Anda di halaman 1dari 10

A.

Sejarah Terbentuknya Bukit Barisan


Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng aktif dunia yaitu : lempeng Indo-australia,
lempeng Eurasia dan lempeng pasifik yang mana kepulauan dinusantara tersebut akan terus
bergerak rata-rata 3-6 cm bahkan 12 cm per tahunnya yang saling bertumbukan/berinteraksi.
Pulau Sumatra sendiri berada pada zona wilayah tumbukan antara lempeng indo-australia dan
lempeng Eurasia.
Pegunungan bukit barisan adalah jajaran pegunungan yang membentang dari ujung utara (di
Nangroe Aceh Darusalam) sampai ujung selatan (di Lampung) pulau Sumatra. Proses
pembentukan (di Nangroe Aceh Darusalam) sampai ujung selatan (di Lampung) pulau Sumatra.
Proses pembentukan pegunungan ini berlangsung menurut skala tahun geologi yaitu berkisar
antara 45 450 juta tahun yang lalu. Teori pergerakan lempeng tektonik menjelaskan bagaimana
pegunungan ini terbentuk.
Sumatra bisa dikatakan pulau tidak seimbang. Ujung barat dihiasi gunung-gunung tinggi dan
perbukitan berelief kasar. Sedangkan sisi timur, kita hanya akan menjumpai dataran sangat luas
dengan sungai-sungai yang bermeander berkelok-kelok, sebelum bermuara ke Selat Malaka atau
Selat Karimata. Sisi barat yang bergunung-gunung dikenal dengan nama Pegunungan Bukit
Barisan, sebuah nama yang sebenarnya rancu: di satu sisi disebut pegunungan, tetapi juga
disebut bukit. Maka tidaklah mengejutkan jika nama pegunungan ini dalam Bahasa Inggris selalu
menjadi Barisan Range atau Barisan Mountain saja. Nama Bukit Barisan yang semula hanya
untuk perbukitan tinggi di sekitar Lampung-Bengkulu, akhirnya dipakai untuk keseluruhan
pegunungan yang memanjang di sisi barat Sumatra itu.
Pegunungan Bukit Barisan yang memiliki beberapa gunung api aktif, dikenal sebagai Cincin
Api Pasifik dalam konteks vulkanologi dunia. Di kalangan geolog, sisi-sisi benua yang
menghadap ke Samudra Pasifik memang dikenal akan untaian gunung berapi aktifnya mulai
dari Chile di selatan Amerika, Kolumbia, San Salvador, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada,
Alaska, berputar ke arah Benua Asia ke Jepang, Kepulauan Mariana, Filipina, Kepulauan
Indonesia, hingga ke Selandia Baru. Secara geografis, Kepulauan Indonesia pun menjadi titik
bertemunya dua rangkaian pegunungan utama: Rangkaian Pegunungan Sirkum Pasifik dan
Maditerania. Pegunungan Bukit Barisan sendiri adalah bagian dari Rangkaian Maditerania yang
dimulai dari Pegunungan Pirenina di Spanyol-Prancis, Pegunungan Alpen di Eropa Barat,
Pegungan Kaukasus di Eropa Timur, Pegunungan Zagros di utara Irak-Iran, Pegunungan
Himalaya, menerus melewati utara Myanmar, menyeberang di Laut Andaman, hingga
menyentuh Sumatra di utara Aceh.
Lantas, proses geologis apa yang menyebabkan terbentuknya Pegunungan Bukit Barisan
yang menyebabkan potongan timur-barat Pulau Sumatra menjadi seolah-olah tidak seimbang?
Jawabannya terletak pada sutau peristiwa maha dahsyat di masa lampau, ketika Lempeng IndiaAustralia bergerak dan menunjam di bagian bawah Lempeng Eurasia. Ketika kontak dua

lempeng raksasa ini terjadi di Sumatra, keduanya membentuk sudut yang berakibat kecepatan
penunjaman menjadi berkurang (Verstappen, 2000). Hal itulah yang mungkin menyebabkan
gunung api di Sumatra tidak sebanyak Pulau Jawa yang interaksi lempeng-lempengnya berarah
tegak lurus.
Interaksi antara kedua lempeng itu emlahirkan sebuah robekan pada permukaan bumi
Sumatra yang terletak di antara Pegunungan Bukit Barisan, dikenal se bagai dextral transcurrent
fault system, atau Sesar Besar Sumatra. Sesaran ini mematah dalam zona yang rumit, berawal
dari pulau-pulau di ujung utara Sumatra di Aceh, membentuk lembah-lembah memanjang di
daratan, dan di antaranya membentuk deretan danau-danau besar di sepanjang jalur yang
dilintasinya, hingga ke ujung selatannya di Teluk Semangko, Lampung. Karena adanya sesar itu
pula, di sepanjang jalur yang dilintasinya, bermunculan pusat-pusat gempa bumi bersama-sama
dengan pusat-pusat erupsi gunung api. Tak ayal lagi, Pegunungan Bukit Barisan menjadi
kecantikan yang mematikan: menyimpan sumber daya bumi yang kaya dan berlimpah (mulai
dari sumber-sumber mineral, batubara, air, minyak bumi, batu mulia, dan lain sebagainya) dan
menyajikan panorama alam yang memukau, serta lahan-lahan yang subur untuk hidup bertani,
tetapi di sisi lain, memendam potensi bahaya bencana kebumian yang sulit diprediksi.
Gempa bumi tercatat hampir di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, beberapa di antaranya
berakhir sebagai tragedi. Pesisirnya pun sering terlanda tsunami akibat gempa bumi yang
berpusat di dasar laut, sedangkan perbukitannya yang berrelief kasar sering dilanda bencana
longsor atau banjir bandang. Sekalipun letusan gunung api relatif jarang, tetapi secara geologis
dan dari rekaman sejarah letusan gunung api, beberapa gunung api aktif selalu menjadi ancaman
jika meletus pada permukiman di kaki-kakinya. Bukit Barisan jelas tidak mengenal istilah
daerah aman.
Bentang alam Pegunungan Bukit Barisan adalah gabungan dari berbagai bentuk muka bumi
yang bervariasi. Jajaran perbukitan-pegunungan memanjang yang umumnya dikontrol secara
geologis oleh proses perlipatan batuan-batuan sedimen berumur Mesozoik hingga Tersier,
terrentang sepanjang pegunungan tengah di Aceh, barat daya Sumatra Utara, jalur tengah
Sumatra Barat di sepanjang jalur yang melalui Danau Singkarak, termasuk di antaranya Ombilin
dan Sawahlunto penghasil batubara, menerus ke Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan.
Disamping itu terdapat perbukitan-pegunungan berrelief kasar yang didominasi oleh batuan
metamorf yang mengisi Pegunungan Leuser di Aceh hingga Sumatra Utara. Akibat sistem
patahan rumit yang terjadi di daerah ini, lahirlah pembumbungan morfologi berupa perbukitan
memanjang. Tetapi kekayaan geografis Bukit Barisan tidak berhenti di sana; selain
pembumbungan, terjadi pula penarikan pada arah yang berlawanan sehingga menghasilkan
lembah-lemabha yang kemudian menjadi danau-danau yang memanjang di sepanjang jalur ini.
Danau Lauttawar, Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Kerinci, hingga Danau Ranau adalah
beberapa danau yang terbentuk di sepanjang jalur patahan ini. Di samping perbukitanpegunungan dan lembah yang memanjang itu, muncul pula kerucut-kerucut gunung api, suatu

terobosan magma aktif yang menyembul di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Sekalipun
tidak intensif baik dari sisi jumlah mau keaktifan, beberapa gunung api tetap menjadi ancaman
bahaya bencana letusan yang sangat mengkhawatirkan. Gunung api Sinabung yang tadinya
digolongkan sebagai gunung api tipe B (yang tidak pernah tercatat meletus sejak 1600), tahun
2010 lalu tiba-tiba meletus cukup besar, memancarkan abunya hingga berratus-ratus meter ke
angkasa. Kondisi terbaru itu menyebabkan Gunung Sinabung menaikkan statusnya menjadi
gunung api tipe A (Aktif; atau pernah meletus sejak 1600).
Gunung-gunung api aktif justru terkonsentrasi di Sumatra Barat. Tercatat beberapa
gunung api, di antaranya yang terbesar adalah G. Merapi, G. Singgalang, dan G. Talang.
Beberapa gunung api dalam kondisi yang boleh dikatakan mati, misalnya sisa-sisa gunung api
yang membentuk Danau Maninjau. Walaupun G. Merapi gunung terbesar yang kawahnya masih
mengepulkan asap solfatarnya, tetapi gunung api teraktif adalah G. Talang di Solok. Gunung api
ini beberapa kali meletus dan mengancam penduduk yang mendiami kaki gunung, terutama ke
arah utara.
Gunung Kerinci (sekitar 3805 meter di atas permukaan laut) merupakan gunung api aktif
tertinggi di Indonesia. Gunung api ini terletak di perbatasan Sumatra Barat dan Jambi. Pos
pemantauan di Kayuaro, Kerinci, beberapa kali mencatat adanya gejal-gejala tremor dari
aktivitas vulkanik gunung ini. Tahun 2010 tercatat meletus kecil dengan memuntahkan asapnya
sekitar 500 m dari kawah. Ke arah selatan, gunung api berikutnya yang cukup aktif adalah G.
Dempo di Sumatera Selatan, dan Suoh di Lampung. Gunung Dempo tercatat beberapa kali
meletus, sehingga aktivitasnya juga dipantau melalui pos gunung api dari Kabupaten Lahat.

B. Patahan Semangko
Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari utara
ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan inilah membentuk
Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini. Patahan Semangko
berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di
dekat Kota Bukittinggi. Terbentuknya Patahan Semangko bermula sejak jutaan tahun lampau
saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera
yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu
munculnya 2 komponen gaya. Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng
Hindia masuk ke bawah Lempeng Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40
kilometer umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat,
tekanan yang terhimpun tidak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa bumi yang
berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu, bidang kontak akan
merekat lagi sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar. Gempa di zona inilah
yang sering memicu terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.
Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan menyeret bagian
barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan retakan memanjang sejajar batas
lempeng, yang kemudian dikenal sebagai Patahan Besar Sumatera. Geolog Katili dalam The

Great Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode Miosen Tengah
atau sekitar 13 juta tahun lalu. Lempeng Bumi di bagian barat Patahan Sumatera ini senantiasa
bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun
relatif terhadap bagian di timurnya. Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatera ini
sampai kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu
saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona patahan
tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah. Batuan di kanan-kirinya melenting tiba-tiba
dengan kuat sehingga terjadilah gempa bumi besar. Setelah gempa, bidang patahan akan kembali
merekat dan terkunci lagi dan mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi
gempa bumi besar lagi. Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal dan dekat
dengan permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan sangat keras dan biasanya sangat
merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan horizontal yang
menyebabkan retaknya tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya. Topografi di
sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa memicu tanah longsor. Adapun
lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin memperkuat efek guncangan gempa. Beberapa
tempat di Patahan Semangko merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam
bumi. Getaran gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma.
Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti
munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada 1933.

C. Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra


Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra
Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan
sesar geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan
Lampung, Musi Lineament dan N S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit
berumur Jurasik Kapur.
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan sesar
tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas
batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu
Formasi Lahat.
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu
terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat,
dan Formasi Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi
Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah
yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan

berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di
Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang
busur.

D. Cekungan Busur Depan (forearc basin)


Cekungan busur depan (forearch basins) adalah cekungan sedimen yang terletak didepan busur
vulkanik, didekat kerak samudra. Forearch basins juga terbentuk setelah adanya jalur vulkanik
karena inilah yang menjadi referensi namanya

(Cekungan busur depan Simeulue yang terletak antara pulau Simelue dan daratan Sumatera)

Ciri khas forearch basin (Dickinson dan Seely,1979) meliputi:


1. Sedimen yang berada pada prisma akresi umumnya tersusun oleh sedimen-sedimen yang over
compacted sehingga mereduksi porositas sebagai batuan reservoar.
2. Source rock di bagian barat cekungan kurang berperan sebagai batuan sumber sebab banyak
diendapkan endapan turbidit dan trench fill deposit sehingga bukan merupakan batuan reservoar
yang baik.
3. Sedimen pengisi cekungan busur muka dominan berasal dari kontinen dan umurnya relatif
muda (Miocene) sehingga kurang memungkinkan berperan sebagai batuan sumber (source rock)
terbentuknya hidrokarbon. Tingkat pematangan (maturitas) batuan reservoir juga relatif rendah
karena sumber termal berada jauh dari letak cekungan itu sendiri.
4. Diskontinuitas batuan reservoar tinggi karena ketidak-stabilan tektonik dan pergeseran
sedimentasi selama pengendapan, sehingga tidak memungkinkan terbentuk batuan sumber dalam
lamparan yang luas.

E. Back Arch Basins (Cekungan busur belakang)

Cekungan busur belakang (backarch basins) adalah cekungan sedimen yang terletak
dibelakang busur vulkanik, yaitu didekat kerak benua.

Terbentuk backarch basins ini sebagai hasil zona subduksi, yaitu pertemuan lempeng benua dan
lempeng samudra dimana lempeng samudra tertekuk hingga menyusup di bawah lempeng benua
menuju astenosfer. Gejala ini diperlihatkan oleh menipisnya kerak dan membentuk cekungan.
Oleh karena itu disebut sebagai cekungan belakang zona subduksi. Cekungan ini penting bagi
Indonesia sebab cekungan ini adalah penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia.

(Cekungan busur belakang Sumatra)

F. Forearch Islands ( Kepulauan busur depan)


Busur kepulauan depan adalah kumpulan dari beberapa pulau akibat aktifitas gunung
api yang berkaitan dengan penunjaman lempeng. Pulau-pulau ini menunjukkan
adanya zona-zona ketidakstabilan tertentu dalam kerak bumi. Di antara untaian
pulau itu ada beberapa kelompok pulau terbesar di dunia contohnya kepulauan
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
https://geotrekindonesia.wordpress.com/2013/06/13/back-to-basic-4-cekungan-belakang-busurbackarc-basin-kontrol-kinematika-overriding-plate-vs-slab-rollback/

http://jurnal-geologi.blogspot.co.id/2010/01/geo-pendahuluan-tektonika.html
http://www.mgi.esdm.go.id/content/potensi-hidrokarbon-pada-sub-cekungan-busur-mukasimeulue-tanggapan-geologi-kelautan-sebagai

https://smiatmiundip.wordpress.com/2012/05/17/perkembangan-tektonik-pulau-sumatra/
http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1425

Anda mungkin juga menyukai