Anda di halaman 1dari 21

epenggal Singkapan Sejarah Geologi Pulau Jawa

Setiap sudut penjuru bumi menyimpan berbagai kisah menarik terkait riwayat kebumian
berikut proses pembentukannya. Setiap tempat dengan ragam fenomena alam yang
dimiliknya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, tidak terbentuk dengan tiba-tiba
dalam sekejap mata, muncul sebagaimana adanya terlihat di saat ini. Boleh jadi, disana juga
tersimpan beragam kisah dan peristiwa menakjubkan yang tak pernah disadari sebelumnya.
Proses kejadian yang berkaitan dengan rupa bumi di masa kini, dapat berlangsung puluhan
ribu, ratusan ribu, hingga puluhan juta, bahkan ratusan juta tahun lamanya, sementara kisah
keberadaan manusia yang menghuninya baru terbaca sejak beberapa ribu tahun yang lalu.
Kisah-kisah kebumian dari masa silam yang dapat tersingkap kembali, tentu dapat
dipergunakan sebagai bahan pelajaran yang berharga untuk memahami berbagai fenomena
alam dan tatacara beradaptasi dalam kehidupan manusia di masa kini.
Kisah kebumian yang menarik dan menakjubkan, sebagian diantara bahkan berkelas dunia,
juga tercatat rapi dalam singkapan sejarah geologi Nusantara, salah satunya di Pulau Jawa.
Yang istimewa, bukti-bukti warisan kebumian banyak terkumpul di seputar Daerah Istimewa
Yogyakarta. Disini, sejumlah situs geologi dan warisan rupa bumi dari berbagai periode
waktu yang mencapai puluhan juta tahun lampau, terkumpul dalam bentang area yang tak
terlampau berjauhan. Kelengkapannya bahkan bisa dianggap mewakili sejarah geologi Pulau
Jawa secara keseluruhan.
Masa-masa awal terbentuknya Pulau Jawa diperkirakan terjadi lebih dari 60 juta tahun yang
lalu (Zaman Pre-Tersier), ketika pulau ini masih menjadi bagian dari sebuah benua besar
yang dikenal sebagai superbenua Pangea.
Susunan batuan dasar yang membentuk Pulau Jawa memiliki asal-usul dan umur yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Jawa bagian barat diperkirakan telah terbentuk pada akhir
Zaman Kapur (145 hingga 65 juta tahun lalu) dan menjadi bagian dari Paparan Sunda
(Sundaland Core), sementara Jawa bagian timur diyakini berasal pecahan kecil benua
Australia (sejumlah peneliti menyebutnya sebagai East Java Microcontinent). Bagian timur
ini diperkirakan mulai menabrak dan bergabung dengan bagian barat sekitar 100-70 juta
tahun yang lalu hingga menciptakan bentuk awal Pulau Jawa yang ada saat ini.
Artinya, Pulau Jawa terbentuk dari gabungan dua lempeng benua dan bagian barat Pulau
Jawa diyakini memiliki umur yang lebih tua dibanding bagian timurnya. Batas di antara
kedua bagian ini tertandai dengan adanya sesar purba yang membentang dibawah Sungai Luk
Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa dan berakhir di Pegunungan
Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.
Saat ini, hanya ada tiga tempat yang memiliki rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal
terbentuknya Pulau Jawa, yaitu Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung
(Kebumen, Jawa Tengah) dan Bayat (Klaten, Jawa Tengah). Rekaman ini tersimpan dalam
bentuk singkapan yang menampakkan batuan dasar tertua yang berumur hingga sekitar 96
juta tahun. Singkapan ini terjadi sebagai akibat dari proses tumbukan antar lempeng disertai
dengan erosi yang berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu yang sangat panjang,
jutaan tahun lamanya.
Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun beragam wujud muka

bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama diperkirakan terjadi antara 54 hingga
36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai material terendapkan di cekungan-cekungan yang
terbentuk akibat peregangan lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping,
batupasir serta batubara, menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang
terjadi saat itu.
Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan poros membujur arah
barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan. Perlahan namun pasti, lempeng
samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara menabrak lempeng benua Eurasia dari
sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar dengan Pulau Jawa.
Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih tinggi mengalami
subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi penyebab terbentuknya
palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik yang memunculkan bentukan gunung
berapi. Sebagian material lempeng samudera Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair
menjadi magma dan menciptakan jalur vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang
Pulau Jawa.
Inilah kelanjutan peristiwa yang menjadi bagian penting dari rangkaian sejarah terbentuknya
Pulau Jawa, ditandai dengan mulai terbentuk gugusan gunung api purba sebagai jalur
vulkanik yang berjajar di bagian selatan dan menjadi tulang punggung Pulau Jawa jutaan
tahun yang lalu.
Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu ini (Kala
Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api purba di Pulau Jawa
ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme yang teramat dahsyat. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan lapisan batuan piroklastik serta
ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba.
Berdasarkan bukti-bukti geologis yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua
gunung api purba yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan buktibukti geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua gunung
api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba Nglanggeran.
Konon, berdasarkan bukti endapan yang dihasilkannya, ditengarai pernah terjadi erupsi
katastropik Gunung Api Purba Semilir yang kekuatannya nyaris setara dengan Supervolcano
Toba di Sumatera (74.000 tahun yang lalu) dan Supervolcano Yellowstone di Wyoming,
Amerika Serikat (2,1 juta tahun yang lalu). Kekuatan erupsi Gunung Api Purba Semilir saat
itu diperkirakan tak kurang dari 10 kali lebih besar dari erupsi Gunung Tambora (1815), 100
kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau (1883) dan 1000 kali lebih besar erupsi Gunung
St. Helena di Washington, Amerika Serikat (1980).
Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau Jawa. Namun
pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir)
kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini mulai jauh berkurang.
Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut dengan
kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik. Daerah pegunungan selatan merupakan
daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang, jernih, memiliki sumber makanan
yang memadai, serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kondisi ini memungkinkan
terbentuknya koloni koral atau kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya

biota laut, seperti plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi. Fakta ini terekam dengan
baik dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan meluas di
sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.
Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi pelandaian
kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga proses pelelehan yang
menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8
juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini
(Kala Holosen), meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di
sisi selatan Pulau Jawa.
Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke arah utara
ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba, karena suplai magma
hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke utara. Aktifitasnya gunung api
purba seperti Nglanggeran, Semilir dan kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsurangsur mulai turun, bahkan bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun
menjadi relatif stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap terpelihara oleh alam, bergeser
ke sebelah utara.
Pengendapan delta, sungai dan laut dangkal diatas Pulau Jawa menjadi proses alamiah yang
telah berlangsung dalam kurun waktu antara 25,2 hingga 5,2 juta tahun silam. Penurunan
muka air laut terjadi secara berangsur-angsur, mengiringi pengendapan-pengendapan material
di daratan dan tepi laut. Pada saat yang sama, lempeng samudera Indo-Australia pun terus
bergerak menekan lempeng benua Eurasia.
Sebagai akibatnya, perlahan namun pasti, pegunungan selatan Pulau Jawa mulai mengalami
pengangkatan, sehingga daerah-daerah yang dahulunya berupa lingkungan laut dangkal,
sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi daratan, bahkan sebagian diantaranya berubah
menjadi perbukitan. Proses pembentukan berikut pusat aktifitas gunung api pun terus
bertumbuh, beriringan dengan pengangkatan, pemiringan, erosi serta pertumbuhan terumbu
secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Rangkaian
peristiwa alam ini terus berlanjut dalam rentang jutaan tahun lamanya, hingga mencapai
bentukan sempurna Pulau Jawa sebagaimana penampakannya di saat ini, dengan gugusan
gunung berapi muda di bagian tengahnya.
Bukti-bukti sejarah geologi Pulau Jawa ini terkumpul dalam bentang area yang tak terlampau
berjauhan di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Karangsambung dan Sungai luk Ulo,
Kebumen di sebelah barat hingga Kawasan Karst Pegunungan Seribu di sebelah timur. Dari
seputar Bayat di Klaten sebagai salah satu yang tertua, hingga Gunung Merapi yang mewakili
usia muda.
Semuanya menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak akan pernah habis digali dan diolah
menjadi bahan pelajaran berharga, untuk memahami berbagai fenomena alam dan tatacara
beradaptasi yang harus dilakukan oleh manusia yang menghuninya. Terlebih dalam
memahami dan menyikapi beragam fenomena kebencanaan yang dalam pemahaman
sebagian kalangan awam, seolah baru muncul secara tiba-tiba dalam beberapa dekade
terakhir di zaman ini.
Teks: Agus Yuniarso; Foto: Budi Prast.

(http://feature.kabaremagazine.com/2013/07/sepenggal-singkapan-sejarahgeologi.html)
GEOMORFOLOGI PULAU JAWA
Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan, mendefinisikan, serta
menjabarkan bentuk lahan dan proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya
lahan tersebut, serta mencari hubungan antara proses-proses dalam susunan
keruangan. Geormofologi juga berhubungan dengan bentuk lahan tererosi dari
batuan yang keras, namun bentuk konstruksinya dibentuk oleh runtuhan batuan,
dan terkadang oleh perilaku organisme di tempat mereka hidup. Surface atau
permukaan

harus

termasuk

juga

bagian

kulit

bumi

yang

paling

jauh.

Kenampakan subsurface terutama di daerah batugamping sangat penting karena


sistem gua terbentuk juga merupakan bagian dari geomorfologi. Cakupan kajian
geomorfologi ada dua, yaitu cakupan geomorfologi makro dan geomorfologi
mikro.
Morfologi makro
Geomorfologi makro contohnya adalah kajian tentang segala sesuatu yang
ada di permukaan bumi, seperti pegunungan, perbukitan, kawah, ngarai, dan
masih banyak lagi (lebih mengarah pada fenomena alam). Beberapa bentuk
morfologi permukaan karst :

Pulau Jawa memiliki kawasan karst yaitu karst Gunung Sewu, bentuk bukitbukitnya seperti cawan terbalik (cone hill) dan kerucut (conical hill).

Gua-gua juga dapat terbentuk karena adanya mata air karst. Mata air
(spring) karst ini ada beberapa jenis:

o Bedding spring, mata air yang terbentuk pada tempat

terjadi

pelebaran bidang lapisan,

o Fracture spring, mata air yang terbentuk pada tempat dimana


terjadi pelebaran bidang rekahan,

o Contact spring, mata air yang terbentuk karena adanya kontak


antara batu gamping dan batu lain yang impermiabel.

o secara khusus ada jenis mata air yang berada di bawah permukaan
air laut disebut dengan vrulja.
Morfologi mikro

Geomorfologi mikro contohnya adalah kajian tentang perubahan aliran di


permukaan bumi (mengarah pada fenomena yang lebih luas baik yang disebut
fenomena alam ataupun fenomena sosial, seperti pembangunan kota, dimana
bangunan yang ada mengubah arah aliran dan dapat mengakibatkan gangguan
pada proses alami. Ada suatu kawasan karst dengan sudut dip yang kecil dan
permukaannya licin. Area ini dipisah dalam bentuk blok-blok oleh joint terbuka,
disebut dengan grike). permukaan blok itu terpotong menjadi sebuah pola
dendritic dari runnel dengan deretan dasar dan dipisahkan oleh deretan
punggungan yang mengeringkannya kedalam grike terlebih dahulu. Kadangkadang memiliki profil panjang yang hampir mulus disebut Rundkarren.
Tipe

lain

yaitu

Rillenkarren

memiliki

saluran

yang

tajam,

ujung

punggungan dibatasi oleh deretan saluran berbentuk V. terlihat pada permukaan


yang lebih curam daripada rundkarren. Microrillenkarren merupakan bentuk
gabungan tetapi hanya memiliki panjang beberapa centimeter dan lebarnya 1020 mm. Pseudo karren, memiliki bentuk sama dengan rundkarren dan
rinnenkarren. Tetapi hanya terjadi pada granit di daerah tropik yang lembab.
Pulau Jawa memiliki kawasan karst yang cukup spesifik yaitu karst Gunung
Sewu, dimana bentukan bukit-bukit seperti cawan terbalik (cone hill) dan kerucut
(conical hill) begitu sempurna dengan lembah-lembahnya. Bukit merupakan
residu erosi dan lembahnya adalah merupakan daerah diaman terjadi erosi aktif
dari dulu sampai sekarang. Bagian-bagian depresi atau cekungan merupakan
titik terendah dan menghilangnya air permukaan ke bawah permukaan. Erosi
memperlebar struktur (lihat geologi gua dan teori terbentuknya gua), kekar,
sesar, dan bidang lapisan, dan membentuk gua-gua, baik vertikal maupun
horisontal. Secara fisiografis Pulau Jawa dapat dibedakan menjadai tiga zona
yang membujur barat-timur (Pannekoek, 1949) yaitu Zona Selatan, Zona Tengah
dan Zona Utara.
Pulau jawa dihubungkan dengan laut dangkalan Sunda, sehingga secara
fisiografis termasuk tanah tengah sunda (Tanah Sunda Tengah).tetapi secara
geologis ini termasuk dalam sistem pegunungan muda tertier disekeliling tanah
sunda pretertier yang membentuk bagian dari sitem pegunungan Sunda seperti
Sumatra. Jawa memiliki luas 127.000 km persegi dengan panjang 1000
km.Elemen struktur pokok dari pulau jawa yakni geantiklinal Jawa selatan yang
memebentang sepanjang separuh selatan pulau ini dan geosinklinal jawa utara
yang meliputi seluruh bagian utaranya. Dari Semarang ke timur n basin

geosinklinal ini menjadi bertambah basar serta bercabang. Cabang utara yaitu
merupakan bukit rembang dan Madura. Sedangkan cabang selatannya yaitu
pegunungan kendeng dan selatan Madura. Sayap geantiklinal jawa dibentuk oleh
pegunungan selatan yang merupakan blok pengerutan yang miring kea rah
samudra hindia. Bagian puncak dari geantiklinal jawa telah hancur atau rusak
serta di jawa tengah bagian selatan pegunungan selatan telah lenyap akibat
depresi menengah yang dibatasi ole samudera Indonesia. Secara fisiografis
Pulau Jawa dapat dibedakan menjadai tiga zona yang membujur barat-timur
(Pannekoek, 1949) yaitu Zona Selatan, Zona Tengah dan Zona Utara
JAWA BARAT
Disebelah selatan daerah ini tampak dataran pantai yang berbukit,
ditengah bergunung-gunung dan bagian utaranya dataran. Topografi tersebut
menandakan provinsi ini masih labil karena daerah ini terletak dijalan sirkum
mediteran dan sirkum pasifik. Di provinsi ini masih terdapat aktifitas gunun
berapi sehingga gempa bumi masih kerap terjadi.
Jawa barat dibagi menjadi 4 zone geomorfologis, yaitu:
1. Zone Jakarta
Melajur sejajar dengan laut jawa dengan lebar kira-kira 40 km
dan panjangnya mulai dari serang, kerrawang hingga cirebon. Dataran sebagian
besar terbentuk dari endapan alluvial yang terangkat oleh sungai. Disamping
ditemukan rawa-rawa di zone ini ada kemungkinan bahwa dataran di kawasan
Indramayu bergeser kira-kira 108 km setiap tahun ke arah laut.
2. Zone bogor
Terbentang dari Rangkasbitung Subang sampai merupakan
daerah petakan lipatan dibeberapa tempat yang kemungkinannya terjadi pada
pliosan. Kini zone ini tampak sebagai daerah bukit rendah yang di selingi oleh
bukit-bukit yang berbatu keras.
3. Zone bandung
Merupakan kawasan yang bergunung api sekaligus merupakan
zone depresi. Jika dibandingkan dengan

zone bogor yang mengapitnya

disebelah utara dan zone pegunungan selatan di sebelah selatannya yang


masing masing mengalami proses pelipatan pada zaman tertier. Zone ini
terbagi menjadi 4 :
a. Depresi Ciancur
Depresi Ciancur terletak pada ketinggian 70-459 meter di sebelah barat
menjulang gunung salak (2211 meter) yang merupakan gunung berapi termuda.

Ada pula daerah yang tertutup bahan vulkanis dari gunung Gede (2958 meter)
dan gunung Payrango (3019 meter), misalnya kota Sukabumi.
b. Depresi Bandung
Di provinsi Bandung adalah dataran alluvial yang subur, lebarnya mencapai
25 meter dengan ketinggian 650-675 meter. Dan dialiri oleh sungai Citarum dua
deretan gunung berapi mengapit depresi ini yaitu gunung Burangrang (2064
meter), gunung Tangkuban Perahu (2076 meter) dan gunung Bukit Unggul (2203
meter) yang menjadi batas zone Bogor sedangkan dengan zone selatan dibatasi
oleh gunung Malabor (23231 meter), gunung Patuha (2434 meter) dan gunung
Kencana (2182 meter).
c. Depresi Garut
Depresi Garut memiliki lebar kurang lebih 50 km dengan ketinggian 717
meter. Merupakan daerah yang dikelilingi gunung berapi : gunung Kerosak (1630
meter) dan gunung Cikuray (2821 meter) terletak disebelah selatan. Disebelah
timur terletak gunung Telaga Bodas (2201 meter) dan gunung Galunggung (2108
meter).
d. Depresi Lembah Citanday
Depresi lembah Citanday merupakan daerah yang ditutpi endapan alluvial
dan tempat bukit-bukit yang terlipat gunung Sawol (1764 m) yang endapannya
tesebar menutupi plato Rancab yang menurun ke selatan.
4. Zone pegunungan selatan
Lebarnya kurang lebih 50 km, kian menyempit dibagian timur
yang terbentang dari teluk pelabuhan ratu sampai kepulauan Nusa Kambangan.
Zone

ini

mengalami

pengangkatan

pelipatan

medan

pada kala olestosin.

Ini

karena

pada

merupakan

kaiameosin

pegunungan

dan

memiliki

kemiringan yang lemah ke arah selatan/samudera Hindia. Zone ini menjadi tiga
-

(plato) yaitu :
Plato karang nunggal (timur) yang dialiri sungai Cibulin bermuara di samudra

Hindia
Plato pangelengan (tengah)
Plato jampang (barat) : memiliki bentuk khas karena adanya tebing curam yang
menjadi batas di sebelah utara. Gunung malay merupakan puncak tertinggi di
kawasan plato ini.
JAWA TENGAH
Berdasarkan pada aspek geomorfologi regional jawa tengah dan
stratigrafi, Antiklinorium Rembang ini dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu ;
Lekuk Randublatung, Antiklinorium Cepu, Lekuk Lusi-Kening-Solo bagian bawah,
Antiklinorium Rembang bagian utara dan Lekuk Semarang-Rembang-Laut Jawa.

Bagian tengah dari pulau jawa jauh lebih sempit daripada Jabar dan Jatim
lebernya hanya 100-200 km. Hal ini disebabkan karena laut Jawa terbentang
masuk kepedalaman dengan teluk yang lebar antara Cirebon dan Semarang
sehingga tanah rendah utara lebih terbatas dan pegunungan Selatan sebagian
besar tenggelam diantara Nusa Kambangan dan Pegunungan Selatan Jatim.
-

Dataran pantai utara Jateng lebar maksimum 20 km di sebelah selatan


Brebes, dimana lembah Punali memisahkan rangkaian Bogor di Jabar dan
Pegunungan Selatan jateng.

Lebar jarak ke timur dataran itu menyempit sampai 20 km di sebelah selatan


Tegal dan Pekalongan untuk selanjutnya menghilang seluruhnya disebelah Timur
pekalongan, dimana bagian utama pegunungan mencapai pantai.
Tanah pegunungan Jawa Tengah dibentuk oleh dua cembungan geantiklinal, yaitu
:

Rangkaian Pegunungan Serayu Utara


Merupakan rantai penghubungan antara rangkaiian Bogor di Jabar dan
pegunungan Kendeng Jateng sedangkan pegunungan Serayu Selatan merupakan
sebuah elemen baru yang muncul dari depresi Bandung yang memanjang dari
Jabar.

Rangkaian Pegunungan Serayu Utara


Tertutup oleh Vulkom Slamet dan sebelah timurnya tertutup oleh Vulkanis
muda seperti kelompok Dieng.
Diantara pegunungan Serayu Selatan dan Utara terdapat sebuah depresi
memenjang yaitu zone serayu dimana terletak kota-kota, Majenang, Purwokerto,
Banjarnegera, Wonosobo.Di sebelah selatan pegunungan serayu selatan terdapat
dataran pantai yang lebarnya antara 10-20 km. Keadaaan daerah ini sangat jelas
berbeda dengan daerah selatan jabar dan Jatim yang terletak tidak lebih dari 10
m di atas muka laut.
Tiga pegunungan pantai (shore

bars) dengan gunung-gunung pasir

(dunes) setinggi 5-15 m dan lebar 100-500 jajar pantai. Bagian tengahnya
terpotong Oleh pegunungan Karang Bolong yang strukturnya sama dengan

pegunungan Selatan disini telah merosot dibawah permukaan laut antara Pulau
Nusa Kambangan dan muara sungai Opak (yogyakarta).
JAWA TIMUR
Zone selatannya merupakan kelanjutan dari zone-zone selatan di Jabar
dan Jateng sedangkan yang di utara yang merupakan elemen baru, baik
fisiografis maupun strukturnya. Di utara Muria yang berbatuan leusit dan vulkan
Lasem yang andisitis mencerminkan tidak semuanya dengan seri-seri utara
vulkom Jawa. Muria dulunya sebuah pulau.
Di sebelah selatannya terdapat sejumlah pegunungan yang arahnya
kurang lebih timur, barat tiap-tiap pegunungan tersebut diselingi oleh dataran
aluvial . antiklimak rembang lebarnya rata-rata 50 km dan kebanyakan mencapai
pantai utara dan dari sana dipisahkan oleh posisi sempit dengan bukit pasir.
Bukit-bukit rembang ini dipisahkan oleh lembah synklinal dengan
pegunungan disebut zone rontablatung dan letaknya membujur dari SemarangWonokromo di Surabaya. Pegunungan kendang atau anti klonorium kendang
ialah lanjutan dari Serayu utara di Jateng. Di sebelah selatan

Semarang

pegunungan ini lebarnya 40 km dan makin ke timur makin menyempit.


Tingginya kurang lebih 500 m. Dekat Ngawi pegunungan ini secara melintang
terpotong oleh sungai solo sehingga terbagi menjadi bagian barat dan bagian
timur.
Diantara pegunungan kendang dan pegunungan selatan Jatim terjadilah
zone depresi yang keadaan fisiografisnya dan tektonisnya sama dengan zone
Bandung.Depresi yang memanjang ini sebagian terisi dan tertutup oleh
sederetan gunung-gunung api muda dan dapat dibagi lagi menjadi 3 jalur yang
sejajar, yaitu :
-

Sub zone ngawi


Adalah depresi synklinal yang membatasi pegunungan kendang disisi
selatannya dan dianggap sebagai lanjutan zone serayu di Jateng. Strukturil zone
ngawi memanjang ke timur sampai pantai utara Jazirah Jatim.

Zone solo

Dibentuk oleh sederetan besar vulkanik-vulkanik kwarter dengan datarandataran pegunungan yang dimulai dengan Sundoro dan Sumbing Jawa Tengah
sampai di timur.
-

Sub zone blitar


Terletak di sebelah selatan zone solo. Sub zone Blitar ini di bagian
selatanya dibatasi oleh pegunungan selatan dan Jatim. Seperti halnya Jabar
pegunungan Selatan Jatim pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan
miring ke arah Selatan (samudra hindia). Batas utaranya dibatasi oleh
escarpment yang ruwet
Pegunungan selatan Jatim yaitu antara sungai opak dan pacitan sebagian
besar terdiri dari kapur dengan tipe keras yang disebut Pegunungan Seribu atau
Gunung Sewu. Bagian utara pegunungan ini terdiri dari endapan vulkanis tua
dan juga menunjukkan adanya sisa (bekas) peneplain kwarter. Sedangkan
bagian selatannya dibatasi oleh eliff-eliff abrasi yang terjal sepanjang samudra
Hindia.
CONTOH AKIBAT GEOMORFOLOGI BAGI KEHIDUPAN
Pada cekungan ini terisi berbagai material batuan lepas (sedimen) yang
umumnya berasal dari daratan Jawa Timur dan Madura. Berdasarkan peta
sebaran sedimen permukaan dasar laut di cekungan ini, memperlihatkan bahwa
sedimen lempung dan lumpur menempati sebagian besar laut ini, dan lanau
sampai lanau pasiran umumnya menempati sebagian kecil dan hanya pada
wilayah pesisir. Kecuali lanau dan lanau pasiran di perairan Gresik sampai
Surabaya yang membentuk pola sebaran yang menunjukkan sumber sedimen
berasal dari selat Gresik-Madura dan laut jawa.
Adanya fenomena alam Lumpur LAPINDO di Sidoarjo,sangat merugikan
warga yang ada di sekitarnya.Selain menenggelamkan rumah penduduk juga
menimbulkan

bau

yang

tidak

sedap

yang

menyebabkan

polusi

udara.

Masyarakat disekitar lumpur LAPINDO pun terpaksa mengungsi segala aktifitas


pun menjadi terhambat.lumpur Porong Sidoarjo menjadi Kawasan Rawan
Bencana, dan tidak ada pilihan lain Tempat Penempatan Akhir (TPA) lumpur
adalah ke laut Selat Madura.
Cekungan laut Selat Madura bagian selatan secara administratif terletak di
Provinsi Jawa Timur dan secara geografis cekungan ini terletak pada posisi

11401025BT -11401358BT , 8018LS 80328LS (gambar 1). Di sebelah


barat cekungan ini berbatasan dengan daratan Jawa Timur (Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan) yang dibatasi oleh garis pantai
Surabaya di utara, pantai Sidoarjo sampai kawasan pantai Pasuruan di selatan.
Pada kawasan pantai-pantai ini bermuara Kali Surabaya, Kali Porong, dan Sungai
Brantas. Di sebelah Selatan, cekungan ini berbatasan juga dengan daratan Jawa
Timur (Kabupaten Probolinggo), dibatasi oleh kawasan garis pantai Pasuruan di
barat, pantai Probolinggo, sampai pantai Besuki di timur, dimana pada kawasan
pantai ini dicirikan oleh kehadiran tinggian Gunung Argopuro di Kecamatan
Besuki. Di sebelah Timur cekungan ini berbatasan dengan Laut Bali yang
dicirikan oleh perubahan kontras kedalaman yaitu mulai dari -150 m. Adapun
batas bagian utara cekungan ini adalah kawasan pantai selatan pulau Madura
yang termasuk ke dalam Kebupaten Sampang dan Pamekasan.

Cekungan Selat Madura


Pada kajian ini dibahas tentang adanya perubahan geomorfologi dasar laut
Madura sebagai Cekungan Moderen dan cenderung terus menurun dari hasil
penelitian-penelitian

terdahulu.

Kajian

dilakukan

secara

terintegrasi

yang

bersumber dari laporan hasil penelitian di Selat Madura oleh Puslitbang Geologi
Kelautan (1995) dan peta publikasi Indonesia Hydrographic Chart 1951 US Army
Maps yang menyangkut aspek perubahan geomorfologi dasar laut.
Rencana penempatan lumpur Porong ke laut perairan Selat Madura
merupakan pilihan yang dianggap paling aman, dan penempatan lumpur
diupayakan berada pada kondisi dasar laut yang stabil dimana fenomena alam
lebih kecil pengaruhnya. Idealnya penempatan lumpur porong di dasar laut ini
harus memenuhi kriteria kondisi geomorfologi dan oseanografi disekitar perairan
Selat Madura, hal ini bertujuan untuk menekan dampak sekecil mungkin dari
akibat penempatan lumpur ke laut Selat Madura.

Sumber :
1.

Modul Geomorfologi Indonesia oleh I Wayan Treman tahun 2004

2.

Geomorfologi Regional Jawa Tengah diakses tanggal 6 November 2009 dari


http://seoulmate.dagdigdug.com/geomorfologi-regional-jawa-tengah/

3.

Geomorfologi

diakses

tanggal

November

2009

dari

2009

dari

2009

dari

http://dalilanurqifthiyyah.ngeblogs.com/2009/10/06/geomorfologi/
4.

Geomorfologi

diakses

tanggal

November

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/geomorfologi/
5.

Geomorfologi

diakses

tanggal

November

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/geomorfologi-6/
(http://dexnachicharito.blogspot.com/2012/01/geomorfologi-pulau-jawa.html)

Pulau Jawa akan Terbelah atau Tenggelam ???


Dipublikasi pada Februari 14, 2012 oleh Mbajeng Bremana

2 Votes

Oleh : Mbajeng BMG,.


Di sini saya bukan mau mendahului sebuah takdir, tapi sekedar mau mendongeng ilmiah
dengan sedikit racikan bumbu agama yang dipadukan dengan ilmu kebumian dalam
mengupas sebuah misteri yang cukup actual di kalangan pemerhati alam dan bencana alam.
Hehe.. Jika dicermati judul di atas, mungkin orang awam akan balik bertanya apa mungkin
Pulau Jawa bisa tenggelam?. Orang akan menjawab skeptis, ah ga mungkin. Namun jika
kita berpijak pada pendapat para ahli kebumian (geologi) tentu judul di atas bukan sekedar
omong kosong atau pertanyaan fiksi yang hanya bisa dijawab dengan ungkapan fiktif. Karena
alasan logis yang mendukung adanya sebuah perkiraan mengenai hal di atas sudah cukup
kuat, meskipun bukti-bukti empirik masih belum sepenuhnya kuat dan akurat, Ok, saya
mencoba menggali beberapa sumber baik dari nash Quran maupun dari sumber lain yang
relevan untuk menjawab permasalahan ini..

Allah SWT berfirman dalam [QS Ar-Rald (13):4] yang artinya Dan di bumi ini terdapat
bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon
korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami
melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berfikir.
Ayat ini sangat jelas menginformasikan tentang adanya plate tectonic, yakni adanya
lempengan-lempegan samudra dan lempengan-lempengan benua yang berdampingan. Kebunkebun dan pohon-pohon mempunyai arti adanya daerah-daerah atau tempat-tempat yang
subur, dan ini terbukti di perbatasan pertemuan lempeng samudra dan lempeng benua
terbentuk barisan pegunungan berapi yang karenanya tempat-tempat itu menjadi subur. Satu
hal lagi, tidak akan lempengan-lempengan itu menghasilkan gunung yang tanahnya subur
tanpa adanya pergerakan dan tumbukan di antara keduanya.
Dalam ayat yang lain, [QS An-Naml (27):88] Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu
sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Ayat di atas memberikan kita petunjuk bahwa bahwa bumi yang kita tempati ternyata
bergerak sebagaimana jalannya awan. Sementara Ilmu Kebumian & Sains memperkuatnya
dengan dibukukannya teori Lempeng Tektonik yang menegaskan bahwa benua maupun
gunung-gunung (berapi) memang bergerak, sejak semua benua masih menyatu (pangea) pada
sekitar 250 juta tahun lalu hingga kini.
Terbentuknya Pulau Jawa
Sekitar 70 juta hingga 5 juta tahun yang lalu Indonesia terbentuk menjadi gugusan pulau yang
ditumbuhi dengan gunung gunung berapi, termasuk di dalamnya adalah Pulau Jawa. Proses
terbentuknya Pulau Jawa berlangsung dalam waktu yang sangat lama (evolusi) yakni sekitar
50 juta hingga 65 juta tahun). Secara struktural Jawa merupakan bagian dari busur pulau yang
terletak pada tepian lempeng daratan yang bertemu dengan kerak lempeng lautan yang
bergerak ke utara dibawahnya yang lebih dikenal dengan zona subduksi. Berikut sejarah
terbentuknya Pulau Jawa berdasarkan perhitungan masa geologis :
1; Awal masa cretaceous, Lempeng Indo-Australia bergerak ke utara dan Lempeng Pasific
bergerak ke barat yang menabrak (subduksi) masuk ke bawah Lempeng Eurasia. Tumbukan
Mikro Daratan Lolotoi dengan Dataran Sunda bagian tenggara menghasilkan komplek batuan
melange dengan pola arah timur laut memotong Laut Jawa saat ini,( Daly et al 1991)

2; Akhir masa cretaceous, terbentuk basin yang teregang secara lokal dan dipengaruhi suatu
komponen wrench yang meluas secara lateral pada tumbukan tersebut.

3; Masa paleo-eocene belakang busur terbentuk suatu rangkaian struktur halus yang berarah
timur barat.

4; Awal-pertengahan masa miocene, beberapa bagian zona ini mengalami pengangkatan


menghasilkan suatu bentukan yang disebut dengan Central High.

5; Masa Miocene akhir terjadi kompresi utara selatan yang disebabkan pengangkatan dan
pembalikan di sepanjang patahan dari half graben sehingga membentuk struktur antiklin
muda. Pengangkatan berlanjut hingga sekarang dengan terbentuknya rangkaian pulau yang
memotong dari timur ke barat.

Jika melihat kenampakan morfologi, Pulau Jawa dahulunya adalah lautan, hal ini dibuktikan
di pesisir selatan Pulau Jawa terdapat banyak gunung kapur dan batuan gamping (endapan
marine/laut) yang membujur dari barat hingga ke timur Pulau Jawa. Perlu pembaca ketahui

bahwa gunung/batuan gamping merupakan endapan laut (bekas koral) yang seringkali
ditemukan fosil-fosil binatang laut. Kemudian sekitar tahun 20 juta tahun SM, zona
tumbukan lempeng Australia dengan lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya
lempeng Australia dibawah lempeng Asia. Penunjaman ini berlangsung hingga sekarang dan
menyebabkan munculnya gunung-gunung api sebelah selatan Pulau Jawa yang kemudian
diikuti oleh proses pengangkatan lempeng Asia dan keluarnya material-material dari gunung
berapi, yang akhirnya terbentuklah Pulau Jawa seperti sekarang ini.
Terbelahnya Pulau Jawa
Jika pendapat ahli kebumian itu betul bahwa lempeng Australia ini terus menubruk Jawa
dengan kecepatan rata-rata 7cm pertahun ini, maka dimungkinkan Pulau Jawa terbelah.
Namun demikian Pulau Jawa bisa terbelah mungkin akan terjadi 4-5 Juta tahun yang akan
datang. Di sisi lain, perkiraan Jawa akan terbelah bisa dipatahkan oleh gambaran pada peta
seismic di bawah ini

Warna merah adalah gempa dangkal dengan kedalaman 0-69 Km, warna hijau = gempa
dalam dengan kedalaman pusat gempa antara 70-300 Km. Sedangkan bulat warna biru
menunjukkan titik pusat gempa dengan kedalaman 300-700 Km. Selama ini direkam gempagempa yang terjadi di Pulau Jawa adalah getaran-getaran akibat pergerakan lempeng, dimana
penunjaman lempeng ini diperkirakan tidak lebih dari 700 Km. Jika diperhatikan, gempagempa di Pulau Jawa berada pada warna hijau dan tidak terlalu sering terjadi (jika

dibandingkan dengan Maluku, Sulut dan Pilipina). Jika gempa-gempa yang terjadi di Pulau
Jawa bersifat dalam maka dimungkinkan Jawa akan sulit terbelah, meskipun kekuatan gempa
mencapai di atas 5 SR. Jadi, indicator-indikator yang mengarah pada terjadinya pembelahan
Pulau Jawa belum bisa diterima sebagai sebuah fakta yang akan terjadi.
Pulau Jawa Tenggelam??
Jika Pulau Jawa sulit terbelah, mungkinkah Pulau Jawa bisa tenggelam. Untuk
menjawabannya terlebih dulu lihat peta di bawah ini :

Kedalaman akar (root) lempeng benua dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang
diturunkan dari hukum Pascal & hukum Archimedes sbb:
Kedalaman Lempeng Benua = (1 X h)/( 2 1)
1 = Densitas Lempeng Benua =2.8 gram/cc2 = Densitas Lempeng Samudra = 3.3 gram/cc
h = Ketinggian puncak benua dari permukaan laut (meter atau km).
Jika ketinggian lempeng Eurasia sekitar 2 km di atas permukaan laut, maka benua itu
tertanam / terpasak ke dalam lempeng samudra sedalam : (2.8 gram/cc X 2 km)/(3.3
2.8) gram/cc = 11.2 km
Dari peta di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat pertemuan antara lempeng Indo-Australia
dan Lempeng Eurasia yang menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur
gunung api Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan
Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.
Pergerakan lempeng Indo Australia yang menunjam lempeng Eurasia memiliki kecepatan
yang bervariasi (tergantung lokasinya) yakni 1 sampai dengan 10 cm/tahun. Jika hal ini
berlangsung hingga 50 -70 juta tahun yang akan datang besar kemungkinan akan ada
perubahan pada fisik Pulau Jawa. Lalu bisakah perubahan itu menimbulkan tenggelamnya
Jawa??
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anbiya 21:31 yang artinya

Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas,
agar mereka mendapat petunjuk
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman
Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, [QS An-Naaziat (79):32]
Dan gunung-gunung sebagai pasak ?, [QS An-Nabaa (78):7]
Ke 3 ayat di atas member kita gambaran bahwa gunung-gunung diciptakan adalah sebagai
paku/pasak sehingga lempeng-lempeng yang saling bertumbukan, baik konvergen, divergen
maupun transform tidak berakibat pada terjadinya kegoncangan atau perubahan yang
berbuntut pada terjadinya penenggelaman benua..
Jika dicermati secara fisik, dari barat hingga ke timur Pulau Jawa terdapat deretan gunung api
yg tersebar cukup banyak. Ini menjadi bukti, bahwa Pulau Jawa tidak akan tenggelam, karena
banyaknya aktivitas gunung berapi. Terkecuali jika bumi ini ditutup oleh Sang Pencipta. Di
lain pihak, ilmu kebumian menegaskan bahwa tumbukan lempeng hanya berdampak pada
terjadinya aktivitas magmatic, seperti terjadinya gempa, aktivitas vulkanis, tsunami dan
terjadinya berbagai cekungan/basin jadi tidak berdampak pada penenggelaman sebuah Pulau
besar seperti Jawa. .
Dari paparan di atas, maka hemat penulis, Pulau Jawa tidak akan tenggelam, terkecuali jika
dunia ini berakhir. Semoga kupasan saya tentang misteri terbelah & tenggelamnya Pulau
Jawa bisa menjadi santapan pengetahuan buat penikmat blog picisan saya ini. Dan yang lebih
penting lagi, masukan dan kritik yang membangun, sangat saya harapkan.
(http://mbajengbremana.wordpress.com/2012/02/14/pulau-jawa-akan-terbelah-atau-tenggelam-2/)

GEOLOGI REGIONAL GUNUNG MERAPI


Gunung Merapi merupakan gunung api yang paling aktif di perbatasan Yogyakarta
dan Jawa Tengah, ketinggiannya saat ini sekitar 2900-an meter di atas permukaan air laut.
Pada deretan gunung api yang terletak di tengah pulau jawa, Gunung Merapi merupakan
gunung berapi yang terletak paling selatan diantara deretan Gunung Api Ungaran, TelomoyoSoropati, Merbabu, dan Merapi yang membujur relatif dari utara-selatan. Menurut Van
Bemmelen, 1970, rangkaian gunung api tersebut terletak pada suatu sesar geser yang besar.
Gunung Merapi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu Merapi Tua dan Merapi Muda.
Kedua gunung merapi tersebut dapat dibedakan morfologi dan lithologinya, karena masa
pembentukannya berbeda.Gunung Merapi Tua telah aktif semenjak akhir dari Pleistosen
Akhir, sedangkan Merapi Muda aktif semenjak tahun 1006.Untuk litologi Merapi Muda
cenderung bersifat intermediet, sedangkan litologi Merapi Tua lebih cenderung bersifat basa.
Untuk morfologinya, Merapi Muda yang terletak di sebelah barat, memiliki pola kontur radial
yang menunjukkan gunungapi stadia muda, belum menunjukkan erosi lanjut, sedangkan
untuk Merapi Tua tampak memiliki pola kontur yang menunjukkan stadia dewasa, terlihat
dari banyaknya proses erosi yang terjadi dan terpotong oleh sesar. Sehingga Van Bemmelen
(1970) dapat menyimpulkan bahwa tubuh Merapi Tua terpotong-potong oleh sesar-sesar

1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
c.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
c.

turun yang mengarah ke barat, yang kemudian tertutup oleh Merapi Muda pada hanging wallnya.Hal ini terkait dengan pembentukan Perbukitan Gendol.Karena puncak Gunung Merapi
pada bagian utara dan timur dikelilingi oleh formasi Merapi Tua maka mulut kubah terbuka
ke arah barat daya, hal ini menyebabkan kegiatan erupsi Gunung Merapi menuju ke arah
barat daya.
Berdasarkan kelerengannya, Gunung Merapi dibagi menjadi empat satuan
geomorfologi, yaitu :
Satuan morfologi daerah puncak Gunung Merapi.
Tinggi dari puncak sampai sekitar 2000 m dpl,
Terjal,
Pola pengaliran radial.
Satuan morfologi daerah lereng atas.
Ketinggian antara 2000 m 1200 m.
Kemiringan melandai ke barat dan selatan (curam sedang),
Pola pengaliran subparallel.
Satuan morfologi daerah lereng tengah.
Ketinggian 1200 m 600 m,
Kemiringan sedang,
Pola pengaliran parallel.
Satuan morfologi daerah lereng bawah.
Ketinggian 600-400 m,
Kemiringan landai,
Sungai berperan sebagai jalur material hasil letusan.
Struktur Geologi Gunung Merapi
Gunung Merapi terletak pada dua jalur sesar regional sesar yang memisahkan Jawa
Timur dan Jawa Tengah dan sesar yang membentuk batasan antar Bukit Kendeng bagian
barat dan subzona antara Ngawi dan Gumo.
Struktur yang terjadi salah satunya adalah lipatan. Lipatan tersebut adalah hasil
longsoran deposit Merapi dan dome yang timbul pada Pegunungan Kulon Progo bagian barat.
Kenampakan struktur antiklin antara Salam dan Muntilan membentuk sistem yang
terbentuk seperti parabola terbalik yang patahsepanjang Gunung Merapi Tua. Arah dip ratarata pada Gunung Gendol hampir sama dengan dip yang ada pada sistem yang terjadi pada
antiklin antara Salam dan Muntilan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa deposit dari aliran
lahar yang termasuk ke dalam Gunung Gendol telah terlipat dan menggumpal.
Patahnya Gunung Merapi Muda kemungkinan disebabkan oleh adanya pergerakan
tektonik sepanjang sesar geser besar yang terbentang pada barisan Gunung Ungaran-Merapi
sampai perbatasan lembah Progo bagian barat daya yang mengalami penurunan secara
perlahan. Hal tersebut menyebabkan bagian barat Gunungapi turun ke arah daerah penurunan
tersebut (Van Bemmelen, 1970).
Pandangan Van Bemmelen (1970) Mengenai Perbukitan Gendol

Perbukitan ini terletak 17,5 Km dari kaki Gunung Merapi bagian barat. Tepatnya di
antara Salam dan Muntilan.Pada perbukitan ini terdapat bukit yang paling tinggi, yaitu Bukit
Gendol yang tingginya mencapai 452 meter di atas permukaan laut.Litologi penyusun
perbukitan ini adalah breksi laharik yang komposisinya sama dengan produk Merapi tua.
Batuan pada bukit ini terlipat yang membentuk antiklonorium (rangkaian antiklin kecil di
dalam antiklin yang besar) yang melengkung konkav kearah barat. Menurut Van Bemmelen,
pembentukan antiklinorium ini erat kaitannya dengan terjadinya pensesaran Gunung Merapi
tua yang mengakibatkanblok barat gunung Merapi Tua turun dan blok yang turun tersebut
meluncur dan membentur kaki bagian utara Pegunungan Menoreh yang akhirnya membentuk
antiklinorium Gendol.
Pandangan Rovicky Mengenai Perbukitan Gendol
Bukit gendol terbentuk dari endapan erupsi gunung merapi (diduga cinder cone).Pada
pertumbuhan gunung merapi, gunung merapi mengalami rekahan yang berlangsung cukup
lambat.Karena intrusi magma yang berkelanjutan maka terjadilah beberapa patahan yang
mengarah ke barat, patahan ini mendorong(mengkompresi) bukit gendol sehingga seperti
mengalami pengangkatan. (Rovicky, 2010)

https://rovicky.wordpress.com/2010/11/04/patahan-digunung-merapi/

Karakteristik endapan bukit gendol tidak menunjukan ciri endapan debris avalanche,
yaitu berupa hasil sekotoral gunung apai dalam skala besar, akibat ketidak stabilan
gravitasinya. Selain itu Endapan ini juga memkbentu sebaran seperti kipas dan endapan
dicirikan oleh morfologi perbukitan di sepanjang jalur longsoran dengan ketinggian yang
semakin berkurang menjauhi sumbernya. Di daerah sekitar Gunung Merapi endapan debris
avalance ditemukan di lereng bagian selatan, yaitu di Kali Boyong. Namun belum ditemukan
di tempat lain. Hasil analisis Karbon menunjukkan bahwa endapan ini berumur 1130 50
tahun (akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10) (Newhall, 2000). Salah satu ciri endapan debris
avalanche adalah masih ditemukannya struktur asli batuan sebelum longsor (contoh
perlapisan), juga ditemukan struktur jigsaw crack yang merupakan karakteristik khas endapan
tersebut. Namun, dari aspek endapan, rekaman sejarah letusan Merapi menunjukkan bahwa
endapan yang dihasilkan oleh letusan yang cukup besar dan yang mendekati tahun 1006
adalah letusan plinian yang Struktur perlapisan dalam blok batuan menghasilkan Selo tefra).
Berdasarkan penanggalan karbon (14C), endapan tersebut berumur 1112 73 tahun atau
tahun 765 - 911. Jadi produk letusan ini berumur lebih tua.(Andreastuti, 1999).
Siklus Merapi Muda dan Tua!
Stratigrafi gunung merapi terdiri dari 2 susunan litologi karena pembentuk litologi daerah ini
terdapat 2 gunung api yang berbeda umur dan memiliki magma induk yang berbeda, sehingga
dibedakan menjadi :
1. Volkanik Merapi Tua
Untuk vulkanik merapi tua umurnya diperkirakan Pleistosen atas, litologi penyusunnya
adalah breksi aglomerat dan lelehan lava yang termasuk andesit dan basalt, mengandung
olivin volkanik Merapi Tua, berumur antara 4400 sampai 2930 tahun yang lalu.
2. Volkanik Merapi Muda
Vulkanik merapi muda berumur Pleistosen atas, litologi penyusunnya adalah material hasil
rombakan endapan Merapi Tua berupa tufa, pasir, breksi dan breksi yang terkonsolidasi
lemah.Volkanik Merapi Muda berdasarkan metode C-14 berumur sekitar 1750 sampai 390
tahun yang lalu.

DAFTAR PUSTAKA
Van Bemmelen, R. W., 1970, The Geologi of Indonsia, vol. 1A, General Geologi of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes, 2nd ed, Martinus Nijhoff, the haque.
Pannekoek, A.J.,1949, Outline of the Geomorphology of Java, reprint from tijdschrift van het
Koninklijk Netherlandsch Aardrijkskundig geneootschap, vol. LXVI, part 3, E.J.Brill, Leiden.
Sukandarrumidi. 1978. Bahan Kuliah Lapangan Kulon Progo. Yogyakarta: Teknik Geologi UGM.
https://rovicky.wordpress.com/2010/11/04/patahan-di-gunung-merapi/
21.08
(http://fadi11fdf.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-gunung-merapi.html)

KONSEP DASAR PULAU JAWA

Menurut para ahli bumi, batuan dasar (atau dikenal dengan nama Basement) di Pulau
Jawa terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun sebelum masehi. Batuan ini tersusun oleh
batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli geologi ini sudah lama meneliti Pulau
Jawa dan tidak pernah menemukan batuan yg berumur lebih tua dari 50juta tahun lalu.
Jawa Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,
mengapa ? Karena basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada tahap-tahap akhir
setelah ditubruk lempeng Australia dan numpuk-numpuk membentuk basement di Jawa
Timur.
Pada 20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan
lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng
Asia. Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya gununggunung api disebelah barat Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau Jawa.
Pada waktu itu Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat di
selatan Pulau Jawa banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu dulunya terumbu karang
yang hidup dan adanya di laut. Kalau sekarang contohnya ya Pulau Seribu itu atau kalau yang
besar Great Barier di sebelah timut Australia. Dengan logika yang sederhana seperti itulah
maka ahli kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk Batugamping di
Wonosari itu, dahulunya adalah lautan.
Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia sudah
mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah ditumbuhi gununggunung api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk Gunung Merapi yang sangat aktif
kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan
Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas.
Dibawah ini bisa lihat patahan-patahan di Jawa saat ini..!!!

Patahan di Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan juga
patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah patahan hingga ke
batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah patahan yang terlihat dipermukaan saat ini.

Anda mungkin juga menyukai