Van Hoff adalah orang pertama yang memanfaatkan azas fasa untuk mempelajari kristalisasi larutan garam dan
pembentukan endapan garam. Mulanya penelitian eksperimental terhadap campuran yang dapat menghasilkan kristal, terutama
sistem silikat temperatur tinggi, dilakukan oleh para ahli petrologi batuan beku dan metamorf. Baru pada beberapa dasawarsa
terakhir ini saja hal itu menarik perhatian para ahli sedimen. Sebagai contoh, Milton & Eugster (1959) memakai ancangan itu
untuk meneliti endapan non-marin dan mineral-mineral yang mencirikan Green River Formation di Wyoming dan Colorado. Zen
(1959) menunjukkan bahwa azas fasa yang dikemukakan oleh Gibbs dapat diterapkan untuk menganalisis hubungan antara
mineral lempung dan mineral karbonat. Hasil penelitian Zen kemudian diterapkan oleh Peterson (1962) terhadap larutan
karbonat di bagian timur Tennessee. Perkembangan metoda yang relatif baru itu dapat dibaca dalam karya tulis Eugster (1971).
Van Hoff
Berbagai kajian teoritis dan eksperimental tentang stabilitas mineral pada berbagai kondisi oksidasi-reduksi (Eh) dan pH
dilakukan oleh Garrels dan beberapa ahli lain (lihat Garrels & Christ, 1965). Penelitian aspek-aspek geokimia sedimen banyak
menambah pengertian kita tentang endapan sedimen. Buku-buku yang membahas tentang topik-topik geokimia sedimen antara
lain adalah Geochemistry of Sediments karya Degens (1965) dan Principles of Chemical Sedimentology karya Berner (1971).
Aplikasi atau contoh nyata yang dapat dilihat dari geokimia salah satunya adalah metode yang digunakan oleh sedimentologist
dalam mengumpulkan data dan bukti pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen, yaitu analisis kimia dari batu,
melingkupi geokimia isotop, termasuk penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan
dengan daerah sumber. Metode ini pertama kali dipakai pada tahun 1970an dimana penelitian sedimentologi mulai beralih dari
makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan kimia.
Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli
sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan
antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.
Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi. Makrosedimentologi berkisar studi
fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain pihak, mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah
mikroskop atau lebih dikenal dengan petrografi.
Magma
Magma ? Apasih magma itu ? dari ilmu yang ditangkap otak saya saat
disampaikan Pak Hill waktu pelajaran Krismin semester satu kemarin, magma itu adalah larutan silika pijar, kental, panas,
bersifat mobile, dan terjadi secara alamiah. Dan adapun pengertian magma sendiri menurut beberapa artikel yang saya
simpulkan bahwa magma adalah cairan panas yang liat yang berasal dari dalam Bumi. Magma yang muncul di permukaan Bumi
berasal dari Mantel. Di permukaan Bumi, magma membeku dan membentuk batuan yang disebut sebagai batuan beku
atau igneous rock. Oleh karena itu, magma secara sederhana sering didefinisikan sebagai batuan cair atau molten rock.
Sementara itu, di permukaan Bumi magma muncul di tiga lokasi yaitu di daerah pemekaran lempeng, di jalur vokanik yang
berasosiasi dengan zona penunjaman lempeng, dan di daerah hot spot yang muncul di lantai samudera.
Magma yang muncul di zona pemekaran lempeng kerak Bumi berasal dari mantel dan membeku membentuk kerak samudera.
Demikian pula magma yang muncul sebagai hot spot, berasal dari mantel. Hot spot ini di lantai samudera membentuk
gunungapi atau pulau-pulau gunungapi di tengah samudera. Karena lempeng samudera terus bergerak, maka terbentuk deretan
pulau-pulau tengah samudera, seperti Rantai Pulau-pulau Hawai di Samudera Pasifik.
Sementara itu, magma yang muncul di zona penunjaman berasal dari kerak samudera yang meleleh kembali ketika dia
menunjam masuk kembali ke dalam mantel. Ketika berjalan naik ke permukaan Bumi, magma ini juga melelehkan sebagian
batuan yang diterobosnya. Kemunculan magma ini membentuk deretan gunungapi. Di Indonesia, sebagai contoh, deretan
gunungapi seperti ini memanjang mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara sampai ke Maluku. Di sekeliling Samudera Pasifik,
deretan gunungapi ini membentuk apa yang dikenal sebagai Ring of fire.
Nah, magma sendiri memiliki komposisi – komposisi. Pembahasan tentang komposisi magma ini adalah pembahasan inti dalam
mengenal magma dari segi geokimia.
Karena suhu magma sangat tinggi dan keberadaannya sangat jauh di dalam Bumi, maka kita tidak dapat mengambil sampel
magma dan kemudian mempelajarinya untuk mengetahui komposisinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui komposisi magma
dilakukan melalui pendekatan dengan mempelajari batuan beku yang berasal dari magma yang membeku. Pendekatan dengan
menganalisa batuan beku masih kurang, karena belum dapat mengetahui komponen penyusun magma yang berupa gas. Karena
gejala volkanisme adalah manifestasi dari kemunculan magma di permukaan Bumi, maka untuk mengetahui kandungan gas
dalam magma dipelajari aktifitas vulkanisme.
Dari uraian di atas maka, secara sederhana dapat kita katakan bahwa seluruh unsur kimia yang ada di Bumi, kecuali buatan,
terdapat di dalam magma; hanya kelimpahan dari unsur-unsur tersebut yang berbeda.
Komposisi kimia magma sangat kompleks. 99% dari magma tersusun oleh 10 unsur kimia, yaitu Silikon (Si), Titanium (Ti),
Aluminium (Al), Besi (Fe), Magmesium (Mg), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O).
Dengan konvensi, komposisi kimia magma dinyatakan dalam persen berat (% berat). Dalam bentuk senyawa kimia, unsur-unsur
tersebut dinyatakan dalam bentuk SiO2, TiO2, Al2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O dan H2O.
Tentang kelimpahannya, secara umum, SiO2 adalah yang paling banyak, menyusun lebih dari 50 % berat magma.
Kemudian, Al2O3, FeO, MgO, CaO menyusun 44 % berat magma, dan sisanya Na2O, K2O, TiO2 dan H2O menyusun 6 % berat
magma. Pada kenyataannya, kelimpahan unsur-unsur tersebut sangat bervariasi, tergantuk pada karakter komposisi magma.
Tipe dan Sifat Magma, Magma dapat dibedakan berdasarkan kandungan SiO2. Dikenal ada tiga tipe magma, yaitu:
Magma Basaltik (Basaltic magma) – SiO2 45-55 %berat; kandungan Fe dan Mg tinggi; kandungan K dan Na rendah.
Magma Andesitik (Andesitic magma) – SiO2 55-65 %berat, kandungan Fe, Mg, Ca, Na dan K menengah (intermediate).
Magma Riolitik (Rhyolitic magma) – SiO2 65-75 %berat, kandungan Fe, Mg dan Ca rendah; kandungan K dan Na tinggi.
Tiap-tiap magma memiliki karakteristik yang berbeda. Rangkuman dari sifat-sifat mangma itu seperti terlihat di dalam Tabel.
Lava
Sebelum lebih jauh membahas lava, ada baiknya bila kita mengenal dulu apa itu lava. Menurut wikipedia, Lava adalah cairan
larutan magma pijar yang mengalir keluar dari dalam bumi melalui kawah gunung berapi atau melalui celah (patahan) yang
kemudian membeku menjadi batuan yang bentuknya bermacam-macam.
Bila cairan tersebut encer akan meleleh jauh dari sumbernya membentuk aliran seperti sungai melalui lembah dan membeku
menjadi batuan seperti lava ropi atau lava blok (umumnya di Indonesia membentuk lava blok). Bila agak kental, akan mengalir
tidak jauh dari sumbernya membentuk kubah lava dan pada bagian pinggirnya membeku membentuk blok-blok lava tetapi
suhunya masih tinggi, bila posisinya tidak stabil akan mengalir membentuk awan panas guguran dari lava. Jadi, lava itu
berbeda dengan magma.
Jika membicarakan soal lava, ada hal yang sangat berhubungan. Yaitu kejadian “erupsi”.
Erupsi adalah fenomena keluarnya magma dari dalam bumi. Erupsi dapat dibedakan menjadi erupsi letusan (explosive
erupstion) dan erupsi non-letusan (non-explosive eruption). Jenis erupsi yang terjadi ditentukan oleh banyak hal seperti
kekentalan magma, kandungan gas di dalam magma, pengaruh air tanah, dan kedalaman dapur magma (magma chamber).
Kekentalan magma dan kandungan gas di dalam magma ditentukan oleh komposisi kimia magma. Pada erupsi letusan, proses
keluarnya magma disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat yang berasal dari magma maupun
tubuh gunungapi ke angkasa.
klik gambar untuk memperbesar
Pada erupsi non-letusan, magma keluar dalam bentuk lelehan lava atau pancuran lava (lava fountain), gas atau uap air.
Di dalam Bahasa Indonesia, kata erupsi sering diterjemahkan sebagai “letusan”. Sebenarnya, terjemahan itu tidak sepenuhnya
tepat. Terjemahan tersebut hanya tepat untuk tipe erupsi letusan.
Ada dua jenis utama dari lava, yaitu lava Dasar dan Asam. Lava dasar adalah lava yang panas dan berwarna gelap yang kaya
akan magnesium zat besi, seangkan lava asam benar-benar sangat padat dan berwarna terang. Kali ini kita akan membahas dua
jenis lava. Lava Basa: Lava basa adalah lava yang sangat panas, yaitu sekitar seribu derajat celcius. Lava basa berwarna gelap
seperti basalt, kaya akan zat besi (Fe) dan magnesium (Mg), tapi miskin akan silika. Lava basa mempengaruhi daerah yang luas
dan cepat menyebar keluar sebagai seets tipis. Gunung api yang menghasilkan lava semacam ini adalah gunung api yang
cenderung landai dengan diameter lebar dan berbentuk perisai atau kubah. Viskositasnya cenderung rendah.
Lava Asam: Lava asam adalah lava yang sangat kental dengan titik lebur yang tinggi. Lava asam berwarna terang, kepadatan
rendah, dan memiliki presentase silika yang tinggi. Viskositasnya cenderung tinggi.
Whitford ( 1975) membuat suatu diagram klasifikasi untuk mengetahui seri dan jenis batuan berdasarkan atas kandungan
potassium dan silikanya. Whitford membagi seri batuan menjadi seri toleitik, seri calc-alkaline, dan seri high k calc-alkaline.
Sedangkan jenis batuannya adalah basalt, andesite basaltic, andesite, dan dacite.
Menurut Whitford (1975), setiap peningkatan K2O dan SiO2 akan mengalami perubahan seri magmatik mulai dari seri
toleitik-calc alkaline sampai high k calc alkaline, begitu pula akan mengalami perubahan jenis batuan mulai dari basalt,
andesite basaltic, andesite, sampai dacite.