelum
di pilah; dan
h. pelarangan pembakaran sampah pada
volume tertentu.
Paragraf 10
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
57. Ketentuan Pasal 106 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106 Pasal 106
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan lindung (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
(2) huruf j, mencakup: 96 ayat (2) huruf j, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. arahan peraturan zonasi kawasan yang a. indikasi arahan peraturan zonasi - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
memberikan perlindungan kawasan kawasan yang memberikan perlindungan arahan zonasi kawasan lindung.
bawahannya; kawasan bawahannya;
b. arahan peraturan zonasi kawasan b. indikasi arahan arahan peraturan zonasi
perlindungan setempat; kawasan perlindungan setempat;
c. arahan peraturan zonasi kawasan suaka c. indikasi arahan peraturan zonasi
alam, pelestarian alam, dan cagar kawasan suaka alam, pelestarian alam,
budaya; dan cagar budaya;
d. arahan peraturan zonasi kawasan rawan d. indikasi arahan peraturan zonasi
bencana alam; kawasan rawan bencana alam;
e. arahan peraturan zonasi kawasan lindung e. indikasi arahan peraturan zonasi
geologi; dan kawasan lindung geologi; dan
f. arahan peraturan zonasi kawasan lindung f. indikasi arahan peraturan zonasi
lainnya. kawasan lindung lainnya.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan yang yang memberikan perlindungan kawasan
memberikan perlindungan kawasan bawahannya, sebagaimana dimaksud pada
bawahannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
ayat (1) huruf a, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan hutan kawasan hutan lindung; dan
lindung; dan b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi resapan air; resapan air.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat, sebagaimana
perlindungan setempat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan suci; kawasan suci;
b. arahan peraturan zonasi kawasan tempat b. indikasi arahan peraturan zonasi
suci; kawasan tempat suci;
c. arahan peraturan zonasi sempadan c. indikasi arahan peraturan zonasi
175
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pantai; sempadan pantai;
d. arahan peraturan zonasi sempadan d. indikasi arahan peraturan zonasi
sungai; sempadan sungai;
e. arahan peraturan zonasi sempadan e. indikasi arahan peraturan zonasi
jurang; sempadan jurang;
f. arahan peraturan zonasi danau/waduk; f. indikasi arahan peraturan zonasi
dan danau/waduk; dan
g. arahan peraturan zonasi ruang terbuka g. indikasi arahan peraturan zonasi ruang
hijau kota. terbuka hijau kota.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan suaka suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, budaya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf c, mencakup:
mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi cagar
a. arahan peraturan zonasi cagar alam; alam;
b. arahan peraturan zonasi kawasan pantai b. indikasi arahan peraturan zonasi
berhutan bakau; kawasan pantai berhutan bakau;
c. arahan peraturan zonasi taman nasional; c. indikasi arahan peraturan zonasi taman
d. arahan peraturan zonasi taman hutan nasional;
raya; d. indikasi arahan peraturan zonasi taman
e. arahan peraturan zonasi taman wisata hutan raya;
alam; e. indikasi arahan peraturan zonasi taman
f. arahan peraturan zonasi kawasa wisata alam;
konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil; f. indikasi arahan peraturan zonasi kawasa
dan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
g. arahan peraturan zonasi kawasan cagar dan
budaya dan ilmu pengetahuan. g. indikasi arahan peraturan zonasi
kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(5) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan rawan bencana alam, sebagaimana dimaksud
bencana alam, sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) huruf d, mencakup:
ayat (1) huruf d, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan tanah longsor;
tanah longsor; b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gelombang pasang; dan
gelombang pasang; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi
c. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan banjir.
banjir. (6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(6) Arahan peraturan zonasi kawasan lindung lindung geologi, sebagaimana dimaksud pada
geologi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (1) huruf e, mencakup:
huruf e, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
176
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. arahan peraturan zonasi kawasan cagar kawasan cagar alam geologi;
alam geologi; b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan letusan gunung berapi;
letusan gunung berapi; c. indikasi arahan peraturan zonasi
c. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi;
gempa bumi; d. indikasi arahan peraturan zonasi
d. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gerakan tanah;
gerakan tanah; e. indikasi arahan peraturan zonasi
e. arahan peraturan zonasi kawasan yang kawasan yang terletak di zona patahan
terletak di zona patahan aktif; aktif;
f. arahan peraturan zonasi kawasan rawan f. indikasi arahan peraturan zonasi
tsunami; kawasan rawan tsunami;
g. arahan peraturan zonasi kawasan rawan g. indikasi arahan peraturan zonasi
abrasi; kawasan rawan abrasi;
h. arahan peraturan zonasi kawasan rawan h. indikasi arahan peraturan zonasi
bahaya gas beracun; kawasan rawan bahaya gas beracun;
i. arahan peraturan zonasi kawasan rawan i. indikasi arahan peraturan zonasi
intrusi air laut; kawasan rawan intrusi air laut;
j. arahan peraturan zonasi kawasan j. indikasi arahan peraturan zonasi
imbuhan air tanah; dan kawasan imbuhan air tanah; dan
k. arahan peraturan zonasi sempadan mata k. indikasi arahan peraturan zonasi
air. sempadan mata air.
198
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
62. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 112 Pasal 112
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
perlindungan plasma nutfah sebagaimana perlindungan plasma nutfah sebagaimana Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) huruf a, dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) huruf a, Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: mencakup: - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
a. perlindungan kawasan pelestarian jenis a. perlindungan kawasan pelestarian jenis arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
plasma nutfah tertentu agar terjamin plasma nutfah tertentu agar terjamin suci.
kelangsungan proses pertumbuhannya kelangsungan proses pertumbuhannya
dan perkembangbiakannya; dan dan perkembangbiakannya; dan
b. integrasi kawasan pelestarian jenis c. integrasi kawasan pelestarian jenis
plasma nutfah secara sinergi dengan plasma nutfah secara sinergi dengan
kawasan lindung atau budidaya. kawasan lindung atau budidaya.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan terumbu (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal terumbu karang sebagaimana dimaksud
106 ayat (7) huruf b, mencakup: dalam Pasal 106 ayat (7) huruf b, mencakup:
a. pengamanan dan perlindungan ekosistem a. pengamanan dan perlindungan
terumbu karang dari ancaman destructive ekosistem terumbu karang dari
fishing; ancaman destructive fishing;
b. rehabilitasi dan restorasi ekosistem b. rehabilitasi dan restorasi ekosistem
terumbu karang yang telah mengalami terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan; kerusakan;
c. pengembangan wisata bahari; dan c. pengembangan wisata bahari; dan
d. penanaman dan pengembangan terumbu d. penanaman dan pengembangan terumbu
karang. karang.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan koridor (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
bagi jenis satwa atau biota laut yang koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang
dilindungi sebagaimana dimaksud dalam dilindungi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (7) huruf c, mencakup: Pasal 106 ayat (7) huruf c, mencakup:
a. pelarangan penangkapan satwa yang a. pelarangan penangkapan satwa yang
dilindungi; dilindungi;
b. perlindungan pada koridor jalur b. perlindungan pada koridor jalur
pergerakan satwa; dan pergerakan satwa; dan
c. pengembangan wisata bahari. c. pengembangan wisata bahari.
Paragraf 9
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
63. Ketentuan Pasal 113 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
199
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 113 Pasal 113
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) peruntukan budidaya sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
huruf k, mencakup: dalam Pasal 96 ayat (2) huruf k, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan a. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
hutan produksi; hutan produksi; arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
b. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan b. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suci.
hutan rakyat; hutan rakyat;
c. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan c. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pertanian; pertanian;
d. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan d. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
perikanan perikanan
e. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan e. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pariwisata; pariwisata;
f. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan f. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
industri; peruntukan industri;
g. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan g. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
permukiman; permukiman;
h. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan h. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pertambangan; dan/atau pertambangan; dan/atau
i. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan i. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
lainnya. peruntukan lainnya.
203
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
f. promosi dan dukungan ekspor komoditas f. promosi dan dukungan ekspor komoditas
unggulan; dan unggulan; dan
g. memberikan perlindungan terhadap wilayah g. memberikan perlindungan terhadap wilayah
penghasil produk perkebunan yang spesifik penghasil produk perkebunan yang spesifik
dengan sertifikat indikasi geografis. dengan sertifikat indikasi geografis.
204
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pelarangan pemanfatan zat beracun dan bom; pelarangan pemanfatan zat beracun dan bom;
dan dan
g. penerapan sanksi administrasi dan sanksi adat g. penerapan sanksi administrasi dan sanksi adat
terhadap pelaku penagkapan ikan yang terhadap pelaku penagkapan ikan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf f. dalam huruf f.
213
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(3) Gubernur menerbitkan rekomendasi arahan
izin pemanfaatan ruang yang sifat media dan
sebaran dampaknya bersifat lintas
kabupaten/kota, dan/atau skala provinsi.
(4) Gubernur menerbitkan rekomendasi arahan
izin pemanfaatan ruang sesuai jenis dan
lingkupnya, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
(5) Izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang dengan mengacu
pada rencana tata ruang wilayah, rencana
rinci tata ruang, rencana detail tata ruang
dan peraturan zonasi;
(7) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
yang telah mendapatkan izin harus
memenuhi peraturan zonasi yang berlaku di
lokasi kegiatan pemanfaatan ruang.
(8) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan
menurut prosedur dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang,
dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
Bagian Keempat Tetap
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 127 Tetap
(1) Arahan pemberian insentif dan disinsentif Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(1) huruf c, merupakan acuan bagi
pemerintah provinsi dalam pemberian insentif
dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, dan indikasi arahan
peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan
ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
214
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dikurangi keberadaannya berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi kepada
pemerintah kabupaten/kota dan kepada
masyarakat.
(5) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Gubernur menetapkan prosedur insentif dan
disinsentif dengan Peraturan Gubernur sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 128 Tetap
(1) Insentif kepada pemerintah kabupaten/kota Tetap
diberikan antara lain dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. urun saham;
c. pembangunan serta pengadaan
infrastruktur; atau
d. penghargaan.
(2) Insentif kepada masyarakat diberikan antara
lain dalam bentuk:
a. keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. penyediaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. penghargaan.
Pasal 129 Tetap
(1) Disinsentif kepada pemerintah Tetap
kabupaten/kota diberikan antara lain dalam
bentuk:
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan/atau
c. penalti.
(2) Disinsentif dari Pemerintah Provinsi kepada
masyarakat dikenakan antara lain dalam
bentuk:
215
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. penalti.
Bagian Kelima Tetap
Arahan Sanksi
Pasal 130 Tetap
Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tetap
96 ayat (1) huruf d, merupakan acuan dalam
pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah provinsi;
b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan
zonasi sistem provinsi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRWP;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRWP;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses
terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang
diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
BAB IX Tetap
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 131 Tetap
(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan Tetap
penataan ruang untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
penataan ruang, pemerintah provinsi
memberikan kewenangan penyelenggaraan
penataan ruang kepada pemerintah
216
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kabupaten/kota.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan
dengan tetap menghormati hak yang dimiliki
orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Hak yang dimiliki orang mencakup pula hak
yang dimiliki masyarakat adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
217
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penyusunan indikasi program dan
pembiayaan pembangunan pada kawasan
strategis provinsi;
d. pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang berdasarkan rencana rinci tata
ruang kawasan strategis provinsi
dan/atau rencana tata ruang yang
terkait, peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif-disinsentif dan
pengenaan sanksi; dan
e. pelaksanaan pengawasan melalui
pelaporan, pemantauan dan evaluasi
pada kawasan strategis provinsi.
(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
strategis provinsi dapat dilaksanakan
pemerintah kabupaten/kota melalui tugas
pembantuan.
(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang wilayah provinsi, Pemerintah Provinsi
dapat menyusun petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang pada tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
(6) Pelaksanaan wewenang Pemerintah Provinsi,
mencakup:
a. penyebarluasan informasi yang berkaitan
dengan:
1. rencana umum dan rencana rinci
tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi; dan
2. arahan peraturan zonasi untuk
sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah provinsi.
b. pelaksanaan standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang.
(7) Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat
memenuhi standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang, Pemerintah mengambil
langkah penyelesaian sesuai dengan
218
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X Tetap
Peninjauan Kembali Dan Penyempurnaan
Pasal 133 Tetap
(1) RTRWP dapat ditinjau atau disempurnakan Tetap
kembali sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan penataan ruang.
(2) Peninjauan atau penyempurnaan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 5 (lima) tahun dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB XI Tetap
Pengawasan Penataan Ruang
Pasal 134 Tetap
(1) Pengawasan penataan ruang, mencakup: Tetap
a. kinerja pengaturan;
b. pembinaan; dan
c. pelaksanaan penataan ruang.
(2) Pengawasan penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), melaksanakan:
a. tindakan pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
(3) Pengawasan dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat.
(4) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), mencakup:
a. menyampaikan laporan; dan/atau
b. pengaduan kepada Pemerintah Provinsi
dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 135 Tetap
(1) Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan Tetap
mengamati dan memeriksa kesesuaian antara
penyelenggaraan penataan ruang dengan
ketentuan Peraturan Daerah.
(2) Gubernur dan Bupati/Walikota mengambil
langkah penyelesaian sesuai kewenangannya
dalam hal pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
mendapatkan bukti-bukti penyimpangan
administratif dalam penyelenggaraan
219
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penataan ruang.
(3) Gubernur mengambil langkah penyelesaian
dalam hal Bupati/Walikota tidak
melaksanakan langkah penyelesaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal penyimpangan dalam
penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang
melakukan penyimpangan dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 136 Tetap
(1) Pengawasan untuk menjamin tercapainya Tetap
tujuan penyelenggaraan penataan ruang,
mencakup:
a. kinerja fungsi dan manfaat
penyelenggaraan penataan ruang; dan
b. kinerja pemenuhan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang.
(2) Gubernur menyusun standar pelayanan
penyelenggaraan penataan ruang.
(3) Standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(4) Standar pelayanan minimal mencakup
standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang provinsi dan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang
kabupaten/kota.
(5) Standar pelayanan minimal penataan ruang
diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 137 Tetap
(1) Pengawasan penataan ruang pada setiap Tetap
tingkat wilayah dilakukan berdasarkan
pedoman penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), mencakup: pengaturan, pembinaan,
dan pelaksanaan penataan ruang.
(3) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
220
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Peraturan Gubernur.
BAB XII Tetap
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak Masyarakat
Pasal 138 Tetap
Dalam melaksanakan peran masyarakat pada Tetap
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang, masyarakat
berhak:
a. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang
dan mendapatkan penjelasan teknis terkait
dengan penataan ruang;
b. menikmati manfaat dan/atau pertambahan nilai
ruang sebagai akibat dari penataan ruang.
c. memperoleh penggantian yang layak atas
kerugian yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat
berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan
tuntutan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada
pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.
Bagian Kedua Tetap
Kewajiban Masyarakat
Pasal 139 Tetap
Dalam melaksanakan peran masyarakat pada Tetap
pemanfaatan ruang, masyarakat wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang
221
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang;
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai milik umum; dan
e. melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan.
Tetap
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 140 Tetap
(1) Masyarakat dapat berperan dalam penataan Tetap
ruang yang mencakup proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Tata cara dan bentuk peran masyarakat
dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 141 Tetap
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat Tetap
penyelenggaraan penataan ruang dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan,
tergugat dapat membuktikan bahwa tidak
terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan
penataan ruang.
BAB XIII Tetap
Kelembagaan
Pasal 142 Tetap
(1) Penyelenggaraan penataan ruang daerah Tetap
dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah Provinsi yang
selanjutnya disebut BKPRD Provinsi, yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan BKPRD Provinsi ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur.
BAB XIV Tetap
Penyelesaian Sengketa
(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada Tetap
tahap pertama diselesaikan berdasarkan
222
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
prinsip musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat mengakhiri sengketa, para pihak dapat
menyelesaikan sengketa melalui prosedur
pengadilan atau prosedur penyelesaian
sengketa alternatif.
BAB XV Tetap
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 144 Tetap
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126,
Pasal 130, dan Pasal 139 dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 145 Tetap
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Tetap
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144, diatur dengan
Peraturan Gubernur.
BAB XVI Tetap
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 146 Tetap
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Tetap
Republik Indonesia yang bertugas menyidik
tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah
provinsi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
223
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan
berkenaan dengan tindak pidana di
bidang RTRWP;
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau pengaduan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang RTRWP;
c. melakukan pemanggilan terhadap
perseorangan atau badan usaha untuk di
dengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau sebagai saksi dalam tindak pidana di
bidang RTRWP;
d. melakukan pemeriksaan terhadap
perseorangan atau badan usaha yang
diduga melakukan tindak pidana di
bidang RTRWP;
e. memeriksa tanda pengenal sesorang yang
berada di tempat terjadinya tidak pidana
di bidang RTRWP;
f. melakukan penggeledahan dan penyitaan
barang bukti tindak pidana di bidang
RTRWP;
g. meminta keterangan atau bahan bukti
dari perseorangan atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di
bidang RTRWP;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan;
i. membuat dan menandatangani berita
acara; dan
j. menghentikan penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti tentang adanya
tindak pidana di bidang RTRWP.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyerahkan
hasil penyidikan tersebut kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
BAB XVII Tetap
KETENTUAN PIDANA
Pasal 147 Tetap
224
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Tetap
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), merupakan pelanggaran.
(3) Selain ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana
dengan pidana sesuai peraturan perundang-
undangan lainnya.
Pasal 148 Tetap
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang Tetap
menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana
tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 126 ayat (9), dipidana dengan pidana
penjara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana
tambahan berupa pemberhentian secara
tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 149 Tetap
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat Tetap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 147 dan 148 dapat menuntut ganti
kerugian secara perdata kepada pelaku tindak
pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan hukum acara perdata.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
76. Ketentuan ayat (2) Pasal 150 diubah dan
ditambahkan 4 (empat) ayat yaitu ayat (3),
ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), sehingga
Pasal 150 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 150 Pasal 150
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, (1) Tetap. Diubah dan ditambahkan beberapa ayat, perubahan
semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai terkait pengaturan terhadap izin pemanfaatan yang
225
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan rencana tata ruang harus segera diterbitkan sebelum penetapan perda dan diperoleh
disesuaikan dengan rencana tata ruang dengan prosedur yang benar, pengaturan pergantian
melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan yang layak, Izin pemanfaatan ruang yang telah
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini. dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan perda
(2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya (2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
diterbitkan sebelum penetapan rencana tata diterbitkan sebelum penetapan Peraturan
ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin Daerah ini yang diperoleh dengan prosedur
tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar dan telah sesuai dengan
yang benar, kepada pemegang izin diberikan Peraturan Daerah ini, maka izinnya tetap
penggantian yang layak. berlaku sampai habis masa berlakunya.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
diterbitkan sebelum penetapan Peraturan
Daerah ini yang diperoleh dengan prosedur
yang benar tetapi kegiatan pemanfaatan
ruang dimaksud tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini, dilakukan penyesuaian
pada saat umur teknis bangunan habis, atau
jika dilakukan pembongkaran oleh
pemerintah kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(4) Bentuk penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat berupa uang,
ruang pengganti, permukiman kembali,
kompensasi dan/atau urun saham, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Untuk rencana pemanfaatan ruang yang
izinnya telah dikeluarkan, tetapi tidak sesuai
dengan peraturan daerah ini, berlaku
ketentuan:
a. untuk yang belum dilaksanakan
pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
b. untuk yang sudah dilaksanakan
pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan peraturan daerah ini, izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan
dan terhadap kerugian yang timbul
226
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagai akibat pembatalan izin
tersebut dapat diberikan penggantian
yang layak;dan
(6) Pemanfaatan ruang yang menyimpang dari
ketentuan arahan peraturan zonasi, serta
tidak memiliki izin yang lengkap atau
memiliki izin tetapi terbukti diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar, langkah-langkah
penyesuaiannya, meliputi:
a. penyesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan arahan
peraturan zonasi, dan melengkapi
perizinan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun;dan
b. bila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
penyesuaian pemanfaatan ruang dan
kelengkapan izinnya tidak dapat
dipenuhi, maka dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 151
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Tetap
Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 dilengkapi
dengan Rencana dan Album Peta dengan skala 1:
200.000, merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
BAB XIX Tetap
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152 Tetap
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Tetap
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun
2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali
Nomor 5) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 153 Tetap
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal Tetap
diundangkan.
227
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Bali.
228