DI SUSUN OLEH :
NPM : 11.2017.1.00690
KELAS :A
Puji syukur penyususn panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penyusun dapat menyelasikan
Laporan Praktikum Kristalografi dan Mineralogi ini.
Oleh karena itu dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah
penyusun mengucapkan terimah kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan leporan ini.
2. Bapak Yohanes Jone ST.MT. selaku dosen pembimbing kristalografi dan
mineralogi Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.
3. Para asisten dosen kristalografi dan mineralogi.
Laporan Praktikum Kristalografi dan Mineralogi ini dapat menjadi bahan evaluasi
dan tolak ukur dalam pelaksanaan kegiatan penggambaran dan pemerian kristal
serta mineral dan menjadi bahan perbaikan untuk masa yang akan datang.
Penyusun
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
Setelah membaca karya tulis ilmiah ini dengan seksama, maka kami menyetujui
bahwa laporan ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk lanjutan praktikum
kristalografi dan mineralogi.
Di Susun Oleh :
THEO BERHITU
11.2017.1.00690
Mengetahui :
Staf Asisten Pembimbing
Praktikum Kristalografi & Mineralogi
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Kristalografi &
Mineralogi
COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM...........................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR TABEL..................................................................................................x
BAB I PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI....................1
1.1 Pendahuluan.............................................................................................1
1.1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.1.3 Tujuan.............................................................................................2
1.2 Ruang Lingkup........................................................................................2
1.3 Alat dan Bahan........................................................................................3
BAB II KRISTALOGRAFI..................................................................................4
2.1 Dasar Teori..............................................................................................4
2.1.1 Dasar Pembagian Sistem Kristalografi...........................................5
2.1.2 Klas Simetri....................................................................................7
2.2 Cara Kerja..............................................................................................10
2.2.1 Cara Penggambaran Sistem Kristal..............................................10
2.2.2 Cara Penggambaran Bidang Kombinasi.......................................15
2.3 Deskripsi Kristal....................................................................................19
2.3.1 Penentuan Klas Simetri................................................................19
BAB III MINERALOGI......................................................................................23
3.1 Dasar Teori............................................................................................23
3.1.1 Batasan – Batasan Defenisi Mineral............................................24
3.1.2 Pembagian Mineralogi..................................................................24
3.2 Cara Pemerian (deskripsi) Mineral........................................................25
3.2.1 Sifat – Sifat Fisik Mineral............................................................25
3.3 Determinasi Mineral..............................................................................55
BAB IV PENUTUP..............................................................................................77
4.1 Kesimpulan............................................................................................77
4.2 Saran......................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................84
LAMPIRAN..........................................................................................................85
LAMPIRAN GAMBAR 7 SISTEM SALIB SUMBU.................................86
LAMPIRAN GAMBAR 7 BIDANG SISTEM KRISTAL..........................87
LAMPIRAN GAMBAR BIDANG SIMETRI UTAMA & BIDANG
SIMETRI TAMBAHAN..............................................................................88
LAMPIRAN GAMBAR 7 SISTEM KRISTAL KOMBINASI...................89
LAMPIRAN GAMBAR KOMBINASI BIDANG SIMETRI UTAMA &
BIDANG SIMETRI TAMBAHAN..............................................................90
LAMPIRAN DETERMINASI MINERAL..................................................91
DAFTAR GAMBAR
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar Belakang
Kristalografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gambaran-gambaran
dari kristal. Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tertentu,
tetapi juga mempunyai bentuk tertentu yang disebut bentuk kristal.
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara
lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya,
cara terjadinya dan kegunaannya. Minerologi terdiri dari kata mineral dan
logos, dimana mengenai arti mineral mempunyai pengertian berlainan dan
bahkan dikacaukan dikalangan awam. Sering diartikan sebagai bahan bukan
organik (anorganik). (Danisworo, 1994).
1.1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum mineralogi dan kristalografi ini adalah :
1. Mengetahui apa itu kristal dan kristalografi.
2. Mengetahu apa saja sistem kristal.
3. Mengetahui sifat – sifat apa saja yang terdapat di dalam kristal.
4. Mengetahui cara penggambaran 7 sistem kristal dan cara
penggambaran bidang kombinasi.
5. Mengetahui apa itu mineral dan mineralogi.
6. Mengetahui sifat-sifat dari mineral.
Gambar 2.
Sumbu dan sudut kristal
Keterangan sumbu dan sudut :
1. Sumbu a : sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas
2. Sumbu b : sumbu yang horisontal pada bidang kertas
3. Sumbu c : sumbu yang vertikal pada bidang kertas
4. α ialah sudut yang terbentuk antara Sb b dan Sb c.
5. β ialah sudut yang terbentuk antara Sb a dan Sb c.
6. ialah sudut yang terbentuk antara Sb a dan Sb b.
Berdasarkan aturan klasifikasi sistem kristal yang meliputi jumlah sumbu kristal,
letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain dan parameter yang digunakan
untuk masing-masing sumbu kristal maka sistem kristal yang ada dibagi menjadi
7 sistem kristal, yaitu :
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem reguler atau tesseral, bahkan sering
dikenal sebagai sistem kubus/kubik. Jumlah sumbu kristalnya 3 dan
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu
sama panjangnya.Sumbu : α = β = γ = 900 dan panjang sumbu satuan : a
=b=c
2. Tetragonal
Sistem ini dikenal juga dengan sistem quadratic. Sama dengan sistem
isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing
saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang yang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek (umumnya lebih panjang).Sumbu : α = β = γ = 900 dan panjang
Sumbu Satuan : a = b ≠ c
3. Orthorombik
Sistem ini disebut juga orthorombis dan mempunyai 3 sumbu kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Ketiga sumbu kristal
tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Sistem ini juga biasa disebut
Rhombic/Prismatic/Trimetric.Sumbu : α = β = γ = 900 dan panjang
Sumbu Satuan : a ≠ b ≠ c.
4. Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b; b tegak
lurus terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a.
Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya
sumbu c yang paling panjang dan sumbu b yang paling pendek. Sistem
ini biasa dikenal juga dengan Oblique /Monosymetric /Clinorhombic
/Hemiprismatic /Monoclinohedral. Sumbu : α = β = 90 , γ ≠ 900 dan
panjang Sumbu Satuan : a ≠ b ≠ c
5. Triklin
Sistem ini mempunyai tiga sumbu yang satu dengan lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Sistem ini dikenal dengan Anorthic/ Asymetrik/ Clinorhombohedral.
Sumbu : α ≠ β ≠ γ ≠ 900 dan panjang Sumbu Satuan : a ≠ b ≠ c.
6. Trigonal
Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya bila
pada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam
kemudian dibuat segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang
melewati satu titik sudutnya. Sistem ini biasa dikenal dengan
Rhombohedral. Sumbu : α = β = γ = 1200 dan panjang sumbu satuan : a
= b = d ≠ c.
7. Hexagonal
Sistem ini mempunyai empat sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu yang lain. Sumbu a, b, dan d masing-masing
saling membentuk sudut 120o satu terhadap yang lain. Sumbu a, b, dan d
mempunyai panjang yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat
lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang). Sumbu : α =
β = γ = 1200 dan panjang Sumbu Satuan : a = b = d ≠ c.
Gambar 2.
Bidang Simetri Utama
Gambar 2.
Bidang Simetri Tambahan/Diagonal
2. Sumbu simetri adalah garis bayangan (garis yang lurus) yang dibuat
menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu
tersebut sejauh satu putaran penuh (3600) akan didapatkan beberapa kali
kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu
sumbu gire, sumbu giroide dan sumbu inversi putar. Ketiganya
dibedakan berdasarkan cara mendapatkan nilai simetrinya.
1). Gire, atau sumbu simetri biasa, cara mendapatkan nilai simetrinya
adalah dengan memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran
penuh. Bila terdapat dua (2) kali kenampakan yang sama dinamakan
digire, bila tiga (3) maka dinamakan trigire, empat (4) maka
dinamakan tetragire, heksagire dan seterusnya.
2). Giroide adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai
simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan
memproyeksikannya pada bidang horisontal.
3). Sumbu inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan
nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan
mencerminkannya melalui pusat kristal. Penulisan nilai simetrinya
dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu.
3. Pusat Simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat
membuat garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal
menembus pusat kristal dan akan menjumpai titik yang lain pada
permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap pusat
kristal pada garis bayangan tersebut. Atau dengan kata lain, kristal
mempunyai pusat simetri bila tiap bidang muka kristal tersebut
mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa bidang yang berpasangan
tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang satu
merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang pasangannya.
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Cara Penggambaran Sistem Kristal
1. Cara Penggambaran Sistem Kristal Reguler/Isometrik
1). Buatlah sumbu kristalografi sesuai dengan ukuran perbandingan
yaitu a : b : c = 1:3:3 dan besar sudut a+/b- yaitu 300.
2). Beri tanda/titik pada ukuran perbandingan a : b : c = 1:3:3 pada
sumbu kristalografi.
3). Tarik garis sejajar pada 2 (dua) titik di sumbu b dan sumbu c dengan
ukuran yang sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda.
4). Buat garis sejajar dengan sumbu b pada 2 (dua) tanda/titik pada
sumbu a dan di sumbu b.
5). Pada setiap garis sejajar yang berpotongan (contohnya pada garis
sejajar b dengan garis sejajar a) ditarik garis yang sejajar pula
dengan garis c.
6). Hubungkan setiap perpotongan garis.
7). Keterangan:
Gambar 2.
Sistem Kristal Reguler/Isometrik
2. Cara Penggambaran Sistem Kristal Tetragonal.
1). Buat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6
2). Buat garis a+/b- = 300
3). Beri keterangan pada garis-garisnya
4). Buat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-
5). Menuju bagian ketiga dari sumbu b+
6). Menuju bagian ketiga dari sumbu b-
7). Buat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua
8). Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+.
9). Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
10). Hubungkan setiap ptotongan garis.
Gambar 2.
Sistem Kristal Tetragonal
3. Cara Penggambaran Sistem Kristal orthorombik
1). Buat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6
2). Buat garis a+/b- = 300
3). Beri keterangan pada garis.
4). Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,
a-.
5). Menuju bagian keempat dari sumbu b+ dan b-.
6). Menuju bagian keenam dari sumbu c+.
7). Menuju bagian keenam dari sumbu c-.
8). Tarik garis sejajar sumbu b+ dan b- pada pencerminan 1 bagian a+ dan
a-.
9). Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+, a-, b+,
b-, c+, c-.
Gambar 2.
Sistem Kristal Orthorombik
4. Penggambaran Sistem Kristal Monoklin
1). Buat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
2). Buat garis a+/b- = 450
3). Memberi ketereangan pada garis-garisnya.
4). Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a-, b-, a+,
b+ menjadi sebuah bidang.
5). Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+
dan c-.
Gambar 2.
Sistem Kristal Monoklin
5. Penggambaran Sistem Kristal Triklin
1). Buat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
2). Membuat garis a+/c- = 450
5). Hubungkan titik-titik pada bagian a-, b-, a+, b+ menjadi sebuah
bidang.
6). Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c +
dan c-.
Gambar 2.
Sistem Kristal Triklin
6. Cara Penggambaran Sistem Kristal Trigonal
1). Buat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6Buat garis a+/b- = 170
2). Buat garis b+/d- = 390
3). Beri keterangan pada garis.
4). Buat garis sejajar dengan sumbu a pada 3 (tiga) bagian sumbu b-.
5). Buat garis sejajar dengan b- pada satu bagian sumbu d-.
6). Buat garis sejajar dengan sumbu d pada 3 (tiga) bagian sumbu b +
sehingga menampakan bentuk segitiga.
7). Tarik garis lurus yang sejajar dengan sumbu c di setiap titik-titik
perpotongan sepanjang 6 bagian.
8). Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah
sebelumnya.
9). Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah
dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-.
Gambar 2.
Sistem Kristal Trigonal
7. Cara Penggambaran Sistem Kristal Hexagonal
1). Buat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6
2). Buat garis a+/b- = 300
3). Beri keterangan pada garis-garisnya
4). Buat garis yang sejajar dengan sumbu b hingga memotong sumbu a.
5). Buat garis yang sejajar sumbu a ke titik/garis yang memotong sumbu
b pada langkah 2.
6). Buat hingga gari-garis tersebut membentuk suatu bidang yang
berbentuk segi enam.
7). Buat garis yang sejajar dengan sumbu a ke titik/garis yang
memotong sumbu b pada langkah 2.
8). Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk
bidang alsa dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut.
9). Untuk Buat kristal hexagonal bipyramid orde I kita dapat
memodifikasi dari gambar hexagonal orde I yaitu dengan
menghubungkan titik-titik sudut dari bidang segi enam pada bagian
tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.
Gambar 2.
Sistem Kristal Hexagonal
2.2.2 Cara Penggambaran Bidang Kombinasi
Kombinasi adalah bentuk kristal yang terdiri dari dua atau lebih bentuk dasar yang
sama atau kombinasi yang sama.
Contoh :
1. Kombinasi Isometrik
Kombinasi yang dilakukan dengan cara menyayat dari bidang utama yaitu
dengan cara menyayat semua sisi pojok bidang sebesar 0,5 cm.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Isometrik
2. Kombinasi Tetragonal
Kombinasi yang dilakukan dengan cara membuat bentuk dasar terlebih
dahulu seperti isometrik dan selanjutnya ditarik garis dari sisi pojok bentuk
dasar tersebut sebesar sumbu c.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Tetragonal
3. Kombinasi Orthorombik
Kombinasi yang dilakukan dengan cara menghubungan semua sumbu simetri
kristal.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Orthorombik
4. Kombinasi Monoklin
Kombinasi yang dilakukan dengan membelah kristal menjadi dua bagian dan
bagian tengah kristal, setiap sisi pojok kristal dibentuk seperti segitiga sama
kaki sebesar 0,5 cm atau 1 cm. Selanjutnya ditarik garis sesuai kerangka yang
telah dibuat.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Monoklin
5. Kombinasi Triklin
Kombinasi yang dilakukan dengan cara menghubungkan semua sumbu
simetri kristal.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Triklin
6. Kombinasi Trigonal
Kombinasi yang dilakukan dengan cara menyayat dari bidang utama yaitu
dengan cara menyayat semua sisi pojok bidang tersebut. Sehingga bentuk
pojok bidang tersebut akan menjadi tumpul.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Trigonal
7. Kombinasi Hexagonal
Kombinasi yang dilakukan dengan cara setiap bidang simetri dibelah
menjadi dua bagian yang sama sehingga yang sebelumnya berjumlah enam
bidang, menjadi dua belas bidang.
Gambar 2.
Kombinasi Kristal Hexagonal
2). Bagian II: menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus yterhadap sumbu lateral
tersebut. Bagian ini di notasikan: 2/m, 2, m atau tidak ada.
3). Bagian III: menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet
dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
inetrmediet tersebut. Bagian ini di notasikan: 2/m , 2 , m atau tidak
ada.
3. Sistem Orthorombik
1). Bagian I: menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang yang
tegak lurus terhadap sumbu a tersebut Dinotasikan: 2/m, 2 , m.
2). Bagian II: menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b
tersebut. Bagian ini di notasikan: 2/m , 2, m.
3). Bagian III: menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang
simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut. Di notasikan:
2/m, 2.
4. Sistem Monoklin
1). Hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut.
5. Sistem Triklin
Sistem ini hanya ada 2 klas simetri, yaitu:
1). Mempunyai titik simetri klas pinacoidal 1
2). Tidak mempunyai unsur simetri klas assymetric 1
6. Sistem Hexagonal dan Trigonal
1). Bagian I: menerangkan nilai sumbu c (mungkin 6, 6, 6, 3, 3) dan
ada tidaknya bidang simetri horisontal yang tegak lurus sumbu c
tersebut. Bagian ini di notasikan : 6, 6, 6, 3, 3
2). Bagian II: menerangkan sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada
tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus. Bagian ini di
notasikan: 2/m , 2 , m atau tidak ada.
3). Bagian III: menerangkan ada tiaknya sumbu simetri intarmediet
dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
intermediet tersebut. Bagian ini di notasikan: 2/m, 2, m atau tidak
ada.
Tetapi ketiga definisi mereka tersebut masih memberikan suatu anomali atau
suatu pengecualian beberapa zat atau bahan yang disebut sebagai mineral,
walaupun tidak termasuk di dalam suatu definisi. Sehingga sebenarnya dapat
dibuat suatu definisi baru atau definisi kompilasi. Dimana definisi kompilasi tidak
menghilangkan suatu ketentuan umum bahwa mineral mempunyai sifat sebagai :
bahan alam, mempunyai sifat fisis dan kimia yang tetap, berupa unsur tunggal
atau senyawa.
3.1.1 Batasan – Batasan Defenisi Mineral
1. Suatu bahan alam
Mineral sebagai bahan yang dibentuk dialam dan secara alamiah, tidak
ada campur tangan dari manusia atau individu lain.
2. Mempunyi sifat fisis dan kimia yang tetap
Suatu mineral memiliki sifat fisik dan kimia yang tetap, yang
dibuktikan dengan keteraturan-keteraturan tersendiri dalam suatu
mineral.
3. Pada umunya anorganik
Mineral tidak terbentuk dari bahan organik. Misalnya batubara, tidak
termasuk dalam golongan mineral, karena terbentuk dari bahan organik.
4. Homogen
Mineral mempunyai atom-atom yang teratur dan bahan pembentuknya
selalu sama, menunjukan suatu keteraturan tertentu.
Gambar 3.
Warna Allokromatik pada Kuarsa
Warna ini penting untuk membedakan antara warna yang disebabkan oleh
campuran atau pengotoran dan warna asli elemen - elemen utama pada mineral
tersebut. Suatu mineral dapat berwarna terang, transparan (tidak berwarna atau
memperlihatkan warna yang berangsur atau berubah). Warna sangat berariasi,
umumnya karena perbedaan kompisisi kimia atau pengotoran pada mineral.
Contoh :
1).Mika selalu menunjukan perawakan kristal yang mendaun (foliated)
atau melapis (lamellar)
1).Elongated Habits
2).Flattened Habits
Gambar 3.
Contoh Mineral Tourmaline
ii. Menyerat (Fibrous)
Bentuk kristal yang menyerupai serat – serat kecil. Contoh :
i.) Gypsum
ii.) Asbestos
iii.) Tremolite
iv.) Sillimanite
v.) Pyrophylitie
Gambar 3.
Perawakan Kristal Menyerat
Gambar 3.
Contoh Mineral Asbestos
iii. Menjarum (Acicular)
Bentuk kristal yang menyerupai jarumm – jarum kecil. Contoh :
i.) Natrolite
ii.) Glaucophane
Gambar 3.
Perawakan Kristal Menjarum
Gambar 3.
Contoh Mineral Natrolite
iv. Menjaring (Reticulate)
Bentuk kristal kecil panjang yang tersusun menyerupai jaring..
Contoh :
i.) Rutile
ii.) Cerussite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Memanjang
Gambar 3.
Contoh Mineral Rutile
v. Membenang (Filliform)
Bentuk kristal kecil – kecil yang menyerupai benang. Contoh :
i.) Silver
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membenang
Gambar 3.
Contoh Mineral Silver
vi. Merambut (Capillary)
Bentuk kristal kecil – kecil yang menyerupai rambut. Contoh ;
i.) Cuprite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Merambut
Gambar 3.
Contoh Mineral Cuprite
vii. Mondok (Stubbby, Equant, Stout)
Bentuk krital pendek, gemuk, sering terdapat pada kristal – kristal
dengan sumbu C lebih pendek dari sumbu yang lainnya. Contoh :
i.) Zircon
Gambar 3.
Perawakan Kristal Mondok
Gambar 3.
Contoh Mineral Zircon
viii. Membintang (Stellated)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bintang. Contoh :
i.) Pirofilit
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membintang
Gambar 3.
Contoh Mineral Pirofilit
ix. Menjari (Radiated)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bentuk jari – jari. Contoh:
i.) Markasit
ii.) Natroht
Gambar 3.
Perawakan Kristal Menjari
Gambar 3.
Contoh Mineral Markasit
2) Flattened Habits (lembaran tipis)
i. Membilah (Bladed)
Bentuk kristal yang panjang dan tipis menyerupai bilah kayu,
dengan perbandingan antara lebar dengan tebal sangat jauh.
Contoh:
i.) Kalaverit
ii.) Kyanite
iii.) Glaucophane
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membilah
Gambar 3.
Contoh Mineral Kyanite
ii. Memapan (Tabular)
Bentuk kristalnya pipih yang menyerupai bentuk papan, dimana
lebar dengan tebal tidak terlalu jauh. Contoh :
i.) Hematite
ii.) Barite
iii.) Hypersthene
Gambar 3.
Perawakan Kristal Memapan
Gambar 3.
Contoh Mineral Barite
iii. Membata (Blocky)
Bentuk kristal tebal menyerupai bentuk bata, dengan perbandingan
antara tebal dengan lebar yang hampir sama. Contoh :
i.) Microline
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membata
Gambar 3.
Contoh Mineral Microline
iv. Mendaun (Foliated)
Bentuk kristal piipih dengan melapis (lamellar) perlapisan yang
mudah dikupas / dipisahkan. Contoh :
i.) Talc
ii.) Chorite
iii.) Mica
Gambar 3.
Perawakan Kristal Mendaun
Gambar 3.
Contoh Mineral Mica
v. Memencar (Divergent)
Bentuk krital yang tersusun menyerupai kipas terbuka. Contoh :
i.) Millerite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Memencar
Gambar 3.
Contoh Mineral Gypsum, Hematite, Azurite
vi. Membulu (Plumose)
Bentuk kristal yang tersusun membentuk tumpukan bulu. Contoh :
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membulu
Gambar 3.
Contoh Mineral Celadonite
3) Rounded Habits (Membutir)
i. Mendada (Mamilary)
Bentuk kristal yang bulat – bulat menyerupai buah dada (breast
like). Contoh :
i.) Opal
ii.) Malachite
iii.) Hemimorphite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Mendada
Gambar 3.
Contoh Mineral Malachite
ii. Membulat (Colloform)
Bentuk kristal yang menunjukan permukaan yang bulat. Contoh :
i.) Cobaltite
ii.) Bismuth
iii.) Goethite
iv.) Smallite
v.) Glauconite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membulat
Gambar 3.
Contoh Mineral Goethite
iii. Membulat Jari (Colloform Radial)
Bentuk kristal yang membulat dengan struktur dalamnya
menyerupai bentuk jari. Contoh :
i.) Pyromophyte
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membulat Jari
Gambar 3.
Contoh Mineral Pyromophyte
iv. Membutir (Grranular)
Kelompok kristal kecil yang berbentuk butiran
Contoh :
i.) Alunite
ii.) Sodalite
iii.) Cinnabar
iv.) Cordorite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Membutir
Gambar 3.
Contoh Mineral Sodalite
v. Memisolit (Pisolitic)
kelompok kristal yang lonjong sebesar kerikil, seperti dengan
kacang tanah. Contoh :
i.) Gibbsite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Memisolit
Gambar 3.
Contoh Mineral Gibbsite
vi. Stalaktif (Stalactic)
Bentuk kristal yang membulat dengan litologi gamping. Contoh :
i.) Goethite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Stalakit
Gambar 3.
Contoh Mineral Geothite
vii. Mengginjal (Reniform)
Bentuk kristal yang menyerupai bentuk ginjal. Contoh :
i.) Hematite
Gambar 3.
Perawakan Kristal Mengginjal
Gambar 3.
Contoh Mineral Hematite
3. Kilap (Luster)
Kilap ditimbulkan oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan sebuah
mineral, yang erat hubungannya dengan sifat pemantulan (refleksi) dan
pembiasan (refraksi). Intensitas kilap tergantung dari indeks bias mineral,
yang apabila makin besar indeks bias mineral, makin besar pula jumlah
cahaya yang dipantulkan. Nilai ekonomis mineral terkadang ditentukan oleh
kilapnya. Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis :
1). Kilap Logam (Metallic Luster): bila mineral tersebut mempunyai
kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai
kilap logam:
i. Gelena
ii. Pirit
iii. Magnetit
iv. Kalkopirit
v. Grafit
vi. Hematit
Gambar 3.
Kilap Logam Mineral Pirit
4. Kekerasan (Hardness)
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu
mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai
kekerasan yang standard. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih
kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan
yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs
dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk
mineral terkeras.
Skala Kekerasan Mohs
Tabel 3.
Kekerasan Berdasarkan Skala Mosh
Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia
1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
2 Gypsum CaSO4. 2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C
Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini
diberikan kekerasan dari alat penguji standar :
Tabel 3.
Alat Penguji dan Derajat Kekerasan
Alat Penguji Derajat Kekerasan Mohs
Kawat Tembaga 3
Paku 5,5
Kuarsa 7
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat
dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping
porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari
bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula
berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun
warna mineralnya berubah-ubah. Warna cerat untuk mineral tertentu
umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
Gambar 3.
Goresan Mineral Pirit & Cinnabar
Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara
keseluruhan, sehingga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral
(Sapiie, 2006).
6. Belahan (Cleavage)
Belahan adalah kecendrungan mineral untuk membelah diri pada satu arah
atau lebih pada arah tertentu. Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang
melampaui batas elastisitas dan plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral
akan pecah.
7. Pecahan (Fracture)
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah
yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan
belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan
sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan
sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke
segala arah dengan tidak teratur (Danisworo, 1994). Pecahan mineral ada
beberapa macam, yaitu:
1). Concoidal : bila memperhatikan gelombang yang melengkung di
permukaan pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan
botol. Contoh Kuarsa.
2). Splintery/Fibrous : Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya
asbestos, augit, hipersten
Berat Mineral
BJ =
Volume Mineral
Dalam penentuan berat jenis dipergunakan alat-alat :
1).Piknometer
2).Timbangan Analitik
3).Gelas Ukur
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengukur berat jenis mineral
adalah sebagai berikut :
Cara I :
Dengan menggunakan gelas ukur dan timbangan analitik, mineral
dimasukkan kedalam gelas ukur yang telah diisi dengan air, dimana jumlah
air yang telah diketahui dengan pasti. Besarnya volume air yang
ditumpahkan atau kenaikan air pada gelas ukur yang dapat dibaca. Berat
jenis yang dapat diukur dengan berat mineral yang telah ditimbang dibagi
dengan volume air yang tumpah.
Contoh :
G1
Maka : BJ = G3 - G2
Cara II :
Dengan mempergunakan alat piknometer dan timbangan analitik.
Contoh :
B-A
(B - A) - (D - C)