Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN”

Oleh :

MOH LALONG
O 271 20 068

PRODI S1 AKUALUTUR
JURUSAN AKUAKULTUR
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 3

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 3

1.2. Tujuan ..................................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................... 5

2.1 Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia. ........ 5

2.1.1. keunggulan produk perikanan ............................................................... 5

2.2 Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk


Perikanaan. ...................................................................................................... 7

2.2.2. Tantangan Pemanfaatan Produk Perikanan .................................. 7

2.2.1 Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanan ........................... 8

2.3 Sertifikasi Produk Perikanan ........................................................... 9

BAB 3 PENUTUP............................................................................................. 12

3.1. Simpulan ................................................................................................. 12

3.2. Saran .......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara Maritim terbesar di dunia dengan


jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada (18.000km2) sehingga luas wilayah Indonesia 2/3
merupakan wilayah lautan. Dengan potensi wilayah tersebut Indonesia memiliki
potensi ekonomi di sektor kelautan dan perikanan baik berupa perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya yang merupakan suatu potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur (Solikhin,dkk :
2005).
Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan
tangkap dan perikanan budidaya . Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai
mendapat perhatian (budidaya udang di tambak) Menjelang thn 90-an mulai
dirintis usaha budidaya ikan di laut Potensi pengembangan lahan perikanan
budidaya = 27.671.178 ha, terdiri dari : 2.230.600 ha (air tawar), 913.000 ha (air
payau), 24.528.000 ha (air laut).
Tahun 2004 lahan yang dimanfaatkan mencapai 262.000 ha (air tawar),
500.000 ha (air payau), dan 370.000 unit budidaya di laut. Sehingga bisa
dikatakan bahwa peluang pengembangan lahan pembudidayaan ikan di Indonesia
masih sangat menjanjikan.
Sektor perikanan sendiri dibagi menjadi dua, yaitu perikanan budidaya dan
perikanan tangkap. Perikanan tangkap umumnya merupakan kegiatan ekonomi
masyarakat yang dilakukan dengan menangkap ikan di perairan dengan
menggunakan berbagai macam alat dan metode. Sebagian besar ikan yang
ditangkap berasal dari perairan laut, apabila hal ini dilakukan secara terus menerus
maka akan mengakibatkan kerusakan ekosistem pada perairan itu sendiri. Maka
dari itulah diperlukan adanya perikanan budidaya yang bisa terus berproduksi
tanpa harus merusak ekosistem perairan.
Subsektor perikanan budidaya sekarang tengah ditingkatkan pengembangannya
setelah perikanan tangkap tak bisa lagi diandalkan untuk menjaga ketersediaan
stok ikan nasional. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumber daya perikanan laut
dan sumberdaya perikanan air tawar. Disamping sumberdaya perikanan laut yang
mempunyai keunggulan dan potensi untuk dikembangkan, sumberdaya perikanan
air tawar juga sangat potensial untuk dikembangkan. Sumberdaya perikanan air
tawar ini meliputi sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang
dapat mendukung kegiatan perikanan. Salah satu komoditi perikanan air tawar
yang dapat menjadi alternatif usaha di bidang perikanan dalam rangka
menjalankan perekonomian di Indonesia adalah ikan konsumsi.
1.2. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui :
1. Keunggulan dan kelemahan produk perikanan indonesia
2. Tantangan dan peluang dalam pemanfaatan produk perikanan
3. Sertifikasi produk perikanan.
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia.

2.1.1. keunggulan produk perikanan

Di pasar perikanan dunia, Indonesia merupakan salah satu negara eksportir


utama. Selama tahun 2005-2009, volume ekspor ikan dan udang dari Indonesia
menurun masing-masing sebesar 1,9% dan 3,7% per tahun. Kajian ini bertujuan
untuk melihat apakah penurunan tersebut disebabkan oleh daya saing yang rendah
atau faktor lain. Penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative
Advantage (RCA), yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur keunggulan komparatif komoditas di pasar tertentu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selama 2007-2009 ada 46 komoditas perikanan dalam HS 6-
digit yang memiliki indeks RCA lebih besar dari satu, yang menunjukkan daya
saing kuat di pasar internasional. Beberapa diantaranya bahkan mengalami
peningkatan daya saing. Sementara itu, beberapa komoditas memiliki daya saing
yang cenderung menurun dan berfluktuasi. Sisanya sekitar 71 komoditas memiliki
daya saing lemah (RCA indeks lebih kecil dari satu). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan daya saing yang ada, perlu beberapa usaha seperti promosi di pasar
domestik maupun pasar internasional; meningkatkan kualitas; mendorong dunia
perbankan untuk meningkatkan akses ke modal kerja; memperbaiki infrastruktur;
menciptakan nilai tambah dalam pengembangan produk; serta mengurangi tarif
bahan baku untuk industri pengolahan ikan dalam negeri.(Deasi Natalia, 2012)

2.1.2. kelemahan

1. Armada perikanan masih belum optimal Perahu/kapal dengan


menggunakan motor lebih mendominasi dibandingkan perahu/kapal tanpa motor.
Secara nasional, terjadi penurunan jumlah perahu/kapal penangkap ikan pada
tahun 2014 dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah perahu/kapal
penangkap ikan sebesar 877.333 buah, turun menjadi 576.012 buah di tahun 2014
(34,35 persen). Penurunan paling besar terjadi pada jumlah perahu/kapal tanpa
motor yaitu sebesar 63,92 persen, disusul kapal motor sebesar 11,06 persen, dan
motor tempel sebesar 5,12 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah alat
penangkap ikan yang digunakan mengalami kenaikan selama periode 2010-2013,
dengan kenaikan rata-rata sebesar 5,54 persen per tahun. Namun pada tahun 2014
jumlah alat penangkap ikan laut sedikit mengalami penurunan sebesar 0,09 persen
dibandingkan tahun 2013. Jenis alat penangkap ikan yang paling banyak
digunakan di Indonesia pada tahun 2014 adalah pancing ulur, yaitu sejumlah
170.561 buah. Sementara alat yang paling sedikit digunakan adalah jenis pukat
tarik berbingkai sejumlah 100 buah.

2. Masih rendahnya standar kualitas komoditas perikanan Indonesia


Sampai tahun 2015, sudah ada 38 negara yang memiliki mutual
recognition arrangement (MRA) dengan Indonesia. Apabila terjadi
penolakan ekspor, maka otoritas yang berwenang dalam tindak lanjut
notifikasi adalah atase perdagangan di luar negeri dan Badan Karantina
Ikan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Sebelum tahun 2015, jumlah
kasus penolakan ekspor mencapai lebih dari 10 kasus, dengan kasus
penolakan terbanyak ditemukan di China tahun 2009 (12 kasus), Italia
tahun 2012 (9 kasus), dan Rusia tahun 2010 (7 kasus). Pada tahun 2015
jumlah kasus penolakan ekspor terbanyak adalah 2 kasus masing-masing
di Kanada, Rusia, Perancis, dan Inggris.Penyebab penolakan berbeda-beda
di setiap negara, sebagai contoh US FDA menetapkan 4 kategori penyebab
penolakan terhadap komoditas impor ke Amerika Serikat yaitu adanya
bakteri pathogen maupun toksin yang dihasilkan, bahan kimia yang
dilarang penggunaannya atau melebihi batas maksimum penggunaan,
adanya bahan asing yang seharusnya tidak terdapat pada produk (filthy),
serta kesalahan pengemasan (misbranding). Penolakan terbesar impor
komoditi perikanan asal Indonesia masih disebabkan oleh bakteri
pathogen (80%).16 Sedangkan Chen dalam penelitiannya yang
dipublikasikan tahun 2014 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki rantai
pasokan seafood yang ragamnya berbeda-beda dan pengaturannya
berkembang dinamis. Kekuatan pasar seafood dipegang oleh pedagang
perantara karena nelayan/pembudi daya ikan dan pengolah sangat
bergantung pada mereka untuk menghubungkan dengan permintaan
terhadap ikan. Di tingkat hilir, implementasi terhadap sistem HACCP
meningkat. Namun, operator skala kecil,khususnya mereka yang berada di
tingkat hulu, tidak akrab dengan syarat dalam HACCP seperti praktik
kebersihan dasar dan sistem pelacakan (trace).(Lukman Adam, 2018)

2.2 Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk


Perikanaan.

2.2.2. Tantangan Pemanfaatan Produk Perikanan

Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia adalah


persaingan yang sangat ketat dalam mendapatkan bahan baku ikan segar,
negara pesaing telah menerapkan integrated technology yang
memungkinkan pengolahan di laut yang belum diterapkan oleh industri
pengolahan ikan dalam negeri, persyaratan ekspor semakin ketat, masih
adanya Illegal Fishing dan transhipment ikan dilaut, kenaikan harga bahan
bakar minyak dan masih adanya persepsi negatif pada perdagangan
internasional seperti adanya zat pengawet (Mercury Issue) dan ikan yang
tidak segar dari Indonesia. Dalam upaya mensukseskan peran industri
pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan Nasional dengan
memperhatikan peluang dan tantangan yang ada, maka beberapa hal perlu
dilakukan antara lain: peningkatan jumlah kapal armada penangkapan
yang berskala besar (200 GT ke atas), peningkatan pemberlakuan atau
penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi unit
pengolahan ikan (UPI) atau industri pengolahan ikan, dan peningkatan
pendidikan dan pelatihan tentang teknik pengolahan yang baik. Sejak
pencanangan industrialisasi perikanan 2011 dan menjadi makin populer
tahun 2012 sektor perikanan mulai melakukan pembenahan. Pembenahan
tersebut dimulai dengan mendorong peningkatan produksi perikanan untuk
komoditas yang potensial dikembangkan secara ekonomi. Beberapa
komoditas unggulan di Maluku Utara adalah tuna, cakalang dan tongkol
(TTC), udang dan rumput laut. Sementara itu komoditas tangkap terus
digenjot untuk mendukung industri UMKM (pengolahan) seperti ikan
asin, kerupuk ikan, abon, ikan asap dan pindang. Namun setelah beberapa
tahun berjalan, belum terlihat perkembangan yang signifikan dari tahapan
pencapaian program tersebut. Permasalahan terus menggeluti bagi usaha
mulai dari bahan baku yang langka serta mahal, logistik yang tidak
tersedia, sampai pada kebijakan impor dari pemerintah pada jenis hasil
perikanan tertentu. Berdasarkan data masih ada industri pengolahan ikan
nasional yang masih mengimpor bahan baku hal ini disebabkan karena; (a)
Terjadi kekurangan bahan baku; (b) stok ikan yang tersedia tidak cukup
untuk kebutuhan industri; (c) logistik perikanan yang tidak memadai; (d)
kecukupan bahan baku merupakan kunci utama keberhasilan
industrialisasi; dan (e) distribusi stok yang tidak merata antara wilayah
pengelolaan perikanan dimana sebagian besar stok bahan baku terdapat di
wilayah timur Indonesia. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara
kontinyu dan berkesinambungan diperlukan sistim tata niaga (logistik)
yang kuat dan tangguh; (f) sistem logistik perikanan harus dikembangkan
atau dibangun mulai dari pusat stok ikan (stocking area), perkapalan dan
sistem pendukung termasuk bahan bakar; (g) perlu intervensi berupa
komitmen kebijakan pemerintah untuk tidak memberlakukan impor
terhadap ikan yang menjadi bahan baku dan tersedia di perairan
Indonesia.(Ahmad Talib, 2018).

2.2.1 Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanan

Komoditi perikanan dalam mendukung industri maka yang harus


dilakukan termasuk dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
tersebut adalah: (1) industri pengalengan ikan dan biota perairan lain; (2)
industri pengasapan ikan dan biota perairan lain; (3) industri pembekuan
ikan dan biota perairan lain (dikecualikan pembekuan ikan di laut) dan; (4)
industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lain. Industri
pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan yang mentransformasikan
bahan-bahan hasil perikanan sebagai input menjadi produk yang memiliki
nilai tambah atau nilai ekonomi lebih tinggi sebagai outputnya. Proses
transformasi tersebut dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, biologis,
maupun kombinasi diantara ketiganya. Dengan demikian, dalam
melakukan proses transformasi, rekayasa penerapan teknologi maupun
bioteknologi menjadi power atau kekuatan dalam memaksimalkan nilai
tambah yang akan diperoleh sehingga menjadi efek pengganda ekonomi
bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional. Peran sentral dari industri
pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan nasional adalah:
Penyedia lapangan kerja, Industri pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan yang baru memanfaatkan 40 persen dari hasil produksi
perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.205.189 orang pada
tahun 2013. Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk
pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang
diserap akan meningkat menjadi 12 juta-an orang. Angka tersebut sangat
signifikan untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.(Ahmad
Talib, 2018).

2.3 Sertifikasi Produk Perikanan

Merujuk kepada Organisasi Pangan Dunia (FAO), sertifikasi


dibutuhkan suatu produk pangan yang ingin dikonsumsi konsumen,
terutama pangan yang ditujukan untuk pasar internasional. Buntutnya, hal
ini pun mempengaruhi sertifikasi pada komoditas udang yang notabene
merupakan komoditas global. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan
Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi Wibowo
menjelaskan, prinsip dasar sertifikasi adalah membuat yakin dan bisa
dipercaya oleh calon pembeli atau pembeli (buyer) bahwa produk yang
dihasilkan dari dalam negeri terjamin mutunya. Mengakomodir kebutuhan
sertifikasi tersebut, Coco Kokarkin selaku Direktur Perbenihan Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan
perikanan (KKP) mengungkapkan, akan adanya penerapan skema baru
sertifikasi sektor budidaya. Yakni, akan ada beberapa poin yang harus
ditambahkan dari sertifikasi yang sudah ada, seperti sertifikasi Cara
Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).“CBIB yang sudah ada, yakni versi satu
berfokus kepada jaminan mutu hasil produksi budidaya dan juga
keamanan pangan (food safety). Bebas dari kontaminan obat, benur yang
aman maka udang siap dieskpor. Kini kami akan mulai mengembangkan
CBIB dari versi satu ke versi dua,” ujar Coco dalam acara perudangan
beberapa waktu lalu.Dalam versi dua ini, terang Coco, akan ada beberapa
poin tambahan. Yaitu, ketertelusuran, dampak lingkungan dari proses
budidaya yang berlangsung, tanggung jawab sosial, serta kesehatan dan
kesejahteraaan hewan. “Ini merupakan konsep yang banyak diminta oleh
pembeli dari luar negeri dan coba kita terapkan bersama. Disisi lain, kami
coba menawarkan sebuah konsep baru bagi pembudidaya, dimana dengan
konsep ini akan lebih hemat biaya dan lebih mudah dikontrol, sehingga
hasil produksi udang dalam negeri terjamin mutunya,” paparnya.

Skema baru ini, terang Coco dimulai dari hilir, yakni dari Unit
Pengolahan Ikan (UPI). “Selama ini yang selalu mendapatkan sertifikat
adalah pembudidaya. Coba kita balik jika para UPI yang berada di bawah
naungan AP5I dan lainnya yang kita berikan sertifikat? Jika para UPI
mendapatkan sertifikat otomatis yang di bawahnya, seperti supplier dan
lain-lain mendapatkan sertifikat juga. Ini yang membuat sertifikasi akan
lebih murah,” jelasnya.

Karena menurut Coco, sertifikasi internasional yang sudah ada cukup


mahal biaya pengawasannya. Setiap tahun, UPI dan para pembudidaya
harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. “Yakni, bisa sekitar Rp 60 –
Rp 200 juta bahkan ada beberapa bisa mencapai Rp 400 juta. Banyak
pembudidaya tidak sanggup memenuhi biaya ini, maka pemerintah
membuat gratis untuk semua pembudidaya dan UPI saat ini,” papar Coco.
Apabila UPI yang telah mendapatkan sertifikat, kata Coco, Indonesia
Good Aquaculture Practices (IndoGAP) dan sertifikat dari Lembaga
Sertifikasi Produk (LS-Pro), maka UPI membentuk tim atau satuan
petugas yang mempunyai wewenang untuk mengaudit sektor pembenihan,
pakan, pembudidaya, dan supplier. “Jika mereka memenuhi Standar
Operasional Prosedur (SOP) CBIB maka dipersilahkan produknya dikirim
ke UPI. Dan tugas KKP dalam skema ini sebagai pengendali proses,”
ungkapnya.Ini, tutur Coco, merupakan skema baru yang coba pemerintah
tawarkan kepada para pelaku usaha. UPI diminta untuk menyiapkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan dilatih oleh pemerintah.
Nantinya SDM tersebut dibekali SOP Cara Pembenihan Ikan yang Baik
(CPIB), CBIB, Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dan
lainnya, sehingga dapat memantau para pembudidaya yang berhak
mendapatkan sertifikat CBIB. Serta menentukan hasil produksi yang siap
dikirim ke UPI.
BAB 3 PENUTUP

3.1. Simpulan

Pada bidang pengebangan kebijakan akauakur ada tiga


aspek :
1. Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia.
Keunggulan.
Di pasar perikanan dunia, Indonesia merupakan salah satu negara
eksportir utama. Selama tahun 2005-2009, volume ekspor ikan dan udang dari
Indonesia menurun masing-masing sebesar 1,9% dan 3,7% per tahun.
Kelemahan
Armada perikanan masih belum optimal Perahu/kapal dengan menggunakan
motor lebih mendominasi dibandingkan perahu/kapal tanpa motor. Secara
nasional, terjadi penurunan jumlah perahu/kapal penangkap ikan pada tahun 2014
dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah perahu/kapal penangkap ikan
sebesar 877.333 buah, turun menjadi 576.012 buah di tahun 2014 (34,35 persen).
Penurunan paling besar terjadi pada jumlah perahu/kapal tanpa motor yaitu
sebesar 63,92 persen, disusul kapal motor sebesar 11,06 persen, dan motor tempel
sebesar 5,12 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah alat penangkap ikan yang
digunakan mengalami kenaikan selama periode 2010-2013, dengan kenaikan rata-
rata sebesar 5,54 persen per tahun. Namun pada tahun 2014 jumlah alat
penangkap ikan laut sedikit mengalami penurunan sebesar 0,09 persen
dibandingkan tahun 2013.

2. Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk


Perikanaan.

Tantangan

Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia adalah


persaingan yang sangat ketat dalam mendapatkan bahan baku
ikan segar, negara pesaing telah menerapkan integrated
technology yang memungkinkan pengolahan di laut yang
belum diterapkan oleh industri pengolahan ikan dalam negeri,
persyaratan ekspor semakin ketat, masih adanya Illegal
Fishing dan transhipment ikan dilaut, kenaikan harga bahan
bakar minyak dan masih adanya persepsi negatif pada
perdagangan internasional seperti adanya zat pengawet
(Mercury Issue) dan ikan yang tidak segar dari Indonesia.

Peluang
Peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam
pembangunan nasional adalah: Penyedia lapangan kerja, Industri
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40
persen dari hasil produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 6.205.189 orang pada tahun 2013. Seandainya, tingkat
pemanfaatan produksi perikanan untuk pengolahan ditingkatkan menjadi
80 persen maka tenaga kerja yang diserap akan meningkat menjadi 12
juta-an orang. Angka tersebut sangat signifikan untuk menurunkan angka
penggangguran di Indonesia.(Ahmad Talib, 2018).

3. Sertifikasi produk perikanan.

sertifikasi dibutuhkan suatu produk pangan yang ingin dikonsumsi


konsumen, terutama pangan yang ditujukan untuk pasar internasional.
Buntutnya, hal ini pun mempengaruhi sertifikasi pada komoditas udang
yang notabene merupakan komoditas global. Ketua Asosiasi Pengusaha
Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi
Wibowo menjelaskan, prinsip dasar sertifikasi adalah membuat yakin dan
bisa dipercaya oleh calon pembeli atau pembeli (buyer) bahwa produk
yang dihasilkan dari dalam negeri terjamin mutunya. Mengakomodir
kebutuhan sertifikasi tersebut, Coco Kokarkin selaku Direktur Perbenihan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan
dan perikanan (KKP) mengungkapkan, akan adanya penerapan skema baru
sertifikasi sektor budidaya.
3.2. Saran

Pada bidang akuakultur pentingnya kebijakan pembangunan perikanan


dalam sektor ekonomi bagi suatu negara maka harus di butuhkan ilmu dan
teknologi yang canggih agar dapat memenuhi standar kebutuhan dalam sektor
ekonomi yang terutama pada bidang produk perikanan.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman Adam. (2018). Hambatan Dan Strategi Peningkatan Ekspor


Produk Perikanan Indonesia. Jakarta, Hal 20-21
Deasi Natalia. (2012). Kinerja Daya Saing Produk Perikanan Indonesia Di
Pasar Global, Vol 6. No. 1
Dananjaya, Irwandaru dan Ajie Wahyujati. (2012). Peningkatan Daya
Saing Produk Lokal dalam Upaya Standardisasi Memasuki Pasar
Global (Standardisasi Mutu dan Kualitas Produk Udang Windu), UG
Jurnal, Vol. 6 No. 02, hlm. 09 – 15.
Hilborn, R., Fulton, E. A., Green, B. S., Hartmann, K., Tracey, S. R., and
Watson, R. A. (2015). When is a fishery sustainable?, Canada
Journal Fisheries Aquatic Science, (72), pp. 1433 – 1441.
Huda, S. (2006). Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor
Non-Migas Indonesia, Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi, 6 (2), September,
pp. 117-124.
Rachmawati, Lucky, Djoko Mursinto, and Nurul Istifadah. (2017).
Fishery’s Potential in Indonesia, International Journal of Humanities
and Social Science Invention, Volume 6 Issue 2, pp.58-64.
Saputri, K. (2017) Peluang dan Kendala Ekspor Udang Indonesia ke Pasar
Jepang, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 5(4), pp. 1179 -1194.

Anda mungkin juga menyukai