Anda di halaman 1dari 15

KARYA ILMIAH

PENAMPANG TEKTONIK PULAU JAWA

Oleh :

Nama : Adi Nugroho Mukti


NIM : 1970111010
Prodi : Teknik Sipil

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
K ATA PEN GANT AR

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberkati saya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Saya juga
ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data
dan fakta pada karya tulis ini.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah saya selesaikan. Tidak semua
hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Saya sudah
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya miliki.
Dengan menyelesaikan karya tulis ini saya mengharapkan banyak manfaat yang
dapat dipetik dan diambil dari karya ini.

Jakarta,13 Juni 2020


Tektonik Umum
Pulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada Daratan
Sunda ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di utara
dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina
Selatan (Eurasia) bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan
Lempeng Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke utara sejak
Mesozoikum dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan Sumatra dan Jawa
(Liu dkk., 1983).
Pulau jawa yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua
lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses
tersebut relatif bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia pada
bagian barat daya dan lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian), dimana
lempeng samudra hindia akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada zone
subduksi akan dihasilkan palung jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7
cm/tahun. Pada zone subduksi terdiri dari “Acctionary Complex ” yang materialnya
secara garis besar dari lantai samudra india pada busur muka Jawa.

Fase Tektonika
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-
Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate
sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting
phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari
Timurlaut Sumatra –Jawa-Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan
busur (fore arc basin) berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan
di Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir-Paleosen, fragmen benua yang terpisah
dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung- Meratus. Kehadiran
allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah dilaporkan oleh
banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental yang terletak di
sebelah timur zona subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat
Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah- 1 (Conoco, 1977) berupa granit pada
kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-1
menembus basement diorit. Docking (mera-patnya) fragmen mikrokontinen pada
bagian tepi timur Sundaland menyebabkan matinya zona subduksi Karang-sambung-
Meratus dan terangkatnya zona subduksi tersebut menghasilkan
Pegunungan Meratus.
Gambar 1. Rekonstruksi tektonika Pulau Jawa akhir kapur-paleogen

Evolusi tektonik tersier pulau jawa memasuki periode Eosen (Periode


Ekstensional /Regangan). Periode ini terjadi Antara 54 jtl-45 jtl (Eosen), dimana di
wilayah Lautan Hindia terjadi reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya
secara mencolok kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas pemekaran di
sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan
anomali 19 (atau 45 jtl). Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara
dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama
Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia dan menyebabkan terjadinya
tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar wilayah Asia
Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-cekungan utama
(Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan Kutai) dan
endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan extension tectonics
ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada
sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen. Konfigurasi struktur basement
mempengaruhi arah cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian tenggara
Sundaland (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara).

Gambar 2. Rekonstruksi tektonika Pulau Jawa pada eosin


Pada jaman Eosen itu juga disertai oleh pengangkatan terhadap jalur
subduksi,sehingga di beberapa tempat tidak terjadi pengendapan. Pada saat ituterjadi
pemisahan yang penting antara bagian utara Jawa dengan cekungannya yang dalam
dari bagian selatan yang dicirikan oleh lingkungan engendapan darat, paparan dan
dangkal. Proses pengangkatan tersebut berlangsung hingga menjelang Oligosen
akhir. Proses yang dampaknya cukup luas (ditandai oleh terbatasnya sebaran
endapan marin Eosen-Oligosen di Jawa dan wilayah paparan Sunda), dihubungkan
puladengan berkurangnya kecepatan gerak lempeng Hindia-Australia (hanya 3
cm/tahun). Gerak tektonik pada saat itu didominasi oleh sesar-sesar bongkah, dengan
cekungan-cekungan terbatas yang diisi oleh endapan aliran gayaberat (olistotrom dan
turbidit)
Oligosen Akhir-Miosen Awal, terjadi gerak rotasi yang pertama sebesar 20° ke arah
yang berlawanan dengan jarum jam dari lempeng Sunda (Davies, 1984). Menurut
Davies, wilayah-wilayah yang terletak di bagian tenggara lempeng atau sekitar Pulau
Jawa dan Laut Jawa bagian timur, akan mengalami pergeseran-pergeseran lateral
yang cukup besar sebagai akibat gerak rotasi tersebut. Hal ini dikerenakan letaknya
yang jauh dari poros rotasi yang oleh Davies diperkirakan terletak di kepulauan
anambas. Akibat gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang terjadi wilayah pulau Jawa
adalah:

Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang mengarah barat-timur berubah menjadi


timur timurlaut-barat baratdaya (ENE-WSW)
Sesar-sesar geser vertical (dip slip faults) yang membatasi cekungan
cekunganmuka busur dan bagian atas lereng (Upper slope basin), sifatnya berubah
menjadi sesar-sesar geser mendatar. Perubahan gerak daripada sesar tersebut akan
memungkinkan terjadinya cekungancekungan “pull apart” khususnya di Jawa Tengah
utara dan Laut Jawa bagian timur, termasuk Jawa Timur dan Madura. Menjelang akhir
Miosen Awal, gerak rotasi yang pertama daripada lempeng Mikro Sunda mulai
berhenti.
Miosen Tengah terjadi percepatan pada gerak lempeng Hindia-Australia
dengan 5-6 cm/th dan perubahan arah menjadi N200°E pada saat menghampiri
lempeng Mikro Sunda. Pada Akhir Miosen Tengah, terjadi rotasi yang kedua sebesar
20°-25°, yang dipicu oleh membukanya laut Andaman (Davies, 1984)

Berdasarkan data kemagnitan purba, gerak lempeng Hindia-Australia dalam


menghampiri lempeng Sunda, mempunyai arah yang tetap sejak Miosen Tengah yaitu
dengan arah N200°E. Dengan arah yang demikian, maka sudut interasi antara
lempeng Hindia dengan Pulau Jawa akan berkisar antara 70° (atau hampir tegak
lurus) Perubahan pola tektonik terjadi dijawa barat sebagai berikut :
Cekunagn muka busur eosen yang menampati cekungan pengendapan bogor,
berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur, dengan pengendapan turbidit
(a.l. Fm. Saguling)
Sebagai penyerta dari interksi lempeng konvergen, tegasan kompresip yang
mengembang menyebapkan terjadinya sesar-sesar naik yang arahnya sejajar dengan
jalur subduksi dicekunagn belakang busur. Menurut Sujono (1987), sesar- sesar
tersebut mengontrol sebaran endapan kipas-kipas laut dalam. Di jawa tengah
pengendapan kipas-kipas turbidit juga berlangsung didalam cekungan “belakang
busur” yang mengalami gerak-gerak penurunan melalui sesar-sesar bongkah dan
menyebapkan terjadinya sub cekungan.

P ro d u k s u b d u k s i
Outer arc (busur luar)
Pada subduksi antara lempeng samudra hindia dengan lempeng Eurasia di
selatan pulau jawa tidak terbentuk pulau-pulau lepas pantai namun hanya berupa
punggungan dibawah permukaan laut, hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh
kecepatan lempeng yang akan mempengaruhi tektonik, pola sedimentasinya serta
struktur pada daerah atas zone subduksinya.

Fore arc basin (cekungan didepan zona subduksi)


Terbentuk sepanjang batas tumbukan lempeng yang letaknya dekat dengan
zone penunjaman dan letaknya antara busur luar non vulkanik (outer arc) dan busur
vulkanik. Pada pulau jawa, fore arc basin membentang luas pada lempeng benua dan
terbentuk pada akhir paleogen berupa sedimen recent dan terjadi karena proses
pemekaran lantai samudra pada oligecen dan diikuti dengan uplift dan erosi secara
regional.

Vulcanic active arc (Busur vulkanik aktif)


Merupakan jajaran gunungapi yang terbentuk akibat adanya perpanjangan
zone subduksi “sunda arc system”. Akibat tumbukan dua lempeng tersebut akan
mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng hindia-australia ke utara, sehingga akan
mengakibatkan adanya adanya gerak berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari
lempeng dataran sunda sehingga akan terbentuk jalur sesar naik (thrust) dari sebelah
barat jawa dan bergerak relatif ke utara (Berbaris sampai Kendeng Thrust) dan
diperpanjang hingga bali (Bali Thrust) dan sampai Flores (Flores trhust). Pada miosen
tengah lempeng mengalami percepatan hingga akan terjadi pembentukan busur
magma di sebelah selatan jawa dan pengaktifan kembali sesar-sesar disertai dengan
kegiatan volkanisme (berupa intrusi dan pembentukan gunung api).
Back arc basin (cekungan dibelakang zona subduksi)
Disebelah utara busur jawa dan pada laut jawa cekungan busur belakng ., pada
lempeng benua dihasilkan pada paparan sunda dan lempeng samudtra padasebelah
utara bali dan flores> Cekungan pada paparan sunda dibentuk pada palageogen akhir
sebagai “rift basin” dan kemudian pada Neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh
tekanan pada sunda orogency dan selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga
lipatannya membentuk isoclinal. Yang termasuk pada Cekungan busur dalam (back
arc basin) ialah Cekungan Jawa barat (meliputi Cekungan sunda di sebelah barat,
Cekungan belintang di timur laut, dan Cekungan cirebon di bagian timur) dan
Cekungan Jawa timur (meliputi Cekungan jawa tengah bagian utara dan Cekungan
madura.
Ulasan singkat tentang tektonik dan sedimentasi Pulau Jawa ini dimaksudkan
untuk memberi bekal latarbelakang geologi yang bersifat regional kepada para
peserta ekskursi. Ulasan ini diharapkan membantu para peserta dalam memahami
gejala-gejala geologi yang ditemui selama ekskursi dan kaitan atau implikasinya
dengan geologi regional. Waktu ekskursi yang singkat dan meliputi daerah yang
terbatas tidak memungkinkan untuk melakukan pendalaman geologi secara intensif
namun berdasarkan lokasi-lokasi pengamatan yang telah diseleksi dan didukung
dengan pemahaman akan geologi regional diharapkan ekskursi ini dapat memenuhi
tujuan yang diharapkan.

KERANGKA TEKTONIK PULAU JAWA


Fisiografi dan konfigurasi tektonik Kepulauan Indonesia masa kini yang komplek
merupakan hasil interaksi sejak Neogen tiga lempeng litosfer utama: Lempeng Laut
Filipina (Philippine Sea plate) yang bergerak (10 cm/th) kearah NNW; Lempeng Indo-
Australia (Indo-Australian plate) yang bergerak (8 cm/th) ke arah NNE, dan Lempeng
Erasia (Eurasian plate) yang stasioner, bergerak jauh lebih lambat ke arah SE (4
cm/th). Berdasarkan karakteristik geologi dan geofisika, Simandjuntak & Barber
(1996) membagi wilayah Kepulauan Indonesia menjadi 5 wilayah:
1. Wilayah tenggara Lempeng Erasia yang membentuk wilayah craton kontinental
Daratan Sunda (Sundaland) yang meliputi Sumatra, Jawa Barat, dan
Kalimantan Barat;
2. Wilayah lempeng samudera Laut Filipina di timurlaut;
3. Wilayah craton benua Australia, ke utara meliputi Irian Jaya dan Paparan
Arafura dan Sahul;
4. Wilayah Lempeng Samudera Hindia; dan
5. Wilayah zona transisi yang menandai zona interaksi lempeng masa kini dengan
seismisitas yang aktif dan volkanisme mulai dari bagian barat Sumatra, Jawa,
Kepulauan Nusa Tenggara dan Banda, Utara Irian melalui Sulawesi dan
Maluku, ke arah utara ke Kepulauan Filipina. Di zona ini subduksi lempeng
tetap aktif serta dicirikan oleh lempeng-lempeng mikrokontinen yang
membentuk zona-zona tumbukan.
Interaksi lempeng-lempeng yang membentuk Kepulauan Indonesia menghasilkan
berbagai tipe jalur orogen (orogenic belts). Simandjuntak & Barber (1996) mengenali
enam tipe jalur orogen :

Kerangka tektonik wilayah Kepulauan Indonesia (Simandjuntak & Barber, 1996).

Tipe-tipe jalur orogen Neogen Indonesia (Simandjuntak & Barber, 1996).

1. Orogen Sunda (Sunda Orogeny) di Jawa dan Nusa Tenggara: melibatkan


subduksi lempeng samudera dengan arah tegaklurus, menghasilkan jalur orogen
tipe Andean beserta palung, komplek akresi, cekungan depan-busur (forearc
basin), busur magmatik dimana gunungapi tumbuh di tepi kontinen Sundaland.
2. Orogen Barisan (Barisan Orogeny) di Sumatra: dengan arah konvergen
miring (oblique convergence) sehingga menghasilkan sistem sesar mendatar
Sumatra pada busur magmatiknya, dan sepanjang sesar ini pula suatu segmen
kerak kontinen bergerak ke arah utara di sepanjang bagian barat Sundaland.
3. Orogen Talaud (Talaud Orogeny) di bagian utara Laut Maluku: konvergensi busur
magmatik oceanic Sangihe dan Halmahera dengan Lempeng Laut Maluku.
4. Orogen Sulawesi (Sulawesi Orogeny) di Sulawesi timur: tumbukan blok-blok
mikrokontinen dengan sistem subduksi di sepanjang tepi timur Sundaland.
5. Orogen Banda (Banda Orogeny) di Kepulauan Banda, di wilayah antara Pulau
Sumba dan Tanimbar: tumbukan antara tepi utara kontinen Australia dengan
sistem subduksi di sepanjang bagian selatan Busur Banda.
6. Orogen Melanesia (Melanesian Orogeny) di Pulau Papua: suatu tahapan lebih
lanjut tumbukan tepi utara kontinen Australia dengan busur magmatik pada
Lempeng Laut Filipina yang dimulai pada Miosen Awal.

Aktifitas orogen di sebagian besar jalur-jalur orogen ini dimulai pada kala Miosen
Tengah dan proses orogenik masih tetap berlangsung sampai sekarang.

Pembagian Kepulauan Indonesia menjadi 6 tipe jalur orogen di atas menunjukkan


Pulau Jawa merupakan pulau utama yang penting di Indonesia bagian barat
disamping Pulau Sumatra dan Kalimantan. Memahami perkembangan tektonik Pulau
Jawa berarti mengetahui bagian utama dari tektonik Indonesia bagian barat. Tataan
tektonik Pulau Jawa menunjukkan ciri khas produk interaksi konvergen antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng samuderanya adalah lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam di bawah lempeng benuanya
yakni lempeng Eurasia yang relatif stabil dan disini diwakili oleh paparan Sunda.
Pertemuan lempeng ini menghasilkan busur volkanik busur (volcanic arc) dan jalur
penunjaman (subduction zone), atau palung (trench), dan telah berlangsung sejak
zaman akhir Kapur – Paleosen (100-52 juta tahun).

ST RUKTUR REGIONAL PULAU JAWA


Jalur penunjaman Kapur-Paleosen yang ditunjukkan oleh singkapan batuan
Komplek Melange Luk Ulo-Karangsambung (Asikin, 1974; Hamilton, 1979; Suparka,
1988; Parkinson et al., 1998) mempunyai arah umum struktur TL-BD yang mengarah
ke arah Pegunungan Meratus di ujung tenggara Kalimantan. Pulunggono dan
Martodjojo (1994) mengenali tiga arah struktur utama di Pulau Jawa: Arah timurlaut-
baratdaya atau Pola Meratus, arah utara-selatan atau Pola Sunda, dan arah timur-
barat atau Pola Jawa. Disamping tiga arah struktur utama ini, masih terdapat satu arah
struktur utama lagi, yakni arah baratlaut-tenggara yang disebut Pola Sumatra
(Satyana, 2007). Pola Meratus dominan di kawasan lepas pantai utara, ditunjukkan
oleh tinggian-tinggian Karimunjawa, Bawean, Masalembo dan Pulau Laut (Guntoro,
1996). Di Pulau Jawa arah ini terutama ditunjukkan oleh pola struktur batuan Pra-
Tersier di daerah Luk Ulo, Kebumen Jawa Tengah. Pola Sunda yang berarah utara-
selatan umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat dan di daratan di bagian barat
wilayah Jawa Barat. Arah ini tidak nampak di bagian timur pola Meratus. Pola Jawa
yang berarah timur-barat merupakan pola yang mendominasi daratan Pulau Jawa,
baik struktur sesar maupun struktur lipatannya. Di Jawa Barat pola ini diwakili oleh
Sesar Baribis, serta sesar sungkup dan lipatan di dalam Zona Bogor. Di Jawa Tengah
sesar sungkup dan lipatan di Zona Serayu Utara dan Serayu Selatan mempunyai
arah hampir barat-timur. Di Jawa Timur pola ini ditunjukkan oleh sesar-sesar sungkup
dan lipatan di Zona Kendeng. Struktur Arah Sumatra terutama terdapat di wilayah
Jawa Barat dan di Jawa Tengah bagian timur struktur ini sudah tidak nampak lagi.
Struktur arah barat-timur atau Arah Jawa, di cekungan Jawa Timur ternyata ada yang
lebih tua dari Miosen Awal, dan disebut Arah Sakala (Sribudiyani et al., 2003). Struktur
Arah Sakala yang utama adalah zona sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-
Sakala) dan merupakan struktur yang menginversi cekungan berisi Formasi Pra-
Ngimbang yang berumur Paleosen sampai Eosen Awal sebagai endapan tertua.
Sebagian besar batuan tertua di Jawa, yakni yang berumur Pra-Tersier sampai
Paleogen dan dianggap sebagai batuandasar Pulau Jawa, tersingkap di wilayah Jawa

Kerangka tektonik Pulau Jawa (modifikasi dari Baumann, 1982; dan Simandjuntak
dan Barber 1996).
Elemen-elemen tektonik di wilayah tepi tenggara Daratan
Sunda (Sundaland) (Hamilton, 1979).

Jalur magmatik Tersier Pulau Jawa (Soeria-Atmadja et al., 1994).

Jalur subduksi Kapur sampai masa kini di Pulau Jawa (Katili 1975, dalam Sujanto et
al., 1977).
Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994) (RMKS = Rembang-
Madura-Kangean-Sakala).

Struktur Umum Jawa Bagian Timur

Jawa bagian timur (mulai dari daerah Karangsambung ke timur), berdasarkan


pola struktur utamanya, merupakan daerah yang unik karena wilayah ini merupakan
tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur arah Meratus yang
berarah timurlut-baratdaya dan struktur arah Sakala yang berarah timur-barat
(Pertamina-BPPKA, 1996; Sribudiyani et al., 2003). Arah Meratus lebih berkembang
di daerah lepas pantai Cekungan Jawa Timur, sedangkan arah Sakala berkembang
sampai ke daratan Jawa bagian timur.

Struktur arah Meratus adalah struktur yang sejajar dengan arah jalur
konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus. Pada awal Tersier, setelah jalur
konvergensi Karangsambung-Meratus tidak aktif, jejak-jejak struktur arah Meratus ini
berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk pola struktur tinggian dan
dalaman seperti, dari barat ke timur, Tinggian Karimunjawa, Dalaman Muria-Pati,
Tinggian Bawean, Graben Tuban, JS-1 Ridge, dan Central Deep. Endapan yang
mengisi dalaman ini, ke arah timur semakin tebal, yang paling tua berupa endapan
klastik terestrial yang dikenal sebagai Formasi Ngimbang berumur Eosen. Distribusi
endapan yang semakin tebal ke arah timur ini menunjukkan pembentukan struktur
tinggian dan dalaman ini kemungkinan tidak terjadi secara bersamaan melainkan
dimulai dari arah timur. Struktur arah Sakala yang berarah barat-timur saat ini dikenal
sebagai zona sesar mendatar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala). Pada
mulanya struktur ini merupakan struktur graben yang diisi oleh endapan paling tua dari
Formasi Pra-Ngimbang yang berumur Paleosen-Eosen Awal (Phillips et al., 1991;
Sribudiyani et al., 2003). Graben ini kemudian mulai terinversi pada Miosen menjadi
zona sesar mendatar RMKS. Berdasarkan sedimen pengisi cekungannya dapat
disimpulkan sesar arah Meratus lebih muda dibandingkan dengan sesar arah Sakala.
Selain arah Sakala, struktur arah barat-timur lainnya adalah struktur yang oleh
Pulunggono dan Martodjojo (1994) disebut sebagai arah Jawa. Struktur ini pada
umumnya merupakan jalur lipatan dan sesar naik akibat kompresi yang berasal dari
subduksi Neogen Lempeng Indo-Australia. Jalur lipatan dan sesar naik ini terutama
berkembang di Zona Kendeng yang membentuk batas sesar berupa
zona overthrust antara Zona Rembang dan Zona Kendeng. Bidang overthrust yang
nampak memotong sampai ke lapisan yang masih berkedudukan horisontal
menunjukkan pensesarannya terjadi paling akhir dibandingkan dengan pembentukan
struktur yang lain (Arah Meratus dan Arah Sakala).

Penampang seismik baratlaut-tenggara yang menunjukkan jejak-jejak


struktur Arah Meratus yang berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk
pola struktur tinggian dan dalaman (Prasetyadi, 2007; sumber: Pertamina-Beicip,
1985; Ditjen Migas).
Penampang seismik utara-selatan yang menunjukkan zona overthrust sebagai
batas antara Zona Rembang dan Zona Kendeng (Prasetyadi, 2007; Sumber: Data
seismik dari PND-Ditjen Migas).

SEJARAH TEKTONIK PULAU JAWA


Pulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada
Daratan Sunda ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di
utara dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina Selatan
bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan Lempeng
Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke utara sejak Mesozoikum dan
menunjam ke bawah sistem busur kepulauan Sumatra dan Jawa (Liu dkk., 1983).
Untuk Pulau Jawa, yang terbesar pengaruhnya adalah sistem gerak Lempeng
Samudera Hindia. Oleh karena itu dalam mempelajari evolusi tektonik Pulau
Jawa perlu dipahami perkembangan pemekaran lantai Samudera Hindia dari waktu
ke waktu.

Sebelum ditemukannya fosil pusat pemekaran Wharton Ridge, pengetahuan


tentang sejarah perkembangan Samudera Hindia terbatas hanya pada terdapatnya
tiga fase pemekaran lantai samudera sejak pecahnya Benua Gondwana bagian timur
(Liu dkk, 1983).
• Fase pemekaran pertama terjadi pada Kapur Awal (127 jtl) ketika India terpisah
dari Antartika dan Australia pada arah baratlaut-tenggara.
• Fase pemekaran kedua terjadi antara pembentukan anomali magnetik 34 dan
22 (atau antara 82 jtl sampai 54 jtl) yang ditandai oleh India terpisah dari
Antartika dan menjauh ke utara dengan cepat. Fase ini ditunjukkan oleh
kelurusan anomali magnetik berarah barat-timur. Kemudian pada anomali 22
(atau 54 jtl) kecepatan pergerakan India ke utara menurun secara mencolok
karena diperkirakan mulai terjadi kontak pertama antara Benua India dengan
zona subduksi di selatan Asia.
• Fase pemekaran ketiga, atau fase yang terakhir, terjadi mulai dari anomali 19
(atau 45 jtl) sampai sekarang ditunjukkan oleh anomali 19 sampai anomali 0
(nol) dengan arah baratlaut-tenggara yang memisahkan India dan Australia
dari Antartika.

Sejarah perkembangan Samudera Hindia ini direvisi oleh Liu dkk (1983)
berdasarkan hasil studi anomali magnetik Wharton Ridge, suatu pusat pemekaran
berarah baratdaya-timurlaut yang berhenti aktivitasnya pada anomali 20 (45,6 jtl).
Indikasi pertama keberadaan Wharton Ridge dilaporkan oleh McDonald (1977, dalam
Liu dkk., 1983). Dalam studinya tentang sedimentasi dan struktur kipas bawahlaut
Nicobar, yang menutupi lantai samudera di bagian baratlaut Cekungan Wharton,
dikenali serangkaian tinggian batuan dasar berarah baratdaya-timurlaut di bawah
lapisan sedimen dan menamakan tinggian ini sebagai Wharton Ridge. Dia juga
berpendapat bahwa tinggian atau pematang ini mewakili segmen pusat pemekaran
yang belum menyusup di bawah Palung Sunda.

Tataan tektonik Pulau Jawa menunjukkan ciri khas produk interaksi konvergen
antara lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng samuderanya adalah
lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam di bawah lempeng
benuanya yakni lempeng Eurasia yang relatif stabil dan disini diwakili oleh paparan
sunda.
Hal tersebut mengakibatkan tektonik pulau Jawa terbentuk akibat peristiwa
konvergen dimana lempeng tektonik Indo-Australia bergerak ke arah utara dengan
kecepatan 7 cm/tahun menunjam ke bawah lempeng tektonik Eurasia yang relatif
diam. Akibatnya gempa bumi dan gunung api sering terjadi pada batas lempeng
tersebut.
Akibat gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang terjadi di wilayah pulau Jawa adalah
Miosen Tengah Terjadi percepatan pada gerak lempeng Hindia-Australia dengan 5-6
cm / th dan perubahan Arh menjadi N200 ° pada Saat menghampiri lempeng Mikro
Sunda.

Anda mungkin juga menyukai