Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN


PERIKANAN

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan


Kelautan Berkelanjutan

Oleh:
Kelompok 4 (A03)
Aprilia Vira Firmanda 175080400111029

Ahmad Iqbal Badruzzaman 175080400111031

M. Ilham Nadzir Saputra 175080400111033

Luthfiyyah Jasmine 175080400111036

Aliyyuddin Harsoyo Aji 175080400111041

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kondisi ketersediaan sumber daya yang semakin terbatas, eksplorasi,


pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi penting dan
merupakan prioritas perhatian bagi setiap negara. Sebagai negara kepulauan yang
memiliki laut sangat luas, sumber daya kelautan dan perikanan mempunyai potensi
besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber
daya alam (resource based economy). Sementara itu, pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya ini masih belum optimal dalam peningkatan pendapatan nasional dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.Berdasarkan data FAO (2014) pada tahun 2012
Indonesia menempati peringkat ke-2 untuk produksi perikanan tangkap dan peringkat
ke-4 untuk produksi perikanan budidaya di dunia. Fakta ini dapat memberikan
gambaran bahwa potensi perikanan Indonesia sangat besar, sehingga bila dikelola
dengan baik dan bertanggungjawab agar kegiatannya dapat berkelanjutan, maka
dapat menjadi sebagai salah satu sumber modal utama pembangunan di masa kini
dan masa yang akan datang.
Potensi perikanan yang sangat besar tersebut dapat memberikan manfaat yang
maksimal secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia, bila dikelola
dengan baik dan bertanggungjawab. Hal tersebut juga telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pasal 6 ayat 1
yang menegaskan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat
yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.
Namun sayangnya, hingga kini sebagian besar aktivitas perikanan nasional faktanya
belum memperlihatkan kinerja yang optimal, berkelanjutan, dan menjamin kelestarian
sumber daya ikan seperti yang diamanatkan dalam UU RI No.45/1945 tersebut.
Sebagai gambaran pada perikanan tangkap, beberapa contohnya adalah: 1) masih
maraknya aktivitas IUU fishing; 2) gejala lebih tangkap atau overfishing di beberapa
perairan pantai Indonesia, akibat pemanfaatan sumber daya ikan yang umumnya
masih bersifat open acces dan belum melaksanakan limited entry secara penuh; 3)
masih terdapat penggunaan alat penangkapan ikan yang bersifat destruktif; dan 4)
sistem pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan yang masih lemah dan belum
efektif. Sementara pada perikanan budidaya, diantaranya adalah: 1) kebutuhan pakan
yang masih tergantung dengan impor dari negara lain; 2) sebagian besar usaha
perikanan budidaya di Indonesia belum menerapkan good aquaculture practices,
sehingga aktivitasnya berdampak pada degradasi lingkungan yang cukup signifikan,
yang akhirnya menimbulkan masalah penyakit, kematian massal, dan juga terjadinya
pencemaran, baik dari limbah sisa pakan maupun dari limbah penggunaan obat-
obatan yang tidak tepat jenis dan dosis; 3) masih sering terjadinya konversi lahan yang
tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga sering menjadi ancaman langsung
mapun tidak langsung bagi keberlanjutan usaha perikanan budidaya.
Upaya memanfaatkan sumber daya ikan secara optimal, berkelanjutan, dan
lestari merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi sebesarnya-besarnya
kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
pembudidaya ikan, pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan
kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa
negara. Berdasarkan hal ini, guna memberikan manfaat yang maksimal bagi
masyarakat dan negara Indonesia serta menjamin keberlangsungan usaha perikanan
itu sendiri, maka sudah seharusnya pembangunan dan aktivitas perikanan nasional
secepatnya diarahkan untuk menerapkan kaidah-kaidah perikanan berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan tujuan pengelolaan perikanan berkelanjutan?
2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan perikanan berkelanjutan?
3. Apa landasan hukum pengelolaan perikanan di Indonesia?
4. Apa saja kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi dan tujuan pengelolaan perikanan berkelanjutan
2. Menjelaskan pelaksanaan pengelolaan perikanan berkelanjutan
3. Menjelaskan landasan hukum pengelolaan perikanan di Indonesia.
4. Menjelaskan kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

Perikanan berkelanjutan adalah upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan


ekologi. Konsep perikanan berkelanjutan muncul dari kesadaran lingkungan. Perikanan
berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan makin merosotnya kemampuan
lingkungan perairan untuk menyangga ketersediaan sumber daya ikan. Ide awal
perikanan berkelanjutan adalah dapat menangkap atau memanen sumber daya ikan
pada tingkat yang berkelanjutan, sehingga populasi dan produksi ikan tidak menurun
atau tersedia dari waktu ke waktu. Sumber daya ikan termasuk sumber daya yang
dapat diperbaharui, walaupun demikian bukan berarti sumber daya ikan dapat
dimanfaatkan tanpa batas. Apabila sumber daya ikan dimanfaatkan tanpa batas atau
tidak rasional serta melebihi batas maksimum daya dukung ekosistemnya, maka dapat
mengakibat kerusakan dan berkurangnya sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila
tidak segera diatasi juga dapat mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut.
Menyadari pentingnya arti keberlanjutan tersebut, maka pada tahun 1995 badan dunia
FAO merumuskan konsep pembangunan perikanan berkelanjutan dengan menyusun
dokumen Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab atau Code ofConduct for
Responsible Fisheries (CCRF).4 Aktivitas perikanan yang berkelanjutan dapat dicapai
melalui pengelolaan perikanan yang tepat dan efektif, yang umumnya ditandai dengan
meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan manusianya serta juga terjaganya
kelestarian sumber daya ikan dan kesehatan ekosistemnya.
Charles (2001) dalam paradigmanya tentang Sustainable Fisheries System, 5
mengemukakan bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat
mengakomodasi 4 aspek utama yang mencakup dari hulu hingga hilir, yakni: 1)
Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability): memelihara keberlanjutan
stok/biomass sumber daya ikan sehingga pemanfaatannya tidak melewati daya
dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistemnya. 2) Keberlanjutan
sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability): memperhatikan keberlanjutan
kesejahteraan para pelaku usaha perikanan dengan mempertahankan atau mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak. 3) Keberlanjutan komunitas (community
sustainability): menjaga keberlanjutan lingkungan komunitas atau masyarakat
perikanan yang kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan
bersama yang tegas dan efektif. 4) Keberlanjutan kelembagaan (institutional
sustainability): menjaga keberlanjutan tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui
kelembagaan yang efisien dan efektif guna mengintegrasikan atau memadukan tiga
aspek utama lainnya (keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan
keberlanjutan masyarakat). Secara umum, aktivitas perikanan di Indonesia belum
menunjukkan kinerja yang berkelanjutan. Hal ini, dapat dilihat dengan masih belum
banyaknya jumlah usaha perikanan di Indonesia yang berjalan langgeng (bertahan
dalam jangka panjang). Selain itu, sektor perikanan nasional juga masih cukup banyak
menghadapi kendala atau permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan paling
utama yang menjadi penyebab perikanan di Indonesia belum berjalan secara
berkelanjutan adalah masih lemahnya sistem pengelolaan perikanan (fisheries
management system), baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Pengelolaan perikanan yang lemah, baik secara langsung maupun tidak langsung,
tentunya akan menimbulkanketidakteraturan dan tidak terkendalinya usaha perikanan
nasional, yang pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas perikanan nasional menjadi
tidak berkelanjutan.

2.2 Tujuan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan


Menurut Irvan (2013), tujuan pengelolaan perikanan berwawasan lingkungan
adalah:
 Tujuan ekonomi mencakup pertumbuhan ekonomi, eko-efisiensi, pemerataan dan
stabilitas ekonomi.
 Tujuan sosial mencakup pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat,
pemantapan jati diri (identitas) bangsa, sumberdaya manusia berkelanjutan,
mobilitas dan kebersamaan, serta pembinaan sistem kelembagaan.
 Tujuan ekologi mencakup integritas ekosistem, pelestarian keanekaragaman
hayati, pencegahan pemborosan sumberdaya alam, pencegahan pencemaran dan
pemilihan lingkungan hidup yang rusak.
Pada sub-sektor perikanan tangkap menunjukan bahwa stok ikan dibeberapa
wilayah perairan laut seperti Selat Malaka, Laut Jawa, Pesisir Selatan Sulawesi, dan
Laut Arafura telah mengalami tangkap jenuh (over fishing),  ini akibat dari pengelolaan
yang telah mengindahkan prinsip keberlanjutan (sustainable), sehingga dikhawatirkan
jika tidak ada pengelolaan yang arif, maka eksploitasi terhadap sumberdaya ikan akan
melebihi produksi potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY).
Pengelolaan sumberdaya perikanan hendaknya dilakukan berdasarkan prinsip
keberlanjutan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan seharusnya didasari
pada tujuan jangka panjang. Namun, justru pola pengelolaan yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip keseimbangan (Principle of harmony) dan nilai-nilai lestari (sustainable
values) yang terjadi (Irvan, 2013).
Ada hal yang mendasar yang sesungguhnya telah diabaikan keberadaannya
yakni kearifan lokal (local wisdom). Nilai-nilai moral yang terkandung dalam prinsip
kearifan lokal  sudah seharusnya menjadi dasar bagi pengelolan perikanan budidaya
yang berkelanjutan(sustainable aquaculture). Prinsip sustainable  harus menjadi syarat
mutlak, sehingga apapun bentuknya usaha perikanan sudah seharusnya memegang
prinsip nilai-nilai lestari (sustainable values), ramah lingkungan (pro-enviroment),
ecologycal awareness, dan social awareness (Irvan, 2013).
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pada dasarnya memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social well-being) secara
berkelanjutan, terutama komunitas masyarakat lokal yang bermukim di wilayah pesisir
(coastal zone). Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir, aspek ekologi
dalam hal kelestarian sumberdaya dan fungsi-fungsi ekosistem harus dipertahankan
sebagai landasan utama untuk mencapai kesejahteraan tersebut (Suhana, 2009).
Pemanfaatan sumberdaya pesisir diharapkan tidak menyebabkan rusaknya
fishing ground, spawning ground, maupun nursery ground ikan. Selain itu juga tidak
merusak fungsi ekosistem hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reefs), dan
padang lamun (sea grass) yang memiliki keterkaitan ekologis dengan keberlanjutan
sumberdaya di wilayah pesisir (Suhana, 2009).

2.3 Pelaksanaan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan


Menurut Hastuti (2010), sumber daya alam merupakan hal yang terpenting
dalam kehidupan. Upaya-upaya dalam melestarikan sumber daya alam terus dilakukan
tapi belum sepenuhnya terwujud. Manusia yang terus berkembang menyebabkan
penggunaan sumber daya alam yang makin meningkat, maka harus ada pengelolaan
sumber daya alam yang bijak dan benar. Pengelolaan perikanan ini ditempuh dengan
jalan sebagai berikut:
1) Perlindungan anak ikan, yaitu larangan penangkapan ikan yang belum dewasa
dengan menggunakan alat penangkapan yang ukuran jaringnya ditentukan.
2) Sistem kuota, yaitu menentukan bagian perairan yang boleh diambil ikannya pada
musim tertentu. Penggunaan sistem ini harus disertai kontrol yang baik.
3) Penutupan musim penangkapan dengan tujuan agar jumlah induk ikan tidak
berkurang, kemudian pada waktu pemijahan serta pembesaran anak ikan tidak
terganggu. Pada musim tersebut dilarang melakukan penangkapan ikan-ikan
tertentu.
4) Penutupan daerah perikanan, yaitu larangan penangkapan ikan di daerah
pemijahan dan pembesaran ikan, terutama di daerah yang populasinya menurun.
Laut merupakan sumber ikan yang sangat banyak, tapi dalam penangkapan
ikan di laut kadang tidak memperhatikan dampak yang merusak ekosistem laut.
Menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau, dengan alat tersebut maka
ikan-ikan kecil akan tertangkap sehingga memutus reproduksi ekosistem ikan yang
lama kelamaan bisa punah, atau dengan menggunakan bom yang sangat berbahaya
bagi semua ekosistem yang hidup di laut (Supriyanto, 2013).
Menurut Hastuti (2010), Penangkapan ikan yang baik bis menggunakan kapal
motor dilengkapi jaring atau jala dengan ukuran yang besar, supaya ikan-ikan kecil
yang tertangkap akan lepas, hanya ikan-ikan besar yang tertahan. Cara mengatasi
overfishing, dengan langkah-langkah berikut:
a. Membatasi jumlah hasil tangkap
b. Mengatur waktu tangkap
c.Melakukan pengaturan ukuran hasil tangkap (ukuran panjang/berat)
d. Mengatur dan mengawasi jenis alat tangkap
e. Menerapkan sistem zonasi
f. Melarang penggunaan bahan peledak
Menurut Irvan (2013), pendekatan pengelolaan perikanan berbasis sumber
daya lokal masyarakat sangat urgent dan mendesak untuk segera dilaksanakan. Hal-
hal yang harus dilakukan seperti:
1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dibuat di
tingkat local (dari, oleh dan untuk masyarakat).
2. Identitas masyarakat lokal harus diakui peranannya sebagai partisipan dalam
proses pengambilan keputusan.
3. Fokus utama pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan
masyarakat miskin dalam mengarahkan asset yang ada dalam masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhannya.
4. Revitalisasi pola pikir dan kesadaran pelaku usaha budidaya perikanan untuk
kembali pada pengelolaan budidaya perikanan secara arif dan bertanggungjawab
dengan menjungjung tinggi nilai-nilai lestari.
Menurut Ningsih dan Heri (2012), bidang kelautan dan perikanan dapat menjadi
salah satu sumber pertumbuhan ekonomi penting karena:
a. kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat
b. pada umumnya ouput dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumber daya
lokal
c. dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap
tenaga kerja cukup banyak
d. umumnya berlangsung di daerah
e. industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui
(renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan.
Dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan
perlu diperhatikan daya dukung pada wilayah laut, pesisir dan daratan dalam
hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Ketersediaan sumber daya ini merupakan
kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.
Semua negara mampu mengembangkan suatu pola pemanfaatan yang berkelanjutan
dan mempelajari bagaimana mengimplementasikan prinsip pengelolaan kelautan
(oceanmanagement).

2.4 Landasan Hukum Pengelolaan Perikanan di Indonesia


Landasan hukum pengelolaan perikanan yang ada di Indonesa antara lain:
a) UUD RI tahun 1945 pasal 33
b) Konvensi Hukum Laut (United Nation Convention of Law of the Sea) tahun 1982
pasal 61
c) United Nation Stock Agreement oleh FAO tahun 1995
d) Code of Conduct for Responsible Fisheries oleh FAO tahun 1995 tentang
Pengelolaan Perikanan Bertanggung Jawab
e) Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
f) Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Menurut Suhana (2009), berlakunya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang
kemudian diubah menjadi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
memberikan nuansa baru pembangunan di daerah, maka upaya pemanfaatan dan
pengembangan berbagai potensi daerah, termasuk potensi sumberdaya di wilayah
pesisir, mulai mendapat perhatian. 
Arti penting dari UU tersebut adalah bahwa daerah memiliki otoritas yang lebih
besar terhadap pengelolaan sumberdaya di wilayah laut. Sebelumnya pengelolaan
sumberdaya tersebut cenderung bersifat sentralistik, sehingga telah terjadi pelemahan
peran masyarakat lokal dan berbagai kerusakan sumberdaya hayati laut, seperti gejala
tangkap lebih (overfishing), degradasi ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove
akibat praktik penangkapan ikan yang berlebihan dan merusak ekosistem perairan laut
seperti pengeboman dan bahan-bahan beracun menjadi kurang terkontrol.
Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004, kebijakan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan lautan sudah bergeser dari sentralistik ke desentralistik.
Perubahan paradigma pembangunan pesisir dan lautan dari pola sentralistik ke
desentralistik atau istilah lainnya kebijakan kelautan berbasis otonomi daerah, maka
sebagai konsekuensinya pemerintah kabupaten/kota kini telah memiliki kewenangan
(authority) yang lebih besar dalam sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Dalam kebijakan pembangunan masyarakat pesisir, Pemerintah Daerah diharapkan
akan lebih berupaya untuk mengedepankan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan
masyarakat pesisir, khususnya masyarakat lokal (localcoastal community), dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir setempat (coastal community wellbeing), terutama
masyarakat adat.

2.5 Kebijakan Pengelolaan Perikanan Berwawasan Lingkungan di Indonesia


2.5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Menurut Ningsih dan Heri (2012), pembangunan kelautan dan perikanan
secara berkelanjutan memerlukan keterpaduan pembangunan pada masing-masing
sektor. Kebijakan komprehensif di bidang kelautan dan perikanan yang meletakkan
prinsip keadilan (equity), demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
tersebut menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Dalam rangka meningkatkan
semangat keterpaduan pembangunan kelautan dan perikanan, arah kebijakan makro
pembangunan bidang Kelautan dan Perikanan adalah sebagai berikut:
1) Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan dalam mengedepankan
pembangunan kelautan dan perikanan dan perlu menyusun Undang-Undang
Kelautan Nasional yang sinergi dan terintegrasi.
2) Menentukan dan menetapkan batas-batas wilayah perairan pedalaman, sehingga
kapal dari negara lain tidak diperbolehkan melewati perairan tersebut tanpa
kecuali.
3) Menentukan dan menetapkan batas-batas perairan zona tambahan (12-24 mil
laut), sehingga pemerintah Indonesia dapat melaksanakan kewenangan untuk
mengontrol pelanggaran terhadap aturan-aturan di bidang bea dan cukai,
keuangan, karantina kesehatan, pengawasan imigrasi dan menjamin.
4) Merevisi UU No 5 Tahun 1983 tentang ZEEI karena adanya perubahan titik
pangkal perairan Indonesia, seperti yang tercantum dalam PP No 38 Tahun 2002
tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
5) Mengkaji, menetukan dan menetapkan landas kontinen Indonesia di luar 200 mil
sampai 350 mil. Hasil kajian ini dapat dijadikan dasar dalam pengajuan klaim ke
Komisi Landas Kontinen PBB sebelum tanggal 16 November 2009.
6) Meningkatkan pemahaman pentingnya laut dari aspek geopolitik dan geostrategis
kepada seluruh komponen. Selain itu juga armada pengamanan laut perlu di
perkuat dan ditambah baik kualitas maupun kuantitasnya dalam kaitannya untuk
menjaga keutuhan NKRI dan keutuhan sumber daya alam.
7) Mengatasi masalah kerusakan lingkungan di wilayah pesisir, dilakukan rehabilitasi
lahan pesisir yang sudah terdegradasi, memperluas daerah-daerah perlindungan
bagi spesies yang langka dan menindak tegas para perusak lingkungan.

2.5.2 Strategi Investasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Menurut Ningsih dan Heri (2012), untuk perikanan tangkap, strategi yang
diterapkan adalah:
1) hanya diperbolehkan pada WPP yang masih memiliki potensi dengan
memperhatikan kelestarian sumber daya perikanan (total alowable catch 5,2 juta
ton per tahun)
2) jenis sumber daya perikanan yang memiliki peluang untuk dimanfaat kan adalah
pelagis besar, pelagis kecil, udang, dan cumi-cumi
3) pengembangan pemanfaatan sumber daya ikan diarahkan pada wilayah laut di
atas 12 mil (ZEEI)
4) dilaksanakan rasionalisasi jumlah armada dan relokasi wilayah penangkapan, serta
optimalisasi pengelolaan perikanan
5) pengembangan perikanan budidaya diarahkan kepada budidaya yang memiliki nilai
ekonomi tinggi seperti: udang, kerapu, kakap, rumput laut, bandeng, ikan hias,
mutiara, kerang-kerangan, nila, emas, gurame, dan patin; mengingat potensi lahan
tambak, kolam, dan perairan laut nasional masih besar
6) peningkatan produksi dalam rangka pemenuhan protein hewani, serta peningkatan
nilai tambah produk perikanan.
Menurut Ningsih dan Heri (2012), strategi pengembangan pariwisata bahari yang
diterapkan, mencakup:
1) mengembangkan investasi untuk sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung
lainnya yang berwawasan lingkungan
2) melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan, serta mengembangkan nilai-nilai
asli budaya masyarakat lokal
3) mengembangkan keragaman aktivitas wisata, dan paket-paket wisata
terpadu/spesifik dan ekslusif
4) meningkatkan promosi dan pemasaran
5) meningkatkan koordinasi sektoral dan lintas sektor serta meningkatkan kerjasama
antar negara
6) mengembangkan data dan sistem informasi kawasan dan objek pariwisata\
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
a. Perikanan berkelanjutan adalah upaya memadukan tujuan sosial, ekonomi dan
ekologi. Konsep perikanan berkelanjutan bertujuan agar area fishing ground,
spawning ground, maupun nursery ground ikan tetap lestari serta memberikan
manfaat sampai generasi mendatang.
b. Pelaksanaan pengelolaan perikanan berkelanjutan meliputi perlindungan anak
ikan, batasan sistem kuota penangkapan, serta penutupan musim
penangkapan dan daerah perikanan. Pencegahan overfishing dan pendekatan
pengelolaan perikanan berbasis sumber daya lokal masyarakat dilakukan untuk
menjaga ketersediaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
c. Landasan hukum pengelolaan perikanan yang ada di Indonesa antara lain :
UUD RI tahun 1945 pasal 33, Konvensi Hukum Laut (United Nation Convention
of Law of the Sea) tahun 1982 pasal 61, United Nation Stock Agreement oleh
FAO tahun 1995, Code of Conduct for Responsible Fisheries oleh FAO tahun
1995 tentang Pengelolaan Perikanan Bertanggung Jawab, dan Undang-undang
nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan serta Undang-undang nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah.
d. Kebijakan Pengelolaan perikanan di Indonesia meliputi kebijakan makro
pembangunan kelautan dan perikanan serta strategi investasi dan pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan.
Dengan memperhatikan kondisi dan permasalahan yang dihadapi, maka
diperlukan inovasi dan strategi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan agar tujuan ekonomi, sosial dan ekologi pada
pengelolaan perikanan tersebut dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Hastuti, Novi. 2010. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dengan Koefisiensi,


Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Bulletin Online
Edisi Januari - Februari 2010.

Irvan, Muhammad. 2013. Adaptasi Masyarakat/Kearifan Lokal dalamPengelolaan


Perikanan Berkelanjutan. Jurnal Ilmu Lingkungan 2013:5 (7).

Yanti, Sri., Js. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. 2014.


Kementerian PPN/ Bappenas Direktorat Kelautan dan Perikanan 2014.

Ningsih dan Heri. 2012. Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup Direktorat Kelautan dan Perikanan.

Suhana. 2009. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Dalam PerspektifKearifan
Lokal Desa Autubun, Maluku Tenggara Barat. Bulletin OnlineEdisi November -
Desember 2009. ISSN 1978 - 1571.

Supriyanto. 2013. Analisis Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Berwawasan


Lingkungan Di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
Jurnal Ilmu Lingkungan 2013:7 (2).

Anda mungkin juga menyukai