Anda di halaman 1dari 28

Nama : Andrew Christian

NIM : 12118084
RESUME GEOLOGI STRUKTUR (GL2012)
I. Pendahuluan Geologi Struktur
Istilah struktur geologi mengacu pada suatu bentuk konfigurasi geometris dari
batuan, dan ilmu geologi struktur akan berhubungan dengan ilmu tentang bentuk
geometris, distribusi, dan formasi (pembentukan) dari struktur-struktur geologi tersebut.
Geologi struktur secara tipikal akan menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan
observasi, deskripsi, dan interpretasi dari struktur-struktur geologi yang terdapat di
alam. Adapun jenis struktur yang disinggung dalam geologi struktur hanyalah struktur
yang terbentuk pada saat deformasi batuan terjadi (struktur sekunder), bukan struktur
primer. Jika demikian definisinya, maka bagaimana kita dapat mengenali adanya suatu
bentuk deformasi atau yang disebut juga dengan sebutan “strain” pada massa batuan?
Mudah saja. Strain dapat dikenali dengan melihat adanya perubahan pada panjang atau
bentuk dari tubuh batuan yang dapat dilakukan jika kita memiliki dasar pengetahuan
yang kokoh mengenai batuan yang belum terdeformasi dan struktur-struktur primernya.
Pun, secara basic, strain yang terjadi pada batuan akan disebabkan oleh terjadinya
pemberian stress (tegangan) terhadap suatu massa batuan yang melebihi daya tahan atau
resistansi batuan tersebut terhadap tegangan yang diberikan.
Dalam ilmu ini, struktur-struktur geologi yang ada perlu dianalisis dengan metode
analisis struktur. Metode ini dapat menjawab pertanyaan: “Bagaimana mekanisme
pembentukan lipatan(fold) pada massa batuan X?”, “Bagian mana dari sesar(fault)
berikut yang terbentuk lebih dulu?”, dsb. Pada dasarnya, analisis struktur terbagi
menjadi tiga sub-metode utama, yakni
 Analisis Deskriptif
Analisis ini disebut juga analisis geometris, yang dilakukan untuk menganalisis
bentuk, orientasi geometris, ukuran dan hubungan geometris antara struktur
utama (first-order) dengan struktur berskala lebih kecil yang berkaitan
dengannya (second-order).
 Analisis Regangan dan Kinematika
Analisis regangan umumnya mencakup analisis regangan terbatas dan analisis
regangan incremental. Untuk yang pertama, cakupan analisis akan dipersempit
pada bagian menganalisis perubahan bentuk dari keadaan awal sampai keadaan
terakhir dari batuan sebagai akibat adanya deformasi, sedangkan untuk yang
kedua, cakupan analisis terletak pada sejarah deformasi, yang dapat dilakukan
per sequence sesuai kebutuhan (incremental).
Adapun analisis kinematika memiliki concerns terhadap bagaimana partikel-
partikel batuan bergerak selama proses deformasi. Salah satu contohnya adalah
keberadaan striations (goresan) pada permukaan-permukaan sesar dan adanya
defleksi dari perlapisan batuan sepanjang jalur sesar atau rekahan (Gb.1).
Gb.1

 Analisis Dinamika
Berbicara mengenai istilah dinamika tentu akan berkaitan dengan cabang studi
fisika yang membahas gaya-gaya yang menyebabkan pergerakan dari suatu
benda. Jika definisi ini dihubungkan dengan geologi struktur, maka konteks dari
analisis dinamika dalam ilmu ini ialah hubungan saling-memengaruhi antara
stress (yang dihasilkan gaya-gaya) pada massa batuan dengan strain,
“pergerakan” dari massa batuan tersebut sebagai akibat dari nilai stress yang
diberikan telah melebihi suatu nilai tertentu. Disini, strain yang terakumulasi
dapat dipandang sebagai suatu bentuk deformasi batuan yang mengakibatkan
terbentuknya sebuah struktur batuan yang baru. Selain itu, dalam sub-metode
ini, aspek stress yang ditekankan adalah aspek besaran dan arah(vektor).
Contoh penerapan dari analisis ini ialah kita dapat menentukan jenis sesar yang
terbentuk(normal atau naik) melalui pengetahuan akan arah-arah gayanya, yang
dikaitkan pula dengan konsep analisis deskriptif/geometris (Gb.2a),b),c)).
Gb.2

II. Stress, Strain, dan Kaitannya

A. STRESS
Stress, yang berarti tegangan dalam bahasa Indonesia biasanya disalahartikan
dengan istilah pressure atau tekanan dalam bahasa Indonesia. Apa yang membedakan
keduanya? Tekanan biasa berurusan dengan media yang tidak memiliki atau memiliki
dalam kadar infinitesimal(sangat kecil), sebuah variabel yang dinamakan tahanan geser
(shear resistance). Contohnya adalah fluida. Adapun tegangan berurusan dengan media
yang bersifat sebaliknya. Contohnya adalah batuan. Namun, kedua istilah ini
memainkan peranan penting dalam geologi struktur; misalnya, lapisan batupasir berpori
yang terkubur dalam memiliki baik variabel tekanan yang disebut pore
pressure(tekanan pori) maupun variabel tegangan (batuan berada dalam stress state
tertentu). Kedua variabel ini ada diakibatkan oleh adanya gaya-gaya eksternal yang
mengenai volume atau massa batuan.
Terdapat dua jenis gaya eksternal berbeda: body forces dan surface forces. Jenis
yang pertama jika dikenai pada tubuh batuan akan memengaruhi keseluruhan volume
batuan baik dari dalam maupun luar. Contohnya adalah gaya gravitasi. Adapun gaya
jenis kedua hanya bekerja pada bagian permukaan dari suatu benda saja; terjadi saat
suatu benda mendorong atau menarik benda lainnya.
Dari gaya-gaya tersebut, stress dapat didefinisikan menjadi stress pada suatu
permukaan dan keadaan stress pada suatu titik. Stress pada suatu permukaan ialah
besaran vektor (tensor orde-satu), sedangkan keadaan stress (disebut keadaan karena
stress disini perlu didefinisikan menjadi beberapa variabel berlainan) pada suatu titik
ialah besaran tensor (tensor orde-dua). Secara matematis, stress pada suatu titik pada
sebuah permukaan, dengan menganggap titik tersebut sebagai infinitesimal surface,
didefinisikan oleh:
∆F
σ́ = lim ( ).
∆ A→ 0 ∆A
Tegangan pada suatu permukaan, yang merupakan besaran vektor, dapat diuraikan
menjadi dua komponen tegangan, yakni tegangan normal dan tegangan geser.
Tegangan normal adalah vektor tegangan yang berarah tegak lurus dengan permukaan
yang dikenainya. Adapun tegangan geser adalah vektor tegangan yang berarah sejajar
dengan permukaan yang dikenainya. Namun, proses dekomposisi vektor tegangan
tidaklah semudah dekomposisi vektor gaya. Hal ini dapat dilihat pada perbedaan rumus
Fn dan Fs dengan σn dan σs pada Gb.3 berikut.

Gb.3
Beranjak dari tegangan di permukaan, kita beralih ke perumusan keadaan tegangan
di suatu titik. Untuk menggambarkan keadaan tegangan di suatu titik secara visual, kita
dapat memakai stress ellips(Gb.4) untuk kasus dua dimensi dan stress ellipsoid untuk
kasus tiga dimensi(Gb.5)

Gb.4 Gb.5
Ketiga tegangan (σ1,σ2, dan σ3) pada stress ellipsoid menggambarkan tegangan-
tegangan prinsipal. Disamping itu, penggambaran keadaan tegangan juga dapat
dituliskan dalam bentuk sembilan tensor tegangan yang dikenal sebagai matriks
tegangan:
σ 11 σ 12 σ 13
σ 21 σ 22 σ 23
σ 31 σ 32 σ 33

Tegangan normal σ11, σ22, dan σ33 menempati bagian diagonal matriks dimana keenam
komponen lainnya merepresentasikan tegangan geser. Jika kondisi kesetimbangan gaya
tercapai, keenam komponen tegangan geser terkikis menjadi tiga, sehingga matriks
tegangan menjadi:
σ 11 σ 12 σ 13
σ 12 σ 22 σ 23
σ 13 σ 23 σ 33

Lagi, jika nilai-nilai dari tegangan geser = 0 (bidang batuan diorientasikan sedemikian
rupa untuk memperolehnya), maka nilai dari tegangan normal berubah menjadi
tegangan prinsipal, sehingga diperoleh:
σ 11 0 0 σ1 0 0
0 σ 22 0 = 0 σ 2 0
0 0 σ 33 0 0 σ 3

Suatu hal yang perlu diingat: keadaan tegangan akan berubah-ubah dari suatu titik ke
titik lainnya pada massa batuan, begitu pula dengan stress ellipsoid dan matriks
tegangan. Hal ini akan membawa kita kepada konsep medan tensor (tensor fields), yang
akan memberikan deskripsi lengkap akan keadaan tegangan dalam suatu volume batuan.
Matriks tegangan atau tensor tegangan dapat diuraikan menjadi dua komponen
penting, yakni komponen isotropik (mean stress tensor) dan komponen anisotropik
(deviatoric stress tensor). Hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Mean stress atau tegangan rata-rata didefinisikan sebagai σm = (σ1+σ2+σ3)/3, sedangkan


deviatoric stress atau tegangan deviatorik adalah selisih antara mean stress dengan
tegangan total. Jika tidak ada tegangan deviatorik, maka tidak ada tegangan geser dan
kondisi tegangan pada batuan menjadi hidrostatik (σ1 = σ2 = σ3). Tegangan deviatorik
merupakan komponen anisotropik karena nilai dari matriks ini akan bergantung pada
arah dari orientasi normal bidang batuan terhadap sumbu x Hal tersebut berlaku
sebaliknya untuk isotropik.
Terdapat pula suatu penggambaran visual yang relatif mudah untuk
merepresentasikan dan mencari nilai tegangan suatu bidang yang memiliki orientasi
tertentu terhadap sumbu x. Penggambaran yang cukup dikenal luas ini dinamai
diagram Mohr (Gb.6)

Gb.6
Pada diagram Mohr, sumbu x merepresentasikan tegangan normal, sumbu y tegangan
geser, θ sebagai sudut antara normal bidang dengan sumbu tegangan prinsipal σ 1, (σ1 –
σ3) merupakan tegangan diferensial yang nilainya menyatakan diameter dari lingkaran
Mohr, dan σ1 dan σ3 masing-masing merupakan tegangan maksimum dan minimum
bidang. Menurut konvensi, tegangan normal kompresional memiliki nilai positif,
sehingga terletak pada bagian kanan dari sumbu x. Adapun tegangan normal tarik
(ekstensional) memiliki nilai negatif, sehingga terletak pada bagian kiri dari sumbu x.
Untuk kasus gambar diatas, diagram Mohr memvisualisasikan tegangan pada dunia dua
dimensi. Sebenarnya, diagram Mohr dapat pula digunakan untuk menggambarkan
tegangan pada dunia tiga dimensi (terdapat tiga tegangan prinsipal pada diagramnya).
Berikut beberapa contoh keadaan tegangan yang penting pada dunia tiga dimensi yang
digambarkan pada diagram Mohr (Gb.7):
Gb.7

B. STRAIN
Dalam satu dimensi, strain atau regangan berbicara tentang pemanjangan dan
pemendekkan dari garis-garis atau objek-objek yang hampir berbentuk linear. Terdapat
beberapa istilah untuk menjelaskannya, diantaranya:
 elongasi (e atau ε) = (l-l0)/l0, dimana l0 dan l masing-masing adalah panjang garis
sebelum dan sesudah terjadi deformasi (pemanjangan garis).
 shortening = (l-l0)/l0, dimana l0 dan l masing-masing adalah panjang garis
sebelum dan sesudah terjadi deformasi (pemendekkan garis).
 stretching (s), tingkat kekuatan batuan untuk bertahan selama proses deformasi,
= 1 + e = l/l0.
 quadratic elongation (λ) = s2
 natural strain (é ) = ln(s)
Dalam dua dimensi, strain yang terjadi akan nampak pada sebuah bidang. Terdapat
pula beberapa istilah untuk menjelaskannya (Gb.8), diantaranya:
 angular shear, ѱ, menyatakan perubahan sudut antara dua garis yang awalnya
saling tegak lurus dalam sebuah medium yang terdeformasi.
 shear strain, γ = tan ѱ
 strain ellipse, ellips yang mendeskripsikan jumlah elongasi yang terjadi dalam
arah apapun dalam sebuah bidang deformasi homogen dengan cara
menggambarkan lingkaran imajiner yang telah mengalami deformasi pada
section lingkaran asli yang masih belum terdeformasi. Biasanya, strain ellipse
dideskripsikan oleh sumbu panjang (X) dan sumbu pendek (Y), masing-masing
dengan panjang 1 + e1 dan 1 + e2. R = X/Y merepresentasikan eksentrisitas dari
elips dan strain yang dinyatakan olehnya (Gb.9).
Gb.8

Gb.9

Dalam tiga dimensi, penggambaran keadaan regangan (state of strain)


diilustrasikan sebagaimana terlihat pada Gb.10. Terdapat tiga referensi situasi, yakni
uniform extension, uniform flattening, dan plane strain. Yang pertama merujuk pada
keadaan regangan dimana terjadi stretching pada sumbu X yang diimbangi dengan
terjadinya shortening yang sama besar pada bidang yang ortogonal dengan X. Untuk
yang kedua, keadaan regangan terjadi melalui shortening pada arah sumbu Z yang
diimbangi dengan stretching yang sama besar pada semua arah yang ortogonal dengan
sumbu Z. Diantara kedua jenis keadaan ini, terdapat keadaan regangan plane strain
dimana stretching terjadi dalam satu arah yang diimbangi dengan sempurna oleh
terjadinya shortening pada satu arah tunggal yang tegak lurus dengan arah stretching.
Jika tidak terdapat stretching maupun shortening sepanjang sumbu Y, maka kasus
regangan menjadi kasus dua dimensi. Selain dari ketiga referensi situasi tersebut,
terdapat beberapa referensi lain yang dapat dilihat pada Gb.10.
Gb.10

Seperti halnya stress ellipse dan stress ellipsoid, terdapat pula strain ellipse dan
strain ellipsoid. Strain ellipsoid (Gb.11) adalah bola imajiner yang telah mengalami
deformasi secara bentuk sebagai representasi dari volume batuan terdeformasi yang
diperhatikan. Strain ellipsoid memiliki tiga bidang simetris yang saling ortogonal satu
sama lain, yakni bidang-bidang regangan prinsipal, dimana ketiga bidang ini saling
berpotongan sepanjang masing-masing dari ketiga sumbunya. Panjang dari sumbu-
sumbunya disebut sebagai principal stretches. Selain itu, strain ellipsoid memiliki
sebuah karakteristik, yaitu garis-garis yang sejajar dengan sumbu-sumbu regangan
prinsipal akan saling ortogonal kapanpun (strain invariants). Garis-garis inilah yang
tidak mengalami regangan geser. Contoh dari garis tersebut dapat dilihat pada Gb.11b.
Gb.11

Pada Gb.8, terdapat istilah simple shear dan pure shear. Pure shear adalah contoh
dari deformasi koaksial sempurna, dimana garis-garis sepanjang sumbu regangan
prinsipal memiliki orientasi yang sama seperti yang mereka miliki dalam keadaan tidak
terdeformasi (belum mengalami peregangan). Artinya, pada pure shear, regangan
terjadi pada dua dimensi dengan tanpa perubahan volume. Pure shear juga identik
dengan adanya pemendekkan dalam arah yang satu beserta pemanjangan pada arah
lainnya. Adapun simple shear, adalah contoh dari deformasi batuan yang diakibatkan
pemberian gaya-gaya kompresional berlawanan arah yang masing-masing gayanya
terletak pada dua sumbu gaya berbeda (kopel gaya). Disini, garis-garis yang sejajar
dengan sumbu regangan prinsipal akan berubah, batuan akan berotasi, dan pula
mengalami pergeseran/dilatasi.
III. Lipatan
Pada dasarnya, lipatan adalah gejala geologi di alam yang terbentuk akibat gaya-gaya
tektonik. Secara umum, lipatan terbentuk oleh hinge yang menghubungkan dua
sayap(limbs) yang orientasinya berbeda. Berikut gambar aspek geometri lipatan secara
umum (Gb.12):
Gb.12
Titik maksimum pelengkungan dari layer lipatan yang terletak pada pusat dari hinge
zone dinamakan hinge point. Hinge line lah yang menghubungkan antar hinge points
tadi. Hinge line yang dijumpai di alam biasanya berbentuk melengkung, namun jika
dijumpai dalam bentuk garis lurus, maka akan dinamakan sumbu lipatan (fold axis). Di
samping itu, permukaan sumbu (axial surface) atau axial plane yang berbentuk hampir
planar, adalah penghubung antara hinge lines dari dua atau lebih permukaan lipatan.
Axial trace yang terletak di bagian kiri dari gambar adalah garis perpotongan dari axial
surface dengan permukaan observasi, khususnya permukaan singkapan di alam. Adapun
lipatan yang menunjukkan variasi orientasi axial surface dinamakan lipatan poliklinal.
Salah satu klasifikasi jenis-jenis lipatan adalah berdasarkan bentuk pelengkungan
hinge-nya. Sebagai contoh, lipatan yang memiliki bentuk seperti huruf V dinamakan
chevron folds; adapun lipatan yang memiliki hinge berbentuk setengah lingkaran
dinamakan concentric folds; dll. Beberapa contoh dari lipatan-lipatan tersebut
digambarkan dalam Gb.13

Gb.13
Sebenarnya, bentuk lipatan juga dapat dikaitkan dengan suatu persamaan matematika,
dimana hal tersebut akan berhubungan dengan amplitudo dan panjang gelombang.
Walau dalam kenyatannya lipatan tidak menunjukkan suatu kecenderungan untuk
dinyatakan dalam persamaan matematis secara aljabar, namun terdapat suatu fungsi
sederhana, yang dinamakan oleh transformasi Fourier, yang dapat dipakai untuk
mendeskripsikan bentuk lipatan. Persamaan Fourier adalah sebagai berikut:
f ( x )=b1 sin x +b3 sin 3 x+ b5 sin5 x +… …(1)

Beranjak dari situ, terdapat suatu elemen penting dalam geometri lipatan yang
dinamakan ukuran kesilinderan. Suatu lipatan silindris dapat dipandang sebagai
sebuah silinder yang sumbu silindernya menjadi fold axis nya. Artinya, sumbu
lipatannya tidak melengkung jika lipatan tersebut mau disebut silindris (tidak dianggap
sebagai hinge line). Berikut gambar perbandingan lipatan silindris dan non-silindris:

Gb.14
Salah satu implikasi penting dari kesilinderan adalah kutub layer lipatannya
membentuk sebuah lingkaran besar, dan kutub terhadap lingkaran besar tersebut (sumbu
–π) akan membentuk sumbu lipatan. Lagi, saat lingkaran besar diplot terhadap layer
dari lipatan silindris, maka keduanya akan berpotongan pada suatu titik tertentu dan
akan merepresentasikan sumbu lipatannya, atau disebut sumbu-β (Gb.15). Metode ini
akan memudahkan untuk penggambaran peta geologi di lapangan, terutama untuk
struktur-struktur silindris.

Gb.15
Gb.16 Struktur Silindris pada
dike granitik dalam batuan amfibolit.
Kembali pada pembahasan klasifikasi lipatan, terdapat klasifikasi umum lain dari
lipatan yang didasarkan pada orientasi hinge line dan axial surface nya, seperti
digambarkan dalam Gb.17.

Gb.17
Istilah lipatan yang banyak dipakai dari gambar tersebut adalah lipatan upright (bidang
lipatan berarah vertikal sedangkan hinge line berarah horizontal) dan lipatan recumbent
(baik bidang lipatan maupun hinge line berarah horizontal). Jika diperhatikan secara
seksama pula, kebanyakan lipatan dari gambar tersebut adalah antiklin, dimana pada
geometrinya, batuan yang berada semakin ke dalam akan berumur semakin tua.
Kebalikan dari itu, untuk sinklin, yakni lipatan yang sayapnya menjauhi sumbu
lipatannya, maka batuan yang berada semakin ke dalam dari struktur geometrinya akan
berumur semakin muda.Terdapat pula jenis lipatan lain yang sering dijumpai, dimana
hanya satu sisi saja dari sayapnya yang mengalami pelengkungan, yang dinamakan
lipatan monoklin.
Sepanjang sejarah geologi, John Ramsay, seorang geologis Inggris, berhasil
menemukan sebuah fitur penting dalam pengklasifikasian lipatan. Fitur ini dinamakan
dip isogon. Dip isogon adalah garis-garis pada sebuah layer lipatan yang berarah
vertikal, dimana garis-garis tersebut akan menghubungkan dua titik, masing-masing
pada batas luar dan batas dalam dari layer yang diperhatikan, yang memiliki dip yang
sama. Dip isogon dapat digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara batas luar
dan batas dalam dari sebuah layer dan menggambarkan perubahan dari ketebalan
sebuah layer lipatan(Gb.18)

. Gb.18

Berdasarkan dip isogons nya, lipatan diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama, yakni:
 Kelas I : dip isogons bersifat semakin konvergen (semakin rapat) ke arah hinge
line
 Kelas II : dip isogons sejajar dengan axial trace
 Kelas III : dip isogons nya bersifat semakin divergen (semakin rengang) ke arah
hinge line
Ketiganya digambarkan dalam Gb.19. Selain itu, ketiga kelas tersebut dapat dibagi-bagi
lagi menjadi sub-sub kelas tertentu.
Gb.19

Berangkat dari aspek bentuk dan geometri lipatan, tentu muncul sebuah
pertanyaan : “Bagaimana sebenarnya mekanisme pembentukan sebuah lipatan?”. Untuk
menjawab pertanyaan ini, maka banyak segi yang harus diperhitungkan, yaitu segi
perbedaan orientasi tegangan relatif terhadap lapisan lipatan, kinematika batuan,
properti reologi dan mekanis batuan, mekanisme perlipatan suatu batuan, dll.
Sebenarnya, perbedaan terpenting dalam cara pembentukan lipatan terletak pada apakah
lapisan lipatan merespon secara aktif atau pasif terhadap regangan. Dari situ, kita
memperoleh tiga cara besar pembentukan lipatan, seperti ditunjukkan dalam Gb.20
berikut:

Gb.20
Buckling atau Active Folding (Lipatan Kelas 1B)

Buckling atau Active Folding adalah proses pembentukan lipatan yang terjadi saat
layer mengalami pemendekkan yang sejajar dengan arah layering nya. Proses ini
mensyaratkan perbedaan yang kontras dalam hal viskositas antara layer lipatan dengan
matriks batuan, dimana layer lipatan haruslah bersifat lebih viskos (kompeten) daripada
matriksnya. Skema pembentukannya digambarkan dalam Gb.21

Gb.21

Sebuah lipatan tunggal hasil proses buckling biasa memiliki sifat-sifat tertentu, di
antaranya:
1. Nisbah panjang gelombang-ketebalan adalah konstan untuk tiap layer yang
terlipat dari suatu batuan jika material pembentuk batuan tiap layer nya bersifat
homogen dan terdeformasi di bawah kondisi fisik yang sama.
2. Bagian yang lebih luar dari layer yang viskos akan mengalami peregangan,
sedangkan bagian yang lebih dalam dari layer akan mengalami pemendekkan.
Kedua bagian tersebut akan dipisahkan oleh permukaan netral (neutral surface),
seperti ditunjukkan dalam Gb.22
Gb.22

3. Garis normal dari axial surface mengindikasikan arah dari pemendekkan


maksimum (Z). Jika layers dapat diasumsikan berada dalam keadaan viskositas
Newton, maka hubungan antara panjang gelombang (Ld) dan ketebalan (h)
dihubungkan oleh persamaan:

Ld μ L 1 /3
=2 π ( ) ...(2)
h 6 μM

, dengan µL dan µM masing-masing adalah viskositas dari layer dan matriks,


secara berurutan. Persamaan ini dapat dikembangkan dengan memasukkan
elemen penebalan layer (secara sejajar), menjadi:
1/ 3
LdT μL
=2 π ( 2
)
hT 6 μ M ( T +1 ) T

, dengan T identik dengan rasio regangan X/Z.


4. Lipatan yang terbentuk biasanya merupakan lipatan Kelas 1B. Namun, jika ada
dua atau lebih layers kompeten (viskos), maka layers yang tidak kompeten akan
terlipat menjadi lipatan kelas 1A dan kelas 3 (Gb.23).

Gb.23
Passive Folding (Lipatan Kelas 2)
Passive folding biasanya ditemui pada batuan yang sifat-sifat mekanisnya tidak
memengaruhi jalannya pembentukan lipatan. Batuan yang demikian dinamakan batuan
pasif. Salah satu contoh dari sifat mekanis batuan adalah viskositas (seperti pada active
folding). Pada pembentukan lipatan jenis ini, gaya pembentuknya dapat bermacam-
macam, diantaranya pure shear dan simple shear. Kedua gaya geser tersebut dapat
menimbulkan terbentuknya lipatan Kelas 2 (Gb.24)

Gb.24
Jadi, passive folding akan menghasilkan lipatan harmonis yang mana sifat mekanis
lipatannya tidak memainkan peranan penting sehingga tidak berpengaruh terhadap
bentuk lipatan yang dihasilkan. Pada umumnya, lipatan jenis ini ditemukan pada zona
milonit batuan, khususnya pada batuan dengan mineral tunggal seperti kuarzit, marmer,
dan batuan garam (Gb.25)

Gb.25
Bending
Bending terjadi saat gaya bekerja melewati layers pada sudut yang yang besar dan
dapat melibatkan lebih dari satu mekanisme kerja gaya. Sekilas mirip dengan passive
folding, hanya saja bending lebih melibatkan aspek geometri dan kinematika dari batas-
batas strata batuan. Aspek-aspek bending banyak dipelajari oleh insinyur sipil, karena
hal tersebut akan berkaitan juga dengan konstruksi bangunan, seperti batang mendatar
(horizontal beams) yang di-support oleh pilar-pilar vertikal. Beberapa contoh kasus
bending pada berbagai macam keadaan dan skala ditunjukkan oleh Gb.26: a) bending
terjadi di antara boudin-boudin (istilah geologi untuk struktur yang terbentuk akibat
ekstensi dimana badan batuan mengalami peregangan dan kemudian terdeformasi
diantara material-material sekitarnya yang kurang kompeten; struktur yang terpotong-
potong akibat sesar), b) di atas jalur melandai yang menunjam, c) diatas sesar yang
teraktivasi kembali, dan d) diatas diapir garam atau intrusi yang dangkal,

Gb.26
Biasanya, akibat dari adanya bending adalah terjadinya simple shear, yang terjadi
jika lipatan yang terbentuk nantinya sangat sempit ukurannya. Namun, pada kebanyakan
kasus, lipatan yang terbentuk meluas ukurannya, sehingga model yang cocok digunakan
bukanlah simple shear, melainkan trishear (walau sebenarnya model ini pun tidak
sempurna). Trishear mendistribusikan gaya geser pada zona triangular di depan jalur
lipatan yang merambat.
Selain dari tiga cara besar pembentukan lipatan sebelumnya, faktanya masih banyak
cara minor lain untuk membentuk lipatan, seperti flexural slip and flexural flow (kelas
1B, Gb.27), ortoghonal flexure (kelas 1B), dan kinking and chevron folding (Gb.28).

Gb.27
Gb.28: Kink Folds
IV. Sesar
Sesar memiliki pengertian yang cukup luas dan mendalam. Hal ini disebabkan sesar
bersifat lebih kompleks dibandingkan fractures dan menggabungkan fitur-fitur yang
dapat mengakomodasi terjadinya strain dalam jumlah besar pada kerak bagian atas.
Secara sederhana, sesar (fault) adalah permukaan atau zona yang sempit yang
memperlihatkan adanya displacement secara geser (shear) yang tampak oleh mata yang
terjadi sepanjang zona atau permukaan tersebut. Biasanya, mekanisme yang
mendominasi pembentukan sesar adalah mekanisme deformasi secara brittle.
Secara umum, sesar non-vertikal terbagi kedalam tiga jenis utama, yakni sesar
normal, sesar naik, dan sesar strike-slip. Sesar normal adalah jenis sesar dimana blok
batuan di atas bidang sesar (hangingwall) turun terhadap blok batuan di bawah bidang
sesar (footwall) (Gb.29a). Adapun sesar naik memiliki hangingwall yang relatif naik
terhadap footwall (Gb.29b). Terakhir, sesar strike-slip terbentuk saat pergeseran terjadi
secara lateral pada bidang horizontal: sinistral dan dekstral(Gb.29c).
Gb.29
Terdapat suatu fenomena menakjubkan dari sebuah sesar, khususnya sesar normal
yang dapat dilihat oleh mata. Di alam, dua sesar normal terpisah dapat memperlihatkan
fenomena horst dan graben. Graben terbentuk saat dua sesar normal dengan arah
penunjaman(dip) saling berhadapan satu sama lain membentuk blok batuan turun.
Adapun horst terbentuk saat dua sesar normal dengan arah penunjaman(dip) saling
menjauh satu sama lain membentuk blok batuan naik. Selain itu, ada pula fenomena
‘sesar di dalam sesar’. Yang dimaksud dengan istilah tersebut disini adalah terdapatnya
sebuah sesar utama (main fault) yang berasosiasi dengan sesar-sesar minor berupa
sesar sintetik dan sesar asintetik. Sesar sintetik menunjam dengan arah yang sama
dengan sesar utama, sedangkan sesar asintetik menunjam ke arah yang berhadapan
dengan sesar utama. Ketiga fenomena tadi dapat dilihat pada gambar berikut

Gb.30
Dalam struktur sesar, terdapat beberapa istilah penting yang perlu diketahui,
seperti: displacement vector(vektor yang menghubungkan dua buah titik yang awalnya
menyatu namun terpisah karena terjadinya sesar), pitch/rake(sudut antara strike dari
bidang sesar dengan displacement vector), heave(komponen horizontal dari
displacement vector jika komponen tersebut dilihat pada sebuah penampang melintang),
dan throw(komponen vertikal dari displacement vector jika komponen tersebut dilihat
pada sebuah penampang melintang). Lagipula, penting juga untuk diketahui bahwa di
alam, jarang terdapat sesar yang murni dip-slip(pergerakan sesar 100% searah dengan
dip dari bidang sesar) ataupun murni strike-slip(pergerakan sesar 100% searah dengan
strike dari bidang sesar). Sesar yang demikian disebut sebagai sesar oblique-slip.

Gb.31.
Karena sesar cukup rumit untuk dijelaskan, maka salah satu klasifikasi yang
mempermudah penamaannya didasarkan pada besar pitch dan dip dari bidang sesar,
yakni sebagai berikut:

Gb.32
V. Rekahan dan Deformasi
Dalam sebuah batuan yang belum mengalami rekahan, jika suatu saat tegangan
diferensial padanya melebihi suatu limit tertentu, maka batuan tersebut akan mulai
mengalami regangan permanen secara plastis (ductile). Namun, jika batuan tersebut
memiliki kondisi fisik yang mendukung ke-brittle-an, maka batuan akan terdeformasi
melalui pembentukan rekahan pada saat kekuatan runtuh batuan sudah tercapai. Selama
proses brittle fracturing berlangsung, butiran-butiran batuan akan dihancurkan dan
disusun ulang, serta regangan (displacement) menjadi lebih teratur penempatannya.
Secara umum, terdapat dua mekanisme deformasi brittle, yaitu a) granular flow dan b)
cataclastic flow. Bagian a) biasa terjadi pada batuan berpori yang dangkal dan sedimen-
sedimen, atau pada batuan-batuan yang terkonsolidasi dengan buruk. Adapun bagian b)
biasa terjadi pada batuan tak berpori dan batuan sedimen yang terkonsolidasi dengan
baik.

Gb. 33
Beranjak dari situ, apa itu rekahan (fractures)? Secara simpel, rekahan adalah zona-
zona yang sangat sempit yang biasa berupa permukaan-permukaan yang berasosiasi
dengan peristiwa perpindahan (displacement) dan properti-properti mekanis (kekuatan,
kekakuan, dll.) batuan. Secara umum, rekahan dibagi menjadi dua jenis, yakni shear
fractures dan extensional fractures. Shear fractures adalah rekahan berupa zona
yangmana sepanjang zona tersebut terjadi pergerakan yang relatif sejajar dengan
rekahan, sedangkan extensional fractures adalah rekahan yang menunjukkan adanya
gerakan ekstensional tegak lurus dengan permukaan (zona) rekahan. Istilah shear
fractures biasa dikenal juga dengan istilah kekar (joint). Pada kekar seharusnya tidak
terdapat displacement dan pada rongga kecil rekahannya tidak terisi oleh material
apapun. Jika rongga tersebut terisi oleh fluida, maka rekahan disebut fissure. Jika terisi
oleh mineral, rekahan disebut urat (vein). Jika terisi oleh magma, rekahan disebut (dike).
Selain dari kedua jenis rekahan tadi, baru-baru ini ilmuwan menemukan jenis
rekahan baru yang dinamakan contraction fractures atau closing fractures. Rekahan
jenis ini dikenal dengan sebutan stylolites atau anticrack pada literatur mekanika batuan.
Berikut gambar beberapa jenis rekahan:
Gb.34

Gb.35: Jenis-Jenis Rekahan


Berdasarkan Tegangan-Tegangan Prinsipal
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa rekahan terbentuk saat tegangan
diferensial yang diberikan melebihi kekuatan batuan. Tegangan diferensial ini dapat
dinaikkan nilainya dengan cara meningkatkan tekanan UCS-nya (σc). Hubungan antara
UCS dan tegangan diferensial diberikan oleh kriteria runtuhan Coulomb.
A. Kriteria Runtuhan Coulomb
σ s=C +σ ntan ϕ

, dimana σs nilai tegangan geser yang dapat menimbulkan rekahan, C adalah kekuatan
kohesif batuan, σn adalah nilai tegangan normal yang memengaruhi kebutuhan tegangan
geser untuk membentuk rekahan, dan ϕ adalah sudut gesek dalam. Sesuai ekspektasi,
garis yang dibentuk oleh persamaan ini akan berupa garis linier yang jika digambarkan
pada diagram Mohr akan memotong sumbu Y pada C. Garis tersebut dinamakan
selubung keruntuhan Mohr. Jika suatu lingkaran Mohr, terlepas dari apakah ia
mematuhi kriteria Coulomb atau tidak, digambarkan bersamaan dengan selubung
keruntuhan Mohr, maka kita dapat mengetahui orientasi bidang yang bagaimanakah
yang akan menghasilkan keruntuhan dari batuan tersebut(Gb.36). Kriteria runtuhan
Coulomb biasa dipakai untuk regime kompresional dari batuan. Adapun untuk regime
tensional, dipakai kriteria runtuhan lain, yakni Griffith. Terdapat pula kriteria Von
Mises untuk regime plastis, dan masih banyak kriteria keruntuhan lainnya.

Gb.36

Gb.37: Perbandingan
GC(Griffith Criterion) dengan CC (Coulomb Criterion); T = tensile strength
Setiap batuan memiliki kriteria keruntuhannya masing-masing yang dapat ditemukan
melalui eksperimen di laboratorium.
B. Kriteria Runtuhan Griffith
Jika kriteria runtuhan Coulomb bersifat linier, maka kriteria Griffith yang dinyatakan
oleh persamaan berikut:

σ s2+ 4 T σ n−4 T 2=0

memiliki bentuk yang non-linier (parabola) serta menyatakan hubungan antar tegangan-
tegangan prinsipal untuk sebuah batuan yang berada pada keadaan tegangan kritis
(critically stressed rock). Jika σn dijadikan bernilai nol, maka kurva Griffith akan
berpotongan dengan sumbu Y dan kita memperoleh nilai σs = 2T = C, dengan C =
kekuatan kohesif batuan seperti pada kriteria Coulomb. Hal ini cukup sesuai dengan
banyak kenyataan batuan di alam. Adapun T disini adalah kekuatan tarik (tensile
strength) batuan. Selain itu, menurut Griffith, nilai UCS batuan (σc) akan bernilai = 8T.
Dari kesemuanya itu, dalam memperkirakan keruntuhan batuan, biasanya selubung
Griffith dan Coulomb digambarkan secara bersamaan agar dapat dilakukan komparasi
terhadap UCS dan T batuan(Gb.38).

Gb.38

Sebagai penutup, dari dasar pengetahuan bahwa keruntuhan terjadi saat lingkaran Mohr
menyinggung atau memotong salah satu jenis selubung keruntuhan, maka agar hal ini
dapat tercapai, salah satu caranya ialah dengan “memaksa” lingkaran Mohr untuk
menyinggung sebuah selubung, yakni dengan cara:
 Memperbesar σ1 dengan σ3 konstan
 Memperkecil σ3 dengan σ1 konstan
 Memperbesar tekanan pori(pf) dari batuan. Dampaknya ialah mengurangi nilai
tegangan rata-rata (mean stress) batuan dengan cara menggeser lingkaran Mohr
ke arah kiri sehingga dapat menyinggung, katakanlah, selubung Coulomb. Jika
lingkaran sudah dapat menyinggung selubung Coulomb pada saat σ3 = 0, maka
rekahan yang terbentuk adalah shear fractures(Gb.39a). Jika lingkaran
menyinggung selubung Coulomb pada saat σ3 < 0, maka rekahan yang terbentuk
adalah tensile fracture(Gb.39b).

Gb.39
Pustaka
Fossen, H. 2010. Structural Geology. Newyork : Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai