Anda di halaman 1dari 229

Versi. 11.12.

2018

TABEL PERSANDINGAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALITAHUN 2009 - 2029
DENGAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALITAHUN 2009 – 2029

PEMERINTAH ROVINSI BALI


Denpasar
26 Nopember 2018
TABEL PERSANDINGAN
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029
DENGAN RAPERDA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029

PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN Judul Perda diganti perubahan
PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI,
Menimbang : Menimbang :
a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan 1. Hasil penilaian peninjauan kembali RTRW Provinsi
hidup yang bersifat terbatas dan tidak hidup yang bersifat terbatas dan tidak Bali (yang disusun tahun 2016) adalah Kualitas
terperbaharui yang harus dimanfaatkan secara terperbaharui yang harus dimafaatkan secara RTRW Provinsi Bali dengan
berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang kelengakapan/kesesuaian dengan skor
dalam tatanan yang dinamis berlandaskan dalam tatanan yang dinamis berlandaskan 92,08%;Kesahihan RTRW Provinsi Bali dengan
kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu kelengakapan/ kesesuaian dengan skor 95%; dan
sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana; sesuai dengan falsafah Tri Hita Karanauntuk permasalahan pemanfaatan ruang dengan
b. bahwa perkembangan jumlah penduduk yang mewujudkan Nangun Sat Kerthi Loka Bali; simpangan pemanfaatan ruang sebesar 90% yang
membawa konsekuensi pada perkembangan di b. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 artinya adalah RTRW Provinsi Bali direvisi.
segala bidang kehidupan, memerlukan Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang 2. Hasil perhitungan perubahan materi terhadap
pengaturan tata ruang agar pemanfaatan dan Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 perlu substansi RTRW Provinsi Bali dengan nilai 7,64%
penggunaan ruang dapat dilakukan secara diselaraskan dengan dinamika pembangunan yang artinya Revisi RTRWP Bali cukup dengan
maksimal berdasarkan nilai-nilai budaya; nasional dan daerah guna mewujudkan tujuan melakukan perubahan peraturan perundang-
c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 penataan ruang wilayah Nasional dan Provinsi; undangan atau amandemen perda RTRWP Bali,
Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang c. bahwa hasil pelaksanaan peninjauan kembali karena materi yang berubah tidak lebih dari 20%.
Wilayah Provinsi Bali yang masa berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 3. Terdapat dinamika pembangunan yang menuntut
sampai dengan Tahun 2010 sudah tidak sesuai 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah perlunya dilakukan revisi RTRWP Bali; kendatipun
lagi dengan kebijakan tata ruang nasional Provinsi Bali Tahun 2009-2029 perlu diubah; tingkat kualitas RTRWP Bali baik/sesuai pedoman,
sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tingkat kesahihan tinggi/sesuai pedoman,dan
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c tingkat permasalahan pemanfaatan ruang berupa
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi simpangan pemanfatan ruang KECIL.
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c Bali tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah 4. Mengintegrasikan visi Gubernur Bali 2018-2023
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang dalam landasan filisofis, yang pada dasarnya sesuai
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali; Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dengan konsep visi pembangunan Bali secara
Tahun 2009-2029. umum dan berkelanjutan

Mengingat : Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara  Kajian terhadap kesahihan, SUDAH SESUAI dengan

1
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Republik Indonesia Tahun 1945; peraturan per-UU-an yang terbit sebelum Perda
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur 2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang RTRWP Bali ditetapkan, namun diperlukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, penyesuaian kembali thd peraturan per-UU-an yg
1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur terbit setelah Perda RTRWP Bali ditetapkan.
Republik Indonesia Nomor 1649); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  Pada bagian konsideran mengingat, hanya
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara dicantumkan peraturan per-UU-an yang berpengaruh
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Republik Indonesia Nomor 1649); langsng yang mengamanatkan Perubahan Raperda
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTRWP Bali.
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043); Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Perindustrian (Lembaran Negara Republik 4725);
Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,Tambahan 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
3274); Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Indonesia Tahun 2009 Nomor 149,
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3419); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang 2011 Nomor 82, tambahan Lembaran Negara
Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 3469); Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Tambahan Lembaran Negara Republik
Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara IndonesiaTahun 2014Nomor 5587),
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, sebagaimana telah diubah beberapa kali
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Nomor 3478); Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan 5679);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Republik Indonesia Nomor 5103);
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik 8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
2
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan tentang Bentuk dan Tata Cara Peran serta
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
4412); Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang
4377); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
PembentukanPeraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 5393);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Republik Indonesia Nomor 4389); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana
Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
4411); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
Republik Indonesia Nomor 4421); 11. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tabanan, sebagaimana telah diubah dengan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung,
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun Gianyar dan Tabanan (Lembaran Negara
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 121);
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012
59, Tambahan Lembaran Negara Republik tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa dan
Indonesia Nomor 4844); Bali;
13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang 13. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia tentang Rencana Pembangunan Jangka
Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019
Negara Republik Indonesia Nomor 4444); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
14. UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan 2015 Nomor 3);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara 14. Peraturan Menteri Agraria dan Tata
3
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Republik Indonesia Nomor 4433); Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Provinsi, Kabupaten dan Kota (Berita Negara
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 394);
Nomor 4723);
16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
18. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4851);
20. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4925);
21. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956);
22. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 959);
23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
4
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4966);
24. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
26. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5068);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991
tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3445);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3660);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000
tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan
Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4385);
5
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
31. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4453);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaaan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4696); sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4814);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008
6
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 4858);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 4859);
40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28
Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda
tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50
Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi
Penataan Ruang Daerah;
42. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun
2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran Daerah
Propinsi Bali Tahun 2001 Nomor 29, Seri D
Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun
2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman (Lembaran Daerah Propinsi Bali
Tahun 2003 Nomor 11);
43. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah
Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali
Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Bali Nomor 1);
44. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Bali (Lembaran Daerah
Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama Dengan Persetujuan Bersama Menetapkan peraturan daerah tentang perubahan atas
Perda No.16 Tahun 2009
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
BALI BALI
dan dan
GUBERNUR BALI GUBERNUR BALI
MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN:

7
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Menetapkan : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009- PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG
2029. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI
TAHUN 2009-2029.
BAB I Pasal I Terdapat beberapa frase atau Nomenklatur yang perlu
KETENTUAN UMUM Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah penjelasan akibat perubahan beberapa pasal
Bagian Kesatu Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor
48, Tambahan Lembar Daerah Provinsi Bali Nomor
4833), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 32, angka 55 dan Keterangan ini perlu penyesuaian, sesuai perubahan
angka 56 diubah dan diantara angka 26 dan yang terjadi dalam masa proses legalisasi
27 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka
26a,diantara angka 39 dan angka 40
disisipkan 3 (tiga) angka yakni angka 39a,
39b, 39c, 39d dan 39e,diantara angka 44 dan
angka 45 disisipkan 1 (satu) angka yakni
angka 44a, diantara angka 55 dan angka 55
disisipkan 3 (tiga) angka yakni angka 55a,
55b dan 55c,dan diantara angka 64 dan
angka 65 disisipkan 1 (satu) angka yakni
angka 64a sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1 Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud a. Ada tambahan Ketentuan Umum sesuai peraturan
dengan: dengan: per-UU-an yang baru dan dinamika perubahan
1. Provinsi adalah Provinsi Bali. 1. tetap eksternal dan internal.
2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 2. tetap b. Yang dimasukan dalam perubahan adalah
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang 3. tetap nomenklatur yang disebut dua kali atau lebih dalam
selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Batang Tubuh baik pasal yang telah ada maupun
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali. pasal perubahan.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota se- 4. tetap
Bali.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah 5. tetap
Pemerintah Kabupaten/ Kota se-Bali.
6. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup 6. tetap
masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang
membangun keseimbangan dan keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan manusia
8
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan lingkungannya yang menjadi sumber
kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan
bagi kehidupan manusia.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang 7. tetap
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan 8. tetap
pola ruang.
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat 9. tetap
permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan 10. tetap
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses 11. tetap
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah 12. tetap
kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan
dan pengawasan.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya 13. tetap
pembentukan landasan hukum bagi
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat dalam
penataan ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya 14. tetap
untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya 15. tetap
pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya 16. tetap
9
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
agar penyelenggaraan penataan ruang dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses 17. tetap
untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk 18. tetap
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah 19. tetap
upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan 20. tetap
tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang 21. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Mengacu pada definisi yang terdapat dalam Peraturan
selanjutnya disebut RTRWP, adalah hasil yang selanjutnya disebut RTRW Provinsi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
perencanaan tata ruang yang merupakan adalah rencana tata ruang yang bersifat Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2018 tentang
penjabaran strategi dan arahan kebijakan umum dari wilayah provinsi, yang mengacu Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan
pemanfaatan ruang wilayah nasional dan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kota.
pulau/kepulauan ke dalam struktur dan pola Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan
ruang wilayah provinsi. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional

22. Rencana umum tata ruang adalah rencana 22. tetap


tata ruang yang dibedakan menurut wilayah
administrasi pemerintahan, secara hierarkhi
terdiri atas rencana tata ruang wilayah
nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi,
rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan
rencana tata ruang wilayah kota.

23. Rencana rinci tata ruang adalah penjabaran 23. tetap


dari rencana umum tata ruang yang terdiri
atas rencana tata ruang pulau/kepulauan,
rencana tata ruang kawasan strategis
nasional, rencana tata ruang kawasan
strategis provinsi, rencana detail tata ruang
kabupaten/kota, dan rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota.
24. Wilayah adalah ruang yang merupakan 24. tetap
10
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
25. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi 25. tetap
utama lindung atau budidaya.
26. Kawasan lindung adalah kawasan yang 26. tetap
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
27. Kawasan budidaya adalah wilayah yang 27. tetap
ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan, atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
28. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang 28. tetap
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
29. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang 29. tetap
mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
30. Kawasan metropolitan adalah kawasan 30. tetap
perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan
perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di
sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional yang dihubungkan dengan sistem
jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan
sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta)
jiwa.
31. Kawasan strategis adalah wilayah yang 31. dihapus
penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
11
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
budaya, pariwisata dan/atau lingkungan.
32. Kawasan Strategis Provinsi adalah kawasan 32. Kawasan strategis provinsi merupakan bagian Mengacu definisi kawasan strategis provinsi sesuai
strategis Provinsi Bali. wilayah provinsi yang penataan ruangnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh Penataan Ruang
sangat penting dalam lingkup wilayah provinsi
di bidang ekonomi, sosial budaya, sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi dan/atau
lingkungan hidup
33. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah 33. tetap
kawasan strategis kabupaten/kota se Bali.
34. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang 34. tetap
dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
35. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya 35. tetap
disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa
provinsi.
36. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya 36. tetap
disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
37. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut 37. tetap
PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
38. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya 38. tetap
disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
39. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya 39. tetap
disebut PPL adalah pusat permukiman yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar
desa. 39a. Kawasan Berorientasi Transit atau Transit Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Oriented Development yang selanjutnya Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
disingkat Kawasan TOD adalah kawasan yang 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
ditetapkan dalam rencana tata ruang sebagai Kabupaten dan Kota, dalam konsep rencana dapat
kawasan terpusat pada integrasi intermoda dikembangkan konsep pengembangan wilayah misalnya
dan antarmoda yang berada pada radius 400 konsep pengembangan kawasan berorientasi transitatau
(empat ratus) meter sampai dengan 800 Transit Oriented Development. Penyusunan alternatif
(delapan ratus) meter dari simpul transit moda konsep rencana ini berdasarkan prinsip optimasi
12
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
angkutan umum massal yang memiliki fungsi pemanfaatan ruang wilayah provinsi (ruang darat, ruang
pemanfaatan ruang campuran dan padat laut termasuk ruang dibawah bumi)
dengan intensitas pemanfaatan ruang sedang
hingga tinggi.
40. Kawasan Suci adalah kawasan yang disucikan 40. tetap
oleh umat Hindu seperti kawasan gunung,
perbukitan, danau, mata air, campuhan, laut,
dan pantai.
41. Kawasan Tempat Suci adalah kawasan 41. tetap
disekitar pura yang perlu dijaga kesuciannya
dalam radius tertentu sesuai status pura
sebagaimana ditetapkan dalam Bhisama
Kesucian Pura Parisadha Hindu Dharma
Indonesia Pusat (PHDIP) Tahun 1994.
42. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan 42. tetap
hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan
sekitarnya maupun bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegahan banjir, erosi,
dan pemeliharaan kesuburan tanah.
43. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang 43. tetap.
mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan
tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
44. Sempadan Pantai adalah kawasan 44. tetap
perlindungan setempat sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian dan kesucian
pantai, keselamatan bangunan, dan
ketersediaan ruang untuk lalu lintas umum.
45. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang 45. tetap
kiri-kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
46. Kawasan sekitar danau/waduk adalah 46. tetap
kawasan sekeliling danau atau waduk yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau
atau waduk.
47. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan 47. tetap
13
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting untuk kelestarian fungsi mata air.
48. Ruang Terbuka Hijau Kota yang selanjutnya 48. tetap
disebut RTHK adalah ruang-ruang dalam kota
dalam bentuk area/kawasan maupun
memanjang/jalur yang didominasi oleh
tumbuhan yang dibina untuk fungsi
perlindungan habitat tertentu, dan/atau
sarana kota, dan/atau pengaman jaringan
prasarana, dan/atau budidaya pertanian.
49. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah 49. tetap
kawasan pesisir laut yang merupakan habitat
alami hutan bakau yang berfungsi memberi
perlindungan kepada kehidupan pantai dan
laut.
50. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang 50. tetap
mewakili ekosistem khas yang merupakan
habitat alami yang memberikan perlindungan
bagi perkembangan flora dan fauna yang khas
dan beraneka ragam.
51. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan 51. tetap
pelestarian alam yang dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata,
rekreasi, dan pendidikan.
52. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan 52. tetap
pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan
untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan dan
satwa alami atau buatan, jenis asli atau
bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, kebudayaan, pariwisata, dan
rekreasi.
53. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan 53. tetap
pelestarian alam darat maupun perairan yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan
rekreasi alam.
54. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan 54. Kawasan Cagar Budaya adalah tempat serta Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
adalah tempat serta ruang di sekitar ruang di sekitar bangunan bernilai budaya Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tinggi dan sebagai tempat serta ruang di 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
tempat serta ruang di sekitar situs purbakala sekitar situs purbakala dan kawasan yang Kabupaten dan Kota, nomenklatur kawasan cagar
dan kawasan yang memiliki bentukan geologi memiliki bentukan geologi alami yang khas. budaya dan ilmu pengetahuan menjadi kawasan cagar
alami yang khas. budaya, sedangkan nomenklatur ilmu pengetahuan
14
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
masuk dalam kawasan lindung lainnya
55. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis 55. Tetap
pariwisata yang berada dalam geografis satu
atau lebih wilayah administrasi 55a. Destinasi Pariwisata Daerah yang selanjutnya Nomenklatur DPD mengacu pada PP No. 50 Tahun 2011
desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat disingkat DPD adalah hasil perwilayahan tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang Pembangunan Kepariwisataan yang Nasional Tahun 2010-2025, berdasarkan hasil
tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan diwujudkan dalam bentuk DPD, KSPD, dan perwilayaha pembangunan kepariwisataan di provinsi
fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial KSPKD.Kawasan Strategis Pariwisata Daerah Bali
budaya masyarakat yang saling mendukung yang selanjutnya disebut KSPD adalah
dalam perwujudan kepariwisataan. kawasan strategis pariwisata yang berada
dalam geografis satu atau lebih wilayah
administrasi desa/kelurahan yang di
dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata,
aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas
umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas
sosial budaya masyarakat yang saling
mendukung dalam perwujudan
kepariwisataan.
55b. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah yang Nomenklatur KSPD mengacu pada PP No. 50 Tahun
selanjutnya disebut KSPD adalah kawasan 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
strategis pariwisata yang berada dalam Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, sebagai
geografis satu atau lebih wilayah administrasi kawasan strategis provinsi dari aspek pertumbuhan
desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat ekonomi
potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang
tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan
fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial
budaya masyarakat yang saling mendukung
dalam perwujudan kepariwisataan.
55c. Kawasan Strategis Pariwisata Khusus Daerah
yang selanjutnya disebut KSPKD, adalah Nomenklatur KSPKD merupakan pengembangan istilah
kawasan strategis pariwisata yang berada dari PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
dalam geografis satu atau lebih wilayah Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
administrasi desa/kelurahan yang di 2025, sebagai kawasan strategis provinsi dari aspek
dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, pertumbuhan ekonomi
aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas
umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas
serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang
saling mendukung dalam perwujudan
kepariwisataan, namun pengembangannya
sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada
upaya pelestarian budaya dan lingkungan
hidup.
15
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
56. tetap
56. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, yang
selanjutnya disebut KDTWK, adalah kawasan
strategis pariwisata yang berada dalam
geografis satu atau lebih wilayah administrasi
desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat
potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang
tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan
fasilitas pariwisata secara terbatas serta
aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling
mendukung dalam perwujudan
kepariwisataan, namun pengembangannya
sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada
upaya pelestarian budaya dan lingkungan
hidup. 57. tetap
57. Daya Tarik Wisata, yang selanjutnya disebut
DTW, adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
hasil buatan manusia serta aktivitas sosial
budaya masyarakat yang menjadi sasaran
atau tujuan kunjungan wisatawan, yang dapat
berupa kawasan/hamparan, wilayah
desa/kelurahan, masa bangunan, bangun-
bangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur
wisata yang lokasinya tersebar di wilayah
kabupaten/kota. 58. tetap
58. Kawasan peruntukan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun kawasan perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. 59. tetap
59. Kawasan peruntukan pertanian adalah
kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan
pertanian dalam arti luas yang terdiri atas
kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan
budidaya hortikultura, kawasan budidaya
perkebunan dan budidaya peternakan. 60. tetap.
60. Kawasan peruntukan perikanan adalah
kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan
16
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perikanan yang terdiri atas kawasan
perikanan tangkap di laut maupun perairan
umum, kawasan budidaya perikanan dan
kawasan pengolahan hasil perikanan. 61. tetap
61. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang. 62. tetap
62. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang
dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 63. tetap
63. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya
disebut DAS, adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan. 64. Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama
64. Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Mengacu definisi sesuai Perda Provinsi Bali Nomor 8
yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran tahun 2015 tentang Arahan Peraturan Zonasi Sistem
Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura Provinsi
Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan secara lengkap dalam
yang belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci.Bhisama Kesucian Pura adalah
kitab suci. norma agama yang ditetapkan oleh Sabha
Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman
pengamalan ajaran Agama Hindu tentang
kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan
secara lengkap dalam kitab suci.
65. Sad Kertih adalah enam sumber kesejahteraan
65. Sad Kertihadalah enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk mencapai
yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari
kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara
atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertihdan jagat kertih.
kertih, jana kertihdan jagat kertih. 65a.Nangun Sat Kerthi Loka Bali adalah pola
pembangunan semesta berencana yang
mengandung makna menjaga kesucian dan Mengakomodasi Visi dan Misi Gubernur Bali tahun
17
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk 2018-2023
mewujudkan kehidupan krama Bali yang
sejahtera dan bahagia, sakala-niskala menuju
kehidupan krama dan gumi Bali sesuai dengan
prinsip Trisakti Bung Karno: berdaulat secara
politik, berdikari secara ekonomi, dan
berkepribadian dalam kebudayaan melalui
pembangunan secara terpola, menyeluruh,
terencana, terarah, dan terintegrasi dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

66. tetap.

66. Tri Mandalaadalah pola pembagian wilayah,


kawasan, dan/atau pekarangan yang dibagi
menjadi tiga tingkatan terdiri atas utama 67. tetap
mandala, madya mandala dan nista mandala.
67. Cathus Pathaadalah simpang empat sakral
yang ruas-ruasnya mengarah ke empat
penjuru mata angin (utara, timur, selatan dan
barat) dan diperankan sebagai pusat (puser) 68. tetap
wilayah, kawasan dan/atau desa.
68. Desa Pakramanadalah kesatuan masyarakat
hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai
satu kesatuan tradisi dan tata krama
pergaulan hidup masyarakat umat Hindu
secara turun temurun dalam ikatan
kahyangan tiga atau kahyangan desa yang
mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus 69. tetap.
rumah tangganya sendiri.
69. Palemahandesa pakramanadalah wilayah yang
dimiliki oleh desa pakraman yang terdiri atas
satu atau lebih banjarpakraman yang tidak 70. tetap
dapat dipisah-pisahkan.
70. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok
orang termasuk masyarakat hukum adat,
lembaga dan/atau badan hukum non
pemerintahan yang mewakili kepentingan
individu, kelompok, sektor, profesi kawasan
atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan 71. tetap.
penataan ruang.
18
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
71. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan
masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri ditangan masyarakat untuk
berminat dan bergerak dalam penataan ruang.
Bagian Kedua Bagian Kedua
Asas Asas
Pasal 2 Pasal 2
RTRWP didasarkan asas: Tetap
a. Tri Hita Karana;
b. Sad Kertih;
c. keterpaduan;
d. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
e. keberlanjutan;
f. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
g. keterbukaan;
h. kebersamaan dan kemitraan;
i. perlindungan kepentingan umum;
j. kepastian hukum dan keadilan; dan
k. akuntabilitas.
Bagian Ketiga Tetap
Tujuan
Pasal 3 2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3
berbunyi sebagai berikut:

Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Bali Perubahan tujuan penataan ruang ke dalam satu
mewujudkan: adalah untuk mewujudkan ruang wilayah provinsi kalimat yang menggambarkan visi dan misi
a. ruang wilayah provinsi yang berkualitas, aman, Bali yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, pengembangan wilayah provinsi dalam pelaksanaan
nyaman, produktif, berjatidiri, berbudaya Bali, berjatidiri, berdaya saing, dan berkelanjutan dalam pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang
dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri rangka pelestarian alam, peningkatan ruang provinsi yang diharapkan, sesuai atahan Klinik
Hita Karana; kesejahteraan masyarakat dan perlindungan ATR
b. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah Budaya Bali berlandaskan Tri Hita Karana dan Sat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; Kertih Loka Bali. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang
c. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam wilayah provinsi, kabupaten atau kota yang dapat
bumi; dicapai dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun (Pasal
d. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang 9 ayat 1, Permen ATR/Ka BPN No. 1 tahun 2018).
wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam
rangka perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan
ruang;
e. pemanfaatan sumber daya alam secara
19
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
f. keseimbangan dan keserasian perkembangan
antar wilayah kabupaten/kota;
g. keseimbangan dan keserasian kegiatan
antarsektor; dan
h. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap
mitigasi dan adaptasi bencana.
Pasal 4 Tetap
Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi Tetap
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
d. mewujudkanketerpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan arahan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota
BAB II Tetap
KEDUDUKAN, WILAYAH, DAN JANGKA WAKTU
RENCANA TATA
RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 5 Tetap
RTRWP berkedudukan sebagai: Tetap
a. penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dan menjadi matra ruang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah;
b. acuan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan
Program Pembangunan Tahunan Daerah;
c. acuan penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, rencana rinci tata
ruang kawasan strategis provinsi, rencana detail
tata ruang kabupaten/kota, dan rencana rinci
20
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
dan
d. acuan sukertatata palemahan desa pakraman,
yang selanjutnya
e. menjadi bagian dari awig-awigdesa pakraman di
seluruh Bali.
Bagian Kedua
Wilayah
3. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diubah dan
diantara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 6
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a),
sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6 Pasal 6
(1) RTRWP mencakupruang darat, ruang laut, (1) Wilayah Provinsimencakupruang darat, ruang 1. Sesuai hasil konsultasi teknis ke Kementerian
dan ruang udara termasuk ruang di dalam laut, dan ruang udara termasuk ruang di ATR/BPN Desember 2017 pada drafRaperda
bumi menurut ketentuan peraturan dalam bumi menurut ketentuan peraturan Perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang
perundang-undangan yang berlaku. perundang-undangan yang berlaku. RTRWP Bali disarankan untuk mencantumkan luas
(2) RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada wilayah Provinsi Bali.
secara administrasi terdiri dari 9 (sembilan) ayat (1), secara administrasi terdiri dari 9 2. Melengkapi luas wilayah Daratan, sesuai hitungan
wilayah kabupaten/kota, mencakup: (sembilan) wilayah kabupaten/kota, Peta Hasil Verifikasi BIG tentang Batas Wilayah ----
a. Kabupaten Jembrana; mencakup: berbeda dengan Luas Wilayah yg telah ada. Luas
b. Kabupaten Tabanan; a. Kabupaten Jembrana; Wilayah Provinsi Bali berdasarkan peta .shp dan
c. Kabupaten Badung; b. Kabupaten Tabanan; Permendagri No. 56 Tahun 2015 Tentang Kode dan
d. Kabupaten Gianyar; c. Kabupaten Badung; Data Wilayah Administrasi Pemerintahan adalah
e. Kabupaten Klungkung; d. Kabupaten Gianyar; 5.994, 73km² atau 599.473 Ha.
f. Kabupaten Bangli; e. Kabupaten Klungkung; 3. Perubahan wilayah perencanaan di ruang laut yang
g. Kabupaten Karangasem; f. Kabupaten Bangli; diatur sesuai wilayah Kewenangan Provinsi di luar
h. Kabupaten Buleleng; dan g. Kabupaten Karangasem; Garis Pantai diatur dalam oleh Perda tentang
i. Kota Denpasar. h. Kabupaten Buleleng; dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
i. Kota Denpasar. Kecil (RZWP3K)sesuai amanat UU. No. 27 Tahun
(2a) Wilayah perencanaan RTRW Provinsi 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
mencakup seluruh wilayah daratan Provinsi Pulau-Pulau Kecil dan UU No. 23 Tahun2014 tentang
Bali dengan luas 599.473 Ha (lima ratus Pemerintah Daerah.
sembilan puluh sembilan ribu empat ratus
tujuh puluh tiga hektar), dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
a. sebelah utara : Laut Jawa
b. sebelah selatan : Samudera Hindia
c. sebelah barat : Selat Bali
d. sebelah timur: : Selat Lombok
(3) tetap
(3) Ruang laut mencakup wilayah laut paling
21
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan dan sejauh jarak garis
tengah antar wilayah laut provinsi yang
berdekatan. (4) tetap
(4) Ruang Wilayah Provinsi Bali terdiri dari total
palemahan seluruh desa pakraman di Provinsi
Bali.
(5) tetap
(5) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3), tercantum dalam
Lampiran I, dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana Jangka Waktu Rencana
Pasal 7 Pasal 7
RTRWP berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) Tetap
tahun, sejak Tahun 2009 - 2029.
BAB III Tetap
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8 Tetap
Kebijakan dan strategi penataan ruang, mencakup: Tetap
a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur
ruang; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan pola
ruang.
Bagian Kedua Tetap
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur
Ruang
4. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4)Pasal 9 diubah, dan ayat (5) dihapus,
sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9 Pasal 9
(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang (1) Kebijakan pengembangan struktur ruang 1. Kebijakan disesuaikan dengan kriteria perumusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Agraria
a, mencakup: a, mencakup: dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
a. pengembangan sistem pelayanan pusat- a. pengembangan sistem perkotaan dan No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
pusat perkotaan dan pusat-pusat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota.

22
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pertumbuhan ekonomi wilayah yang wilayah yang proporsional, merata dan 2. Pengakomodasian Dinamika Eksternal dan arahan
proporsional, merata dan hierarkhis; hierarkhis; Misi Gubernur :
b. pengembangan sistem perdesaan yang b. peningkatan konektivitas sistem jaringan a. Peningkatan konektivitas sistem jaringan
terintegrasi dengan sistem perkotaan; transportasi internasional, nasional, dan transportasi internasional, nasional, dan dalam
dan dalam wilayah; dan wilayah yg berisi kebutuhan pengembangan
c. peningkatan kualitas dan jangkauan c. peningkatan kualitas dan jangkauan Multi Bandara (pembangunan bandar Udara
pelayanan prasarana wilayah meliputi pelayanan prasarana wilayah meliputi Buleleng), pembangunan pelabuhan Pariwisata,
sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan energi, telekomunikasi, dan lainnya
sistem jaringan prasarana utama, energi, sumber daya air dan prasarana b. Peningkatan jaringan prasarana wilayah terkait
telekomunikasi, prasarana lingkungan permukiman yang terpadu dan merata di kemandirian energi, energi bersih,
serta sumber daya air yang terpadu dan seluruh wilayah. pengembangan Bali Smart Island dan Wifi ke
merata di seluruh wilayah provinsi. seluruh desa, pelestarian , perlindungan Sumber
Daya Air (pelaksanan Wana kertih dan Danu
Kertih).
3. Rencana pengembangan konsep TOD diarahkan pada
kawasan yang berfungsi PKN, PKW
4. Mengakomodasi visi, misi, dan program strategis
Gubernur

(2) Strategi pengembangan sistem pelayanan (2) Strategi pengembangan sistem perkotaan dan Strategi yang ditetapkan untuk mewujudkan kebijakan
pusat-pusat perkotaan dan pusat-pusat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan sistem perkotaan melalui
pertumbuhan ekonomi wilayah yang yang proporsional, merata dan hierarkhis, pengintegrasian antar sistem perkotaan, pengembangan
proporsional, merata dan hierarkhis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, infrastruktur serta didukung pengembangan sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup; perkotaan berupa pusat kegiatan lokal (PKL).
mencakup: a. mengintegrasikan sistem perkotaan
a. menterpadukan sistem wilayah nasional dalam wilayah provinsi meliputi
pelayanan perkotaan di wilayah provinsi 1. Kawasan Denpasar-Badung-Gianyar-
yang terintegrasi dengan sistem Tabanan (Sarbagita) sebagai PKN; dan
perkotaan nasional berdasarkan fungsi 2. Kawasan Perkotaan Singaraja,
dan besaran jumlah penduduk; Kawasan Perkotaan Semarapura dan
Kawasan Perkotaan Negara sebagai
PKW.
b. menetapkan kawasan perkotaan
b. mengembangkan 4 (empat) sistem berfungsi PKL dan mengarahkan
perkotaan yang mendukung pengembangan sistem perkotaan
pengembangan wilayah, yang merata dan kabupaten;
berhierarki, mencakup:
1. sistem perkotaan Bali Utara dengan c. mengembangkan 4 (empat) perwilayahan
pusat pelayanan kawasan perkotaan sistem perkotaan yang mendukung
Singaraja yang berfungsi sebagai pengembangan wilayah, yang merata dan
PKW; berhierarki, mencakup sistem perkotaan
2. sistem perkotaan Bali Timur dengan Bali Utara, Bali Timur, Bali Selatan dan
23
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Bali Barat;
Semarapura yang berfungsi sebagai
PKW; d. meningkatkan integrasi dan aksesibilitas
3. sistem perkotaan Bali Selatan sistem perkotaan dengan pusat-pusat
dengan pusat pelayanan Kawasan kepariwisataan dan pusat-pusat
Perkotaan Denpasar-Badung- pertumbuhan ekonomi wilayah lainnya;
Gianyar-Tabanan (Sarbagita) yang e. mengendalikan perkembangan dan
berfungsi sebagai PKN; dan mendorong kawasan perkotaan dan pusat
4. sistem perkotaan Bali Barat dengan pertumbuhan agar lebih kompetitif dan
pusat pelayanan kawasan perkotaan lebih efektif dalam pengembangan wilayah
Negara yang berfungsi sebagai PKW. di sekitarnya;
c. mengendalikan perkembangan Kawasan f. mengarahkan pengembangan TOD pada
Metropolitan Sarbagita yang telah kawasan perkotaan dan pusat kegiatan
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis pariwisata;
Nasional (KSN) sekaligus PKN, kawasan- g. mengembangkan dan memelihara
kawasan perkotaan yang berfungsi keterkaitan antar kawasan perkotaan,
sebagai PKW dan kawasan perkotaan kawasan pertumbuhan ekonomi dan
lainnya; kawasan perdesaan; dan
d. menetapkan kawasan-kawasan h. mengembangkan pusat-pusat
perkotaan yang berfungsi PKL dan pusat- pertumbuhan terpadu antar desa dan
pusat pertumbuhan ekonomi wilayah; kawasan agropolitan yang terintegrasi
e. meningkatkan akses antar pusat-pusat dengan sistem perkotaan.
perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah;
f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat
pertumbuhan agar lebih kompetitif dan
lebih efektif dalam pengembangan
wilayah di sekitarnya; dan
g. mengembangkan dan memelihara
keterkaitan antar kawasan perkotaan,
antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan, serta antara kawasan
perkotaan dan wilayah di sekitarnya.
(3) Strategi peningkatan konektivitas sistem
(3) Strategi pengembangan sistem perdesaan Strategi untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang
jaringan transportasi internasional, nasional,
yang terintegrasi dengan sistem perkotaan dengan mengakomodasi Dinamika Eksternal dan arahan
dan dalam wilayah, sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Misi Gubernur melalui Peningkatan konektivitas sistem
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
mencakup: jaringan transportasi internasional, nasional, dan dalam
a. meningkatkan konektivitas dan
a. meningkatkan keterkaitan sistem wilayah yg berisi kebutuhan pengembangan Multi
keterpaduan pelayanan transportasi
perkotaan dengan kawasan perdesaan Bandara (pembangunan bandar Udara Buleleng),
darat, laut dan udara;
(urban-rural linkage); dan pembangunan pelabuhan Pariwisata, dan lainnya.
b. meningkatkan keterpaduan sistem
b. mengembangkan pusat-pusat
jaringan jalan nasional, jalan provinsi,
pertumbuhan terpadu antar desa dan
24
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kawasan agropolitan yang terintegrasi jalan kabupaten/kota dan
dengan sistem perkotaan. penyeberangan;
c. meningkatkan kapasitas tranportasi
udara melalui pengembangan sistem
multi bandara antara Bandar Udara
Ngurah Rai dengan pengembangan
bandar udara Bali Utara yang saling
komplementer;
d. meningkatkan kapasitas tranportasi laut
melalui peningkatan kapasitas pelabuhan
untuk pelayanan penumpang, barang,
pariwisata, energi dan kebutuhan khusus
lainnya ;
e. meningkatkan aksesibiltas sistem
perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah pada wilayah Bali
Selatan, Bali Utara, Bali Barat dan Bali
Timur melalui pengembangan jaringan
transportasi berbasis jalan raya maupun
rel;
f. meningkatkan aksesibilitas dan
keterpaduan pelayanan transportasi
Kawasan Metropolitan Sarbagita pada
wilayah Bali Selatan; dan
g. mendorong pemanfaatan angkutan
penumpang massal antar wilayah dan
kawasan perkotaan.
(4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan
(4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan Strategi untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang
pelayanan jaringan prasarana, sebagaimana
pelayanan jaringan prasarana sebagaimana melalui peningkatan konektivitas sistem jaringan
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup: prasarana wilayahterkait kemandirian energi, energi
a. meningkatkan kemandirian pelayanan
a. meningkatkan kualitas sistem jaringan bersih, pengembangan Bali Smart Island dan Wifi ke
energi dan meningkatkan pemanfaatan
prasarana dan mewujudkan keterpaduan seluruh desa, pelestarian , perlindungan Sumber Daya
sumber energi bersih dan energi baru
pelayanan transportasi darat, laut dan Air (pelaksanan Wana kertih dan Danu Kertih) dalam
terbarukan;
udara; mendukung misi dan visi Gubernur.
b. meningkatkan kualitas layanan
b. meningkatkan kualitas dan keterpaduan
telekomunikasi menuju bali smart island
sistem jaringan jalan nasional, jalan
dan pemerataan layanan teknologi
provinsi, jalan kabupaten/kota dan
informasi dan komunikasi ke seluruh
penyeberangan;
wilayah;
c. mendorong pengembangan jaringan jalan
c. meningkatkan keterpaduan pengelolaan
nasional lintas Bali Utara;
sumber daya air dalam sistem
d. membangun jaringan jalan baru untuk
25
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
memperlancar arus lalu lintas dan ekobioregion yang efisien, berkelanjutan
membuka daerah-daerah terisolir dan dan mengintegrasikan prinsip prinsip
terpencil; kearifan lokal;
e. memantapkan tatanan kepelabuhanan d. meningkatkan kualitas layanan jaringan
dan alur pelayaran; infrastruktur permukiman meliputi
f. memantapkan tatanan kebandarudaraan jaringan air minum, pengelolaan limbah,
dan ruang udara untuk penerbangan; dan pengelolaan sampah;
g. meningkatkan keterpaduan e. meningkatkan kualitas infrastruktur
perlindungan, pemeliharaan, penyediaan kebencanaan dan mitigasi rawan
sumber daya air dan distribusi bencana; dan
pemanfaatannya secara merata sesuai h. meningkatkan keterpaduan sistem
kebutuhan melalui koordinasi antar jaringan prasarana Kawasan Perkotaan
sektor maupun antara pemerintah Sarbagita
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
h. meningkatkan jaringan energi untuk
memanfaatkan energi terbarukan dan tak
terbarukan secara optimal serta
mewujudkan keterpaduan sistem
penyediaan tenaga listrik; dan
i. memantapkan pemerataan sistem
jaringan telekomunikasi ke seluruh
wilayah kabupaten/kota.
(5) Dihapus.
(5) Pengembangan struktur ruang sebagaimana Sudah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
dimaksud pada ayat (1), didukung dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

5. Ketentuan huruf a Pasal 10 diubah, sehingga


Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10 Pasal 10
Kebijakan dan strategi pengembanganpola Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang Penyesuaian kebijakan dan strategi pengembangan,
ruangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, pemanfaatan, dan pengelolaan kawasan lindung sesuai
b, mencakup: mencakup: arahan Pasal 6 ayat 1, PP. 13 Tahun 2017 ttg Perubahan
a. kebijakan dan strategi pengembangan a. kebijakan dan strategi pengembangan, atas PP. 26 Tahun 2008 ttg RTRWN.
kawasanlindung; pemanfaatan, dan pengelolaan kawasan
b. kebijakan dan strategi pengembangan lindung;
kawasanbudidaya; dan b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan
c. kebijakan dan strategi pengembangan budi daya; dan
kawasanstrategis provinsi. c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan
strategis provinsi

26
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
6. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3) Pasal 11
diubah, dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal
11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11 Pasal 11
(1) Kebijakan pengembangan kawasan (1) Kebijakan pengembangan, pemanfaatan, dan Kebijakan dan strategi kawasan lindung didasarkan
lindungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 pengelolaan kawasan lindung sebagaimana pada:
huruf a,mencakup: dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, mencakup: a. Penyesuaian dengan kebijakan dan strategi
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan
fungsilingkungan hidup; fungsi lingkungan hidup; kawasan lindung sesuai arahan Pasal 6 ayat 1,
b. pencegahan dampak negatif kegiatan b. pencegahan dampak negatif kegiatan PP.No. 13 Tahun 2017 ttg Perubahan atas PP. No.26
manusiayang dapat menimbulkan kerusakan manusia yang dapat menimbulkan Tahun 2008 ttg RTRWN :
lingkunganhidup; kerusakan lingkungan hidup; b. Mengakomodasi Misi Gubernur untuk
c. pemulihan dan penanggulangan c. pemulihan dan penanggulangan mengembangan, memanfaatkan, dan mengelola
kerusakanlingkungan hidup; dan kerusakan lingkungan hidup; dan kawasan lindung nasional dan kawasan lindung
d. mitigasi dan adaptasi kawasan rawan d. mitigasi dan adaptasi kawasan rawan berbasis kearifan lokal sesuai filsafat sad kertih.
bencana. bencana. c. Meningkatkan daya dukung DAS.
(2) Strategi pemeliharaan dan perwujudan (2) Strategi pemeliharaan dan perwujudan d. Mengembangkan kegiatan budidaya yang
kelestarianfungsi lingkungan hidup sebagaimana kelestarian fungsi lingkungan hidup mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan
dimaksud padaayat (1) huruf a, mencakup: sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim;
a. menetapkan kawasan lindung di ruang mencakup:
darat,ruang laut, dan ruang udara termasuk a. menetapkan dan mengelola kawasan
ruang didalam bumi; lindung di ruang darat, ruang laut, dan
b. menterpadukan arahan kawasan ruang udara termasuk ruang di dalam
lindungnasional dalam kawasan lindung bumi;
provinsi; b. pengembangan, pemanfaatan, dan
c. mewujudkan kawasan berfungsi lindung pengelolaan kawasan lindung nasional
denganluas paling sedikit 30 (tiga puluh) dan kawasan lindung berbasis kearifan
persen dariluas wilayah;menetapkan kawasan lokal sesuai filsafat sad kertih;
hutan dan vegetasitutupan lahan permanen c. mewujudkan kawasan berfungsi lindung
paling sedikit 30 (tigapuluh) persen dari luas dengan luas paling sedikit 30 (tiga puluh)
DAS; dan persen dari luas wilayah sesuai dengan
d. memantapkan pengendalian kawasan kondisi, karakter, dan fungsi
lindungyang telah ditetapkan secara nasional ekosistemnya serta tersebar secara
denganpenerapan konsep-konsep kearifan proporsional;
lokal danbudaya Bali. d. mengembalikan dan meningkatkan fungsi
kawasan lindung akibat pengembangan
kegiatan budidaya dalam rangka
mewujudkandan memelihara
keseimbangan ekosistemwilayah;
e. mengendalikan pemanfaatan dan
penggunaan kawasan yang berpotensi
mengganggu fungsi lindung; dan
27
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
f. mewujudkan, memelihara, dan
meningkatkan fungsi kawasan lindung
dalam rangka meningkatkan daya dukung
daerah aliran sungai.
(3) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan
(3) Strategi pencegahan dampak negatif manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
kegiatanmanusia yang dapat menimbulkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
kerusakankawasan lindung sebagaimana pada ayat (1) huruf b, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk
a. menyelenggarakan upaya terpadu melestarikan fungsi lingkungan hidup;
untukmelestarikan fungsi lingkungan hidup; b. melindungi kemampuan lingkungan hidup
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
daritekanan perubahan dan/atau dampak dampak negatif yang ditimbulkan oleh
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan suatu kegiatan agar tetap mampu
agar tetapmampu mendukung perikehidupan mendukung perikehidupan manusia dan
manusia danmakhluk hidup lainnya; makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup c. melindungi kemampuan lingkungan hidup
untukmenyerap zat, energi, dan/atau untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lainyang dibuang ke dalamnya; komponen lain yang dibuang ke
d. mencegah terjadinya tindakan yang dalamnya;
dapatsecara langsung atau tidak d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat
langsungmenimbulkan perubahan sifat fisik secara langsung atau tidak langsung
lingkunganyang mengakibatkan lingkungan menimbulkan perubahan sifat fisik
hidup tidakberfungsi dalam menunjang lingkungan yang mengakibatkan
pembangunan yangberkelanjutan; lingkungan hidup tidak berfungsi dalam
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya menunjang pembangunan yang
alamsecara bijaksana untuk menjamin berkelanjutan;
kepentingangenerasi masa kini dan generasi e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya
masa depan; alam secara bijaksana untuk menjamin
f. mengelola sumber daya alam tak kepentingan generasi masa kini dan
terbarukanuntuk menjamin pemanfaatannya generasi masa depan;
secarabijaksana dan sumber daya alam f. mengelola sumber daya alam tak
yangterbarukan untuk menjamin terbarukan untuk menjamin
kesinambunganketersediaannya dengan tetap pemanfaatannya secara bijaksana dan
memelihara danmeningkatkan kualitas nilai sumber daya alam yang terbarukan untuk
sertakeanekaragamannya; menjamin kesinambungan
g. mengembangkan kegiatan budidaya ketersediaannya dengan tetap memelihara
yangmempunyai daya adaptasi bencana di dan meningkatkan kualitas nilai serta
kawasanrawan bencana; keanekaragamannya;
h. menyelesaikan kegiatan budidaya yang g. mengembangkan kegiatan budidaya yang
terdapat di dalam kawasan lindung melalui mempunyai daya adaptasi bencana di
konversi ataurehabilitasi lahan, pembatasan kawasan rawan bencana dan kawasan
28
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kegiatan, sertapemindahan kegiatan risiko perubahan iklim;
permukiman pendudukatau kegiatan h. menyelesaikan kegiatan budidaya yang
budidaya terbangun yangmengganggu secara terdapat di dalam kawasan lindung
bertahap ke luar kawasanlindung; dan melalui konversi atau rehabilitasi lahan,
i. menyediakan informasi yang bersifat pembatasan kegiatan, serta pemindahan
terbukakepada masyarakat mengenai batas- kegiatan permukiman penduduk atau
bataskawasan lindung, kawasan budidaya, kegiatan budidaya terbangun yang
sertasyarat-syarat pelaksanaan kegiatan mengganggu secara bertahap ke luar
budidayadalam kawasan lindung. kawasan lindung; dan
i. menyediakan informasi yang bersifat
terbuka kepada masyarakat mengenai
batas-batas kawasan lindung, kawasan
budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan
kegiatan budidaya dalam kawasan
lindung.

(4) Strategi pemulihan dan penanggulangan (4) Tetap


kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan
mengembalikan dan meningkatkan fungsi
lingkungan hidup yang telahmenurun. (5) Strategi mitigasi dan adaptasi pada kawasan
(5) Strategi mitigasi dan adaptasi pada kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada Strategi mitigasi dan adaptasi dilakukan antara lain melalui
rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, mencakup: kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di
ayat (1) huruf d, mencakup: a. mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana
a. mengendalikan pemanfaatan ruang untuk untuk kawasan budidaya terbangun di
kawasan budidaya terbangun di kawasan kawasan rawan bencana;
rawan bencana; b. mengembangkan kegiatan budidaya yang
b. mengembangkan kawasan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di
sesuaipada kawasan rawan bencana untuk kawasan rawan bencana;
mengurangi dampak bencana dan c. memantapkan dan mengembangkan
mengendalikan kegiatan budidaya di sekitar jalur-jalur evakuasi untuk mengurangi
kawasan rawan bencana; risiko gangguan dan ancaman langsung
c. memantapkan dan mengembangkan jalur- maupun tidak langsung dari terjadinya
jalur evakuasi untuk mengurangi risiko bencana;
gangguan dan ancaman langsung maupun d. menyelenggarakan tindakan preventif
tidak langsung dari terjadinya bencana; dalam penanganan bencana alam
d. menyelenggarakan tindakan preventif dalam berdasarkan siklus bencana melalui
penanganan bencana alam berdasarkan upaya mitigasi dan adaptasi bencana,
siklus bencana melalui upaya mitigasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan
adaptasi bencana, pengawasan terhadap rencana tata ruang, kesiap-siagaan
pelaksanaan rencana tata ruang, kesiap- masyarakat yang berada di kawasan
siagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat,
29
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan kembali
pemulihan, dan pembangunan kembali pasca bencana; dan
pasca bencana; dan e. menetapkan alokasi ruang kawasan
e. menetapkan alokasi ruang kawasan rawan rawan bencana dengan mengacu pada
bencana dengan mengacu pada peta rawan peta rawan bencana.
bencana.
(6) Dihapus. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sudah diatur dalam
(6) Pengembangan kawasan lindung UU. No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagaimanadimaksud pada ayat (1), didukung
dengan KajianLingkungan Hidup Strategis
(KLHS).
7. Ketentuan Pasal 12ayat (2) dan ayat (3)
diubah, dan ayat (4) dan ayat (5) dihapus,
sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12 Pasal 12
(1) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya (1) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya Kebijakan dan strategis kawasan budidaya didasarkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf atas:
b, mencakup: b, mencakup: a. Penyesuaian dengan kebijakan dan strategi
a. perwujudan dan peningkatan keserasian, a. perwujudan dan peningkatan keserasian, pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan
keterpaduan dan keterkaitan antar keterpaduan dan keterkaitan antar kawasan lindung sesuai arahan Pasal 8 ayat 1,2,3)
kegiatan budidaya; kegiatan budidaya; dan PP. No.13 Tahun 2017 ttg Perubahan atas PP.No. 26
b. pengendalian perkembangan kegiatan b. pengendalian perkembangan kegiatan Tahun 2008 ttg RTRWN :
budidaya agar tidak melampaui daya budidaya agar tidak melampaui daya b. Mengakomodasi Visi dan Misi Gubernur untuk
dukung dan daya tampung lingkungan; dukung dan daya tampung lingkungan. mengembangan, memanfaatkan, dan mengelola
dan c. dihapus. kawasan budidaya yang produktif, menjaga
c. pengembangan kawasan budidaya pelestarian lingkungan, member kesejateraan pada
prioritas. (2) Strategi perwujudan dan peningkatan masyaraat lokal, serta menjaga budaya sesuai
(2) Strategi perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan keterkaitan filsafat sad kertih.
keserasian, keterpaduan dan keterkaitan antar antar kegiatan budidaya sebagaimana
kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. menetapkan kawasan budi daya yang
a. pembangunan sektor-sektor ekonomi memiliki nilai strategis nasional dan nilai
yang berkelanjutan dan mampu strategis provinsi untuk pemanfaatan
meningkatkan pendapatan daerah; sumber daya alam di ruang darat, ruang
b. pengembangan perekonomian, khususnya laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
pengembangan investasi, diupayakan dalam bumi secara sinergis untuk
untuk meningkatkan pertumbuhan mewujudkan keseimbangan pemanfaatan
ekonomi dan pemerataan perkembangan ruang wilayah;
antar wilayah kabupaten/kota; b. mengembangkan kegiatan budi daya
c. pengembangan kawasan hutan produksi unggulan di dalam kawasan beserta
diarahkan pada upaya mendukung prasarana secara sinergis dan
optimalisasi kawasan lindung atau berkelanjutan untuk mendorong
30
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
setidak-tidaknya memperhatikan fungsi pengembangan perekonomian kawasan
hutan produksi sebagai penyangga dan wilayah sekitarnya;
kawasan lindung dan berpedoman pada c. mengembangkan kegiatan budidaya
azas pembangunan berkelanjutan; untuk menunjang aspek politik,
d. konsistensi dalam penerapan dan pertahanan dan keamanan, sosial
pemanfaatan arahan vegetasi yang telah budaya, serta ilmu pengetahuan dan
dihasilkan melalui penelitian khusus oleh teknologi;
perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan d. mengembangkan kawasan budidaya
lembaga terkait lainnya; untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
e. mengamankan kawasan budidaya yang dan pemerataan pengembangan wilayah
berbatasan dengan kawasan hutan kabupaten/kota;
konservasi melalui pengembangan e. pemantapan prosedur dan mekanisme
tanaman kehutanan selebar 500 (lima serta pelaksanaan pengendalian secara
ratus) meter untuk menjaga fungsi tegas dan konsisten terhadap setiap
penyangga; perubahan kawasan budidaya,
f. pemantapan prosedur dan mekanisme khususnya kawasan pertanian, menjadi
serta pelaksanaan pengendalian secara kawasan budidaya non pertanian;
tegas dan konsisten terhadap setiap f. penanganan lahan kritis di kawasan
perubahan kawasan budidaya, budidaya sesuai kondisi setempat
khususnya kawasan pertanian, menjadi dengan pemilihan vegetasi yang memiliki
kawasan budidaya non pertanian; nilai ekonomi serta dapat meningkatkan
g. penanganan lahan kritis di kawasan kualitas dan keselamatan lingkungan;
budidaya disesuaikan dengan kondisi g. menetapkan, mengembangkan,
setempat dengan pemilihan vegetasi yang memanfaatkan, dan mempertahankan
memiliki nilai ekonomi serta dapat kawasan pertanian pangan berkelanjutan
meningkatkan kualitas dan keselamatan dalam rangka kemandirian dan
lingkungan; ketahanan pangan;
h. pengembangan kawasan budidaya h. melestarikan dan menekan alih fungsi
tanaman pangan yang berupa pertanian lahan sawah untuk mendukung
tanaman pangan lahan basah (sawah), pelestarian jatidiri lansekap alam yang
diarahkan pada upaya untuk berbudaya Bali;
mengoptimalkan pemanfaatannya dan i. mengembangkan ruang kepariwisataan
menekan alih fungsi lahan yang ada; diarahkan sesuai potensi daya tarik
i. pengembangan sektor kepariwisataan wisata dikembangkan dalam kawasan
yang berlandaskan kebudayaan Daerah terpadu, kawasan terbuka maupun
Bali yang dijiwai Agama Hindu, diarahkan terintegrasi dalam kawasan perkotaan,
pada kepariwisataan berbasis masyarakat kawasan perdesaan maupun di perairan
melalui pengembangan wisata perdesaan laut didukung aksesibilitas dan amenitas
(desa wisata), wisata agro, wisata eko, yang memadai dengan memperhatikan
wisata bahari, wisata budaya, wisata kelestarian lingkungan, budaya dan
spiritual dengan penyediaan kelengkapan mendukung peningkatan perekonomian
sarana dan prasarana daya tarik daerah dan masyarakat;
31
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pariwisata yang tetap memperhatikan j. mengembangkan sektor industri
kelestarian lingkungan dan daya dukung diarahkan pada pengembangan kegiatan
dan pengembangan ekonomi kerakyatan; industri berbasis sumber daya alam lokal,
j. pengembangan investasi pariwisata agroindustri, dan industri kreatif baik
diprioritaskan untuk meningkatkan pada atau di luar kawasan peruntukan
pemberdayaan masyarakat setempat; industri dengan tetap menjaga
k. pengembangan sektor industri diarahkan kelestarian lingkungan;dan
pada pengembangan sentra-sentra, k. pengembangan kegiatan
industri kreatif pada zona-zona industri perekonomianperdesaan berbasis:
dengan tetap menjaga kelestarian pertanian, industri kreatif, pariwisata
lingkungan; dan kerakyatan berlandaskan falsafah Tri Hita
l. pengembangan kegiatan perekonomian Karanadidukungsarana dan prasarana
perdesaan berbasis: pertanian, kerajinan, untuk menekan urbanisasi.
industri kecil, dan pariwisata kerakyatan
yang berlandaskan falsafah Tri Hita (3) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan Mendorong kegiatan hutan rakyat untuk tutupan lahan
Karanayang ditunjang dengan budidaya agar tidak melampaui daya dukung khususnya pada DAS yang kurang dari 30% serta
pemenuhan sarana dan prasarana untuk dan daya tampung lingkungan sebagaimana mengendalikan perubahan peruntukan kegiatan
menekan urbanisasi. dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: budidaya dari tutupan lahan lebih rapat ke tutupan
(3) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan a. membatasi perkembangan kegiatan lahan lebih renggang;
budidaya agar tidak melampaui daya dukung budidaya terbangun di kawasan rawan
dan daya tampung lingkungan sebagaimana bencana untuk meminimalkan potensi
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: kejadian bencana dan kerugian akibat
a. membatasi perkembangan kegiatan bencanadan perubahan iklim;
budidaya terbangun di kawasan rawan b. mengembangkan perkotaan metropolitan
bencana untuk meminimalkan potensi dan kota lainnya melalui ekstensifikasi
kejadian bencana dan potensi kerugian secara terbatas dan intensifikasi/efisiensi
akibat bencana; pemanfaatan ruang secara vertikal
b. membatasi perkembangan kawasan terbatas dan kompak sesuai karakter tiap
terbangun di kawasan perkotaan dan kawasan perkotaan;
mengembangkan ruang terbuka hijau c. mengembangkan ruang terbuka hijau
kota dengan luas paling sedikit 30% (tiga dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas kawasan puluh persen)dari luas kawasan
perkotaan; perkotaan;
c. mengembangkan kawasan permukiman d. membatasi perkembangan kawasan
perkotaan dilakukan melalui terbangundi kawasan metropolitan dan
ekstensifikasi secara terbatas dan kota lainnya untukmempertahankan
intensifikasi/efisiensi pemanfaatan ruang tingkat pelayanan prasaranadan sarana
dengan mengoptimalkan pemanfaatan kawasan perkotaan
ruang secara vertikal terbatas; sertamempertahankan fungsi kawasan
d. membatasi perkembangan kawasan perdesaandi sekitarnya;
terbangun di luar kawasan perkotaan e. mengendalikan kegiatan budidaya pada
untuk memperlambat/membatasi alih ruang dengan kemiringan di atas 40%
32
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
fungsi kawasan pertanian; (empat puluh persen) dengan kegiatan
e. mengembangkan kawasan budidaya yang budidaya non terbangun didukung
berfungsi lindung dengan jenis tanaman tanaman agroforestry;
yang mempunyai sifat agroforestry pada f. mengendalikan keseimbangan daya
ruang kawasan budidaya yang memiliki dukung dan daya tampung lingkungan di
tingkat kemiringan di atas 40% (empat kawasan perkotaan dan kawasan pusat
puluh persen); dan pusat perekonomian lainnya;
f. mengembangkan pertanian organik g. mengendalikan perubahan peruntukan
secara bertahap menuju Bali sebagai kegiatan budidaya dari tutupan lahan
pulau organik. lebih rapat ke tutupan lahan lebih
renggang;
h. mendorong pembangunan hutan rakyat
untuk mendukung kecukupan tutupan
hutan khususnya bagi wilayah daerah
aliran sungai yang tutupan hutannya
kurang dari 30% (tiga puluh persen); dan
i. mengembangkan pertanian organik
secara bertahap menuju Bali sebagai
pulau organik.

(4) Dihapus. Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata


Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
Kabupaten dan Kota, tidak diatur kawasan prioritas dan
kawasan andalan

(4) Strategi pengembangan kawasan budidaya


prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, mencakup:
a. mendorong pengembangan kawasan
andalan di Kawasan Singaraja dan
sekitarnya (Bali Utara) sebagai kawasan
sentra produksi sektor pariwisata, aneka
industri, pertanian, dan perikanan;
b. mendorong pengembangan kawasan
andalan di Kawasan Denpasar–Ubud–
Kintamani (Bali Selatan) sebagai kawasan
sentra produksi sektor pariwisata,
industri kecil, pertanian dan perikanan;
c. mendorong pengembangan kawasan
andalan Laut Bali dan sekitarnya (Bali
33
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Barat) sebagai kawasan sentra produksi
sektor pariwisata, perikanan dan (5) Dihapus. Kegiatan yang harus didukung dengan Kajian Lingkungan
pertambangan lepas pantai; dan Hidup Strategis (KLHS) sudah diatur dalam UU. No. 32 tahun
d. mendorong pengembangan kawasan 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
andalan Bali Timur sebagai kawasan
sentra produksi sektor pariwisata,
pertanian dan perikanan.

(5) Pengembangan kawasan budidaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
didukung dengan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS).

Paragraf 3 Tetap
Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Kawasan Strategis
8. Ketentuan ayat (1) diubah, dan ayat (3), ayat
(5), ayat (7) dan ayat (8) Pasal 13 dihapus,
sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13 Pasal 13
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis (1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata
provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
10 huruf c, mencakup: 10 huruf c, mencakup: 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
a. pelestarian dan peningkatan fungsi a. pelestarian dan peningkatan fungsi Kabupaten dan Kota, kewenangan penetapan fungsi
(pelestarian fungsi) daya dukung dan (pelestarian fungsi) daya dukung dan daya kawasan strategis pertahanan keamanan menjadi
daya tampung lingkungan hidup untuk tampung lingkungan hidup dalam rangka kewenangan pemerintah
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, meningkatkan
keanekaragaman hayati, fungsi perlindungan kawasan, dan
mempertahankan dan meningkatkan melestarikan keunikan bentang alam;
fungsi perlindungan kawasan, dan b. dihapus;
melestarikan keunikan bentang alam; c. pengembangan kawasan yang berfungsi
b. peningkatan fungsi kawasan untuk sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi
pertahanan dan keamanan negara; wilayah yang produktif, berdaya saing
c. pengembangan dan peningkatan fungsi nasional dan internasional;
kawasan dalam pengembangan d. dihapus;
perekonomian provinsi yang produktif, e. perlinduggan dan pelestarian kawasan yang
efisien, dan mampu bersaing dalam mendukung jatidiri sosial budaya daerah
perekonomian nasional dan internasional; Bali; dan
d. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau f. dihapus .
teknologi tinggi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
34
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan;
e. pelestarian dan peningkatan nilai sosial
budaya daerah Bali; dan
f. pengembangan potensi kawasan
tertinggal untuk mengurangi kesenjangan
perkembangan antarkawasan.
(2) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi (2) Tetap
dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. menetapkan kawasan strategis provinsi
yang berfungsi lindung;
b. mencegah pemanfaatan ruang di kawasan
strategis provinsi yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan;
c. membatasi pemanfaatan ruang di sekitar
kawasan strategis provinsi yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
d. membatasi pengembangan sarana dan
prasarana di dalam dan di sekitar
kawasan strategis provinsi yang dapat
memicu perkembangan kegiatan budidaya
intensif;
e. mengembangkan kegiatan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis
provinsi yang berfungsi sebagai zona
penyangga yang memisahkan kawasan
lindung dengan kawasan budidaya
terbangun; dan
f. merehabilitasi fungsi lindung kawasan
lindung yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang di dalam dan di
sekitar kawasan strategis provinsi.

(3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk (3) Dihapus Kawasan strategis pertahanan keamanan menjadi
pertahanan dan keamanan sebagaimana kewenangan pemerintahdan tidak diatur dalam
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
a. menetapkan kawasan strategis provinsi Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2018 tentang
dengan fungsi khusus pertahanan dan Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan
keamanan; Kota,
35
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. mengembangkan kegiatan budidaya
secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan strategis provinsi untuk menjaga
fungsi pertahanan dan keamanan; dan
c. mengembangkan kawasan lindung
dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis
provinsi sebagai zona penyangga yang
memisahkan kawasan strategis provinsi
dengan kawasan budidaya terbangun.
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan (4) Tetap
fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian provinsi yang produktif, efisien,
dan mampu bersaing dalam perekonomian
nasional dan internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. mengembangkan pusat pertumbuhan
berbasis potensi sumber daya alam dan
kegiatan budidaya unggulan sebagai
penggerak utama pengembangan wilayah;
b. memantapkan dan meningkatkan
kualitas pelayanan jaringan prasarana
wilayah untuk kelancaran pergerakan
perekonomian wilayah;
c. membatasi pengembangan kawasan
strategis yang menurunkan fungsi
lindung kawasan;
d. mengendalikan kawasan strategis provinsi
yang cenderung cepat berkembang;
e. menciptakan iklim investasi yang
kondusif dan selektif serta
mengintensifkan promosi peluang
investasi;
f. mengelola pemanfaatan sumber daya
alam agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung kawasan;
g. mengelola dampak negatif kegiatan
budidaya agar tidak menurunkan kualitas
lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
dan
h. meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana penunjang kegiatan ekonomi.
36
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI

(5) Strategi pemanfaatan sumber daya alam (5) Dihapus Kawasan strategis berdasarkan sumberdaya alam
dan/atau teknologi tinggi secara optimal dan/atau teknologi tinggi tidak ada di Provinsi Bali
untuk meningkatkan kesejahteraan (bukan dalam wilayah provinsi/tidak dilanjutkan (PLT
masyarakat dengan tetap memperhatikan Panas Bumi di Bedugul)
kelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, mencakup:
a. mengembangkan kegiatan penunjang
dan/atau kegiatan turunan dari
pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi;
b. meningkatkan keterkaitan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya;
c. mencegah dampak negatif pemanfaatan
sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup,
dan keselamatan masyarakat;
d. mengembangkan kawasan untuk tujuan
khusus; dan
e. membatasi dan mengendalikan
eksploitasi sumber daya alam yang
potensial merusak dan mencemari
lingkungan hidup.
(6) Strategi pelestarian dan peningkatan nilai (6) Tetap
sosial budaya daerah Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, mencakup:
a. strategi pelestarian dan peningkatan nilai-
nilai sosial dan budaya daerah Bali,
mencakup:
1. meningkatkan kecintaan masyarakat
terhadap nilai sosial budaya yang
mencerminkan jati diri daerah Bali;
2. mengembangkan penerapan nilai
sosial budaya daerah dalam
kehidupan masyarakat;
3. meningkatkan upaya pelestarian nilai
sosial budaya daerah dan situs
warisan budaya daerah;
4. melindungi aset dan nilai sosial
budaya daerah dari kemerosotan dan
37
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kepunahan; dan
5. mengendalikan kegiatan di sekitar
kawasan suci dan tempat suci yang
dapat mengurangi nilai kesucian
kawasan.

b. Strategi pelestarian dan peningkatan nilai


kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan warisan budaya, mencakup:
1. melestarikan keaslian fisik serta
mempertahankan keseimbangan
ekosistemnya;
2. meningkatkan kepariwisataan daerah
yang berkualitas;
3. mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi;
4. melestarikan warisan budaya; dan
5. melestarikan lingkungan hidup.
(7) Strategi pengembangan potensi kawasan (7) Dihapus Provinsi Bali tidak memiliki kawasan daerah tertinggal
daerah tertinggal untuk mengurangi
kesenjangan perkembangan antarkawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
mencakup:
a. memanfaatkan sumber daya alam secara
optimal dan berkelanjutan;
b. membuka akses dan meningkatkan
aksesibilitas antara kawasan daerah
tertinggal dan pusat pertumbuhan
wilayah;
c. mengembangkan prasarana dan sarana
penunjang kegiatan ekonomi masyarakat;
d. meningkatkan akses masyarakat ke
sumber pembiayaan; dan
e. meningkatkan kualitas dan kapasitas
sumber daya manusia dalam pengelolaan
kegiatan ekonomi.
(8) Pengembangan kawasan strategis (8) Dihapus Kegiatan yang harus didukung dengan Kajian Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hidup Strategis (KLHS) sudah diatur dalam UU. No. 32 tahun
didukung dengan Kajian Lingkungan Hidup 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS).

BAB IV Tetap
38
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 14 Tetap
(1) Rencana struktur ruang wilayah provinsi,
mencakup:
a. sistem perkotaan yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Sistem perkotaan yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(3) Rencana jaringan prasarana wilayah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. sistem jaringan transportasi sebagai
sistem jaringan prasarana utama;
b. sistem jaringan prasarana lainnya,
mencakup;
1. sistem jaringan energi;
2. sistem jaringan telekomunikasi;
3. sistem jaringan sumber daya air; dan
4. sistem jaringan prasarana
lingkungan.
(4) Peta rencana struktur ruang wilayah provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Tetap Tetap


Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Perkotaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 15 Tetap Tetap
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, ditetapkan
berdasarkan fungsi dan besaran jumlah
39
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penduduk.
(2) Sistem perkotaan berdasarkan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup:
a. PKN;
b. PKW;
c. PKL; dan
d. PPK.
(3) Sistem perkotaan berdasarkan besaran
jumlah penduduk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mencakup:
a. kawasan metropolitan;
b. kawasan perkotaan besar;
c. kawasan perkotaan sedang;
d. kawasan perkotaan kecil–A; dan
e. kawasan perkotaan kecil–B.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Pasal 16 9. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) diubah dan
ayat (2) dan ayat (4) dihapusPasal
16,sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16
(1) Rencana pengembangan sistem perkotaan (1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud 1. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), mencakup: Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
dalam Pasal 15 ayat (2), mencakup: a. PKN terdiri dari Kawasan Perkotaan 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
a. PKN terdiri dari Kawasan Perkotaan Denpasar–Badung–Gianyar– Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Denpasar–Badung–Gianyar–Tabanan Tabanan(Sarbagita); 2. Arahan PP. No.13 tahun 2017 terkait penetapan
(Sarbagita); b. PKW terdiri dari Kawasan Perkotaan PKN dan PKW telah diadopsi,
b. PKW terdiri dari Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan 3. Sesuai dinamika perkembangan wilayah, beberapa
Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura dan Kawasan Perkotaan kota yang sebelumnya diarahkan sebagai PPK
Semarapura dan Kawasa Perkotaan Negara; menunjukkan playanan yang meningkat dan
Negara; c. PKL terdiri dari Kawasan Perkotaan berpotensi menjadi PKL, yaitu Kawasan perkotaan
Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, Gilimanuk sebagai kota transit, Kawasan perkotaan
c. PKL terdiri dari Kawasan Perkotaan Kawasan Perkotaan Seririt; Kawasan Kintamani sebagai kota pariwisata dan Kawasan
Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura,
Perkotaan Gilimanuk, Kawasan perkotaan sampalan sebagai pusat pengembangan
dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan
Perkotaan Kintamani dan Kawasan Kepulauan Nusa Penida.
d. PPK terdiri dari atas: kawasan-kawasan Perkotaan Sampalan; dan 4. Penyesuaian Peta Sistem Perkotaan
perkotaan Gilimanuk, Melaya, Mendoyo, d. PPK terdiri dari Kawasan Perkotaan 5. PPK pada dasarnya ditetapkan dalam Perda RTRWK,
Pekutatan, Lalanglinggah, Bajera, Megati, Melaya, Kawasan Perkotaan namun sesuai PerdaNo. 16 Tahun 2009 karena
Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Pengambengan, Kawasan Perkotaan wilayah Provinsi Bali relative Kecil, PPK telah
40
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pupuan, Petang, Nusa Dua, Mendoyo, Kawasan Perkotaan Yeh diarahkan dalam RTRWP.
Tampaksiring, Tegalalang, Payangan, Embang, Kawasan Perkotaan Pekutatan, 6. Terdapat penyesuaian beberapa PPK pada raperda
Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut, Kawasan Perkotaan Lalanglinggah, tentang Perubahan RTRWP
Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen, Kawasan Perkotaan Bajera, Kawasan
Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem, Perkotaan Megati, Kawasan Perkotaan
Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, Kerambitan, Kawasan Perkotaan
Busungbiu, Banjar, Pancasari- Pancasari-Candikuning, Kawasan
Candikuning, Sawan, Kubutambahan, Perkotaan Marga, Kawasan Perkotaan
Tejakula, Celukan Bawang, Baturiti, Kawasan Perkotaan Penebel,
Pengambengan. Kawasan Perkotaan Pupuan, Kawasan
Perkotaan Petang, Kawasan Perkotaan
Tampaksiring, Kawasan Perkotaan
Tegalalang, Kawasan Perkotaan
Payangan, Kawasan Perkotaan
Banjarangkan, Kawasan Perkotaan
Dawan, Kawasan Perkotaan Toyapakeh,
Kawasan Perkotaan Batununggul,
Kawasan Perkotaan Susut, Kawasan
Perkotaan Tembuku, Kawasan perkotaan
Kayuamba, Kawasan Perkotaan Catur,
Kawasan Perkotaan Rendang, Kawasan
Perkotaan Sidemen, Kawasan Perkotaan
Manggis, Kawasan Perkotaan Padangbai,
Kawasan Perkotaan Abang, Kawasan
Perkotaan Bebandem, Kawasan
Perkotaan Selat, Kawasan Perkotaan
Kubu, Kawasan Perkotaan Tianyar,
Kawasan Perkotaan Gerokgak, Kawasan
Perkotaan Celukan Bawang, Kawasan
Perkotaan Busungbiu, Kawasan
Perkotaan Banjar, Kawasan Perkotaan
Banyuatis, Kawasan Perkotaan Sawan,
dan Kawasan Perkotaan Tejakula.
(2) Dihapus
(2) Rencana pengembangan sistem perkotaan Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
berdasarkan besaran jumlah penduduk Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
(3), mencakup: Kabupaten dan Kota, tidak diatur sistem perkotaan
a. kawasan metropolitan, mencakup Kota berdasarkan jumlah penduduk, namun dimuat dalam
Denpasar dan Kawasan Perkotaan Kuta materi teknis RTRWP
sebagai kawasan perkotaan inti yang
41
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
memiliki keterkaitan fungsional dalam
satu sistem metropolitan dengan kawasan
perkotaan yang berdekatan di sekitarnya
sebagai sub-sistem metropolitan terdiri
atas: Kawasan Perkotaan Mengwi,
Gianyar, Tabanan beserta kawasan
perkotaan lainnya yang lebih kecil yaitu
Kawasan Perkotaan Kerobokan,
Jimbaran, Blahkiuh, Kediri, Sukawati,
Blahbatuh dan Ubud;
b. kawasan perkotaan besar, mencakup:
Kawasan Perkotaan Denpasar;
c. kawasan perkotaan sedang, mencakup:
Kawasan Perkotaan Singaraja;
d. kawasan perkotaan kecil–A, mencakup:
Kawasan Perkotaan Mengwi, Gianyar,
Tabanan, Bangli, Amlapura, Negara, dan
Seririt; dan
e. kawasan Perkotaan Kecil–B, mencakup:
Kawasan Perkotaan Melaya, Mendoyo,
Pekutatan, Gilimanuk, Lalanglinggah,
Bajera, Megati, Kerambitan, Marga,
Baturiti, Kediri, Penebel, Pupuan,
Kerobokan, Jimbaran, Blahkiuh, Petang,
Sukawati, Blahbatuh, Ubud,
Tampaksiring, Tegalalang, Payangan,
Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut,
Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen,
Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem,
Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, (3) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada
Busungbiu, Banjar, Pancasari, Sawan, ayat (1) digambarkan dalam Peta Rencana
Kubutambahan, Tejakula. Struktur Ruang dengan tingkat ketelitian
(3) Peta rencana pengembangan sistem perkotaan 1:250.000 (satu berbanding dua ratus lima Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran III Lampiran VII yang merupakan bagian tidak 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Kabupaten dan Kota, terkait Lampiran peta
Peraturan Daerah ini.
(4) Dihapus.

(4) Peta rencana pengembangan sistem perkotaan


berdasarkan jumlah penduduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam
42
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Lampiran IV dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

10. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga Pasal


17 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17 Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem perwilayahan (1) Sistem perwilayahan pelayanan perkotaan 1. Penyesuaian terhadap Pasal perwilayahan pelayanan
pelayanan perkotaan untuk melayani wilayah untuk melayani wilayah sekitarnya dilakukan sistem perkotaan Provinsi yang telah ada pada Perda
sekitarnya dilakukan berdasarkan kondisi berdasarkan kondisi geografis dan aksesibilitas 16 tahun 2016, tdak diminta dalam Pedoman
geografis dan aksesibilitas wilayah, mencakup: wilayah, mencakup: Penyusunan RTRWP (Perman ATR/Ka BPN No. 1
a. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali a. sistem perkotaan Bali Utara dengan pusat /2018), namun perlu untuk memberikan gambaran
Utara dengan pusat pelayanan Kawasan pelayanan Kawasan Perkotaan Singaraja skala perwilayahan pelayanan Kawasan Perkotaan
Perkotaan Singaraja yang berfungsi yang berfungsi sebagai PKW didukung 2. Penegasan pelayanan Perkotaan Bali selatan antara
sebagai PKW didukung oleh wilayah KawasanPerkotaan Seririt sebagai PKL, Komponan pusat pelayanan dan Kawasan perkotaan
pelayanan Kawasan-kawasan Perkotaan Kawasan Perkotaan Kintamani sebagai PKL sarbagita sebagai PKN dengan kawasan perkotaan
Seririt sebagai PKL dan Kawasan- dan Kawasan Perkotaan Gerokgak, lainnya dalam sistem Kota Bali selatan
kawasan Perkotaan Gerokgak, Kawasan Perkotaan Celukanbawang,
Busungbiu, Banjar, Pancasari, Sawan, Kawasan Perkotaan Busungbiu, Kawasan
Kubutambahan, Tejakula dan Kintamani Perkotaan Banjar, Kawasan Perkotaan
yang berfungsi sebagai PPK; Banyuatis, Kawasan Perkotaan Pancasari,
b. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Kawasan Perkotaan Sawan, Kawasan
Timur dengan pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Kubutambahan, dan Kawasan
Perkotaan Semarapura yang berfungsi Perkotaan Tejakula yang berfungsi sebagai
sebagai PKW didukung oleh wilayah PPK;
pelayanan Kawasan Perkotaan Amlapura b. sistem perkotaan Bali Timur dengan pusat
dan Kawasan Perkotaan Bangli yang pelayanan Kawasan Perkotaan Semarapura
berfungsi sebagai PKL serta Kawasan- yang berfungsi sebagai PKW didukung
kawasan Perkotaan Kubu, Selat, Sidemen, Kawasan Perkotaan Amlapura dan
Bebandem, Rendang, Manggis, Dawan, Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan
Tembuku, Banjarangkan, Abang, Susut, Perkotaan Sampalan yang berfungsi
Sampalan, yang berfungsi sebagai PPK; sebagai PKL, serta Kawasan Perkotaan
c. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Kubu, Kawasan Perkotaan Tianyar,
Selatan dengan pusat pelayanan Kawasan Kawasan Perkotaan Selat, Kawasan
Metropolitan Sarbagita yang berfungsi Perkotaan Sidemen, Kawasan Perkotaan
sebagai PKN yang terdiri atas Kawasan Bebandem, Kawasan Perkotaan Rendang,
Perkotaan Denpasar dan Kawasan Kawasan Perkotaan Abang, Kawasan
Perkotaan Kuta sebagai pusat pelayanan Perkotaan Manggis, Kawasan Perkotaan
inti didukung Kawasan Perkotaan Padangbai, Kawasan Perkotaan Dawan,
Mengwi, Gianyar, Tabanan dan Jimbaran Kawasan Perkotaan Banjarangkan,
sebagai pusat pelayanan sub sistem Kawasan Perkotaan Batununggul, Kawasan
metropolitan dan Kawasan Perkotaan
43
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Mengwi, Kerobokan, Blahkiuh, Kediri, Perkotaan Toyapakeh, Kawasan Perkotaan
Sukawati, Blahbatuh, dan Ubud sebagai Tembuku, Kawasan Perkotaan Susut,
bagian dari Kawasan Metropolitan Kawasan Perkotaan Catur dan Kawasan
Sarbagita, serta Kawasan Perkotaan di Perkotaan Kayuamba yang berfungsi
luar Kawasan Metropolitan Sarbagita sebagai PPK;
terdiri atas Kawasan Perkotaan c. sistem perkotaan Bali Selatan dengan
Lalanglinggah, Bajera, Megati, pusat pelayanan Kawasan Perkotaan
Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Sarbagita yang berfungsi sebagai PKN
Pupuan, Petang, Tampaksiring, terdiri atas:
Tegalalang, Payangan, yang berfungsi 1. Kawasan Perkotaan Sarbagita sebagai
sebagai PPK; dan kawasan metropolitan meliputi Kota
d. sistem wilayah pelayanan perkotaan Bali Denpasar dan Kawasan Perkotaan
Barat dengan pusat pelayanan Kawasan Kuta sebagai kawasan perkotaan inti
Perkotaan Negara yang berfungsi sebagai didukung kawasan perkotaan sekitar
PKW didukung oleh wilayah pelayanan kota inti meliputi Kawasan Perkotaan
Kawasan Perkotaan Mendoyo, Melaya, Mangupura, Kawasan Perkotaan
Gilimanuk dan Pekutatan yang berfungsi Jimbaran, Kawasan Perkotaan
sebagai PPK. Gianyar, Kawasan Perkotaan Ubud,
(2) Pengelolaan sistem perkotaan sebagaimana Kawasan Perkotan Sukawati dan
dimaksud pada ayat (1), mencakup: Kawasan Perkotaan Tabanan serta
a. penetapan batas-batas kawasan kawasan perkotaan di antara kota inti
perkotaan fungsi PKN, PKW, PKL dan dan kawasan perkotaan sekitar kota
PPK; inti meliputi Kawasan Perkotaan
b. penataan ruang kawasan perkotaan wajib Kerobokan danKawasan Perkotaan
dilengkapi dengan Peraturan Daerah Blahkiuh; dan
tentang Rencana Detail Tata Ruang 2. Kawasan Perkotaan di luar Kawasan
(RDTR) Kawasan Perkotaan yang Perkotaan Sarbagita terdiri atas
dilengkapi peraturan zonasi; Kawasan Perkotaan Lalanglinggah,
c. arahan pengelolaan Kawasan Kawasan Perkotaan Bajera, Kawasan
Metropolitan Sarbagita, sebagai PKN Perkotaan Megati, Kawasan Perkotaan
sekaligus Kawasan Strategis Nasional Kerambitan, Kawasan Perkotaan
(KSN), mencakup: Marga, Kawasan Perkotaan Baturiti,
1. pengembangan kerjasama Kawasan Perkotaan Penebel, Kawasan
pembangunan kawasan perkotaan Perkotaan Candikuning, Kawasan
lintas wilayah antara Kota Denpasar, Perkotaan Pupuan, Kawasan
Kabupaten Badung, Kabupaten Perkotaan Petang, Kawasan Perkotaan
Gianyar, Kabupaten Tabanan, Tampaksiring, Kawasan Perkotaan
Provinsi Bali dan Pemerintah; Tegalalang, Kawasan Perkotaan
2. pengembangan wadah koordinasi Payanganyang berfungsi sebagai PPK.
kerjasama pembangunan atau d. sistem perkotaan Bali Barat dengan pusat
kelembagaan terpadu lintas wilayah pelayanan Kawasan Perkotaan Negara
sesuai peraturan perundang- yang berfungsi sebagai PKW didukung
44
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
undangan; oleh wilayah pelayanan Kawasan
3. sinkronisasi pengembangan program Perkotaan Gilimanuk yang berfungsi
perwujudan struktur ruang dan pola sebagai PKL serta Kawasan Perkotaan
ruang lintas wilayah; dan Melaya, Kawasan Perkotaan
4. pengembangan kawasan tetap Pengambengan, Kawasan Perkotaan
diarahkan pada konsep tata ruang Mendoyo, Kawasan Perkotaan Yeh
kawasan perkotaan yang berjatidiri Embang dan Kawasan Perkotaan
budaya Bali. Pekutatan yang berfungsi sebagai PPK.
d. pengembangan kawasan perkotaan (2) Pengelolaan sistem perkotaan sebagaimana
berdasarkan falsafah Tri Hita Karana, dimaksud pada ayat (1), mencakup:
disesuaikan dengan karakter sosial a. penetapan batas-batas kawasan perkotaan
budaya masyarakat setempat, dengan fungsi PKN, PKW, dan PKL;
orientasi ruang mengacu pada konsep b. penataan ruang kawasan perkotaan wajib
catus patha dan tri mandala serta dilengkapi dengan Peraturan Daerah
penerapan gaya arsitektur tradisional tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Bali; Kawasan Perkotaan danPeraturan Zonasi;
e. integrasi penataan ruang kawasan c. arahan pengelolaan Kawasan Perkotaan
perkotaan dengan sukerta tata palemahan Sarbagita, sebagai PKN sekaligus Kawasan
desa pakraman setempat; Strategis Nasional (KSN), mencakup:
f. pemanfaatan ruang didasarkan atas daya 1. pengembangan kerjasama
dukung dan daya tampung untuk setiap pembangunan Kawasan Perkotaan
kawasan perkotaan; Sarbagita;
g. pengembangan fasilitas sosial ekonomi 2. pengembangan kelembagaan
didasarkan atas fungsi yang diemban dan pembangunan Kawasan Perkotaan
didukung penyediaan fasilitas dan Sarbagita sesuai ketentuan peraturan
infrastruktur sesuai kegiatan sosial perundang-undangan;
ekonomi yang dilayaninya; 3. pengembangan keterpaduan sistem
h. merupakan pusat permukiman dengan jaringan prasarana perkotaan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang metropolitan; dan
rendah sampai tinggi yang pengembangan 4. pengembangan kawasan perkotaan
ruangnya ke arah horizontal yang
yang berjatidiri budaya Bali.
dikendalikan dan vertikal secara terbatas;
d. pengembangan kawasan perkotaan
i. penyediaan RTHK minimal 30% (tiga
berdasarkan falsafah Tri Hita Karana,
puluh persen) dari luas kawasan
disesuaikan dengan karakter sosial budaya
perkotaan, dengan proporsi meningkat
masyarakat setempat, dengan orientasi
untuk status kawasan perkotaan yang
ruang mengacu pada konsep catus patha
lebih rendah;
dan tri mandala serta penerapan gaya
j. penyediaan ruang untuk ruang terbuka
arsitektur tradisional Bali;
non hijau kota, penyediaan prasarana
e. integrasi penataan ruang kawasan
dan sarana pejalan kaki, penyandang
perkotaan dengan sukerta tata palemahan
cacat, jalur bersepeda, angkutan umum,
desa pakraman setempat;
kegiatan sektor informal dan ruang
45
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
evakuasi; f. pemanfaatan ruang didasarkan atas daya
k. memelihara, merevitalisasi, rehabilitasi, dukung dan daya tampung kawasan
preservasi, dan renovasi bangunan yang perkotaan;
memiliki nilai-nilai sejarah, budaya, g. pengembangan fasilitas dan infrastruktur
kawasan suci, tempat suci, dan pola-pola untuk mendukung fungsi kawasan
permukiman tradisional setempat. perkotaan;
h. pengembangan kawasan perkotaan yang
berorientasi transit atau TOD;
i. pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota inovatif, kreatif, dan berbasis
teknologi informasi (smart city);
j. penyediaan RTHK minimal 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan perkotaan
dengan komposisi minimal 20% (tiga puluh
persen) untuk RTHK Publik dengan
proporsi meningkat untuk status kawasan
perkotaan yang lebih rendah;
k. pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota layak huni, berkeadilan, dan
mengakui keragaman(liveable city);
l. Pengembangan kawasan perkotaan sebagai
kota produktif, hijau, dan berketahanan
iklim (green economy city);
m. merupakan pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
rendah sampai tinggi yang pengembangan
ruangnya ke arah horizontal yang
dikendalikan dan vertikal secara terbatas;
n. penyediaan ruang untuk ruang terbuka
non hijau kota, penyediaan prasarana dan
sarana pejalan kaki, penyandang cacat,
jalur bersepeda, angkutan umum, kegiatan
sektor informal dan ruang evakuasi; dan
o. memelihara, merevitalisasi, rehabilitasi,
preservasi, dan renovasi bangunan yang
memiliki nilai-nilai sejarah, budaya,
kawasan suci, tempat suci, dan pola-pola
permukiman tradisional setempat.
(3) Peta rencana sistem perwilayahan pelayanan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), digambarkan dalam Peta Rencana Struktur

46
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Ruang dengan tingkat ketelitian 1:250.000
(satu berbanding dua ratus lima puluh ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
(3) Peta rencana pengembangan sistem Peraturan Daerah ini.
perwilayahan pelayanan perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3 Tetap
Kriteria Sistem Perkotaan
Pasal 18 Tetap
(1) Kawasan perkotaan, ditetapkan dengan Tetap
kriteria:
a. memiliki fungsi kegiatan utama budidaya
bukan pertanian atau lebih dari 75%
(tujuh puluh lima persen) mata
pencaharian penduduknya di sektor
perkotaan;
b. memiliki jumlah penduduk sekurang-
kurangnya 10.000 (sepuluh ribu) jiwa;
c. memiliki kepadatan penduduk sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) jiwa per
hektar; dan
d. memiliki fungsi sebagai pusat koleksi dan
distribusi pelayanan barang dan jasa
dalam bentuk sarana dan prasarana
pergantian moda transportasi.
(2) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju
kawasan internasional;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa skala nasional atau
yang melayani beberapa provinsi; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama
47
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi.
(3) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf b, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri barang dan jasa yang melayani
skala provinsi atau beberapa kabupaten;
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala provinsi atau
beberapa kabupaten; dan
d. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kabupaten di luar
kawasan perkotaan yang berfungsi PKN.
(4) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
barang dan jasa yang melayani skala
kabupaten atau beberapa kecamatan;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kabupaten atau
beberapa kecamatan; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kabupaten di luar
kawasan perkotaan yang berfungsi PKN
dan PKW.
(5) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) huruf d, ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri barang dan jasa yang melayani
skala kecamatan atau sebagian wilayah
kecamatan;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kecamatan;
48
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai ibukota kecamatan; dan
d. kawasan perkotaan yang berfungsi
pelayanan khusus seperti kota pelabuhan
dan pusat kegiatan pariwisata.
(6) Kawasan Metropolitan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a, ditetapkan
dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit
1.000.000 (satu juta) jiwa;
b. terdiri dari satu kawasan perkotaan inti
dan beberapa kawasan perkotaan di
sekitarnya yang membentuk satu
kesatuan pusat perkotaan; dan
c. terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan
perkotaan dalam satu sistem
Metropolitan.
(7) Kawasan Perkotaan Besar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk sekurang-kurangnya 500.000 (lima
ratus ribu) jiwa.
(8) Kawasan Perkotaan Sedang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf c,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 100.000 (seratus ribu) sampai
dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(9) Kawasan Perkotaan Kecil–A, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf d,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 50.000 (lima puluh ribu) sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa.
(10) Kawasan Perkotaan Kecil–B, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf e,
ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah
penduduk 20.000 (dua puluh ribu) sampai
dengan 50.000 (lima puluh ribu) jiwa.

Bagian Ketiga Tetap


Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Perdesaan
Paragraf 1
49
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Rencana Pengembangan Sistem Perdesaan
Pasal 19 Tetap
(1) Rencana pengembangan sistem perdesaan Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2) huruf b, mencakup:
a. Pengembangan PPL sebagai pusat
permukiman dan kegiatan sosial ekonomi
yang melayani kegiatan skala antar desa;
dan
b. pengembangan kawasan agropolitan yang
mendorong tumbuhnya kota pertanian
melalui berjalannya sistem dan usaha
agribisnis untuk melayani, mendorong,
menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian (agribisnis) di
wilayah sekitarnya.
(2) Sebaran PPL sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, ditetapkan dalam RTRW
kabupaten/kota.
(3) Sebaran kawasan agropolitan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
Kawasan Agropolitan Catur di Kabupaten
Bangli; Kawasan Agropolitan Candikuning di
Kabupaten Tabanan; Kawasan Agropolitan
Payangan di Kabupaten Gianyar; Kawasan
Agropolitan Melaya di Kabupaten Jembrana,
Kawasan Agropolitan Sibetan di Kabupaten
Karangasem; Kawasan Agropolitan Petang di
Kabupaten Badung; dan Kawasan Agropolitan
Nusa Penida di Kabupaten Klungkung.
(4) Kawasan perdesaan lainnya yang mempunyai
potensi sistem agribisnis terpadu, dapat
dikembangkan sebagai kawasan agropolitan
promosi.
(5) Pengelolaan sistem perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
melalui:
a. peningkatan keterpaduan sistem
pelayanan perdesaan dengan sistem
pelayanan perkotaan;
b. pemberdayaan masyarakat kawasan
perdesaan;
50
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pertahanan kualitas lingkungan setempat
dan wilayah yang didukungnya;
d. konservasi sumber daya alam;
e. pelestarian warisan budaya lokal;
f. pertahanan kawasan lahan pertanian
tanaman pangan berkelanjutan untuk
ketahanan pangan dan ketahanan
budaya;
g. penjagaan keseimbangan pembangunan
antara kawasan perdesaan dengan
kawasan perkotaan; dan
h. integrasi penataan ruang kawasan
perdesaan dengan sukerta tata palemahan
desa pakraman setempat.

Paragraf 2 Tetap
Kriteria Pengembangan Sistem Perdesaan
Pasal 20 Tetap
(1) Kawasan perdesaan, ditetapkan dengan Tetap
kriteria memiliki fungsi kegiatan utama
budidaya pertanian dan lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) mata pencaharian
penduduknya di sektor pertanian atau sektor
primer.
(2) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit
5.000 (lima ribu) jiwa sampai dengan
10.000 (sepuluh ribu) jiwa;
b. memiliki fasilitas pelayanan untuk
pelayanan beberapa desa seperti pasar,
sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, puskesmas, lapangan
umum atau fasilitas umum lainnya; dan
c. memiliki simpul jaringan transportasi
antar desa maupun antar kawasan
perkotaan terdekat.
(3) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, ditetapkan
dengan kriteria:
a. merupakan kawasan perdesaan yang
memiliki pusat pelayanan sebagai kota
51
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pertanian untuk melayani desa-desa
sentra produksi pertanian yang ada
disekitarnya, dengan batasan yang tidak
ditentukan oleh batasan administratif
pemerintahan, tetapi lebih ditentukan
dengan memperhatikan skala ekonomi
kawasan berdasarkan komoditas
pertanian unggulan tertentu yang
dimilikinya;
b. sebagian besar kegiatan masyarakat di
dominasi kegiatan pertanian dan/atau
agribisnis dalam suatu kesisteman yang
utuh dan terintegrasi; dan
c. memiliki prasarana dan infrastruktur
yang memadai untuk mendukung
pengembangan sistem dan usaha
agribisnis khususnya pangan, seperti:
jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber
air baku, pasar, terminal penumpang,
terminal agribisnis, jaringan
telekomunikasi, fasilitas perbankan,
pusat informasi pengembangan
agribisnis, sarana produksi pengolahan
hasil pertanian, fasilitas umum dan
fasilitas sosial lainnya.

Bagian Keempat Tetap


Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 21 Tetap
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(3) huruf a, diarahkan pada optimalisasi dan
pengembangan struktur jaringan transportasi.
(2) Pengembangan sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup:
a. pengembangan sistem jaringan
transportasi darat;
b. pengembangan sistem jaringan
52
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
transportasi laut; dan
c. pengembangan sistem jaringan
transportasi udara.
(3) Peta rencana pengembangan sistem jaringan
transportasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), tercantum dalam Lampiran VI. dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Darat
11. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga
Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22 Pasal 22
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi 1. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
ayat (2) huruf a, diarahkan pada ayat (2) huruf a, mencakup: 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan a. sistem jaringan jalan; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
jalan, pelabuhan penyeberangan, b. sistem jaringan sungai, danau, dan 2. Berdasarkan ketentuan sistematika pada Permen
peningkatankuantitas dan kualitas pelayanan penyeberangan; tersebut, selanjutnya dilakukan modifikasi, setelah
angkutan umum, manajemen dan rekayasa c. sistem jaringan angkutan penumpang mengadopsi muatan pada UU tentang Lalu Lintas
lalu lintas serta pengembangan sistem dan barang; dan dan Angkutan Jalan, berbagai konsultasi dengan
jaringan transportasi darat lainnya. d. sistem jaringankereta api. Dinas Perhubungan Provinsi Bali.

(2) Pengembangan sistem jaringan transportasi (2) Pengembangan sistem jaringan transportasi
darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup: dapat berada di permukaan tanah, di dalam
a. jaringan jalan nasional; bumi, dan di atas permukaan tanah sesuai
b. jaringan jalan provinsi; peraturan perundang-undangan.
c. penyeberangan;
d. jaringan pelayanan angkutan umum; dan
e. jaringan transportasi darat lainnya.

12. Ketentuan Pasal 23 diubah,sehingga


Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23 Pasal 23
(1) Jaringan jalan nasional sebagaimana (1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a, dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, terdiri dari: Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
53
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
terdiri dari jalan bebas hambatan, jalan arteri a. jaringan jalan nasional yang ada dalam 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
primer dan jalan kolektor primer. wilayah provinsi, meliputi: Provinsi, Kabupaten dan Kota.
1. jalan bebas hambatan/jalan tol; b. Rencana jaringan jalan bebas hambatan mengacu PP
2. jalan arteri primer JAP); Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP
3. jalan kolektor primer satu (JKP-1); Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, selanjutnya
dan disesuaikan dengan dinamika yang berkembang,
4. jalan strategis nasional. kepentingan Provinsi Bali dan integrasi dengan
b. jaringan jalan yang menjadi rencana Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR.
kewenangan provinsi, meliputi c. Muatan Lampiran III PP. 13 tahun 2017 untuk
1. jalan kolektor primer dua (JKP-2); Provinsi Bali :
2. jalan kolektor primer tiga (JKP- Jalan BH Antar Kota
3);dan 1. Gilimanuk – Negara
3. jalan strategis provinsi. 2. Negara – Pekutatan
(2) Jalan bebas hambatan/jalan tol sebagaimana 3. Pekutatan – Soka
(2) Pengembangan jalan bebas hambatan dimaksud pada ayat (1) huruf a, angka 1 4. Gilimanuk - Buleleng
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi jalan Tol Bali Mandara (I Gusti 5. Buleleng - Singaraja – Mengwi
dilaksanakan setelah melalui kajian teknis, Ngurah Rai); 6. Cangu - Mengwi – Blahbatu
ekonomi dan budaya, mencakup: 7. Blahbatu - Padang Bai
a. jalan bebas hambatan antar kota, 8. Kuta-Tanah Lot-Soka
mencakup: 9. Canggu-Beringit-Batuan-Purnama
1. Kuta–Tanah Lot–Soka; 10. Tohpati - Kusumba – Padangbai
2. Canggu–Beringkit–Batuan–Purnama; 11. Pekutatan - Lovina (Buleleng Timur)
3. Tohpati–Kusamba–Padangbai; Jalan BH Dalam Kota
4. Pekutatan–Soka; 1. Serangan-Tohpati
5. Negara–Pekutatan; 2. Canggu - Beringit - Batuan – Purnama
6. Gilimanuk–Negara; dan 3. Kuta-Bandar Udara Ngurah Rai
7. Mengwitani–Singaraja. 4. Kuta-Denpasar-Tohpati
b. jalan bebas hambatan dalam kota, 5. Bali – Mandara
mencakup:
d. Tanggapan terhadap nomenklatur kata Cangu,
1. Serangan–Tanjung Benoa;
Blahbatu dan Beringit terjadi kesalahan ketik nama
2. Serangan–Tohpati;
lokasi, diusulkan diperbaki menjadi Canggu,
3. Kuta–Bandar Udara Ngurah Rai; dan
Blahbatuh dan Beringkit
4. Kuta–Denpasar–Tohpati. (3) Jalan arteri primer (JAP) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, angka 2, e. Dari Lampiran III PP.13/2017 terdapat beberapa ruas
(3) Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud mencakup 29 (dua puluh sembilan) ruas jalan tol yang terindikasi overlap satu sama lain,
pada ayat (1), mencakup: jalanpada koridor: sehingga perlu diharmonisasi kembali sesuai
a. Gilimanuk–Negara–Pekutatan–Soka– a. Gilimanuk–Negara–Pekutatan–Soka- kesepakatan yang berkembang, yaitu :
Antosari–Tabanan– Mengwitani; Antosari–Tabanan– Mengwitani; 1. Ruas Canggu - Mengwi – Blahbatuh VS Canggu-
b. Mengwitani–Denpasar–Tohpati–Dawan– b. Mengwitani–Denpasar–Tohpati–Dawan– Beringkit-Batuan-Purnama pada segmen
Kusamba–Angantelu–Padangbai; Kusamba–Angantelu–Padangbai; Canggu – Mengwi dengan Canggu Beringkit
c. Tohpati–Sanur–Pesanggaran–Pelabuhan c. Tohpati–Sanur–Pesanggaran–Pelabuhan
Benoa; dan Benoa; dan 2. Ruas Blahbatuh- Padangbai VS Tohpati -
54
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. Pesanggaran–Tugu Ngurah Rai–Bandara d. Pesanggaran–Tugu Ngurah Rai–Bandara Kusumba – Padangbai pada ruas dari Gianyar
Ngurah Rai. Ngurah Rai. menuju Padangbai
(4) Jalan kolektor primer satu (JKP-1), 3. Ruas Canggu-Beringkit-Batuan-Purnama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a masuk Jalan BH/Tol antar kota dan dalam kota
(4) Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud
angka 3, mencakup 36 (tiga puluh enam) ruas (disebut dua kali), kenyataan terdapat dalam
pada ayat (1), mencakup ruas jalan:
jalanpada koridor: kota di KSN Kawasan Perkotaan Sarbagita
a. Denpasar–Tohpati–Sakah–Blahbatuh–
a. dalam Kota Denpasar–Tuban;
Semebaung– Gianyar–Sidan–Klungkung– 4. Ruas Pekutatan - Lovina (Buleleng Timur) VS
b. Tohpati–Sakah–Blahbatuh–Semebaung–
Gunaksa; Soka Seririt
Gianyar–Sidan–Klungkung–Gunaksa-
b. Cekik–Seririt–Singaraja–Kubutambahan–
Kusamba;
Amed–Amlapura– Angantelu; Catatan
c. Cekik–Seririt–Singaraja–Kubutambahan–
c. Mengwitani–Singaraja; Overlap dengan usulan Perda 16/ 2009 pada
Amed–Amlapura– Angantelu;
d. Soka–Seririt; dan rencana Jl KP Soka – Seririt, yang selanjutnya
d. Mengwitani–Singaraja;
e. Tugu Ngurah Rai–Nusa Dua. disuslkan pula rencana jalan bebas hambatan
e. Tugu Ngurah Rai–Nusa Dua;
Soka – Seririt dalam Dokumen Pengembangan
f. Simpang Kerobokan–Simpang Canggu;
Kaw Strategi Bali Selatan dari BPIW KemPUPR.
g. Sakah–Teges–Ubud;
h. Teges–Bedahulu–Tampaksiring–Istana 5. Ruas Pekutatan - Lovina (Buleleng Timur) VS
Presiden; Buleleng-Singaraja-Mengwi pada segmen
i. Klungkung–Penelokan–Ulundanu; dan Buleleng – Singaraja
j. Jimbaran–Uluwatu.
f. Kebutuhan untuk melengkapi usulan jalan Tol dalam
(5) Jalan kolektor primer dua (JKP-2)
Pasal 22 huruf d Perpres 45/2011 pada ruas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
Serangan-Benoa-Bandar Udara Ngurah Rai-Nusa
bangka 1, merupakan ruas jalan yang
(5) Jaringan jalan provinsi sebagaimana Dua-Tanjung Benoa, yaitu
menghubungkan antara ibukota provinsi dan
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b, 1. Sebagian segmen telah terwujud pada ruas
ibukota kabupaten/kota meliputi 59
terdiri atas jalan kolektor primer provinsi dan Benoa-Bandar Udara Ngurah Rai-Nusa Dua
(limapuluh sebilan) ruas jalan;
jalan strategis provinsi. menjadi JalanTol Bali Mandara
(6) Jalan kolektor primer tiga (JKP-3)
2. Sesuai dinamika berkembang dan kebutuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
penanganan permasalahan di lapangan
angka 2 merupakan ruas jalan yang
(6) Jalan kolektor primer provinsi sebagaimana dibutuhkan tambahan perpanjangan segmen
menghubungkan antaribukota
dimaksud pada ayat (5), terdiri atas sebaran pada rencana ruas jalan tol di atas pada ruas
kabupaten/kota dan antara ibukota
ruas jalan yang menghubungkan antar PKW, Pelabuhan Benoa –Serangan untuk mengurangi
provinsi/kabupaten/kota dengan kawasan
antar PKW dengan PKL, antar PKL dengan kemacetan di simpang Benoa.
strategis provinsi meliputi 52 (lima puluh dua)
PKL di seluruh wilayah kabupaten/kota; 3. Dengan demikian pada Usulan Raperda
ruas jalan;
Perubahan Perda 16/2009 ditambah usulan jalan
(7) Rencana pengembangan jaringan jalan baru,
Tol pada ruas Serangan–Pelabuhan Benoa;
mencakup :
a. jalan bebas hambatan/jalan tol antar
kota, terdiri atas ruas :
(7) Jalan strategis provinsi sebagaimana KESIMPULAN TANGGAPAN
1. Kuta–Tanah Lot–Soka;
dimaksud pada ayat (5), mencakup ruas jalan a. Rencana jaringan jalan bebas hambatan tetap
2. Tohpati–Kusamba–Padangbai;
menuju Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang mengacu PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang
3. Pekutatan–Soka;
Kahyangan. Perubahan atas PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
55
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
4. Negara–Pekutatan; RTRWN, selanjutnya disesuaikan dengan dinamika
5. Gilimanuk–Negara; yang berkembang, kepentingan Provinsi Bali dan
6. Soka–Seririt; integrasi dengan rencana Ditjen Bina Marga
7. Gilimanuk–Buleleng; dan Kementerian PUPR.
8. Buleleng – Mengwi - Padangbai. b. jalan bebas hambatan/jalan tol antar kota,
b. jalan bebas hambatan/jalan tol dalam mencakup:
kota, mencakup: 1. Gilimanuk–Negara;
1. Serangan–Pelabuhan Benoa; 2. Negara–Pekutatan;
2. Serangan–Tohpati; 3. Pekutatan–Soka;
3. Canggu–Beringkit–Batuan–Purnama; 4. Gilimanuk–Buleleng;
4. Kuta–Bandar Udara Ngurah Rai; dan 5. Buleleng-Singaraja-Mengwi;
5. Kuta–Denpasar–Tohpati. 6. Kuta–Tanah Lot–Soka;
c. Usulan pembangunan jalan mencakup: 7. Blahbatuh – Padangbai; dan
1. Sp. Kerobokan – Canggu; 8. Soka–Seririt;
2. Terusan Mahendradatta (Sp Gn c. jalan bebas hambatan/jalan tol dalam kota,
Soputan – Sp Sunset); mencakup:
3. Kedundung (Besakih) - Pempatan 1. Bali Mandara;  jalan Tol sudah ada
4. Bedugul - Jatiluwih; 2. Serangan–Pelabuhan Benoa;
5. Jalan Akses Pelabuhan Gunaksa; 3. Serangan–Tohpati;
6. Jalan Lingkar Nusa Penida; 4. Canggu–Beringkit–Batuan–Purnama;
7. Subagan – Embuh; dan 5. Kuta–Bandar Udara Ngurah Rai; dan
8. Jalan akses Bandar Udara Bali Utara 6. Kuta–Denpasar–Tohpati.
9. Jalan alternative / short cut jalan
nasional; Catatan
10. Jalan Sekitar Pura Besakih; Jalan Tol Bali Mandara dalam Buku Rencana dan
11. Jalan Sekitar Pura Batur; Raperda dibuatkan slot khusus menjadi jalan tol
12. Jalan Bayunggede – Manikliyu- yang telah ada meliputi jalan Tol Bali Mandara
Belantih;
13. Jalan Muncan - Besakih;
14. Simpang Sidan – Ida Bagus Mantra; Selanjutnya terdapat Ruas Jalan Provinsi yang telah ada
15. SimpangTamblingan–Simpang sebamyak 11 ruas jalan dan perlu penambahan jaringan
Pujungan; jalan nasional an jalan provibsi baru sesuai dinamika
16. Pacung - Madenan; perkembangan.
17. Penulisan – Pinggan-Songan;
18. Jalan alternative / short cut jalan
provinsi.

(8) Peta sistem jaringan jalan nasional dan jalan


provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b, digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000
tercantum dalam Lampiran I dan merupakan
56
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menyesuaikan dengan ayat (1) dan mencantumkan
(8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan Daerah ini. tingkat ketelitian skala peta mengacu Peraturan Menteri
jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5), (9) Sebaran ruas jalan pada sistem jaringan jalan Nasional No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman
tercantum dalam Lampiran VI.b dan nasional dan jalan provinsi sebagaimana Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota.
merupakan bagian tidak terpisahkan dari dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,
Peraturan Daerah ini. tercantum dalam Tabel Lampiran VI.c dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini. Menyesuaikan ayat yang menjadi rujukan
(9) Sebaran ruas jalan pada sistem jaringan jalan
nasional dan jalan provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5),
tercantum dalam Tabel Lampiran VI.c dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

13. Ketentuan ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)


Pasal 24 diubah dan ditambahkan 1 ayat
yaitu ayat (4), sehingga Pasal 24 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 24 Pasal 24
(1) Penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam (1) Sistem jaringan sungai, danau dan a. Rencana jaringan transportasi sungai, danau, dan
Pasal 22 ayat (2) huruf c, mencakup penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam penyeberangan dalam Raperda Perubahan RTRWP
pelabuhan penyeberangan dan lintas Pasal 22 ayat (2) huruf b, mencakup : Bali sudah mengacu pada PP Nomor 13 Tahun 2017
penyeberangan. a. pelabuhan penyeberangan; tentang Perubahan atas PP Nomor 26 Tahun 2008
b. lintas penyeberangan; dan tentang RTRWN, yang tertuang pada Pasal 24.
c. transportasi danau dan sungai. Selanjutnya dalam Buku Rencana diakomodasi dan
(2) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana (2) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana sudah disesuaikan/diharmonisasi (termuat pada
dimaksud pada ayat (1), mencakup: dimaksud pada ayat (1), mencakup: Buku Rencana yang direvisi).
a. pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten a. pelabuhan penyeberangan melayani antar Namun arahan pada catatan ATR tidak dapat
Jembrana dan Pelabuhan Padangbai di provinsi, meliputi: dipenuhinya seluruhnya karena sesuai Pedoman
Kabupaten Karangasem berfungsi untuk 1. pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
pelayanan kapal penyeberangan antar Jembrana; Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2018
provinsi; 2. pelabuhan Padangbai di Kabupaten tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
b. rencana pengembangan Pelabuhan Amed Karangasem; Kabupaten dan Kota dan PP. 13 Tahun 2017
di Kabupaten Karangasem berfungsi 3. pelabuhan Gunaksa di Kabupaten Jaringan transportasi sungai, danau, dan
untuk pelayanan kapal penyeberangan Klungkung; dan penyeberangan merupakan bagian dari Sistem
antar provinsi melalui lintas Bali Utara 4. rencana pengembangan Pelabuhan Jaringan Transportasi Darat.
(Jawa–Bali–NTB); dan Amed di Kabupaten Karangasem.
c. pelabuhan Mentigi di Nusa Penida dan b. pelabuhan penyeberangan dalam Sedangkan konsep Pelabuhan Utama dan pelabuhan
Pelabuhan Gunaksa, sebagai pelabuhan provinsi, meliputi : Pengumpul merupakan bagian dari Sistem jaringan
untuk pelayanan kapal penyeberangan 1. pelabuhan Nusa Penida;dan transportasi Laut
57
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dalam provinsi. 2. rencana pembangunan Pelabuhan
Bias Munjul/Ceningan di Kabupaten b. Pelabuhan angkutan penyeberangan yang tidak
Klungkung. masuk dalam lampiran IV PP Nomor 13 Tahun 2017
(3) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud (3) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud perlu dikoordinasikan dengan Kementerian
pada ayat (1), mencakup: pada ayat (1), mencakup: Perhubungan terkait rencana pembangunannya.
a. lintas penyeberangan antar provinsi pada a. lintas penyeberangan antarprovinsi pada Dari lima pelabuhan penyeberangan sesuai Lampiran
perairan Selat Bali antara Pelabuhan perairan Selat Bali antara Pelabuhan IV. PP13/2017, Pelabuhan Penyeberangan Singaraja
Ketapang (Provinsi Jawa Timur) dengan Ketapang (Provinsi Jawa Timur) dengan tidak terdapat di lapangan dan belum ada rencana
Pelabuhan Gilimanuk; Pelabuhan Gilimanuk; pengembangan baru.
b. lintas penyeberangan antar provinsi pada b. lintas penyeberangan antarprovinsi pada Terdapat beberapa pengembangan pelabuhan
perairan Selat Lombok antara Pelabuhan perairan Selat Lombok : penyeberangan berdasarkan hasil konsultasi teknis
Padangbai dengan Pelabuhan Lembar 1. antara Pelabuhan Padangbai dengan dengan Dinas Perhubungan, yang telah pula
(Provinsi Nusa Tenggara Barat); Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa dituangkan pada Buku rencana dan Pasal 24
c. rencana lintas penyeberangan antar Tenggara Barat); Raperda Perubahan Perda 16/2009 yaitu :
provinsi pada perairan Selat Lombok 2. antara Pelabuhan Gunaksa dengan 1. pelabuhan penyeberangan antar provinsi,
antara rencana Pelabuhan Amed dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa meliputi :
Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); dan a) Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten
Tenggara Barat); dan c. lintas penyeberangan dalam provinsi Jembrana;
d. lintas penyeberangan dalam provinsi pada pada perairan Selat Badung : b) Pelabuhan Padangbai di Kabupaten
perairan Selat Badung antara Pelabuhan 1. antara Pelabuhan Nusa Penida Karangasem;
Mentigi (Nusa Penida) dengan Pelabuhan dengan Pelabuhan Gunaksa, c) Pelabuhan Gunaksa di Kabupaten
Gunaksa. 2. antara Pelabuhan Gunaksa dengan Klungkung; dan
rencana Pelabuhan Bias d) rencana pengembangan Pelabuhan Amed di
Munjul/Ceningan; dan Kabupaten Karangasem.
3. antara Pelabuhan Nusa Penida 2. pelabuhan penyeberangan dalam provins,
dengan rencana Pelabuhan Bias meliputi :
Munjul/Ceningan. a) Pelabuhan Nusa Penida;dan
(4) Transportasi danau dan sungai, sebagaimana b) rencana pembangunan Pelabuhan Bias
dimaksud pada ayat (1) huruf c, Munjul di Kabupaten Klungkung
dikembangkan untuk mendukung
kepariwisataan meliputi : Matrik pelabuhan Penyeberangan antar kebijakan
a. dermaga danau terdiri atas: Perda No. 16/2009 PP No. 13/2017 KepMenHub No. 432/2017

1. dermaga danau Kedisan, Trunyan, Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan

kuburan Trunyan, Toyabungkah di ap 1. Gilimanuk


2. Padangbai
1. Gilimanuk
2. Padangbai
KELAS I 1. Gilimanuk (Operasi)
2. Padangbai (Operasi)
Danau Batur; 3. Amed 3. Nusa Penida' 3. Gunaksa (Rencana)
2. dermaga danau Beratan dan Wisata dp 4. Mentigi (Nusa Penida) 4. Gunaksa KELAS II 4. Singaraja (Rencana)

Bedugul;d Danau Beratan;


5. Gunaksa 5. Singaraja KELAS III 5. Nusa Penida (Operasi)
Sumber : Perda 16/2009, PP. 13/2017, KepMenHub 432/2017
3. dermaga Danau Buyan di Danau ket :
Buyan; ap : antar provinsi
dp : dalam provinsi
4. dermaga Danau Tamblingan di Danau
Tamblingan;
b. transportasi danau di Danau Batur untuk Catatan :
58
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penyeberangan ke Desa Terunyan dan berdasarkan KepmenHub No. 423 Tahun 2017 tentang
wisata danau; RIPNas, ditetapkan Pelabuhan Singaraja sebagai
c. transportasi danau di Danau Beratan, Pelabuhan Penyeberangan, namun belum didapatkan
Danau Buyan dan Danau Tamblingan data di lapangan kondisi hal ini perlu mendapatkan
untuk wisata danau; dan kesepakatan apakah
d. pemanfaatan sungai untuk jalur wisata
petualangan, wisata kota dan wisata KepmenHub No. 432 Tahun 2017
pedesaan.

14. Ketentuan ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)


Pasal 25 diubah dan ditambahkan 1 (satu)
ayat yaitu ayat (4), sehingga Pasal 25
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25 Pasal 25
(1) Peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan (1) Sistem jaringan angkutan penumpang dan a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
angkutan umum sebagaimana dimaksud barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
dalam Pasal 22 ayat (1), mencakup: 22 ayat (2) huruf c, mencakup: 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
a. pengembangan angkutan umum a. angkutan penumpang; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
antarkota; b. terminal penumpang; dan b. Rencana jaringan transportasi darat mengacu PP
b. pengembangan angkutan umum c. terminal barang. Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP
perkotaan; Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, selanjutnya
c. pengembangan angkutan umum disesuaikan dengan dinamika yang berkembang,
perdesaan; dan kepentingan Provinsi Bali dan integrasi dengan
d. pengembangan terminal penumpang rencana Kementerian Perhubungan.
secara terpadu dan berhierarki.
(2) Pengembangan angkutan umum sebagaimana (2) Angkutan penumpang sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan pada ayat (1) huruf a,mencakup:
huruf c, mencakup: a. peningkatan dan pengembangan
a. pengembangan secara bertahap sistem angkutan penumpang Angkutan Kota
terpadu angkutan umum massal antar Antar Provinsi (AKAP) dan Angkutan Kota
kota dan Kawasan Metropolitan Sarbagita Dalam Provinsi (AKDP);
yang ramah lingkungan dan b. pemantapan angkutan penumpang
menggunakan energi terbarukan; umum massal Kawasan Perkotaan
b. pengembangan sistem trayek terpadu dan Sarbagita berbasis bus;
terintegrasi baik antar kota, kawasan c. pengintegrasian angkutan pengumpan di

59
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perkotaan maupun kawasan perdesaan; tiap kabupaten/kota dalam kawasan
dan Perkotaan Sarbagita;
c. pengembangan kebijakan untuk menekan d. pengembangan angkutan umum ramah
pemanfaatan kendaraan pribadi. lingkungan dan menggunakan energi
baru terbarukan
e. pengembangan sistem trayek terpadu dan
terintegrasi baik antar kota, kawasan
perkotaan maupun kawasan perdesaan;
dan
f. pengembangan kebijakan untuk menekan
pemanfaatan kendaraan pribadi.
(3) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud
(3) Pengembangan terminal penumpang secara pada ayat (1) huruf b, mencakup:
terpadu dan berhierarki sebagaimana a. terminal tipe A meliputiTerminal Mengwi
dimaksud pada ayat (1) huruf d, mencakup: di Kabupaten Badung;
a. terminal tipe A terdiri atas Terminal b. terminal tipe C, mencakup:
Mengwi di Kabupaten Badung dan 1. Terminal Gilimanuk dan Terminal
Terminal Banyuasri di Kabupaten Negara di Kabupaten Jembrana;
Buleleng; 2. Terminal Pesiapan, Terminal Tanah
b. terminal tipe B, mencakup: Lot dan Terminal Pupuan di
1. Terminal Gilimanuk dan Terminal Kabupaten Tabanan;
Negara di Kabupaten Jembrana; 3. Terminal Banyuasri, Terminal
2. Terminal Pesiapan, Terminal Tanah Pancasari, Terminal Seririt, Terminal
Lot dan Terminal Pupuan di Sangketdi Kabupaten Buleleng;
Kabupaten Tabanan; 4. Terminal Batubulan di Kabupaten
3. Terminal Pancasari, Terminal Seririt, Gianyar;
Terminal Sangket, dan Terminal 5. Terminal Klungkung di Kabupaten
Penarukan di Kabupaten Buleleng; Klungkung;
4. Terminal Batubulan dan Terminal 6. Terminal Lokasrana dan Terminal
Gianyar di Kabupaten Gianyar; Kintamani di Kabupaten Bangli;
5. Terminal Klungkung di Kabupaten 7. Terminal Ubung, Terminal Kreneng
Klungkung; dan Terminal Tegal di Kota Denpasar;
6. Terminal Lokasrana dan Terminal 8. Terminal Karangasem dan Terminal
Kintamani di Kabupaten Bangli; Rendang di Kabupaten Karangasem;
7. Terminal Ubung, Terminal Kreneng 9. Terminal Nusa Dua dan Terminal
dan Terminal Tegal di Kota Denpasar; Dalung di Kabupaten Badung; dan
8. Terminal Karangasem dan Terminal 10. Pengembangan terminal tipe lainnya
Rendang di Kabupaten Karangasem; sesuai hasil kajian.
dan c. terminal khusus pariwisata dalam bentuk
9. Terminal Nusa Dua dan Terminal sentral parkir di pusat-pusat kawasan
Dalung di Kabupaten Badung. pariwisata yang telah berkembang.
c. terminal tipe C, tersebar di masing-
60
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
masing kabupaten/ kota; dan (4) Angkutan barang sebagaimana dimaksud
d. terminal khusus pariwisata dalam bentuk pada ayat(1) huruf c, mencakup:
sentral parkir di pusat-pusat kawasan a. terminal barang meliputi:
pariwisata yang telah berkembang. 1. terminal barang Ubung di Kota
Denpasar;
2. terminal barang Singaraja di
Kabupaten Buleleng;
3. terminal barang Gilimanuk di
Kabupaten Jembrana;
4. rencana terminal barang Mengwi di
Kabupaten Badung;
5. rencana terminal barang Mas di
Kabupaten Gianyar;
6. rencana terminal barang Bali Timur
di Kabupaten Karangasem; dan
7. rencanaterminal barang Sampalan di
Kabupaten Klungkung.
b. jaringan lintas angkutan barang meliputi
sepanjang jaringan jalan nasional, jalan
provinsi, dan jalur menuju Bandara dan
Pelabuhan.

Pasal 26 Tetap
(1) Manajemen dan rekayasa lalu lintas Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1), dilaksanakan untuk mengoptimalkan
penggunaan jaringan jalan dan pergerakan
lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan:
a. penetapan prioritas angkutan massal
melalui penyediaan lajur atau jalur atau
jalan khusus;
b. pemberian prioritas keselamatan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan
khususnya pejalan kaki dan pengendara
sepeda melalui penyediaan jalur khusus;
c. pemberian kemudahan dan penyediaan
jalur lintasan bagi penyandang cacat;
61
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan
arus lalu lintas berdasarkan peruntukan
lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan;
f. pengendalian lalu lintas pada
persimpangan jalan bebas hambatan atau
jalan lainnya dengan membangun jalan
penyeberangan;
g. pengembangan lintasan penyeberangan
jalan dalam bentuk sub way, underpass,
jembatan penyeberangan pada jalan-jalan
yang padat lalu lintas;
h. pengendalian lalu lintas; dan
i. perlindungan terhadap lingkungan dari
dampak lalu lintas.
15. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal
27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27 Pasal 27
Pengembangan sistem jaringan transportasi darat (1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf e, Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
(1), mencakup: meliputi kereta rel listrik, kereta bawah 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
a. pengembangan terminal barang dan jaringan tanah, monorail dan lain-lain yang ditetapkan Provinsi, Kabupaten dan Kota.
lintas angkutan barang, lokasinya ditetapkan dan dikembangkan setelah melalui b. Rencana jaringan kereta api mengacu PP Nomor 13
setelah melalui kajian; dan kajian,mencakup: Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 26
b. pengembangan jaringan perkeretaapian di a. jaringan jalur kereta api; dan Tahun 2008 tentang RTRWN, selanjutnya
Kawasan Metropolitan Sarbagita yang jenis dan b. stasiun kereta api. disesuaikan dengan dinamika yang berkembang,
jalur lintasannya ditetapkan setelah melalui (2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana kepentingan Provinsi Bali dan integrasi dengan
kajian. dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: rencana Kementerian Perhubungan dalam Rencana
a. jalur kereta api di dalam Kawasan Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) Tahun
Perkotaan Sarbagita terintegrasi dengan 2030.
Bandar Udara Ngurah Rai - Nusa Dua -
Pelabuhan Benoa;
b. jalur kereta api penghubung wilayah Bali
bagian utara dengan wilayah Bali bagian
selatan; dan
c. jalur kereta api melingkar mengelilingi
Pulau Bali.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. stasiun penumpang, meliputi stasiun
penumpang kelas besar, stasiun
penumpang kelas sedang, dan stasiun
62
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penumpang kelas kecil;
b. stasiun barang; dan/atau
c. stasiun operasi.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Laut
16. Ketentuan Pasal 28 diubah,sehingga Pasal
28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28 Pasal 28
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi a. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan
laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
ayat (2) huruf b, mencakup tatanan ayat (2) huruf b, mencakup : 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
kepelabuhanan dan alur pelayaran. a. tatanan kepelabuhanan; dan Provinsi, Kabupaten dan Kota.
b. alur pelayaran. b. Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana (2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana laut mengacu PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang
dimaksud pada ayat (1), meliputi dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: Perubahan atas PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
pengembangan dan penataan fungsi dan a. pelabuhan umum, meliputi: RTRWN, selanjutnya disesuaikan dengan dinamika
jaringan pelabuhan laut, mencakup: 1. pelabuhan utama; yang berkembang, kepentingan Provinsi Bali dan
a. jaringan pelabuhan laut utama; 2. pelabuhan pengumpul; integrasi dengan rencana Kementerian
b. jaringan pelabuhan laut pengumpul; 3. pelabuhan pengumpan regional; dan Perhubungan.
c. jaringan pelabuhan laut pengumpan; dan 4. pelabuhan pengumpan lokal c. Penataan dan perubahan pengelompokkan beberapa
d. jaringan pelabuhan laut khusus. b. terminal khusus. pelabuhan kedalam tatanan pelabuhan sesuai PP
(3) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud peraturan perundang-undangan yang terbaru.
(3) Jaringan pelabuhan laut utama sebagaimana pada ayat (2) huruf a, angka 1, mencakup: d. Hasil sinkronisasi dengan RZWP-3-K.
dimaksud pada ayat (2) huruf a, mencakup: a. Pelabuhan Benoa, di Kota Denpasar e. Pelabuhan ceukan Bawang berdasarkan Matrik
a. Pelabuhan Benoa, sebagai jaringan untuk pelayanan kapal penumpang, Kebijakan penetepan Fungsi Pelabuhan merupakan
transportasi laut untuk pelayanan kapal pariwisata, barang terbatas dan Pelabuhan Pengumpul regional, namun
penumpang, pariwisata, angkutan peti perikanan; dan berdasarkan data makin meningkatnya jumlah
kemas ekspor-impor barang kerajinan, b. Pelabuhan Celukan Bawang, di kunjungan Kapal Cruise dan pasar wisata cruise
garmen, seni, sembilan bahan pokok dan Kabupaten Buleleng untuk pelayanan yang terus bekembag, maka pelabuhan celukan
ekspor ikan; kapal penumpang, barang dan pariwisata. Bawang disuslkan menajdi pelabuhan Utama .
b. Pelabuhan Celukan Bawang berfungsi
sebagai jaringan transportasi laut untuk
pelayanan kapal penumpang dan barang;
dan
c. Pelabuhan Tanah Ampo, sebagai
pelabuhan untuk pelayanan kapal cruise (4) Pelabuhan pengumpul sebagaimana
dan yatch. dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2,
(4) Jaringan pelabuhan laut pengumpul mencakup Pelabuhan Tanah Ampo di
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Kabupaten Karangasem untuk pelayanan
mencakup: kapal penumpang, barang dan pariwisata.
63
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. Pelabuhan Sangsit, untuk pelayanan Perda No. 16/2009 PP No. 13/2017 KepMenHub No. 432/2017 : (RIP Nasional)
Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan Nama Pelabuhan
kapal pelayaran rakyat angkutan barang PU 1. Benoa PU 1. Benoa PU 1. Benoa

dan perikanan; dan 2. Celukan Bawang


3. Tanah Ampo
PP 2. Buleleng
3. Celukan Bawang
PP 2. Celukan Bawang
3. Lb. Amuk/Tanah Ampo
b. Pelabuhan Pegametan dan Pelabuhan PP 4. Sangsit
5. Pegametan
4. Lb. Amuk/Tanah Ampo
5. Padangbai
PR 4. Buleleng (Sangsit)
5. Gilimanuk
Penuktukan di Kabupaten Buleleng, 6. Penuktukan 6. Ns Penida (Toyapakeh) 6. Ns Penida (Toyapakeh)

untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat (5) Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana PL 7. Labuhan lalang
8. Kusamba
PL 7. Padangbai
8. Banyuwedang
18. Tanjung Benoa
19. Pengambengan

angkutan barang. dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3, 9. Buyuk


10. Sanur
9. Brombong
10. Labuhan lalang
20. Kubu
21. Labuhan Amed
(5) Jaringan pelabuhan laut pengumpan mencakup : 11. Lovina 22. Manggis

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, a. Pelabuhan Buleleng (Sangsit) di


Keterangan : 12. Pegametan 23. Bias Munjul/Ceningan
PU : Pel. Utama 13. Pemaron 24. Buyuk

mencakup: Kabupaten Buleleng, untuk pelayanan PP


PR
: Pel. Pengumpul
: Pel. Pengumpan Regional
14. Penuktukan
15. Kedonganan
25. Kusamba
26. Nusa Lembongan
a. Pelabuhan Labuhan Lalang, untuk kapal penumpang, barang dan perikanan; PL : Pel. Pengumpan Lokal 16. Sanur
17. Serangan
27. Mentigi

pelayanan kapal pelayaran rakyat b. Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Sumber : Perda 16/2009, PP. 13/2017, KepMenHub 432/2017

angkutan penumpang; dan Jembrana, untuk pelayanan kapal


b. Pelabuhan Kusamba, Pelabuhan Buyuk penumpang dan barang; dan
dan Sanur, untuk pelayanan kapal c. Pelabuhan Nusa Penida (Toyapakeh) di Selanjutnya terdapat penyesuaian berdasarkan
pelayaran rakyat angkutan Kabupaten Klungkung, untuk pelayanan Kebijakan Sektor dan Kondisi lapangan sebagai berikut :
penumpangdan barang. penumpang, barang dan pariwisata  Pelabuhan Buleleng berdasarkan fakta lapangan
(6) Jaringan pelabuhan laut khusus sebagaimana sudah tidak berfungsi, dan telah terbangun bangunan
dimaksud pada ayat (2) huruf d, mencakup: (6) Pelabuhan pengumpan local sebagaimana lain sehingga diusulkan dihapus
a. Pelabuhan Manggis (Labuhan Amuk), dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 4,  Pelabuhan Celukan Bawang diusulkan menjadi
sebagai jaringan transportasi laut khusus mencakup: Pelabuhan Utama, dengan fakta lapangan pelabuhan
untuk pelayanan kapal angkutan a. Pelabuhan pengumpan lokal di ini telah melayani secara rutin berlabuhnya Kapal
minyak/energi; dan Kabupaten Buleleng, untuk Pesiar /Cruise dari mancanegara
b. Pelabuhan Pengambengan dan Pelabuhan pelabuhan barang dan penumpang,  Pelabuhan Labuhan Amuk/Tanah Ampo adalah dua
Kedonganan, sebagai jaringan meliputi : Pelabuhan yang berbeda lokasi dan berbeda fungsi,
transportasi laut khusus pelayanan kapal 1. Pelabuhan Labuhan Lalang; namun sama sama Nerada I wilayah Kecamatan
ikan. 2. Pelabuhan Pegametan; Manggis Kabupaten Karangasem. Pelabuhan Labuan
3. Pelabuhan Brombong, dan Amuk merupakan pelabuhan Khusus BBM dan
4. Pelabuhan Penuktukan Pelabuhan Tanah Ampo khusus diperuntukan bagi
berlabuhnya Kapal Pesiar /Cruise.
b. Pelabuhan pengumpan lokal di Kota
Denpasar, untuk pelayanan kapal  Pelabuhan Padang Bai sekaligus juga merupakan
pemumpang, barang dan pariwisata Pelabuhan Penyeberangan, dan dapat melayani Kapal
meliputi Pelabuhan Sanur. Umum
 Pelabuhan Nusa Penida sesuai kondisi dan arahan
c. Pelabuhan pengumpan lokal di Tatatan Kepelabuhanan dari Kementerian
Kabupaten Klungkung, unuk Perhubungan merupakan Pelabuhan Pengumpan
pelabuhan penumpang, barang dan Regional
pariwisata meliputi:
1) Pelabuhan Kusamba;
2) Pelabuhan Buyuk;
3) Pelabuhan Mentigi; dan
4) Pelabuhan Bias Munjul /
64
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Ceningan.
5) Pelabuhan Nusa Lembongan.
d. Pelabuhan pengumpan lokal di
Kabupaten Karangasem, untuk
pelabuhan penumpang dan pariwisata
meliputi :
1) Pelabuhan Padangbai; dan
2) Pelabuhan Labuhan Amed

(7) Terminal khusus sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf b, dikembangkan untuk
menunjang kegiatan atau fungsi tertentu dan
dapat dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan
umum dengan memperhatikan system
transportasi laut, meliputi:
Kapal Pesiar Seaburn Encore merapat di
a. Terminal Khusus di Kabupaten Pel. Celukan Bawang 2 Des 2018
Buleleng meliputi :
(7) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada 1) Terminal Khusus Pemaron sebagai  Pelabuhan Labuhan Amuk/Tanah Ampo adalah dua
ayat (1), mencakup: pelabuhan energi; Pelabuhan yang berbeda lokasi dan berbeda fungsi,
a. alur pelayaran internasional yang 2) Terminal Khusus Celukan Bawang namun sama sama berada di Kecamatan Manggis
terdapat di sekitar wilayah meliputi Selat sebagai pelabuhan energy; Kabupaten Karangasem. Pelabuhan Labuan Amuk
Lombok yang termasuk dalam Alur Laut 3) Terminal Khusus Lovina sebagai merupakan pelabuhan Khusus BBM dan Pelabuhan
Kepulauan Indonesia (ALKI) II; pelabuhan pariwisata; dan Tanah Ampo khusus diperuntukan bagi berlabuhnya
b. alur pelayaran nasional dan regional; dan 4) Terminal Khusus Banyuwedang Kapal Pesiar /Cruise.
c. alur pelayaran lokal. sebagai pelabuhan khusus  Pelabuhan Padang Bai sekaligus juga merupakan
pariwisata. Pelabuhan Penyeberangan, dan dapat melayani Kapal
b. Terminal Khusus di Kabupaten Umum antar Kabupaten dan antar Provinsi (Kapal
Jembrana meliputi Terminal Khusus wisaa ke 3 Gili di Prov NTB)
Pengambengan sebagai Pelabuhan  Pelabuhan Nusa Penida (Toyapakeh) sesuai kondisi
Perikanan kelas B; dan arahan Tatatan Kepelabuhanan dari Kementerian
c. Terminal di Kabupaten Badung, Perhubungan merupakan Pelabuhan Pengumpan
meliputi : Regional
1) Terminal Khusus Kedonganan
sebagai pelabuhan penumpang,
pariwisata dan perikanan kelas D,
2) Terminal Khusus Tanjung Benoa
sebagai pelabuhan perikanan
kelas D,
d. Terminal Khusus di Kota Denpasar
meliputi Terminal Khusus Serangan
sebagai pelabuhan penumpang dan
65
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pariwisata;
e. Terminal Khusus di Kabupaten
Karang asem meliputi :
1) Terminal Khusus Manggis
/Labuhan Amuk sebagai
pelabuhan energy; dan
2) Terminal Khusus Kubu sebagai
pelabuhan pertambangan batuan;
(8) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas alur pelayaran
internasional,alur pelayaran nasional dan
alur pelayaran lokal.
a. alur pelayaran internasional terdapat
disekitar perairan Selat Badung, Selat
Lombok, dan Samudera Indonesia;
b. alur pelayaran nasional terdapat
disekitar perairan Selat Bali, Selat
Badung, Selat Lombok, Laut Bali dan
Samudera Indonesia; dan
c. alur pelayaran lokal terdapat
disekitar perairan Selat Bali, Selat
Badung, Selat Lombok, Laut Bali dan
Samudera Indonesia.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi Udara

17. Ketentuan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)


diubah dan ayat (5) Pasal 29 dihapus,
sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29 Pasal 29
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi (1) Tetap.
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
66
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
ayat (2) huruf c, mencakup tatanan
kebandarudaraan dan ruang udara untuk
penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan dan ruang udara (2) Tatanan kebandarudaraan dimaksud pada
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1), mencakup: Rencana sistem jaringan transportasi udara disesuaikan
mencakup: a. bandar udara umum; dan dengan PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan
a. bandar udara umum internasional; b. bandar udara khusus. atas PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN,
b. bandar udara domestik; dan yaituBandar Udara I Gusti Ngurah Rai dan Bandar
c. pembangunan bandar udara baru. Udara Bali Baru merupakan Bandar Udara Pengumpul
(3) Bandar udara internasional sebagaimana (3) Bandarudara umum sebagaimana dimaksud Primer
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup pada ayat (2) huruf a, merupakan bandar
Bandar Udara Internasional Ngurah Rai di udara pengumpul primer, mencakup: Bandar udara Letkol Wisnu yang sebelumnya
Kabupaten Badung, berfungsi sebagai bandar a. Bandar Udara Internasional Ngurah Rai disebutkan sebagai Bandara udara Domestik,
udara pengumpul (hub), untuk pelayanan di Kabupaten Badung; dan selanjutnya ditetapkan sebagai Bandar udara khusus
pesawat udara rute penerbangan dalam negeri b. Rencana Pembangunan Bandar Udara
dan rute penerbangan luar negeri. Bali Baru di Kecamatan Mempertegas lokasi Rencana Pembangunan Bandar Bali
KubutambahanKabupaten Buleleng. Baru di Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng
(4) Bandar udara khusus sebagaimana
(4) Bandar udara domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah a. Lapangan Terbang Letkol Wisnu di
Lapangan Terbang Letkol Wisnu di Kecamatan Kecamatan Gerokgak Kabupaten
Gerokgak Kabupaten Buleleng, berfungsi Buleleng; dan
sebagai bandar udara umum, untuk b. Pendaratan pesawat lain atau sejenisnya,
pelayanan pesawat udara penerbangan dalam setelah melalui kajian, sesuai ketentuan
negeri, kegiatan pendidikan penerbang, olah peraturan perundang-undangan.
raga dirgantara, kegiatan pertahanan dan (5) Dihapus.
keamanan.
(5) Pembangunan bandar udara baru Sudah diatur di ayat (3)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
direncanakan di Kabupaten Buleleng
berfungsi sebagai bandar udara umum setelah (6) Ruang udara untuk penerbangan
melalui kajian. sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
(6) Ruang udara untuk penerbangan mencakup:
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), a. ruang udara di atas bandar udara yang
mencakup: dipergunakan langsung untuk kegiatan
a. ruang udara di atas bandar udara yang bandar udara;
dipergunakan langsung untuk kegiatan b. ruang udara di sekitar bandar udara
bandar udara; yang dipergunakan untuk operasi
b. ruang udara di sekitar bandar udara yang penerbangan; dan
dipergunakan untuk operasi c. ruang udara yang ditetapkan sebagai
penerbangan; dan jalur penerbangan
c. ruang udara yang ditetapkan sebagai
67
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
jalur penerbangan.

Paragraf 5
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan
Transportasi

Pasal 30 Pasal 30
(1) Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ditetapkan
dengan kriteria sebagai jalan umum untuk
lalu lintas menerus dengan pengendalian
jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya
persimpangan sebidang serta dilengkapi
dengan pagar ruang milik jalan.
(2) Jaringan jalan arteri primer sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ditetapkan
dengan kriteria:
a. menghubungkan antar-PKN, antara PKN
dan PKW, dan/atau antara PKN/PKW
dengan bandar udara skala pelayanan
primer, sekunder atau tersier dan
pelabuhan laut internasional atau
provinsi;
b. berupa jalan umum yang melayani
angkutan utama yang menghubungkan
antar kota antar provinsi;
c. melayani perjalanan jarak jauh;
d. memungkinkan lalu lintas dengan
kecepatan rata-rata tinggi; dan
e. membatasi jumlah jalan masuk secara
berdayaguna.

(3) Jaringan jalan kolektor primer sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria:
a. menghubungkan antar–PKW, antara PKW
dan PKL, dan khusus untuk jalan
kolektor provinsi antara PKL dan PKL;
b. berupa jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul dan
pembagi;
c. melayani perjalanan jarak sedang;
68
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. memungkinkan untuk lalu lintas dengan
kecepatan rata-rata sedang; dan
e. membatasi jumlah jalan masuk.
(4) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a dan
huruf b, ditetapkan dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan
penyeberangan antar provinsi dan bagian
dari prasarana penunjang sistem kota
fungsi pelayanan PKN dan tatanan
kepelabuhanan nasional;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan arteri primer, alur pelayaran antar
pelabuhan penyeberangan antar provinsi;
c. mengacu pada rencana induk pelabuhan
dan rencana induk nasional pelabuhan;
d. rencana induk pelabuhan ditetapkan
Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi Gubernur dan
Bupati/Walikota setempat; dan
e. berada diluar kawasan lindung.
(5) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan
penyeberangan pengumpan/dalam
provinsi dan bagian dari prasarana
penunjang sistem kota fungsi PKW dan
tatanan kepelabuhanan wilayah;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan kolektor dan alur pelayaran antar
pelabuhan penyeberangan
pengumpan/dalam provinsi;
c. mengacu rencana induk pelabuhan; dan
d. berada diluar kawasan lindung.
(6) Terminal penumpang tipe A sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan tempat pelayanan kendaraan
umum penumpang antar kota antar
provinsi, angkutan kota dalam provinsi,
angkutan perkotaan dan angkutan
69
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perdesaan;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan arteri primer;
c. pengaturan perjalanan kendaraan umum,
naik-turun penumpang dan alih moda
penumpang umum; dan
d. mengacu rencana induk terminal.
(7) Terminal penumpang tipe B sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan tempat pelayanan kendaraan
umum penumpang antar kota dalam
provinsi, angkutan perkotaan dan
angkutan perdesaan;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan kolektor primer;
c. pengaturan perjalanan kendaraan umum,
naik-turun penumpang dan alih moda
penumpang umum; dan
d. mengacu rencana induk terminal.

Pasal 31 Pasal 31
(1) Pelabuhan laut utama sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 28 ayat (3), ditetapkan dengan
kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan utama,
antara pelabuhan utama dengan
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan
pengumpan serta bagian dari prasarana
penunjang sistem kota fungsi pelayanan
PKN dan tatanan kepelabuhanan
nasional;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan arteri primer dan alur pelayaran
internasional;
c. tempat pengaturan dan pelayanan kapal
pelayaran dalam negeri dan luar negeri,
naik-turun penumpang, barang dan alih
moda transportasi, kegiatan kepabeanan,
keimigrasian dan kekarantinaan sesuai
fungsi pelabuhan;

70
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. rencana induk pelabuhan ditetapkan
Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi Gubernur dan Bupati/
Walikota; dan
e. berada diluar kawasan lindung.
(2) Pelabuhan laut pengumpul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), ditetapkan
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan
pengumpul, antara pelabuhan pengumpul
dengan pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpan serta bagian dari prasarana
penunjang sistem kota fungsi pelayanan
PKN dan PKW dan tatanan
kepelabuhanan wilayah;
b. mempunyai akses dari dan ke jaringan
jalan kolektor dan alur pelayaran
nasional;
c. tempat pelayanan dan pengaturan
pelayaran kapal laut, naik-turun
penumpang dan barang serta alih moda
transportasi sesuai fungsi pelabuhan; dan
d. berada diluar kawasan lindung.
(3) Pelabuhan laut pengumpan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5), ditetapkan
dengan kriteria:
a. mempunyai akses jaringan jalan dari dan
ke pelabuhan;
b. simpul jaringan antar pelabuhan
pengumpan, antara pelabuhan
pengumpan dengan pelabuhan
pengumpul dan pelabuhan utama serta
bagian dari prasarana penunjang sistem
kota fungsi pelayanan PKW dan PKL
dalam tatanan kepelabuhanan lokal;
c. tempat pelayanan dan pengaturan
pelayaran kapal, naik-turun penumpang
dan barang serta alih moda transportasi
sesuai fungsi pelabuhan; dan
d. berada diluar kawasan lindung.
(4) Pelabuhan laut khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6), ditetapkan
71
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar pelabuhan laut
khusus;
b. mempunyai akses jaringan jalan dari dan
ke pelabuhan;
c. tempat pelayanan pengaturan pelayaran
kapal khusus dan bongkar-muat barang
khusus sesuai fungsi pelabuhan;
d. mengacu rencana induk pelabuhan; dan
e. berada diluar kawasan lindung.

Pasal 32 Pasal 32
(1) Bandar udara internasional sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 29ayat (3), ditetapkan
dengan kriteria:
a. simpul jaringan antar bandar udara
pengumpul (hub) domestik dan
internasional, antara bandar udara
pengumpul (hub) dengan bandar udara
pengumpan (spoke) dan akses jaringan
jalan ke dan dari bandar udara;
b. bagian dari prasarana penunjang sistem
kota dengan fungsi pelayanan PKN dan
tatanan kebandarudaraan nasional;
c. tempat pengaturan dan pelayanan
pesawat udara penerbangan dalam negeri
dan luar negeri, naik-turun penumang,
kargo dan alih moda transportasi,
kegiatan kepabeanan, keimigrasian dan
kekarantinaan sesuai fungsi bandar
udara;
d. mengacu rencana induk bandar udara
dan rencana induk nasional bandar
udara;
e. rencana iduk bandar udara ditetapkan
Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi Gubernur dan
Bupati/Walikota setempat; dan
f. berada diluar kawasan lindung.
(2) Bandar udara domestik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), mencakup:
a. simpul jaringan antar bandar udara
72
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pengumpan (spoke), antara bandar udara
pengumpan dengan bandar udara
pengumpul dan mempunyai akses
jaringan jalan ke dan dari bandar udara;
b. bagian dari prasarana penunjang sistem
kota dengan fungsi pelayanan PKW dan
PKL;
c. tempat pengaturan dan pelayanan
pesawat udara penerbangan dalam negeri,
naik-turun penumang, kargo dan alih
moda transportasi, pendidikan
penerbang, olah raga dirgantara, kegiatan
pertahanan dan keamanan;
d. mengacu rencana induk bandar udara;
dan
e. berada diluar kawasan lindung.
(3) Pembangunan bandar udara baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. memenuhi persyaratan lokasi;
b. mengacu rencana induk nasional bandar
udara; dan
c. berada diluar kawasan lindung.

Bagian Kelima
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan Energi Wilayah
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi

18. Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga Pasal


33 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33 Pasal 33
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan (1) Sistem jaringan energi sebagaimana Rencana sistem jaringan prasarana energi telah
energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b, mengacu pada Perpres Nomor 14 Tahun 2017 tentang
ayat (3) huruf b, mencakup: mencakup: Perubahan atas Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang
a. pembangkit tenaga listrik; a. jaringan infrastruktur minyak dan gas Percepatan Pembangunan Infrastruktur
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan bumi; dan Ketenagalistrikan, Kepmen ESDM No 1415
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi. b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan. K/20/MEM/2017 tentang Pengesahan Rencana Usaha

73
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana (2) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017-2026 dan
dimaksud pada ayat (1) huruf a, diarahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepmen ESDM No 1567 K/21/MEM/2018 tentang
untuk: dikembangkan untuk: Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
a. memenuhi penyediaan tenaga listrik yang a. menyalurkan minyak dan gas bumi dari (RUPTL) PLN 2018-2027.
mampu mendukung kebutuhan dasar fasilitas poduksi atau asal sumber
masyarakat dan kegiatan perekonomian; produksi ke kilang pengolahan dan/atau Namun demikian sesuai Misi Gubernur terkait
b. meningkatkan pelayanan secara merata tempat penyimpanan; Kemandirian Energi, Bali Clean, dan kearifan local,
ke seluruh wilayah kabupaten/kota b. menyalurkan minyak dan gas bumi dari maka strategi pengembangan energy sesuai kebijakan
dengan melakukan perluasan jaringan kilang pengolahan dan/atau tempat peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
distribusi dan penambahan kapasitas penyimpananke konsumen; dan prasarana adakah meningkatkan kemandirian
pembangkit tenaga listrikdan penyalur; c. menyediakan pasokan gas sebagai bahan pelayanan energi dan meningkatkan pemanfaatan
dan bakar pembangkit tenaga lisrtik yang ada sumber energy bersih dan energi baru terbarukan;
c. mendorong kemandirian sumber energi. dan kebutuhan gas lainnya di provinsi bali
(3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dalam rangka mewujudkan energi bersih Terkait dengan hal tersebut terdapat beberapa
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: di Provinsi Bali ketentuan yang tidak sesuai dengan arahan RPUTL,
a. pembangkit tenaga listrik yang sudah yaitu :
beroperasi terdiri atas: interkoneksi  Menolak jaringan kabel udara SUTET Jawa Bali
tenaga listrik Jawa-Bali, PLTD dan PLTG Crossing dan menggantikannya dengan Kabel Laut
Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Jawa Bali Crossing
Pemaron serta interkoneksi PLTD (3) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi  Mengganti secara bertahap bahan bakar semua PLT
Kutampi (Nusa Penida) dengan PLTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari batubara ke Gas
Jungut Batu (Nusa Lembongan); mencakup:  Mendorong perluasan PLT dengan Sumber Energi
b. pengembangan pembangkit tenaga listrik a. pemantapan pelayanan pelabuhan Baru Terbarukan
baru terdiri atas: PLTU Bali Timur, PLTU khusus bahan bakar minyak yang telah
Celukan Bawang, PLTU Nusa Penida dan ada di Pelabuhan Manggis Kabupaten
di lokasi lainnya setelah melalui kajian; Karangasem dan Pelabuhan Benoa Kota
dan Denpasar;
c. pengembangan pembangkit tenaga listrik b. pengembangan pelabuhan khusus bahan
(PLT) alternatif dari sumber energi bakar minyak, setelah melalui kajian;
terbarukan terdiri atas PLT Mikro Hidro, c. peningkatan pelayanan jaringan
PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT Surya dan distribusi ke stasiun pompa bensin
PLT lainnya. umum ke seluruh wilayah;
d. pemantapan pelabuhan khusus gas di
pelabuhan Benoa;
e. pengembangan pelabuhan pengumpul
(hub) khusus LNG di Kawasan Celukan
Bawang Kabupaten Buleleng; dan
f. peningkatan pelayanan jaringan disribusi
gas melalui :
1. peningkatan pelayanan depo gas
(4) Pengembangan pembangkit tenaga listrik yang telah ada;
alternatif dari sumber energi terbarukan 2. pengembangan depo gas baru sesuai
74
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, ketentuan; dan
diarahkan untuk menghemat penggunaan 3. pengembangan jaringan gas
energi yang tidak terbarukan dan mengurangi perkotaan.
pencemaran lingkungan. (4) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
(5) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana meliputi:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik
dikembangkan untuk menyalurkan tenaga dan sarana pendukungnya; dan
listrik antarsistem, mencakup: b. infrastruktur penyaluran tenaga listrik
a. kawat saluran udara terbuka untuk dan sarana pendukungnya.
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (5) Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan
(SUTET) dan Saluran Udara Tegangan sarana pendukungnyasebagaimana dimaksud
Tinggi (SUTT); pada ayat (4) huruf a, meliputi:
b. kabel digunakan untuk saluran bawah a. pembangkit tenaga listrik yang telah ada,
tanah dan/atau udara pada kawasan terdiri atas: Saluran Kabel Laut (SKLT)
permukiman dan aktivitas Jawa-Bali, PLTG Gilimanuk, PLTG
pendukungnya; dan Pesanggaran, PLTD Pesanggaran BOT,
c. kabel bawah laut/bawah air digunakan PLTDGPesanggaran, PLTG Pemaron,
untuk sistem jaringan antar daratan. PLTU Celukan Bawang, dan Sistem
isolatedTiga Nusa Bali dengan PLTD,
PLTB dan PLTS;
b. rencana pengembangan pembangkit
tenaga listrik baru terdiri atas : Saluran
Kabel Laut Bali Crossing500 kV dan PLTU
(PLTG) Bali Timur;
c. pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Alternatif
dari sumber energi baru terbarukan
(EBT) terdiri atas PLT Panas Bumi, PLT
Mikro Hidro, PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT
(6) Sistem jaringan pipa minyak dan gas Surya, PLT Sampah dan PLT Alternatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, lainnya; dan
dilakukan setelah melalui kajian, mencakup: d. konversi seluruh PLT berbahan bakar
a. sistem jaringan pipa minyak lepas pantai; batubara yang telah ada dengan bahan
b. sistem jaringan pipa minyak dari bakar gas.
pelabuhan ke depo minyak terdekat; dan (6) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan
c. rencana pengembangan interkoneksi sarana pendukungnyasebagaimana dimaksud
jaringan energi pipa gas antar Pulau pada ayat (4) huruf b, dikembangkan untuk
Jawa-Bali. menyalurkan tenaga listrik antarsistem,
mencakup:
a. Gardu Induk (GI) yang telah ada meliputi:
GI Gilimanuk, GI Negara, GI Antosari, GI
Kapal, GI Pemaron, GI Baturiti, GI
75
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Payangan, GI Padangsambian, GI
Pemecutan Kelod, GI Pesanggaran, GIS
Bandara, GI Nusa Dua, GI Sanur, GI
Gianyar, dan GI Amlapura;
b. Rencana pengembangan Gardu Induk
Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Antosari
(GIS);
c. Pengembangan GI baru sesuai kebutuhan
dan perkembangan meliputi GI Celukan
Bawang II, GI Baturiti, GI Antosari, GI
Gianyar II/Lod Tunduh, GI New Sanur,
GI Pesanggaran (GIS), GI Nusa Dua
II/Pecatu (GIS), GI Kapal II/Tanah
Lot/Batu Belig (GIS), GI Kubu, GI
Pemecutan Klod II (GIS), GI Pesanggaran
II, GI PadangSambian II, dan GI Tanah
Lot II (GIS);
d. Pengembangan penghubung antar GITET
menggunakan kabel laut tegangan ekstra
tinggi 500 kV meliputi : jaringan kabel
laut Jawa Bali Crossing Gilimanuk-
Antosari; dan
e. penghubung antar GI menggunakan
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
(7) Sistem pembangkit tenaga listrik, jaringan 150 kV baik yang telah ada maupun
transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa pengembangan baru untuk
minyak dan gas bumi ditetapkan oleh menteri menghubungkan antar GI pengembangan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang baru.
energi dan telah mendapat persetujuan (7) Sistem pembangkit tenaga listrik, jaringan
Gubernur dan Bupati/Walikota. transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa
(8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan minyak dan gas bumi ditetapkan oleh Menteri
tenaga listrik yang lokasi dan jaringannya yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada energi dan telah mendapat persetujuan
ayat (1), tercantum dalam Lampiran VII dan Gubernur dan Bupati/Walikota.
merupakan bagian tidak terpisahkan dari (8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan
Peraturan Daerah ini. tenaga listrik yang lokasi dan jaringannya
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam Lampiran VIII dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
76
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan Energi

19. Ketentuan Pasal 34 dihapus


Pasal 34 Pasal 34
(1) Pengembangan sistem jaringan pembangkit Dihapus Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
Pasal 33 ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
kriteria: Kabupaten dan Kota, kriteria pengembangan sistem
a. mendukung ketersediaan pasokan tenaga jaringan pembangkit tenaga listrik di masukan dalam
listrik untuk kepentingan umum di penjelasan atau Materi Teknis Raperda.
kawasan perkotaan, perdesaan hingga
kawasan terisolasi;
b. mendukung pengembangan kawasan
perdesaan, pulau-pulau kecil, dan
kawasan terisolasi;
c. mendukung pemanfaatan teknologi baru
untuk menghasilkan sumber energi yang
mampu mengurangi ketergantungan
terhadap energi tak terbarukan;
d. berada pada kawasan dan/atau di luar
kawasan yang memiliki potensi sumber
daya energi; dan
e. berada pada lokasi yang aman terhadap
kegiatan lain dengan memperhatikan
jarak bebas dan jarak aman.
(2) Pengembangan sistem jaringan transmisi
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) huruf b, ditetapkan dengan
kriteria:
a. mendukung ketersediaan pasokan tenaga
listrik untuk kepentingan umum di
kawasan perkotaan hingga perdesaan;
b. mendukung pengembangan kawasan
perdesaan, pulau-pulau kecil, dan
kawasan terisolasi;
c. melintasi kawasan permukiman, wilayah
sungai, laut, hutan, persawahan,
perkebunan, dan jalur transportasi;
d. berada pada lokasi yang aman terhadap
kegiatan lain dengan memperhatikan
persyaratan ruang bebas dan jarak aman;
e. merupakan media penyaluran tenaga
77
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
listrik berupa kawat saluran udara, kabel
bawah laut, dan kabel bawah tanah;
f. menyalurkan tenaga listrik berkapasitas
besar dengan tegangan lebih dari 35 (tiga
puluh lima) kilo volt; dan
g. jaringan transmisi tegangan menengah
yang melintasi kawasan permukiman,
menggunakan kabel terbungkus.
(3) Jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
(1) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. adanya fasilitas produksi minyak dan gas
bumi, fasilitas pengolahan dan/atau
penyimpanan, dan konsumen yang
terintegrasi dengan fasilitas tersebut; dan
b. berfungsi sebagai pendukung sistem
pasokan energi wilayah.
(4) Pengembangan sistem jaringan energi
alternatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (3) huruf c, ditetapkan dengan
kriteria:
a. memenuhi kelayakan teknis;
b. memenuhi kelayakan ekonomis; dan
c. ramah lingkungan.

Bagian Keenam
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan Telekomunikasi
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan
Telekomunikasi
20. Ketentuan ayat (2)Pasal 35 diubah
dandiantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan
1 (satu) ayat yakni ayat (4a), sehingga Pasal
35 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35 Pasal 35
(1) Pengembangan sistem jaringan (1) Tetap. Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
telekomunikasi diarahkan pada upaya Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
peningkatan pelayanan telekomunikasi secara Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
memadai dan merata ke seluruh Bali serta Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta mengakomodasi
dapat melayani secara maksimal pada tingkat Misi Gubernur Bali Periode 2018-2023.
nasional dan internasional terutama melayani
78
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
industri jasa dan industri kreatif.

(2) Pengembangan sistem jaringan (2) Pengembangan sistem jaringan Mengakomodasi Misi Gubernur Bali tahun 2018-2023
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), mencakup: ayat (1), mencakup:
a. jaringan terestrial meliputi sistem kabel a. jaringan terestrial meliputi sistem kabel
dan sistem nirkabel; dan dan sistem nirkabel; dan
b. jaringan satelit. b. jaringan satelit; dan
c. jaringan wifi ke seluruh wilayah.

(3) Pengembangan jaringan terestrial, (3) Tetap.


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
diarahkan pada:
a. pengembangan secara berkesinambungan
untuk menyediakan pelayanan
telekomunikasi di seluruh wilayah
kabupaten/kota;
b. menata lokasi menara telekomunikasi
dan Base Transceiven Station (BTS) untuk
pemanfaatan secara bersama-sama antar
operator; dan
c. pemanfaatan jaringan terestrial sistem
nirkabel dengan penutupan wilayah
blankspot pada wilayah berbukit,
pegunungan atau wilayah terpencil.
(4) Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada (4) Tetap.
ayat (2) huruf b, dikembangkan untuk
melengkapi sistem jaringan telekomunikasi
melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi
untuk melayani terutama wilayah kepulauan
dan terpencil. (4a) Jaringan wifi keseluruh wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c,
dikembangkan untuk menyediakan akses
internet ke seluruh desa adat di seluruh
wilayah.

(5) Peta rencana sistem jaringan telekomunikasi (5) Tetap.


di provinsi untuk jaringan primer tercantum
dalam Lampiran VIII dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

79
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Paragraf 2 Tetap
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 36 Tetap
(1) Kriteria pengembangan sistem jaringan Tetap
terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2) huruf a, mencakup:
a. hubungan antarpusat perkotaan;
b. hubungan pusat perkotaan dengan pusat
kegiatan di wilayah perdesaan;
c. dukungan terhadap pengembangan
kawasan strategis; dan
d. dukungan terhadap kegiatan berskala
provinsi maupun internasional.
(2) Kriteria pengembangan sistem jaringan satelit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2) huruf b, mencakup:
a. ketersediaan orbit satelit yang telah
terdaftar pada Perhimpunan
Telekomunikasi Internasional; dan
b. ketersediaan frekuensi radio yang telah
terdaftar pada Perhimpunan
Telekomunikasi Internasional.

Bagian Ketujuh
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem
Jaringan
Sumber Daya Air
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber
Daya Air

21. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37 Pasal 37
(1) Pengembangan sistem jaringan sumber daya (1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana Mengacu Peraturan Menteri Agraria dan Tata
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b, Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
ayat (3) huruf b, diarahkan pada perlindungan meliputi: 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
dan pelestarian sumber daya air, a. konservasi sumber daya air; Kabupaten dan Kota, untuk penanganan jaringan
pendayagunaan sumber daya air, dan b. prasarana sumber daya air; dan sumber daya air lintas kabupaten/kota dan cekungan
pengendalian daya rusak air. c. pengendalian daya rusak air. air bawah tanah.

80
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Perlindungan dan pelestarian sumber daya air (2) Konservasi sumber daya air sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1) huruf a,dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis dijelaskan dalam
dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui: penjelasan  (melalui: pendekatan sosial, ekonomi dan
teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi pendekatan sosial, ekonomi dan budaya, budaya, dalam rangka:
dan budaya. dalam rangka: a. perlindungan kawasan resapan, tangkapan air
a. perlindungan kawasan resapan, tangkapan dan alur sungai pada seluruh Wilayah Sungai
air dan alur sungai pada seluruh Wilayah Bali Penida yang merupakan wilayah sungai
Sungai Bali Penida yang merupakan strategis nasional terdiri dari 391 daerah aliran
wilayah sungai strategis nasional terdiri sungai (DAS);
dari 391 daerah aliran sungai (DAS); b. perlindungan, pemeliharaan dan pelestarian
b. perlindungan, pemeliharaan dan pelestarian ekosistem danau meliputi Danau Batur di
ekosistem danau meliputi Danau Batur di Kabupaten Bangli, Danau Beratan di kabupaten
Kabupaten Bangli, Danau Beratan di Tabanan, Danau Buyan dan Danau Tamblingan
kabupaten Tabanan, Danau Buyan dan di Kabupaten Buleleng;
Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng; c. perlindungan mata air dan kawasan sekitar
c. perlindungan mata air dan kawasan sekitar mata air;
mata air; d. perlindungan pemanfaatan air tanah (aquifer);
d. perlindungan pemanfaatan air tanah dan
(aquifer); dan e. pemeliharaan cekungan air tanah lintas
e. pemeliharaan cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.)
kabupaten/kota.
(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), huruf b ditujukan ditaruh/diatur dalam penjelasan
(3) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana untuk menyediakan prasarana untuk
dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara
memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan
berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat
pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan terpadu, melalui
secara adil dan terpadu, mencakup: pengembangan:
a. air permukaan meliputi air sungai, waduk a. sistem jaringan irigasi;
dan danau di Wilayah Sungai Bali–Penida b. jaringan air baku.
yang terdiri atas 20 (dua puluh) Sub
Wilayah Sungai (SWS); dan
b. cekungan air tanah lintas (4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana
kabupaten/kota. dimaksud pada ayat (3) huruf a,
(4) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dikembangkan melalui:
dimaksud pada ayat (3), diarahkan melalui a. pemeliharaan, peningkatan pelayanan
pengembangan: dan efektivitas pengelolaan air pada
a. prasarana irigasi; sistem prasarana irigasi yang telah ada
b. prasarana air minum; dan di seluruh wilayah, meliputi:
c. prasarana pengendalian daya rusak air. 1. 9 (sembilan) Daerah Irigasi (DI)

81
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kewenangan Pemerintah meliputi
seluas 42.589 Ha (empat puluh dua
ribu lima ratus delapan puluh
sembilan hektar) terdiri atas 3 (tiga) DI
lintas kabupaten/Kota dan 6 (enam)
DI utuh kabupaten/kota tersebar di 8
(delapan) kabupaten;
2. 14 (empat belas) Daerah Irigasi (DI)
kewenangan pemerintah provinsi
seluas 9.271 Ha (sembilan ribu dua
ratus tujuh puluh satu hektar)
meliputi 8 (delapan) DI lintas
kabupaten/kota dan 6 (enam) DI utuh
kabupaten/kota tersebar di 8
(delapan) kabupaten/Kota kecuali
Kabupaten Karangasem; dan
3. 822 (delapan ratus dua puluh
dua)Daerah Irigasi (DI) kewenangan
pemerintah kabupaten/kota seluas
58.487Ha (lima puluh delapan ibu
empat ratus delapan puluh tujuh
hektar) tersebar di seluruh wilayah
kabupaten/kota.
b. pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah
dan air baku untuk air minum dengan
sumur bor yang telah dibangun di
beberapa kawasan melalui pengembangan
jaringan distribusi dan pemeliharaannya. Mengakomodasi rencana pembangunan
(5) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud bendungan/waduk dan embung baru serta proyek
pada ayat (3) huruf b, meliputi: strategis nasional bidang sumber daya air
a. pemeliharaan dan peningkatan pelayanan
bendungan / waduk / embung yang telah
(5) Pengembangan sistem jaringan prasarana ada meliputi : Bendungan Gerokgak,
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bendungan Palasari, Bendungan Benel,
huruf a, diarahkan melalui: Bendungan Telaga Tunjung, Waduk Muara
a. pemeliharaan, peningkatan pelayanan Nusa Dua, Bendungan Titab-Ularan,
dan efektivitas pengelolaan air pada Bendungan Seraya, Bendungan Puragae,
sistem prasarana irigasi yang telah ada di Bendungan Ban, Bendungan Datah,
seluruh wilayah; Bendungan Baturinggit, Bendungan
b. pemeliharaan, peningkatan pelayanan Burana, Embung Besakih, Embung Muntig,
waduk yang telah ada seperti; Waduk Embung Telung Buana, Embung Datah II,
Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Benel, Embung Bukit, Embung Badeg Dukuh,
82
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara Embung Dukuh, Embung Untalan, Embung
Nusa Dua , Embung Seraya, Embung SerayaTimur, Embung Batu Dawa II dan
Puragae, Embung Ban, Embung Datah, Embung Cemara;
Embung Baturinggit, serta pembangunan b. rencana pembangunan bendungan
waduk dan embung baru pada kawasan /waduk/embung meliputi Bendungan
lainnya setelah melalui kajian; Lambuk, Waduk Muara Nusa Dua,
c. pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah Bendungan Muara Unda, Bendungan Selat
dengan sumur bor yang telah dibangun di Kanan, Bendungan Selat Kiri, Bendungan
beberapa kawasan melalui pengembangan Sidan, Bendungan Sorga, Bendungan
jaringan distribusi dan pemeliharaannya; Tamblang, Bendungan Telagawaja,
d. pendayagunaan sumber mata air Embung Situ Yeh Malet-Taman Sari dan
Guyangan di Nusa Penida sebagai sumber bendungan /waduk/embung lainnya
air irigasi dan air minum di Kawasan setelah melalui kajian;
Nusa Penida; dan c. pendayagunaan sumber mata air
e. pengembangan sistem irigasi tetes pada Guyangan, mata air Penida dan sumber
beberapa kawasan yang mengalami mata air lainnya di Kawasan Nusa Penida
kesulitan air baku. sebagai sumber air baku di Kawasan Nusa
Penida; dan
d. pengembangan air baku khusus pada
beberapa kawasan yang mengalami
kesulitan air baku diarahkan pemanfaatan
air laut, air hujan, dan sumber air baku
lainnya yang dapat diproses melalui upaya
teknologi sehingga dapat memenuhi baku
mutu sesuai peraturan perundang- Hanya perpindahan ayat sudah sebelumnya
undangan.
(6) Pengendalian daya rusak air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. sistem drainase perkotaan Sarbagita;
b. sistem pengendalian banjir;
c. sistem pengendalian lahar Gunung Agung;
(6) Pengembangan sistem jaringan prasarana air d. sistem penanganan erosi dan longsor; dan
minum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) e. sistem pengamanan abrasi pantai.
huruf b, diarahkan pada:
a. peningkatan dan pemerataan pelayanan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
perpipaan dan non perpipaan di kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan;
b. pengembangan Sistem PenyediaanAir Hanya perpindahan ayat, sudah ada sebelumnya
Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di
Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, (7) Pemerintah kabupaten/kota menyusun
Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan masterplan drainase dan pengembangan
83
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pengembangan Sistem Penyediaan Air sistem jaringan sumber daya air pada tiap-tiap
Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif wilayah kabupaten/kota.
mengalami kesulitan air baku.
(7) Prasarana pengendalian daya rusak air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan pada alur sungai, danau, waduk (8) Petujuk teknis pengelolaan sumber daya air
dan pantai, diselenggarakan melalui: ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Ayat (9) mengacu ketentuan Peraturan Menteri Agraria
a. sistem drainase dan pengendalian banjir; dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
b. sistem penanganan erosi dan longsor; dan (9) Peta konservasi sumber daya air sebagaimana 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
c. sistem pengamanan abrasi pantai. dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Provinsi, Kabupaten dan Kota
(8) Petujuk teknis pengelolaan sumber daya air Lampiran IXA dan merupakan bagian yang
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Penyempurnaan mengacu Peraturan Menteri Agraria dan
(9) Pemerintah kabupaten/kota wajib (10) Peta rencana pengembangan sistem jaringan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
mengembangkan masterplan drainase pada prasarana air baku sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
tiap-tiap wilayah kabupaten/kota. pada ayat (5), digambarkan dalam peta dengan Provinsi, Kabupaten dan Kota
tingkat ketelitian skala 1:250.000 tercantum
dalam Lampiran VIII dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah
(10) Peta rencana pengembangan sistem jaringan ini.
prasarana air minum sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam
Lampiran IX dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Paragraf 2 Paragraf 2
Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya
Daya Air Air
Ketentuan Pasal 39 dihapus.
Pasal 38 Pasal 38
(1) Sistem jaringan prasarana irigasi Dihapus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(4) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. melayani kawasan yang bersifat lintas
kabupaten/kota;
b. melayani paling sedikit 1 (satu) daerah
irigasi yang luasnya lebih besar atau
sama dengan 1000 (seribu) hektar;
dan/atau
c. memiliki dampak negatif akibat daya
rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi
84
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
yang mengakibatkan tingkat kerugian
ekonomi paling sedikit 1% (satu persen)
dari Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) provinsi.
(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana air
minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (4) huruf b, ditetapkan dengan
kriteria:
a. melayani kawasan yang bersifat lintas
kabupaten/kota;
b. memiliki sediaan sumber air baku;
c. memenuhi persyaratan kualitas air baku;
dan
d. memenuhi kelayakan teknis dan
ekonomis.

Bagian Kedelapan Bagian Kedelapan


Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Rencana Pengembangan Sistem Prasarana
Prasarana Lingkungan Lingkungan
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana
Lingkungan

22. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39 Pasal 39
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan (1) Rencana pengembangan sistem jaringan Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud prasarana lainnya sebagaimana dimaksud Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b, mencakup: dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b, mencakup: 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
a. sistem pengelolaan sampah; dan a. sistem penyediaan air minum (SPAM); Kabupaten dan Kota. Dengan mencantumkan lokasi TPA
b. sistem pengelolaan air limbah. b. sistem pengelolaan sampah; dan pengaturan persyaratan pengelolaan Limbah B3
c. sistem pengelolaan air limbah; dan
d. sistem pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun terpadu.
(2) Jenis sampah yang dikelola sebagaimana (2) Sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: dimaksud pada ayat (1) huruf a, diarahkan
a. sampah rumah tangga, tidak termasuk pada:
tinja; a. peningkatan dan pemerataan pelayanan
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
dan perpipaan dan non perpipaan di kawasan
c. sampah spesifik. perkotaan dan kawasan perdesaan;
b. pengembangan Sistem Penyediaan Air
85
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Minum (SPAM) terpadu wilayah Bali Timur
meliputi wilayah Kabupaten Bangli,
Kabupaten Karangasem dan sebagian
Kabupaten Klungkung;
c. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) terpadu wilayah Bali
Selatan meliputi wilayah Kota Denpasar,
Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Tabanan dan sebagian
Kabupaten Klungkung yang terintegrasi
dengan Sistem PenyediaanAir Minum
(SPAM) Kawasan Perkotaan Sarbagita;
d. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) terpadu wilayah Bali Barat
meliputi wilayah Kabupaten Jembrana;
e. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) terpadu wilayah Bali Utara
meliputi wilayah Kabupaten Buleleng;
f. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) terpadu Kawasan Nusa
Penida meliputi wilayah Kecamatan Nusa
Penida meliputi Nusa Besar, Nusa
Lembongan dan Nusa Ceningan; dan
g. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) Regional Burana meliputi
wilayah Kecamatan Seririt, Banjar,
Busungbiu dan Gerokgak di Kabupaten
BUleleng dan Kecamaan melaya di
Kabupaten Jembrana; dan
h. pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif
mengalami kesulitan air baku lainnya.
(3) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pengurangan sampah untuk sampah
rumah tangga dan sampah sejenis
(3) Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah sampah rumah tangga meliputi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pembatasan timbulan sampah (reduce),
mencakup: pendauran ulang sampah (recycle),
a. pengurangan sampah untuk sampah dan/atau pemanfaatan kembali sampah
rumah tangga dan sampah sejenis (reuse);
sampah rumah tangga meliputi b. penanganan sampah untuk sampah
86
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pembatasan timbulan sampah (reduce), rumah tangga dan sampah sejenis
pendauran ulang sampah (recycle); sampah rumah tangga meliputi
dan/atau pemanfaatan kembali sampah pemilahan, pengumpulan, pengangkutan,
(reuse); pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan
b. penanganan sampah untuk sampah c. pedoman pengelolaan sampah spesifik
rumah tangga dan sampah sejenis diatur dengan Peraturan Gubernur.
sampah rumah tangga meliputi
pemilahan, pegumpulan, pengangkutan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan
c. pedoman pengelolaan sampah spesifik
diatur dengan Peraturan Gubernur.

(4) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (4) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir
sampah tersebar di seluruh kabupaten/kota. (TPA)Sampah, terdiri atas:
a. TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar;
b. TPA Regional Bangklet di Kabupaten
Bangli;
c. TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng;
d. TPA Peh di Kabupaten Jembrana;
e. TPA Mandung di Kabupaten Tabanan;
f. TPA Temesi di Kabupaten Gianyar;
g. TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan
h. TPA Linggasana di Kabupaten
Karangasem.

(5) Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (5) Pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan
sampah, terdiri atas: pengelolaan sampah, mempunyai kewenangan:
a. TPA Regional Sarbagita di Kota a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam
Denpasar; pengelolaan sampah sesuai dengan
b. TPA Regional Bangli di Kabupaten kebijakan Pemerintah;
Bangli; b. memfasilitasi kerja sama antardaerah
c. TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; dalam satu provinsi, kemitraan, dan
d. TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; jejaring dalam pengelolaan sampah;
e. TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan,
f. TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan dan pengawasan kinerja kabupaten/kota
g. TPA Linggasana di Kabupaten dalam pengelolaan sampah; dan
Karangasem. d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan
pengelolaan sampah
antarkabupaten/kota.

87
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(6) Pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan (6) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana
pengelolaan sampah, mempunyai dimaksud pada ayat (1), huruf c, dilakukan
kewenangan: dengan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam a. sistem pembuangan air limbah setempat
pengelolaan sampah sesuai dengan secara individual terutama pada kawasan
kebijakan Pemerintah; permukiman yang letaknya tersebar di
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah kawasan perkotaan dan kawasan
dalam satu provinsi, kemitraan, dan perdesaan;
jejaring dalam pengelolaan sampah; b. sistem pembuangan air limbah perpipaan
c. menyelenggarakan koordinasi, terpusat dilakukan secara kolektif melalui
pembinaan, dan pengawasan kinerja jaringan pengumpul dan diolah serta
kabupaten/kota dalam pengelolaan dibuang secara terpusat pada kawasan
sampah; dan perkotaan yang padat kegiatan dan dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan kawasan-kawasan pariwisata; dan
pengelolaan sampah c. sistem pembuangan terpusat skala kecil
antarkabupaten/kota. pada kawasan permukiman padat
perkotaan yang tidak terlayani sistem
jaringan air limbah terpusat dan/atau
komunal kota dalam bentuk Sistem
Sanitasi Masyarakat (Sanimas).

(7) Penyelenggaraan sistem pengelolaan air (7) Pengembangan sistem pembuangan air limbah
limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpipaan terpusat, sebagaimana dimaksud
huruf b, dilakukan dengan: pada ayat (6) huruf b, mencakup:
a. sistem pembuangan air limbah setempat a. pendayagunaan dan pemeliharaan sistem
secara individual terutama pada kawasan prasarana pembuangan air limbah
permukiman yang letaknya tersebar di perpipaan terpusat yang telah dibangun di
kawasan perkotaan dan kawasan sebagian Kawasan Perkotaan Denpasar
perdesaan; dan Kuta yang dilayani IPAL Suwung dan
b. sistem pembuangan air limbah perpipaan sebagian Kawasan Pariwisata Nusa Dua
terpusat dilakukan secara kolektif melalui yang dilayani IPAL Benoa;
jaringan pengumpul dan diolah serta b. pengembangan baru sistem prasarana
dibuang secara terpusat pada kawasan pembuangan air limbah perpipaan
perkotaan yang padat kegiatan dan dan terpusat untuk melayani kawasan
kawasan-kawasan pariwisata; dan perkotaan fungsi PKW, PKL, pusat-pusat
c. sistem pembuangan terpusat skala kecil kawasan pariwisata dan pusat kegiatan
pada kawasan permukiman padat lainnya;dan
perkotaan yang tidak terlayani sistem c. pengembangan sistem pemanfaatan
jaringan air limbah terpusat dan/atau kembali hasil pengolahan air limbah
komunal kota dalam bentuk Sistem melalui upaya teknis teknologis dan upaya
Sanitasi Masyarakat (Sanimas). pengolahan secara alami untuk
mendukung ketahanan air baku dan daya
88
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dukung lingkungan.
(8) Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya
(8) Pengembangan sistem pembuangan air dan beracun terpadu, sebagaimana dimaksud
limbah perpipaan terpusat, sebagaimana pada ayat (1) huruf dmerupakan suatu
dimaksud pada ayat (6) huruf b, mencakup: rangkaian kegiatan yang mencakup
a. pendayagunaan dan pemeliharaan sistem penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
prasarana pembuangan air limbah pengangkutan dan pengolahan dan atau
perpipaan terpusat yang telah dibangun penimbunan.
di sebagian Kawasan Perkotaan Denpasar
dan Kuta yang dilayani IPAL Suwung dan
sebagian Kawasan Pariwisata Nusa Dua
yang dilayani IPAL Benoa; dan
b. pengembangan baru sistem prasarana
pembuangan air limbah perpipaan
terpusat untuk melayani kawasan
perkotaan fungsi PKW, PKL, pusat-pusat
kawasan pariwisata dan pusat kegiatan
lainnya. (9) Masing-masing mata rantai dalam pengelolaan
limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) dalam pelaksanaannya harus mengacu
kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(10) Penetapan dan persyaratan lokasi


pengumpulan, pemanfaatan dan pengolahan
limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) ditempatkan di Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan pemilihan lokasi yang sesuai
berdasarkan ketentuanperaturan
perundangan-undangan.
Paragraf 2 23. Ketentuan Pasal 40 dihapus
Kriteria Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah

Pasal 40 Pasal 40
(1) TPA sampah sebagaimana dimaksud dalam Dihapus
Pasal 39 ayat (4), ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jarak minimal tertentu dengan
sumber air baku;
b. memiliki kajian analisis mengenai
dampak lingkungan;
c. mendapat persetujuan masyarakat;
d. memiliki zona penyangga dari titik terluar
89
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
TPA baik untuk TPA yang telah ada
maupun pengembangan TPA baru;
e. memiliki pengelolaan sampah yang
mampu meningkatkan nilai ekonomis
sampah dengan menggunakan metode
dan teknik ramah lingkungan;
f. menggunakan metode lahan urug saniter
(sanitary landfill) untuk kota besar dan
metropolitan; dan
g. menggunakan metode lahan urug
terkendali (controlled landfill) untuk kota
sedang dan kecil.
(2) Tempat instalasi pengolahan air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(7), ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jarak minimal tertentu dengan
sumber air baku;
b. memiliki kajian analisis mengenai
dampak lingkungan;
c. mendapat persetujuan masyarakat;
d. memiliki zona penyangga;
e. memperhatikan faktor keamanan, dan
pengaliran sumber air baku dan daerah
terbuka; dan
f. wajib memperhatikan standar baku mutu
air buangan.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum

24. Ketentuan ayat (1) Pasal 41 diubah,


sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 Pasal 41
(1) Rencana pola ruang wilayah provinsi, (1) Rencana pola ruang wilayah provinsi, Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
mencakup: mencakup: Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun
a. kawasan lindung; dan a. kawasan peruntukan lindung; dan 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi,
b. kawasan budidaya. b. kawasan peruntukan budidaya. Kabupaten dan Kota.
(2) Peta rencana pola ruang wilayah provinsi (2) Tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran X dan merupakan
90
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan dan Kriteria Kawasan
Lindung
Paragraf 1
Jenis Kawasan Lindung

25.
Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal
42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42 Pasal 42
(1) Kawasan lindung mencakup: (1) Kawasan peruntukan lindung mencakup: 1. Perubahan muatan dan nomenklatur Kawasan
a. kawasan yang memberikan perlindungan a. kawasan yang memberikan perlindungan Lindung sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata
kawasan bawahannya; kawasan bawahannya; Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
b. kawasan perlindungan setempat; b. kawasan perlindungan setempat; Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, c. kawasan konservasi; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
dan cagar budaya; d. kawasan lindung geologi; 2. Sesuai koreksi Kementerian ATR/BPN
d. kawasan rawan bencana alam; e. kawasan rawan bencana; dan 3. Luas hutan lindung sesuai Keputusan Menteri LHK
e. kawasan lindung geologi; dan f. kawasan lindung lainnya. yang terbaru (Kepmen LHK 6022/MenLHK-
f. kawasan lindung lainnya. PKTL/KUH/PLA.2/11/2017).
(2) Rencana pengembangan kawasan lindung (2) Rencana pengembangan kawasan peruntukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
komponen kawasan lindung yang dapat untuk komponen kawasan lindung yang dapat
dipetakan dan dihitung seluas 175.577 ha dipetakan dan dihitung seluas 175.577 ha
(seratus tujuh puluh lima ribu lima ratus (seratus tujuh puluh lima ribu lima ratus tujuh
tujuh puluh tujuh hektar) atau 31,2% (tiga puluh tujuh hektar) atau 31,2% (tiga puluh satu
puluh satu koma dua persen) dari luas koma dua persen) dari luas Daerah Provinsi
Daerah Provinsi Bali. Bali.
(3) Rincian luas kawasan lindung sebagaimana (3) Rincian luas kawasan peruntukan lindung
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Tabel Lampiran X dan merupakan bagian tercantum dalam Tabel Lampiran III dan
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ini. Peraturan Daerah ini.

(4) Peta kawasan lindung sebagaimana dimaksud (4) Peta kawasan peruntukan lindung sebagaimana
pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran XI dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam
dan merupakan bagian yang tidak Lampiran IIIdan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

26. Ketentuan ayat (2) Pasal 43 diubah,


sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43 Pasal 43
91
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan (1) Tetap. Perubahan luas Hutan Lindung terkait perhitungan
kawasan bawahannya, sebagaimana ulang batas-batas hutan penetapan oleh KemLHK atas
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a, ketentuan Kebijakan Satu Peta yang telah dituangkan
mencakup: pada Kepmen LHK 6022/MenLHK-
a. kawasan hutan lindung; dan PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
b. kawasan resapan air.
(2) Sebaran Hutan Lindung sebagaimana (2) Hutan Lindung sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) huruf a, seluas ayat (1) huruf a, seluas 96.703,07Ha (sembilan
95.766, 06 ha (sembilan puluh lima ribu tujuh puluh enam ribu tujuh ratus tiga koma nol
ratus enam puluh enam koma nol enam tujuh hektar) atau 16,13% (enam belas koma
hektar) atau 17% (tujuh belas persen) dari satu tiga persen) dari luas wilayah perencanaan,
luas Daerah Provinsi Bali, terdiri atas Hutan terdiri atas :
Lindung Puncak Landep (590,0 Ha), Hutan a. Hutan Lindung Puncak Landep seluas
Lindung Gunung Mungsu (1.134,0 Ha), Hutan 609,58 Ha (enam ratus sembilan koma lima
Lindung Gunung Silangjana (415,0 Ha), puluh delapan hektar);
Hutan Lindung Gunung Batukaru (11.899,32 b. Hutan Lindung Gunung Mungsu seluas
Ha), Hutan Lindung Munduk Pengajaran 1.121,85 Ha (seribu seratus dua puluh satu
(613,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Abang koma delapan lima hektar);
Agung (14.006,18 Ha) Hutan Lindung Seraya c. Hutan Lindung Gunung Silangjana seluas
(1.111,0 Ha), Hutan Lindung Yeh Ayah 408,99 Ha (empat ratus delapan koma
(575,73 Ha), Hutan Lindung Yeh Leh Yeh sembilan sembilan hektar);
Lebah (4.195,30 Ha) Hutan Lindung Bali Barat d. Hutan Lindung Gunung Batukau seluas
(54.710,98 Ha), Hutan Lindung Penulisan 11.721,63Ha (sebelas ribu tujuh ratus dua
Kintamani (5.663,7 Ha), Hutan Lindung Nusa puluh satu koma enam tiga hektar);
Lembongan (202,0 Ha), Hutan Lindung e. Hutan Lindung Munduk Pengajaran seluas
Bunutan (126,70 Ha), Hutan Lindung Gunung 607,35 Ha (enam ratus tujuh koma tiga lima
Gumang (22,0 Ha), Hutan Lindung Bukit hektar);
Pawon (35,0 Ha), Hutan Lindung Kondangdia f. Hutan Lindung Gunung Abang Agung seluas
(89,50 Ha), Hutan Lindung Suana (329,50 14.068,70 Ha (empat belas ribu enam puluh
Ha), dan Hutan Lindung Sakti (273,00 Ha). delapan koma tujuh nol hektar);
g. Hutan Lindung Seraya seluas 1.107,46 Ha
(seribu seratus tujuh koma empat enam
hektar);
h. Hutan Lindung Yeh Ayah seluas 584,69 Ha
(lima ratus delapan puluh empat koma enam
sembilan hektar);
i. Hutan Lindung Yeh Leh Yeh Lebah seluas
4.151,06 Ha (empat ribu seratus lima puluh
satu koma enam hektar);
j. Hutan Lindung Bali Barat seluas 55.691,18
Ha (lima puluh lima ribu enam ratus
sembilan puluh satu koma satu delapan
92
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
hektar);
k. Hutan Lindung Penulisan Kintamani seluas
5.512,40 Ha (lima ribu lima ratus dua belas
koma empat nol hektar);
l. Hutan Lindung Nusa Lembongan seluas
229,29 Ha (dua ratus dua puluh sembilan
koma dua sembilan hektar);
m. Hutan Lindung Bunutan seluas 130,62 Ha
(seratus tiga puluh koma enam dua hektar);
n. Hutan Lindung Bukit Gumang seluas 30,81
Ha (tiga puluh koma delapan satu hektar);
o. Hutan Lindung Bukit Pawon seluas 39,80
Ha (tiga puluh sembilan koma delapan nol
hektar);
p. Hutan Lindung Kondangdia seluas 83,23 Ha
(delapan puluh tiga koma dua tiga hektar);
q. Hutan Lindung Suana seluas 339,18 Ha
(tiga ratus tiga puluh sembilan koma satu
delapan hektar); dan
r. Hutan Lindung Sakti seluas 265,25 Ha (dua
ratus enam puluh lima koma dua lima
hektar).
s. Hutan LindungBudeng seluas 68,37 Ha
(enam puluh delapan koma tiga tujuh
hektar).
(3) Tetap.

(3) Sebaran kawasan resapan air sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
seluruh kawasan hutan dan kawasan hulu
DAS di Provinsi Bali.

27. Ketentuan ayat (9), ayat (10), ayat (11),


ayat (12), ayat (16) dan ayat (17) Pasal 44
diubah,sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44 Pasal 44
(1) Kawasan perlindungan setempat, (1) Tetap. Perubahan terkait penyesuaian frase radius dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat pengaturan tempat suci pura swagina oleh
(1) huruf b, mencakup: kabupaten/kota sesuai arahan Perda No. 8 Tahun 2015
93
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. kawasan suci; tentang Araha Perturan Zonasi Sistem Provinsi
b. kawasan tempat suci;
c. kawasan sempadan pantai;
d. kawasan sempadan sungai;
e. kawasan sempadan jurang;
f. kawasan sekitar danau atau waduk; dan
g. ruang terbuka hijau kota.
(2) Kawasan suci, sebagaimana dimaksud pada (2) Tetap.
ayat (1) huruf a, mencakup:
a. kawasan suci gunung;
b. kawasan suci danau;
c. kawasan suci campuhan;
d. kawasan suci pantai;
e. kawasan suci laut; dan
f. kawasan suci mata air.
(3) Sebaran lokasi kawasan suci gunung (3) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
mencakup kawasan dengan kemiringan
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima)
derajat dari lereng kaki gunung menuju ke
puncak gunung.
(4) Sebaran lokasi kawasan suci danau (4) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
mencakup Danau Batur, Danau Beratan,
Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.
(5) Sebaran lokasi kawasan suci campuhan (5) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
mencakup seluruh pertemuan aliran dua
buah sungai di Bali.
(6) Sebaran lokasi kawasan suci pantai (6) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
mencakup tempat-tempat di pantai yang
dimanfaatkan untuk upacara melasti di
seluruh pantai Provinsi Bali.
(7) Sebaran lokasi kawasan suci laut (7) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e,
mencakup kawasan perairan laut yang
difungsikan untuk tempat melangsungkan
upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali.
(8) Sebaran lokasi kawasan suci mata air (8) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f,
mencakup tempat-tempat mata air yang
94
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
difungsikan untuk tempat melangsungkan
upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali.
(9) Kawasan tempat suci dimaksud pada ayat (1) (9) Kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud
huruf b, mencakup: pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. radius kesucian kawasanPura Sad a. tempat suci pura kahyangan jagat
Kahyangan; meliputi:
b. radius kesucian kawasanPura Dang 1. tempat suci pura sad kahyangan,
Kahyangan; dan 2. tempat suci pura dang
c. radius kesucian kawasanPura Kahyangan kahyangan;dan
Tiga dan pura lainnya. 3. tempat suci pura kahyangan jagat
lainnya.
b. tempat suci pura kahyangan
desameliputi:
1. tempat suci pura kahyangan tiga;dan
2. tempat suci pura kahyangan desa
lainnya;
c. tempat suci lainnya mencakup :
1. tempat suci pura swagina; dan
2. tempat suci pura keluarga atau pura
kawitan.
(10) Sebaran lokasi tempat suciPura Sad
(10) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Kahyangansebagaimana dimaksud pada ayat
Sad Kahyangan sebagaimana dimaksud pada (9) huruf a angka 1, tersebar di Kabupaten
ayat (9) huruf a, tersebar di Kabupaten Karangasem, Bangli, Tabanan, Badung,
Karangasem, Bangli, Tabanan, Badung, Klungkung dan Gianyar.
Klungkung dan Gianyar. (11) Sebaran lokasi tempat suci pura dang
(11) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura kahyangandan tempat suci pura kahyangan
Dang Kahyangan sebagaimana dimaksud jagat lainnya sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (9) huruf b, tersebar di seluruh ayat (9) huruf a, angka 2 dan angka 3
wilayah kabupaten/kota. tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota
dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota atau
Peraturan Daerah tentang RDTR dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
(12) Sebaran lokasi tempat suci pura kahyangan
(12) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura desa dan tempat suci lainnyasebagaimana
Kahyangan Tiga sebagaimana dimaksud pada dimaksud pada ayat (9) huruf b dan huruf c,
ayat (9) huruf c, mencakup seluruh Pura mencakup seluruh pura kahyangan tiga, pura
Kahyangan Tiga di tiap-tiap desa pakraman kahyangan desa, pura swagina, dan purapura
beserta pura-pura lainnya di seluruh Bali. keluarga atau pura kawitandi tiap-tiap desa
pakraman di seluruh Bali diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Daerah tentang RTRW
95
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah
tentang RDTR dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.
(13) Tetap.
(13) Sebaran kawasan sempadan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terletak pada sepanjang 610,4 (enam ratus
sepuluh koma empat) km garis pantai
wilayah. (14) Tetap.
(14) Sebaran kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terletak pada sungai di kawasan perkotaan
dan kawasan perdesaan. (15) Tetap.
(15) Sebaran kawasan sempadan jurang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
terletak pada kawasan-kawasan yang
memenuhi kriteria sempadan jurang. (16) Sebaran kawasan sekitar sempadan danau
(16) Sebaran kawasan sempadan danau/waduk atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, (1) huruf f, terletak di Danau Batur, Danau
terletak di Danau Batur, Danau Beratan, Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan,
Danau Buyan, Danau Tamblingan, Waduk Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk
Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Telaga Benel, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara
Tunjung, Waduk Muara, Waduk Titab, Nusa Dua, Waduk Titab, Embung Seraya,
Embung Seraya serta pada waduk-waduk Embung Puragae, Embung Ban, Embung
baru yang akan dikembangkan. Datah, Embung Baturinggit; serta pada
waduk-waduk baru yang akan
dikembangkan.
(17) Sebaran ruang terbuka hijau kota
(17) Sebaran ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, tersebar di seluruh bagian kawasan
tersebar di seluruh bagian kawasan perkotaan perkotaan dengan luas minimal 30% (tiga
dengan luas minimal 30% (tiga puluh persen) puluh persen) dari luas kawasan perkotaan.
dari luas kota.

28.
Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45 Pasal 45
(1) Kawasan suaka alam pelestarian alam dan (1) Kawasan konservasi, sebagaimana dimaksud 1. Perubahan nomenklatur dan rincian Kawasan
cagar budaya, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c, mencakup: Konservasi sesuai Permen ATR/Ka BPN No. 1 tahun
Pasal 42 ayat (1) huruf c, mencakup: a. kawasan suaka alam (KSA), meliputi cagar 2018 ttg Pedoman penyusunan RTRW P/Kab/Kota
b. kawasan suaka alam; alam 2. Perubahan luas Hutan Lindung terkait perhitungan
c. kawasan pantai berhutan bakau; b. kawasan pelestarian alam (KPA), meliputi: ulang batas-batas hutan penetapan oleh KemLHK
96
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. kawasan taman nasional dan taman 1. taman nasional; atas ketentuan Kebijakan Satu Peta yang telah
nasional laut; 2. taman hutan raya (lintas dituangkan pada Kepmen LHK 6022/MenLHK-
e. kawasan taman hutan raya; kabupaten/kota); dan/atau PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
f. kawasan taman wisata alam dan taman c. taman wisata alam 3. Akomodasi Misi dan program Priorita Gubenrnur
wisata alam laut; d. kebun raya. untuk mengembangkan Kabun Raya
g. kawasan konservasi pesisir dan pulau- 4. Penghapusan Muatan kawasan konservasi pesisir
pulau kecil; dan dan pulau-pulau kecil; karena diatur dalam perda
h. kawasan cagar budaya dan ilmu RZWP3K
pengetahuan. (2) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud 5. Pemindahan muatan Cagar Budaya menjadi
(2) Sebaran lokasi kawasan suaka alam pada ayat (1) huruf a, mencakup Cagar Alam Kawasan laindung lainnya pada Pasal 48
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Gunung Batukau seluas 1.749,97Ha (seribu 6. Penghapusan taman wisata alam laut karena sudah
mencakup kawasan Cagar Alam Gunung tujuh ratus empat puluh sembilan koma diatur di RZWP3K
Batukaru seluas 1.762,80 ha (seribu tujuh sembilan tujuh hektar), berlokasi di Kecamatan
ratus enam puluh dua koma delapan puluh Sukasada Kabupaten Buleleng dan Kecamatan
hektar), berlokasi di sebagian wilayah Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan
Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Pupuan Kabupaten Tabanan.
dan sebagian Kecamatan Baturiti, Kecamatan
Penebel, dan Kecamatan Pupuan Kabupaten
Tabanan. (3) Taman Nasional (TN) sebagaimana dimaksud
(3) Sebaran lokasi kawasan pantai berhutan pada ayat (1) huruf b angka 1 mencakup
bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Taman Nasional Bali Barat seluas 13.952,26Ha
huruf b, mencakup lokasi di Kecamatan (tigabelas ribu sembilan ratus lima puluh dua
Negara Kabupaten Jembrana dan di koma dua enam hektar) yang berlokasi di
Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di
Klungkung dengan luas total 625 ha (enam Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
ratus dua puluh lima hektar).
(4) Taman hutan raya lintas kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
(4) Sebaran lokasi kawasan taman nasional dan angka 2, mencakup Taman Hutan Raya Prapat
taman nasional laut sebagaimana dimaksud Benoa atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai
pada ayat (2) huruf c mencakup Taman seluas1.157,41Ha (seribu seratus lima puluh
Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 ha tujuh koma empat puluh satu hektar) berlokasi
(sembilan belas ribu dua koma delapan puluh di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar,
sembilan hektar) berlokasi di Desa Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan
Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Kabupaten Badung.
Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa
Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng mencakup wilayah (5) Taman Wisata Alam (TWA) sebagaimana 7. Perubahan luas Taman Wisata Alam (TWA) Kepmen
daratan dan perairan laut. dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3, seluas LHK 6022/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
(5) Sebaran lokasi kawasan Taman Hutan Raya 4.462,77Ha (empat ribu empat ratus enam
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, puluh dua koma tujuh tujuh hektar) atau 0,74%
mencakup Taman Hutan RayaPrapat Benoa (nol koma tujuh empat persen) dari luas wilayah
97
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas perencanaan, terdiri atas :
1.373,50 ha (seribu tiga ratus tujuh puluh a. TWA Buyan-Tamblingan di Kabupaten
tiga koma lima puluh hektar) berlokasi di Buleleng dan Tabanan seluas 1.797,14 Ha
sebagian wilayah Kecamatan Kuta Kabupaten (seribu tujuh ratus sembilan puluh tujuh
Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan koma satu empat hektar);
Kota Denpasar. b. TWA Batur-Bukit Payang di Kabupaten
Bangli seluas 2.081,71 Ha (dua ribu delapan
puluh satu koma tujuh satu hektar);
c. TWA Penelokan di Kabupaten Bangli seluas
568,93 Ha (Lima ratus enam puluh delapan
koma sembilan tiga hektar); dan
d. TWA Sangeh di Kabupaten Badung seluas
14,99 Ha (empat belas koma sembilan
sembilan hektar).
(6) Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi:
a. Pemantapan kebun raya yang telah ada
(6) Sebaran lokasi kawasan taman wisata alam meliputi :
dan taman wisata alam laut sebagaimana 1) Kebun Raya Eka Karya Bedugul di
dimaksud pada ayat (1) huruf e, mencakup: Kecamatan Baturiti Kabupaten
TWA Buyan-Tamblingan di Kabupaten Tabanan, merupakanbagian dari
Buleleng dan Tabanan seluas 1.491,16 ha Kawasan Cagar Alam Batukau
(seribu empat ratus sembilan puluh satu seluas…..;
koma enam belas hektar), TWA Batur-Bukit 2) Kebun Raya Negara di Kabupaten
Payang di Kabupaten Bangli seluas 2.075 ha Jembrana
(dua ribu tujuh puluh lima hektar), TWA 3) Kebun Raya Gianyar di Kabupaten
Penelokan di Kabupaten Bangli seluas 574,27 Gianyar
ha (lima ratus tujuh puluh empat koma dua b. Pengembangan kebun raya baru diarahan
puluh tujuh hektar), TWA Sangeh di di kawasan Pura Dalem Balingkang
Kabupaten Badung seluas 13,97 ha (tiga belas Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng,
koma sembilan puluh tujuh hektar), dan TWA Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung,
Laut Nusa Lembongan seluas 300 ha (tiga Kabupaten Klungkung dan Kabupaten
ratus hektar). Karangasem.
(7) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan suaka alam dengan
pemerintah kabupaten/kota.
(7) Sebaran lokasi kawasan konservasi pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, mencakup:
a. kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil di perairan Nusa Penida
98
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kabupaten Klungkung; perairan
Candidasa, Padangbai dan Bunutan di
Kabupaten Karangasem; Tembok,
Sambirenteng, Penuktukan, Les,
Tejakula, Pejarakan, Sumberkima dan
Pemuteran di Kabupaten Buleleng;
Kuta, Uluwatu dan Ungasan di
Kabupaten Badung; Sanur di Kota
Denpasar, Sowan Perancak di
Kabupaten Jembrana;
b. kawasan konservasi perairan di perairan
Melaya Kabupaten Jembrana; dan
c. kawasan konservasi maritim di
Tulamben Kabupaten Karangasem.
(8) Sebaran lokasi kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g, tercantum dalam Tabel
Lampiran XIII, dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(9) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan suaka alam dengan
pemerintah kabupaten/kota.
(10) Gubernur melakukan pembinaan dan
mengkoordinasikan pengawasan kegiatan
budidaya dalam kawasan pantai berhutan
bakau dengan kabupaten/kota.
(11) Gubernur menyelenggarakan pengelolaan
museum yang berhubungan dengan suaka
peninggalan sejarah dan kepurbakalaan.

Pasal 46 Pasal 46
(1) Kawasan rawan bencana alam, sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d,
mencakup:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Sebaran lokasi kawasan rawan tanah longsor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup kawasan-kawasan dengan tingkat
kerawanan sedang-tinggi yang terletak pada
99
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
daerah lereng bukit atau perbukitan, lereng
gunung, pegunungan, dan tebing atau lembah
sungai yang berada di Kabupaten Jembrana,
Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung,
Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung,
Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem,
dan Kabupaten Buleleng.
(3) Sebaran lokasi kawasan rawan gelombang
pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, pada sepanjang pantai Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten
Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten
Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kota
Denpasar.
(4) Sebaran lokasi kawasan rawan banjir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup kawasan-kawasan dengan tingkat
kerawanan sedang–tinggi yang terletak di Kota
Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten
Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Klungkung dan
Kabupaten Tabanan.

Pasal 47 Pasal 47
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e,
mencakup:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi;
dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah.
(2) Sebaran kawasan cagar alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. kawasan yang mempunyai keunikan
batuan dan fosil seperti pada batu
gamping di daerah Prapat Agung, Nusa
Penida dan Bukit yang batuannya
mengandung fosil foraminifera;
b. kawasan yang mempunyai keunikan
100
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
bentang alam berupa kaldera seperti
Kaldera Gunung Agung, Kaldera Buyan–
Beratan dan Kaldera Batur;
c. kawasan bentang alam karst untuk
daerah Semenanjung Bukit dan Nusa
Penida yang ditandai sumber air yang
mengalir sebagai sungai bawah tanah dan
adanya goa bawah tanah; dan
d. kawasan keunikan proses geologi yaitu
terdapat pada Kaldera Gunung Batur dan
Gunung Agung seperti adanya gas
solfatara atau gas beracun lainnya.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. kawasan rawan letusan gunung berapi;
b. kawasan rawan gempa bumi;
c. kawasan rawan gerakan tanah;
d. kawasan rawan yang terletak di zona
patahan aktif;
e. kawasan rawan tsunami;
f. kawasan rawan abrasi;
g. kawasan rawan bahaya gas beracun; dan
h. kawasan rawan intrusi air laut.
(4) Sebaran kawasan rawan bencana alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
mencakup:
a. sebaran kawasan rawan letusan gunung
berapi terdapat di kawasan gunung berapi
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem
dan Kabupaten Klungkung dan kawasan
gunung berapi Gunung Batur di
Kabupaten Bangli beserta alur-alur
sungai yang berpotensi menjadi aliran
lahar;
b. sebaran kawasan rawan gempa bumi
terdapat pada kawasan di sekitar pusat-
pusat sumber gempa bumi merusak yang
berada pada 4 (empat) titik lokasi terdiri
atas lokasi di utara perairan kawasan
Seririt, perairan di sebelah timur Pulau
Bali, perairan di sebelah selatan Pulau
101
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Bali dan perairan antara Pulau Bali
dengan Nusa Penida;
c. sebaran kawasan rawan gerakan tanah
adalah kawasan yang sering terjadi
gerakan tanah pada kawasan perbukitan
terjal di Kabupaten Karangasem,
Kabupaten Buleleng dan Kabupaten
Bangli;
d. sebaran kawasan yang terletak di zona
patahan aktif tersebar di bagian tengah
Pulau Bali di sepanjang pegunungan dari
barat ke timur pada Gunung Sangyang,
Gunung Merbuk, Gunung Mese, Gunung
Patas sampai Gunung Kutul dan di
sebelah utara Kawasan Ababi, Kabupaten
Karangasem;
e. sebaran kawasan rawan tsunami adalah
kawasan pantai yang berada pada zona
kerawanan tinggi dengan daerah topografi
yang landai dengan ketinggian < 10 meter
diatas muka laut terutama di bagian
selatan kawasan pesisir Pulau Bali yang
memanjang dari arah pesisir barat
(Kawasan Pekutatan, Kabupaten
Jembrana) sampai ke pesisir timur
(Kawasan Ujung, Kabupaten Karangasem)
di luar kawasan Semenanjung Bukit,
serta pada perairan utara Nusa
Lembongan dan Nusa Penida;
f. sebaran kawasan rawan abrasi dan erosi
pantai tersebar pada beberapa tempat
sepanjang pantai Kabupaten Badung,
Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Buleleng,
Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten
Tabanan;
g. sebaran kawasan rawan bahaya gas
beracun terdapat di sekitar Gunung Batur
di Kabupaten Bangli dan Gunung Agung
di Kabupaten Karangasem; dan
h. sebaran kawasan rawan rawan intrusi air
102
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
laut di kawasan pesisir Kabupaten
Badung (Kawasan Kuta, Jimbaran, dan
Nusa Dua), pesisir Kota Denpasar
(Kawasan Sanur dan Benoa), pesisir
Kabupaten Jembrana (Kawasan
Tegalbadeng, Awen), pesisir Kabupaten
Buleleng (sepanjang pantai Lovina,
Kecamatan Tejakula dan Kecamatan
Gerokgak), dan sebagian pesisir
Kabupaten Karangasem (kawasan
Candidasa dan Tulamben).
(5) Kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah sebagai mana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. kawasan imbuhan air tanah; dan
b. sempadan mata air.
(6) Sebaran kawasan imbuhan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a,
penyebarannya dari barat–timur Pulau Bali
yang meliputi kawasan lereng kaki gunung
dan puncak Gunung Batukaru, Gunung
Sangiyang, Gunung Lesong, Gunung Pohen,
Gunung Catur, Gunung Batur, Gunung
Agung, Gunung Seraya di wilayah Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten
Bangli, dan Kabupaten Karangasem.
(7) Sebaran sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b, terletak di
seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota.

29. Ketentuan Pasal 48 dirubah,sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48 Pasal 48
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana (1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana Pencantuman muatan kawasan cagar budaya, kawasan
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf f, dimaksud pada Pasal 42 ayat (1) huruf f, ekosistem mangrove, dan perubahan muatan Kawasan
mencakup: mencakup: Lindung lainnya sesuai Peraturan Menteri Agraria dan
a. kawasan perlindungan plasma nutfah; a. kawasan cagar budaya; Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
b. terumbu karang; dan b. kawasan ekosistem mangrove; dan Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
c. kawasan koridor atau alur migrasi bagi c. kawasan perlindungan plasma nutfah; Provinsi, Kabupaten dan Kota.
jenis satwa atau biota laut yang
dilindungi.
103
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Sebaran kawasan perlindungan plasma (2) Kawasan cagar budaya sebagaimana
nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
huruf a, mencakup Kawasan Taro (Sapi Taro), a. kawasan warisan budaya dunia meliputi
Kawasan Tenganan (Kerbau Tenganan), kawasan lansekap subak Bali meliputi :
Kawasan Kintamani (Anjing Kintamani), 1. Pura Ulun Danu Batur dan Danau
Kawasan Bali Barat (Jalak Putih) menjadi Batur di Kabupaten Bangli;
bagian dari Taman Nasional Bali Barat, 2. lansekap budaya subak dan pura di
tanaman Cemara Pandak menjadi bagian dari DAS Pakerisan di Kabupaten Gianyar;
kawasan cagar alam Gunung Batukaru. 3. lansekap budaya subak dan Pura Catur
Angga Batukaru, termasuk di dalamnya
Taman Wisata Alam (TWA) Danau
Tamblingan-Danau Buyan di
Kabupaten Buleleng dan Kawasan
Cagar Alam Batukahu di Kabupaten
Tabanan; dan
4. Pura Taman Ayun di Kabupaten
Badung.
b. bangunan dan benda cagar budaya yang
telah ditetapkan Pemerintah tercantum
dalam Tabel Lampiran XIII, dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(3) Kawasan terumbu karang sebagaimana (3) Kawasan ekosistem mangrove sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. kawasan terumbu karang di wilayah a. kawasan Teluk Benoa, merupakan bagian
perairan Bali Utara, mencakup perairan dari Tahura Ngurah Rai, di Kota Denpasar
pantai di Kecamatan Gerokgak (Patas, dan Kabupaten Badung;
Pengulon, Celukan Bawang), Kecamatan b. kawasan Perancak dan Tuwed di
Seririt (Kalisada, Banjarasem dan Kabupaten Jembrana;
Umeanyar), Kecamatan Banjar (Kaliasem), c. kawasan Teluk Gilimanuk, merupakan
Kecamatan Buleleng (Kalibukbuk, bagian dari Taman Nasional Bali Barat di
Anturan, Tukad Mungga), Kecamatan Kabupaten Buleleng dan Kebupaten
Tejakula (Pacung, Sembiran, Julah, dan Jembrana;
Bondalem); d. kawasan koridor Teluk Terima, Teluk
b. kawasan terumbu karang di wilayah Bayuwedang dan Pulau Menjangan,
perairan Bali Timur mencakup kawasan merupakan bagian dari Taman Nasional
perairan pantai Kecamatan Kubu Bali Barat dan Koridor pantai Pejarakan
(Tianyar Barat, Tianyar Tengah, Tianyar, dan Sumberkima di Kabupaten Buleleng;
Sukadana, Baturinggit dan Kubu), dan
Kecamatan Abang (Datah), Kecamatan e. kawasan Nusa Lembongan dan Nusa
Karangasem (Seraya Timur, Seraya, Ceningan di Kabupaten Klungkung.
Seraya Barat); c. Kawasan perlindungan plasma nutfah
104
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. kawasan terumbu karang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
perairan Nusa Penida mencakup kawasan mencakup:
perairan pantai Lembongan, Jungut Batu, a. Kawasan Taro (Sapi Taro), di Kabupaten
Toyapakeh, Ped, Kutampi Kaler, Gianyar;
Batununggul dan Suana); dan b. Kawasan Tenganan (Kerbau Tenganan), di
d. kawasan terumbu karang perairan Kabupaten Karangasem;
Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua. c. Kawasan Kintamani (Anjing Kintamani), di
(4) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota Kabupaten Bangli;
laut yang dilindungi sebagaimana dimaksud d. Kawasan Bali Barat (Jalak Putih) menjadi
pada ayat (1) huruf c, mencakup perlindungan bagian dari Taman Nasional Bali Barat, di
habitat ikan lumba-lumba di koridor kawasan Kabupaten Jembrana dan Kabupaten
pesisir dan laut Kalisada–Banyuasri, Buleleng; dan
Kabupaten Buleleng. e. tanaman Cemara Pandak menjadi bagian
dari kawasan cagar alam Gunung
Batukau di Kabupaten Tabanan
Paragraf 2
Kriteria Pengembangan Kawasan Lindung

Pasal 49 Pasal 49
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan hutan dengan faktor-faktor
lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan
setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penyeimbang mempunyai jumlah
nilai skor 175 (seratus tujuh puluh lima)
atau lebih;
b. kawasan hutan yang mempunyai lereng
lapang 40% (empat puluh persen) atau
lebih;
c. kawasan hutan yang mempunyai
ketinggian di atas permukaan laut 2.000
m. (dua ribu meter) atau lebih; dan
d. kawasan hutan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b, ditetapkan
dengan kriteria:
a. curah hujan tinggi;
b. berstruktur tanah yang mudah
105
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
meresapkan air; dan
c. geomorfologi yang mampu meresapkan air
secara besar-besaran.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman penyelenggaraan kegiatan tata
batas, pemeliharaan dan pengamanan
kawasan hutan lindung dan hutan
produksi;
b. pedoman penyelenggaraan kegiatan
penanggulangan erosi pada daerah aliran
sungai lintas kabupaten/kota pada
kawasan resapan air;
c. standar pengelolaan sumberdaya air
permukaan lintas kabupaten/kota; dan
d. standar pengamanan dan pelestarian
sumberdaya air lintas kabupaten/kota
termasuk pada kawasan resapan air.

Pasal 50 Tetap
(1) Kawasan suci sebagaimana dimaksud dalam Tetap
Pasal 44ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan
kriteria:
a. kawasan suci gunung merupakan
kawasan gunung dengan kemiringan
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) derajat sampai ke puncak;
b. kawasan suci danaudisetarakan dengan
kawasan resapan air;
c. kawasan suci campuhandisetarakan
dengan sempadan sungai selebar 50
meter yang memiliki potensi banjir
sedang;
d. kawasan suci pantaidisetarakan dengan
kawasan sempadan pantai;
e. Kawasan suci laut disetarakan dengan
kawasan perairan laut yang difungsikan
untuk tempat melangsungkan upacara
keagamaan bagi umat Hindu; dan
f. kawasan suci sekitar mata air disetarakan
dengan kawasan sempadan sekitar mata
air.
106
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b, ditetapkan
mengacu Bhisama PHDIP Tahun 1994,
dengan kriteria:
a. kawasan tempat suci di sekitar Pura Sad
Kahyangan dengan radius sekurang-
kurangnya apeneleng agung setara 5.000
(lima ribu) meter dari sisi luar tembok
penyengker pura;
b. kawasan tempat suci di sekitar Pura Dang
Kahyangan dengan radius sekurang-
kurangnya apeneleng alit setara dengan
2.000 (dua ribu) meter dari sisi luar
tembok penyengker pura; dan
c. kawasan tempat suci di sekitar Pura
Kahyangan Tiga dan pura lainnya,
dengan radius sekurang-kurangnya
Apenimpug atau Apenyengker.
(3) Penetapan status Pura-pura Sad Kahyangan
dan Dang Kahyangan dilakukan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari
PHDI Bali dan MUDP.
(4) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan
jarak paling sedikit 100 (seratus) meter
dari titik pasang air laut tertinggi ke arah
darat;
b. daratan sepanjang tepian laut yang
bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional
terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai;
dan
c. Gubernur menetapkan pedoman
penyelenggaraan penanggulangan abrasi,
sedimentasi, produktivitas lahan pada
daerah pesisir pantai lintas
kabupaten/kota.

(5) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 44 ayat (1) huruf d, ditetapkan
107
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan kriteria:
a. pada kawasan perkotaan tanpa bahaya
banjir, lebar sempadan sungai:
1. 3 meter untuk sungai bertanggul;
2. 10 meter untuk sungai berkedalaman
3 sampai 10 meter;
3. 15 meter untuk sungai berkedalaman
10 sampai 20 meter; dan
4. 30 meter untuk sungai berkedalaman
lebih dari 20 meter.
b. pada kawasan perkotaan dengan bahaya
banjir, lebar sempadan sungai:
1. 3 meter untuk sungai bertanggul;
2. 25 meter untuk banjir ringan;
3. 50 meter untuk banjir sedang; dan
4. 100 meter untuk banjir besar.
c. pada kawasan perdesaan tanpa bahaya
banjir, lebar sempadan sungai:
1. 5 meter untuk sungai bertanggul;
2. 10 meter untuk kedalaman lebih dari
3 meter;
3. 15 meter untuk kedalaman 3 sampai
20 meter; dan
4. 30 meter untuk kedalaman lebih dari
20 meter.
d. pada kawasan perdesaan dengan bahaya
banjir, lebar sempadan sungai:
1. 5 meter untuk sungai bertanggul;
2. 50 meter untuk banjir ringan;
3. 100 meter untuk banjir sedang; dan
4. 150 meter untuk banjir besar.
(6) Sempadan jurang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) huruf e, ditetapkan
dengan kriteria:
a. daratan di tepian jurang yang memiliki
kemiringan lereng minimal 45% (empat
puluh lima persen), kedalaman minimal 5
(lima) meter; dan daerah datar bagian
atas minimal 11 (sebelas) meter; dan
b. sempadan jurang sebagaimana dimaksud
pada huruf a, harus memiliki lebar
sekurang-kurangnya dua kali kedalaman
108
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
jurang dan tidak kurang dari 11 (sebelas)
meter dihitung dari tepi jurang ke arah
bidang datar.
(7) Kawasan sekitar danau atau waduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(1) huruf f, ditetapkan dengan kriteria:
a. daratan dengan jarak 50 (lima puluh)
meter sampai dengan 100 (seratus) meter
dari titik pasang air danau atau waduk
tertinggi;
b. daratan sepanjang tepian danau atau
waduk yang lebarnya proporsional
terhadap bentuk dan kondisi fisik danau
atau waduk; dan
c. Gubernur menetapkan pedoman
penyelenggaraan pengurusan erosi,
sedimentasi, dan produktivitas pada
kawasan sekitar danau atau waduk lintas
kabupaten/kota, kriteria sempadan, dan
luasan sempadan.
(8) Ruang terbuka hijau kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf g,
ditetapkan dengan kriteria:
a. ruang-ruang terbuka di kawasan
perkotaan yang difungsikan sebagai
ruang tanpa bangunan meliputi: taman
kota, hutan kota, lapangan olahraga,
pemakaman umum dan setra, kawasan
jalur hijau pertanian, jalur-jalur
perlindungan lingkungan, taman
perumahan, dan sejenisnya;
b. berbentuk satu hamparan, berbentuk
jalur, atau kombinasi dari bentuk satu
hamparan dan jalur; dan
c. didominasi komunitas tumbuhan.

Pasal 51 Tetap
(1) Kawasan suaka alam yang berupa cagar alam Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;
109
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. memiliki formasi biota tertentu dan/atau
unit-unit penyusunnya;
c. memiliki kondisi alam, baik biota maupun
fisiknya yang masih asli atau belum
diganggu manusia;
d. memiliki luas dan bentuk tertentu; atau
e. memiliki ciri khas yang merupakan satu-
satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan konservasi.
(2) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria koridor di
sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit
130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan, diukur dari garis air surut terendah
ke arah darat.
(3) Taman nasional dan taman nasional laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. berhutan atau bervegetasi tetap yang
memiliki tumbuhan dan satwa yang
beragam;
b. memiliki luas yang cukup untuk
menjamin kelangsungan proses ekologi
secara alami;
c. memiliki sumber daya alam yang khas
dan unik baik berupa jenis tumbuhan
maupun jenis satwa dan ekosistemnya
serta gejala alam yang masih utuh;
d. memiliki paling sedikit satu ekosistem
yang terdapat di dalamnya yang secara
materi atau fisik tidak boleh diubah baik
oleh eksploitasi maupun pendudukan
manusia; dan
e. memiliki keadaan alam yang asli untuk
dikembangkan sebagai pariwisata alam.
(4) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf d, ditetapkan
dengan kriteria:
a. berhutan atau bervegetasi tetap yang
memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang
110
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
beragam;
b. memiliki arsitektur bentang alam yang
baik;
c. memiliki akses yang baik untuk
keperluan pariwisata;
d. merupakan kawasan dengan ciri khas
baik asli maupun buatan, baik pada
kawasan yang ekosistemnya masih
utuhmaupun kawasan yang sudah
berubah;
e. memiliki keindahan alam dan/atau gejala
alam; dan
f. memiliki luas yang memungkinkan untuk
pengembangan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa jenis asli dan/atau
bukan asli.
(5) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf e, ditetapkan
dengan kriteria:
a. memiliki daya tarik alam berupa
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang
masih asli serta formasi geologi yang
indah, unik, dan langka;
b. memiliki akses yang baik untuk
keperluan pariwisata;
c. memiliki luas yang cukup untuk menjamin
pelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi
kegiatan wisata alam; dan
d. kondisi lingkungan di sekitarnya
mendukung upaya pengembangan
kegiatan wisata alam.
(6) Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) huruf f, ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam hayati, formasi geologi,
dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan
pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan
111
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
peningkatan kesadaran konservasi
sumberdaya alam hayati, wisata bahari
dan rekreasi;
b. mempunyai luas wilayah pesisir yang
cukup untuk menjamin kelestarian
potensi dan daya tarik serta pengelolaan
pesisir yang berkelanjutan; dan
c. kondisi lingkungan di sekitarnya
mendukung upaya pengembangan wisata
bahari dan rekreasi.
d. mempunyai aturan lokal/kesepakatan
adat masyarakat yang diberlakukan
untuk menjaga kelestarian lingkungan;
e. tempat tenggelamnya kapal yang
mempunyai nilai arkeologi-historis
khusus; dan
f. tempat ritual keagamaan atau adat.
(7) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf g, ditetapkan dengan kriteria sebagai
hasil budaya manusia yang bernilai tinggi
yang dimanfaatkan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan.
(8) Gubernur mengusulkan kepada Pemerintah
untuk diberi kewenangan dalam menyusun
dan menetapkan rencana pengelolaan taman
hutan raya dan rencana pengelolaan taman
wisata alam.

Pasal 52 Tetap
(1) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria kawasan
berbentuk lereng yang rawan terhadap
perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau
material campuran.
(2) Kawasan rawan gelombang pasang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1) huruf b, ditetapkan dengan kriteria
kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap
gelombang pasang dengan kecepatan antara
112
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang
timbul akibat angin kencang atau gravitasi
bulan atau matahari.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria kawasan yang
diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam banjir.

Pasal 53 Tetap
(1) Kawasan keunikan batuan dan fosil Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keragaman batuan dan dapat
berfungsi sebagai laboratorium alam;
b. memiliki batuan yang mengandung jejak
atau sisa kehidupan dimasa lampau
(fosil);
c. memiliki nilai paleo–antropologi dan
arkeologi;
d. memiliki tipe geologi unik; atau
e. memiliki satu-satunya batuan dan/atau
jejak struktur geologi masa lalu.
(2) Kawasan keunikan bentang alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf b dan huruf c, ditetapkan dengan
kriteria:
a. memiliki bentang alam gumuk pasir
pantai;
b. memiliki bentang alam berupa kawah,
kaldera, leher vulkanik, dan gumuk
vulkanik;
c. memiliki bentang alam goa;
d. memiliki bentang alam kubah; atau
e. memiliki bentang alam karst.
(3) Kawasan keunikan proses geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) huruf d, ditetapkan dengan kriteria
Kawasan dengan kemunculan gas solfatara,
fumaroia.

113
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 54 Tetap
(1) Kawasan rawan letusan gunung berapi Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. wilayah disekitar kawah atau kaldera;
dan/atau
b. wilayah yang sering terlanda awan panas,
aliran lava, aliran lahar lontaran atau
guguran batu pijar dan/atau aliran gas
beracun.
(2) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria sebagai kawasan
yang berpotensi dan/atau pernah mengalami
gempa bumi dengan skala VII sampai XII
Modified Mercally Intencity (MMI).
(3) Kawasan gerakan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah tinggi.
(4) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf d, ditetapkan dengan kriteria
sempadan dengan lebar paling sedikit 250
(dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur
patahan aktif.
(5) Kawasan rawan tsunami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf e,
ditetapkan dengan kriteria zona kerawanan
tinggi yang merupakan daerah pantai dengan
elevasi rendah atau dengan kontur ketinggian
kurang dari 10,0 (sepuluh) meter dengan jarak
dari garis pantai kurang dari 50,0 (sepuluh)
meter.
(6) Kawasan rawan abrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf f,
ditetapkan dengan kriteria pantai yang
berpotensi dan/atau pernah mengalami
abrasi.
(7) Kawasan rawan bahaya gas beracun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(3) huruf g, ditetapkan dengan kriteria wilayah
114
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
yang berpotensi dan/atau pernah mengalami
bahaya gas beracun terutama didaerah
kawah/kaldera gunung berapi Gunung Agung
dan Batur.
(8) Kawasan rawan intrusi air laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf h,
ditetapkan dengan kriteria 500 (lima ratus)
meter sampai dengan 1000 (seribu) meter dari
garis pantai di Bali yaitu daerah Kuta,
Jimbaran, Nusa Dua di Kabupaten Badung;
Sanur di Kota Denpasar; pantai utara Bali di
Kabupaten Buleleng; Candidasa, Kubu,
Tulamben di Kabupaten Karangasem dan
pantai disekitar Negara di Kabupaten
Jembrana.

Pasal 55 Tetap
(1) Kawasan imbuhan air tanah sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jenis fisik batuan atau litologi
dengan kemampuan meluluskan air
dengan jumlah yang berarti;
b. mempunyai lapisan penutup tanah
berupa pasir sampai lanau;
c. mempunyai hubungan hidrogeologis yang
menerus dengan daerah lepasan; dan
d. memiliki muka air tanah tidak tertekan
yang letaknya lebih tinggi dari pada muka
air tanah yang tertekan.
(2) Kawasan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. daratan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat untuk
mempertahankan fungsi mata air;
b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200
(dua ratus) meter dari mata air; dan
c. Gubernur menetapkan pedoman
penyelenggaraan dan standar pengelolaan
sumberdaya kawasan sempadan mata air
yang berdampak lintas kabupaten/kota.
115
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI

Pasal 56 Tetap
(1) Kawasan perlindungan plasma nutfah Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki jenis plasma nutfah tertentu
yang memungkinkan kelangsungan
proses pertumbuhannya; dan
b. memiliki luas tertentu yang
memungkinkan kelangsungan proses
pertumbuhan jenis plasma nutfah.
(2) Kawasan terumbu karang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. berupa kawasan yang terbentuk dari
koloni masif dari hewan kecil yang secara
bertahap membentuk terumbu karang;
b. terdapat di sepanjang pantai dengan
kedalaman paling dalam 40 (empat puluh)
meter; dan
c. dipisahkan oleh laguna dengan
kedalaman antara 40 (empat puluh)
sampai dengan 75 (tujuh puluh lima)
meter.
(3) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota
laut yang dilindungi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) huruf c, ditetapkan
dengan kriteria:
a. berupa kawasan memiliki ekosistem unik,
biota endemik, atau proses-proses
penunjang kehidupan; dan
b. mendukung alur migrasi biota laut.

Bagian Ketiga Tetap


Rencana dan Kriteria Pengembangan Kawasan
Budidaya
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

30. Ketentuan ayat (1) Pasal 57 diubah,


sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut
:
116
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 57 Pasal 57
(1) Kawasan budidaya terdiri atas: (1) Kawasan peruntukan budidaya terdiri atas: Menyesuaikan dengan nomenklatur pada Perman
a. kawasan peruntukan hutan produksi; a. kawasan hutan produksi; ATR/Ka BPN No. 1 Tahun 2018 tentang pedoman
b. kawasan peruntukan hutan rakyat; b. kawasan hutan rakyat; penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
c. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan perikanan;
e. kawasan peruntukan pariwisata; e. kawasan pariwisata;
f. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan permukiman; g. kawasan permukiman;
h. kawasan peruntukan pertambangan; h. kawasan pertambangan dan energi;
dan/atau dan/atau
i. kawasan peruntukan lainnya. i. kawasan peruntukan lainnya.

(2) Rencana pengembangan kawasan budidaya (2) Tetap.


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
komponen kawasan budidaya yang dapat
dipetakan dan dihitung seluas 388.089 ha
(tiga ratus delapan puluh delapan ribu
delapan puluh sembilan hektar) atau 68,9%
(enam puluh delapan koma sembilan persen)
dari luas Daerah Provinsi Bali.
(3) Peta kawasan budidaya sebagaimana (3) Tetap.
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam
Lampiran XIV, dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Rincian luas kawasan budidaya sebagaimana (4) Rincian luas kawasan peruntukan budidaya Mengacu Perman ATR/Ka BPN No. 1 Tahun 2018
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tentang pedoman penyusunan RTRW Provinsi,
Tabel Lampiran XV dan merupakan bagian tercantum dalam Tabel Lampiran XV dan Kabupaten dan Kota
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
ini. dari Peraturan Daerah ini.

31. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58 Pasal 58
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi (1) Kawasan hutan produksi sebagaimana - Menyesuaikan dengan Nomenklatur pada Permen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, ATR/Ka BPN No. 1 Tahun 2018 tentang pedoman
(1) huruf a, terdiri dari kawasan peruntukan seluas 9.087,29 Ha (sembilan ribu delapan penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
hutan produksi terbatas seluas 8.626,36 ha puluh tujuh koma dua sembilanhektar), - perubahan terkait pengaturan dan pembagian
(delapan ribu enam ratus dua puluh enam meliputi : kawasan hutan produksi
koma tiga puluh enam hektar) yang a. hutan produksi terbatas; - perubahan luas kawasan hutan produksi sesuai
117
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
eksploitasinya dilakukan dengan sistem jalur, b. hutan produksi tetap; dan Kepmen LHK 6022/MenLHK-
tidak tebang habis. c. hutan produksi konversi. PKTL/KUH/PLA.2/11/2017.
(2) Sebaran kawasan peruntukan hutan produksi (2) Hutan produksi terbatas sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
terdapat di Kabupaten Bangli (453,00 ha), 6.904,37 Ha (enam ribu sembilan ratus empat
Kabupaten Karangasem (204,11 ha), koma tiga tujuh hektar), terdiri atas :
Kabupaten Buleleng (3.207,95 ha), Kabupaten a. Hutan Produksi Terbatas Gunung Batur
Klungkung (244,00 ha), dan Kabupaten Bukit Payang 415,54 Ha (empat ratus lima
Jembrana (2.610,20 ha). belas koma lima empat hektar);
b. Hutan Produksi Terbatas Gunung Abang
Agung 178,44 Ha (seratus tujuh puluh
delapan koma empat puluh empat hektar);
c. Hutan Produksi Terbatas Bali Barat
5.876,15 (lima ribu delapan ratus tujuh
puluh enam koma satu lima hektar);
d. Hutan Produksi Terbatas Penulisan 198,95
Ha (seratus sembilan puluh delapan koma
sembilan lima hektar); dan
e. Hutan Produksi Terbatas Tanjung Bakung
235,29 Ha (dua ratus tiga puluh lima
koma dua sembilan hektar).
(3) Hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan pada ayat (1) huruf b seluas 2013,07 Ha (dua
produksi terbatas mencakup: ribu tiga belas koma nol tujuh hektar),
a. mempertahankan kawasan hutan tersebar di RTK Bali Barat 1.944,70 Ha (seribu
produksi untuk mendukung pencapaian sembilan ratus empat puluh empat koma
tutupan vegetasi hutan minimal 30% tujuh nol hektar), dan RTK Budeng 68,37Ha
(tiga puluh persen) dari luas wilayah (enam puluh delapan koma tiga tujuh hektar).
Pulau Bali;
b. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan industri kreatif;
c. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan hutan produksi yang
berbatasan dengan hutan lindung;
d. pemantauan dan pengendalian kegiatan
pengelolaan hutan produksi; dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis dan bekas (4) Hutan produksi konversi sebagaimana
terbakar. dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 169,85
(4) Perubahan fungsi peruntukan hutan produksi Ha(seratus enam puluh sembilan koma
menjadi hutan lindung dilakukan dengan delapan lima hektar) di Kelompok Hutan
reskoring dan diusulkan oleh Bupati/Walikota Prapat Benoa.
118
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
atas kajian teknis Gubernur kepada Menteri (5) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan
Kehutanan. produksi mencakup:
a. mempertahankan kawasan hutan
produksi untuk mendukung pencapaian
tutupan vegetasi hutan minimal 30%
(tiga puluh persen) dari luas wilayah
Pulau Bali;
b. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan industri kreatif;
c. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan hutan produksi yang
berbatasan dengan hutan lindung;
d. pemantauan dan pengendalian kegiatan
pengelolaan hutan produksi; dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis dan bekas terbakar.
Pasal 59 Tetap
(1) Kawasan peruntukan hutan rakyat Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) huruf b, luasannya tidak dapat dipetakan
dengan tegas karena berada pada kawasan-
kawasan di sekitar kawasan lindung atau
bercampur dengan kawasan budidaya lainnya
dalam luasan yang relatif kecil.
(2) Sebaran kawasan peruntukkan hutan rakyat
terutama pada kawasan-kawasan dengan
kemiringan di atas 40% (empat puluh persen),
pada kawasan yang berbatasan dengan hutan
lindung, pada kawasan di dalam radius
kawasan tempat suci, serta kawasan lainnya
secara tersebar dengan luasan kecil.
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan
rakyat, mencakup:
a. mengembalikan kawasan peruntukkan
hutan rakyat pada lahan dengan
kemiringan di atas 40% (empat puluh
persen), yang berupa hak milik
masyarakat yang beralih fungsi
menjadi kegiatan budidaya lainnya;
b. mendukung pencapaian tutupan
vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh
persen) dari luas wilayah Pulau Bali;
119
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. integrasi hasil produksi tanaman kayu
dengan kegiatan industri dan indutri
kreatif;
d. pengembangan fungsi penyangga pada
kawasan peruntukkan hutan rakyat
yang berbatasan dengan hutan lindung;
dan
e. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada
kawasan lahan kritis.

32. Ketentuan Pasal 60 diubah, sehingga Pasal


60 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 60 Pasal 60
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana (1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf c, dalam Pasal 57 ayat (1) huruf c, mencakup:
mencakup: a. kawasan tanaman pangan;
a. kawasan budidaya tanaman pangan; b. kawasan hortikultura;
b. kawasan budidaya hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan
c. kawasan budidaya perkebunan; dan d. kawasan peternakan.
d. kawasan budidaya peternakan.
(2) Rencana kawasan peruntukan pertanian (2) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluas pada ayat (1), dikmbangkan seluas 298.214
298.214 ha (dua ratus sembilan puluh ha (dua ratus sembilan puluh delapan ribu
delapan ribu dua ratus empat belas hektar) dua ratus empat belas hektar) atau 52,9%
atau 52,9% (lima puluh dua koma sembilan (lima puluh dua koma sembilan persen) dari
persen) dari luas Daerah Provinsi Bali. luas wilayah perencanaan.
(3) Pengelolaan kawasan peruntukan pertanian (3) Pengelolaan kawasan pertanian secara umum
secara umum dilaksanakan melalui: dilaksanakan melalui:
a. pengembangan masterplan a. pengembangan masterplan
pengembangan pertanian; pengembangan pertanian;
b. pemetaan potensi lahan pertanian; b. pemetaan potensi lahan pertanian;
c. penguatan manajemen subak; c. penguatan manajemen subak;
d. pengembangan penelitian d. pengembangan penelitian
pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan komoditas unggulan dan
sistem pola tanam yang mampu sistem pola tanam yang mampu
mengadaptasi kondisi perubahan iklim; mengadaptasi kondisi perubahan iklim;
e. pemantapan pelayanan jaringan irigasi; e. pemantapan pelayanan jaringan irigasi;
f. pencegahan dan pembatasan alih fungsi f. pencegahan dan pembatasan alih fungsi
lahan sawah beririgasi; lahan sawah beririgasi;
g. pengembangan secara bertahap sistem g. pengembangan secara bertahap sistem
pertanian organik di seluruh wilayah pertanian organik di seluruh wilayah
120
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kabupaten/kota; kabupaten/kota;
h. penetapan pencapaian target luas lahan h. penetapan pencapaian target luas lahan
pertanian berkelanjutan sekurang- pertanian berkelanjutan sekurang-
kurangnya 90% (sembilan puluh persen) kurangnya 90% (sembilan puluh persen)
dari luas lahan yang ada sejak dari luas lahan yang ada sejak
ditetapkannya Peraturan Daerah ini; ditetapkannya Peraturan Daerah ini;
i. pengembangan kawasan-kawasan i. pengembangan kawasan-kawasan
sentra produksi pertanian melalui sentra produksi pertanian melalui
sistem agribisnis terpadu yang sistem agribisnis terpadu yang
terintegrasi dengan pengembangan terintegrasi dengan pengembangan
Kawasan Agropolitan; dan Kawasan Agropolitan; dan
j. pengembangan kebijakan j. pengembangan kebijakan
pengintegrasian sektor pertanian pengintegrasian sektor pertanian
dengan pariwisata. dengan pariwisata.

33. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) huruf e


Pasal 61 diubah, diantara ayat (1) dan ayat
(2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a)
dan ayat (1b), sehingga Pasal 61 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 61 Pasal 61
(1) Sebaran kawasan budidaya tanaman pangan (1) Kawasan budidaya tanaman pangan 1. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2009
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
(1) huruf a, terdapat di seluruh wilayah (1) huruf a, terdapat di seluruh wilayah Berkelanjutan bahwa Penetapan KP2B diatur dalam
kabupaten/kota seluas 76.337 ha (tujuh kabupaten/kota seluas 69.078,20 Ha (enam Perda mengenai RTRW Provinsi.
puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh tujuh puluh Sembilan ribu tujuh puluh delapan 2. Penetapan luas KP2B berdasarkan Kepmen ATR/BPN
hektar) atau 13,5% (tiga belas koma lima koma dua puluh hektar) atau 12,35% (dua No. 399/KEP-23.3/X/2018.
persen) dari luas Daerah Provinsi Bali. belas koma tiga puluh lima persen) dari luas
Daerah Provinsi Bali.
(1a) Dalam rangka menjaga ketahanan pangan,
dilakukan perlindungan terhadap lahan
pertanian pangan melalui Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (KP2B) dan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang
ditetapkan oleh Kabupaten/Kota berdasarkan
potensipada masing-masing daerah.
(1b) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
ditetapkan lokasi luasannya dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten/Kota.
(2) Tetap.
121
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Pengelolaan kawasan budidaya tanaman
pangan dilaksanakan melalui:
a. pemanfaatan semua lahan-lahan yang
sudah mendapatkan pengairan (irigasi)
tetapi belum dimanfaatkan sebagai
lahan sawah, khususnya di wilayah
Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar,
Jembrana, dan Buleleng;
b. pengoptimalan produktivitas lahan-
lahan sawah yang sudah ada melalui
program intensifikasi di seluruh wilayah
kabupaten/kota;
c. pemantapan pelayanan jaringan irigasi;
d. pencegahan dan pelarangan alih fungsi
lahan sawah beririgasi;
e. penetapan luas lahan pertanian
tanaman pangan berkelanjutan
sekurang-kurangnya 90% dari luas
lahan tanaman pangan yang ada di luar
kebutuhan alih fungsi lahan pertanian
tanaman pangan untuk fasilitas umum;
dan
f. pengembangan luasan kawasan pertanian
lahan basah organik secara bertahap
pada tiap subak dan dan desa/kelurahan
sesuai potensinya.
(3) Tetap.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. standar pelayanan minimum pembenihan
pertanian tanaman pangan; dan
b. petunjuk teknis pembangunan bidang
pertanian tanaman pangan.

Pasal 62 Tetap
(1) Sebaran kawasan budidaya hortikultura Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) huruf b, diperuntukkan bagi tanaman
pangan dan hortikultura, dan lokasinya
tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota
seluas 108.511 ha (seratus delapan ribu lima
ratus sebelas hektar) atau 19,3% (sembilan
122
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
belas koma tiga persen) dari luas Daerah
Provinsi Bali.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya hortikultura
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan untuk budidaya hortikultura
secara optimal;
b. pemanfaatan lahan basah yang belum
beririgasi pada bulan-bulan kering;
c. pemilihan jenis komoditi yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dengan masa
tanaman singkat;
d. pembatasan perluasan lahan budidaya
hortikultura dari kawasan budidaya
perkebunan dan peruntukan hutan
rakyat;
e. pengendalian kegiatan budidaya
hortikultura pada kawasan yang
memiliki kemiringan di atas 40% (empat
puluh persen), untuk diarahkan
bercampur atau dikembalikan kepada
tanaman budiaya perkebunan atau
tanaman kehutanan (agroforestry) untuk
mendukung kestabilan lereng dan
mencegah kerawanan longsor;
f. pemantapan kawasan agropolitan
berbasis pertanian hortikultura sebagai
penggerak perekonomian kawasan
perdesaan;
g. pengembangan kemitraan dengan sektor
industri dan pariwisata; dan
h. Pengembangan luasan kawasan budidaya
hortikultura secara bertahap pada tiap
subak dan desa sesuai potensinya.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman penetapan kawasan sentra
produksi komoditas hortikultura; dan
b. petunjuk teknis pembangunan bidang
pertanian budidaya hortikultura.

123
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 63 Tetap
(1) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c,
diperuntukkan bagi tanaman perkebunan
yang menghasilkan bahan baku industri
dalam negeri maupun untuk memenuhi
ekspor, tersebar di seluruh wilayah
kabupaten/kota seluas 113.366 ha (seratus
tiga belas ribu tiga ratus dua puluh dua
hektar) atau 20,1% (dua puluh koma satu
persen) dari luas Daerah Provinsi Bali.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya perkebunan
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan sebagai lahan perkebunan/
tahunan secara optimal dan dengan tetap
memperhatikan asas kelestarian
sumberdaya lahan;
b. arahan pengembangan untuk perkebunan
besar atau tanaman industri adalah
sesuai dengan penggunaan saat ini,
sedangkan tanaman
tahunan/perkebunan rakyat dapat
dikembangkan di setiap wilayah
kabupaten/kota pada lahan yang sesuai;
c. penguatan dan perluasan pengembangan
sistem agribisnis pada komoditas
perkebunan dan integrasi dengan
komoditas lainnya;
d. pemantapan dan pelestarian kawasan
perkebunan dengan komoditas-komoditas
khas yang sebagai keunggulan tanaman
perkebunan daerah;
e. wilayah yang menghasilkan produk
perkebunan yang bersifat spesifik lokasi
dilindungi kelestariannya dengan
sertifikat indikasi geografis;
f. wilayah yang sudah ditetapkan untuk
dilindungi kelestariannya dengan indikasi
geografis dilarang dialihfungsikan;
g. pemantapan kawasan agropolitan
124
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berbasis tanaman perkebunan sebagai
penggerak perekonomian kawasan
perdesaan;
h. pengembangan kemitraan dengan sektor
industri dan pariwisata; dan
i. Pengembangan luasan kawasan
perkebunan organik secara bertahap pada
tiap subak dan desa sesuai potensinya.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur:
a. pedoman perencanaan pembangunan
bidang budidaya perkebunan;
b. petunjuk teknis pelaksanaan
pembangunan bidang budidaya
perkebunan; dan
c. penyelenggaraan perizinan lintas
kabupaten/kota untuk usaha
perkebunan.

Pasal 64 Tetap
(1) Kawasan budidaya peternakan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d,
diperuntukkan bagi kegiatan peternakan
hewan besar, hewan kecil dan tidak
dikembangkan dalam bentuk padang
penggembalaan ternak sehingga batasan
lokasinya tidak dapat dipetakan secara tegas
dan diarahkan secara terpadu dan terintegrasi
bercampur dengan kawasan peruntukan
pertanian.
(2) Pengelolaan kawasan budidaya peternakan
dilaksanakan melalui:
a. pemanfaatan lahan yang sesuai bagi
kegiatan peternakan secara optimal;
b. pemanfaatan lahan kritis melalui
pengembangan rumput, leguminosa,
semak, dan jenis pohon yang tahan kering
dan sesuai untuk makanan ternak;
c. pemanfaatan ruang bercampur dengan
kegiatan peruntukan lainnya, terutama
kawasan peruntukan pertanian dan
permukiman secara terbatas;
125
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pemanfaatan lahan pertanian yang dapat
mensuplai bahan makanan ternak secara
terpadu dan terintegrasi; dan
e. pemanfaatan lahan pekarangan
permukiman perdesaan, untuk kegiatan
peternakan skala rumah tangga.
(3) Gubernur menetapkan dengan Peraturan
Gubernur mengenai standar teknis minimal
rumah potong hewan, rumah sakit hewan,
satuan pelayanan peternakan terpadu,
pengendalian wabah atau virus yang
bersumber dari hewan dan lokasi usaha
peternakan.

Pasal 65 Tetap
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf d,
mencakup:
a. kawasan perikanan tangkap;
b. kawasan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan hasil perikanan.
(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. perikanan tangkap di perairan umum,
selanjutnya disebut perikanan perairan
umum; meliputi kawasan perikanan
tangkap di perairan danau dan kawasan
perikanan tangkap di perairan sungai dan
waduk; dan
b. perikanan tangkap di perairan laut
selanjutnya disebut perikanan laut, terdiri
atas:
1. jalur penangkapan ikan dengan batas
0 sampai 6 mil; dan
2. jalur penangkapan ikan dengan batas
6 sampai 12 mil laut.
c. sebaran pengembangan kegiatan
perikanan tangkap di perairan laut,
sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
meliputi:
1. pengembangan dan pemberdayaan
perikanan laut skala kecil meliputi:
126
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana; Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan; Kecamatan
Kuta Selatan, Kabupaten Badung;
Kecamatan Gianyar, Kabupaten
Gianyar; Kecamatan Nusa Penida dan
Dawan, Kabupaten Klungkung;
Kecamatan Manggis, Karangasem,
Abang, dan Kubu, Kabupaten
Karangasem; dan seluruh kecamatan
yang berbatasan dengan laut di
Kabupaten Buleleng;
2. pengembangan perikanan laut skala
menengah meliputi: Pengambengan di
Kabupaten Jembrana, Sangsit di
Kabupaten Buleleng dan Kedonganan
di Kabupaten Badung; dan
3. pengembangan perikanan laut skala
besar berpusat di Pelabuhan Benoa.
d. pemantapan prasarana pendukung
kegiatan perikanan laut, sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, meliputi:
1. Pelabuhan Perikanan Khusus Ekspor;
2. Pelabuhan Khusus Perikanan;
3. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI); dan
4. Pangkalan Perahu/Jukung Nelayan
Kecil.
(3) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
budidaya air tawar, budidaya air payau
(tambak) dan budidaya laut:
a. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya air tawar mencakup kawasan
perikanan budidaya kolam, kawasan
perikanan budidaya sawah bersama ikan
(minapadi), kawasan perikanan budidaya
perairan umum dan kawasan perikanan
budidaya saluran irigasi tersebar di
kabupaten/kota;
b. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya air payau (tambak) tersebar di
Kabupaten Buleleng dan Kabupaten
127
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Jembrana; dan
c. kawasan bagi pengembangan perikanan
budidaya laut terdiri atas budidaya
rumput laut, budidaya kelompok ikan
(finfish), kerang abalone, mutiara dan
lainnya tersebar di wilayah pesisir
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi.
(4) Kawasan pengolahan hasil perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi kawasan Industri Perikanan dan
Kelautan, mencakup:
a. sentra-sentra industri kecil dan kerajinan
rumah tangga yang mengolah hasil-hasil
perikanan, lokasinya tersebar di seluruh
wilayah kabupaten/kota;
b. kawasan industri perikanan, tersebar di
Kawasan Pelabuhan Benoa dan
Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana;
c. sentra-sentra industri kecil kemaritiman,
tersebar kawasan perancak, Kabupaten
Jembrana, kawasan Kelurahan Tanjung
Benoa dan Kelurahan Benoa, Kabupaten
Badung, dan kawasan Jungutbatu,
Kabupaten Klungkung; dan
d. sentra-sentra industri garam, berlokasi di
Kawasan Kusamba, Kabupaten
Klungkung, Kawasan Kubu dan Abang,
Kabupaten Karangasem, dan Kawasan
Pejarakan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
(5) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan kawasan
yang diperuntukkan bagi perikanan,
khususnya perikanan air tawar seluas
1700,41 ha (seribu tujuh ratus koma empat
puluh satu hektar) dan air payau seluas
1667,00 ha (seribu enam ratus enam puluh
tujuh hektar) diarahkan di seluruh wilayah
kabupaten/kota yang potensial, sedangkan
perikanan laut baik pembudidayaan maupun
penangkapannya diarahkan ke perairan
teritorial sebatas 12 mil wilayah laut atau
setengah dari jarak daratan antar provinsil.
128
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(6) Gubernur memberikan dukungan
pengembangan perikanan melalui
perekayasaan teknologi perikanan serta
melaksanakan pengendalian terhadap
pelaksanaan pemberantasan penyakit ikan
dan eradiksi penyakit ikan di darat,
melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan kekayaan laut, pelayanan
izin usaha pembudidayaan dan penangkapan
ikan pada perairan di wilayah laut, dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan di
wilayah laut.

34. Ketentuan Pasal 66 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66 Pasal 66
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana (1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf e, dalam Pasal 57 ayat (1) huruf e, dikembangkan Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
mencakup: melalui perwilayahan pengembangan destinasi Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. Kawasan Pariwisata; wisata daerah mencakup : - Memperhatikan PP No. 50 tahun 2011 Rencana
b. KDTWK; dan a. DPD Bali Selatan; Induk Pariwisata Nasional, melalui perwilayahan
c. DTW. b. DPDBali Timur; pengembangan destinasi wisata daerah (DPD)
c. DPD Bali Utara; - Peningkatan status Kawasan Pariwisata Tanah Lot di
d. DPD Bali Barat; dan Kabupaten Tabanan dari KDTWK;
e. DPD Bali Tengah. - Penambahan Kawasan Pariwisata Tegal Besar - Goa
(2) DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lawah di Kabupaten Klungkung;
(2) Sebaran Kawasan Pariwisata sebagaimana dikembangkan melalui:
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. Kawasan Pariwisata;
a. Kawasan Pariwisata Candikesuma di b. KDTWK; dan
Kabupaten Jembrana; c. DTW.
b. Kawasan Pariwisata Perancak di
Kabupaten Jembrana;
c. Kawasan Pariwisata Soka di Kabupaten
Tabanan;
d. Kawasan Pariwisata Sanur di Kota
Denpasar;
e. Kawasan Pariwisata Kuta di Kabupaten
Badung;
f. Kawasan Pariwisata Tuban di Kabupaten
Badung;
g. Kawasan Pariwisata Nusa Dua di
Kabupaten Badung;
129
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
h. Kawasan Pariwisata Ubud di Kabupaten
Gianyar;
i. Kawasan Pariwisata Lebih di Kabupaten
Gianyar;
j. Kawasan Pariwisata Nusa Penida di
Kabupaten Klungkung;
k. Kawasan Pariwisata Candidasa di
Kabupaten Karangasem;
l. Kawasan Pariwisata Ujung di Kabupaten
Karangasem;
m. Kawasan Pariwisata Tulamben di
Kabupaten Karangasem;
n. Kawasan Pariwisata Kalibukbuk di
Kabupaten Buleleng;
o. Kawasan Pariwisata Batu Ampar di
Kabupaten Buleleng; dan
p. Kawasan Pariwisata Air Sanih di
Kabupaten Buleleng. (3) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud
(3) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:
pada ayat (2), pengembangannya dilakukan a. Kawasan Pariwisata Candikesuma di
melalui: Kabupaten Jembrana;
a. penetapan kawasan pariwisata b. Kawasan Pariwisata Perancak di
berdasarkan cakupan geografis yang Kabupaten Jembrana;
berada dalam satu atau lebih satuan c. Kawasan Pariwisata Tanah Lot di
wilayah administrasi desa/kelurahan Kabupaten Tabanan;
yang di dalamnya terdapat potensi daya d. Kawasan Pariwisata Soka di Kabupaten
tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, Tabanan;
ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas e. Kawasan Pariwisata Sanur di Kota
pariwisata serta aktivitas sosial budaya Denpasar;
masyarakat yang saling mendukung f. Kawasan Pariwisata Kuta di Kabupaten
dalam perwujudan kepariwisataan; Badung;
b. pemaknaan kawasan pariwisata tidak g. Kawasan Pariwisata Tuban di Kabupaten
semata-mata hanya sebagai kawasan Badung;
yang boleh dibangun fasilitas akomodasi h. Kawasan Pariwisata Nusa Dua di
dan fasilitas penunjang pariwisata di Kabupaten Badung;
dalam kawasan, melainkan kawasan i. Kawasan Pariwisata Ubud di Kabupaten
pariwisata sesungguhnya mencakup Gianyar;
kawasan lindung dan kawasan budidaya j. Kawasan Pariwisata Lebih di Kabupaten
lainnya di luar kawasan peruntukan Gianyar;
pariwisata; k. Kawasan Pariwisata Nusa Penida di
c. pengaturan kawasan pariwisata Kabupaten Klungkung;
sebagaimana dimaksud dalam huruf a l. Kawasan Pariwisata Tegal Besar - Goa
130
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dan huruf b, dengan menetapkan luasan Lawah di Kabupaten Klungkung;
dan lokasi pengembangan kawasan m. Kawasan Pariwisata Candidasa di
peruntukan efektif pariwisata sebagai Kabupaten Karangasem;
lokasi peruntukan akomodasi wisata n. Kawasan Pariwisata Ujung di Kabupaten
beserta fasilitas pendukung lainnya Karangasem;
sesuai potensi, daya dukung dan daya o. Kawasan Pariwisata Tulamben di
tampung kawasan yang dapat dikelola Kabupaten Karangasem;
sebagai kawasan pariwisata tertutup, p. Kawasan Pariwisata Kalibukbuk di
kawasan pariwisata terbuka, maupun Kabupaten Buleleng;
kombinasi keduanya; dan q. Kawasan Pariwisata Batu Ampar di
d. penetapan kawasan peruntukkan efektif Kabupaten Buleleng; dan
pariwisata beserta peruntukan lainnya r. Kawasan Pariwisata Air Sanih di
baik peruntukan kawasan lindung Kabupaten Buleleng.
maupun kawasan budidaya lainnya, lebih
lanjut diatur dalam rencana rinci tata
ruang kawasan strategis pariwisata
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (4) KDTWK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4) KDTWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
huruf b, mencakup: a. KDTWK Kintamani di Kabupaten Bangli;
a. KDTWK Kintamani di Kabupaten Bangli; b. KDTWK Bedugul-Pancasari di Kabupaten
b. KDTWK Bedugul-Pancasari di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng;
Tabanan dan Kabupaten Buleleng; c. KDTWK Palasari di Kabupaten Jembrana;
c. KDTWK Tanah Lot di Kabupaten dan
Tabanan; d. KDTWK Gilimanuk di Kabupaten
d. KDTWK Palasari di Kabupaten Jembrana; Jembrana.
dan
e. KDTWK Gilimanuk di Kabupaten
Jembrana (5) Kawasan pariwisata dan kawasan daya tarik
(5) KDTWK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wisata khusus (KDTWK) sebagaimana ayat (2)
pengembangannya dilakukan melalui: dikembangkan dalam bentuk kawasan efektif
a. penetapan KDTWK berdasarkan cakupan pariwisata sesuai karakter tiap kawasan
geografis yang berada dalam satu atau ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan
lebih satuan wilayah administrasi Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
desa/kelurahan yang di dalamnya Strategis Provinsi.
terdapat potensi daya tarik wisata,
aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan
fasilitas umum dan fasilitas pariwisata
serta aktivitas sosial budaya masyarakat
yang saling mendukung dalam
perwujudan kepariwisataan, namun
pengembangannya sangat dibatasi untuk
lebih diarahkan kepada upaya pelestarian
131
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
budaya dan lingkungan hidup; dan
b. pengaturan KDTWK dengan kekhususan
sifatnya sebagai kawasan penyangga
pelestarian budaya dan lingkungan
hidup, maka pemanfaatan ruang untuk
fasilitas akomodasi dan fasilitas
penunjang kepariwisataan sangat dibatasi
dan diatur lebih lanjut dalam rencana
rinci tata ruang kawasan strategis
pariwisata ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. (6) Deliniasi wilayah DPD sebagaimana dimaksud
(6) DTW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran XVI.a
huruf c, mencakup: dan Lampiran XVI.b dan merupakan bagian
a. segala sesuatu yang memiliki keunikan, tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan; dan
b. DTW dapat mencakup dan/atau berupa
kawasan/hamparan, wilayah
desa/kelurahan, massa bangunan,
bangun-bangunan dan lingkungan
sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya
tersebar di wilayah kabupaten/kota baik
yang berada di dalam maupun di luar (7) Sebaran kawasan parisata berdasarkan
Kawasan Pariwisata dan/atau KDTWK. cakupan geografis wilayah desa/kelurahan
(7) Lokasi peruntukan kawasan efektif pariwisata yang termasuk didalamnya sebagaimana
di kawasan pariwisata maupun KDTWK dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4),
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat digambarkan dalam peta dengan tingkat
(4) seluas 12.512 ha (dua belas ribu lima ketelitian skala 1:250.000 tercantum dalam
ratus dua belas hektar) atau 2,3% (dua koma Lampiran XI merupakanbagian tidak
tiga persen) dari luas Daerah Provinsi Bali. terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(8) DTW sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, meliputi DTW Alam, DTW Budaya dan
(8) Tabel cakupan wilayah desa/kelurahan yang DTW Buatan, sebarannya tercantum dalam
termasuk Kawasan Pariwisata, dan KDTWK Lampiran XVI.c dan merupakan bagian tidak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat terpisahkan dari Peraturan Daerah ini
(4), tercantum dalam Lampiran XVI.a dan
Lampiran XVI.b dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(9) Tabel sebaran DTW di tiap kabupaten/kota
132
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
tercantum dalam Lampiran XVI.c dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(10) Peta sebaran Kawasan Pariwisata dan KDTWK
berdasarkan cakupan geografis wilayah
desa/kelurahan yang termasuk didalamnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4)
dan ayat (7), tercantum dalam Lampiran XVII
dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

35. Ketentuan Pasal 67 diubah, sehingga Pasal


67 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 67 Pasal 67
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f, dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f, Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
mencakup: mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. kawasan peruntukkan aneka industri; a. pengembangan kawasan peruntukkan - Mengacu UU No. tentang Industri………
dan industri;
b. sentra-sentra industri kecil. b. pembangunan kawasan industri; dan
c. pengembangan sentra industri kecil dan
industri menengah.
(2) Sebaran kawasan peruntukan industri (2) Pengembangan kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup: lokasinya di arahkan:
a. kawasan peruntukan aneka industri a. kawasan industri Celukan Bawang,
Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
Kabupaten Buleleng seluas 1.762 Ha seluas 1.762 ha (seribu tujuh ratus enam
(seribu tujuh ratus enam puluh dua puluh dua hektar); dan
hektar); b. kawasan industri Pengambengan,
b. kawasan peruntukan industri Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana
Pengambengan, Kecamatan Negara, seluas 625 ha (enam ratus dua puluh lima
Kabupaten Jembrana seluas 625 Ha (enam hektar).
ratus dua puluh lima hektar); dan
c. sentra-sentra industri kecil dan kerajinan
rumah tangga, lokasinya tersebar pada
kawasan permukiman di seluruh wilayah
kabupaten/kota.

133
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(3) Pembangunan kawasan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, lokasinya di
arahkan:
a. kawasan peruntukan industri Celukan
Bawang, di Kabupaten Buleleng;
b. kawasan peruntukan industri
Pengambengan, di Kabupaten
Jembrana;dan
c. kawasan industri kecil dan menengah
minimal 5 hektar di seluruh
kabupaten/kota.
(4) Pengembangan sentra industri kecil dan
industri menengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, lokasinya di arahkan
bercampur dengan kawasan permukiman di
Kabupaten/Kota.

Pasal 68 Tetap
(1) Kawasan peruntukan permukiman Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) huruf g, merupakan kawasan yang
diperuntukkan bagi kegiatan permukiman
atau didominasi oleh lingkungan hunian,
mencakup:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup fungsi-fungsi kawasan untuk
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan, terdiri atas;
kawasan perumahan, kawasan perdagangan
dan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga,
ruang terbuka hijau dan fungsi pemanfaatan
ruang lainnya sesuai
karakter tiap kawasan permukiman, lebih
lanjut diatur dengan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) kabupaten/kota ditetapkan

134
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan Peraturan Daerah.
(3) Lokasi kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebar
di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas
53.192 ha (lima puluh tiga ribu seratus
sembilan puluh dua hektar) atau 9,4%
(sembilan koma empat persen) dari luas
Daerah Provinsi Bali.

36. Ketentuan Pasal 69 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69 Pasal 69
Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana (1) Kawasan peruntukan pertambangan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf h, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
mencakup: (1) huruf h, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. kawasan peruntukan pertambangan di daratan a. pertambangan mineral bukan logam dan - UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Pulau Bali, mencakup: batuan; dan Daerah, khususnya kewenangan provinsi dalam
1. lokasi kawasan pertambangan galian C b. pertambangan minyak dan gas. mengelola wilayah usaha pertambangan mineral
tersebar di seluruh wilayah bukan logam
kabupaten/kota sesuai dengan potensi
masing-masing kawasan dan ditegaskan
lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan;
2. lokasi kegiatan pertambangan pengambilan
air bawah tanah tersebar di seluruh
wilayah kabupaten/kota dengan kapasitas
pengeboran sesuai dengan potensi yang
tersedia dan pemanfaatannya mengacu
pada ketentuan penatagunaan air; dan
3. lokasi kegiatan pertambangan skala kecil
lainnya, pada kawasan yang potensial
dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan.
b. kawasan peruntukan pertambangan sumber
energi minyak lepas pantai di perairan Laut
Bali sesuai potensi yang ada setelah diadakan
penelitian serta dinilai layak baik secara
ekonomis maupun lingkungan.
(2) Pertambangan mineral bukan logam dan
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, mencakup:

135
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP)
dalam daerah provinsi dan wilayah laut
sampai dengan 12 (dua belas) mil
ditetapkan oleh Gubernur;
b. wilayah pertambangan rakyat diarahkan di
Kabupaten Karangasem pada wilayah
Kecamatan Kubu, Abang, Bebandem,
Rendang dan Selat di luar kawasan
peruntukan permukiman, perkebunan dan
pariwisata; dan
c. sebaran pertambangan rakyat tradisional
skala kecil pada kawasan yang potensial
dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan tersebar di kabupaten/kota.
(3) Pertambangan minyak dan gas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
sumber energi minyak lepas pantai di perairan
Laut Bali sesuai potensi yang pemanfaatannya
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 70 Tetap
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana Tetap
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf i,
mencakup kawasan peruntukan pertahanan
dan keamanan.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan peruntukan untuk pengembangan
dan pengelolaan ruang wilayah untuk
kepentingan pertahanan keamanan berskala
lokal, mencakup:
a. pengembangan sarana dan prasarana
pertahanan keamanan;
b. pemeliharaan dan pembinaan sarana dan
prasarana pertahanan keamanan yang
telah ada; dan
c. sebaran lokasi kawasan pertahanan dan
keamanan meliputi kawasan latihan
militer di Pulaki Kabupaten Buleleng dan
markas serta gudang amunisi, tersebar di
9 kabupaten/kota.
136
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI

Paragraf 2 37. Ketentuan Pasal 71 dihapus


Kriteria Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 71 71 - Masuk dalam penjelasan/materi teknis raperda
- Saran dari Kementerian ATR/BPN
Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana Dihapus
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a,
ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki faktor geografis kemiringan lereng,
jenis tanah dan intensitas hujan dengan
jumlah skor paling tinggi 124 (seratus dua
puluh empat); dan/atau
b. merupakan kawasan yang apabila dikonversi
mampu mempertahankan daya dukung dan
daya tampung lingkungan.

38. Ketentuan Pasal 72 dihapus


Pasal 72 Pasal 72
Kawasan peruntukan hutan rakyat, sebagaimana Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b, - Saran dari Kementerian ATR/BPN
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan hutan yang dibebani hak milik dan
hak lainnya dengan luas minimum 0,25 Ha;
dan
b. penutupan tajuk tanaman kayu dan tanaman
lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen).

39. Ketentuan Pasal 73 dihapus


Pasal 73 Pasal 73
(1) Kawasan budidaya tanaman pangan Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat - Saran dari Kementerian ATR/BPN
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. memenuhi kesesuaian lahan sebagai
kawasan pertanian lahan basah;
b. pemanfaatan semua lahan-lahan yang
sudah mendapatkan pengairan tetapi
belum dimanfaatkan sebagai lahan
sawah, khususnya di wilayah
Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar,
Jembrana, dan Buleleng;
c. pengoptimalan produktivitas lahan-

137
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
lahan sawah yang sudah ada melalui
program intensifikasi di seluruh wilayah
kabupaten/kota; dan
d. pencegahan dan pembatasan alih fungsi
lahan sawah beririgasi untuk kegiatan
budidaya lainnya, seperti
akomodasi/fasilitas pariwisata, industri,
perumahan skala besar, kecuali untuk
penyediaan prasarana umum di seluruh
wilayah kabupaten/kota.
(2) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan sebagai bahan pertanian lahan
kering secara optimal;
b. pemanfaatan lahan basah yang belum
beririgasi pada bulan-bulan kering; dan
c. pemilihan jenis komoditi yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dengan masa
tanam singkat.
(3) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pengembangan luas areal pada lahan-
lahan yang memiliki potensi/kesesuaian
lahan untuk tanaman perkebunan/
tanaman tahunan secara optimal dengan
tetap memperhatikan kelestarian
sumberdaya lahan; dan
b. pengembangan tanaman perkebunan
diprioritaskan pada tanaman yang
memiliki produktivitas tinggi dan daya
saing tinggi serta mampu mendukung
kelestarian lingkungan.
(4) Kawasan budidaya peternakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d,
ditetapkan dengan kriteria:
a. pemanfaatan area pertanian untuk
menghasilkan produk usaha peternakan
yang bernilai ekonomi tinggi;
138
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. pengembangan pada area pertanian lahan
kering atau kritis yang produktivitasnya
rendah;
c. keterpaduan kegiatan peternakan dengan
kawasan pertanian tanaman
tahunan/perkebunan;
d. kemampuan mendayagunakan bahan
pakan rerumputan, semak dan
pepohonan serta hasil pertanian dan
limbah pertanian secara optimal untuk
pakan ternak;
e. kemampuan mengoptimalkan sumber
daya lahan dan lingkungan secara
optimal; dan
f. kemampuan mempertahankan pelestarian
plasma nutfah dan konservasi lahan
secara berkelanjutan.

40. Ketentuan Pasal 74 dihapus


Pasal 74 Pasal 74
(1) Kriteria kawasan perikanan tangkap Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat - Saran dari Kementerian ATR/BPN
(1) huruf a, meliputi:
a. perikanan tangkap pada perairan umum
(danau, waduk, dan sungai) yang
mengandung sumberdaya ikan yang layak
dimanfaatkan dan/atau yang potensial
untuk dilakukan pengembangan
sumberdaya ikan; dan
b. perikanan tangkap pada wilayah pesisir
dan laut pada zona penangkapan.
(2) Kriteria penetapan kawasan budidaya
perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sumber air yang cukup baik berasal dari
mata air, sungai, air tanah, maupun air
irigasi sawah;
b. bagian dari perairan danau atau waduk
yang mempunyai kedalaman tidak kurang
dari 5 meter, elevasi datar, substrat dasar
berpasir atau berkerakal, dan tidak
merupakan muara dari pusat masuknya
139
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
air dari limpasan permukaan (runoff
inflows);
c. tidak berdekatan dengan sumber-sumber
pencemaran tetap (point pollution sources);
d. aksesibilitas yang tinggi bagi kemudahan
operasional;
e. untuk budidaya tambak diutamakan
lahan pantai yang tidak produktif bagi
kegiatan pertanian, mendapat pengaruh
air laut pada saat pasang dan/atau dekat
dengan laut yang memungkinkan
pengaliran air laut, terbebas dari banjir
tahunan dan lima tahunan dan di luar
kawasan lindung; dan
f. untuk budidaya rumput laut adalah
perairan laut pasang surut yang
terlindung dari gelombang ekstrim,
berdasar pasir, kerakal dan/atau berbatu,
dengan salinitas air relatif konstan.
(3) Kriteria kawasan pengolahan hasil perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(1) huruf c, berada pada kawasan peruntukan
industri atau kawasan di luar kawasan
peruntukan industri yang memiliki
kemampuan memberi kontribusi ekspor dan
memenuhi kebutuhan dalam negeri.

41. Ketentuan Pasal 75 dihapus


Pasal 75 Pasal 75
(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
dalam Pasal 66, ayat (1) huruf a, ditetapkan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
dengan kriteria:
a. memiliki keindahan panorama alam
dan/atau bangunan peninggalan budaya
yang mempunyai nilai sejarah;
b. memiliki karakteristik masyarakat dengan
kebudayaan bernilai tinggi dan diminati oleh
wisatawan;
c. memiliki potensi sarana dan prasarana
pendukung kawasan; dan
d. memiliki cadangan lahan yang mencukupi
untuk kawasan efektif pariwisata.
140
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) KDTWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) huruf b, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki daya tarik wisata alamiah berwujud
keindahan alam, flora dan fauna;
b. memiliki daya tarik wisata buatan, meliputi
museum peninggalan purbakala,
peninggalan sejarah, seni budaya, wisata
agro, wisata tirta, wisata buru, wisata
petualangan alam, taman rekreasi, dan
tempat hiburan; dan
c. memiliki kekhususan berdasarkan
pertimbangan aspek sosial budaya dan
kelestarian lingkungan.
(3) DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki daya tarik wisata alamiah,
berwujud keindahan alam, flora dan fauna;
b. memiliki daya tarik wisata buatan, meliputi
museum peninggalan purbakala,
peninggalan sejarah, seni budaya, wisata
agro, wisata tirta, taman rekreasi, dan
tempat hiburan; dan
c. memiliki daya tarik wisata minat khusus
seperti wisata spiritual, wisata pengetahuan,
wisata kuliner, wisata petualangan alam.

42. Ketentuan Pasal 76 dihapus


Pasal 76 Pasal 76
Kawasan peruntukan aneka industri sebagaimana Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a, - Saran dari Kementerian ATR/BPN
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan yang secara teknis dapat digunakan
untuk kegiatan industri serta tidak mengganggu
kelestarian lingkungan;
b. kawasan yang dapat memberikan manfaat bagi:
1. peningkatan produksi hasil industri dan
meningkatkan daya guna investasi yang ada
di daerah sekitarnya; dan
2. perkembangan kegiatan sektor dan ekonomi
yang ada di sekitarnya.
c. menyerap tenaga kerja yang banyak;
d. kawasan yang mampu mempertahankan
141
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
konservasi dalam pengolahan sumber daya alam
secara berkelanjutan;

e. kawasan yang mampu menciptakan keterkaitan


industri dasar atau hulu atau inti dengan
industri hilir untuk menumbuhkembangkan
industri dan kegiatan ekonomi lainnya;
f. kawasan yang mampu menerima teknologi
tinggi untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas; dan
g. kawasan yang mampu menekan dampak
lingkungan akibat kegiatan industri dan
kegiatan ikutan lainnya.

43. Ketentuan Pasal 76 dihapus


Pasal 77 Pasal 77
(1) Kawasan permukiman perkotaan Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat - Saran dari Kementerian ATR/BPN
(1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria:
a. tidak terletak di kawasan pertanian
tanaman pangan lahan basah;
b. tidak berada pada atau berbatasan
dengan kawasan lindung;
c. memiliki identitas sesuai dengan budaya
masyarakat setempat;
d. memenuhi strata, status, dan fungsi kota;
e. kemampuan menyediakan tempat
berusaha dan bekerja;
f. kemampuan menyediakan sarana dan
prasarana permukiman;
g. memiliki aksesibilitas yang merata;
h. kemampuan menjamin kesehatan
lingkungan;
i. kemampuan menyediakan fasilitas
rekreasi;
j. keamanan fisik geografis; dan
k. memiliki potensi untuk berkembang.
(2) Kawasan permukiman perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat
(1) huruf b, ditetapkan dengan kriteria:
142
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. memiliki ruang terbuka hijau pada setiap
batas/antar unit permukiman untuk
mempertahankan identitas desa;
b. mempertahankan identitas dan
pelestarian warisan budaya lokal;
c. mempertahankan kualitas lingkungan
setempat dan wilayah yang didukungnya;
d. mempertahankan kawasan lahan
pertanian pangan berkelanjutan;
e. ketersediaan sarana dan prasarana
penunjang permukiman;
f. jaminan kesehatan lingkungan; dan
g. keamanan fisik geografis, seperti:
kemiringan lahan, bebas banjir dan tidak
berada pada kawasan rawan bencana.

44. Ketentuan Pasal 78 dihapus


Pasal 78 Pasal 78
Kriteria kawasan peruntukan pertambangan Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) - Saran dari Kementerian ATR/BPN
huruf h, mencakup:
a. memiliki potensi pertambangan, diutamakan
terutama pada cadangan akibat letusan gunung
berapi yang terdiri dari pasir dan batu;
b. berada dalam zonasi pertambangan yang telah
ditetapkan;
c. kegiatan eksploitasi dibatasi sampai dengan
upaya untuk mengembalikan rona awal lahan di
tempat galian C tersebut;
d. tidak menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan; dan
e. eksplorasi bahan tambang di luar sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dapat dikembangkan
secara terbatas sesuai dengan potensi yang ada,
dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.

45. Ketentuan Pasal 78 dihapus


Pasal 79 Pasal 79
Kriteria penetapan kawasan pertahanan dan Dihapus - Masuk dalam penjelasan/ materi teknis raperda
keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 - Saran dari Kementerian ATR/BPN
143
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
ayat (1), mencakup:
a. kawasan yang diperuntukkan sebagai
pemelihara keamanan dan pertahanan negara;
b. kawasan sebagai pusat atau pangkalan
pertahanan negara; atau
c. kawasan sebagai pusat latihan militer.

BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
46. Ketentuan Pasal 80 diubah, sehingga Pasal
80 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80 Pasal 80
(1) Penetapan kawasan strategis (1) Kawasan strategis yang terdapat di wilayah - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
provinsidilakukan berdasarkan kepentingan: provinsi terdiri atas: Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
a. pertahanan dan keamanan; a. kawasan strategis nasional yang terdapat Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. pertumbuhan ekonomi; di wilayah provinsi; - Perubahan terkait penyesuaian nomenklatur
c. sosial dan budaya Bali; b. kawasan strategis sesuai ratifikasi kawasan pariwisata sesuai PP. No 50 tahun 2011
d. pendayagunaan sumber daya alam internasional yang terdapat di wilayah tentang RIPPARNAS, peningkatan status KSPKD
dan/atau teknologi tinggi; dan provinsi; Tanah Lot di Kabupaten Tabanan menjadi KSPD
e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. c. kawasan strategis sektor skala nasional Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, penambahan
yang terdapat di wilayah provinsi; KSPD baru yaitu KSPD Tegal Besar -Goa Lawah di
d. kawasan strategis provinsi; dan Kabupaten Klungkung.
e. kawasan strategis kabupaten/kota. - Tidak mencantumkan kawasan strategis
(2) Sebaran kawasan strategis provinsi (2) Kawasan strategis nasional yang terdapat di pertahanan dan keamanan mengacu pedoman, dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau
tercantum dalam Tabel Lampiran XVIII dan ayat (1) huruf a terdiri atas: teknologi tinggi  tidak ada di provinsi Bali
merupakan bagian tidak terpisahkan dari a. kawasan strategis nasional dari sudut
Peraturan Daerah ini. kepentingan pertumbuhan ekonomi,
meliputi Kawasan Perkotaan Denpasar –
Badung – Gianyar – Tabanan; dan
b. kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan sosial dan budaya meliputi
Kawasan Subak – Bali Lanscape.
(3) Peta kawasan strategis provinsi sebagaimana (3) Kawasan strategis sesuai ratifikasi
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam internasional yang terdapat di wilayah provinsi
Lampiran XIX dan merupakan bagian yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. bmerupakan kawasan strategis yang
ditetapkan Unesco, terdiri atas:
a. Kawasan warisan dunia subak lansekap
budaya Bali; dan
144
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. Kawasan Geopark Kaldera Batur sebagai
bagian dari Global Geopark Network
(GNN).
(4) Kawasan strategis sektor skala nasional yang
terdapat di wilayah provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan strategis pariwisata nasional
(KSPN) meliputi:
1) KSPN Kuta Sanur Nusa Dua dan
sekitarnya;
2) KSPN Bali Utara-Singaraja dan
Sekitarnya;
3) KSPN Menjangan-Pemuteran dan
Sekitarnya;
4) KSPN Taman Nasional Bali Barat dan
sekitarnya;
5) KSPN Nusa Penida dan sekitarnya;
6) KSPN Bedugul dan sekitarnya;
7) KSPN Ubud dan sekitarnya;
8) KSPN Kintamani-Danau Batur dan
sekitarnya;
9) KSPN Besakih-Gunung Agung dan
sekitarnya;
10) KSPN Tulamben-Amed dan
sekitarnya; dan
11) KSPN Karangasem-Amuk dan
sekitarnya.
b. Wilayah Sungai (WS) Bali – Penida; dan
c. Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) 15
Gilimanuk – Denpasar – Padang Bai.
(5) Kawasan strategis provinsi, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, ditetapkan
berdasarkan sudut kepentingan:
a. pertumbuhan ekonomi provinsi;
b. sosial dan budaya Bali; dan
c. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
(6) Kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
ditetapkan dalam PeraturanDaerah
Kabupaten/Kota tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
(7) Sebaran kawasan strategis provinsi
145
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
tercantum dalam Tabel Lampiran XVIII dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(8) Sebaran kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian skala 1:250.000 tercantum dalam
Lampiran X dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Penetapan Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 81 Tetap
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut Tetap
kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat
(1) huruf a, mencakup daerah latihan militer
di Pulaki Kabupaten Buleleng.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran XIX.a dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
47. Ketentuan Pasal 82 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 82 Pasal 82
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan pertumbuhan ekonomi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 80 ayat (3) huruf b, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
(1) huruf b, mencakup: a. KSP dalam bentuk kawasan perkotaan - Perubahan terkait pengaturan dan penataan
a. kawasan strategis pelabuhan meliputi: meliputi: Kawasan Strategis Provinsi
Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan 1. Kawasan Perkotaan Denpasar–
Perikanan Pantai Pengambengan di Badung–Gianyar–Tabanan;
Kabupaten Jembrana; Pelabuhan Celukan 2. Kawasan Perkotaan Singaraja;
Bawang, Pelabuhan Pegametan, 3. Kawasan Perkotaan Semarapura; dan
Pelabuhan Sangsit di Kabupaten 4. Kawasan Perkotaan Negara.
Buleleng; Pelabuhan Padangbai, b. KSP dalam bentuk kawasan pelayanan
Pelabuhan Gunaksa, Pelabuhan transportasi meliputi:
Pariwisata Tanah Ampo, Pelabuhan Amed, 1. Bandar Udara Ngurah Rai di
Pelabuhan Depo Minyak Labuhan Amuk Kabupaten Badung;
146
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di Kabupaten Karangasem; Pelabuhan 2. Pelabuhan Benoa di Kota Denpasar;
Benoa di Kota Denpasar; 3. Pelabuhan Celukan Bawang di
b. kawasan strategis bandar udara meliputi: Kabupaten Buleleng;
Bandar Udara Ngurah Rai di Kabupaten 4. Pelabuhan Gilimanukdi Kabupaten
Badung, Landasan Udara Kolonel Wisnu Jembrana;
dan bandar udara pengembangan baru di 5. Pelabuhan Padangbai di Kabupaten
Kabupaten Buleleng; Karangasem;
c. kawasan strategis pariwisata meliputi: 6. Pelabuhan Gunaksa di kabupaten
Nusa Dua, Tuban, Kuta di Kabupaten Klungkung;
Badung; Sanur di Kota Denpasar; Ubud, 7. Pelabuhan Tanah Ampodi Kabupaten
Lebih di Kabupaten Gianyar; Soka di Karangasem; dan
Kabupaten Tabanan; Perancak, 8. Terminal Type A Mengwi di Kabupaten
Candikusuma di Kabupaten Jembrana; Badung.
Batuampar, Kalibukbuk, Air Sanih di c. KSP dalam bentuk pusat pemerintahan
Kabupaten Buleleng; Nusa Penida di meliputi Kawasan Civic Centre Niti
Kabupaten Klungkung; Candidasa, Ujung, Mandala di Kota Denpasar.
Tulamben di Kabupaten Karangasem; d. KSP dalam bentuk KSPD meliputi:
d. kawasan strategis DTWK meliputi: 1. KSPD Nusa Dua di Kabupaten
Kintamani di Kabupaten Bangli; Bedugul- Badung;
Pancasari di Kabupaten Tabanan dan 2. KSPD Tuban di Kabupaten Badung;
Buleleng; Tanah Lot di Kabupaten 3. KSPD Kuta dan di Kabupaten Badung;
Tabanan; Palasari, dan Gilimanuk di 4. KSPD Sanur di Kota Denpasar;
Kabupaten Jembrana; 5. KSPD Ubud di Kabupaten Gianyar;
e. kawasan Industri Celukan Bawang di 6. KSPD Lebih di Kabupaten Gianyar;
Kabupaten Buleleng dan Kawasan 7. KSPD Tanah Lot di Kabupaten
Industri Pengambengan di Kabupaten Tabanan;
Jembrana; 8. KSPD Soka di Kabupaten Tabanan;
f. kawasan Metropolitan Sarbagita di 9. KSPD Perancak di Kabupaten
Kabupaten/Kota: Denpasar, Badung, Jembrana;
Gianyar dan Tabanan; dan kawasan 10. KSPD Candikusuma di Kabupaten
pusat pemerintahan Provinsi Bali (Civic Jembrana;
Center Provinsi) di Renon Kota Denpasar; 11. KSPD Batuampar di Kabupaten
g. kawasan perkotaan fungsi PKW: Kawasan Buleleng;
Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan 12. KSPD Kalibukbukdi Kabupaten
Semarapura dan Kawasan Perkotaan Buleleng;
Negara; 13. KSPD Air Sanih di Kabupaten
h. kawasan sepanjang jalan arteri primer; Buleleng;
dan 14. KSPD Tegal Besar–Goa Lawah di
i. kawasan terminal penumpang tipe A Kabupaten Klungkung;
Mengwi di Kabupaten Badung. 15. KSPD Nusa Penida di Kabupaten
Klungkung;
16. KSPD Candidasa di Kabupaten
147
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Karangasem;
17. KSPD Ujung di Kabupaten
Karangasem; dan
18. KSPD Tulamben di Kabupaten
Karangasem.
e. KSP dalam bentuk KSPKD, meliputi:
1. KSPKD Kintamani di Kabupaten
Bangli;
2. KSPKD Bedugul–Pancasari di
Kabupaten Tabanan dan Kabupaten
Buleleng;
3. KSPKD Palasari di Kabupaten
Jembrana;dan
4. KSPKD Gilimanuk di Kabupaten
Jembrana.
f. KSP dalam bentuk kawasan peruntukan
industri meliputi:
1. Kawasan Celukan Bawang di
Kabupaten Buleleng; dan
2. Kawasan Pengambengan di
Kabupaten Jembrana.
g. KSP dalam bentuk pusat pelayanan publik
dan transportasi kawasan pusat
pemerintahan provinsi meliputi: Kawasan
Civic Centre Niti Mandala di Renon Kota
Denpasar.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepentingan pertumbuhan ekonomi digambarkan dalam peta dengan tingkat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketelitian skala 1 : 250.000tercantum dalam
tercantum dalam Lampiran XIX.b dan Lampiran IV dan merupakan bagian yang tidak
merupakan bagian yang tidak terpisahkan terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
dari Peraturan Daerah ini.
48. Ketentuan Pasal 83 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 83 Pasal 83
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) Kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf c, dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf c, Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: mencakup: - Perubahan terkait pengaturan dan penataan
a. kawasan radius kesucian Pura Sad a. kawasan tempat suci Pura Sad kawasan strategis provinsi
148
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Kahyangan berdasarkan konsepsi Rwa Kahyangan, mencakup:
Bhineda, Tri Guna, Catur Lokapala, Sad 1. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten
Winayaka/Padma Bhuana, mencakup: Karangasem;
Pura Lempuyang Luhur (Puncak Gunung 2. Pura Andakasa di Kabupaten
Lempuyang di Kabupaten Karangasem), Karangasem;
Pura Andakasa (Puncak Gunung 3. Pura Batukaru di Kabupaten
Andakasa di Kabupaten Karangasem), Tabanan;
Pura Batukaru (lereng gunung Batukaru 4. Pura Batur di Kabupaten Bangli;
di Kabupaten Tabanan), Pura Batur (tepi 5. Pura Goa Lawah di Kabupaten
kawah Gunung Batur di Kabupaten Klungkung;
Bangli), Pura Goa Lawah (di Kabupaten 6. Pura Luhur Uluwatu di Kabupaten
Klungkung), Pura Luhur Uluwatu (Bukit Badung;
Pecatu di Kabupaten Badung), Pura 7. Pura Pucak Mangu di Kabupaten
Pucak Mangu (di Kabupaten Badung), Badung;
Pura Agung Besakih (lereng Gunung 8. Pura Agung Besakih di Kabupaten
Agung di Kabupaten Karangasem), Pura Karangasem;
Pusering Jagat (Pejeng di Kabupaten 9. Pura Pusering Jagat di Kabupaten
Gianyar), Pura Kentel Gumi (di Gianyar; dan
Kecamatan Banjarangkan Kabupaten 10. Pura Kentel Gumi di Kabupaten
Klungkung); dan Klungkung.
b. kawasan warisan budaya, terdiri dari: b. kawasan warisan budaya, mencakup:
kawasan Warisan Budaya Jatiluwih, 1. kawasan warisan budaya Jatiluwih;
Kawasan Warisan Budaya Taman Ayun, 2. Kawasan warisan budaya Taman
dan Kawasan DAS Tukad Pekerisan. Ayun; dan
3. Kawasan warisan budaya DAS Tukad
Pekerisan.

(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut (2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
Lampiran XIX.c dan merupakan bagian yang peta dengan tingkat ketelitian skala
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 1:250.000tercantum dalam Lampiran XI dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

(3) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut (3) Sebaran kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana kepentingan sosial budaya Bali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam dimaksud pada ayat (1)digambarkan dalam
Lampiran XIX.d dan merupakan bagian yang peta dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. tercantum dalam Lampiran XI dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
149
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI

Pasal 84 49. Ketentuan Pasal 84 dihapus


(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan Dihapus - Pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau - Rencana eksplorasi minyak bumi lepas pantai dibarat
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam laut Pulau Bali berada diluar wilayah perairan (diatas
Pasal 80 ayat (1) huruf d, mencakup: 12 mil laut)
a. Kebun Raya Eka Karya Bedugul di
Kabupaten Tabanan dan Buleleng; dan
b. rencana ekplorasi minyak bumi lepas
pantai di barat laut Pulau Bali.
(2) Peta kawasan strategis provinsi sudut
kepentingan pendayagunaan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam
Lampiran XIX.e dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Ketentuan Pasal 85 diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 85 Pasal 85
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut (1) Kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
kepentingan fungsi dan daya dukung kepentingan fungsi dan daya dukung Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Provinsi, Kabupaten dan Kota
dalam Pasal 80 ayat (1) huruf e, mencakup: dalam Pasal 80 ayat (1) huruf e, mencakup: - Perubahan terkait kawasan strategis provinsi dari
a. Taman Nasional Bali Barat di Kabupaten a. Kawasan Taman Hutan Raya Prapat sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
Jembrana dan Buleleng, Kawasan Taman Benoa (Ngurah Rai) di Kota Denpasar dan lingkungan hidup
Hutan Raya Prapat Benoa (Ngurah Rai) di Kabupaten Badung;
Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, b. Kawasan Danau Batur dan sekitarnya di
Taman Wisata Alam (TWA) Daratan yang Kabupaten Bangli;
mencakup TWA Danau Buyan- c. Kawasan Danau Beratan dan sekitarnya di
Tamblingan di Kabupaten Buleleng, TWA Kabupaten Tabanan; dan
Batur-Bukit Payung dan TWA Penelokan d. Kawasan Danau Buyan – Danau
di Kabupaten Bangli, TWA Sangeh di Tamblingan dan sekitarnya di Kabupaten
Kabupaten Badung; TWA Bawah Laut di Buleleng.
Nusa Lembongan Kabupaten Klungkung,
TWA Bawah Laut Pulau Menjangan di
Kabupaten Jembrana, Cagar Alam atau (2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
Hutan Lindung Batukaru di Kabupaten kepentingan fungsi dan daya dukung Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Tabanan; lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. seluruh kawasan hutan lindung, gunung pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
dan perbukitan di wilayah Provinsi Bali; tingkat ketelitian skala 1:250.000 tercantum
150
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. seluruh kawasan pesisir pantai di Provinsi dalam Lampiran XI dan merupakan bagian
Bali; yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
d. daerah aliran sungai potensial lintas ini.
kabupaten/kota;
e. potensi cekungan air bawah tanah lintas
kabupaten/kota berdasarkan
hidrogeologi/jenis batuan mencakup:
Cekungan Denpasar-Tabanan, Cekungan
Singaraja, Cekungan Danau Batur, dan
Cekungan Amlapura;
f. seluruh danau alam di Provinsi Bali
mencakup: Danau Tamblingan, Danau
Buyan, Danau Beratan, dan Danau
Batur;
g. kawasan rawan bencana gunung berapi
mencakup: Gunung Agung di Kabupaten
Karangasem, dan Gunung Batur di
Kabupaten Bangli; dan
h. seluruh perbatasan antara
kabupaten/kota.
(2) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf f, tercantum dalam Lampiran XIX.f dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(3) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf f, tercantum
dalam Lampiran XIX.g dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
(4) Tabel kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tercantum dalam
Lampiran XIX.h dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
151
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tercantum dalam
Lampiran XIX.i dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, tercantum dalam
Lampiran XIX.j dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Peta kawasan strategis provinsi dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g, tercantum dalam
Lampiran XIX.k dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Kriteria Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 86 50. Ketentuan Pasal 86 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dalam Pasal 81, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. diperuntukkan bagi basis militer; dan materi teknis raperda
b. merupakan daerah latihan militer; dan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
c. tidak difungsikan untuk: daerah pembuangan
amunisi, peralatan pertahanan lainnya, gudang
amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan
dan/atau kawasan industri sistem pertahanan.
Pasal 87 51. Ketentuan Pasal 87 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dalam Pasal 82, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; dan materi teknis raperda
b. memiliki sektor unggulan yang dapat - Saran dari Kementerian ATR/BPN
menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah;
c. didukung jaringan prasarana dan fasilitas
penunjang kegiatan ekonomi skala pelayanan
wilayah, nasional dan internasional; dan
d. memiliki tingkat pelayanan tinggi untuk
mendorong aksesibilitas pergerakan
penumpang, barang dan jasa skala pelayanan
wilayah, nasional dan internasional.
152
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 88 52. Ketentuan Pasal 88 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Pasal 83, ditetapkan dengan kriteria: Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
a. merupakan tempat suci dengan status Pura Sad dan materi teknis raperda
Kahyangan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
b. tempat pelestarian dan pengembangan adat
istiadat atau budaya daerah;
c. tempat perlindungan peninggalan budaya Bali;
dan
d. merupakan aset budaya Bali yang harus
dilindungi dan dilestarikan.
Pasal 89 53. Ketentuan Pasal 89 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
84, ditetapkan dengan kriteria: dan materi teknis raperda
a. diperuntukkan bagi kepentingan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
b. memiliki sumber daya alam strategis.
Pasal 90 54. Ketentuan Pasal 90 dihapus
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan Dihapus - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, ditetapkan Provinsi, Kabupaten dan Kota, masuk dipenjelasan
dengan kriteria: dan materi teknis raperda
a. merupakan tempat perlindungan - Saran dari Kementerian ATR/BPN
keanekaragaman hayati;
b. merupakan aset daerah berupa kawasan
lindung yang ditetapkan bagi perlindungan
ekosistem;
c. memberikan perlindungan terhadap
keseimbangan iklim makro;
d. memberikan perlindungan keseimbangan tata
guna air;
e. memberikan perlindungan terhadap kawasan
rawan bencana alam; dan
f. memberikan perlindungan terhadap daerah
pesisir.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
PROVINSI
153
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Umum
55. Ketentuan ayat (5) Pasal 91 dihapus,
sehingga Pasal 91 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 91 Pasal 91
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi (1) Tetap.
mengacu pada rencana struktur ruang dan
rencana pola ruang wilayah yang telah
ditetapkan.
(2) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi (2) Tetap.
dilaksanakan melalui:
a. pengembangan indikasi program utama
pemanfaatan ruang;
b. penatagunaan tanah;
c. penatagunaan air; dan
d. penatagunaan ruang udara.
(3) Pengembangan penatagunaan sebagaimana (3) Tetap.
dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan
melalui penyusunan dan penetapan neraca
penatagunaan tanah, neraca penatagunaan
sumber daya air, neraca penatagunaan ruang
udara, dan neraca penatagunaan sumber
daya alam lainnya.
(4) Dalam penyelenggaraan penatagunaan (4) Tetap.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikembangkan peta dasar wilayah atau
kawasan yang bersumber dari data peta citra
satelit terkini dengan koordinat terpadu
antara peta dasar provinsi dengan peta dasar
kabupaten/kota, yang selanjutnya
dimutakhirkan setiap lima tahun oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.
(5) Gubernur menetapkan pedoman (5) Dihapus. - Penataan ruang udara blm ada peraturan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, perundangan-undangan yang mengatur
penatagunaan ruang udara, dan - Mengacu ketentuan penetapan pergub tanpa
penatagunaan sumber daya alam lainnya persetujuan DPRD
dengan Peraturan Gubernur atas persetujuan
DPRD.

Pasal 92 Tetap
(1) Pengembangan indikasi program utama Tetap
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
154
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf a,
diselenggarakan dengan pengembangan
indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan yang berisi usulan program
utama, perkiraan pendanaan beserta
sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan.
(2) Kriteria pengembangan indikasi program
utama adalah:
a. mendukung perwujudan struktur ruang,
pola ruang, dan kawasan strategis
provinsi;
b. mendukung program utama penataan
ruang wilayah nasional dan wilayah
provinsi;
c. realistis, objektif, terukur, dan dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu
perencanaan;
d. konsisten dan berkesinambungan
terhadap program yang disusun, baik
dalam jangka waktu lima tahunan
maupun satu tahunan; dan
e. menjaga sinkronisasi antar program.
(3) Muatan indikasi program utama mencakup:
a. indikasi program utama perwujudan
struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola
ruang; dan
c. indikasi program utama perwujudan
kawasan strategis nasional dan provinsi.
(4) Indikasi program utama perwujudan struktur
ruang meliputi:
a. perwujudan PKN, PKW, dan PKL di wilayah
provinsi;
b. perwujudan sistem prasarana nasional dan
wilayah dalam wilayah provinsi, mencakup:
1. perwujudan sistem prasarana
transportasi darat, laut dan udara;
2. perwujudan sistem prasarana energi;
3. perwujudan sistem prasarana
telekomunikasi;
4. perwujudan sistem prasarana sumber
155
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
daya air; dan
5. perwujudan sistem prasarana
lingkungan.
(5) Indikasi program utama perwujudan pola
ruang meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung;
b. perwujudan kawasan budidaya; dan
c. perwujudan kawasan strategis provinsi.
(6) Pembiayaan program pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bersumber pada:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Nasional (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);
c. investasi swasta; dan/atau
d. kerja sama pembiayaan.
(7) Instansi pelaksana program pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan oleh:
a. pemerintah;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota;
d. dunia usaha;
e. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS);
dan
f. masyarakat.
(8) Kerja sama pembiayaan dan pelaksanaan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf d dan ayat (7) huruf e,
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.
(9) Indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam Lampiran XX dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 93 Tetap
(1) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf b, mencakup:
a. penguasaan;
b. penggunaan; dan
156
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pemanfaatan tanah.
(2) Penatagunaan tanah pada ruang yang
direncanakan untuk pembangunan prasarana
dan sarana untuk kepentingan umum
memberikan hak prioritas pertama bagi
pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak
atas tanah.
(3) Dalam pemanfaatan ruang pada kawasan
yang berfungsi lindung, diberikan prioritas
pertama bagi pemerintah daerah untuk
menerima pengalihan hak atas tanah dari
pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya.
(4) Penguasaan tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yang berasal dari tanah
timbul atau reklamasi di wilayah perairan
pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas
sungai dikuasai oleh Negara.
(5) Penggunaan dan pemanfaatan tanah
sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf b
dan huruf c, yang dilakukan pada kawasan
lindung dan kawasan budidaya mencakup:
a. pengamanan sempadan perbatasan
administrasi antara wilayah
kabupaten/kota sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) meter di kiri-kanan garis
perbatasan wilayah, serta berfungsi
sebagai ruang terbuka hijau, kecuali pada
kawasan perbatasan yang sudah padat
bangun-bangunan;
b. pengendalian intensitas pembangunan
untuk menjaga kualitas lingkungan,
kenyamanan, dan cadangan air dalam
tanah melalui pembatasan Koefisien
Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau
(KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB),
ketinggian bangunan, dan sempadan
bangunan yang penetapan, pengelolaan,
dan pengawasannya dilakukan oleh
157
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pemerintah kabupaten/ kota dengan
memperhatikan faktor-faktor fungsi
kawasan dan fungsi bangunan, jumlah
lantai, dan tingkat kepadatan; dan
c. pemanfaatan ruang bawah permukaan
tanah diperkenankan setelah dinyatakan
aman bagi lingkungan di dalam maupun
di sekitar ruang bawah permukaan tanah
berdasarkan hasil kajian teknis.
(6) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di
kawasan lindung dilakukan dengan
ketentuan:
a. tidak boleh mengganggu fungsi alam;
b. tidak mengubah bentang alam; dan
c. tidak mengganggu ekosistem alami.
(7) Penggunaan tanah di kawasan budidaya
dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak boleh diterlantarkan;
b. harus dipelihara dan dicegah
kerusakannya;
c. tidak saling bertentangan;
d. tidak saling mengganggu; dan
e. memberikan peningkatan nilai tambah
terhadap tanah.
Pasal 94 Tetap
(1) Penatagunaan air sebagaimana dimaksud Tetap
dalam Pasal 91 ayat (2) huruf c, mencakup:
a. penatagunaan perairan di darat; dan
b. pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
(2) Penatagunaan perairan darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. air permukaan; dan
b. air tanah.
(3) Arahan pemanfaatan sumber daya air
permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan badan sungai diarahkan
untuk perikanan, wisata tirta dan
pembangkit listrik tenaga air;
b. pemanfaatan air sungai diarahkan untuk
air irigasi dan air minum;
158
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pemanfaatan perairan danau diarahkan
untuk perikanan, wisata tirta dan
angkutan danau;
d. pemanfaatan air danau diarahkan untuk
memasok air bawah tanahdan air minum
penduduk di sekitar danau; dan
e. pengembangan air waduk/bendungan
diarahkan untuk irigasi dan air minum.
(4) Arahan pemanfaatan air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan
melalui sumur bor pada setiap cekungan air
tanah sesuai peta pengendalian pengambilan
air tanah dan perlindungan daerah resapan
mencakup:
a. kebutuhan pokok sehari-hari;
b. pertanian rakyat;
c. sanitasi lingkungan;
d. industri;
e. pertambangan; dan
f. pariwisata.
(5) Arahan pengendalian pemanfaatan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
mencakup:
a. penjagaan keseimbangan antara
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah;
b. penerapan perizinan dalam penggunaan
air tanah;
c. pembatasan penggunaan air tanah
dengan pengutamaan pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari;
d. pengaturan lokasi dan kedalaman
penyadapan akuifer;
e. pengaturan jarak antar sumur
pengeboran atau penggalian air tanah;
f. pengaturan kedalaman pengeboran atau
penggalian air tanah;
g. penerapan tarif progresif dalam
penggunaan air tanah sesuai dengan
tingkat konsumsi; dan
h. penerapan perizinan pemanfaatan air
tanah berdasarkan peraturan perundang-
159
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
undangan bagi kegiatan yang
memanfaatkan air tanah menjadi
persyaratan dalam proses penerbitan izin
mendirikan bangunan (IMB).
(6) Arahan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. perairan pesisir mencakup wilayah
perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil
laut diukur dari garis pantai, perairan
yang menghubungkan pantai dan pulau-
pulau, estuari, teluk, perairan dangkal,
rawa payau, dan laguna;
b. pengarahan pada pemanfaatan potensi
jasa lingkungan dan konservasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil
antarsektor, antara pemerintah dan
pemerintah daerah, antara ekosistem
darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. peruntukan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, mencakup kawasan
pemanfaatan umum, kawasan konservasi,
dan alur laut;
d. kawasan pemanfaatan umum
sebagaimana dimaksud pada huruf c
dapat dimanfaatkan untuk zona
pariwisata, pemukiman, pelabuhan,
pertanian, hutan, pertambangan,
perikanan budidaya, perikanan tangkap,
industri, infrastruktur umum dan zona
pemanfaatan terbatas sesuai dengan
karakteristik biogeofisik lingkungannya;
e. kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, dapat
dimanfaatkan untuk zona konservasi
perairan, konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil, konservasi maritim, dan/atau
160
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sempadan pantai; dan
f. alur laut sebagaimana dimaksud dalam
huruf c dapat dimanfaatkan untuk alur
pelayaran, alur sarana umum, dan alur
migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah
laut.
(7) Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil selanjutnya akan dijabarkan dalam
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP3K) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Provinsi Bali.

Pasal 95 Pasal 95
(1) Penatagunaan ruang udara sebagaimana a. Penambahan ayat terkait pembangunan penerima
Tetap
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf d, dan/atau pemancar televisi dan telekomunikasi.
meliputi konsolidasi pengaturan ruang udara
mencakup: b. Hal terkait Ketinggian Bangunan.
a. jalur penerbangan;
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009
b. frekuensi radio komunikasi;
tentang RTRWP Bali tahun 2009-2029 dan Peraturan
c. bangunan penunjang telekomunikasi;
Daerah Nomor 26 Tahun 2013 tentang RTRWK Badung
d. media elektronik;
Tahun 2013-2033, serta penyesuaian dengan dinamika
e. ketinggian bangunan;
yang berkembang, maka arahan tinggi bangunan
f. pengaturan baku mutu udara; dan
adalah:
g. pengaturan tingkat kebisingan atau
pencemaran. 1. pada prinsipnya ketinggian bangunan dibatasi
(2) Arahan pemanfaatan ruang udara maksimum 15 m (lima belas meter) diatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
dilakukan mengikuti ketentuan keselamatan
2. Untuk memberikan kelonggaran pengembangan
dan keamanan penerbangan, menjaga
bentuk atap arsitektur tradisional Bali, ketinggian
kesakralan tempat suci dan menjaga
bangunan dihitung dari permukaan tanah sampai
kenyamanan masyarakat, mencakup:
dengan perpotongan bidang tegak struktur
a. struktur dan ketinggian maksimum
bangunan dan bidang miring atap bangunan, serta
gedung dan bangunan-bangunan lain
dilarang memanfaatkan ruang diatas bidang
pada kawasan keselamatan operasi
perpotongan tersebut untuk melakukan kegiatan
penerbangan, batas kawasan kebisingan
yang bersifat permanen.
dan daerah lingkungan kepentingan
bandar udara, harus mengikuti ketentuan
keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta dikoordinasikan dengan instansi
terkait;
b. ketinggian bangunan yang memanfaatkan
ruang udara di atas permukaan bumi
161
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dibatasi maksimum 15 (lima belas) meter,
kecuali bangunan umum dan bangunan
khusus yang memerlukan persyaratan
ketinggian lebih dari 15 (lima belas) meter,
seperti: menara pemancar, tiang listrik
tegangan tinggi, mercu suar, menara-
menara bangunan keagamaan, bangunan-
bangunan untuk keselamatan
penerbangan, bangunan pertahanan
keamanan, dan bangunan khusus untuk
kepentingan keselamatan dan keamanan
umum lainnya berdasarkan pengkajian
dengan memperhatikan keamanan, 3. Bangunan-bangunan yang ketinggiannya dapat
kenyamanan, dan keserasian terhadap melebihi 15 m (lima belas meter) berupa :
lingkungan sekitarnya, serta a. bangunan yang merupakan bagian dari
dikoordinasikan dengan instansi terkait; bangunan fasilitas peribadatan;
c. lokasi pembangunan bangunan menara b. bangunan khusus yang berkaitan dengan
penerima dan/atau pemancar radio, pertahanan kemananan;
televisi, dan telekomunikasi harus c. bangunan khusus yang berkaitan dengan
dibangun pada kawasan budidaya, fasilitas mitigasi bencana dan penyelamatan;
memberikan rasa aman dan menjamin d. bangunan khusus yang berkaitan dengan
keselamatan lingkungan, tidak fasilitas penerbangan;
mengganggu kegiatan keagamaan, e. bangunan khusus terkait pertelekomunikasian;
kesucian wujud-wujud sakral yang ada di f. bangunan khusus menara pemancar radio,
sekitarnya, yang harus dibangun dan bangunan khusus menara pemancar televisi;
dipergunakan secara kolektif; dan g. bangunan khusus pemantau bencana alam;
d. pengaturan ketinggian penerbangan h. bangunan khusus menara pemantau operasional
pesawat tidak boleh lebih rendah dari dan keselamatan pelayaran;
1000 (seribu) feet di atas permukaan i. bangunan khusus terkait transmisi tenaga
tanah, kecuali sesuai prosedur listrik;
pendekatan lepas landas pada setiap j. bangunan khusus terkait identitas dan jati diri
bandar udara dan kondisi darurat. wilayah/kawasan berupa monumen, bangunan
(3) Gubernur mengatur dengan Peraturan penanda/landmark dan sebagainya yang mutlak
Gubernur: membutuhkan persyaratan ketinggian lebih dari
a. petunjuk teknis penetapan jalur dan 15 m (lima belas meter), dapat dikembangkan
syarat ketinggian penerbangan untuk dengan tetap memperhatikan keserasian dengan
kegiatan wisata udara atau olah raga lingkungan sekitarnya serta dikoordinasikan
dirgantara; dan dengan instansi terkait, sepanjang bangunan
b. pedoman penetapan lokasi pembangunan khusus tersebut tidak difungsikan sebagai
bangunan menara penerima dan/atau hunian dan/atau kegiatan usaha.
pemancar radio, televisi, dan 4. bangunan khusus yang ketinggiannya boleh
telekomunikasi. melebihi 15 meter diprioritaskan pengembangannya

162
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di luar zona lindung, kecuali untuk jaringan
infrastruktur sesuai ketentuan, di luar zona suci
atau zona tempat suci kecuali dalam rangka
mendukung bangunan khusus tempat suci, di luar
zona Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),
di luar zona perumahan, serta di luar zona lainnya
yang perlu dikonservasi setelah mendapat
pengkajian ulang melalui koordinasi dengan instansi
terkait.
BAB VIII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
56. Ketentuan Pasal 96 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 96 Pasal 96
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang (1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
mencakup: mencakup: Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
a. arahan peraturan zonasi sistem provinsi; a. indikasi arahan peraturan zonasi; Provinsi, Kabupaten dan Kota
b. arahan perizinan; b. arahan perizinan; - perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
c. arahan pemberian insentif dan disinsentif; c. arahan insentif dan disinsentif; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang
dan d. arahan sanksi.
d. arahan sanksi.
(2) Arahan peraturan zonasi sistem provinsi (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup: huruf a, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan; perkotaan;
b. arahan peraturan zonasi kawasan b. Indikasiarahan peraturan zonasi kawasan
perdesaan; perdesaan;
c. arahan peraturan zonasi kawasan di c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi darat; di sekitar jaringan transportasi darat;
d. arahan peraturan zonasi kawasan di d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi laut; di sekitar jaringan transportasi laut;
e. arahan peraturan zonasi kawasan di e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan transportasi udara; di sekitar jaringan transportasi udara;
f. arahan peraturan zonasi kawasan di f. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan energi; di sekitar jaringan energi;
g. arahan peraturan zonasi kawasan di g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan telekomunikasi; di sekitar jaringan telekomunikasi;
h. arahan peraturan zonasi kawasan di h. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
163
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sekitar jaringan prasarana sumber daya di sekitar jaringan prasarana sumber daya
air; air;
i. arahan peraturan zonasi kawasan di i. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sekitar jaringan prasarana lingkungan; di sekitar jaringan prasarana lingkungan;
j. arahan peraturan zonasi kawasan j. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
lindung; dan lindung; dan
k. arahan peraturan zonasi kawasan k. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
budidaya. budidaya.

Bagian Kedua
Arahan Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Perkotaan
Pasal 97 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(2) huruf a, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKN;
b. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKW;
c. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PKL; dan
d. arahan peraturan zonasi kawasan
perkotaan berfungsi PPK.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala internasional
dan nasional yang didukung dengan
fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang
sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dan vertikal secara
terbatas sesuai dengan kebijakan daerah;
c. penyediaan ruang terbuka hijau kota
164
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKW sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala provinsi dan
beberapa kabupaten yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
rendah sampai menengah yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dikendalikan;
c. penyediaan Ruang Terbuka Hijau Kota
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PKL sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi perkotaan berskala provinsi dan
beberapa kabupaten yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan yang sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang
165
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
rendah sampai menengah yang
kecenderungan pengembangan ruangnya
ke arah horizontal dikendalikan;
c. penyediaan ruang terbuka hijau kota
minimal 40% dari luas kawasan
perkotaan;
d. penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
(5) Arahan peraturan zonasi kawasan perkotaan
berfungsi PPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi berskala kecamatan dan
beberapa kecamatan yang didukung
dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan sesuai dengan kegiatan
ekonomi yang dilayani;
b. penyediaan ruang terbuka hijau kota
minimal 50% (lima puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan;
c. membatasi alih fungsi lahan sawah
beririgasi teknis; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana.
Paragraf 2
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Perdesaan
Pasal 98 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan Tetap
perdesaansebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 ayat (2) huruf b, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan
perdesaan;
b. arahan peraturan zonasi Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL); dan
c. arahan peraturan zonasi kawasan
agropolitan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan perdesaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
166
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
mencakup:
a. minimal 75% (tujuh puluh lima persen)
wilayah merupakan peruntukkan
pertanian di luar kawasan lindung;
b. memiliki susunan fungsi kawasan yang
terdiri dari komponen ruang sebagai
kawasan permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan desa,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
perdesaan;
c. mempertahankan ruang terbuka hijau
sebagai batas antar desa/unit
permukiman sebagai salah satu usaha
mempertahankan identitas desa;
d. mempertahankan proporsi lahan
pertanian tanaman pangan minimal 90%
(sembilan puluh persen) dari total luas
yang ada;
e. memiliki aksesibilitas antar desa, pusat
pelayanan perdesaan dan kawasan
perkotaan;
f. peruntukan ruang terintegrasi dengan
tata sukerta palemahan pada awig-awig
Desa Pakraman setempat; dan
g. mengatur dan membatasi pengembangan
fasilitas/ akomodasi pariwisata
perdesaan, yang disesuaikan dengan
fungsi dan daya dukung lingkungan dan
dalam bentuk pariwisata kerakyatan.
(3) Arahan peraturan zonasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. minimal 75% (tujuh puluh lima persen)
wilayah merupakan peruntukkan
pertanian di luar kawasan lindung;
b. memiliki fasilitas pelayanan beberapa
desa yang mengelompok dan lebih
lengkap dari desa-desa sekitarnya;
c. memiliki aksesibilitas ke pelayanan desa-
desa sekitarnya dan dengan kawasan
perkotaan; dan
d. peruntukan ruang terintegrasi dengan
rencana tata palemahan pada awig-awig
167
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Desa Pakraman setempat.
(4) Arahan peraturan zonasi Kawasan Agropolitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
mencakup:
a. memiliki satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem
produksi pertanian dan pengolahan
sumber daya alam; dan
b. memiliki keterkaitan fungsional dan
hirarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis.
Paragraf 3
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Darat
Pasal 99 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf c,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi jaringan jalan;
dan
b. penyeberangan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
jaringan jalan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan
nasional dan jalan provinsi dengan
tingkat intensitas menengah hingga tinggi
yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. pelarangan alih fungsi lahan yang
berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan
nasional dan jalan provinsi;
c. penetapan ruang manfaat jalan, ruang
milik jalan, ruang pengawasan jalan dan
garis sempadan bangunan di sisi jalan;
d. pengaturan persimpangan tidak sebidang
pada kawasan padat lalu lintas, setelah
melalui kajian teknis dan budaya;
e. pembatasan pemanfatan ruang selain
ruang lalu lintas di ruang milik jalan pada
jalan arteri primer dan kolektor primer;
168
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dan
f. kewajiban melakukan Analisis Dampak
Lalu Lintas (ANDALL) sebagai persyaratan
izin mendirikan bangunan bagi
pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan
yang berpotensi mengganggu arus lalu
lintas.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional dan pengembangan kawasan
pelabuhan;
b. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan harus mendapatkan izin
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
c. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air
di sepanjang lintas penyeberangan
dilakukan dengan tidak mengganggu
aktivitas penyeberangan.
Paragraf 4
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Laut
Pasal 100 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf d,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi pelabuhan
umum; dan
b. arahan peraturan zonasi alur pelayaran.
(2) Arahan peraturan zonasi pelabuhan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional dan pengembangan kawasan
pelabuhan;
b. pelarangan kegiatan di ruang udara bebas
169
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
di atas badan air yang berdampak pada
keberadaan jalur transportasi laut; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan harus mendapatkan izin
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(3) Arahan peraturan zonasi alur pelayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. pemanfaatan ruang pada badan air di
sepanjang alur pelayaran dibatasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
dan
b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air
di sepanjang alur pelayaran dilakukan
dengan tidak mengganggu aktivitas
pelayaran.

Paragraf 5
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Transportasi Udara
Pasal 101 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf e,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi bandar udara
umum;
b. arahan peraturan zonasi bandar udara
perintis; dan
c. arahan peraturan zonasi ruang udara
untuk penerbangan;
(2) Arahan peraturan zonasi bandar udara umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
mencakup:
a. pengembangannya mengacu pada daya
dukung wilayah untuk menampung
jumlah maksimum kunjungan wisatawan
yang ditargetkan;
b. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
170
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
operasional bandar udara;
c. pemanfaatan ruang di sekitar bandar
udara sesuai dengan kebutuhan
pengembangan bandar udara
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. batas-batas Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan dan batas-batas
kawasan kebisingan.
(3) Arahan peraturan zonasi Bandar Udara
Perintis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, pengembangannya mengacu
peraturan perundang-undangan.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
ruang udara untuk penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup:
a. disusun dengan memperhatikan
pembatasan pemanfaatan ruang udara
agar tidak menggangu sistem operasional
penerbangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. arahan peraturan ketinggian penerbangan
diatas permukaan tanah mencakup
ketinggian serendah-rendahnya 1000
(seribu) feet; dan
c. batasan ketinggian penerbangan terendah
sebagaimana dimaksud pada huruf b,
tidak berlaku untuk kegiatan
penerbangan yang terkait dengan upaya-
upaya penyelamatan, keadaan darurat,
dan keamanan negara.

Paragraf 6
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Energi
Pasal 102 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 ayat (2) huruf f, mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar pembangkit tenaga listrik; dan
b. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar jaringan transmisi tenaga listrik.
171
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
pembangkit tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di
sekitar pembangkit listrik harus
memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup
pelarangan pemanfaatan ruang bebas di
sepanjang jalur transmisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 7
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 103 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g,
mencakup pemanfaatan ruang lokasi
penempatan stasiun bumi dan menara
pemancar telekomunikasi dengan
memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan kegiatan kawasan sekitarnya.
(2) Penempatan menara pemancar
telekomunikasi memperhatikan keserasian
dengan lingkungan sekitarnya.
Paragraf 8
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana
Sumber Daya Air
Pasal 104 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(2) huruf h, pada daerah aliran sungai
mencakup:
a. pemanfaatan ruang pada daerah aliran
sungai dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
dan
b. pemanfaatan ruang daerah aliran sungai
lintas kabupaten/kota, termasuk daerah
172
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
hulunya, yang dilakukan oleh
kabupaten/kota yang berbatasan harus
selaras dengan arahan pola ruang
wilayah.
(2) Arahan peraturan zonasi sistem pengelolaan
drainase mencakup:
a. setiap kawasan memiliki sistem drainase
terpadu dan efektif;
b. pelarangan pembuangan limbah
padat/sampah ke saluran drainase; dan
c. pelarangan terhadap
gangguan/pemotongan terhadap saluran
drainase.
Paragraf 9
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana
Lingkungan
Pasal 105 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar Tetap
jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf i,
mencakup:
a. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan limbah;
b. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun; dan
c. arahan peraturan zonasi kawasan di
sekitar lokasi pengelolaan persampahan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan limbah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk pengelolaan air
limbah diprioritaskan pada kawasan
pariwisata dan/atau kawasan
permukiman padat penduduk;
b. pembangunan unit pengolahan limbah
berada di luar radius kawasan tempat
suci;
c. pengembangan jaringan tidak melewati
dan/atau memotong kawasan tempat
suci/pura; dan

173
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
d. pembuangan efluen air limbah ke media
lingkungan hidup tidak melampaui
standar baku mutu air limbah.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, mencakup:
a. lokasi pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun diarahkan di luar
kawasan permukiman;
b. pembangunan unit pengolahan limbah
bahan berbahaya dan beracun
memperhatikan prinsip-prinsip keamanan
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
c. pengelola limbah bahan berbahaya dan
beracun memiliki perizinan sesuai
ketentuan yang berlaku; dan
d. pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun wajib meyampaikan laporan
sesuai ketentuan.
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar
lokasi pengelolaan persampahan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
mencakup:
a. lokasi TPA tidak berada pada radius
kesucian pura;
b. lokasi TPA mendapat persetujuan
masyarakat setempat;
c. TPA untuk ukuran kota besar dan kota
metropolitan menggunakan metoda
sistem lahan urug saniter (sanitary
landfill);
d. TPA untuk ukuran kota sedang dan kota
kecil menggunakan metode lahan urug
terkendali (controlled landfill);
e. TPA wajib melakukan pengelolaan air
lindi/licit dan pembuangan air lindi ke
media lingkungan hidup tidak melampaui
standar baku mutu lingkungan;
f. pelarangan membuang sampah di luar
tempat yang telah ditentukan;
174
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
g. pelarangan membuang sampah sebelum
di pilah; dan
h. pelarangan pembakaran sampah pada
volume tertentu.
Paragraf 10
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
57. Ketentuan Pasal 106 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106 Pasal 106
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan lindung (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
(2) huruf j, mencakup: 96 ayat (2) huruf j, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. arahan peraturan zonasi kawasan yang a. indikasi arahan peraturan zonasi - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
memberikan perlindungan kawasan kawasan yang memberikan perlindungan arahan zonasi kawasan lindung.
bawahannya; kawasan bawahannya;
b. arahan peraturan zonasi kawasan b. indikasi arahan arahan peraturan zonasi
perlindungan setempat; kawasan perlindungan setempat;
c. arahan peraturan zonasi kawasan suaka c. indikasi arahan peraturan zonasi
alam, pelestarian alam, dan cagar kawasan suaka alam, pelestarian alam,
budaya; dan cagar budaya;
d. arahan peraturan zonasi kawasan rawan d. indikasi arahan peraturan zonasi
bencana alam; kawasan rawan bencana alam;
e. arahan peraturan zonasi kawasan lindung e. indikasi arahan peraturan zonasi
geologi; dan kawasan lindung geologi; dan
f. arahan peraturan zonasi kawasan lindung f. indikasi arahan peraturan zonasi
lainnya. kawasan lindung lainnya.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan yang yang memberikan perlindungan kawasan
memberikan perlindungan kawasan bawahannya, sebagaimana dimaksud pada
bawahannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
ayat (1) huruf a, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan hutan kawasan hutan lindung; dan
lindung; dan b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi resapan air; resapan air.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat, sebagaimana
perlindungan setempat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan suci; kawasan suci;
b. arahan peraturan zonasi kawasan tempat b. indikasi arahan peraturan zonasi
suci; kawasan tempat suci;
c. arahan peraturan zonasi sempadan c. indikasi arahan peraturan zonasi
175
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pantai; sempadan pantai;
d. arahan peraturan zonasi sempadan d. indikasi arahan peraturan zonasi
sungai; sempadan sungai;
e. arahan peraturan zonasi sempadan e. indikasi arahan peraturan zonasi
jurang; sempadan jurang;
f. arahan peraturan zonasi danau/waduk; f. indikasi arahan peraturan zonasi
dan danau/waduk; dan
g. arahan peraturan zonasi ruang terbuka g. indikasi arahan peraturan zonasi ruang
hijau kota. terbuka hijau kota.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan suaka suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, budaya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf c, mencakup:
mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi cagar
a. arahan peraturan zonasi cagar alam; alam;
b. arahan peraturan zonasi kawasan pantai b. indikasi arahan peraturan zonasi
berhutan bakau; kawasan pantai berhutan bakau;
c. arahan peraturan zonasi taman nasional; c. indikasi arahan peraturan zonasi taman
d. arahan peraturan zonasi taman hutan nasional;
raya; d. indikasi arahan peraturan zonasi taman
e. arahan peraturan zonasi taman wisata hutan raya;
alam; e. indikasi arahan peraturan zonasi taman
f. arahan peraturan zonasi kawasa wisata alam;
konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil; f. indikasi arahan peraturan zonasi kawasa
dan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
g. arahan peraturan zonasi kawasan cagar dan
budaya dan ilmu pengetahuan. g. indikasi arahan peraturan zonasi
kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(5) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan rawan bencana alam, sebagaimana dimaksud
bencana alam, sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) huruf d, mencakup:
ayat (1) huruf d, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan tanah longsor;
tanah longsor; b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gelombang pasang; dan
gelombang pasang; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi
c. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan banjir.
banjir. (6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(6) Arahan peraturan zonasi kawasan lindung lindung geologi, sebagaimana dimaksud pada
geologi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (1) huruf e, mencakup:
huruf e, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
176
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. arahan peraturan zonasi kawasan cagar kawasan cagar alam geologi;
alam geologi; b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan letusan gunung berapi;
letusan gunung berapi; c. indikasi arahan peraturan zonasi
c. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi;
gempa bumi; d. indikasi arahan peraturan zonasi
d. arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan rawan gerakan tanah;
gerakan tanah; e. indikasi arahan peraturan zonasi
e. arahan peraturan zonasi kawasan yang kawasan yang terletak di zona patahan
terletak di zona patahan aktif; aktif;
f. arahan peraturan zonasi kawasan rawan f. indikasi arahan peraturan zonasi
tsunami; kawasan rawan tsunami;
g. arahan peraturan zonasi kawasan rawan g. indikasi arahan peraturan zonasi
abrasi; kawasan rawan abrasi;
h. arahan peraturan zonasi kawasan rawan h. indikasi arahan peraturan zonasi
bahaya gas beracun; kawasan rawan bahaya gas beracun;
i. arahan peraturan zonasi kawasan rawan i. indikasi arahan peraturan zonasi
intrusi air laut; kawasan rawan intrusi air laut;
j. arahan peraturan zonasi kawasan j. indikasi arahan peraturan zonasi
imbuhan air tanah; dan kawasan imbuhan air tanah; dan
k. arahan peraturan zonasi sempadan mata k. indikasi arahan peraturan zonasi
air. sempadan mata air.

(7) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan


(7) Arahan peraturan zonasi kawasan lindung lindung lainnya, sebagaimana dimaksud pada
lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (1) huruf f, mencakup:
huruf f, mencakup: a. indikasi arahan peraturan zonasi
a. arahan peraturan zonasi kawasan kawasan perlindungan plasma nutfah;
perlindungan plasma nutfah; b. indikasi arahan peraturan zonasi
b. arahan peraturan zonasi kawasan kawasan terumbu karang; dan
terumbu karang; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi
c. arahan peraturan zonasi kawasan koridor kawasan koridor bagi jenis satwa atau
bagi jenis satwa atau biota laut yang biota laut yang dilindungi.
dilindungi.
Pasal 107 Tetap
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan hutan Tetap
lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (2) huruf a, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk wisata alam
tanpa merubah bentang alam;
b. diperkenankan adanya kegiatan
pemanfaatan tradisionil berupa hasil
177
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
hutan non kayu dan jasa lingkungan;
c. pelarangan seluruh kegiatan yang
berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan dan tutupan vegetasi;
d. pemanfaatan ruang kawasan hutan oleh
penduduk asli sekitar hutan dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan
pemerintah; dan
e. pemanfaatan dan penggunaan zonasi
kawasan hutan lindung dapat dilakukan
sepanjang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan resapan air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
(2) huruf b, mencakup:
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk
kegiatan budidaya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam
menahan limpasan air hujan;
b. penyediaan sumur resapan dan/atau
waduk pada lahan terbangun yang sudah
ada; dan
c. penerapan prinsip ’tanpa limpahan
buangan air hujan dari setiap bangunan
ke saluran drainase dan sungai’ terhadap
setiap kegiatan budidaya terbangun yang
diajukan izinnya.
58. Ketentuan Pasal 108 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 108 Pasal 108
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan suci (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suci - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
(3) huruf a, mencakup: (3) huruf a, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. kawasan suci sebagai kawasan a. kawasan suci sebagai kawasan konservasi; - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
konservasi; dan dan arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
b. pelarangan semua jenis kegiatan b. pelarangan semua jenis kegiatan dan/atau suci.
dan/atau usaha yang dapat menurunkan usaha yang dapat menurunkan kualitas
kualitas lingkungan hidup dan nilai-nilai lingkungan hidup dan nilai-nilai kesucian.
kesucian. (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(2) Arahan peraturan zonasi radius kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud dalam
tempat suci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf b, mencakup:
Pasal 106 ayat (3) huruf b, berdasarkan a. karakteristik kawasan tempat suci pura
178
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
konsep tri wana yang dipolakan kedalam 3 kahyangan jagat dapat dibedakan atas:
(tiga) zona, mencakup: 1. kawasan tempat suci yang berada
a. zona inti adalah zona utama karang pada kawasan yang dominan belum
kekeran sesuai dengan konsep maha terbangun atau belum berkembang,
wana yang diperuntukkan sebagai hutan selanjutnya disebut kawasan tempat
lindung, ruang terbuka hijau, kawasan suci tipe I;
pertanian dan bangunan penunjang 2. kawasan tempat suci yang berada
kegiatan keagamaan; pada kawasan semi terbangun atau
b. zona penyangga adalah zona sedang berkembang, selanjutnya
madyakarang kekeran yang sesuai disebut kawasan tempat suci tipe
konsep tapa wana diperuntukkan sebagai II;dan
kawasan hutan, ruang terbuka hijau, 3. kawasan tempat suci yang berada
kawasan budidaya pertanian, fasilitas pada kawasan telah terbangun, sudah
darmasala, pasraman, dan bangunan berkembang atau berada ditengah
fasilitas umum penunjang kegiatan kawasan permukiman, selanjutnya
keagamaan; disebut kawasan tempat suci tipe III.
c. zona pemanfaatan adalah zona b. pengaturan secara umum pemanfaatan
nistakarang kekeran yang sesuai konsep ruang kawasan tempat suci/pura
sri wana diperuntukkan sebagai kawasan kahyangan jagat atau daerah kekeran,
budidaya pertanian, bangunan dibagi menjadi 3 (tiga) zona, meliputi:
permukiman bagi pengempon, 1. zona inti, sebagai zona utama daerah
penyungsung dan penyiwi pura, kekeran sesuai dengan konsep maha
bangunan fasilitas umum penunjang wana;
kehidupan sehari-hari masyarakat 2. zona penyangga, sebagai zona madya
setempat serta melarang semua jenis daerah kekeran sesuai dengan konsep
kegiatan usaha dan/atau kegiatan yang tapa wana;dan
dapat menurunkan kualitas lingkungan 3. zona pemanfaatan, sebagai zona nista
hidup dan nilai-nilai kesucian tempat daerah kekeran sesuai dengan konsep
suci; dan sri wana.
d. penentuan batas-batas terluar tiap zona c. penentuan batas terluar tiap zona
radius kawasan tempat suci didasarkan kawasan tempat suci didasarkan atas
atas batas-batas fisik yang tegas berupa batas fisik yang tegas berupa batas alami
batas alami atau batas buatan, atau batas buatan, disesuaikan dengan
disesuaikan dengan kondisi geografis kondisi geografis masing-masing kawasan,
masing-masing kawasan dan panjang dengan tetap menghormati hak-hak
radius antara garis lingkaran terluar zona tradisional masyarakat hukum adat,
pemanfaatan dan titik pusat lingkaran hukum adat, dan kearifan lokal yang lebih
sekurang-kurangnya sama dengan radius lanjut diatur dalam rencana rinci tata
kawasan tempat suci sebagaimana ruang;
dimaksud dalam Pasal 50, ayat (2), diatur d. arahan pemanfaatan ruang dan jenis
lebih lanjut dalam rencana rinci tata kegiatan yang diperbolehkan di kawasan
ruang kawasan tempat suci. tempat suci meliputi:
179
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
1. pada zona inti dapat dimanfaatkan
untuk: hutan lindung, hutan rakyat,
kawasan pertanian, ruang terbuka
hijau, kegiatan keagamaan, fasilitas
penunjang kegiatan keagamaan,
rumah jabatan pemangku atau
penjaga pura bersangkutan, dharma
pasraman, dan cagar budaya yang
telah ada;
2. pada zona penyangga dapat
dimanfaatkan untuk: hutan lindung,
hutan rakyat, kawasan pertanian,
ruang terbuka hijau, fasilitas
dharmasala, pasraman, dan
permukiman penduduk setempat yang
telah ada, fasilitas penunjang kegiatan
sosial ekonomi masyarakat setempat
skala lingkungan;dan
3. pada zona pemanfaatan dapat
dimanfaatkan untuk: hutan rakyat,
kawasan pertanian, ruang terbuka
hijau, permukiman penduduk,
bangunan-bangunan yang memiliki
nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan
budaya, wisata spiritual, pementasan
kesenian, dan fasilitas penunjang
kegiatan sosial ekonomi masyarakat
setempat skala kawasan.
e. arahan pemanfaatan ruang dan jenis
kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat di kawasan tempat suci meliputi:
1. pada zona inti diperbolehkan dengan
syarat untuk : wisata spiritual,
pementasan kesenian, parkir terbatas,
permukiman penduduk setempat yang
telah ada;
2. pada zona penyangga diperbolehkan
dengan syarat untuk: wisata spiritual
dan wisata budaya, pementasan
kesenian, parkir pemedek dan
wisatawan, permukiman penduduk
setempat yang telah ada, serta usaha
180
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penyediaan akomodasi kerakyatan;
dan
3. pada zona pemanfaatan diperbolehkan
dengan syarat untuk: permukiman
penduduk setempat, industri kecil
kerajinan rumah tangga, bangunan
fasilitas penunjang kegiatan sosial
ekonomi pelayanan skala kawasan
dan usaha penyediaan akomodasi
kerakyatan.
f. arahan pemanfaatan ruang dan jenis
kegiatan yang tidak diperbolehkan di
kawasan tempat suci meliputi:
1. fasilitas hiburan malam; dan
2. kegiatan yang tidak memenuhi
ketentuan kegiatan dan pemanfaatan
ruang yang diperbolehkan dan yang
diperbolehkan dengan syarat atau
kegiatan yang berpotensi dapat
menurunkan nilai kesucian kawasan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan
pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (3) huruf c, mencakup:
a. arahan pengaturan jarak sempadan pantai
(3) Arahan peraturan zonasi sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat dengan jarak paling sedikit 100 (seratus)
(3) huruf c, mencakup: meter dari titik pasang air laut tertinggi ke
a. pengaturan jarak sempadan pantai sesuai arah darat;
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud b. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan
dalam Pasal 50 ayat (4); meliputi: rekreasi pantai, ruang terbuka
b. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau, pertanian, fasilitas pergerakan dan
hijau; parkir, ruang terbuka publik, kegiatan
c. pengembangan struktur alami dan sosial budaya, fasilitas mitigasi dan
struktur buatan untuk mencegah abrasi; pengamanan pantai;
d. pembatasan pendirian bangunan hanya c. kegiatan yang diperbolehkan dengan
untuk menunjang kegiatan rekreasi syarat, meliputi: fasilitas penunjang
pantai, pengamanan pesisir, kegiatan rekreasi pantai, fasilitas penunjang
nelayan dan kegiatan pelabuhan; akomodasi, fasilitas penunjang wisata
e. pelarangan pendirian bangunan selain tirta, bangunan struktur perlindungan
yang dimaksud pada huruf d; pantai dan pengamanan pesisir,
f. pengamanan sempadan pantai sebagai infrastruktur jalan dan jaringan
ruang publik; pergerakan lainnya, kepelabuhanan,
181
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
g. pengamanan dan perlindungan lokasi kebandarudaraan,jaringan infrastruktur
tertentu di kawasan sempadan pantai wilayah,pemangkalan perahu nelayan dan
yang berfungsi sebagai tempat melasti; perahu wisata,bangunan dan kegiatan
h. pemanfaatan untuk penambatan perahu adat dan agama, dan bangunan lain yang
nelayan; telah ada dan/atau bangunan yang telah
i. pelarangan semua jenis kegiatan yang memiliki izin dan tidakmenggaggu
dapat menurunkan kualitas lingkungan; lingkungan sekitarnya;
j. pantai yang berbentuk jurang, d. pelarangan pendirian bangunan /kegiatan
memanfaatkan aturan zonasi sempadan yang dapat mengancam/
jurang; dan mengganggu/tidak selaras dengan esensi
k. pantai yang berbentuk hutan bakau, fungsi penetapan batas sempadan pantai;
memanfaatkan aturan zonasi kawasan e. pengembangan struktur alami dan
pantai berhutan bakau. struktur buatan untuk mencegah abrasi;
f. pengamanan sempadan pantai sebagai
ruang publik;
g. pengamanan dan perlindungan lokasi
tertentu di kawasan sempadan pantai
yang berfungsi sebagai tempat melasti;
h. pantai berbentuk jurang mengikuti
ketentuan aturan zonasi sempadan jurang
dan pantai berhutan bakau mengikuti
ketentuan aturan zonasi kawasan pantai
berhutan bakau;
i. pemerintah kabupaten/kota yang
mempunyai sempadan pantai wajib
menetapkan batas sempadan pantai dalam
Peraturan Daerah tentang RTRW
Kabupaten/kota setelah dilakukan kajian
teknis yang dibahas melalui forum
konsultasi publik dan mendapatkan
rekomendasi gubernur dan menteri; dan
j. kajian teknis batas sempadan pantai oleh
pemerintah kabupaten/kota, harus
disesuaikan dengan karakteristik
topografi, biofisik, hidro-oceanografi
pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya
setempat, potensi bencana alam,
kedudukan pantai, keberadaan bangunan
pengaman pantai dan kondisi eksisting
pemanfaatan ruang.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan
sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
182
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
106 ayat (3) huruf d, mencakup:
a. pengaturan jarak sempadan sungai
meliputi :
(4) Arahan peraturan zonasi sempadan sungai 1. pada sungai bertanggul di
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat kawasanperkotaan, lebar sempadan
(3) huruf d, mencakup: sungai minimal 3 meter;
a. pengaturan jarak sempadan sungai 2. padasungai bertanggul di kawasan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana perdesaan lebar sempadan sungai
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5); minimal 5 meter;
b. pemanfaatan untuk budidaya pertanian 3. pada sungai tidak bertanggul di
dengan jenis tanaman yang diizinkan; kawasan perkotaan, lebar sempadan
c. pemanfaatan untuk pemasangan reklame sungai:
dan papan pengumuman; a) 10 meter untuk sungai
d. pemanfaatan untuk pemasangan berkedalaman sampai 3 meter;
bentangan kabel listrik, kabel telepon, b) 15 meter untuk sungai
dan pipa air minum; berkedalaman 3 sampai 20meter;
e. pemanfaatan untuk pemancangan tiang dan
atau pondasi prasarana jalan dan c) 30 meter untuk sungai
jembatan; berkedalaman diatas 20 meter
f. pelarangan membuang sampah, limbah 4. padasungai tidak bertanggul di luar
padat dan/atau cair; kawasan perdesaan, lebar sempadan
g. menyediakan taman telajakan minimal sungai:
10% (sepuluh persen) dari lebar a) 30 meter untuk sungai kecil; dan
sempadan; dan b) 50 meter untuk sungai sedang.
h. ketentuan pelarangan pendirian b. pemanfaatan untuk budidaya pertanian
bangunan kecuali bangunan prasarana dengan jenis tanaman yang
lalu lintas air dan bangunan pengambilan diizinkan;pemasangan reklame dan papan
dan pembuangan air. pengumuman;
c. pemanfaatan untuk pemasangan
bentangan kabel listrik, kabel telepon, dan
pipa air minum; dan pemanfaatan untuk
pemancangan tiang atau pondasi
prasarana jalan dan jembatan;
d. pelarangan membuang sampah, limbah
padat dan/atau cair;
e. menyediakan taman telajakan minimal
10% (sepuluh persen) dari lebar
sempadan; dan
f. ketentuan pelarangan pendirian bangunan
kecuali bangunan prasarana lalu lintas air
dan bangunan pengambilan dan
pembuangan air.
183
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan
jurang sebagaimana dimaksud dalam Pasal106
ayat (3) huruf e, mencakup:
a. jurang ditetapkan dengan kriteria kawasan
yang memiliki lereng dengan kemiringan
minimum 45% (empat puluh lima persen)
terhadap bidang datar, dengan ketinggian
minimum 5m (lima meter) dan di bagian
atas memiliki daerah datar minimum 11m
(5) Arahan peraturan zonasi sempadan jurang (sebelas meter);
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat b. sempadan jurang berlaku di daerah datar
(3) huruf e, mencakup: bagian atas dan di daerah datar bagian
a. pelarangan pendirian bangunan pada bawah jurang;
jurang dan kawasan sempadan jurang c. sempadan jurang dapat ditetapkan lain
dalam jarak 2 (dua) kali kedalaman jurang oleh pemerintah kabupaten/kota setelah
dihitung dari bibir jurang kearah bidang dilakukan kajian teknis di wilayahnya
datar; dan secara menyeluruh, terutama hanya untuk
b. pengendalian kegiatan budidaya pada jurang yang dinyatakan stabil setelah
kawasan jurang dan sempadan jurang. mendapat rekomendasi Gubernur;
d. pelarangan pendirian bangunan pada
jurang dan kawasan sempadan jurang
minimum 2 (dua) kali tinggi jurang,
dihitung dari tepi jurang di bagian atas
maupun di bagian bawah jurang;dan
e. arahan pemanfaatan ruang di kawasan
sempadan jurang meliputi :
1) kegiatan yang diperbolehkan:ruang
terbuka hijau;kehutanan;perkebunan;
konservasi; dan pembangunan
konstruksi pencegah longsor;
2) kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat, mencakup: jaringan jalan;
bangunan tempat suci; daya tarik
wisata alam; olah raga petualangan;
dan
3) kegiatan yang tidak diperbolehkan,
mencakup: bangunan permanen;
kegiatan pengambilan bahan mineral
bukan logam dan batuan.
(6) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan
danau/waduk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal106 ayat (3) huruf f, mencakup:
184
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. sempadan danau dengan jarak paling
sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi
danau yang dibatasi tanggul pengaman;
b. sempadan danau dengan jarak paling
sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi
muka air tertinggi yang pernah terjadi
pada danau yang tidak dibatasi tanggul
pengaman;
(6) Arahan peraturan zonasi danau/waduk c. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat hijau;
(3) huruf f, mencakup: d. arahan pemanfaatan ruang di kawasan
a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka sempadan danau/waduk meliputi :
hijau; 1. kegiatan yang diperbolehkan,
b. ketentuan pelarangan pendirian mencakup : hutan lindung, taman
bangunan kecuali bangunan yang wisata alam, cagar alam, konservasi,
dimaksudkan untuk pengelolaan badan ruang terbuka hijau, rekreasi terbuka,
air dan/atau pemanfaatan air; bangunan pengelolaan badan air
c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk dan/atau pemanfaatan air, penambatan
menunjang fungsi taman rekreasi; dan perahu, dan tempat suci;
d. pengamanan daerah hulu. 2. kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat, mencakup : jaringan jalan,
perikanan, pertanian, permukiman,
wisata alam, dermaga, normalisasi
danau/waduk;
3. kegiatan dan pembangunan yang tidak
diperbolehkan : akomodasi, reklamasi
perairan danau di luar kepentingan
sosial dan pengamanan lingkungan;
dan pembuangan limbah langsung ke
danau; dan
e. ketentuan lain yang dibutuhkan, mecakup
:penanganan erosi dan sedimentasi,
pengembangan pertanian organik,
pengamanan kawasan hulu, pengendalian
budidaya perikanan dengan keramba
jaring apung danpemulihan kualitas
perairan danau.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi ruang
terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal106 ayat (3) huruf g, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
rekreasi terbuka, olahraga, pertanian,
185
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
aktivitas sosial dan budaya; dan
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
bangunan penunjang kegiatan
sebagaimana dimaksud huruf a.

(7) Arahan peraturan zonasi ruang terbuka hijau


kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (3) huruf g, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
rekreasi terbuka, olahraga, pertanian,
aktivitas sosial dan budaya; dan
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
bangunan penunjang kegiatan
sebagaimana dimaksud huruf a.
59. Ketentuan Pasal 109 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109 Pasal 109
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
(4) huruf a, mencakup: Pasal 106 ayat (4) huruf a, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata a. penataan kawasan cagar alam, melalui - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
alam; penetapan blok pengelolaan meliputi: arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
b. pembatasan kegiatan pemanfaatan blok perlindungan, blok pemanfaatan dan suci.
sumber daya alam; blok lain oleh unit pengelola dengan
c. pelarangan pemanfaatan biota yang memperhatikan hasil konsultasi publik
dilindungi peraturan perundang- dengan masyarakat di sekitar kawasan
undangan; cagar alam serta pemerintah Provinsi
d. pelarangan kegiatan yang dapat dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
mengurangi daya dukung dan daya b. jenis kegiatan yang diperbolehkan pada
tampung lingkungan; dan semua blok pengelolaan meliputi:
e. pelarangan kegiatan yang dapat penelitian dan pengembanganterkait
mengubah bentang alam dan ekosistem. konservasi alam, pemanfaatan sumber
plasma nutfah untuk penunjang
budidaya serta kegiatan spiritual dan
keagamaan;
c. jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat pada blok pemanfaatan meliputi:
perlindungan nilai-nilai
budaya/sejarah/arkeologi, sarana
telekomunikasi, listrik, fasilitas
transportasi, panas bumi dan lain-lain
186
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
yang bersifat strategis; dan
d. jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan
pada semua blok meliputi: kegiatan yang
dapat mengubah bentang alam dan
ekosistem, kegiatan perburuan satwa,
serta kegiatan pendirian bangunan selain
bangunan penunjang kegiatan penelitian,
pendidikan, keagamaan, dan kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf
b dan huruf c yang mengganggu fungsi
cagar alam.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan pantai pantai berhutan bakau sebagaimana
berhutan bakau sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b,
dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b, mencakup: mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan
pendidikan, penelitian, dan wisata alam; pendidikan, penelitian, dan wisata alam;
b. pelarangan penebangan dan pengambilan b. pelarangan penebangan dan pengambilan
pohon bakau; pohon bakau;
c. pelarangan kegiatan yang dapat c. pelarangan kegiatan yang dapat
mengurangi luas dan/atau mencemari mengurangi luas dan/atau mencemari
ekosistem bakau; dan ekosistem bakau; dan
d. pelarangan kegiatan mendirikan d. pelarangan kegiatan mendirikan
bangunan. bangunan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi taman
(3) Arahan peraturan zonasi taman nasional nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat 106 ayat (4) huruf c, mencakup:
(4) huruf c, mencakup: a. penataan kawasan taman nasional
a. pemanfaatan ruang untuk wisata alam melalui penetapan zonasi pengelolaan
tanpa mengubah bentang alam; sesuai dengan ketentuan peraturan
b. pemanfaatan ruang kawasan untuk perundang-undangan meliputi: zona inti,
kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi zona rimba, zona pemanfaatan dan/atau
penduduk asli di zona pemanfaatan zona lain oleh unit pengelola dengan
dengan luasan tidak bertambah, tidak memperhatikan hasil konsultasi publik
mengurangi fungsi lindung kawasan; dengan masyarakat di sekitar kawasan
c. pelarangan kegiatan budidaya di zona taman nasional serta pemerintah Provinsi
inti; dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d. pelarangan kegiatan budidaya di zona b. jenis kegiatan yang diperbolehkan:
penyangga yang berpotensi mengurangi
1. di zona inti meliputi: kegiatan
tutupan vegetasi; dan
perlindungan ekosistem, pengawetan
e. pemanfaatan dan penggunaan zonasi
flora dan fauna khas, beserta sarana
taman nasional dapat dilakukan
187
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sepanjang diatur dalam peraturan dan prasarana tidak permamen dan
perundang-undangan. terbatas untuk kegiatan penelitian
dan pengelolaan;
2. di zona rimba meliputi: pengawetan
dan pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan alam bagi
kepentingan penelitian, pendidikan
konservasi, wisata terbatas
(mengunjungi, melihat, menikmati
keindahan alam, keanekaragaman
tumbuhan dan satwa), pembangunan
sarana dan prasarana sepanjang
untuk kepentingan penelitian,
pendidikan dan wisata alam terbatas;
3. di zona pemanfaatan meliputi:
pariwisata alam dan rekreasi, jasa
lingkungan, pendidikan, penelitian,
pembangunan sarana dan prasarana
untuk kepentingan penelitian,
pendidikan dan wisata alam terbatas;
4. di zona tradisional meliputi:
pemanfaatan potensi tertentu oleh
masyarakat setempat secara lestari;
5. di zona rehabilitasi meliputikegiatan
pengembalian ekosistem kawasan
yang rusak menjadi ekosistem
alamiahnya; dan
6. di zona religi, budaya dan sejarah
meliputi: kegiatan untuk melindungi
nilai-nilai budaya, sejarah, arkeologi
maupun keagamaan, pendidikan,
penelitian, wisata alam sejarah,
arkeologi dan religious;dan
7. di zona khusus meliputi: kegiatan
kelompok masyarakat yang telah ada
sebelum penetapan taman nasional
dan sarana penunjang
kehidupannya, serta kepentingan
yang tidak dapat dihindari berupa
sarana telekomunikasi, fasilitas
transportasi dan listrik.
c. jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan
188
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
syarat meliputi kegiatan pengusahaan
pariwisata alam pada zona pemanfaatan,
meliputi:
1. usaha pengusahaan jasa wisata alam
meliputi: informasi pariwisata,
pramuwisata, transportasi,
perjalanan wisata, cinderamata dan
makanan dan minuman;dan
2. usaha sarana wisata alam meliputi:
wisata tirta, usaha penyediaan
akomodasi, transportasi, dan wisata
petualangan.
d. jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan
meliputi: kegiatan pendirian bangunan
selain bangunan penunjang kegiatan
penelitian, pendidikan, keagamaan, dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf b dan c yang mengganggu
fungsi taman nasional sebagai kawasan
pelestarian alam.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi taman
hutan raya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (4) huruf d, mencakup:
a. penataan taman hutan raya melalui
penetapan zonasi pengelolaan sesuai
(4) Arahan peraturan zonasi taman hutan raya dengan ketentuan peraturan perundang-
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat undangan meliputi : zona inti, zona
(4) huruf d, mencakup: rimba, zona pemanfaatan dan/atau zona
a. pengembangan zonasi kawasan menjadi lain oleh unit pengelola dengan
zona inti dan zona pemanfaatan; memperhatikan hasil konsultasi publik
b. pemanfaatan ruang untuk penelitian, dengan masyarakat di sekitar kawasan
pendidikan, dan wisata alam; taman hutan raya serta pemerintah
c. pelarangan kegiatan selain yang kabupaten/kota
dimaksud dalam huruf b; b. jenis kegiatan yang diperbolehkan pada
d. pembatasan pendirian bangunan hanya semua blok meliputi: penyimpanan
untuk menunjang kegiatan sebagaimana dan/atau penyerapan karbon, penelitian
dimaksud dalam huruf b; dan pengembangan ilmu pengetahuan,
e. pembatasan pendirian bangunan selain pendidikan dan peningkatan
yang dimaksud dalam huruf d; dan kesadartahuan konservasi alam,
f. pemanfaatan dan penggunaan zonasi pemanfaatan sumber plasma nutfah
taman hutan raya dapat dilakukan untuk penunjang budidaya, kegiatan
sepanjang diatur dalam peraturan spriritual dan keagamaan, pembinaan
189
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perundang-undangan. populasi dalam rangka penetasan telur
dan/atau pembesaran anakan dari alam;
dan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat setempat;
c. jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat meliputi: kegiatan pengusahaan
pariwisata alam hanya pada blok
pemanfaatan dengan kegiatan
mengunjungi, melihat, menikmati
keindahan alam, keanekaragaman
tumbuhan dan satwa, serta dapat
dilakukan kegiatan membangun sarana
kepariwisataan, meliputiusaha
pengusahaan jasa wisata alam dan usaha
penyediaan sarana wisata alam; dan
d. jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan
meliputi kegiatan pendirian bangunan
selain bangunan penunjang kegiatan
penelitian, pendidikan, keagamaan, dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf b dan huruf c yang
mengganggu fungsi taman hutan raya
sebagai kawasan pelestarian alam.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi taman
wisata alam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (4) huruf e, mencakup:
a. penataan taman wisata alam melalui
penetapan blok pengelolaan dalam
kawasan meliputi: blok perlindungan,
(5) Arahan peraturan zonasi taman wisata alam blok pemanfaatan dan blok lain oleh unit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat pengelola dengan memperhatikan hasil
(4) huruf e, mencakup: konsultasi publik dengan masyarakat di
a. pengembangan zonasi kawasan menjadi sekitar kawasan taman hutan raya serta
zona inti dan zona pemanfaatan; pemerintah kabupaten/kota;
b. pemanfaatan ruang untuk wisata alam b. jenis kegiatan yang diperbolehkan pada
tanpa mengubah bentang alam; semua blok pengelolaan meliputi
c. pelarangan kegiatan selain yang penyimpanan dan/atau penyerapan
dimaksud dalam huruf b; dan karbon, pemanfaatan air serta energi air,
d. pelarangan pendirian bangunan pada panas, dan angin, penelitian dan
zona pemanfaatan. pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam,
190
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pemanfaatan sumber plasma nutfah
untuk penunjang budidaya, kegiatan
spriritual dan keagamaan, penetasan
telur dan/atau pembesaran anakan dari
alam; dan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat setempat yang tidaj
mengganggu fungsi TWA;
c. jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan
syarat meliputi: kegiatan pengusahaan
pariwisata alam hanya pada blok
pemanfaatan meliputi: usaha
pengusahaan jasa wisata alam danusaha
sarana wisata alam sesuai ketentuan;
d. pemanfaatan bangunan fasilitas wisata
alam tanpa mengubah bentang alam;
e. blok lain digunakan sesuai kepentingan
tertentu; dan
f. jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan
meliputi: kegiatan pendirian bangunan
selain bangunan penunjang kegiatan
penelitian, pendidikan, keagamaan, dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf b dan c yang mengganggu
fungsi taman wisata alam.
(6) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk
kawasan konservasi perairan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf f,
mencakup:
a. penataan kawasan konservasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecildilakukan
dengan menetapkan zonasi pengelolaan
dalam kawasan meliputi: zona inti, zona
(6) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan pemanfaatan terbatas dan/atau zona lain
konservasi pesisir dan pulau-plau kecil sesuai dengan peruntukan kawasan;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat b. kegiatan yang diperbolehkan
(4) huruf f, mencakup: meliputi:perlindungan mutlak habitat dan
a. pengembangan zonasi kawasan menjadi populasi ikan; alur migrasi biota laut;
zona inti, zona pemanfaatan terbatas perlindungan tempat hidup dan
dan/atau zona lainnya sesuai dengan berkembangbiaknya suatu jenis atau
peruntukan kawasan; sumberdaya alam hayati yang
b. peruntukkan zona inti, sebagaimana khas/endemik, unik, langka dan/atau
dimaksud dalam huruf a, antara lain: kharismatik, dan dikhawatirkan akan
191
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
perlindungan mutlak habitat dan populasi punah; perlindungan kondisi fisik yang
ikan, serta alur migrasi biota laut; rentan terhadap perubahan dan/atau
perlindungan ekosistem pesisir yang unik mampu mengurangi dampak bencana;
dan/atau rentan terhadap perubahan; perlindungan tempat tenggelamnya kapal
perlindungan situs budaya/adat yang mempunyai nilai arkeologi-historis
tradisional; penelitian; dan/atau khusus; perlindungan situs sejarah
pendidikan; kemaritiman yang mempunyai nilai
c. peruntukan zona pemanfaatan terbatas penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan budaya;dan tempat ritual keagamaan
antara lain: perlindungan habitat dan atau adat;
populasi ikan; pariwisata dan rekreasi; c. kegiatan yang diperbolehkan dengan
penelitian dan pengembangan dan/atau syarat meliputi: penelitian, pendidikan,
pendidikan; pengembangan untuk tujuan rehabilitasi,
d. zona lainnya merupakan zona diluar zona wisata dan rekreasi, perikanan tradisional
inti dan zona pemanfaatan terbatas yang ramah lingkungan, bangunan
karena fungsi dan kondisinya ditetapkan maritim, alur pelayaran, pemasangan
sebagai zona tertentu antara lain zona kabel dan pipa bawah laut; serta kegiatan
rehabilitasi; reklamasi untuk pengamanan pesisir,
e. pelarangan kegiatan penangkapan ikan dan/atau untuk kepentingan
dan pengambilan terumbu karang; dan pembangunan yang berskala prioritas
f. pelarangan kegiatan lainnya yang dapat tinggi dan menyangkut kepentingan
menimbulkan pencemaran air laut. regional, tanpa menurunkan kualitas
lingkungan baik fisik maupun sosial
budaya; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan
meliputi: kegiatan reklamasi pada
kawasan konservasi, penangkapan ikan
secara destruktif, pengambilan material
pantai dan dasar laut, pembuangan
dan/atau pengaliran limbah, mendirikan
bangunan selain bangunan maritim; dan
e. pengaturan lebih lanjut ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tentang
RZWP3K Provinsi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
(4) huruf g, mencakup:
a. pemanfaatan ruang untuk pelestarian
warisan budaya atau cagar budaya;
192
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. pemanfaatan ruang pada bangunan cagar
budaya atau struktur cagar budaya dapat
dilakukan adaptasi untuk memenuhi
kebutuhan masa kini;
(7) Arahan peraturan zonasi kawasan cagar c. dapat dimanfaatkan terutama untuk
budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana kepentingan agama, sosial, pariwisata,
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
mencakup: kebudayaan yang harus diawasi secara
a. pemanfaatan untuk penelitian, ketat dan dilestarikan;
pendidikan, dan pariwisata; dan d. kegiatan pelestarian mencakup kegiatan
b. pelarangan kegiatan dan pendirian penataan terhadap kawasan dan atau
bangunan yang tidak sesuai dengan bangunan cagar budaya dengan
fungsi kawasan. memperhatikan prinsip-prinsip
pemugaran yang meliputi keaslian
bentuk, bahan, penyajian dan tata letak
sesuai dengan nilai sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan; dan
e. pelarangan kegiatan dan pendirian
bangunan yang tidak sesuai dengan
fungsi kawasan.

Pasal 110 60. Ketentuan Pasal 110 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
(1) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk
rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud kawasan rawan tanah longsor sebagaimana
dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a, mencakup: dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a,
a. pelarangan melakukan kegiatan budidaya mencakup:
terbangun pada kawasan rawan tanah a. pelarangan melakukan kegiatan budidaya
longsor; dan terbangun pada kawasan rawan tanah
b. prioritas kegiatan penanaman vegetasi longsor; dan
yang berfungsi untuk perlindungan b. prioritas kegiatan penanaman vegetasi
kawasan. yang berfungsi untuk perlindungan
kawasan.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
gelombang pasang sebagaimana dimaksud rawan gelombang pasang sebagaimana
dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b, mencakup: dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b,
a. pemanfaatan kawasan dengan mencakup:
mempertimbangkan karakteristik, jenis, a. pemanfaatan kawasan dengan
dan ancaman bencana; mempertimbangkan karakteristik, jenis,
b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dan ancaman bencana;
penduduk yang terkena dampak bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi
dan penduduk yang terkena dampak
193
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali bencana; dan
untuk bangunan umum dan kepentingan c. pembatasan pendirian bangunan kecuali
pemantauan ancaman bencana. untuk bangunan umum dan kepentingan
pemantauan ancaman bencana.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan rawan banjir sebagaimana dimaksud dalam
banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 106 ayat (5) huruf c, mencakup:
106 ayat (5) huruf c, mencakup: a. penetapan batas kawasan rawan banjir;
a. penetapan batas kawasan rawan banjir; b. pemanfaatan kawasan rawan banjir
b. pemanfaatan kawasan rawan banjir untuk ruang terbuka hijau dan
untuk ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
kepadatan rendah; dan c. pelarangan pemanfaatan kawasan rawan
c. pelarangan pemanfaatan kawasan rawan banjir untuk permukiman.
banjir untuk permukiman.
61. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 111 Pasal 111
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal cagar alam geologi sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
106 ayat (6) huruf a, mencakup: dalam Pasal 106 ayat (6) huruf a, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. penetapan kawasan cagar alam geologi; a. penetapan kawasan cagar alam geologi; - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
b. mengendalikan kegiatan penambangan b. mengendalikan kegiatan penambangan arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
kawasan batu gamping dan bentang alam kawasan batu gamping dan bentang alam suci.
karst; karst;
c. pelarangan kegiatan penambangan pada c. pelarangan kegiatan penambangan pada
kawasan yang memiliki potensi bentang kawasan yang memiliki potensi bentang
alam goa bawah tanah untuk dapat alam goa bawah tanah untuk dapat
melestarikan jejak atau sisa kehidupan melestarikan jejak atau sisa kehidupan
dimasa lalu atau fosil, pelarangan dimasa lalu atau fosil, pelarangan
kegiatan penambangan pada kawasan kegiatan penambangan pada kawasan
yang memiliki formasi geologi sungai yang memiliki formasi geologi sungai
bawah tanah; dan bawah tanah; dan
d. pembatasan penggalian hanya untuk d. pembatasan penggalian hanya untuk
penelitian geologi maupun arkeologi. penelitian geologi maupun arkeologi.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
letusan gunung api sebagaimana dimaksud rawan letusan gunung api sebagaimana
dalam Pasal 106 ayat (6) huruf b, mencakup: dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) huruf b,
a. penetapan kawasan rawan bencana mencakup:
gunung api pada kawasan III (terlarang) a. penetapan kawasan rawan bencana
dan kawasan rawan II (bahaya) sebagai gunung api pada kawasan III (terlarang)
kawasan lindung; dan kawasan rawan II (bahaya) sebagai
194
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. pemanfaatan ruang pada jalur lintasan kawasan lindung;
lava dengan mempertimbangkan b. pemanfaatan ruang pada jalur lintasan
karakteristik, jenis, dan ancaman lava dengan mempertimbangkan
bencana; karakteristik, jenis, dan ancaman
c. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari bencana;
permukiman penduduk, selanjutnya c. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari
diatur dalam RTRW kabupaten/kota dan permukiman penduduk, selanjutnya
ditetapkan dengan Peraturan Daerah; dan diatur dalam RTRW kabupaten/kota dan
d. pembatasan pendirian bangunan kecuali ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
untuk kepentingan pemantauan ancaman dan
bencana dan kepentingan umum. d. pembatasan pendirian bangunan kecuali
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan untuk kepentingan pemantauan
gempa bumi sebagaimana dimaksud dalam ancaman bencana dan kepentingan
Pasal 106 ayat (6) huruf c, mencakup: umum.
a. penerapan sistem peringatan dini (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
bencana gempa bumi; rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud
b. penerapan standar konstruksi bangunan dalam Pasal 106 ayat (6) huruf c, mencakup:
tahan gempa; dan d. penerapan sistem peringatan dini
c. rehabilitasi dan konservasi lahan dengan bencana gempa bumi;
melakukan mitigasi atas bencana gempa e. penerapan standar konstruksi bangunan
bumi. tahan gempa; dan
(4) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan f. rehabilitasi dan konservasi lahan dengan
gerakan tanah sebagaimana dimaksud dalam melakukan mitigasi atas bencana gempa
Pasal 106 ayat (6) huruf d, mencakup: bumi.
a. melakukan rehabilitasi dan konservasi (4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
lahan melalui perbaikan pola tanam, rawan gerakan tanah sebagaimana dimaksud
pengembangan vegetasi dan upaya dalam Pasal 106 ayat (6) huruf d, mencakup:
konservasi lahan; e. melakukan rehabilitasi dan konservasi
b. pengembangan bangunan penahan lahan melalui perbaikan pola tanam,
gerakan tanah; pengembangan vegetasi dan upaya
c. pengaturan kegiatan budidaya yang konservasi lahan;
sesuai dengan kondisi fisik kawasan dan f. pengembangan bangunan penahan
membatasi kegiatan budidaya intensif; gerakan tanah;
dan g. pengaturan kegiatan budidaya yang
d. sosialisasi kepada masyarakat dan sesuai dengan kondisi fisik kawasan dan
seluruh pelaku pembangunan terkait membatasi kegiatan budidaya intensif;
lokasi kawasan rawan bencana gerakan dan
tanah. h. sosialisasi kepada masyarakat dan
(5) Arahan peraturan zonasi kawasan di zona seluruh pelaku pembangunan terkait
patahan aktif sebagaimana dimaksud dalam lokasi kawasan rawan bencana gerakan
Pasal 106 ayat (6) huruf e, mencakup: tanah.
a. melakukan rehabilitasi dan konservasi (5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan di
195
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
lahan melalui perbaikan pola tanam, zona patahan aktif sebagaimana dimaksud
pengembangan vegetasi dan upaya dalam Pasal 106 ayat (6) huruf e, mencakup:
konservasi lahan; a. melakukan rehabilitasi dan konservasi
b. pengembangan bangunan penahan lahan melalui perbaikan pola tanam,
gerakan tanah; pengembangan vegetasi dan upaya
c. pengaturan kegiatan budidaya yang konservasi lahan;
sesuai dengan kondisi fisik kawasan dan f. pengembangan bangunan penahan
membatasi kegiatan budidaya intensif; gerakan tanah;
d. sosialisasi kepada masyarakat dan g. pengaturan kegiatan budidaya yang
seluruh pelaku pembangunan terkait sesuai dengan kondisi fisik kawasan dan
mengenai lokasi kawasan rawan bencana membatasi kegiatan budidaya intensif;
gerakan tanah; dan h. sosialisasi kepada masyarakat dan
e. memasang sistem peringatan dini pada seluruh pelaku pembangunan terkait
setiap zona rawan bencana/daerah mengenai lokasi kawasan rawan bencana
patahan aktif. gerakan tanah; dan
(6) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan i. memasang sistem peringatan dini pada
tsunami sebagaimana dimaksud dalam Pasal setiap zona rawan bencana/daerah
106 ayat (6) huruf f, mencakup: patahan aktif.
a. pengembangan sistem peringatan dini; (6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
b. pengembangan pada zona penyangga rawan tsunami sebagaimana dimaksud dalam
berupa ruang terbuka disepanjang garis Pasal 106 ayat (6) huruf f, mencakup:
pantai; a. pengembangan sistem peringatan dini;
c. pengembangan jaringan prasarana yang b. pengembangan pada zona penyangga
mendukung upaya evakuasi masyarakat; berupa ruang terbuka disepanjang garis
d. perlindungan terumbu karang; pantai;
e. pengembangan pelindung buatan seperti c. pengembangan jaringan prasarana yang
terumbu koral, gumuk pasir, pepohonan mendukung upaya evakuasi masyarakat;
(jalur hijau), dinding pemecah gelombang, d. perlindungan terumbu karang;
hutan bakau/mangrove; e. pengembangan pelindung buatan seperti
f. pengembangan jalur/rute evakuasi terumbu koral, gumuk pasir, pepohonan
menuju ketempat yang lebih tinggi (jalur hijau), dinding pemecah gelombang,
minimal 10 meter diatas permukaan laut; hutan bakau/mangrove;
dan f. pengembangan jalur/rute evakuasi
g. pengembangan bangunan sebagai tempat menuju ketempat yang lebih tinggi
evakuasi pada ketinggian minimal 10 minimal 10 meter diatas permukaan laut;
(sepuluh) meter dengan kontruksi yang dan
kuat, kokoh, bagian bawah kosong dan g. pengembangan bangunan sebagai tempat
dapat menampung banyak orang. evakuasi pada ketinggian minimal 10
(7) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan (sepuluh) meter dengan kontruksi yang
abrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal kuat, kokoh, bagian bawah kosong dan
106 ayat (6) huruf g, mencakup: dapat menampung banyak orang.
a. pelarangan membangun pada kawasan (7) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
196
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
abrasi pantai, kecuali bangunan rawan abrasi sebagaimana dimaksud dalam
pengaman pantai; Pasal 106 ayat (6) huruf g, mencakup:
b. pelarangan melakukan aktivitas a. pelarangan membangun pada kawasan
pariwisata dan nelayan; dan abrasi pantai, kecuali bangunan
c. pelarangan melakukan pengambilan pasir pengaman pantai;
dankarang laut. b. pelarangan melakukan aktivitas
(8) Arahan peraturan zonasi kawasan bahaya gas pariwisata dan nelayan; dan
beracun sebagaimana dimaksud dalam Pasal c. pelarangan melakukan pengambilan pasir
106 ayat (6) huruf h, mencakup : dankarang laut.
a. pengembangan sistem peringatan dini; (8) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
dan bahaya gas beracun sebagaimana dimaksud
b. pembatasan dan pengaturan pusat dalam Pasal 106 ayat (6) huruf h, mencakup :
permukiman dan kegiatan manusia di a. pengembangan sistem peringatan dini;
kawasan yang pernah dan/atau dan
berpotensi mengalami bahaya gas b. pembatasan dan pengaturan pusat
beracun. permukiman dan kegiatan manusia di
(9) Arahan peraturan zonasi kawasan rawan kawasan yang pernah dan/atau
intrusi air laut sebagaimana dimaksud dalam berpotensi mengalami bahaya gas
Pasal 106 ayat (6) huruf i, mencakup: beracun.
a. pembatasan pengambilan air bawah (9) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
tanah sampai ambang batas yang rawan intrusi air laut sebagaimana dimaksud
ditetapkan pada kawasan terintrusi air dalam Pasal 106 ayat (6) huruf i, mencakup:
laut; a. pembatasan pengambilan air bawah
b. prioritas perlindungan kawasan terintrusi tanah sampai ambang batas yang
air laut dengan meningkatkan intensitas ditetapkan pada kawasan terintrusi air
tutupan vegetasi; laut;
c. perluasan ketersediaan ruang terbuka b. prioritas perlindungan kawasan terintrusi
hijau; dan air laut dengan meningkatkan intensitas
d. pemulihan kondisi air tanah akibat tutupan vegetasi;
intrusi air asin dengan menciptakan c. perluasan ketersediaan ruang terbuka
resapan buatan atau membuat sumur hijau; dan
injeksi di daerah yang air tanahnya telah d. pemulihan kondisi air tanah akibat
tercemar air asin. intrusi air asin dengan menciptakan
(10) Arahan peraturan zonasi kawasan imbuhan resapan buatan atau membuat sumur
air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal injeksi di daerah yang air tanahnya telah
106 ayat (6) huruf j, mencakup: tercemar air asin.
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk (10) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
kegiatan budidaya tidak terbangun yang imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud
memiliki kemampuan tinggi dalam dalam Pasal 106 ayat (6) huruf j, mencakup:
menahan limpasan air hujan; a. pemanfaatan ruang secara terbatas
b. penerapan prinsip tanpa limpahan untuk kegiatan budidaya tidak terbangun
buangan air hujan dari setiap bangunan yang memiliki kemampuan tinggi dalam
197
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
ke saluran drainase dan sungai dalam menahan limpasan air hujan;
setiap kegiatan budidaya terbangun yang b. penerapan prinsip tanpa limpahan
diajukan izinnya; buangan air hujan dari setiap bangunan
c. pengharusan penyediaan sumur resapan ke saluran drainase dan sungai dalam
dan/atau waduk pada lahan terbangun; setiap kegiatan budidaya terbangun yang
d. menerapkan perizinan dalam penggunaan diajukan izinnya;
air tanah; c. pengharusan penyediaan sumur resapan
e. melarang pengambilan air tanah baru dan dan/atau waduk pada lahan terbangun;
mengurangi secara bertahap pengambilan d. menerapkan perizinan dalam penggunaan
air tanah baru pada zona kritis air tanah; air tanah;
f. izin pemakaian air tanah atau izin e. melarang pengambilan air tanah baru
pengusahaan air tanah diterbitkan oleh dan mengurangi secara bertahap
Bupati/Walikota pada setiap cekungan air pengambilan air tanah baru pada zona
tanah lintas kabupaten/kota setelah kritis air tanah;
memperoleh rekomendasi teknis yang f. izin pemakaian air tanah atau izin
berisi persetujuan dari Gubernur; pengusahaan air tanah diterbitkan oleh
g. perpanjangan izin pemakaian air tanah Bupati/Walikota pada setiap cekungan
atau perpanjangan izin pengusahaan air air tanah lintas kabupaten/kota setelah
tanah diterbitkan oleh Bupati/Walikota memperoleh rekomendasi teknis yang
pada setiap cekungan air tanah lintas berisi persetujuan dari Gubernur;
kabupaten/kota setelah memperoleh g. perpanjangan izin pemakaian air tanah
rekomendasi teknis yang berisi atau perpanjangan izin pengusahaan air
persetujuan dari Gubernur;dan tanah diterbitkan oleh Bupati/Walikota
h. menerapkan tarif progresif dalam pada setiap cekungan air tanah lintas
penggunaan air tanah sesuai dengan kabupaten/kota setelah memperoleh
tingkat konsumsi. rekomendasi teknis yang berisi
(11) Arahan peraturan zonasi sempadan mata air persetujuan dari Gubernur;dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat h. menerapkan tarif progresif dalam
(6) huruf k, mencakup: penggunaan air tanah sesuai dengan
a. pelarangan kegiatan budidaya terbangun tingkat konsumsi.
di dalam kawasan sekitar mata air dalam (11) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan
radius 200 (dua ratus) meter; mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
b. pelarangan melakukan pengeboran air 106 ayat (6) huruf k, mencakup:
bawah tanah pada radius 200 (dua ratus) a. pelarangan kegiatan budidaya terbangun
meter di sekitar mata air; dan di dalam kawasan sekitar mata air dalam
c. pemanfaatan diprioritaskan untuk radius 200 (dua ratus) meter;
kegiatan penanaman pohon. b. pelarangan melakukan pengeboran air
bawah tanah pada radius 200 (dua ratus)
meter di sekitar mata air; dan
c. pemanfaatan diprioritaskan untuk
kegiatan penanaman pohon.

198
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
62. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 112 Pasal 112
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
perlindungan plasma nutfah sebagaimana perlindungan plasma nutfah sebagaimana Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) huruf a, dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) huruf a, Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: mencakup: - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
a. perlindungan kawasan pelestarian jenis a. perlindungan kawasan pelestarian jenis arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
plasma nutfah tertentu agar terjamin plasma nutfah tertentu agar terjamin suci.
kelangsungan proses pertumbuhannya kelangsungan proses pertumbuhannya
dan perkembangbiakannya; dan dan perkembangbiakannya; dan
b. integrasi kawasan pelestarian jenis c. integrasi kawasan pelestarian jenis
plasma nutfah secara sinergi dengan plasma nutfah secara sinergi dengan
kawasan lindung atau budidaya. kawasan lindung atau budidaya.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan terumbu (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal terumbu karang sebagaimana dimaksud
106 ayat (7) huruf b, mencakup: dalam Pasal 106 ayat (7) huruf b, mencakup:
a. pengamanan dan perlindungan ekosistem a. pengamanan dan perlindungan
terumbu karang dari ancaman destructive ekosistem terumbu karang dari
fishing; ancaman destructive fishing;
b. rehabilitasi dan restorasi ekosistem b. rehabilitasi dan restorasi ekosistem
terumbu karang yang telah mengalami terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan; kerusakan;
c. pengembangan wisata bahari; dan c. pengembangan wisata bahari; dan
d. penanaman dan pengembangan terumbu d. penanaman dan pengembangan terumbu
karang. karang.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan koridor (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
bagi jenis satwa atau biota laut yang koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang
dilindungi sebagaimana dimaksud dalam dilindungi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (7) huruf c, mencakup: Pasal 106 ayat (7) huruf c, mencakup:
a. pelarangan penangkapan satwa yang a. pelarangan penangkapan satwa yang
dilindungi; dilindungi;
b. perlindungan pada koridor jalur b. perlindungan pada koridor jalur
pergerakan satwa; dan pergerakan satwa; dan
c. pengembangan wisata bahari. c. pengembangan wisata bahari.

Paragraf 9
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
63. Ketentuan Pasal 113 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
199
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Pasal 113 Pasal 113
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) peruntukan budidaya sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
huruf k, mencakup: dalam Pasal 96 ayat (2) huruf k, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan a. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
hutan produksi; hutan produksi; arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
b. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan b. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suci.
hutan rakyat; hutan rakyat;
c. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan c. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pertanian; pertanian;
d. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan d. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
perikanan perikanan
e. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan e. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pariwisata; pariwisata;
f. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan f. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
industri; peruntukan industri;
g. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan g. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
permukiman; permukiman;
h. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan h. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pertambangan; dan/atau pertambangan; dan/atau
i. arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan i. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
lainnya. peruntukan lainnya.

Pasal 114 64. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Pasal 113 huruf a, mencakup: huruf a, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
menjaga kestabilan neraca sumber daya hutan; menjaga kestabilan neraca sumber daya hutan; arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
b. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk b. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk suci.
menunjang kegiatan pengamanan kawasan dan menunjang kegiatan pengamanan kawasan
pemanfaatan hasil hutan; dan dan pemanfaatan hasil hutan; dan
c. pengembangan fungsi hutan produksi menjadi c. pengembangan fungsi hutan produksi menjadi
hutan berfungsi lindung. hutan berfungsi lindung.

65. Ketentuan Pasal 115 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 115 Pasal 115
Arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
200
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
113 huruf b, mencakup: huruf b, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. penegasan deliniasi zonasi pada RTRW a. penegasan deliniasi zonasi pada RTRW - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
kabupaten/kota atau RDTR Kawasan berupa kabupaten/kota atau RDTR Kawasan berupa arahan zonasi kawasan suci dan kawasan tempat
kawasan hutan yang dibebani hak milik kawasan hutan yang dibebani hak milik suci.
maupun hak lainnya dengan luas minimum maupun hak lainnya dengan luas minimum
0,25 Ha; 0,25 Ha;
b. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk b. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk
menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
dan dan
c. penanaman kembali tanaman kehutanan pada c. penanaman kembali tanaman kehutanan pada
kawasan peruntukkan hutan rakyat dengan kawasan peruntukkan hutan rakyat dengan
kemiringan di atas 40% (empat puluh persen), kemiringan di atas 40% (empat puluh persen),
yang telah terlanjur beralih fungsi menjadi yang telah terlanjur beralih fungsi menjadi
kegiatan budidaya lainnya. kegiatan budidaya lainnya.

66. Ketentuan Pasal 116 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 116 Pasal 116
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
peruntukan pertanian sebagaimana pertanian sebagaimana dimaksud dalam Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 113 huruf c, Pasal 113 huruf c, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: a. pemanfaatan ruang untuk perluasan - perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
a. pemanfaatan ruang untuk perluasan permukiman tradisional masyarakat arahan zonasi kawasan peruntukan pertanian dan
permukiman tradisional masyarakat setempat seca ra terbatas dan dengan pengembangan rencana induk pengembangan
setempat secara terbatas dan dengan kepadatan rendah; pertanian organik provinsi untuk mewujudkan Bali
kepadatan rendah; dan b. pencegahan dan pelarangan alih fungsi sebagai Pulau Organik
b. pencegahan dan pelarangan alih fungsi lahan budidaya pertanian menjadi lahan
lahan budidaya pertanian menjadi lahan non pertanian, kecuali untuk
non pertanian, kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana
pembangunan sistem jaringan prasarana penunjang kawasan pertanian, jaringan
penunjang kawasan pertanian, jaringan jalan, jaringan energi listrik, jaringan
jalan, jaringan energi listrik, jaringan telekomunikasi dan jaringan air minum;
telekomunikasi dan jaringan air minum. c. pengembangan rencana induk
pengembangan pertanian organik
provinsi untuk mewujudkan Bali sebagai
Pulau Organik; dan
d. penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan (LP2B).
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan (1), mencakup:
peruntukan pertanian sebagaimana a. Indikasi arahan peraturan zonasi
201
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dimaksud pada ayat (1), mencakup: kawasan tanaman pangan;
a. arahan peraturan zonasi kawasan b. Indikasi arahan peraturan zonasi
budidaya tanaman pangan; kawasan hortikultura;
b. arahan peraturan zonasi kawasan c. Indikasi arahan peraturan zonasi
budidaya hortikultura; kawasan perkebunan;
c. arahan peraturan zonasi kawasan d. Indikasi arahan peraturan zonasi
budidaya perkebunan; kawasan peternakan; dan
d. arahan peraturan zonasi kawasan e. Indikasi arahan peraturan zonasi
budidaya peternakan; dan kawasan perikanan.
e. arahan peraturan zonasi kawasan
perikanan.

67. Ketentuan Pasal 117 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117 Pasal 117
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
Pasal 116 ayat (2) huruf a, mencakup: dalam Pasal 116 ayat (2) huruf a, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. pengamanan kawasan pertanian lahan basah a. pengamanan kawasan pertanian lahan basah - perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
produktif berbasis subak, sebagai kawasan produktif berbasis subak, sebagai kawasan arahan zonasi kawasan peruntukan pertanian dan
pertanian lahan basah berkelanjutan; pertanian lahan basah berkelanjutan; pengembangan rencana induk pengembangan
b. penetapan luas dan sebaran kawasan lahan b. penetapan luas dan sebaran kawasan lahan pertanian organik provinsi untuk mewujudkan Bali
sawah berkelanjutan minimal 90% (sembilan sawah berkelanjutan minimal 90% (sembilan sebagai Pulau Organik
puluh persen) dari luas sawah yang ada saat puluh persen) dari luas sawah yang ada saat
Peraturan Daerah ini ditetapkan, di luar alih Peraturan Daerah ini ditetapkan, di luar alih
fungsi lahan sawah untuk kepentingan umum fungsi lahan sawah untuk kepentingan umum
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah,
luasan dan batas-batas fisiknya diatur dalam luasan dan batas-batas fisiknya diatur dalam
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota,
dan secara tegas diatur dalam rencana rinci tata dan secara tegas diatur dalam rencana rinci tata
ruang kawasan strategis provinsi dan rencana ruang kawasan strategis provinsi dan rencana
detail tata ruang kawasan kabupaten/kota; detail tata ruang kawasan kabupaten/kota;
c. mempertahankan dan memelihara jaringan c. mempertahankan dan memelihara jaringan
irigasi kawasan pertanian tanaman pangan irigasi kawasan pertanian tanaman pangan
produktif yang telah diarahkan menjadi produktif yang telah diarahkan menjadi kawasan
kawasan terbangun, sampai dengan terbangun, sampai dengan pemanfaatan sebagai
pemanfaatan sebagai kawasan terbangun mulai kawasan terbangun mulai dilakukan;
dilakukan; d. pencegahan dan pembatasan alih fungsi lahan
d. pencegahan dan pembatasan alih fungsi lahan sawah beririgasi untuk kegiatan budidaya
sawah beririgasi untuk kegiatan budidaya lainnya, seperti akomodasi/fasilitas pariwisata,
lainnya, seperti akomodasi/fasilitas pariwisata, industri, perumahan skala besar, kecuali untuk
industri, perumahan skala besar, kecuali untuk prasarana umum yang sudah ditetapkan dalam
202
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
prasarana umum yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah; dan
Peraturan Daerah; dan e. pemerintah dan masyarakat anggota subak,
e. pemerintah dan masyarakat anggota subak, wajib menjaga keberlangsunganpasokan air
wajib menjaga keberlangsunganpasokan air irigasi pertanian lahan basah berkelanjutan.
irigasi pertanian lahan basah berkelanjutan.
68. Ketentuan Pasal 118 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 118 Pasal 118
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
116 ayat (2) huruf b, mencakup: 116 ayat (2) huruf b, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. peningkatan produktivitas; a. peningkatan produktivitas; - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
b. pengembangan komoditas budidaya pertanian b. pengembangan komoditas budidaya pertanian arahan zonasi kawasan hortikultura
lahan kering disesuaikan dengan kebutuhan lahan kering disesuaikan dengan kebutuhan
pasar; pasar;
c. pengembangan sarana dan prasarana wisata c. pengembangan sarana dan prasarana wisata
agro secara terbatas; agro secara terbatas;
d. pengembangan sarana dan prasarana industri d. pengembangan sarana dan prasarana industri
agro; dan agro; dan
e. kegiatan alih fungsi lahan dari kawasan e. kegiatan alih fungsi lahan dari kawasan
pertanian lahan kering yang tidakproduktif pertanian lahan kering yang tidakproduktif
menjadi peruntukan lain tanpa mengurangi menjadi peruntukan lain tanpa mengurangi
kesejahteraan masyarakat. kesejahteraan masyarakat.

Pasal 119 69. Ketentuan Pasal 119 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 119 Pasal 119
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
116 ayat (2) huruf c, mencakup: 116 ayat (2) huruf c, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. peningkatan produktivitas; a. peningkatan produktivitas; - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
b. pengembangan komoditas budidaya pertanian b. pengembangan komoditas budidaya pertanian arahan zonasi kawasan perkebunan
tanaman keras disesuaikan dengan kebutuhan tanaman keras disesuaikan dengan kebutuhan
pasar; pasar;
c. pengembangan sarana dan prasarana wisata c. pengembangan sarana dan prasarana wisata
agro secara terbatas; agro secara terbatas;
d. pengembangan sarana dan prasarana industri d. pengembangan sarana dan prasarana industri
agro; agro;
e. diversiifikasi pada tanaman perkebunan dapat e. diversiifikasi pada tanaman perkebunan dapat
dilaksanakan sepanjang persyaratan teknis dilaksanakan sepanjang persyaratan teknis
dipenuhi; dipenuhi;

203
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
f. promosi dan dukungan ekspor komoditas f. promosi dan dukungan ekspor komoditas
unggulan; dan unggulan; dan
g. memberikan perlindungan terhadap wilayah g. memberikan perlindungan terhadap wilayah
penghasil produk perkebunan yang spesifik penghasil produk perkebunan yang spesifik
dengan sertifikat indikasi geografis. dengan sertifikat indikasi geografis.

70. Ketentuan Pasal 120 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 120 Pasal 120
Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
116 ayat (2) huruf d, mencakup: 116 ayat (2) huruf d, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. pengembangan kawasan peruntukan a. pengembangan kawasan peruntukan - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
peternakan batas-batas zonasinya tidak peternakan batas-batas zonasinya tidak arahan zonasi kawasan peternakan.
ditetapkan secara tegas, dapat bercampur ditetapkan secara tegas, dapat bercampur
dengan kawasan pertanian dan kawasan dengan kawasan pertanian dan kawasan
permukiman secara terbatas; permukiman secara terbatas;
b. pemanfaatan lahan pertanian yang dapat e. pemanfaatan lahan pertanian yang dapat
mensuplai bahan pakan ternak secara terpadu mensuplai bahan pakan ternak secara terpadu
dan terintegrasi; dan terintegrasi;
c. pemanfaatan lahan pekarangan permukiman f. pemanfaatan lahan pekarangan permukiman
perdesaan, untuk kegiatan peternakan skala perdesaan, untuk kegiatan peternakan skala
rumah tangga; dan rumah tangga; dan
d. pelarangan pengembangan usaha peternakan g. pelarangan pengembangan usaha peternakan
skala besar di dalam kawasan permukiman. skala besar di dalam kawasan permukiman.

71. Ketentuan Pasal 121 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 121 Pasal 121
Arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
huruf e, mencakup: huruf e, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. peningkatan produktivitas; a. peningkatan produktivitas; - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
b. pengembangan komoditas budidaya perikanan b. pengembangan komoditas budidaya perikanan arahan zonasi kawasan peternakan.
disesuiakan dengan kebutuhan pasar; disesuiakan dengan kebutuhan pasar;
c. perlindungan kawasan pemijahan; c. perlindungan kawasan pemijahan;
d. pengembangan sarana dan prasarana d. pengembangan sarana dan prasarana
perikanan; perikanan;
e. pemanfaatan sumber daya perikanan setinggi- e. pemanfaatan sumber daya perikanan setinggi-
tingginya tidak melampaui potensi lestari; tingginya tidak melampaui potensi lestari;
f. penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan f. penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan

204
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pelarangan pemanfatan zat beracun dan bom; pelarangan pemanfatan zat beracun dan bom;
dan dan
g. penerapan sanksi administrasi dan sanksi adat g. penerapan sanksi administrasi dan sanksi adat
terhadap pelaku penagkapan ikan yang terhadap pelaku penagkapan ikan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf f. dalam huruf f.

72. Ketentuan Pasal 122 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 122 Pasal 122
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
peruntukan pariwisata sebagaimana pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal arahan zonasi kawasan peruntukan pariwisata dan
dimaksud dalam Pasal 113 huruf e, 113 huruf e, mencakup: penyesuaian nomenklatur sesuai PP. 50 tahun 2010.
mencakup : a. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
a. arahan peraturan zonasi kawasan pariwisata;
pariwisata; b. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
b. arahan peraturan zonasi kawasan daya daya tarik wisata khusus; dan
tarik wisata khusus; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi daya tarik
c. arahan peraturan zonasi daya tarik wisata.
wisata.
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan pariwisata, (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pariwisata, sebagaimana dimaksud pada ayat
mencakup: (1) huruf a, mencakup :
a. pemanfaatan potensi alam dan budaya a. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
setempat sesuai daya dukung dan daya untuk kawasan efektif pariwisata (KEP)
tampung lingkungan; pada tiap kawasan pariwisatadisesuaikan
b. perlindungan situs warisan budaya dengan variasi luasan dan tingkat
setempat; perkembangan tiap kawasan pariwisata,
c. pembatasan pendirian bangunan non- lebih lanjut ditetapkan dalam rencana
pariwisata pada kawasan efektif rinci tata ruang kawasan pariwisata;
pariwisata; b. kegiatan yang diperbolehkan dalam zona
d. pembatasan Koefisien Wilayah Terbangun efektif pariwisata, meliputi: usaha
(KWT), lebih lanjut ditetapkan dalam penyediaan akomodasi resort, hotel
Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan bintang dan hotel non bintang yang
Strategis Pariwisata; berkualitas; pengembangan fasilitas
e. pembatasan koefisien dasar bangunan pariwisata; pembangunan fasilitas
bagi setiap usaha akomodasi dan fasilitas meetings, incentives, converences, and
penunjangnya, setinggi-tingginya 40% exhibitions; dan pembangunan fasilitas
(empat puluh persen) dari persil yang rekreasi;
dikuasai; c. kegiatan yang diperbolehkan dengan
205
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
f. pembangunan fasilitas pariwisata pada syarat, meliputi: usaha akomodasi
kawasan efektif pariwisata diutamakan dilengkapi fasilitas wisata spiritual bila
fasilitas akomodasi pariwisata dengan berada pada kawasan tempat suci;
klasifikasi berbintang; kawasan permukiman; kawasan
g. pengharusan penerapan ciri khas pertanian; kawasan perikanan; kawasan
arsitektur Bali pada setiap bangunan hutan; ruang terbuka hijau; daya tarik
akomodasi dan fasilitas penunjang wisata; fasilitas pariwisata; sarana dan
pariwisata; prasarana penunjang transportasi;
h. pengharusan penyediaan fasilitas parkir fasilitas hiburan malam; kegiatan
yang cukup bagi setiap bangunan industri kecil penunjang pariwisata; dan
akomodasi dan fasilitas penunjang kawasan atau kegiatan lain yang telah
pariwisata; dan ada dan terintegrasi secara harmonis
i. pengharusan penyediaan sarana dan dengan zona efektif pariwisata;
prasarana lingkungan sesuai ketentuan d. kegiatan yang tidak diperbolehkan pada
perundang-undangan. kawasan pariwisata, meliputi: kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan huruf c yang berpotensi
menganggu atau menurunkan kualitas
kawasan pariwisata;
e. pemanfaatan potensi alam dan budaya
setempat sesuai daya dukung, daya
tampung lingkungan, perlindungan situs
warisan budaya setempat;
f. pembatasan KDB bagi setiap usaha
penyediaan akomodasi dan fasilitas
pariwisata lainnya, setinggi-tingginya
50% (lima puluh persen) dari persil yang
dikuasai;
g. penerapan ciri khas arsitektur Bali pada
setiap bangunan akomodasi dan fasilitas
penunjang pariwisata;
h. pengharusan penyediaan fasilitas parkir
yang cukup bagi setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang
pariwisata; dan
i. pengharusan penyediaan sarana dan
prasarana lingkungan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
daya tarik wisata khusus, sebagaimana
(3) Arahan peraturan zonasi KDTWK dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, h. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
206
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
mencakup: untuk kawasan efektif pariwisata (KEP)
a. pengembangan fasilitas penunjang ditetapkan maksimal 5% dari luas
pariwisata, jasa pelayanan makan dan KDTWK yang ditetapkan dengan satuan
minum, serta akomodasi non bintang wilayah administrasi dan sebarannya
atau melati yang berkualitas; lebih lanjut ditetapkan dalam Rencana
b. pengharusan penerapan ciri khas Rinci Tata Ruang;
arsitektur Bali pada setiap bangunan i. kegiatan yang diperbolehkan dalam zona
akomodasi dan fasilitas penunjang efektif pariwisata, meliputi: usaha
pariwisata; penyediaan akomodasi, resort, hotel non
c. pembatasan Koefisien Wilayah Terbangun bintang yang berkualitas; pengembangan
(KWT), setinggi-tingginya 2% (dua persen) fasilitas pariwisata; pembangunan
dari seluruh luas kawasan DTWK diluar fasilitas meetings, incentives, converences,
kawasan lindung, serta sebaran and exhibitions; dan pembangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang fasilitas rekreasi;
pariwisata diatur dalam rencana rinci tata j. kegiatan yang diperbolehkan dengan
ruang kawasan strategis DTWK; syarat, meliputi: usaha akomodasi
d. pembatasan koefisien dasar bangunan, dilengkapi fasilitas wisata spiritual bila
setinggi-tingginya 10% (sepuluh persen) berada pada kawasan tempat suci;
dari persil yang dikuasai; kawasan permukiman; kawasan
e. pembatasan ketinggian bangunan, pertanian; kawasan perikanan; kawasan
setinggi-tingginya 8 (delapan) meter hutan; ruang terbuka hijau; daya tarik
dan/atau bangunan berlantai dua; wisata; fasilitas pariwisata; sarana dan
f. pengharusan penyediaan fasilitas parkir prasarana penunjang transportasi;
yang cukup bagi setiap bangunan fasilitas hiburan malam; kegiatan
akomodasi dan fasilitas penunjang industri kecil penunjang pariwisata; dan
pariwisata; dan kawasan atau kegiatan lain yang telah
g. Pengharusan penyediaan sarana dan ada dan terintegrasi secara harmonis
prasarana lingkungan sesuai ketentuan dengan zona efektif pariwisata;
perundang-undangan; k. kegiatan yang tidak diperbolehkan pada
kawasan pariwisata, meliputi: kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan huruf c yang berpotensi
menganggu atau menurunkan kualitas
KDTWK;
l. pemanfaatan potensi alam dan budaya
setempat sesuai daya dukung, daya
tampung lingkungan dan perlindungan
situs warisan budaya setempat;
m. pembatasan KDB untuk setiap usaha
penyediaan akomodasi dan fasilitas
penunjangnya, setinggi-tingginya 40%
(empat puluh persen) dari persil yang
207
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dikuasai;
n. tinggi bangunan setinggi-tingginya dua
lantai atau setinggi-tingginya 8m
(delapan meter) dari permukaan tanah
tempat bangunan berdiri;
o. penerapan ciri khas arsitektur Bali pada
setiap bangunan akomodasi dan fasilitas
penunjang pariwisata;
p. pengharusan penyediaan fasilitas parkir
yang cukup bagi setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang
pariwisata; dan
q. pengharusan penyediaan sarana dan
prasarana lingkungan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi DTW
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
mencakup:
a. DTW meliputi DTW alam, DTW budaya
(4) Arahan peraturan zonasi DTW sebagaimana dan DTW buatan yang merupakan segala
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup: sesuatu yang memiliki keunikan,
a. pengembangan pariwisata kerakyatan keindahan, dan nilai yang berupa
berbasis kearifan lokal dan masyarakat keanekaragaman kekayaan alam,
setempat; budaya, dan hasil buatan manusia yang
b. pengembangan fasilitas penunjang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
pariwisata seperti jasa pelayanan makan wisatawan;
dan minum, wisata agro, eko wisata, desa b. Bentuk DTW dapat meliputi: dan/atau
wisata; berupa kawasan/hamparan, wilayah
c. pengembangan fasilitas akomodasi desa/kelurahan, masa bangunan,
pariwisata non bintang pada DTW di luar bangun-bangunan dan lingkungan
kawasan pariwisata, untuk DTW yang sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya
berupa hamparan, dan pengembangan tersebar di wilayah kabupaten/kota dan
fasilitas penunjang pariwisata seperti dan desa wisata baik yang berada di
fasilitas makan dan minum, warung/kios dalam maupun di luar Kawasan
cinderamata di sekitar DTW yang berupa Pariwisata dan/atau KDTWK;
massa bangunan, hanya diperkenankan c. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi:
pada kawasan-kawasan di luar Kawasan bangunan dan lansekap penunjang tema
Strategis dari sudut kepentingan DTW bersangkutan; kawasan
perlindungan fungsi dan daya dukung permukiman setempat yang telah ada;
lingkungan hidup, di luar kawasan kawasan peruntukan lainnya baik
strategis dari sudut kepentingan sosial budidaya dan lindung yang telah
budaya, dan di luar kawasan lindung, berkembang secara harmonis di kawasan
208
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan koefisien dasar bangunan setempat;dan pengembangan pariwisata
setinggi-tingginya 10%; kerakyatan berbasis kearifan lokal dan
d. pengembangan akomodasi wisata masyarakat setempat;
kerakyatan secara campuran dalam d. kegiatan yang diperbolehkan dengan
kawasan permukiman perdesaan; syarat, meliputi: pengembangan fasilitas
e. pengharusan penerapan ciri khas penunjang pariwisata, agrowisata,
arsitektur Bali pada setiap bangunan ekowisata dan desa wisata;
akomodasi dan fasilitas penunjang pengembangan usaha penyediaan
pariwisata; akomodasi wisata kerakyatan atau usaha
f. pengharusan penyediaan fasilitas parkir penyediaan akomodasi wisata berkualitas
yang cukup, lainnya dengan pelibatan masyarakat
g. pengharusan penyediaan sarana dan setempat; pengembangan usaha
prasarana lingkungan sesuai ketentuan penyediaan akomodasi wisata kerakyatan
perundang-undangan; secara campuran dalam kawasan
h. pembatasan koefisien dasar bangunan, permukiman perdesaan; fasilitas
setinggi-tingginya 10%; dan penunjang pariwisata; industri kecil
i. pembatasan ketinggian bangunan, rumah tangga; dan fasilitas penunjang
setinggi-tingginya 8 meter dan/atau permukiman lainnya;
bangunan berlantai dua. e. kegiatan yang tidak diperbolehkan,
meliputi: kegiatan pertambangan dan
industri yang menimbulkan polusi, dan
kegiatan lainnya yang tidak sesuai
dengan peruntukan kawasan;
f. terintegrasi harmonis dengan kawasan
permukiman yang telah ada;
g. KDB maksimal 40% bila berada di luar
kawasan permukiman;
h. tinggi bangunan setinggi-tingginya dua
lantai atau setinggi-tingginya 8m
(delapan meter) dari permukaan tanah
tempat bangunan berdiri;
i. pengharusan penyediaan fasilitas parkir
yang cukup; dan
j. pengharusan penyediaan sarana dan
prasarana lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.

73. Ketentuan Pasal 123 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 123 Pasal 123
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan industri (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
209
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 peruntukan industri sebagaimana dimaksud Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
huruf f, mencakup: dalam Pasal 113 huruf f, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. pemanfaatan kawasan industri a. pemanfaatan kawasan industri - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
diprioritaskan untuk mengolah bahan diprioritaskan untuk mengolah bahan arahan zonasi kawasan peruntukan industri.
baku lokal menggunakan potensi sumber baku lokal menggunakan potensi sumber
daya alam dan sumber daya manusia daya alam dan sumber daya manusia
setempat; setempat;
b. pemanfaatan kawasan industri untuk b. pemanfaatan kawasan industri untuk
menampung kegiatan aneka industri menampung kegiatan aneka industri
sesuai dengan karakteristik kawasan; sesuai dengan karakteristik kawasan;
c. penyediaan sarana dan prasarana c. penyediaan sarana dan prasarana
kawasan industri siap bangun; dan kawasan industri siap bangun; dan
d. pembatasan pembangunan perumahan di d. pembatasan pembangunan perumahan di
dalam kawasan industri. dalam kawasan industri.
(2) Gubernur memberikan dukungan (2) Gubernur memberikan dukungan
pengembangan kawasan industri. pengembangan kawasan industri.

74. Ketentuan Pasal 124 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124 Pasal 124
(1) Arahan peraturan zonasi kawasan (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
peruntukan permukiman sebagaimana permukiman sebagaimana dimaksud dalam Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
dimaksud dalam Pasal 113 huruf g, Pasal 113 huruf g, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
mencakup: a. arahan peraturan zonasi kawasan - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
a. arahan peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan; dan arahan zonasi kawasan permukiman di detailkan
permukiman perkotaan; dan b. arahan peraturan zonasi kawasan dalam RTRW kabupaten/kota
b. arahan peraturan zonasi kawasan permukiman perdesaan.
permukiman perdesaan. (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
(2) Arahan peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan sebagaimana
permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. pengharusan penerapan ketentuan tata
a. pengharusan penerapan ketentuan tata lingkungan dan tata bangunan (amplop
lingkungan dan tata bangunan (amplop bangunan) meliputi ketentuan Koefisien
bangunan) meliputi ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), koefisien lantai
Dasar Bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau
bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB),
(KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB), ketinggian bangunan dan Garis
ketinggian bangunan dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) terhadap
Sempadan Bangunan (GSB) terhadap jalan;
jalan; b. orientasi ruang mengacu pada konsep
b. orientasi ruang mengacu pada konsep catus patha, dan tri mandala;
catus patha, dan tri mandala; c. pengharusan penataan lintasan jaringan
210
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
c. pengharusan penataan lintasan jaringan utilitas dengan memprioritaskan pada
utilitas dengan memprioritaskan pada penerapan sistem pembangunan secara
penerapan sistem pembangunan secara terintegrasi dengan menempatkan dalam
terintegrasi dengan menempatkan dalam trowongan khusus bawah tanah
trowongan khusus bawah tanah dan/atau dan/atau ditanam sesuai dengan pola
ditanam sesuai dengan pola jalur jalur sempadan jalan serta
sempadan jalan serta memperhatikan memperhatikan keselamatan dan estetika
keselamatan dan estetika lingkungan; lingkungan;
d. pengharusan penerapan ciri khas d. pengharusan penerapan ciri khas
arsitektur Bali; arsitektur Bali;
e. pengharusan penyediaan kelengkapan, e. pengharusan penyediaan kelengkapan,
keselamatan bangunan dan lingkungan; keselamatan bangunan dan lingkungan;
f. pengharusan penataan bangun-bangunan f. pengharusan penataan bangun-
pelengkap lingkungan kawasan bangunan pelengkap lingkungan
permukiman perkotaan seperti reklame kawasan permukiman perkotaan seperti
agar serasi, aman, dan tidak menganggu reklame agar serasi, aman, dan tidak
arus lalu lintas; menganggu arus lalu lintas;
g. pengharusan penetapan jenis dan g. pengharusan penetapan jenis dan
penerapan syarat-syarat penggunaan penerapan syarat-syarat penggunaan
bangunan; bangunan;
h. pengharusan penyediaan kolam h. pengharusan penyediaan kolam
penampungan air hujan secara merata di penampungan air hujan secara merata di
setiap bagian kota yang rawan genangan setiap bagian kota yang rawan genangan
air dan rawan banjir; air dan rawan banjir;
i. pengharusan penyediaan fasilitas parkir i. pengharusan penyediaan fasilitas parkir
bagi setiap bangunan untuk kegiatan bagi setiap bangunan untuk kegiatan
usaha; dan usaha; dan
j. pengaturan kepadatan penduduk dan j. pengaturan kepadatan penduduk dan
kepadatan bangunan dalam kawasan kepadatan bangunan dalam kawasan
permukiman. permukiman.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
permukiman perdesaan sebagaimana permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. pengharusan penerapan ketentuan tata a. pengharusan penerapan ketentuan tata
lingkungan dan tata bangunan (amplop lingkungan dan tata bangunan (amplop
bangunan) meliputi ketentuan Koefisien bangunan) meliputi ketentuan Koefisien
Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), koefisien daerah hijau Bangunan (KLB), koefisien daerah hijau
(KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB), (KDH), Koefisien Tapak Basement (KTB),
Ketinggian Dan Garis Sempadan Ketinggian Dan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) terhadap jalan; Bangunan (GSB) terhadap jalan;
211
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. orientasi ruang mengacu pada konsep b. orientasi ruang mengacu pada konsep
catus patha dan tri mandala; catus patha dan tri mandala;
c. melindungi pola tata bangunan dan c. melindungi pola tata bangunan dan
lingkungan perumahan tradisional Bali; lingkungan perumahan tradisional Bali;
d. terintegrasi secara serasi dengan kawasan d. terintegrasi secara serasi dengan
pertanian dan kawasan ruang terbuka kawasan pertanian dan kawasan ruang
perdesaan sesuai konsep tata palemahan terbuka perdesaan sesuai konsep tata
desa pekraman yang tekait; palemahan desa pekraman yang tekait;
e. pengharusan penataan lintasan jaringan e. pengharusan penataan lintasan jaringan
utilitas dengan memprioritaskan pada utilitas dengan memprioritaskan pada
penerapan sistem pembangunan secara penerapan sistem pembangunan secara
terintegrasi dengan menempatkan dalam terintegrasi dengan menempatkan dalam
trowongan khusus bawah tanah dan/atau trowongan khusus bawah tanah
ditanam sesuai dengan pola jalur dan/atau ditanam sesuai dengan pola
sempadan jalan serta memperhatikan jalur sempadan jalan serta
keselamatan dan estetika lingkungan; memperhatikan keselamatan dan estetika
f. pengharusan penerapan ciri khas lingkungan;
arsitektur Bali; f. pengharusan penerapan ciri khas
g. pengharusan penyediaan kelengkapan, arsitektur Bali;
keselamatan bangunan dan lingkungan; g. pengharusan penyediaan kelengkapan,
h. pengharusan penetapan jenis dan keselamatan bangunan dan lingkungan;
penerapan syarat-syarat penggunaan h. pengharusan penetapan jenis dan
bangunan; dan penerapan syarat-syarat penggunaan
i. pengharusan penyediaan fasilitas parkir bangunan; dan
bagi setiap bangunan untuk kegiatan i. pengharusan penyediaan fasilitas parkir
usaha. bagi setiap bangunan untuk kegiatan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan usaha.
peraturan zonasi kawasan permukiman j. Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan zonasi kawasan permukiman
dengan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Strategis Provinsi/Kabupaten/Kota dan RDTR diatur dengan Rencana Rinci Tata Ruang
Kabupaten/Kota. Kawasan Strategis
Provinsi/Kabupaten/Kota dan RDTR
Kabupaten/Kota.
75. Ketentuan Pasal 125 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 125 Pasal 125
Arahan peraturan zonasi kawasan pertambangan Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan - Mengacu ketentuan Permen ATR/Ka BPN No. 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 huruf h, pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW
mencakup: 113 huruf h, mencakup: Provinsi, Kabupaten dan Kota
a. penyusunan masterplan pertambangan pada a. penyusunan masterplan pertambangan pada - Perubahan terkait penambahan frase indikasi pada
kawasan pertambangan; kawasan pertambangan; arahan zonasi kawasan pertambangan.
212
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
b. pembatasan kegiatan pertambangan untuk e. pembatasan kegiatan pertambangan untuk
mencegah dampak lingkungan; mencegah dampak lingkungan;
c. pengharusan penjaminan segi-segi keselamatan f. pengharusan penjaminan segi-segi keselamatan
pekerja dan keamanan lingkungan dalam pekerja dan keamanan lingkungan dalam
penyediaan peralatan dan pelaksanaan kegiatan penyediaan peralatan dan pelaksanaan kegiatan
penambangan; dan penambangan; dan
d. pewajiban pemulihan rona bentang alam pasca g. pewajiban pemulihan rona bentang alam pasca
penambangan. penambangan.

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Arahan Perizinan Arahan Perizinan
Pasal 126 Pasal 126
(1) Arahan perizinan wilayah provinsi Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(1) huruf b, berfungsi :
a. sebagai dasar bagi pemerintah
kabupaten/kota dalam menerbitkan
perizinan lebih lanjut bagi pihak-pihak
yang memanfaatkan ruang;
b. sebagai alat pengendali pengembangan
kawasan;
c. menjamin pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang, peraturan
zonasi, dan standar pelayanan minimal,
dan kualitas minimum yang ditetapkan;
d. menghindari dampak negatif; dan
e. melindungi kepentingan umum.
(2) Arahan perizinan wilayah provinsi merupakan
bentuk-bentuk izin pemanfaatan ruang yang
harus mengacu pada rencana struktur,
rencana pola ruang wilayah provinsi dan
arahan peraturan zonasi, terdiri atas:
a. rekomendasi arahan perizinan terhadap
izin pemanfaatan ruang pada kawasan
strategis provinsi yang ditindaklanjuti
oleh pemerintah kabupaten/kota; dan
b. izin yang menjadi kewenangan
pemerintah provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

213
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(3) Gubernur menerbitkan rekomendasi arahan
izin pemanfaatan ruang yang sifat media dan
sebaran dampaknya bersifat lintas
kabupaten/kota, dan/atau skala provinsi.
(4) Gubernur menerbitkan rekomendasi arahan
izin pemanfaatan ruang sesuai jenis dan
lingkupnya, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
(5) Izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin pemanfaatan ruang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang dengan mengacu
pada rencana tata ruang wilayah, rencana
rinci tata ruang, rencana detail tata ruang
dan peraturan zonasi;
(7) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
yang telah mendapatkan izin harus
memenuhi peraturan zonasi yang berlaku di
lokasi kegiatan pemanfaatan ruang.
(8) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan
menurut prosedur dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang,
dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
Bagian Keempat Tetap
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 127 Tetap
(1) Arahan pemberian insentif dan disinsentif Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(1) huruf c, merupakan acuan bagi
pemerintah provinsi dalam pemberian insentif
dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, dan indikasi arahan
peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan
ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
214
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dikurangi keberadaannya berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi kepada
pemerintah kabupaten/kota dan kepada
masyarakat.
(5) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
dilakukan oleh instansi berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Gubernur menetapkan prosedur insentif dan
disinsentif dengan Peraturan Gubernur sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 128 Tetap
(1) Insentif kepada pemerintah kabupaten/kota Tetap
diberikan antara lain dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. urun saham;
c. pembangunan serta pengadaan
infrastruktur; atau
d. penghargaan.
(2) Insentif kepada masyarakat diberikan antara
lain dalam bentuk:
a. keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. penyediaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
h. penghargaan.
Pasal 129 Tetap
(1) Disinsentif kepada pemerintah Tetap
kabupaten/kota diberikan antara lain dalam
bentuk:
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan/atau
c. penalti.
(2) Disinsentif dari Pemerintah Provinsi kepada
masyarakat dikenakan antara lain dalam
bentuk:

215
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. penalti.
Bagian Kelima Tetap
Arahan Sanksi
Pasal 130 Tetap
Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tetap
96 ayat (1) huruf d, merupakan acuan dalam
pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah provinsi;
b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan
zonasi sistem provinsi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRWP;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRWP;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses
terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang
diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
BAB IX Tetap
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 131 Tetap
(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan Tetap
penataan ruang untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
penataan ruang, pemerintah provinsi
memberikan kewenangan penyelenggaraan
penataan ruang kepada pemerintah

216
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
kabupaten/kota.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan
dengan tetap menghormati hak yang dimiliki
orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Hak yang dimiliki orang mencakup pula hak
yang dimiliki masyarakat adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Tetap


Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 132 Tetap
(1) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam Tetap
penyelenggaraan penataan ruang, mencakup:
a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi, dan kabupaten/kota,
serta terhadap pelaksanaan penataan
ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis provinsi; dan
d. kerja sama penataan ruang antar provinsi
dan memfasilitasi kerja sama penataan
ruang antar kabupaten/kota.
(2) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi,
mencakup:
a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi.
(3) Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
Provinsi dalam penataan ruang kawasan
strategis provinsi, mencakup:
a. penetapan kawasan strategis Provinsi;
b. pelaksanaan penyusunan rencana rinci
tata ruang kawasan strategis Provinsi;
c. pelaksanaan pemanfaatan ruang melalui

217
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penyusunan indikasi program dan
pembiayaan pembangunan pada kawasan
strategis provinsi;
d. pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang berdasarkan rencana rinci tata
ruang kawasan strategis provinsi
dan/atau rencana tata ruang yang
terkait, peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif-disinsentif dan
pengenaan sanksi; dan
e. pelaksanaan pengawasan melalui
pelaporan, pemantauan dan evaluasi
pada kawasan strategis provinsi.
(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
strategis provinsi dapat dilaksanakan
pemerintah kabupaten/kota melalui tugas
pembantuan.
(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang wilayah provinsi, Pemerintah Provinsi
dapat menyusun petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang pada tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
(6) Pelaksanaan wewenang Pemerintah Provinsi,
mencakup:
a. penyebarluasan informasi yang berkaitan
dengan:
1. rencana umum dan rencana rinci
tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi; dan
2. arahan peraturan zonasi untuk
sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah provinsi.
b. pelaksanaan standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang.
(7) Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat
memenuhi standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang, Pemerintah mengambil
langkah penyelesaian sesuai dengan

218
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X Tetap
Peninjauan Kembali Dan Penyempurnaan
Pasal 133 Tetap
(1) RTRWP dapat ditinjau atau disempurnakan Tetap
kembali sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan penataan ruang.
(2) Peninjauan atau penyempurnaan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 5 (lima) tahun dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB XI Tetap
Pengawasan Penataan Ruang
Pasal 134 Tetap
(1) Pengawasan penataan ruang, mencakup: Tetap
a. kinerja pengaturan;
b. pembinaan; dan
c. pelaksanaan penataan ruang.
(2) Pengawasan penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), melaksanakan:
a. tindakan pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
(3) Pengawasan dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat.
(4) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), mencakup:
a. menyampaikan laporan; dan/atau
b. pengaduan kepada Pemerintah Provinsi
dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 135 Tetap
(1) Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan Tetap
mengamati dan memeriksa kesesuaian antara
penyelenggaraan penataan ruang dengan
ketentuan Peraturan Daerah.
(2) Gubernur dan Bupati/Walikota mengambil
langkah penyelesaian sesuai kewenangannya
dalam hal pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
mendapatkan bukti-bukti penyimpangan
administratif dalam penyelenggaraan

219
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
penataan ruang.
(3) Gubernur mengambil langkah penyelesaian
dalam hal Bupati/Walikota tidak
melaksanakan langkah penyelesaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal penyimpangan dalam
penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang
melakukan penyimpangan dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 136 Tetap
(1) Pengawasan untuk menjamin tercapainya Tetap
tujuan penyelenggaraan penataan ruang,
mencakup:
a. kinerja fungsi dan manfaat
penyelenggaraan penataan ruang; dan
b. kinerja pemenuhan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang.
(2) Gubernur menyusun standar pelayanan
penyelenggaraan penataan ruang.
(3) Standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(4) Standar pelayanan minimal mencakup
standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang provinsi dan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang
kabupaten/kota.
(5) Standar pelayanan minimal penataan ruang
diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 137 Tetap
(1) Pengawasan penataan ruang pada setiap Tetap
tingkat wilayah dilakukan berdasarkan
pedoman penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), mencakup: pengaturan, pembinaan,
dan pelaksanaan penataan ruang.
(3) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

220
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
Peraturan Gubernur.
BAB XII Tetap
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak Masyarakat
Pasal 138 Tetap
Dalam melaksanakan peran masyarakat pada Tetap
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang, masyarakat
berhak:
a. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang
dan mendapatkan penjelasan teknis terkait
dengan penataan ruang;
b. menikmati manfaat dan/atau pertambahan nilai
ruang sebagai akibat dari penataan ruang.
c. memperoleh penggantian yang layak atas
kerugian yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat
berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan
tuntutan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada
pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.
Bagian Kedua Tetap
Kewajiban Masyarakat
Pasal 139 Tetap
Dalam melaksanakan peran masyarakat pada Tetap
pemanfaatan ruang, masyarakat wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang

221
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang;
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai milik umum; dan
e. melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan.
Tetap
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 140 Tetap
(1) Masyarakat dapat berperan dalam penataan Tetap
ruang yang mencakup proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Tata cara dan bentuk peran masyarakat
dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 141 Tetap
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat Tetap
penyelenggaraan penataan ruang dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan,
tergugat dapat membuktikan bahwa tidak
terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan
penataan ruang.
BAB XIII Tetap
Kelembagaan
Pasal 142 Tetap
(1) Penyelenggaraan penataan ruang daerah Tetap
dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah Provinsi yang
selanjutnya disebut BKPRD Provinsi, yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan BKPRD Provinsi ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur.
BAB XIV Tetap
Penyelesaian Sengketa
(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada Tetap
tahap pertama diselesaikan berdasarkan
222
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
prinsip musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat mengakhiri sengketa, para pihak dapat
menyelesaikan sengketa melalui prosedur
pengadilan atau prosedur penyelesaian
sengketa alternatif.
BAB XV Tetap
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 144 Tetap
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126,
Pasal 130, dan Pasal 139 dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 145 Tetap
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Tetap
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144, diatur dengan
Peraturan Gubernur.
BAB XVI Tetap
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 146 Tetap
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Tetap
Republik Indonesia yang bertugas menyidik
tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah
provinsi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
223
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan
berkenaan dengan tindak pidana di
bidang RTRWP;
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau pengaduan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang RTRWP;
c. melakukan pemanggilan terhadap
perseorangan atau badan usaha untuk di
dengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau sebagai saksi dalam tindak pidana di
bidang RTRWP;
d. melakukan pemeriksaan terhadap
perseorangan atau badan usaha yang
diduga melakukan tindak pidana di
bidang RTRWP;
e. memeriksa tanda pengenal sesorang yang
berada di tempat terjadinya tidak pidana
di bidang RTRWP;
f. melakukan penggeledahan dan penyitaan
barang bukti tindak pidana di bidang
RTRWP;
g. meminta keterangan atau bahan bukti
dari perseorangan atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di
bidang RTRWP;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan;
i. membuat dan menandatangani berita
acara; dan
j. menghentikan penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti tentang adanya
tindak pidana di bidang RTRWP.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyerahkan
hasil penyidikan tersebut kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
BAB XVII Tetap
KETENTUAN PIDANA
Pasal 147 Tetap
224
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Tetap
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), merupakan pelanggaran.
(3) Selain ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana
dengan pidana sesuai peraturan perundang-
undangan lainnya.
Pasal 148 Tetap
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang Tetap
menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana
tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 126 ayat (9), dipidana dengan pidana
penjara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana
tambahan berupa pemberhentian secara
tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 149 Tetap
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat Tetap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 147 dan 148 dapat menuntut ganti
kerugian secara perdata kepada pelaku tindak
pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan hukum acara perdata.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
76. Ketentuan ayat (2) Pasal 150 diubah dan
ditambahkan 4 (empat) ayat yaitu ayat (3),
ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), sehingga
Pasal 150 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 150 Pasal 150
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, (1) Tetap. Diubah dan ditambahkan beberapa ayat, perubahan
semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai terkait pengaturan terhadap izin pemanfaatan yang

225
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
dengan rencana tata ruang harus segera diterbitkan sebelum penetapan perda dan diperoleh
disesuaikan dengan rencana tata ruang dengan prosedur yang benar, pengaturan pergantian
melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan yang layak, Izin pemanfaatan ruang yang telah
ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini. dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan perda
(2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya (2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
diterbitkan sebelum penetapan rencana tata diterbitkan sebelum penetapan Peraturan
ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin Daerah ini yang diperoleh dengan prosedur
tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar dan telah sesuai dengan
yang benar, kepada pemegang izin diberikan Peraturan Daerah ini, maka izinnya tetap
penggantian yang layak. berlaku sampai habis masa berlakunya.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya
diterbitkan sebelum penetapan Peraturan
Daerah ini yang diperoleh dengan prosedur
yang benar tetapi kegiatan pemanfaatan
ruang dimaksud tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini, dilakukan penyesuaian
pada saat umur teknis bangunan habis, atau
jika dilakukan pembongkaran oleh
pemerintah kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(4) Bentuk penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat berupa uang,
ruang pengganti, permukiman kembali,
kompensasi dan/atau urun saham, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Untuk rencana pemanfaatan ruang yang
izinnya telah dikeluarkan, tetapi tidak sesuai
dengan peraturan daerah ini, berlaku
ketentuan:
a. untuk yang belum dilaksanakan
pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
b. untuk yang sudah dilaksanakan
pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan peraturan daerah ini, izin
yang telah diterbitkan dapat dibatalkan
dan terhadap kerugian yang timbul

226
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
sebagai akibat pembatalan izin
tersebut dapat diberikan penggantian
yang layak;dan
(6) Pemanfaatan ruang yang menyimpang dari
ketentuan arahan peraturan zonasi, serta
tidak memiliki izin yang lengkap atau
memiliki izin tetapi terbukti diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar, langkah-langkah
penyesuaiannya, meliputi:
a. penyesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan arahan
peraturan zonasi, dan melengkapi
perizinan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun;dan
b. bila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
penyesuaian pemanfaatan ruang dan
kelengkapan izinnya tidak dapat
dipenuhi, maka dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 151
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Tetap
Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 dilengkapi
dengan Rencana dan Album Peta dengan skala 1:
200.000, merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
BAB XIX Tetap
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152 Tetap
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Tetap
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun
2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali
Nomor 5) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 153 Tetap
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal Tetap
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

227
PERDA NO. 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NO. 16 CATATAN PERUBAHAN
RTRWP BALI TAHUN 2009 TENTANG RTRWP BALI
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Bali.

228

Anda mungkin juga menyukai