Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Defenisi Umum Tentang Kristalografi dan Mineralogi


Kristalografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari bentuk fisik

kristal dan cara bagaimana penggambarannya, istilah kristal berasal dari bahasa
Yunani dan beberapa ahli berpendapat bahwa baik berupa asumsi atau pendapat
maupun hasil dari penelitian serta berbagai percobaan maupun analisa baik dari
bentuk ataupun struktur kristal tersebut.
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
mineral, atau benda padat homogen, yang mempunyai rumus kimia tertentu dan
biasanya terbentuk oleh proses alam secara organik. Mineralogi juga mempelajari
tentang kristal, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan. Jadi
sistem kristal sangat mempengaruhi terhadap bentuk mineralnya.
Dalam latar belakang masalah tentang kristalografi & mineralogi, kita
mengetahui terutama dalam masalah pengenalan nama-nama mineral yang ada
didalam mineral sendiri dan didalam kristal yang ada pada setiap bentuk kristal,
bisa menentukan kelas simetri atas dasar jumlah unsur simetri, dapat
menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter rasio,
jumlah, dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki oleh setiap
kristal baik dari segi proyeksi orthogonal maupun stereografis.
Dalam mendeskripsikan suatu mineral, prtama didasari dengan teori-teori
baku mengerti serta memahami teori sifat-sifat mineral. Kita juga harus bisa
mendeskripsikan sifat-sifat fisik mineral secara cermat dan teliti agar dapat
menghasilkan jawaban dengan maksimal.

1.2.

Maksud dan Tujuan


1

1. Dapat menentukan sistem kristal dari berbagai macam bentuk kristal atas
dasar panjang, posisi, dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk
kristal.
2. Dapat menentukan kelas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal.
3. Dapat mengetahui sifat-sifat fisik dari berbagai mineral.
4. Dapat mengetahui cara pendeskripsian atau pemerian secara fisik dari
mineral.
1.3.

Alat dan Bahan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.4.

Penggaris panjang (min 30 cm)


Penggaris segitiga
Clipboard
Busur derajat
Pensil mekanik
Pensil warna
Penghapus
Kertas Deskripsi
HCL
Waktu, Lokasi dan Pelaksanaan Praktikum

a. Lokasi

: Laboratorium Geologi Dinamik, Kampus II

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta


b. Pelaksanaan Praktikum
: Rabu
c. Waktu
: 15.00 16.40 WIB
d. Kelompok
:C
BAB II
KRISTALOGRAFI

2.1 Dasar Teori


Kristalografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari bentuk fisik
kristal dan cara bagaimana penggambarannya, istilah kristal berasal dari bahasa
Yunani dan beberapa ahli berpendapat bahwa baik berupa asumsi atau pendapat
maupun hasil dari penelitian serta berbagai percobaan maupun analisa baik dari
bentuk ataupun struktur kristal tersebut.

Kristalografi juga suatu ilmu yang mempelajari dalam bidang geologi,


kimia, dan fisika yang mempelajari bentuk dari kristal dan begaimana dilakukan
cara penggambarannya.
a. Sifat-sifat geometri memberikan pengertian letak, panjang, dan jumlah sumbu
kristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk
luar membatasi.
b. Perkembangan dan petumbuhan kenampakan luar bahwa disamping
mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu pada suatu bidang permukaan juga
mempelajari kombinasi antara satu bentuk kristal dengan bentuk kristal
lainnya yang masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti
kembaran dalam atau dari kristal yang terbentuk demikian.
c. Struktur dalam, menjelaskan tentang susunan dan jumlah sumbu kristal juga
menghitung parameter dan peremeter rasio. Sifat fisis kristal, sangat
tergantung pada struktur (susunan atomnya). Besar kecil kristal tidak
mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi bidang-bidang kristal,
sehingga akan dikenal dua zat yaitu kristalin dan non kristalin.
Kristal didefinisikan sebagai benda padat homogen dan memiliki batas
bidang-bidang muka tertentu dimana keteraturan dari bidang-bidang tersebut
merupakan ekspresi dari bentuk bangun dalam (internal structure) suatu ion,
atom, dan molekul.
2.2 Simbol Kristalografi
1. Parameter dan Parameter Rasio
Parameter bidang hkl:
oh = 1 bagian
ok = 3 bagian
ol = 6 bagian
Parameter Rasio Bidang hkl
oh : ok : ol = 1 : 3 : 6
2. Simbol Weiss dan Simbol Miller
Simbol Weiss = Bagian yang terpotong: Satuan ukur

Simbol Weiss dipakai dalam penggambaran kristal ke bentuk proyeksi orthogonal


dan proyeksi stereografis.
Simbol Miller = Satuan ukur: Bagian yang terpotong
Simbol Miller dipakai sebagai simbol bidang dan simbol bentuk suatu kristal.
Klas Simetri
Pengelompokkan dalam Klas Simetri didasarkan pada:
1. Sumbu Simetri
2. Bidang Simetri
3. Titik Simetri atau Pusat Simetri
1. Sumbu Simetri
Sumbu simetri adalah garis lurus yang dibuat melalu pusat kristal,
dimana apabila kristal tersebut diputar sebesar 3600 dengan garis tersebut
sebagai poros putarannya,maka pada kedudukan tertentu, kristal tersebut akan
menunjukkan kenampakan-kenampakan seperti semula.
Ada 4 jenis Sumbu Simetri yaitu:
1.
2.
3.
4.

Sumbu Simetri Gyre


Sumbu Simetri Gyre Polair
Sumbu Cermin Putar
Sumbu Inversi Putar

2. Bidang Simetri
Bidang Simetri adalah bidang datar yang dibuat melalui pusat kristal dan
membelah kristal menjadi 2 bagian sama besar, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan dari bagian belahan yang lain. Bidang simetri
dinotasikan dengan P (Plane) atau m (mirror).
Bidang simetri dikelompokan menjadi 3, yaitu:

a. Bidang Simetri Utama


Bidang Simetri Utama ialah merupakan bidang yang dibuat melalui 2
buah sumbu simetri utama kristal dan membagi bagian yang sama besar.
Bidang simetri utama ini ada 2 yaitu:

1.

Bidang simetri utama horisontal dinotasikan dengan h (Bidang


ABCD)

2.

Bidang simetri utama vertical dinotasikan v (bidang KLMN dan


OPQR)

b.

Bidang Simetri Tambahan (Intermediet/Diagonal)


Bidang Simetri Diagonal merupakan bidang simetri yang dibuat hanya

melalui satu sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering disebut
dengan diagonal saja dengan notasi (d).
Catatan:
Dalam menghitung jumlah bidang simetri, dihitung dahulu bidang
simetri utama, baru dihitung bidang simetri tambahan.
c. Titik Simetri atau Pusat Simetri (Centrum = C)

Pusat Simetri adalah titik dalam kristal, dimana melaluinya dapat


dibuat garis lurus, sedemikian rupa sehingga pada sisi yang satu dengan
sisi yang lain dengan jarak yang sama, dijumpai kenampakan yang sama
(tepi, sudut, bidang). Pusat Simetri selalu berhimpit dengan pusat kistal,
tetapi pusat kristal belum tentu merupakan pusat simetri.

2.3 Geometri Kristal


Geometri kristal adalah konfigurasi ruang, pola atau hubungan antar
komponen kristal.
Geometri kristal ada 7, yaitu :
a. Sel Unit
Satu sel unit adalah susunan spatial atom-atomyang mengekor secara tiga
dimensi untuk menggambarkan kristalnya. Sel unit ada 2, yaitu :
1. sel unit konvensional, yang biasanya dipilih agar kisi yang dihasilkan
sesimetris mungkin
2. sel unit primitive, merupakan sel unit terkecil yang mungkin yang dapat
dibangun, sehingga, ketika disusun, akan mengisi spasi / ruang secara

sempurna. Jika simetrisnya sama dengan kisinya maka disebut Sel WignerSeitz.
b. Sumbu Kristal
Sumbu kristal mempunyai tiga bentuk dimensi yaitu panjang, lebar, dan tebal.
Tetapi dalam penggambarannya dibuat dua dimensi sehingga dinamakan proyeksi
orthogonal.
c. Indeks Miller
Indeks miller menunjukan perbandingan bidang parameter dengan bidang
LMN. Semua nilai dari dari indeks miller diambil dalam bentuk yang paling
sederhana.
d. Indeks Miller Bravais
Pada kristal yang diperbesar sebanyak enam kali digunakan empat buah
sumbu yaitu X, Y, U, dan Z. XYU adalah sumbu pada bidang dengan = 1200
dan Z adalah sumbuyang tegak lurus XYU gambar (1.14). Maka akibatnya kristal
digambarkan dengan empat nomor indeks miller bravais yaitu hkl dan i.
e. Bentuk dan Geometri Kristal
Bentuk dan geometri krostal ada 2, yaitu
1. Kristal dua dimensi
Tabel 1. Kristal dua Dimensi
(id.scribd.com/doc/GEOMETRI-KRISTAL)

Sistem
Miring
Persegi
Segi Empat
Segi Enam

Simbol Unit
Sistem
P
Plc
P
P

Group Point
2
2 mm
4 mm
6 mm

2. Kristal tiga dimensi


Secara umum, keempat belas kisi bravais dapat dikelompokkan kedalam :
Tabel 2. Kristal Tiga Dimensi
(id.scribd.com/doc/GEOMETRI/KRISTAL)

Sistem

Sel Unit Poin Group pada Sel Unit

Triclinic
Monoclinic
Orthorombik
Tetragonal
Isometrik
Hexagonal
Trigonal

P
PIC
P,C,L
P,I
P,I,F
P
R atau P

1
2/m
Mmm
4/m mm
m3m
6/m mm
3m

Di alam ditemukan berbagai bentuk tiga dimensi dari kisi kristal hal ini
disebabkan karena :
a. Jumlah sumbu kristal
b. Letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain
c. Parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal
6

Keluarga Bidang dan Spasi Interplanar


Spasi interplanar diperoleh dari indeks miller yang ditulis d (nh, nk,nl) = d

(hkl) / n. Dengan mentranslasikan pada bidang (110) maka akan terbentuk bidang
yang paralel hal ini menunjukan orientasi bidang, tetapi tidak menunjukan ukuran
sel unit.
7

Kisi Resiprok
Kisi resiprok secara teori mempunyai simetri yang sama dengan kisi

kristalnya. Dalam tiga dimensi, ditemukan d* (100), d* (010) dan d* (001)


dengan vektor a*, b*, c* dan sel unit kisi resiprok secara umum dituliskan d*
(hkl) = K / d (hkl). Dengan K adalah konstanta, yang bergantung pada panjang
gelombang difraksi sinar-xuntuk sistem monoklinik a* = K / d (100) = K/d (a
sin).

2.4 Sistem Kristal


Tabel 3. Penggambaran Tujuh Sistem Kristal

No

Sistem Kristal

Perbandingan Sumbu

Sudut Antar Sumbu

Isometrik

a:b:c=1:3:3

a+^b = 30

Tetragonal

a:b:c=1:3:6

a+^b = 30

Hexagonal

a:b:c=1:3:6

a+^b = 20 ; d^b+= 40

Trigonal

a:b:c=1:3:6

a+^b = 20 ; d^b+= 40

Orthorhombik

a:b:c=1:4:6

a+^b = 30

Monoklin

a:b:c=1:2:3

a+^b = 45

Triklin

a:b:c=1:4:6

a+^b = 45 ; b^c+= 80

2.4.1

Sistem Kristal Isometrik


Sistem ini sering disebut juga dengan sistem regular bahkan sering dikenal

sebagai sistem kubus atau kubik. Mempunyai tiga sumbu simetri dimana
ketiganya itu saling tegak lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing
sumbu sama panjang.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 kelas, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral

A. Ketentuan Sistem kristal Isometrik


Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = =
= 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( , dan )
tegak lurus satu sama lain (90).

Gambar 2.1. Sistem Isometrik

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.

Gambar 2.2. Cara Menggambar Sistem Kristal Isometrik

Contoh mineralnya adalah Galena (PbS)

10

Gambar 2.3. Mineral Galena

2.4.2

Sistem Kristal Hexagonal


Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus

terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk


sudut 120 terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya
lebih panjang).
Sistem ini dibagi menjadi 7, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral

A. Ketentuan Sistem Kristal Hexagonal


Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

11

Gambar 2.7. Sistem Hexagonal

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Hexagonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk
sudut 40 terhadap sumbu b+.

Gambar 2.8. Cara Menggambar Sistem Kristal Hexagonal

Contoh mineralnya adalah Kuarsa (SiO2)

12

Gambar 2.9. Mineral Kuarsa

2.4.3

Sistem Kristal Tetragonal


Sistem ini sering disebut juga dengan sistem balok. Sama dengan system

Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing


saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan
sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya
lebih panjang.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid

A. Ketentuan Sistem Kristal Tetragonal


Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki 3 sumbu kristal a, b, dan c;
dimana masing-masing axial ratio (perbandingan sumbu) a = b c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini,
semua sudut kristalografinya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain (90).

13

Gambar 2.4. Sistem Tetragonal

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Tetragonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.

Gambar 2.5. Cara Menggambar Sistem Kristal Tetragonal

Contoh mineralnya adalah Zirkon (Zr SiO4)

14

Gambar 2.6. Mineral Zirkon

2.4.4

Sistem Kristal Orthorombik


Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri

kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
1. Bisfenoid
2. Piramid
3. Bipiramid
A. Ketentuan Sistem Kristal Orthorombik
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90).

15

Gambar 2.13. Sistem Orthorhombik

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Orthorombik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak
ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a +^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.

Gambar 2.14. Cara Menggambar Sistem Kristal Orthorombik

Contoh mineralnya adalah Topaz (Al2SiO4(FOH)2)

16

Gambar 2.15. Mineral Topaz

2.4.5

Sistem Kristal Monoklin


Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga

sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga
sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
1. Sfenoid
2. Doma
3. Prisma
A. Ketentuan Sistem Kristal Monoklin
Pada kondisi sebenarnya, sistem

Monoklin

memiliki

axial

ratio

(perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak

17

ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = 90 . Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut dan saling
tegak lurus (90), sedangkan tidak tegak lurus (miring).

Gambar 2.16. Sistem Monoklin

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Monokin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem
ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b.

Gambar 2.17. Cara Menggambar Sistem Kristal Monoklin

Contoh mineralnya adalah Augit (Ca(Mg,Fe) (SiO3)2 ((Al,Fe)2O3)x)

18

Gambar 2.18. Mineral Augit

2.4.6

Sistem Kristal Triklin


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya

tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak
sama.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
1. Pedial
2. Pinakoidal
A. Ketentuan Sistem Kristal Triklin
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = 90. Hal ini berarti, pada system ini, sudut , dan tidak
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

19

Gambar 2.19. Sistem Triklin

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^b = 45 ; b^c+= 80. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk sudut 80
terhadap c+.

Gambar 2.20. Cara Menggambar Sistem Kristal Trilkin

Contoh mineralnya adalah Albite (Na(AL Si3O8)

20

Gambar 2.21. Mineral Albite

2.4.7

Sistem Kristal Trigonal


Sistem ini sering disebut juga dengan sistem Rhombohedral. Selain itu

beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.


Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem
Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segi enam, kemudian
dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik
sudutnya.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
1.
2.
3.
4.
5.

Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral

A. Ketentuan Sistem Kristal Trigonal

21

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)


a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut dan
saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Gambar 2.10. Sistem Trigonal

B. Cara Menggambar Sistem Kristal Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk sudut
40 terhadap sumbu b+.

Gambar 2.11. Cara Menggambar Sistem Kristal Trigonal

Contoh mineralnya adalah cinnabar.

22

Gambar 2.12. Mineral Cinnabar

BAB III
MINERALOGI FISIK
3.1 Pengertian Mineralogi dan Mineral
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
mineral, atau benda padat homogen, yang mempunyai rumus kimia tertentu dan
biasanya terbentuk oleh proses alam secara organik. Mineralogi juga mempelajari
tentang kristal, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan. Jadi
sistem kristal sangat mempengaruhi terhadap bentuk mineralnya.
Mineral merupakan bahan padat homogen yang terbentuk secara anorganik,
mempunyai batasan senyawa, komposisi kimia dan mempunyai atom-atom yang
tersusun teratur.
3.2 Proses Pembentukan Mineral
Secara umum, proses pembentukan mineral, baik jenis logam maupun nonlogam dapat terbentuk karena proses mineralisasi yang diakibatkan oleh aktivitas
magma, dan mineral ekonomis selain karena aktivitas magma, juga dapat
dihasilkan dari proses alterasi, yaitu mineral hasil ubahan dari mineral yang telah
ada karena suatu faktor. Pada proses pembentukan mineral baik secara

23

mineralisasi dan alterasi tidak terlepas dari faktor-faktor tertentu yang selanjutnya
akan dibahas lebih detail untuk setiap jenis pembentukan mineral.
Adapun menurut M. Bateman, maka proses pembentukan mineral dapat
dibagi atas beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu, baik yang
bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai gangue mineral.
1. Proses Magmatis
Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat ultra basa, lalu
mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral silikat dan
bijih. Pada temperatur tinggi (>600C) stadium liquido magmatis mulai
membentuk mineral-mineral, baik logam maupun non-logam. Asosiasi mineral
yang terbentuk sesuai dengan temperatur pendinginan saat itu. Proses magmatis
ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Early magmatis, yang terbagi atas:
a. Disseminated, contohnya Intan
b. Segregasi, contohnya Crhomite
c. Injeksi, Contohnya Kiruna
Late magmatis, yang terbagi atas:
a.
b.
c.
d.

Residual liquid segregation, contohnya magmatis Taberg


Residual liquid injection, contohnya magmatis Adirondack
Immiscible liquid segregation, contohnya sulfide Insizwa
Immiscible liquid injection, contohnya Vlackfontein

2. Proses Pegmatisme
Setelah proses pembentukan magmatis, larutan sisa magma (larutan
pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Stadium endapan ini berkisar antara
600C sampai 450C berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya
Granit.

24

3. Proses Pneumatolisis
Setelah temperatur mulai turun, antara 550-450C, akumulasi gas mulai
membentuk jebakan pneumatolisis dan tinggal larutan sisa magma makin encer.
Unsur volatile akan bergerak menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan
samping disekitarnya, kemudian akan membentuk mineral baik karena proses
sublimasi maupun karena reaksi unsur volatile tersebut dengan batuan-batuan
yang diterobosnya sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut mineral
pneumatolitis.

4. Proses Hydrotermal
Merupakan proses pembentuk mineral yang terjadi oleh pengaruh
temperatur dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang terbentuk
sebelumnya. Secara garis besar, endapan mineral hydrothermal dapat dibagi atas :
a. Endapan hipotermal, ciri-cirinya adalah :
1. Tekanan dan temperatur pembekuan relatif tinggi.
2. Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan intrusi
dengan kedalaman yang besar.
3. Asosiasi mineral berupa sulfides, misalnya Pyrite, Calcopyrite, Galena dan
Spalerite serta oksida besi.
4. Pada intrusi Granit sering berupa endapan logam Au, Pb, Sn, W dan Z.
b. Endapan mesotermal, yang ciri-cirinya :
1. Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada endapan
hipotermal.
2. Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat dengan
permukaan bumi.
3. Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering mengalami
proses penggantian antara lain berupa crustification dan banding.
4. Asosiasi mineralnya berupa sulfide, misalnya Au, Cu, Ag, Sb dan Oksida
Sn.
5. Proses pengayaan sering terjadi.
c. Endapan epitermal, ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.
2. Tekstur penggantian tidak luas (jarang terjadi).

25

3.
4.
5.
6.

Endapan bisa dekat atau pada permukaan bumi.


Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa (fissure-vein).
Struktur khas yang sering terjadi adalah cockade structure.
Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral gangue
nya berupa Kalsite dan Zeolit disamping Kuarsa.
Adapun bentuk-bentuk endapan mineral dapat dijumpai sebagai proses

endapan hidrotermal adalah sebagai Cavity filling. Cavity filling adalah proses
mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan (rongga) dalam batuan yang
terdiri atas mineral-mineral yang diendapkan dari larutan pada bukaan-bukaan
batuan, yang berupa Fissure-vein, Shear-zone deposits, Stockworks, Ladder-vein,
Saddle-reefs,

Tension

crack

filling,

Brecia

filling (vulkanik,

tektonik

dan collapse),Solution cavity filling (caves dan Channels), Gash-vein, Pore-space


filling, Vessiculer fillings.
5. Proses Replacement (Metasomatic replacement)
Adalah proses dalam pembentukan endapan-endapan mineral epigenetic
yang didominasi oleh pembentukan endapan-endapan hipotermal, mesotermal dan
sangat penting dalam grup epitermal. Mineral-mineral bijih pada endapan
metasomatic kontak telah dibentuk oleh proses ini, dimana proses ini dikontrol
oleh pengayaan unsur-unsur sulfide dan dominasi pada formasi unsur-unsur
endapan mineral lainnya.
6. Proses Sedimenter
Terbagi atas endapan besi, mangan, phosphate, nikel dan lain sebagainya.
7. Proses Evaporasi
Terdiri dari evaporasi laut, danau dan air tanah.
8. Konsentrasi Residu dan Mekanik
Terdiri atas :
a. Konsentrasi Residu berupa endapan residu mangan, besi, bauxite dan lainlain.

26

b. Konsentrasi Mekanik (endapan placer), berupa sungai, pantai, alluvial


dan eolian.
9. Supergen enrichment
10. Metamorfisme
Terbagi atas endapan endapan termetamorfiskan dan endapan metamorfisme.
3.3 Mineral Utama Penyusun Kerak Bumi
Litosfer adalah lapisan kerak bumi yang paling atas yang terdiri dari batuan,
umumnya lapisan ini terjadi dari senyawa kimia yang kaya akan SO2. Itulah
sebabnya lapisan litosfer seringkali dinamakan lapisan silikat. Menurut Klarke
dan Washington, batuan atau litosfer di permukaan bumi ini hampir 75% terdiri
dari silikon oksida dan aluminium oksida. Berdasarkan proses terjadinya, batuan
dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1. Batuan Beku (Igneous Rock)
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma pijar yang membeku
menjadi padat, dengan sekitar 80% material batuan yang menyusun batuan kerak
Bumi adalah batuan beku. Berdasarkan tempat terbentuknya magma beku. batuan
beku dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Batuan Beku Dalam (Plutonik / Abisik)
Batuan beku dalam terjadi dari pembekuan magma yang berlangsung
perlahan-lahan ketika masih berada jauh di dalam kulit Bumi. Contoh batuan
beku dalam adalah granit, diorit, dan gabbro.
b. Batuan Beku Gang / Korok (hypabisal)
Batuan beku korok terjadi dari magma yang membeku di lorong antara dapur
magma dan permukaan Bumi. Magma yang meresap di antara lapisan-lapisan
litosfer mengalami proses pembekuan yang berlangsung lebih cepat, sehingga
kristal mineral yang terbentuk tidak semua besar. Campuran kristal mineral
yang besarnya tidak sama merupakan ciri batuan beku korok.
c. Batuan Beku Luar (vulkanik)
Batuan beku luar terjadi dari magma yang keluar dari dapur magma membeku
di permukaan Bumi (seperti magma hasil letusan gunung berapi). Contoh

27

batuan beku luar adalah : basalt, diorit, andesit, obsidin, scoria, batuan apung
(pumice).
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)
Batuan

Sedimen

merupakan

batuan

mineral

yang

telah

terbentuk

dipermukaan Bumi yang mengalami pelapukan. Bagian - bagian yang lepas dari
hasil pelapukan tersebut terlepas dan ditansportasikan oleh aliran air, angin,
maupun oleh gletser yang kemudian terendapkan atau tersedimentasi dan
terjadilah proses diagenesis yang menyebabkan endapan tersebut mengeras dan
menjadi bantuan sedimen.
3. Batuan Metamorf
Terjadi karena adanya tekanan dan suhu yang tinggi sehingga menempatkan
dan meremukkan batuan yang sudah ada sebelumnya, baik itu yang berupa batuan
beku atau batuan endapan. Dengan adanya berbagai proses pembentukan jenisjenis batuan di atas, akan menghasilkan material-material yang bernilai ekonomis
tinggi.
Kevariasian bentuk muka bumi disebabkan oleh proses endogen yang berasal
dari dalam bumi dan bersifat membangun, serta proses eksogenik yang berasal
dari luar dan memiliki sifat merombak. Kandungan senyawa kimia yang paling
banyak dalam litosfer yaitu oksida silikon (SiO2).
Di dalam litosfer terdapat lebih dari 2000 mineral dan hanya 20 mineral yang
terdapat dalam batuan. Mineral pembentuk batuan yang penting, yaitu Kuarsa
(Si02), Feldspar, Piroksen, Mika Putih (K-Al-Silikat), Biotit atau Mika Cokelat
(K-Fe-Al-Silikat), Amphibol, Khlorit, Kalsit (CaC03), Dolomit (CaMgCOT3),
Olivin (Mg, Fe), Bijih Besi Hematit (Fe 2O3), Magnetik (Fe3O2), dan Limonit
(Fe3OH2O). Selain itu, litosfer juga terdiri atas dua bagian, yaitu lapisan Sial dan
lapisan Sima.
Lapisan SiAl yaitu lapisan kulit Bumi yang tersusun atas logam silisium dan
alumunium, senyawanya dalam bentuk SiO2 dan Al2O3. Pada lapisan sial (silisium

28

dan alumunium) ini antara lain terdapat batuan sedimen, granit, andesit, jenisjenis batuan metamorf, dan batuan lain yang terdapat di daratan benua. Lapisan
SiMa (silisium dan magnesium) yaitu lapisan kulit Bumi yang tersusun oleh
logam silisium dan magnesium dalam bentuk senyawa SiO 2 dan MgO lapisan ini
mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada lapisan sial karena mengandung
besi dan magnesium yaitu mineral ferro magnesium dan batuan basalt. Batuan
pembentuk kulit Bumi selalu mengalami siklus atau daur, yaitu batuan mengalami
perubahan wujud dari magma, batuan beku, batuan sedimen, batuan malihan, dan
kembali lagi menjadi magma.
Lapisan litosfer (kulit bumi) : Tebalnya 60 km yang terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Lapisan sial (silisium-alumunium)


Lapisan sima (silikon-magnesium)
Lapisan peridotit
Lapisan ferrosporadis
Lapisan litosporadis
Lapisan nife

3.4 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Mineral


Sifat-sifat fisik mineral yang dimaksudkan adalah:
1.

Kilap (luster)

2.

Warna (colour)

3.

Kekerasan (hardness)

4.

Cerat (streak)

5.

Belahan (cleavage)

6.

Pecahan (fracture)

7.

Bentuk (form)

8.

Berat Jenis (specific gravity)

29

9.

Sifat Dalam

10. Kemagnetan
11. Perawakan Mineral
1. Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
mineral saat terkena cahaya (Sapiie, 2006). Kilap ini secara garis besar dapat
dibedakan menjadi jenis:
a.

Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau
kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam yaitu

b.

Gelena, Pirit, Magnetit, Kalkopirit, Grafit, Hematit.


Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
4. Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
5. Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
6. Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya
terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada
asbes, alkanolit, dan gips.
7. Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya
pada serpentin,opal dan nepelin.
8. Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin,
bouxit dan limonit.

a
b
Gambar 3.1. (a) kilap logam, (b) kilap non logam
2. Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan
tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat

30

berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan
pengotoran padanya. Warna dibagi menjadi 2, yaitu :
Idiokromatik : warna yang konstan (tetap), contohnya olivin (hijau), azurit
(biru), rhodonit (merah)
Allochomatic : warna yang bermacam-mcam akibat pengotoran, contohnya
orthoklas (kuning), turmalin (hijau).
3. Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan suatu mineral
dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang
standar. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai
bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah
skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai
skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral
terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras.
Tabel 4. Skala Mosh

Skala Kekerasan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Mineral
Talc
Gypsum
Calcite
Fluorite
Apatite
Orthoklase
Quartz
Topaz
Corundum
Diamond

Rumus Kimia
H2Mg3 (SiO3)4
CaSO4. 2H2O
CaCO3
CaF2
CaF2Ca3 (PO4)2
K Al Si3 O8
SiO2
Al2SiO3O8
Al2O3
C

4. Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat
dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping
porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan
tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna

31

cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubahubah. Contohnya :
1. Pirit

: Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat

porselin akan meninggalkan jejak berwarna hitam.


2. Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat
3.
4.
5.
6.

porselin akan meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.


Augite
: Ceratnya abu-abu kehijauan
Biotite
: Ceratnya tidak berwarna
Cinnabar : Ceratnya coklat kemerahan
Orthoklas : Ceratnya putih

Gambar 3.2. Contoh cerat mineral

Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara


keseluruhan, sehingga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral
(Sapiie, 2006).
5. Belahan
Belahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu
atau lebih arah tertentu. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat
dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah.
Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala
arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka
mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan
cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat
dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo,
1994).

32

Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga
arah belahan sedang kuarsa tidak mempunyai belahan.
mineralnya:
a. Belahan satu arah, contohnya muscovite.

Gambar 3.3. Contoh belahan satu arah


(smart-pustaka.blogspot.com)

b. Belahan dua arah, contohnya feldspar.

Gambar 3.4. Contoh belahan dua arah


(smart-pustaka.blogspot.com)

c. Belahan dua arah (bersudut), contohnya amfibol.

Gambar 3.5. contoh belahan dua arah (bersudut)


(smart-pustaka.blogspot.com)

d. Belahan tiga arah, contohnya halit.

Berikut contoh

33

Gambar 3.6. contoh belahan tiga arah


(smart-pustaka.blogspot.com)

e. Belahan tiga arah (bersudut) contohnya kalsit.

Gambar 3.7. contoh belahan tiga arah (bersudut)


(smart-pustaka.blogspot.com)

f. Belahan empat arah, contohnya fluorit.

Gambar 3.8. Contoh belahan empat arah


(smart-pustaka.blogspot.com)

g. Belahan enam arah, contohnya sphalerit.

Gambar 3.9. Contoh belahan enam arah


(www.mineralium.com)

6. Pecahan

34

Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang


tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan
dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan
bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin
datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak
teratur (Danisworo, 1994). Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
a. Concoidal: bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan
pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh
Kuarsa.
b. Splintery / fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos,
augit, hipersten
c. Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus,
contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
d. Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang
kasar. Contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
e. Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur
dan runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.
7. Bentuk
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang
dikendalikan oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang
membentuk kristal disebut mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai
bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).
Bentuk kristal mencerminkan struktur dalam sehingga dapat dipergunakan
untuk pemerian atau pengidentifikasian mineral (Sapiie, 2006).
8. Berat Jenis
Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang
umum untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut
terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi
dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat terhitung dalam
keadaan di dalam air adalah berat mineral dikurangi dengan berat air yang
volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.

35

Tabel 5. berat jenis mineral

Massa Jenis
< 2,7
2,7 3,0
3,1 3,3
3,4 4,0
> 4,0

Klasifikasi
Ringan
Sedang
Berat
Amat berat
Teramat berat

Contoh
Kuarsa
Mika
Tourmalin
Olivin
Zircon

9. Sifat Dalam
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong,
menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah:
a. Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa,
orthoklas, kalsit, pirit.
b. Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti
emas, tembaga.
c. Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh
gypsum.
d. Fleksibel : mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah
dan sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral
talk, selenit.
e. Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi
patah dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya,
contoh: muskovit.
10. Kemagnetan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic
bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit.
Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang
tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai
sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet,
dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila
benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias

36

kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan
garis vertikal.
11. Perawakan Mineral
a. Pemerian perawakan kristal tersendiri:
1. Merambut (capilary)

Gambar 3.10 Contoh merambut, mineral cuprite


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

2. Menjarum (acicular)

Gambar 3.11. Contoh menjarum, mineral natrolite


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

3. Membenang (filliform)

Gambar 3.12. Contoh membenang, mineral silver


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

37

4. Membilah (bladed)

Gambar 3.13. Contoh membilah, mineral kyanite


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

5. Memapan (tabular)

Gambar 3.14. Contoh memapan, mineral barite


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

6. Mendaun (foliated)

Gambar 3.15. Contoh mendaun, mineral mica


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

38

7. Membulu (plumose)

Gambar 3.16. Contoh membulu, mineral mica


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

8. Mondok (gemuk, stubby, equant, stout)

Gambar 3.17. contoh mondok, mineral zircon


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

9. Membata (blocky)

Gambar 3.18. Contoh membata, mineral microcline


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

39

10. Meniang (columnar)

Gambar 3.19. Contoh meniang, mineral tourmaline


(geoenviron.blogspot.mineralisasi.html)

b. Pemerian perawakan kristal-kristal dalam kumpulan mineral


1.
Meniang (columnar)
2.
Membilah (bladed)
3.
Menyerat (fibrous)
4.
Menjaring (recticulated)
5.
Memencar (divergent)
6.
Menjari (radiated)
7.
Membintang (stellated)
8.
Mendendrit (dendritik)
9.
Membulat-bulat (colloform)
Sifat Kimia Mineral
Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi
mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral
Non-silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid,
Karbonat, Hidroksida, dan Phospat. Adapun mineral silikat (mengandung unsur
SiO) yang umum dijumpai dalam batuan adalah seperti terlihat pada tabel 3.1.
Seperti yang kita ketahui bahwa tidak kurang dari 2.000 jenis mineral yang
dikenal hingga sekarang. Namun ternyata hanya beberapa jenis saja yang terlibat
dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral tersebut dinamakan Mineral
pembentuk batuan, atau Rock-forming minerals, yang merupakan penyusun utama
batuan dari kerak dan mantel bumi.
Mineral pembentuk batuan dikelompokan menjadi empat:

40

1.
2.
3.
4.

Silikat
Oksida
Sulfida
Karbonat dan Sulfat

1. Mineral Silikat
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur
metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi
terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai
kedalaman 2.900 km dari kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang
membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan. Silikat
pembentuk batuan yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
Berikut adalah Mineral Silikat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kuarsa (SiO2)
Felspar Alkali (KAlSi3O8)
Felspar Plagiklas (Ca,Na)AlSi3O8)
Mika Muskovit (K2Al4(Si6Al2O20)(OH,F)2
Mika Biotit: K2(Mg,Fe)6Si3O10(OH)2
Amfibol (Na,Ca)2(Mg,Fe,Al)3(Si,Al)8O22(OH)
Pyroksen (Mg,Fe,Ca,Na)(Mg,Fe,Al)Si2O6
Olivin (Mg,Fe)2SiO4

Nomor 1 sampai 4 adalah mineral non-ferromagnesium dan 5 hingga 8 adalah


mineral ferromagnesium.
Tabel 6. Kelompok Mineral Silikat
(geografi-geografi.blogspot.com)

41

a. Mineral ferromagnesium
Umumnya mempunyai warna gelap atau hitam dan berat jenis yang besar.
Olivine: dikenal karena warnanya yang olive. Berat jenis berkisar antara 3.273.37, tumbuh sebagai mineral yang mempunyai bidang belah yang kurang
sempurna.
Augitit: warnanya sangat gelap hijau hingga hitam. BD berkisar antara 3.2 3.4 dengan bidang belah yang berpotongan hampir tegak lurus. Bidang belah ini
sangat penting untuk membedakannya dengan mineral hornblende.
Hornblende: warnanya hijau hingga hitam; BD. 3.2 dan mempunyai bidang
belah yang berpotongan dengan sudut kira-kira 56 dan 124 yang sangat
membantu dalam cara mengenalnya.
Biotite: adalah mineral mika bentuknya pipih yang dengan mudah dapat
dikelupas. Dalam keadaan tebal, warnanya hijau tua hingga coklat-hitam; BD 2.8
- 3.2.
b. Mineral Non-ferromagnesium
Muskovit: Disebut mika putih karena warnanya yang terang, kuning muda,
coklat , hijau atau merah. BD. berkisar antara 2.8 - 3.1.
Felspar: Merupakan mineral pembentuk batuan yang paling banyak.
Namanya juga mencerminkan bahwa mineral ini dijumpai hampir disetiap
lapangan. Feld dalam bahasa Jerman adalah lapangan (Field). Jumlahnya didalam
kerak Bumi hampir 54 %. Nama-nama yang diberikan kepada felspar adalah
plagioklas dan orthoklas. Plagioklas kemudian juga dapat dibagi dua, albit dan
anorthit. Orthoklas adalah yang mengandung Kalium, albit mengandung Natrium
dan Anorthit mengandung Kalsium.
Orthoklas: mempunyai warna yang khas yakni putih abu-abu atau merah
jambu. BD. 2.57.
Tabel 7. Kelompok Mineral Non-Silikat
(geografi-geografi.blogspot.com)

42

Kuarsa: Kadang disebut silika. Adalah satu-satunya mineral pembentuk


batuan yang terdiri dari persenyawaan silikon dan oksigen. Umumnya muncul
dengan warna seperti asap atau smooky, disebut juga smooky quartz. Kadangkadang juga dengan warna ungu atau merah-lembayung (violet). Nama kuarsa
yang demikian disebut amethyst, merah massif atau merah-muda, kuning hingga
coklat. Warna yang bermacam-macam ini disebabkan karena adanya unsur-unsur
lain yang tidak bersih.
2. Mineral Oksida
Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara oksigen dan unsur
tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya
lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat
kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, Chroom,

43

mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling umum
adalah es (H2O), korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).
3. Mineral Sulfida
Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu
dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan merkuri.
Beberapa dari mineral sulfida ini terdapat sebagai bahan yang mempunyai nilai
ekonomis, atau bijih, seperti pirit (FeS 3), chalcocite (Cu2S), galena (PbS), dan
sphalerit (ZnS).
4. Mineral Karbonat dan Sulfat
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2 dan disebut karbonat,
umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan kalsium karbonat, CaCO3
dikenal sebagai mineral kalsit. Mineral ini merupakan susunan utama yang
membentuk batuan sedimen.

3.5 Lembar Tugas Deskripsi Mineral

44

45

1.
2.
3. Terdapat mineral kuarsa pada batuan sekis hijau
f. Lokasi Pengamatan 7
1. Dusun Sedan, Bayat, Klaten
2. Pukul 15.17 WIB
3. Terdapat mineral-mineral hitam: piroksen, hornblende, biotit. Putih:
plagioklas, pada batuan beku diorit
4. Terdapat juga mineral tambahan seperti pirit, kalsit, kuarsa pada batuan
beku diorit.
g. Lokasi Pengamatan 8
1. Dusun Sedan, Bayat, Klaten
2. Pukul 15.27 WIB
3. Terdapat mineral plagioklas dan hornblenda pada batuan beku diorit

46

4.1 Lampiran Deskripsi

47

48

Sistem Kristalografi dibagi menjadi 7 sistem, akan tetapi akan diterangkan


lebih lanjut tentang 4 sistem kristal yaitu sistem reguler, sistem tetragonal, sistem
triklin, dan monoklin.
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
mengenaimineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan,
antara lain mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia, cara terdapatnya, cara
terjadinya dan kegunaannya.
5.2 Kritik dan Saran
Diharapkan pada saat praktikum penggambaran sistem kristal, asisten
memperlihatkan satu sempel mineral kepada praktikan agar praktikan mengetahui
contoh mineralnya secara kasat mata.
Pada saat praktikum diskripsi mineral, diharapkan para asisten terlebih
dahaulu menjelaskan salah satu mineral kepada praktikan agar praktikan tidak
bingung pada saat praktikum.
Untuk peralatan praktikum agar lebih di perbanyak dan di komplitkan apa
saja yang masih belum ada dan masih kurang
Semoga untuk praktikum selanjutnya akan lebh baik, peralatan lebih komplit,
contoh mineralnya juga lebih banyak agar praktikan bisa dapat mengetahui secara
langsung dengan mineralnya.

49

DAFTAR PUSTAKA

Buku petunjuk, Praktikum Kristalografi & Mineralogi 2013, Institut Sains &
Teknologi AKPRIND, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)
Geologi (J.A. Katili). Bandung: Pertjetakan Kilatmadju, 1979
Soetoto, Ir., 2001, Geologi, Laboratorium Geologi Dinamik, FT UGM Jurusan
Teknik Geologi, Yogyakarta.
Web:
http://geografi-geografi.blogspot.com/2013/05/sifat-sifat-fisik-mineral.html
(diakses pada 12 Desember 2014 pukul 19.54 WIB)
http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/02/sifat-kimiawi-mineral.html(diakses
pada 12 Desember 2014 pukul 21.06 WIB)

Anda mungkin juga menyukai