Oleh :
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
K ATA PEN GANT AR
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberkati saya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Saya juga
ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data
dan fakta pada karya tulis ini.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah saya selesaikan. Tidak semua
hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Saya sudah
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya miliki.
Dengan menyelesaikan karya tulis ini saya mengharapkan banyak manfaat yang
dapat dipetik dan diambil dari karya ini.
Fase Tektonika
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-
Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate
sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting
phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari
Timurlaut Sumatra –Jawa-Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan
busur (fore arc basin) berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan
di Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir-Paleosen, fragmen benua yang terpisah
dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung- Meratus. Kehadiran
allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah dilaporkan oleh
banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental yang terletak di
sebelah timur zona subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat
Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah- 1 (Conoco, 1977) berupa granit pada
kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-1
menembus basement diorit. Docking (mera-patnya) fragmen mikrokontinen pada
bagian tepi timur Sundaland menyebabkan matinya zona subduksi Karang-sambung-
Meratus dan terangkatnya zona subduksi tersebut menghasilkan
Pegunungan Meratus.
Gambar 1. Rekonstruksi tektonika Pulau Jawa akhir kapur-paleogen
P ro d u k s u b d u k s i
Outer arc (busur luar)
Pada subduksi antara lempeng samudra hindia dengan lempeng Eurasia di
selatan pulau jawa tidak terbentuk pulau-pulau lepas pantai namun hanya berupa
punggungan dibawah permukaan laut, hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh
kecepatan lempeng yang akan mempengaruhi tektonik, pola sedimentasinya serta
struktur pada daerah atas zone subduksinya.
Aktifitas orogen di sebagian besar jalur-jalur orogen ini dimulai pada kala Miosen
Tengah dan proses orogenik masih tetap berlangsung sampai sekarang.
Kerangka tektonik Pulau Jawa (modifikasi dari Baumann, 1982; dan Simandjuntak
dan Barber 1996).
Elemen-elemen tektonik di wilayah tepi tenggara Daratan
Sunda (Sundaland) (Hamilton, 1979).
Jalur subduksi Kapur sampai masa kini di Pulau Jawa (Katili 1975, dalam Sujanto et
al., 1977).
Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994) (RMKS = Rembang-
Madura-Kangean-Sakala).
Struktur arah Meratus adalah struktur yang sejajar dengan arah jalur
konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus. Pada awal Tersier, setelah jalur
konvergensi Karangsambung-Meratus tidak aktif, jejak-jejak struktur arah Meratus ini
berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk pola struktur tinggian dan
dalaman seperti, dari barat ke timur, Tinggian Karimunjawa, Dalaman Muria-Pati,
Tinggian Bawean, Graben Tuban, JS-1 Ridge, dan Central Deep. Endapan yang
mengisi dalaman ini, ke arah timur semakin tebal, yang paling tua berupa endapan
klastik terestrial yang dikenal sebagai Formasi Ngimbang berumur Eosen. Distribusi
endapan yang semakin tebal ke arah timur ini menunjukkan pembentukan struktur
tinggian dan dalaman ini kemungkinan tidak terjadi secara bersamaan melainkan
dimulai dari arah timur. Struktur arah Sakala yang berarah barat-timur saat ini dikenal
sebagai zona sesar mendatar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala). Pada
mulanya struktur ini merupakan struktur graben yang diisi oleh endapan paling tua dari
Formasi Pra-Ngimbang yang berumur Paleosen-Eosen Awal (Phillips et al., 1991;
Sribudiyani et al., 2003). Graben ini kemudian mulai terinversi pada Miosen menjadi
zona sesar mendatar RMKS. Berdasarkan sedimen pengisi cekungannya dapat
disimpulkan sesar arah Meratus lebih muda dibandingkan dengan sesar arah Sakala.
Selain arah Sakala, struktur arah barat-timur lainnya adalah struktur yang oleh
Pulunggono dan Martodjojo (1994) disebut sebagai arah Jawa. Struktur ini pada
umumnya merupakan jalur lipatan dan sesar naik akibat kompresi yang berasal dari
subduksi Neogen Lempeng Indo-Australia. Jalur lipatan dan sesar naik ini terutama
berkembang di Zona Kendeng yang membentuk batas sesar berupa
zona overthrust antara Zona Rembang dan Zona Kendeng. Bidang overthrust yang
nampak memotong sampai ke lapisan yang masih berkedudukan horisontal
menunjukkan pensesarannya terjadi paling akhir dibandingkan dengan pembentukan
struktur yang lain (Arah Meratus dan Arah Sakala).
Sejarah perkembangan Samudera Hindia ini direvisi oleh Liu dkk (1983)
berdasarkan hasil studi anomali magnetik Wharton Ridge, suatu pusat pemekaran
berarah baratdaya-timurlaut yang berhenti aktivitasnya pada anomali 20 (45,6 jtl).
Indikasi pertama keberadaan Wharton Ridge dilaporkan oleh McDonald (1977, dalam
Liu dkk., 1983). Dalam studinya tentang sedimentasi dan struktur kipas bawahlaut
Nicobar, yang menutupi lantai samudera di bagian baratlaut Cekungan Wharton,
dikenali serangkaian tinggian batuan dasar berarah baratdaya-timurlaut di bawah
lapisan sedimen dan menamakan tinggian ini sebagai Wharton Ridge. Dia juga
berpendapat bahwa tinggian atau pematang ini mewakili segmen pusat pemekaran
yang belum menyusup di bawah Palung Sunda.
Tataan tektonik Pulau Jawa menunjukkan ciri khas produk interaksi konvergen
antara lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng samuderanya adalah
lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam di bawah lempeng
benuanya yakni lempeng Eurasia yang relatif stabil dan disini diwakili oleh paparan
sunda.
Hal tersebut mengakibatkan tektonik pulau Jawa terbentuk akibat peristiwa
konvergen dimana lempeng tektonik Indo-Australia bergerak ke arah utara dengan
kecepatan 7 cm/tahun menunjam ke bawah lempeng tektonik Eurasia yang relatif
diam. Akibatnya gempa bumi dan gunung api sering terjadi pada batas lempeng
tersebut.
Akibat gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang terjadi di wilayah pulau Jawa adalah
Miosen Tengah Terjadi percepatan pada gerak lempeng Hindia-Australia dengan 5-6
cm / th dan perubahan Arh menjadi N200 ° pada Saat menghampiri lempeng Mikro
Sunda.