Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
MAKALAH
GEOLOGI PULAU JAWA

OLEH :

KELOMPOK VI

INDRA JAYA LA HARUDU R1C1 18 008


ROLAN R1C1 18 048
BOLONG R1C1 18 092
MUSLIM SAIFULLOH R1C1 18 036
AYU PRATIKA R1C1 18 099
ERIK FATURAHMAN R1C1 18 049
IRAN TAFAY R1C1 17 058
NURSOFIKIN R1C1 18 053

KENDARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Secara garis besar perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak berbeda banyak
dengan perkembangan Pulau Sumatra. Hal ini disebabkan disamping keduanya masih
merupakan bagian dari batas tepi lempeng Mikro Sunda, juga karena masih berada
dalam sistim yang sama yaitu interaksi konvergen antara lempeng India-Australia dan
Lempeng Eurasia demgam lempeng Mikro Sunda. Perbedaan utama dalam pola
interaksi ini terletak pada arah mendekatnya lempeng India-Australia ke lempeng
Sunda. Di Jawa, arah tersebut hadir hampir tegak lurus.
Sifat umum relief Pulau Jawa mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Mempunyai iklim tropis basah sehingga tingkat pelapukan, erosi, dan denudasi
besar.
2. Aktivitas volkanik dan tektonik besar sehingga selalu terjadi peremajaan,
walaupun tingkat pelapukan, erosi dan denudasi besar. Dengan karakteristik yang
demikian itu berarti kondisi relief relatif seimbang atau tidak cepat menjadi datar.
3. Berbentuk sempit dan memanjang arah barat-timur. Hal ini disebabkan oleh arah
pengangkatan dan posisi kelompok volkan yang juga barat-timur.

Menurut Pannekoek (1949) stadia volkan di Jawa terdiri atas:


1. Muda, ditandai oleh kawah dan badan volkan masih utuh. Keadaan ini dapat
terlihat pola aliran radial di sekitar volkan, badan volkan simetris.
2. Dewasa, ditandai oleh keadaan kawah dan badan volkan sebagian runtuh pecah,
tetapi bentuk asli volkan tersebut masih dapat dilacak. Penyebab rusaknya kawah
dan badan volkan ini dapat disebabkan karena tenaga endogen maupun tenaga
eksogen.
3. Tua, ditandai oleh kawah dan badan volkan rusak semua sehingga bentuk asli
volkan tersebut tidak dapat dilacak, pada umumnya yang tertinggal hanya berupa
blok-blok volkan atau igir-igir yang posisinya oblik. Penyebab terjadinya proses
ini adalah gabungan antara tektonisme yang hebat dan erosi/denudasi yang juga
hebat.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat menarik rumusan masalah sebagai
berikut.
1) Bagaimana sejarah proses terbentuknya Pulau Jawa?
2) Bagaimana sturktur geologi regional Pulau jawa?
3) Bagaimana tatanan geologi Jawa Barat?
4) Bagaimana tatanan geologi Jawa Tengah?
5) Bagaimana tatanan geologi Jawa Timur?
BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Proses Terbentuknya Pulau Jawa


Saat awal terbentuknya Pulau Jawa diprediksikan berlangsung 60 juta tahun
waktu lalu (Zaman Pre-Tersier), saat pulau ini masih tetap jadi sisi dari suatu benua
besar yang di kenal juga sebagai superbenua Pangea.Susunan batuan basic yang
membuat Pulau Jawa mempunyai asal-usul serta usia yang tidak sama satu dengan
yang lain. Jawa sisi barat diprediksikan sudah terbentuk pada akhir Zaman Kapur
(145 sampai 65 juta tahun lantas) serta jadi sisi dari Paparan Sunda (Sundaland Core),
sesaat Jawa sisi timur dipercaya berasal pecahan kecil benua Australia (beberapa
peneliti menyebutnya juga sebagai East Java Microcontinent). Sisi timur ini mulai
„menabrak‟ serta berhimpun dengan sisi barat seputar 100-70 juta tahun waktu lalu
sampai membuat bentuk awal Pulau Jawa yang ada sekarang ini.
Berarti, Pulau Jawa terbentuk dari paduan dua lempeng benua serta sisi barat
Pulau Jawa dipercaya mempunyai usia yang lebih tua di banding sisi timurnya. Batas
diantara ke-2 sisi ini tertandai karenanya ada sesar purba yang membentang di bawah
Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa serta selesai di
Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.
Saat ini, cuma ada tiga tempat yang mempunyai rekam jejak histori kebumian
dari saat awal terbentuknya Pulau Jawa, yakni Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat),
Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah) serta Bayat (Klaten, Jawa Tengah).
Rekaman ini tersimpan berbentuk singkapan yang memperlihatkan batuan basic
tertua yang berusia sampai seputar 96 juta th.. Singkapan ini berlangsung juga
sebagai akibatnya karena sistem tumbukan antar lempeng dibarengi dengan erosi
yang berjalan terus-menerus dalam rentang saat yang sangatlah panjang, jutaan tahun
lamanya (Hartono, 2015).
Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun
beragam wujud muka bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama
diperkirakan terjadi antara 54 hingga 36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai
material terendapkan di cekungan-cekungan yang terbentuk akibat peregangan
lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping, batupasir serta batubara,
menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang terjadi saat itu.
Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan
poros membujur arah barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan.
Perlahan namun pasti, lempeng samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara
„menabrak‟ lempeng benua Eurasia dari sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar
dengan Pulau Jawa.
Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih
tinggi mengalami subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian
menjadi penyebab terbentuknya palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik
yang memunculkan bentukan gunung berapi. Sebagian material lempeng samudera
Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair menjadi magma dan menciptakan jalur
vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang Pulau Jawa.
Sedangkan menurut Hasibuan, 2013. Proses pembentukan pulau jawa sebagai
berikut.
1. Pengaruh gerak lempeng
a. Kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di
Pulau Jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa.
b. Busur non volkanis di perkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak
bumi yang tertimbun pada jalur subdaksi dan mengandung kwarsa.
c. Antar busur volkanis dan non volkanis terdapat cekungan busur luar yang
relative dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa.
d. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subdaksi
bergeser ke selatan.
e. Busur volkanis diperkirakan di pantai selatan Pulau Jawa sekarang. Gunung
api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktivitas vulkanik
ini merupakan tahap pertama pembentukan Pulau Jawa.
f. Satu busur gunungapi dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan
(sampai pliosen tengah)
g. Busur dalam bergeser ke utara hingga pantai utara Jawa, laut dangkal
mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin
muncul ke atas permukaan laut. Kala pliosen kuarter garis besar pulau Jawa
sudah terbentuk.
h. Akhir pliosen di perkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya
perbukitan di bagian selatan Jawa.
2. Pengaruh iklim
a. Pada zaman kuarter terjadi perubahan tegas iklim di bumi.
b. Sebelumnya pada zaman tersier iklim di wilayah Indonesia merupakan iklim
tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang.
c. Perubahan iklim menyebabkan berbagai peristiwa seperti terjadinya zaman es
dan zaman pencairan es, yang akibatnya terbentuk teras marin, pembentukan
sedimen pada lingkungan marin di darat dan pembentukan sedimen darat di
lingkungan marin.
d. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan
gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan
pembentukan tanah.

Struktur Geologi Regional Pulau Jawa


Berdasarkan sejarah dan evolusi tektonik yang terjadi dari zaman kapur
sampai sekarang ini, maka Pulau Jawa dibagi menjadi beberapa fase tektonik
diantarannya adalah (Ady, 2013).
1. Periode akhir kapur-awal tersier (75-35 Ma)
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan lempeng
Australia kearah timur laut yang menghasilkan subduksi di bawah Sunda
Microplate sepanjang suture Jawa – Meratus, dan diikuti oleh fase pemekaran
selama Paleogen ketika serangkaian horst dan graben kemudian terbentuk.
Proses magmatisme yang terjadi pada akhir Kapur dapat dikenali dari Timurlaut
Sumatera melalui Jawa hingga bagian Tenggara pada Kalimantan.
Studi batuan asal dan penentuan umur dari zircon memberikan pengertian
terhadap karakter basement dan menyatakan bahwa kerak benua Gondwana asli
berada dibagian bawah dari daerah Pegunungan Selatan. Hal ini menunjukan
bahwa Sundaland pada Kenozoik sedikit sekali meyediakan, jika ada material
terigenous ke Jawa Timur. Kapur Atas-Eosen Awal, fragmen benua yang
dilepaskan dari super benua Gondwana di selatan, mengapung kearah timurlaut
mendekati daerah subduksi. Kehadiran allochthonous microcontinents di
wilayah Asia Tenggara telah diamati dan dilaporkan oleh banyak penulis.
Dimulainya Rifting serta pelamparannya berasosiasi dengan pergeraka sepanjang
sesar regional yang telah ada sebelumya dalam fragmen continental. Bagian
basement kontinen mempegaruhi arah cekungan di Sumatra dan Jawa.
2. Periode Oligosen-Miosen Awal (35-20 Ma)
Pada awal Oligosen kemiringan subduksi bertambah menyebabkan
pengurangan kecepatan lempeng Australia ke utara, diperlambat dari 18 cm per
tahun hingga hanya 3 cm, dan secara umum pengangkatan terjadi di seluruh
Daratan Sunda bagian tenggara. Erosi dan amblasan lokal sepanjang jejak sesar
yang ada menghasilkan endapan terrestrial dan transisi. Selama periode ini,
inversi cekungan terjadi karena konvergensi lempeng Hindia menghasilkan rezim
tektonik kompresi di daerah “depan busur” Sumatera dan Jawa. Sebaliknya busur
belakang merupakan subjek pergerakan strike-slip utara-selatan yang dominan
panjang sesar utara-selatan yang telah ada. Selama periode ini, Laut Cina selatan
mengalami proses pemekaran lantai samudra. Konvergensi dari lempeng Hindia
ke arah utara dapat terlihat pada rezim tektonik kompresi pada wilayah depan
busur Sumatera dan Jawa menyebabkan inversi cekungan. Pergerakan lempeng
Hindia dengan Mikrokontinen Sunda telah menjadi stabil pada 5-6 cm per tahun.
3. Periode Miosen Tengah-Miosen Akhir (20-5 Ma)
Pergerakan ke arah selatan dari lempeng Hindia-Australia mengambil alih
seiring dengan berkembangnya aktifitas magmatisme yang meliputi hampir di
seluruh dataran Pulau Jawa. Pada bagian utara, berkembang cekungan belakang
busur yang dibagi lagi menjadi beberapa sub cekungan dan dipisahkan oleh
tinggian basement, dikontrol oleh blok-blok sesar pada basement. Pengaktifan
kembali sepanjang sesar tersebut meghasilkan mekanisme transtention dan
transpression yang berasosiasi dengan sedimentasi turbidit dibagian yang
mengalami penurunan. Namun demikian bagian paling timur Jawa Timur,
basement dominan berarah timur sampai barat, sebagaimana dapat diamati
dengan baik yang mengontrol Palung Kendeng dan Palung Madura. Bagian
basement berarah timur sampai barat merupakan bagian dari fragmen benua yang
mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan dan bertubrukan dengan
Sundaland sepanjang suture Meratus.
Tektonik kompresi yang diakibatkan subduksi ke arah Utara telah
mengubah sesar basement Barat-Timur menjadi pergerakan sesar mendatar,
dalam periode yang tidak terlalu lama. Kenaikan muka air laut selama periode ini,
meghasilkan pengendapan sedimen klastik didaerah rendahan, dan carbonate
build up pada tinggian yang membatasi.
Kompersi kedua mulai selama Akhir-Awal Miosen, terbentuk hingga
puncak pada Awal-Tengah Miosen. Tegangan menjadi lebih kuat selama
peristiwa ini, menghasilkan inversi graben-graben Paleogen. Pengangkatan dari
tinggian yang mengapit meningkatkan pasokan sedimen klastik berasal dari inti
basement, dengan pasokannya yang menutup sembulan karbonat reef. Efek
penurunan muka air laut eustasi selama Miosen Tengah hingga Akhir
meningkatkan erosi dan pasokan rombakan klastika asal darat menjadi tersebar
luas di seluruh laut Jawa Timur.
Pada Miosen Akhir rift yang awalnya berarah Barat-Timur mengalami
rotasi menjadi orietasi Timurlaut-Baratdaya sebagai sesar mendatar, oleh adanya
pengaruh kompresi berarah Utara-Timurlaut yang disebabkan oleh subduksi
Lempeng Wharton ke bawah Lempeng Sunda di bawah Jawa.

Pola struktur Pulau jawa.


Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur – Barat

Tatanan Geologi Jawa Barat


Mennurut Van Bammelen (dalam Natalia, dkk. 2009), secara fisiografis
daerah Banten sangat mendekati sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandungkan
dengan bagian sebelah timurnya. Kecuali beberapa kemiripan bentuk-bentuk
morfologinya, juga adanya produk vulkanisme yang banyak tufa asam, seperti halnya
tufa lempung yang asam.
a. Pola Struktur
Berdasarkan data gayaberat,seismic, citra Landsat/foto udara pengamatan di
lapangan, di Jawa Barat ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Arah baratlaut-tenggara
2. Timur-barat
3. Utara-selatan (dominan)
Namun berdasarkan citra Landsat dan sebaran episentrum gempa, ada satu
lagi yaitu arah timurlaut-baratdaya yang menonjol di sudut baratdaya Pulau Jawa
(Cimandiri/Sukabumi). Pola baratlaut-tenggara hanya dapat direkam dengan gaya
berat, yang berarti letaknya dalam dan mungkin hingga batuan dasar. Pola sesar
ditafsirkan sebagai kelanjuttan tektonik tua Sumatra. Pola berarah barat-timur
umumnya berupa sesar naik ke arah utara dan melibatkan sedimen Tersier.
Sedangkan yang berarah utara-selatan di bagian Utara Jawa , dari data seismic
Nampak memotong batuan Tersier, ternyata juga mengontrol bedrock. Memisahkan
segmen Banten dari bogor dan pegunungan selatan.
b. Satuan-satuan Tektonik
Batuan tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur eosen awal di
Ciletuh yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan secara tektonis dengan
batuan ofiolit yang mengalami breksiasi dan serpentinisasi pada jalur-jalur
kontaknya. Batuan ofiolit tersebut tersebut ditafsirkan merupakan bagian dari
melange yang mendasari olisostrom yang berumur eosen awal. Dengan demikian
maka satuan tektonik tertua di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra eosen.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma tersier. Sepanjang jalur pantai
selatan pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik yang dinamakan formasi
Andesit tua “old andesite formation” yang berumur oligosen-miosen awal. Di Jabar,
bagian dari formasi ini disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya merupakan
endapan aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang memperlihatkan struktur
bantal. Penelitian terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di Jawa
Barat, ternyata Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu hamper meliputi
seluruh bagian tenggara Jawa Barat. Dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa
kegiatan vulkanik selama Tersier ini bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan
kemudian secara berangsur bergeser ke utara. Satuan tektonik lainnya adalah jalur
magma atau vulkanik kwarter , menempati bagian tengah Jawa Barat atau dapat juga
dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik Tersier muda.

c. Mandala Sedimentasi
Didasarkan pada mayoritas cirri sedimen, Menurut Soedjono (dalam Natalia,
dkk. 2009), membagi daerah Jabar menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu mandala
paparan kontinen yang terletak di utara, diikuti oleh Mandala Cekungan Bogor di
bagian tengah, dan ke arah barat terdapat mandala Banten. Mandala paparan kontinen
bertepatan dengan zona stratigrafi dataran pantai utaranya Van Bemmelem. Dicirikan
oleh pola pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan gamping, lempung
dan pasir kwarsa serta lingkungan pengendapannya dangkal. Kedalamannya
mencapai lebih dari 5000m. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona
fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona
Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan “aliran
gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan beku dan sedimen, seperti
andesit,tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala sedimentasi
Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan Paparan
Kontinen.

Peta Geologi Jawa Barat.


Tatanan Geologi Jawa Tengah
Menurut Natalia, dkk 2009. Secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4
bagian:
1. Dataran pantai selatan
2. Pegunungan serayu selatan
3. Pegunungan serayu utara, dan
4. Dataran pantai utara
Salah satu batuan tertua di pulau jawa tersingkap di jawa tengah tepat nya
didaerah sungai LOH-ULO.
a. Pola struktur
Pola struktur di jawa tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama yaitu
baratlaut-tenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di daerah loh ulo dimana
batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur
utama yaitu arah timur laut barat daya, dan barat-timur.hubungan antar satubatuan
dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda
yang terdapat didalam mélange. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
pola yang arah
timurlaut-baratdaya yang sangat dominan didaerah ini. Data gaya berat dari untung
dan sato 1979, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah jawa tengah
dan dilengkapi dengan data geologi permukaan memperlihatkan perbedaan yang
sangat mencolok pada urut-urutan lapisan miosen antara bagian utara dan bagian
selatan jawa tengah.

Bagian utara jawa tengah urut-urutan lapisan miosen sebagian besar terdiri
dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut
menyebar sampai hampir dekat cilacap. Tetapi keselatannya stratigrafinya berubah
dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti
batu pasir dan batu gamping.
b. Satuan-satuan tektonik
Batuan tertua di jawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan di
Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten). batuan yang berumur kapur itu
bercampur aduk, terdiri dari ofiolit,sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat
fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masadasar serpih sampai batu
sabak dengan bongkah-bongkah batupasir greywackey yang termalihkan, masa
dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah sama.

Tatanan Geologi Jawa Timur

Peta Fisiografi Jawa Timur


Menurut van Bemmelen 1949 (dalam Miftahulfa, 2013), Jawa Timur dibagi
menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut.
1. Dataran Aluvial Jawa Utara
2. Antiklinorium Rembang,
3. Zona Depresi Randublatung,
4. Antiklinorium Kendeng (Pegunungan Kendeng),
5. Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Subzona Ngawi),
6. Busur Vulkanik Kuarter, dan
7. Pegunungan Selatan
Berdasarkan peta fisiografi Jawa Timur menurut van Bemmelen (1949) diatas,
daerah penelitian termasuk dalam Antiklinorium Kendeng atau Zona Kendeng yang
merupakan kelanjutan dari Zona Serayu Utara, yang membentang sejauh 250 km
dengan lebar sekitar 40 km.
Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan
karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah utara dari jalur volkanik kwarter adalah
jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier yang agak tebal. Menurut Genevraye
dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini mencapai beberapa ribu meter.
Dekat kota Cepu daerah ini terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di beberapa tempat
lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong oleh sesar naik dengan sudut kemiringan
yang kecil.
Sebagian indentasi Jawa Timur merupakan miniatur indentasi Jawa Tengah,
namun sebagian tidak. Beberapa pola identasi Jawa Tengah dapat diterapkan disini.
Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi Lumajang diapit dua sesar
besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar ini telah memutuskan dan
megubah kelurusan jalur gunungapi Kuarter di Jawa Timur.
Keberadaan sesar besar utara-selatan sedikit melengkung menghadap depresi
Lumajang adalah penyebab indentasi dan depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat
menjelaskan kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak
gunung ini tersebar utaraselatan. Bila kita berdiri di puncak Penanjakan (2775 m)
sebelah utara Bromo (2329 m), maka melihat ke utara akan nampak laut Selat
Madura, melihat ke selatan akan nampak gunung Bromo dan Semeru. Kelurusan ini
membuat masyarakat Tengger menyucikan ketiga gunung yang dianggapnya sebagai
atap dunia itu. Sebenarnya, di bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga
konon bertanggung jawab telah menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di
wilayah ini. Sesar besar ini telah diterobos magma sejak Plistosen atas sampai
Holosen menghasilkan gunung-gunung di kawasan Kompleks Tengger.
Semacam erupsi linier dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke utara di
sepanjang sesar ini berganti-ganti selama Plistosen sampai Kuarter. Dari selatan ke
utara ditemukan pusat2 erupsi sbb. : Semeru, Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi,
Bromo, Batok, dan Penanjakan. Yang masih suka meletus sampai kini adalah Semeru
dan Bromo. Danau kawah Ranu Kembolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan
maar sisa erupsi gunung Ayek2 yang terletak di antara Kaldera Tengger dan Semeru.
Yang pernah mendaki Semeru pasti pernah melalui pos-pos Ranu Pani dan Ranu
Kembolo ini.
Di sebelah barat Depresi Lumajang, yaitu di Kompleks Iyang, terdapat juga
sesar besar utara-selatan walaupun tak sepanjang sesar besar di bawah Tengger dan
sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang. Gunung tua Iyang (Plistosen atas)
terbelah mengikuti rekahan utaraselatan. Rekahan ini juga menjadi pusat-pusat erupsi
gunung di Kompleks Iyang, yaitu: gunung Malang (2008 m), Kukusan (2200 m) dan
Cemorokandang (2223 m). Di tengah sesar rekahan ini kini gunungapi Kuarter
Argopuro (3088 m) berlokasi. Tentang kejadian kaldera pasir Tengger, van
Bemmelen punya teori menarik. Kompleks Tengger telah terobek mengikuti rekahan
berbentuk sabit yang melengkung cekung ke utara. Oleh retakan ini sayap utara
kompleks Tengger tenggelam dan runtuh ke utara. Runtuhnya atap dapur magma
menyebabkan aliran lava basaltik dalam jumlah besar yang menyebar seperti delta di
kedua ujung robekan. Peristiwa ini telah menelan bagian atas puncak Tengger,
sehingga membentuk kaldera Tengger yang diisi pasir volkanik. Runtuhnya Tengger
ini akibat berat materi volkaniknya sendiri yang membebani batuan dasarnya yang
berupa sediment marin Tersier yang plastis. Bagian
utara kompleks Tengger runtuh dan lengser ke utara menuju depresi Selat Madura
yang sedang tenggelam. Kompresi ke utara akibat runtuhan ini telah menekan bagian
utara pantai Jawa Timur yang kini berupa perbukitan di Grati dan Semongkrong di
sekitar Pasuruan. Bukit2 ini anomali sebab terjadi di sekitar pantai utara yang ditutupi
sediment alluvial pantai.
Model volkano-tektonik runtuhan seperti ini juga dipakai van Bemmelen
untuk menerangkan kejadian bukit-bukit Gendol di dekat Menoreh yang berasal dari
runtuhan sayap Merapi ke sebelah baratdaya (Natalia, dkk. 2009).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pulau Jawa terbentuk dari paduan dua lempeng benua serta sisi barat Pulau
Jawa dipercaya mempunyai usia yang lebih tua di banding sisi timurnya. Batas
diantara ke-2 sisi ini tertandai karenanya ada sesar purba yang membentang di bawah
Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa serta selesai di
Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.
Berdasarkan sejarah dan evolusi tektonik yang terjadi dari zaman kapur
sampai sekarang ini, maka Pulau Jawa dibagi menjadi beberapa fase tektonik
diantarannya adalah (Ady, 2013). Periode akhir kapur-awal tersier (75-35 Ma),
Periode Oligosen-Miosen (35-20 Ma), Periode Miosen Tengah-Miosen Akhir (20-5
Ma).
Mennurut Van Bammelen (dalam Natalia, dkk. 2009), secara fisiografis
daerah Banten sangat mendekati sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandungkan
dengan bagian sebelah timurnya. Kecuali beberapa kemiripan bentuk-bentuk
morfologinya, juga adanya produk vulkanisme yang banyak tufa asam, seperti halnya
tufa lempung yang asam.
Secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian:
1. Dataran pantai selatan
2. Pegunungan serayu selatan
3. Pegunungan serayu utara, dan
4. Dataran pantai utara

Batuan tertua dijawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan di
Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten).batuan yang berumur kapur itu
bercampur aduk, terdiri dari ofiolit,sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat
fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masadasar serpih sampai batu
sabak dengan bongkah-bongkah batupasir greywackey yang termalihkan, masa
dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah sama.
Menurut van Bemmelen 1949 (dalam Miftahulfa, 2013), Jawa Timur dibagi
menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut.
1. Dataran Aluvial Jawa Utara
2. Antiklinorium Rembang,
3. Zona Depresi Randublatung,
4. Antiklinorium Kendeng (Pegunungan Kendeng),
5. Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Subzona Ngawi),
6. Busur Vulkanik Kuarter, dan
7. Pegunungan Selatan
Daftar Pustaka
Hartono, Bowo. 2015. Cerita Terbentuknya Pulau Jawa serta Jalinan
dengan Gunung Purba, (Online),
(http://www.faktaunik.news/2015/09/kisah- terbentuknya-pulau-jawa-
dan.html)
Hasibuan, Zul Hayuddin. 2013. Geologi dan Geomorfologi Sumatera dan Jawa,
(Online), (http://zullogist.blogspot.co.id/2013/05/geologi-dan-geomorfologi-
sumatera-dan.html)
Miftahulfa, 2013. Geologi Regional, (Online),
(http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-miftahulfa-30999-3-
2008ta-2.pdf)
Natalia, dkk. 2009. Geologi Pulau Jawa, (Online),
(https://www.scribd.com/doc/293583729/Geologi-Pulau-Jawa)

Anda mungkin juga menyukai