Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Struktur Geologi & Topografi Pulau Jawa Bagian Barat”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Geologi Indonesia

Dosen Pengampu : Hendra Saputra M.Pd

Disusun Oleh:

1. Muhammad Erizal (12111310181)


2. Utari N (12111320933)
3. Winda Asmarani

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN GEOGRAFI 3 D
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb…

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Penulis
panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah dan
inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu. Dan tidak lupa pula shalawat serta salam kita hadiahkan untuk Nabi Muhammad
SAW. Yang mana Rasulullah SAW telah berjuang dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
penuh pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Geologi Indonesia
jurusan Pendidikan Geografi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
“Struktur Geologi Dan Topografi Pulau Jawa Bagian Barat ” dengan baik dan benar bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal
mungkin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hendra Saputra, M.Pd. selaku dosen
Mata Kuliah Geologi Indonesia.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 17 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1


A. LATAR BELAKANG..................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................1
C. TUJUAN ......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A. GEOLOGI PULAU JAWA SECARA UMUM..................................................2
B. JAWA BAGIAN BARAT .......................................................... 3
1. Sejarah Sedimentasi Jawa Barat ......................................... 3
2. Sejarah Pembentukan Jawa Barat ....................................... 6
3. Seismo Tektonik Regional ................................................. 7
4. Sesar Di Jawa Barat ........................................................... 8
5. Ulasan Singkat Geologi Regional ..................................... 12
6. Tektonostratigrafi dan Struktur Geologi..............................12
7. Stratigrafi Regional………………………………………..15
8. Sedimentasi Cekungan…………………………………… 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 12
A. Kesimpulan.......................................................................... 19
B. Saran......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki kondisi geologi
yang menarik. Menarik karena gugusan kepulauannya di bentuk oleh tumbukkan lempeng-
lempeng tektonik besar. Tumbukkan lempeng Eurasia dan lempeng India-Australia yang
mempengaruhi Indonesia bagian barat termasuk pulau Jawa. Interaksi antar lempeng ini
telah menghasilkan suatu tatanan geologi yang komplek khususnya untuk Jawa Barat
dan Banten. Tektonik global yang merupa-kan suatu rangkaian peristiwa geologi mulai
dari pemecahan kontinen, penunjaman, tumbukan, pergeseran antar lempeng hingga
seluruh proses ikutannya. Secara keseluruhan peristiwa ini telah menghasilkan tatanan
tektonik berupa palung, busur luar non volkanik, busur depan, busur gunung api
dan cekungan belakang busur.

Geologi Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Pulau Jawa yang memiliki
daya tarik tersendiri. Aktifitas geologi yang telah berlangsung selama berjuta-juta tahun
lalu di wilayah ini menghasil-kan berbagai jenis batuan mulai dari batuan sedimen, ba-
tuan beku (ekstrusif dan intrusif) dan batuan metamorfik dengan umur yang beragam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana geologi pulau jawa secara umum?
2. Bagaimana struktur geologi pulau Jawa bagian barat?

C.Tujuan
1. Untuk mengetahui geologi pulau Jawa secara umum
2. Untuk untuk mengetahui struktur geologi pulau jawa bagian barat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. GEOLOGI PULAU JAWA SECARA UMUM

Secara tektonik, pulau Jawa merupakan pulau yang dekat dengan zona
subduksi dimana lempeng Indo-Australia menujam ke bawah Lempeng
Eurasia.Penujaman terjadi mulai dari selatan busur Sunda berupa palung yang
dikenal dengan palung Jawa, sekitar 200 km lepas pantai Jawa dengan kecepatan
gerak lempeng 7 cm pertahun.

Gambar 1. Lokasi sesar yang ada di Jawa dan historis gempa yang pernah terjadi.

Dari gambar 1 di atas, nampak 5 sesar utama yang terletak di Jawa, antara lain :
1. Sesar Lembang
2. Sesar Cimandiri
3. Sesar Baribis
4. Sesar Opak
5. Sesar Porong
Dalam study kasus yang lain, bila kita mengacu pada hasil analisa struktur Pulau Jawa
Madura oleh M. Untung dan Hasegawa (1975), berdasar data gaya berat, tampak
bahwa di daerah Jawa Barat, dijumpai system sistem patahan (sesar) anjak” yang
berjejer sangat rapat, serta seringkali berimbikasi. Arah umum sesar anjak dan

2
lipatan, adalah barat laut tenggara. Memanjang dari Banyumas, Kadipaten, Subang,
Purwakarta terus ke arah barat.. Sedangkan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa
Timur, arah umum struktur patahan dan lipatan, adalah utara-timur laut. Memanjang
dari Kebumen, Magelang, Ungaran, Kudus. Bukti lapangan sekarang adalah
diketemukannya batuan mélange, yaitu batuan endapan Palung hasil tumbukan
lempeng benua-samudera, di daerah Karangsambung, Kebumen utara dan di daerah
Bayat, Klaten selatan. Di daerah Bantul diperkirakan terdapat graben bahkan di
daerah sebelah timur Malang diperkirakan adanya graben relatif besar.

Mengacu pada bukti lapangan di atas, maka dapat disimpulkan sementara bahwa
zona tunjaman/tubrukan lempeng samudera-samudera jaman pra-Kapur,
membentang mulai dari Kebumen Utara, Klaten Selatan, menerus ke arah timur laut
arah Rembang. Zona tersebut diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 17 km di
bawah muka tanah dan melibatkan batuan dasar (basement rock).

Gambar 2. Zona Tubrukan/Tunjaman

B. JAWA BAGIAN BARAT

1. Sejarah Sedimentasi Jawa Barat


Menurut Van Bemmelen (1970) secara garis besar daerah Jawa Barat dan
sekitarnya menurut struktur geologinya dapat dibagi atas empat bagian, yaitu:
a. Coastal Plain of Batavia

3
Merupakan dataran rendah Jakarta yang mempunyai lebar sekitar 40 km dan
memanjang dari Serang dan Rangkasbitung di banten sampai ke Cirebon. Sebagian besar
terdiri dari endapan aluvial dan sungai dan lahar gunung api pedalaman. Kadang –
kadang nampak marine sediment tertier (endapan laut pada masa Tersier).

b. Bogor Zone

Terletak di bagian selatan Coastal Plain of Batavia yang terdiri dari jalur bukit dan
pegunungan yang lebarnya sekitar 40 km dan memanjang dari Jasinga dekat perbatasan
Banten terus ke Sungai Pemali dan Bumiayu (Jawa Tengah). Daerah ini merupakan
anticlinorium dari pelipatan lapisan neogen dengan banyak intrusi vulkanik. Di sebelah
timur banyak gunung api muda.

c. Bandung Zone

Merupakan jalur longitudinal dari depresi dengan lebar 20 – 40 km dan memanjang dari
Pelabuhan ratu melalui lembah cimandiri (Sukabumi), Cianjur, Bandung, Garut, Lembah
Citanduy (Tasikmalaya) dan berakhir di Sesar Arakan. Menurut bentuknya merupakan
bagian atas dari Geantiklinal Jawa Api terjadi patahan pada masa akhir Tersier. Sebagian
besar dari Bandung Zone terdiri dari endapan vulkanik muda dan endapan aluvial serta
diselingi bukit batuan Tersier.

d. Daerah pegunungan

Merupakan pegunungan di sebelah selatan Jawa Barat yang memanjang dari Pelabuhan
Ratu sampai Nusakambangan di sebelah selatan Cilacap dengan lebar sekitar 50 km.
Daerah ini dapat dibagi tiga bagian :

 Daerah Jampang di sebelah barat yang ketinggian rata – rata 1000 meter dengan
volcanic neck Gunung Malang (1305 m).
 Daerah Pangalengan di tengah dengan gunung tertinggi adalah Gunung Kencana
(2182 m).
 Daerah Karang Nunggal di sebelah timur dengan ketinggian rata – rata 1000 m
dan gunung tertinggi hanya Gunung Bongkok.

Cekungan Bogor merupakan penamaan bagi suatu mandala sedimentasi yang


melampar dari utara ke selatan di daerah Jawa Barat, posisi tektonik dari Cekungan
Bogor ini sendiri dari zaman Tersier hingga Kuarter terus mengalami perubahan
(Martodjojo,1984). Batuan tertua pada Mandala Cekungan Bogor berumur Eosen Awal
yaitu Formasi Ciletuh (Gambar1). Di bawah formasi ini diendapkan kompleks Mélange

4
Ciletuh yang merupakan olisostrom. Formasi ini terdiri dari lempung, pasir dengan
sisipan breksi, diendapkan dalam kondisi laut dalam, berupa endapan lereng palung
bawah (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009).
Pada Kala Oligo-Miosen diendapkan Formasi Bayah yang dicirikan dengan
lingkungan berupa sungai teranyam dan kelok lemah. Formasi ini merupakan
perselingan pasir konglomeratan dan lempung dengan sisipan batubara (Martodjojo,
1984 dalam Argapadmi, 2009). Lalu di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi
Batu Asih dan Formasi Rajamandala yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi
Batuasih terdiri dari lempung laut dengan sisipan pasir gampingan sedangkan Formasi
Rajamandala merupakan endapan khas tepi selatan Cekungan Bogor yang terdiri dari
batugamping. Kedudukan Cekungan Bogor pada kala ini tidak dapat diidentifikasikan
dengan jelas. Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi Bayah
memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada kala tersebut berasal dari daerah
yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Daratan Sunda yang berada di
utara
Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api dengan batuan bersifat
basalt sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor
yang pada kala ini merupakan cekungan belakang busur Cepatnya penyebaran dan
pengendapan rombakan deratan gunung api ini telah mematikan pertumbuhan
terumbu Formasi Rajamandala sehingga endapan volkanik yang dikenal dengan nama
Formasi Jampang dan Formasi Citarum mulai diendapkan pada lingkungan marin.
Formasi Jampang yang berciri lebih kasar daripada Formasi Citarum diendapkan di
bagin dalam dari sistem kipas laut sedangkan Formasi Citarum diendapkan di bagian
luar dari sistem kipas laut.
Pada Kala Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan
belakang busur dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam
dengan mekanisme arus gravitasi. Ciri umum dari formasi ini memiliki banyak sisipan
breksi atau breksi konglomeratan. Formasi Cimandiri yang juga berumur Miosen
Tengah menutupi Formasi Jampang. Formasi ini terdiri dari lempung gamping yang
konglomeratan yang dikenal sebagai Nyalindung Beds, tetapi peneliti yang lainnya
(Effendi et al, 1998 dalam Argapadmi, 2009) menamakan Formasi Cimandiri di
beberapa daerah sebagai Formasi Nyalindung yang terdiri atas batupasir glaukonit
gampingan hijau, batulempung, napal pasiran, konglomerat, breksi, dan batugamping.
Formasi Bojonglopang yang memiliki hubungan menjemari dengan Formasi Cimandiri
juga diendapkan pada Miosen Tengah. Peneliti yang lain (Duyfjes, 1939 dalam
Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009) menamakan formasi ini sebagai Anggota

5
Bojonglopang Formasi Cimandiri. Karakteristik utama dari formasi ini adalah litologi
batugampingnya.
Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang
dicirikan oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari
perselingan batupasir greywacke dan lempung. Cekungan Bogor pada kala ini sudah
semakin sempit menjadi suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi
zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak
tektonik yang dominant.
Pada Kala Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang
busur dengan diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan yang
diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Formasi
Subang diendapkan di bagian utara menunjukan lingkungan pengendapan paparan
(Kurniawan, 2008). Pada Kala Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan
daratan yang ditempati oleh puncak-puncak gunungapi yang merupakan jalur
magmatis. Sebenarnya pendangkalan Cekungan Bogor ini dimulai dari selatan pada
umur Miosen Tengah dan berakhir di sebelah utara pada umur Plistosen. Formasi
Kaliwangu diendapkan di atas Formasi Subang pada Pliosen Awal dan menunjukan
lingkungan pengendapan transisi. Daerah pegunungan selatan bagian selatan
mengalami penurunan dan genang laut yang menghasilkan Formasi Bentang sedangkan
di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser.
Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang.
Aktivitas gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan
Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda, sekaligus pusat gunung api dari
selatan berpindah ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di
seluruh gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig dan Sharman, 1955 dalam
Martodjojo, 2003 dalam Santana, 2007).

2. Sejarah Pembentukan Jawa Barat


Berdasarkan hasil studi pola struktur di Pulau Jawa, Pulonggono dan Martodjojo
(1994) menyimpulkan bahwa selama Paleogen dan Neogen telah terjadi perubahan
tatanan tektonik di Pulau Jawa. Pola Meratus dihasilkan oleh tektonik kompresi berumur
80-52 juta tahun yang lalulu yang diduga merupakan arah awal penunjaman lempeng
Samudra Indo-Australia ke bawah Paparan Sunda. Arah ini berkembang di Jawa Barat dan
memanjang hingga Jawa Timur pada rentang waktu Eosen-Oligosen Akhir. Di Jawa Barat,
Pola Meratus diwakili oleh Sesar Cimandiri yang kemudian tampak dominan di lepas
pantai utara Jawa Timur. Sesar ini juga berkembang di bagian selatan Jawa.

6
Pola Sunda (utara-selatan) dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa regangan ini
disebabkan oleh penurunan kecepatan yang diakibatkan oleh tumbukan Benua India dan
Eurasia yang menimbulkan rollback berumur Eosen-Oligosen Akhir. Pola ini umumnya
terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai utara Jawa Barat.
Penunjaman di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera menimbulkan tektonik
kompresi yang menghasilkan Pola Jawa. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur
Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-timur. Pola Jawa ini
menerus sampai ke Pulau Madura dan di utara Pulau Lombok. Pada Kala Miosen Awal-
Pliosen, Cekungan Bogor yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan
busur magmatik, berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur magmatik
sehingga terbentuk sesar-sesar anjakan dan lipatan.

3. Seismotektonik Regional
Jawa Barat terletak dikenal sebagai bagian dari Jalur Penunjaman Busur Sunda
(Sunda Arc Subduction Zone) dengan sistem penunjaman Lempeng Eurasia-Indo
Australia dibagian selatan dan jalur sesar aktif busur kepulauan di daratan yang
berasosiasi satu sama lain sehingga menjadi satu sistem sesar besar Jawa Barat yang
terdiri dari Zona Sesar Sukabumi- Padalarang (atau lebih dikenal dengan Sesar
Cimandiri, yang merupakan kompleks sesar dengan jalur utama merupakan sesar naik
dan sesar geser jurus mengiri) yang berarah baratdaya-timurlaut, Zona Sesar Cilacap-
Kuningan (atau lebih dikenal dengan Sesar Baribis yang merupakan sesar geser jurus
menganan) yang berarah tenggara-baratlaut, dan Sesar Normal Pegunungan Selatan
yang berarah barat-timur dan merupakan sesar turun (Katili dan Sudradjat, 1984).

Gambar 3. Lokasi Patahan Di Jawa Barat

7
Secara keilmuan lempeng samudera dari selatan yang berukuran raksasa itu berjalan
antara 6-7 cm per tahun ke arah utara. Salah satu akibatnya adalah terjadinya
patahan/sesar yang memanjang antara Palabuanratu hingga ke utara Padalarang, antara
Cilacap hingga Kuningan, dan terus ke arah baratlaut. Selain patahan yang besar-besar,
banyak lagi patahan-patahan yang menjurus ke utara di pantai selatan Jawa Barat ini,
sepeperti dari Pameungpeuk, Sindangbarang, Cipatujah, Pangandaran, atau patahan di
utara Bandung, yang sangat terkenal dengan nama Patahan Lembang.

4. Sesar Di Jawa Barat


Wilayah Jawa Barat rawan terjadi gempa bumi karena di sebelah selatan Pulau
Jawa terdapat zona subduksi (penunjaman), yaitu pertemuan antara lempeng Eurasia
yang berada di sebelah utara dengan lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah
selatan. Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berada di sekitar zona subduksi
tersebut. Selain itu, wilayah Jawa Barat juga terdapat zona patahan (sesar geser) di
bawah permukaannya. Hal ini berarti wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang
cukup kompleks karena terdapat zona subduksi (interplate) dan zona sesar geser
(intraplate) yang menjadi cikal bakal terjadinya gempa bumi.

Gambar 4. Sebaran Gempa

8
Zona-zona sesar ini terbentuk akibat proses geologi yang telah berlangsung selama
berjuta-juta tahun karena pengaruh aktifitas tumbukan lempeng Indo-Australia dengan
lempeng Eurasia yang beralangsung sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Wilayah ini
menghasilkan berbagai jenis batuan mulai dari batuan sedimen, batuan beku (ekstrusif
dan intrusif) dan batuan metamorfik dengan umur yang beragam. Akibat proses
tektonik yang terus berlangsung hingga saat ini, seluruh batuan tersebut telah
mengalami pengangkatan, pelipatan dan pensesaran. Paleografi Jawa Barat (M.
Untung, 1982)
Melalui citra satelit (Landsat) daerah Jawa Barat, diketahui adanya banyak kelurusan
bentang alam yang diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut
umumnya berarah barat-timur, utara-selatan, timurlaut-baratdaya dan baratlaut-
tenggara. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik,
sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal
umum terjadi dengan arah bervariasi. Dari sekian banyak struktur sesar yang
berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur regional yang memegang peranan penting,
yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk
pertama kalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya masih
aktif hingga sekarang. Ketiga sesar tersebut adalah :
a. Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua, membentang mulai dari Teluk
Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala,
Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju
Subang.

b. Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan
arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah
Baribis di Kadipaten-Majalengka.

9
c. Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang
lebih 30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun)
dimana blok bagian utara relatif turun membentuk morfologi dataran (dataran
Lembang).

Gambar 5. Peta Sebaran Sesar Di Jawa Barat

Setelah memahami distribusi sesar di wilayah Jawa Barat maka kita dapat mengetahui
secara umum sumber terjadinya gempa bumi akibat sesar (intraplate), tentunya di
sekitar wilayah-wilayah sesar tersebut. Selanjutnya bila terjadi gempa bumi maka
biasanya yang perlu diketahui adalah posisi hiposenter (fokus gempa/pusat gempa),
episenter (proyeksi vertikal hiposenter hingga ke permukaan), serta parameter lainnya
seperti waktu (detik), jarak (km), kedalaman (km), magnitudo (kekuatan gempa), dan
intensitas (skala relatif sesuai kenampakan visual). Dimana parameter-parameter ini
secara tidak langsung dapat direpresentasikan melalui hasil rekaman seismogram.
Hingga tahun 2003, biasanya seismogram yang sering digunakan berasal dari 3 stasiun
gempa yaitu Ciparay, Soreang, dan Lembang. Melalui seismogram inilah, getaran-
getaran gempa baik intraplate maupun interplate direkam dari waktu ke waktu
Kemudian dari data-data yang diperoleh melalui hasil rekaman tersebut maka
dapat dilakukan estimasi lebih lanjut, seperti studi pemetaan risiko gempa bumi atau
Seismic Zoning berdasarkan distribusi percepatan gerakan tanah (Peak Ground
Accelaration). Percepatan gerakan tanah merupakan percepatan gelombang gempa
yang sampai di permukaan bumi. Estimasi PGA ini sangat bergantung pada magnitudo,

10
banyak sekali metode yang dapat digunakan. Metode yang biasa dipakai adalah metode
Murphy – O’Brien, metode Gutenberg – Richter, dan metode Kanai.
Hasil estimasi PGA ini berguna untuk merepresentasikan distribusi tingkat
risiko gempa bumi. Nilai distribusinya dapat di buat ke dalam bentuk peta. Biasanya
nilai PGA (Peak Ground Acceleration) maksimum terjadi akibat pengaruh sesar.
Berdasarkan distribusi sesar-sesar di wilayah Jawa Barat, maka PGA (Peak Ground
Acceleration) tinggi berada di bagian timur dan semakin mengecil ke arah utara.
Semakin besar PGA yang terjadi di suatu tempat maka risiko bahayanya semakin besar.

a. Sesar Lembang

Gambar 6. Kegempaan Jawa Barat

Jika kita amati dari puncak Gunung Batu tersebut, akan terlihat 2 blok tanah, yang
satu seakan habis naik menjulang ke atas, yang satu lagi jadi lebih rendah. Bidang
kontak antara 2 blok tersebut disebut sesar. Karena letaknya di daerah lembang,
maka disebut sesar lembang.
Dalam istilah geologi, sesar tersebut termasuk fault scrap (sesar
gawir/tebing), dimana blok yang menjulang ke atas disebut hanging wall (atap sesar)
dan blok yang lebih rendah disebut foot wall (alas sesar). Sesar tersebut membentang
sepanjang 22 km dari timur ke barat.

11
b. Sesar Cimandiri dan Baribis
Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Sukabumi Selatan. Sesar
yang memanjang Barat-Timur ini belum sepenuhnya diketahui karakternya seperti
halnya Sesar Sumatera. Dari penelitian di lapangan yang dilakukan oleh Geotek
LIPI disimpulkan bahwa Sesar Cimandiri dapat dibagi menjadi 5 segmen mulai dari
Pelabuhan Ratu sampai Gandasoli. Kelima segmen sesar Cimandiri tersebut adalah
segmen sesar Cimandiri Pelabuhan Ratu – Citarik, Citarik – Cadasmalang,
Ciceureum – Cirampo, Cirampo – Pangleseran dan Pangleseran – Gandasoli. Sesar
ini dipotong oleh beberapa sesar lain yang cukup besar seperti sesar Citarik, sesar
Cicareuh dan sesar Cicatih.
Sementara itu penelitian oleh ITB dengan menggunakan citra Landsat dan
SPOT melihat kelurusan Sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu mengikuti aliran
sungai Cimandiri dan menerus ke timur laut sampai ke Lembang. Sesar Cimandiri
sulit di jumpai tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, dan diperkirakan sifat
gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain.

5. Ulasan Singkat Geologi Regional


Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai hydrocarbon province utama di
wilayah Pertamina DOH JBB, Cirebon. Cekungan ini terletak di antara Paparan Sunda
di Utara, Jalur Perlipatan – Bogor di Selatan, daerah Pengangkatan Karimun Jawa di
Timur dan Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh
sistem block faulting yang berarah Utara – Selatan. Patahan yang berarah Utara -
Selatan membagi cekungan menjadi graben atau beberapa sub-basin, yaitu Jatibarang,
Pasir Putih, Ciputat, Rangkas Bitung dan beberapa tinggian basement, seperti
Arjawinangun, Cilamaya, Pamanukan, Kandanghaur–Waled, Rengasdengklok dan
Tangerang. Berdasarkan stratigrafi dan pola strukturnya, serta letaknya yang berada
pada pola busur penunjaman dari waktu ke waktu, ternyata cekungan Jawa Barat telah
mengalami beberapa kali fase sedimentasi dan tektonik sejak Eosen sampai dengan
sekarang (Martodjojo, 2002).

6. Tektonostratigrafi dan Struktur Geologi


Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari dua area, yaitu laut (offshore) di Utara dan darat
(onshore) di Selatan (Darman dan Sidi, 2000). Seluruh area didominasi oleh patahan
ekstensional (extensional faulting) dengan sangat minim struktur kompresional.

12
Cekungan didominasi oleh rift yang berhubungan dengan patahan yang membentuk
beberapa struktur deposenter (half graben), antara lain deposenter utamanya yaitu Sub-
Cekungan Arjuna dan Sub-Cekungan Jatibarang, juga deposenter yang lain seperti :
Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasirputih. Deposenter-deposenter itu
didominasi oleh sikuen Tersier dengan ketebalan melebihi 5500 m.
Struktur yang penting pada cekungan tersebut yaitu terdiri dari bermacam-macam area
tinggian yang berhubungan dengan antiklin yang terpatahkan dan blok tinggian (horst
block), lipatan pada bagian yang turun pada patahan utama, keystone folding
dan mengena pada tinggian batuan dasar. Struktur kompresional hanya terjadi pada
awal pembentukan rift pertama yang berarah relative barat laut-tenggara pada periode
Paleogen. Sesar ini akan aktif kembali pada Oligosen. Tektonik Jawa Barat dibagi
menjadi tiga fase tektonik yang dimulai dari Pra Tersier hingga Plio-Pliostosen.
Fase tektonik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tektonik Pertama
Pada zaman Akhir Kapur awal Tersier, Jawa Barat Utara dapat dilkasifikasikan
sebagai ‘Fore Arc Basin’ dengan dijumpainya orientasi struktural mulai dari Cileutuh,
Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muriah dan Cekungan Florence Barat
yang mengindikasikan kontrol ‘Meratus Trend’. Periode Paleogen (Eosen-Oligosen) di
kenal sebagai Paleogen Extensional Rifting. Pada periode ini terjadi sesar geser
mendatar menganan utama krataon Sunda akibat dari peristiwa tumbukan Lempeng
Hindia dengan Lempeng Eurasia. Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-
cekungan Tersier di Indonesia Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat
Utara sebagai pull apart basin.
Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar bongkah (half gnraben system) da
merupakan fase pertama rifting (Rifting I : fill phase). Sedimen yang diendapkan pada
rifting I ini disebut sebagai sedimen synrift I. Cekungan awal rifting terbentuk selama
fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari kraton Sunda. Dua trend sesar normal yang
diakibatkan oleh perkembangan rifting-I (early fill) berarah N 60o W – N 40o W dan
hampir N – S yang dikenal sebagai Pola sesar Sunda. Pada masa ini terbentuk endapan
lacustrin dan volkanik dari Formasi Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang
ada. Proses sedimentasi ini terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi
Formasi Talangakar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan
karbonat Formasi Baturaja.

13
b. Tektonik Kedua
Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligo-Miosen) dan dikenal
sebagai Neogen Compressional Wrenching. Ditandai dengan pembentukan sesar-sesar
geser akibat gaya kompresif dari tumbukan Lempeng Hindia.Sebagian besar pergeseran
sesar merupakan reaktifasi dari sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen.
Jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur volkanik periode Miosen Awal
yang sekarang ini terletak di lepas pantai selatan Jawa. Deretan gunungapi ini
menghasilkan endapan gunungapi bawah laut yang sekarang dikenal sebagai “old
andesite” yang tersebar di sepanjang selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola
Tektonik Jawa yang merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya menjadi
berarah barat-timur dan menghasilkan suatu sistem sesar naik, dimulai dari selatan
(Ciletuh) bergerak ke utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem sesar naik belakang
busur atau yang dikenal “thrust foldbelt system”.
c. Tektonik Terakhir
Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen – Pleistosen, dimana terjadi proses
kompresi kembali dan membentuk perangkap-perangkap sruktur berupa sesar-sesar
naik di jalur selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah
sesar naik Pasirjadi dan sesar naik Subang, sedangkan di jalur utara Cekungan Jawa
Barat Utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun Pamanukan. Akibat adanya
perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses migrasi hidrokarbon.

(Sayatan melintang fisiografi cekungan dan busur gunungapi Jawa Barat)


(sumber : Pertamina, 1996)

14
7. Stratigrafi Regional
Stratigrafi umum Jawa Barat Utara berturut-turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
a. Batuan Dasar, batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur
Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra Tersier
(Sinclair, et.al, 1995). Lingkungan Pengendapannya merupakan suatu permukaan
dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).
b. Formasi Jatibarang, satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai
di bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian barat
cekungan ini kenampakan Formasi Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai.
Formasi ini terdiri dari tufa, breksi, aglomerat, dan konglomerat alas. Formasi ini
diendapkan pada fasies fluvial. Umur formasi ini adalah dari Kala Eosen Akhir sampai
Oligosen Awal. Pada beberapa tempat di Formasi ini ditemukan minyak dan gas pada
rekahan-rekahan tuff (Budiyani, dkk, 1991).
c. Formasi Talang Akar, pada fase syn rift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar
secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang. Pada awalnya berfasies fluvio-deltaic
sampai faises marine. Litologi formasi ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir
dengan serpih nonmarine dan diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih, dan
batupasir dalam fasies marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai
dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang cukup
baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Adapun terendapkannya formasi ini terjadi
dari Kala Oligosen sampai dengan Miosen Awal.
d. Formasi Baturaja, formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang berupa
paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup manandai fase post rift yangs
secara regional menutupi seluruh sedimen klastik Formasi Talang Akar di Cekungan
Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu umumnya dijumpai pada
daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah dalaman. Formasi ini
terbentuk pada Kala Miosen Awal–Miosen Tengah (terutama dari asosiasi
foraminifera). Lingkungan pembentukan formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal,
air cukup jernih, sinar matahari ada (terutama dari melimpahnya foraminifera
Spriroclypens Sp).
e. Formasi Cibulakan Atas, formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan
batupasir dan batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan

15
batugamping kklastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara setempat-
setempat. Batugamping ini dikenali sebagai Mid Main Carbonate (MMC). Formasi ini
diendapkan pada Kala Miosen Awal-Miosen Akhir. Formasi ini terbagi menjadi 3
Anggota, yaitu:
 Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja. Litologi
anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir yang mempunyai
ukuran butir dari halus-sedang. Pada massive ini dijumpai kandungan hidrokarbon,
terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil foraminifera planktonik seperti
Globigerina trilobus, foraminifera bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan
Patmosukismo, 1975).
 Main
Anggota Main terendapkan secara selaras diatas Anggota Massive. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang mempunyai
ukuran butir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal pembentukannya
berkembang batugamping dan juga blangket-blangket pasir, dimana pada bagian
ini Anggota Main terbagi lagi yang disebut dengan Mid Main Carbonat (Budiyani
dkk,1991).
 Parigi
Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota Main. Litologinya
adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan batulanau. Anggota ini
terbentuk pada Kala Miosen Tengah-Miosen Akhir dan diendapkan pada
lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam (Arpandi & Patmosukismo, 1975),
dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal dan juga kandungan batupasir
glaukonitan.
f. Formasi Parigi, formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan
Atas.. Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping klastik maupun
batugamping terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh Cekungan
Jawa Barat Utara. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut dangkal–neritik
tengah (Arpandi & Patmosukismo, 1975). Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan
perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika karbonat Formasi Cibulakan
Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi. Formasi ini diendapkan pada Kala
Miosen Akhir-Pliosen.

16
g. Formasi Cisubuh, formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi.
Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih
gampingan. Umur formasi ini adalah dari Kala Miosen Akhir sampai Pliosen –
Pleistosen. Formasi diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin ke atas
menjadi lingkungan litoral – paralik (Arpandi & Patmosukismo, 1975).

Gambar 7. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat

8. Sedimentasi Cekungan
Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala
Eosen Tengah – Oligosen Awal (fase transgresi) yang menghasilkan sedimentasi
vulkanik darat – laut dangkal dari Formasi Jatibarang. Pada saat itu aktifitas vulkanisme
meningkat. Hal ini berhubungan dengan interaksi antar lempeng di sebelah selatan
Pulau Jawa, akibatnya daerah-daerah yang masih labil sering mengalami aktivitas
tektonik. Material-material vulkanik dari arah timur mulai diendapkan.
Periode selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung pada kala
Oligosen Akhir – Miosen Awal yang menghasilkan sedimen trangresif transisi – deltaik
hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi Talang Akar pada awal permulaan
periode. Daerah cekungan terdiri dari dua lingkungan yang berbeda yaitu bagian barat
paralic sedangkan bagian timur merupakan laut dangkal. Selanjutnya aktifitas vulkanik
semakin berkurang sehingga daerah-daerah menjadi agak stabil, tetapi anak cekungan
Ciputat masih aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang berlangsung pada
kala Miosen Awal mulai dari bagian barat laut terus ke arah tenggara menggenangi

17
beberapatinggian kecuali tinggian Tangerang. Dari tinggian-tinggian ini sedimen-
sedimen klastik yang dihasilkan setara dengan formasi Talang Akar.
Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan relative stabil, dan daerah
Pamanukan sebelah barat merupakan platform yang dangkal, dimana karbonat
berkembang baik sehingga membentuk setara dengan formasi Baturaja, sedangkan
bagian timur merupakan dasar yang lebih dalam. Pada kala Miosen Tengah yang
merupakan fase regresi, Cekungan Jawa Barat Utara diendapkan sediment-sedimen laut
dangkal dari formasi Cibulakan Atas. Sumber sedimen yang utama dari formasi
Cibulakan Atas diperkirakan berasal dari arah utara – barat laut. Pada akhir Miosen
Tengah kembali menjauhi kawasan yang stabil, batugamping berkembang dengan
baik. Perkembangan yang baik ini dikarenakan aktivitas tektonik yang sangat lemah
dan lingkungan berupa laut dangkal. Kala Miosen Akhir – Pliosen (fase regresi)
merupakan fase pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi daerah cekungan
mengalami sedikit perubahan dimana kondisi laut semakin berkurang masuk kedalam
lingkungan paralik.
Pada Kala Pleistosen – Aluvium ditandai untuk pengangkatan sumbu utama
Jawa. Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan juga
diikuti pembentukan struktur utama Pulau Jawa. Pengangkatan sumbu utama Jawa
tersebut berakhir secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-butiran
kasar diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Cisubuh.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Letak geografi Jawa Barat di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah Utara
dengan Laut Jawa dan daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebelah Timur berbatasan dengan
Propinsi Jawa Tengah dan sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia.
Letak geografi selengkapnya adalah sebagai berikut :
 Bujur : 104º8’ - 108º41’BT.
 Lintang : 5º50’- 7º50’LS.
Keadaan topografi Jawa Barat sangat beragam, yaitu disebelah utara terdiri dari dataran rendah,
sebelah tengah dataran tinggi bergunung-gunung dan disebelah selatan terdiri dari daerah
berbukit-bukit dengan sedikit pantai.
Daerah Jawa Barat terletak pada jalur Circum Pacific dan mediteran, sehingga daerahnya
termasuk daerah labil yang ditandai dengan masih banyaknya gunung berapi yang masih aktif
bekerja dan sering terjadi gempa Bumi.

B. Saran
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen sebagai perbaikan
karya tulis saya selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. https://bkd.jabarprov.go.id/page/10-geografi-dan-topografi-jawa-barat

2.

Hendra Saputra, M. (2022). Struktur Geologi & Topografi Pulau Jawa Bagian Barat. Dalam
GEOLOGI INDONESIA (hal. 73-79). Pekanbaru.

20

Anda mungkin juga menyukai