Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrologi berasal dari kata latin yaitu petro yang berarti batu dan logos yang

berarti ilmu. Sehingga secara harfiah petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

batuan menyangkut proses pembentukan, jenis-jenis dan klasifikasi batuan. Secara

luas petrologi mempelajari tentang struktur, komposisi mineral, tekstur, cara

terdapatnya, dan cara terbentuknya batuan. Di alam terdapat empat jenis batuan yaitu

batuan beku, batuan piroklastik, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Adapun

berbagai macam batuan yang terendapkan seperti tipe Vulcanic Massive Sulfide (VMS)

dan endapan Kuroko.

VMS atau Vulcanic Massive Sulfide merupakan bagian kelompok besar dari

endapan sulfida masif atau semi masif yang terbentuk sebagai akibat masuknya

larutan hidrotermal ke lantai samudera. Beberapa bagian dari endapan ini meliputi

sedex, sedimen, hosted, atau shale-hosted straform massive sulfides. Endapan ini

mengandung lensa konkoidal dari sulfida masif, yang tersusun atas 60% atau lebih

mineral sulfida. Secara stratigrafi ditutupi oleh stockwork diskorian dan di urat-urat

mineralisasi sulfida yang terdapat pada batuan yang mengalami alterasi hidrotermal.

Endapan tipe Kuroko yang berupa larutan pengendapan dari logam-logam sulfida dan

sulfat. Proses pembentukannya erat dengan kegiatan vulkanisme bawah laut dan

dipengaruhi oleh aktivitas vulkanisme hidrotermal. Untuk memahami dan lebih

1
mengenali jenis-jenis batuan yang ada maka diperlukan pengamatan secara langsung

di lapangan. Selain itu pengamatan ini dilakukan dengan berbagai metode klasifikasi

batuan dan menggunakan jenis-jenis alat yang berdea. Sehingga pengamat sekaligus

dapat menggunakan instrumen pengukuran dan mampu mengklasifikasi batuan yang

ada di suatu daerah.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud Peneltian

Penelitian ini bermaksud untuk mengamati batuan dan mineral yang ada di

daerah penelitian. Batuan dan mineral yang diteliti merupakan batuan yang

kenampakannya jelas di permukaan. Dalam hal ini, pengamatan tentang batuan dan

mineral pada batuan yang tersingkap akan diketahui sebaran jenis VMS tipe Kuroko.

Endapan mineral yang diamati juga akan diklasifikasikan dan ditentukan nama serta

mineral-mineral penyusun batuan.

1.2.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dan manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan fieldtrip ini adalah :

1. Mengetahui sebaran jenis VMS tipe Kuroko serta pembentukan jenis batuannya

pada daerah praktikum lapangan.

2. Mengetahui kandungan yang ada di dalam endapan VMS tipe Kuroko didaerah

penelitian.

2
1.3 Lokasi, Waktu, dan Kesampaian Daerah

Praktikum lapangan ini dilaksanakan pada 20 sampai 22 November

2015. Praktikan berangkat dari gedung TNR, Fakultas Teknik, Universitas

Hasanuddin, Makassar pada hari Jumat tanggal 20 November 2015 pukul

09.00 WITA dan tiba di penginapan pada pukul 22.00 WITA, di Kecamatan

Sesean, Kabupaten Toraja Utara (Gambar 1.5), Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar

1.3). Pada hari Sabtu tanggal 22 November 2015, Praktikum Lapangan hari pertama

dilaksanakan pukul 08.00 WITA. Praktikan kembali ke Makassar tanggal 23 November

2015 pukul 13.00 WITA.

Daerah praktikum lapangan berjarak sekitar 330 km dari Kota Makassar ke arah

Utara, sekitar 17 km kearah Timur–Laut Kota Rantepao, yang dapat ditempuh sekitar

kurang lebih 8 jam dengan menggunakan bus.

3
Gambar 1.1 Peta Daerah Penelitian

4
1.4 Batasan Masalah

Dalam laporan ini kami hanya membahas mengenai pembentukan dari sebaran

endapan VMS tipe Kuroko, pendeskripsian mengenai sifat-sifat fisik dari endapan VMS

tipe Kuroko maupun pemanfaatannya.

1.5 Alat dan Bahan

1.5.1 Alat

1. Kompas Geologi

Gambar 1.3 Kompas Geologi

Alat ini berfungsi untuk mengukur arah pada suatu titik ataupun kelurusan

struktur, mengukur kemiringan lereng, maupun mengukur jurus ataupun

kedudukan perlapisan, alat ini juga digunakan untuk mengukur kekar pada

struktur geologi yang ada dijumpaipada kuliah lapangan dengan metode

scanline.

2. Palu Geologi

Gambar 1.4 Palu Geologi

5
Alat ini berfungsi untuk mengambil sampel di lapangan dengan cara memecah

atau mencungkil.

3. Lup

Gambar 1.5 Lup

Alat ini digunakan untuk mengamati tekstur dan mineral penyusun batuan.

4. Peta Regional

Gambar 1.6 Peta Regional

Alat ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai keadaan, lokasi,

stasiun, rute perjalanan dan komunikasi.

5. Roll Meter

Gambar 1.7 Roll Meter

Alat ini digunakan untuk mengukur panjang scanline.

6
6. Kamera Digital

Gambar 1.8 Kamera Digital

Alat ini digunakan untuk mengambil gambar struktur geologi seperti patahan,

kekar dan lipatan.

7. Jas Hujan

Gambar 1.9 Jas Hujan

Alat ini digunakan untuk melindungi tubuh beserta barang yang dibawa ke

lapangan saat hujan turun.

8. Topi rimba

Gambar 1.10 Topi Rimba

Alat ini digunakan untuk melindungi kepala dari sengatan matahari.

7
9. Buku Lapangan

Gambar 1.11 Buku Lapangan

Alat ini digunakan untuk menuliskan data sementara yang diperoleh saat

berada dilapangan. Mulai dari data-data hasil pengukuran strike dan dip,

pengukuran metode scanline, sketsa, deskripsi, dan lain-lain.

10. Headlamp atau senter

Gambar 1.12 Headlamp

Alat ini digunakan sebagai penerangan dimalam hari.

11. Papan Pengalas

Gambar 1.13 Papan pengalas

Alat ini digunakan dilapangan sebagai pengalas saat menulis laporan sementara

dan pengukuran strike dan dip.

8
1.5.2 Bahan

1. Kertas HVS A4 70 Gsm

Gambar 1.14 HVS

Bahan ini diunakan sebagai tempat menulis laporan sementara

2. Spidol

Gambar 1.15 Spidol Permanen

Digunakan untuk member tanda pada kantong sampel.

1.6 Penelitian Terdahulu yang Telah Diakui

Daerah penelitian telah dipetakan oleh beberapa peneliti terdahulu secara

regional, diantaranya :

Penelitian tentang endapan Kuroko di Desa Sangkaropi dilakukan oleh Dr. Ir.

Irzal Nur, MT. Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa unit - unit batuan di

daerah Sangakaropi terbagi atas delapan anggota yaitu batuan Granitik, Breksi Tufa

Andesitik, batuan Dasit, Tufa asam, Piroklastika Riolitik dan lava, batuan Basal, Serpih

Kalkareus, dan Piroklastika Andesitik dan lava. Kemudian disimpulkan juga bahwa

endapan mineral di daerah Sangkaropi dikatagorikan sebagai endapan bijih tipe

Kuroko.

Penelitian tentang Studi Geokimia Mineral Serisit pada Endapan Tembaga

Sangkaropi dan Rumanga Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Ulva Ria Irvan.

9
Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa proses alterasi terjadi dalam tiga fase.

Fase – fase ini dipengaruhi H2O pada konsentrasi Al2O3 rendah dan K2O tinggi,

membentuk himpunan mineral Tridimit, α-Kuarsa, Serisit dan Illit di Sangkaropi.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Umum

2.1.1 Geomorfologi Regional

Van Bemmelen (1949) mengelompokkan pulau Sulawesi menjadi tujuh evolusi

orogenik, salah satunya adalah orogen pulau Sulawesi Bagian Selatan. yang terdiri dari

beberapa unit fisiografi yaitu Selat Makassar, dataran antara Teluk Mamuju dengan

Teluk Mandar, Depresi Saddan, Pegunungan Latimojong, bagian Tenggara zona Palu

daerah kompleks dari lengan tenggara Sulawesi, Pegunungan Verbeek dan daerah

pantai Timur dari lengan tenggara Sulawesi dan Teluk Tulo.

2.1.2 Stratigrafi Regional

Menurut Djuri dan Sujatmiko, 1974 (Peta Geologi Lembar Mejene dan Bagian

Barat Palopo Sulawesi Selatan) batuan tertua yang merupakan alas daerah ini adalah

batuan-batuan yang termetamorfisme sedang seperti Serpih, Rijang, Marmer, Kuarsit

dan Breksi serta beberapa intrusi menengah hingga basa. Kelompok batuan ini

tersingkap di Pegungungan Latimojong, sehingga dinamakan Formasi Latimojong.

Karena proses struktur berupa perlipatan, ketebalan formasi ini tidak dapat diketahui.

Berdasarkan pengukuran radiometri, kelompok batuan ini berumur Kapur. Formasi

Latimojong tertindih tidak selaras oleh Formasi Toraja yang terdiri dari TET (Tertiary

Eocene Toraja) dan TETL (Tertiary Eocene Toraja Limestone). TET tersusun oleh

Serpih Napalan, Batugamping, Batupasir, Kuarsa, Konglomerat, Kuarsa, dan Batubara.

11
TETL tersusun oleh Batugamping dari fosil Foraminifera Planktonik. Kedua satuan

batuan ini berumur Eosen.

Kegiatan gunung api bawah laut terjadi pada kala Oligosen, batuannya terdiri

dari aliran lava bersusunan Basalt hingga Andesit, Breksi vulkanik, Batupasir dan

Batulanau. Batuan–batuan mengandung feldspatoid dan kebanyakan batuan

terkristalisasi. Kelompok batuan tersebut dinamakan TOL (Tertiary Oligosen Lava). Di

atas TOL diendapkan secara tidak selaras batuan sedimen laut dangkal yang

berasosiasi dengan karbonat. Kelompok batuan tersebut dinamakan TMB (Tertiary

Miocene Breccia) yang tersusun oleh Napal, Batugamping yang tersisip mengandung

Batupasir, Konglomerat dan Breksi. Berdasarkan kandungan fosil Planktonik, satuan

batuan ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Bagian atasnya bergabung

dengan satuan batuan TMC (Tertiary Miocene Conglomerate) dan TMPSS (Tertiary

Miocene Pliocene Sandstone). TMC tersusun oleh Konglomerat, sedikit Batupasir,

Gloukonit dan Serpih. TMPSS tersusun oleh Batupasir bersusun Andesit, Batulanau,

Konglomerat dan Breksi. Ketebalan batuan ini sekitar 1000 meter dan berumur Miosen

Tengah hingga Piosen.

2.2 Petrologi Umum

2.2.1 Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silika cair dan

pijar, yang kita kenal dangan nama magma. Adapun pembagian genetic btuan beku

berdasarkan genesa atau tempat terbentuknya batuan beku, yaitu :

1. Batuan Ekstrusi

Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang dikeluarkan ke

permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan laut. Material ini

12
mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang

kental dan panas, cairan ini biasa disebut lava.

2. Batuan Intrusi

Kelompok batuan intrusi terdiri dari semua material yang membeku sebelum

keluar dari permukaan bumi.

2.2.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat proses

pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian

tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sedimen ini dapat digolongkan lagi

menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sedimen klastik, batuan sedimen kimia,

dan batuan sedimen organik. Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses

pengendapan dari material-material yang mengalami proses tra nsportasi.

Besar butir dari batuan sedimen klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai

ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon

(reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil

hidrokarbon ( source rocks ). Batuan sedimen kimia terbentuk melalui proses

presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung

( seal rocks ) hidrokarbon dari migrasi. Batuan sedimen organik terbentuk

dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan

induk ( source rocks ) atau batuan penyimpan ( reservoir ).

2.2.3 Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan

tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya dimana batuan memasuki kesetimbangan

baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia (isokimia) dan tanpa melalui fase cair

(dalam keadaan padat), dengan temperatur berkisar antara 200-800°C.

13
2.3 Geologi Daerah Penelitian

Secara geografis daerah praktikum lapangan Geologi Struktur yang berada

Desa Sangkaropi, Kecamatan Sa’dan, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi

Selatan berada pada koordinat 119º 56’ 00’’ - 119º 59’ 00’’ BT dan 2º 51’ 00’’ - 2º 53’

00’’ LS. Endapan tipe Kuroko di daerah ini merupakan endapan polimetalik Cu-Pb-Zn

yang menunjukkan hubungan genetik yang sangat kuat dengan vulkanisme asam

bawah laut berumur Miosen dalam Tufa Hijau. Berdasarkan studi stratigrafi-vulkanik

dan paleontologi, diketahui bahwa vulkanisme asam bawah laut tersebut berhubungan

dengan mineralisasi Kuroko di daerah Sangkaropi. Endapan bijih tipe Kuroko (bijih

hitam), yang merupakan campuran mineral-mineral Sphalerit, Galena, Barite,

Calcopirit, Tertrahedrite, dan Pirite.

Berdasarkan hasil studi global, endapan mineral Sangkaropi berhubungan

dengan mineralisasi tipe Kuroko di Jepang, yang dinamakan sulfida masif tipe Kuroko,

yang merupakan tubuh-tubuh bijih sulfida masif dalam busur kepulauan moderen, di

Kuroko, Timur Laut Jepang. Dari semua endapan tersebut berasosiasi dengan batuan

vulkanik yang dominan klastik-dasitik atau sebagian kecil andesitik.

Di daerah Sangkaropi, endapan tipe Kuroko berasosiasi dengan Zheolite dan

Kaolin disepanjang zona sesar dan berhubungan dengan alterasi Tufa Andesitik dan

Tufa Dasitik. Tufa Zheolite umumnya memiliki kilap lempungan (earthy luster) dan

resisten. Walaupun sebagian Tufa Zheolite ini memperlihatkan warna (pastel shades)

kuning, coklat, merah, atau hijau, tetapi umumnya berwarna putih atau abu-abu.

Berdasarkan penampang geologi dan hasil analisis sinar-X, terlihat bahwa

endapan bijih Kuroko tersingkap di dua lokasi, yaitu Rumanga dan Sangkaropi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa posisi stratigrafi endapan Kuroko di daerah

Sangkaropi ini adalah terletak diantara serpih coklat yang berinteraksi dengan Andesit

14
(di bagian bawah) dan Breksi Tufa Andesit (di bagian atas). Sedangkan endapan

Kuroko di daerah Rumanga terletak di antara Breksi Tufa Andesit di bagian bawah dan

Tufa Hijau di bagian atas.

Endapan Kuroko Sangkaropi dicirikan oleh tingginya kadar Cu (sekitar 1,10 -

6,91 %), rendahnya Pb (sekitar 3,32%), dan sangat sedikitnya Zn dan Ba. Sedangkan

endapan Kuroko Rumanga dicirikan oleh tingginya kadar Pb (sekitar 3,82 - 9,80%), Zn

(sekitar 2,32 - 26,50%), Ba (sekitar 1,50 - 58,20%), serta rendahnya Cu (sekitar 2,095

- 2,76%).

15
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Genesis

Endapan mineral sulfida masif vulkanogenik tipe Kuroko merupakan suatu

endapan polimetalik stratabound tak terbentuk sampai sedikit terbentuk. Endapan tipe

ini secara genetik berhubungan dengan aktivitas volkanik bawah laut selama periode

Miosen, 13 – 13.5 juta tahun yang lalu. Istilah Kuroko berasal dari bahasa Jepang yang

berarti bijih hitam. Genesis dari endapan bijih tipe Kuroko adalah terjadinya sirkulasi

konveksi panas dari air laut yang masuk ke batuan vulkanik (yang panas). Tingkat

kelarutan gipsum menurun dengan bertambahnya temperatur, yang mengakibatkan

terpresipitasinya Gypsum dan Anhidrit secara langsung dari air laut.

Air laut yang tersirkulasi ke dalam batuan vulkanik panas tersebut,

menyebabkan terbentuknya larutan bijih, akibat terjadinya penurunan tingkan oksidasi

dan pelarutan logam-logam dari batuan vulkanik. Sedikit air magmatik atau air

meteorik juga akan tercampur dengan sirkulasi air laut.Berdasarkan studi stratigrafi-

volkanik dan palaentologi, diketahui bahwa volkanik-asam bawah laut berhubungan

dengan mineralisasi Kuroko di Jepang, yang dinamakan “sulfida masif tipe Kuroko”

yang merupakan tubuh- tubuh bijih sulfida masif dalam busur kepulauan moderen, di

Kuroko, timur laut Jepang. Dari semua itu endapan tersebut berasosiasi dengan batuan

volkanik yang dominan Klastik-Dasitik atau sebagian kecil Andesitik.

16
1.2 Deskripsi Batuan dan Mineral

1.2.1 Deskripsi Batuan

1. Batuan Beku

1. Warna Segar, warna dari batuan yang belum tercampur dengan batuan

atau lingkungan sekitarnya.

2. Warna Lapuk, warna dari batuan yang telah tercampur denga batuan atau

lingkungan sekitarnya.

3. Morfologi, kenampakan luar dari singkapan batuan.

4. Tata Guna Lahan, pemanfaatan lahan berdasarkan wilayah singkapan.

5. Warna, terbagi atas segar yang merupakan warna yang belum tercampur

dengan lingkungannya. Sedangkan warna lapuk merupakan warna yang

telah tercampur dengan lingkungannya.

6. Tekstur, tekstur batuan beku yang terdiri dari kristalinitas, granularitas, dan

fabrik.

1. Kristalinitas :

a. Holokristalin, batuan beku yang seluruhnya tersusun oleh massa

kristal.

b. Holohyalin, batuan beku yang tersusun atas gelas/massa dasar.

Kecepatan pendinginan tinggi.

c. Hipohyalin, batuan beku yang tersusun atas kristal dan gelas. Kristal

merupakan fenokris dan gelas merupakan groundmass. Kecepatan

pendinginan menengah.

2. Granularitas :

a. Afanitik, batuan beku berbutir halus. Ukuran butir < 1mm.

b. Porfiritik, batuan beku berbutir sedang. Ukuran butir 1-5mm.

17
c. Faneritik, batuan beku berbutir besar. > 5mm.

3. Fabrik, hubungan antar butir yang terdapat pada batuan atau dapat

dikatakan keseragaman butir.

7. Struktur, bentuk batuan beku dalam skala yang besar.

8. Komposisi Mineral, kandungan mineral-mineral yang ada pada batuan

beserta dengan persentase banyaknya mineral pada batuan.

9. Mineralisasi, proses pengendapan mineral pada batuan.

10. Nama Batuan, penentuan nama dari batuan berdasarkan data-data yang

telah diperoleh dari sifat-sifat fisik batuan.

2. Batuan Sedimen

1. Warna, terbagi atas segar yang merupakan warna yang belum tercampur dengan

lingkungannya. Sedangkan warna lapuk merupakan warna yang telah tercampur

dengan lingkungannya.

2. Tekstur, tekstur batuan sedimen yang terdiri dari klastik dan nonklastik.

3. Klastik, terbentuk dari batuan yang telah ada dan mengelami pelapukan.

4. Nonklastik, terbentuk sebagai hasil dari penguapan suatu larutan atau

pengendapan di tempat itu juga.

5. Struktur, terdiri dari tiga, yaitu:

1. Struktur batuan sedimen primer, terjadi saat proses sedimentasi dan

digunakan untuk mengidentifikasi mekanisme pengendapan.

2. Struktur batuan sedimen sekunder, terjadi sebelum dan sesudah sementasi

berlangsung dan merefleksikan lingkungan pengendapan.

3. Struktur batuan sedimen organik, terjadi akibat proses biogenik atau

organisme ditandai dengan adanya sisa-sisa organisme pada batuan.

6. Komposisi Kimia, diuji dan ditentukan melalui laboratorium kimia.

7. Komposisi, terdiri atas tiga, yaitu:

18
1. Fragmen, bagian butiran yang berukuran besar berupa pecahan mineral

dan sebagainya.

2. Matriks, butiran berukuran menengah yang mengisi sela-sela diantara

fragmen.

3. Semen, butiran berukuran kecil yang merupakan material pengisi serta

rongga pengikat antar butir sedimen.

8. Sortasi, keseragaman ukuran butir penyusun batuan sedimen.

9. Kemas, sifat hubungan antar butir di dalam suatu massa dasar.

10. Nama Batuan, penentuan nama dari batuan berdasarkan data-data yang telah

diperoleh dari sifat-sifat fisik batuan.

3. Batuan Metamorf

1. Warna Segar, warna dari batuan yang belum tercampur dengan batuan

atau lingkungan sekitarnya.

2. Warna Lapuk, warna dari batuan yang telah tercampur denga batuan atau

lingkungan sekitarnya.

3. Tekstur, kenampakan bagian-bagian batuan seperti ukuran, bentuk, dan

susunan butir mineral pada batuan.

4. Struktur, terbagi atas dua, yaitu:

1. Berfoliasi, terdapat penjajaran mineral-mineral atau perlapisan mineral-

mineral pada batuan.

2. Non-foliasi, tidak terdapat penjajaran mineral-mineral atau perlapisan

mineral-mineral pada batuan.

5. Nama Batuan, penentuan nama dari batuan berdasarkan data-data yang

telah diperoleh dari sifat-sifat fisik batuan.

19
1.2.2 Deskripsi Mineral

Deskripsi mineral dilakukan dengan memperhatikan:

1. Warna mineral, merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan

tetapi tidak dapat diandalkan dalam identifikasi mineral karena suatu mineral

dapat memiliki lebih dari satu warna.

2. Kilap, merupakan kenampakan suatu mineral yang ditunjukan dari pantulan

cahaya yang dikenakan pada mineral tersebut. Kilap secara garis besar

biasanya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kilap logam dan non-logam.

3. Belahan merupakan kecenderungan mineral tertentu untuk membelah diri pada

satu atau lebih pada arah tertentu. Macam-macam belahan yaitu belahan

sempurna (Perfect) apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya,

belahan baik (Good) apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya

yang rata, tetapi dapat juga terbelah tidak melalui bidang belahannya, belahan

jelas (Distinct) apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi

mineral tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata,

belahan tidak jelas (Indistinct) apabila arah belahan mineral masih terlihat,

tetapi kemungkinan untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar,

belahan tidak sempurna (Imperfect)apabila mineral sudah tidak terlihat arah

belahannya, dan mineral akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.

4. Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yang tidak

rata dan tidak teratur. Beberapa jenis pecahan mineral yaitu Concoidal bila

memperlihatkan gelombang yang melengkung, seperti pada pecahan botol,

Fibrous bila menunjukkan gejala pecahan seperti serat, contohnya asbes,

Even bila pecahan tersebut menunjukkan bidang pecahan yang halus,

contohnya mineral lempung, Uneven bila pecahan tersebut menunjukkan

bidang pecahan yang kasar, contohnya mineral magnetit atau mineral besi,

20
Hackly bila pecahan tersebut menunjukkan bidang pecahan yang kasar tidak

teratur dan runcing, contohnya mineral perak atau emas

5. Cerat merupakan warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat

diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian yang kasar suatu keping

porselen atau dapat dilakukan dengan membubuk mineral kemudian dilihat

warna bubuk tersebut. Cerat dapat berupa warna asli mineral, dapat pula

berbeda.

6. Kekerasan merupakan ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan

suatu mineral dapat ditetapkan dengan membandingkan suatu mineral dengan

dengan mineral tertentu. Skala kekerasan yang biasa digunakan ialah skala

mohs.

7. Berat jenis adalah suatu bilangan murni (tidak mempunyai satuan), yaitu angka

yang menyatakan berapa kali berta suatu benda jika dibandingkan dengan

berat air yang mempunyai volume sama dengan benda itu. Dengan kata lain,

ialah perbandingan antara berat jenis benda tersebut dengan berat jenis air.

8. Kemagnetan merupakan sifat mineral terhadap gaya Tarik magnet.

9. Tenacity yaitu kemampuan mineral untuk ditempa atau dibentuk (tingkat

kelenturan mineral). Tenacity terdiri atas Brittle (rapuh) bila mineral mudah

retak atau dihancurkan, Elastis bila mineral dapat kembali kekeadaan semula

setelah dibentuk, Fleksibel bila mudah dibentuk tetapi tidak dapat kembali

kekeadaan semula, Sectile bila dapat diiris dengan pisau, dan Ductile bila

mineral dapat ditempa.

10. Komposisi kimia merupakan susunan unsur-unsur kimia yang dimiliki oleh

mineral.

11. Sistem Kristal adalah cara untuk mengklasifikasikan bentuk kristal berdasarkan

geometri sel unit yaitu berdasarkan letak atom dalam sumbu xyz.

21
12. Golongan mineral adalah pengelompokan mineral berdasarkan kemiripan

komposisi kimia dan struktur kristalnya.

13. Asosiasi mineral merupakan mineral-mineral yang sering terdapat bersama

dengan mineral lainnya.

22
BAB IV

ISI DAN PEMBAHASAN

4.1 Stasiun 01

Acara: Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal: Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Pada stasiun 01 ditemukan singkapan berupa endapan VMS tipe Kuroko.

Singkapan berukuran 5,2 meter x 5,6 meter. Jarak pengamat terhadap singkapan yaitu

meter dengan arah penggambaran N15o E.

Gambar 4.1 Stasiun 01

Singkapan yang ditemukan merupakan lapisan ketiga dari lapisan endapan VMS tipe

kuroko. Adapun warna singkapan yang kami temukan yaitu warna segar abu-abu dan

warna lapuk coklat. Pada lapisan ini banyak sekali mengandung pirit dan kalkopirit

23
4.2 Stasiun 02

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Pada stasiun 02 ditemukan singkapan berupa clay. Singkapan tersebut berukuran

6,33 meter x 5,4 meter. Jarak pengamatan terhadap singkapan yaitu 4,7 meter dengan

arah penggambaran N50oE

Gambar 4.2 Singkapan Stasiun 02

Singkapan tersebut merupakan hasil dari material VMS yang terendapkan

kemudian mengalami proses litifikasi dan kompaksi sehingga terbentuklah batuan. Dari

hasil pengamatan terlihat bahwa singkapan tersebut memperlihatkan tekstur klastik

yaitu adanya kesan butiran. Material penyusun dari endapan ini berukuran sangat

halus. Ukuran butiran <1/256mm. Singkapan yang menjadi objek pengamatan

praktikan masih merupakan batuan insitu karena belum berpindah tempat dari posisi

aslinya.

24
4.3 Stasiun 03

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun pengamatan yang merupakan stasiun ke-3 berada pada areal

pertambangan Makale Toraja Mining. Secara astronomis, stasiun 3 berada pada

S=02°51,4’60” dan E=119°57’11,23”. Pengamatan dilakukan pada pukul 09.00 WITA.

Stasiun 3 terletak pada bagian perlapisan menengah dari areal pertambangan, sekitar

20 meter dari stasiun 2. Pada stasiun ini, objek pengamatan merupakan sebuah

singkapan yang telah dibuka oleh pertambangan. Hal ini ditunjukkan melalui sudah

tidak adanya vegetasi yang terdapat pada daerah sekitar singkapan serta banyak

terdapat bongkahan-bongkahan eksitu yang berukuran besar disekitar singkapan.

Singkapan yang menjadi objek pengamatan praktikan masih merupakan batuan insitu

karena belum berpindah tempat dari posisi aslinya. Geometri dari singkapan adalah 28

Gambar 4.3 Gambar Stasiun 03

Lebar singkapan sebesar 3,25 meter dan tinggi singkapan sebesar 21,54 meter.

Arah penggambaran sebesar N 5° E, dengan jarak 2,37 meter. Pada stasiun ini batuan

yang ditemukan hampir seluruhnya mengandung mineral Pirit, Kalkopirit, serta Kuarsa.

25
4.4 Stasiun 04

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Pada stasiun 03 yang bertempat di wilayah bekas pertambangan Makale Toraja

Mining. Pada stasiun tersebut ditemukan sebuah adit yang berukuran 2,4 meter X 1,7

meter dengan arah penggambaran N208oE

Gambar 4.3 Adit Stasiun 04

Adit merupakan lubang horizontal dimana salah satu ujungya pepat, yang

dikerjakan untuk kepentingan pencarian data dari daerah penyelidikan. Ada kesamaan

antara trowongan dan adit. Namun bila adit untuk kegunaan untuk mencari data.

Sedangkan terowongan dibuat untuk kegunaan primer. Adit ini digunakan oleh

pertambangan Makale Toraja Mining untuk mencari arah penyebaran mineral yang

akan ditambang. Pada dinding adit ditemukan mineral sekunder yaitu Malacite dengan

warna segar hijau dan warna lapuk hjiau muda.

26
4.5 Stasiun 05

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun 05 terletak pada titik koordinat S: 02º 51’ 37’’ dan E: 119º 57’ 07’’ pada

arah penggambaran N 27º E. Singkapan pada stasiun ini memiliki dimensi dengan

lebar adit 1,61 meter, tinggi adit 1,79 meter, dan panjang atau kedalaman adit yang

diukur secara horisontal yaitu sebesar 7,5 meter. Adit atau terowongan buntu pada

stasiun 05 terdapat mineral zeolite pada dinding dari adit. Disarankan pula untuk tidak

mengambil sampel pada stasiun ini dikarenakan dinding-dinding adit yang tidak terlalu

kuat.

Gambar 4.5 Gambar Singkapan Stasiun 05.

Mineral-mineral yang termasuk dalam group zeolit pada umumnya dijumpai

dalam batuan tufa yang terbentuk dari hasil sedimentasi debu vulkanik setelah

mengalami proses alterasi.

27
4.6 Stasiun 06

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Pada stasiun 06 merupakka adit bekas pertambangan Makale Toraja Mining. Adit

merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam tahap eksplorasi untuk

mengetahui mineral apa saja yang terkandung pada endapan, berupa terowongan

buntu yang digali dengan kedalaman tertentu.

Gambar 4.6 Gambar singkapan stasiun 06.

Adit kedua mengandung mineral sama dengan adit pertama yaitu mineral

zeolite. Mineral zeolite terdapat pada dinding-dinding adit. Pada adit telah terjadi

alterasi dengan mineral yang telah menjadi clay. Terdapat genangan-genangan air

asam tambang pada adit ini dan adit ini lebih dalam dari adit pertama. Mineral-

mineral yang termasuk dalam group Zheolite pada umumnya dijumpai dalam batuan

tufa yang terbentuk dari hasil sedimentasi debu vulkanik setelah mengalami proses

alterasi.

28
4.7 Stasiun 07

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun 7 berada di daerah bagian bawah dari lokasi pertambangan, dekat

dengan pintu utama dari pertambangan.Objek pengamatan merupakan genangan air

asam tambang (AAT). Air asam tambang merupakan air bekas limbah tambang yang

telah tercampur atau terasosiasi dengan bahan galian tambang. Ciri dari air asam

tambang yang menjadi objek penelitian adalah berwarna merah sedikit kejinggaan dan

memberikan efek warna yang sama kepada lingkungan sekitar (parit aliran).

Gambar 4.7 Gambar singkapan stasiun 07.

Dari hasil penalaran diasumsikan bahwa air asam tambang yang terdapat di areal

pertambangan Sangkaropi memiliki kandungan besi (Fe), hal ini diketahui dari air yang

berwarna kemerahan (telah terjadi oksida besi). Hasil penalaran ini didukung dengan

temuan bahwa mineral yang terdapat di areal pertambangan didominasi oleh pirit dan

kalkopirit yang memiliki kandungan besi.

29
4.8 Stasiun 08

Acara : Petrologi Umum Cuaca: Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi: Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun pengamatan yang merupakan stasiun ke-8 berada di bangunan

administrasi pertambangan. Secara astronomis, stasiun 8 berada pada S=X°Y’Z” dan

E=X°Y’Z”. Pengamatan dilakukan pada pukul 10.30 WITA. Stasiun 8 terletak di sekitar

± 50 meter dari stasiun 7. Pada stasiun ini, objek pengamatan merupakan core bit

hasil eksplorasi. Core bit merupakan hasil data eksplorasi berupa material di dalam

tanah berbentuk tabung yang didapatkan melalui proses pengeboran.

Gambar 4.7 Gambar singkapan stasiun 07.

Pada stasiun 08, core bit yang dijumpai telah mengeras serta telah terpotong

dan terpecah-pecah. Kondisi core bit yang dijumpai pada lokasi penelitian tidak terurus

dan dipenuhi oleh dedaunan kering serta didalam corebox terdapat beberapa sampah

plastik serta puntung rokok.

30
4.9 Stasiun 09

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun pengamatan yang merupakan stasiun ke-9 bukan lagi berada pada areal

pertambangan Makale Toraja Mining. Pada stasiun ini ditemukan adanyan perubahan

tanah tempat pengamatan telah berubah menjadi Clay. Stasiun ini merupakan zona

alterasi. Zona ini merupakan zona perubahan susunan atau komposisi kimia mineral

yang disebabkan oleh naiknya aliran hidrotermal yang masuk menuju Host Rock.

Masuknya mineral ini memungkinkan pengkristalan kembali.

Gambar 4.9 Gambar singkapan stasiun 09

Pada stasiun ini ditemukan adanyan bukti-bukti dari proses perubahan atau

alterasi seperti yang telah disebutkan berupa adanyanTufa Piroklastik grup. Tufa ini

terlah berubah susunannya atau komposisi kimia nampak menjadi lempung.

31
4.10 Stasiun 10

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun 10 yang berada pada koordinat S: 02º 51’ 36,59’’ dan E: 119º 57’ 23,08’’

pada ketinggian 1105 mdpl dengan arah penggambaran N 95º E. Singkapan pada

stasiun ini ditemukan kenampakan berupa bidang-bidang rekahan yang mencapai skala

regional.

Gambar 4.10 Gambar singkapan stasiun 10

Ditemukan pula kenampakan berupa fault plane atau bidang perpatahan. Bidang

diskontinuitas ini berupa slicen slide atau cermin patahan. Daerah ini juga merupakan

bidang perpatahan (sesar) yang memanjang hingga ke dasar permukaan. Foot wall

pada stasiun ini adalah bagian air atas terjun dan hanging wall adalah bagian dasar air

terjun hingga ke dasar permukaan laut.

32
4.11 Stasiun 11

Acara : Petrologi Umum Cuaca: Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi: Luwu

Stasiun 11 berada pada koordinat S: 02º 51’ 09,15’’ dan E: 119º 58’ 26,75’’ pada

ketinggian 1033 mdpl. Sedangkan struktur geologi yang diamati berada kurang lebih

10km dari daerah pengamatan. Struktur geologi ini berupa triangular passed.

Triangular passed merupakan sebuah kenampakan struktur berupa bidang segitiga

yang menampakkan sebuah patahan di wilayah tersebut. Apabila struktur patahan

pada desa Sangkaropi dan Bilolo digabungkan maka akan nampak suatu garb patahan

yang dinamai sebagai popuran trend.

Gambar 4.11 Gambar singkapan stasiun 11

Poporan trend ini tersusun atas batuan beku. Kenampakan triangular passed

berupa sebuah bukit dengan bentuk bukit tersebut berupa segitiga yang memiliki

bidang-bidang yang tidak ditumbuhi vegetasi seperti pepohonan yang besar. Hal ini

dikarenakan tingkat erosi yang tinggi di wilayah tersebut.

33
4.12 Stasiun 12

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun 12 berada pada koordinat S: 02º 52’ 15,42’’ dan E: 119º 50’ 42,88’

pada ketinggian 1108 mdpl, dengan arah penggambaran N 25º E. Stasiun ini

merupakan bidang diskontinuitas berupa perlipatan lapisan dengan strike dan dip

sebesar N 127º E/54,5º. Ditemukan bidang diskontinuitas yaitu patahan dan lipatan.

Gambar 4.12 Gambar singkapan stasiun 12

Patahan tersebut terbentuk karena batuan tidak mampu lagi menahan gaya

dikenainya. Celah pada patahan tersebut menjadi tempat membekunya magma

kemudian magma tersebut mengkristal. Sehingga terbentuklah mineral-mineral baru di

dalam celah (rekahan). Lipatan ini terlihat jelas di permukaan singkapan sehingga

dapat diamati secara langsung di lapangan.

34
4.13 Stasiun 13

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun 13 berada pada koordinat S: 02º 52’ 15,42’’ dan E: 119º 56’ 43,63’’

pada ketinggian 1000 mdpl dengan arah penggambaran N 260º E. Pada bagian atas

singkapan terdapat Serpih dengan strike dan dip N191oE/40o.

Gambar 4.13 Gambar singkapan stasiun 13

Endapan yang terbentuk merupakan endapan piroklastik yang telah teralterasi.

Pada singkapan stasiun 13 ini mengandung mineral malachite dengan warna khasnya

yaitu hijau. Endapan pada singkapan stasiun ini adalah klastik dengan endapan

bedding pada struktur perlapisannya. Struktur tersebut merupakan struktur primer

yang pembentukannya sejak masa sedimentasi.

35
4.14 Stasiun 14

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Pengamatan objek berada pada titik persinggahan dengan arah penggambaran N

35º E. Pada stasiun merupakan sebuah morfologi berupa pegunungan. Pada stasiun ini

tersusun dari batuan Basaltik dan Tufa.

Gambar 4.13 Gambar singkapan stasiun 13

Pada stasiun ini objek yang pengamatan yang lain merupakan bidang

diskontinuitas berupa patahan yang memiliki ukuran regional sehingga menyebabkan

bidang diskontinuitas tersebut tidak dapat diukur secara langsung. Melainkan

menggunakan pengamatan terhadap pola diskontinuitas yang ada. Bidang

diskontinuitas yang diamati berupa scart seat. Scart seat ini merupakan kenampakan

dari bidang diskontinuitas berupa patahan.

Setiap scart seat akan tersusun medan yang membentuk kumpulan scart seat

pada trend tertentu yang dinamakan sebagai scartment. Pada pola penyebaran dari

scartment tersebut merupakan garis patahan.

36
4.15 Stasiun 15

Acara : Petrologi Umum Cuaca : Cerah

Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 November 2015 Lokasi : Makale Toraja Mining,

Sangkaropi, Toraja Utara

Stasiun pengamatan yang merupakan stasiun ke-15 berada di wilayah

administrasi Kabupaten Enrekang. Pada stasiun 15 tersusun oleh batuan serpih. Pada

batuan serpih terdapat bidang diskontinuitas berupa patahan normal dan lipatan.

Gambar 4.13 Gambar Singkapan Stasiun 13

Pada mulanya struktur yang pertama kali terbentuk adalah lipatan kemudian

disusul oleh struktur patahan. Patahan tersebut merupaka patahan turun. Yang dimana

paatahan tersebut membentuk sudut lebih dari 45o. singkapan tersebut memiliki slope

sebesar 87o.

37
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat disimpukan :

1. Endapan Vulcanic Massive Sulfide (VMS) tipe Kuroko di daerah Sangkaropi

memiliki varian mneral teralterasi seperti Pyrite, Zheolite, Chalcopyrite, Bornite,

Malachite, Manganite, dan masih banyak lagi.

2. Endapan VMS tipe Kuroko yang berada didaerah Sangkaropi banyak

mengandung Cu yang disebabkan banyaknya Pyrite dan Chalopirite.

5.2 Saran

5.2.1 Kegiatan

Sebaiknya praktikum dilakukan dengan efisiensi waktu yang cukup sehingga

praktikan dapat memahami penelitian dengan baik.

5.2.2 Dosen

Para Dosen telah memberikan penjelasan yang jelas kepada praktikan di

lapangan. Kurangnya informasi yang didapatkan praktikan dikarenakan oleh kurang

efisiennya ruang dan waktu di lapangan.

38
5.2.3 Asisten

Sebaiknya asisten liebih memberikan bimbingan kepada asisten ketika di

lapangan. Toleransi waktu yang cukup juga sebaiknya asisten berikan agar

pelaksanaan praktikum dan pengerjaan laporan dapat maksimal

5.2.4 Panitia

Apresisasi kepada panitia pelaksana yang telah mengurus jalannya praktikum

dengan baik. Kedepannya diharapkan panitia lebih meningkatkan koordinasi antar

panitia dan kepada peserta praktikum agar rundown acara bisa terlaksana dengan

tepat waktu.

39

Anda mungkin juga menyukai