Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dari laporan ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah

Geomorfologi serta menambah materi-materi dari mata kuliah Geomorfologi yang


didapat kedalam pembuatan laporan ini dan maksud dari penulisan laporan
geomorfologi adalah sebagai salah satu syarat untuk mengikuti responsi
praktikum geomorfologi.
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
a. Mendalami kembali materi Geomorfologi agar bisa untuk mengerti
nantinya saat dilapangan
b. Mengetahui dan mengerti

cara

manifestasi

dari

proses-proses

geomorfologi yang terjadi.


c. Mengetahui cara kerja agen geomorfologi dalam pembentukan bentang
alam saat ini
d. Memahami cara kerja penulisan makalah yang baik.
1.2.

Metode Penulisan
Metode yang digunakan penyusun laporan ini adalah metode sekunder,

yaitu metode berdasarkan data dari buku, internet dan hasil data praktikum
lapangan.
Di dalam metode penulisan Laporan resmi praktikum geomorfologi adalah
dengan format ketik dengan waktu kesempatan untuk revisi yang telah ditentukan
oleh asisten laboratorium.
1.3.

Dasar Teori
Bentuk lahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik. Kesan

topografis adalah konfigurasi permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu


bentuk lahan. Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantatif dari suatu
bentuk lahan. Apabila kesan dan ekspresi topografi terssebut diamati, maka akan
memberikan penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuk lahan. Penentuan

kesamaan sifat dan perwatakan bentuk lahan berdasarkan kesan topografis dan
ekspresi topografik akan membantu di dalam penentuan klasifikasi suatu bentuk
lahan berbasis morfologi.
1.4.

Konsep Dasar Geomorfologi


Thornburry (1976) mengemukakan konsep dari Geomorfologi menjadi 10

seperti berikut ini:


1. Proses fisikal yang sama dan hukum-hukumnya yang berlangsung saat
sekarang, juga berlangsung sejak jaman dahulu sepanjang waktu geologi,
meskipun dengan intensitas yang tidak sama.
2. Struktur geologi adalah faktor kontrol dominan dalam evolusi bentuk lahan
dan tercermin adanya.
3. Pada derajat tertentu permukaan bumi itu memiliki relief karena proses
geomorfik itu bekerja dengan kecepatan yang berbeda.
4. Proses geomorfik meninggalkan bekas yang menonjol pada bentuk lahan
dan setiap proses geomorfik akan berlangsung sesuai dengan karakteristik
bentuk lahan.
5. Akibat perbedaan tenaga erosi yang bekerja pada permukaan bumi, maka
akan menghasilkan tingkat perkembangan bentuk lahan yang berbeda-beda
juga.
6. Evolusi geomorfik umumnya kompleks dan tidak sederhana. Macam bentuk
lahan atas dasar kompleksitas tenaga pembentuknya dapat dibedakan
menjadi beberapa macam, yaitu:
a. bentuk sederhana (simple form)
b. bentuk campuran (compud forms)
c. bentuk akibat satu daur erosi (mono cyclic forms)
d. bentuk akibat daur erosi ganda (multi cyclic forms)
e. munculnya kembali permukaan lahan terkubur ke permukaan sekarang.
7. Topografi permukaan bumi yang berumur lebih tua dari zaman tertier lebih
sedikit dan kebanyakan tidak lebih dari plestosen.
8. Interprestasi bentang lahan saat sekarang yang tepat tidak mungkin tanpa
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perubahan geologis dan iklim
selama kala pleistosen.
9. Penilaian iklim dunia penting untuk memahami dengan baik arti penting
dari proses geomorfik.

10. Geomorfologi, meskipun lebih menekankan pada bentang lahan saat


sekarang, sangat bermanfaat untuk mempelajari sejarahnya dan untuk
memperkirakan perkembangannya di masa mendatang.
1.5.

Proses Geomorfologi
Proses-pross geomorfologi adalah segala perubahan fisis dan kimiawi

yang menyebabkan perubahan pada bentuk permukaan bumi. Geomorfologi agent


adalah suatu medium (pengantar) alamiah yang dapat mengerosi dan mengangkut
bahan-bahan permukaan bumi. Proses geomorfologi dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Proses eksogen atau epigen, gaya-gaya yang menyebabkan berasal dari
luar kulit bumi.
2. Proses endogen atau hipogen, gaya-gaya yang menyebabkan berasal dari
dalam bumi.
3. Proses-proses angkasa luar (extraterrestrial).
A. Proses Eksogen
Proses eksogen adalah proses yang disebabkan oleh tenaga yang berasal dari
luar bumi, tetapi masih di dalam lingkungan atmosfer. Proses ini disebut dengan
gradasi yang terdiri atas degradasi dan agradasi. Menurut ChamBerlain dan
Salisbury (1904), gradasi adalah semua proses untuk meratakan permukaan
litosfir, sehingga mencapai suatu ketinggian yang sama (common level). Hal ini
dapat dicapai dengan degradasi (pengikisan) atau agradasi (penimbunan).
1. Degradasi
Bersangkutan dengan proses eksogenik yang menyebabkan penurunan
permukaan bumi diantaranya adalah proses pelapukan, gerakan massa, dan
erosi:
a. Pelapukan
Pelapukan adalah proses disintegrasi secara berangsur dari material
penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim , temperatur serta komposisi mineral-mineral batuan. Berikut
ini adalah contoh gambar jenis-jenis pelapukan.

Gambar 1. Jenis-jenis pelapukan


(sumber: sintiadewi/2015)

Dalam Geomorfologi, denudasi adalah istilah yang dipakai untuk


mengindikasikan lepasnya material-material melalui proses erosi dan
pelapukan yang berakibat pada berkurangnya ketinggian (elevasi) dan relief
dari bentuk lahan serta bentang alam.
Proses eksogenik (air, es, dan angin) adalah faktor yang mendominasi
proses denudasi. Denudasi dapat menyebebkan lepasnya partikel-partikel
yang berbentuk padat maupun yang berupa larutan. Secara geomorfologi,
pelapukan mekanis dan pelapukan kimiawi mempunyai hubungan dengan
pembentukkan bentang alam.
Pelapukan fisika atau mekanis adalah semua mekanisme yang dapat
mengakibatkan terjadinya proses pelapukan sehingga suatu batuan dapat
hancur menjadi beberapa bagian yang lebih kecil partikel-partikel yang
lebih halus.
Mekanisme dari proses pelapukan mekanis antara lain adalah abrasi,
kristalisasi es (pembekuan air) dalam batuan, perubahan panas secara cepat
(thermal fracture), proses hidrasi, dan eksfoliasi/pengelupasan yang
disebabkan pelepasan tekanan pada batuan karena perubahan tekanan.

Gambar 2. Contoh pelapukan mekanis


(sumber: sintiadewi/2015)

Pelapukan kimiawi (dikenal juga sebagai proses dekomposisi atau


proses peluruhan) adalah terurai/pecahnya batuan melalui mekanisme
kimiawi, seperti karbonisasi, hidrasi, hidrolisis, oksidasi dan pertukaran ionion dalam larutan. Pelapukan kimiawi merubah komposisi mineral mineral
dalam batuan menjadi mineral permukaan seperti mineral lempung.
Mineral-mineral yang tidak stabil yang terdapat dalam batuan akan dengan
mudah mengalami pelapukan apabila berada dipermukaan bumi, seperti
basalt dan peridotit. Air merupakan agen yang sangat penting dalam
terhadinya proses pelapukan kimia, seperti pengelupasan cangkang
(speriodal weathering) pada batuan. Dibawah ini adalah contoh dari
pelapukan kimiawi.

Gambar 3. Contoh pelapukan kimiawi


(sumber: sintiadewi/2015)

Pelapukan organis dikenal juga sebagai pelapukan biologis dan


merupakan istilah yang umum dipakai untuk menjelaskan proses pelapukan
biologis yang terjadi pada penghancuran batuan, termasuk proses penetrasi
akar tumbuhan kedalam batuan dan aktivitas organisme dalam membuat
lubang-lubang pada batuan (bioturbation), termasuk didalamnya aksi dari
berbagai jenis asam yang ada dalam mineral melalui proses leaching. Pada
hakekatnya pelapukan organis merupakan perpaduan antara proses
pelapukan mekanis dan pelapukan kimiawi. Dibawah ini adalah contoh
daripada pelapukan oeganis.

Gambar 4. Contoh pelapukan organisme


(sumber: sintiadewi/2015)

Hasil akhir dari ketiga jenis pelapukan batuan tersebut diatas dikenal
sebagai soil (tanah). Karena tanah merupakan hasil dari pelapukan batuan
maka berbagai jenis tanah, seperti Andosol, Latosol atau Laterit tergantung
pada jenis batuan asalnya.
Proses pelapukan, baik secara mekanis yang disebabkan antara lain
oleh perubahan temperatur panas , dingin, angin, hujan, es, pembekuan pada
batuan menyebabkan batuan induk mengalami disintegrasi (perombakan)
menjadi bagian yang lebih kecil, sedangkan proses kimiawi yang
disebabkan oleh larutan asam, kelembaban merubah mineral-mineral
menjadi ion-ion, oksidasi besi dan alumina, mineral silika akan
menghasilkan lapisan lapisan lempung.
b. Erosi
Erosi adalah istilah umum yang dipakai untuk proses penghancuran
batuan (pelapukan) dan proses pengangkutan hasil penghancuran batuan.
Proses erosi fisika disebut sebagai proses corration (erosi mekanis)
sedangkan proses erosi kimia disebut dengan corrosion. Agen dari proses
erosi adalah gaya gravitasi, air, es, dan angin. Berdasarkan bentuk dan
ukurannya, erosi dapat dibagi menjadi 5 (lima) yaitu:
1. Erosi alur (Riil erosion)
Erosi alur adalah proses pengikisan yang terjadi pada permukaan
tanah (terain) yang disebabkan oleh hasil kerja air berbentuk alur-alur
dengan ukuran berkisar antara beberapa milimeter hingga beberapa

centimeter. Pada dasarnya erosi alur merupakan tahap awal dari hasil erosi
air yang mengikis permukaan tanah (terrain) membentuk alur-alur sebagai
tempat mengalirnya air. Pada perkembangannya erosi alur akan
berkembang menjadi erosi ravine. Dibawah ini adalah contoh erosi alur.

Gambar 5. Erosi alur


(sumber: faiq_imron/2015)

Erosi alur berupa alur-alur kecil dengan lebar alur berkisar


beberapa centimeter dan terbentuk akibat erosi air.
2. Erosi Berlembar (Sheet Erosion)
Erosi berlembar adalah proses pengikisan air yang terjadi pada
permukaan tanah yang searah dengan bidang permukaan tanah, biasanya
terjadi pada lereng-lereng bukit yang vegetasinya jarang atau gundul.
Dibawah ini adalah contoh gambarnya.

Gambar 6. Erosi berlembar


(sumber: faiq_imron/2015)

3. Erosi drainase (ravine Erosion)

Erosi drainase adalah proses pengikisan yang disebabkan oleh kerja


air pada permukaan tanah (terrain) yang membentuk saluran-saluran dengan
lembah-lembah salurannya berukuran antara beberapa centimeter hinggga
satu meter. Dibawah ini adalah contoh gambarnya.

Gambar 7. Erosi drainase


(sumber: faiq_imron/2015)

4. Erosi saluran (gully erosion)


Erosi saluran adalah erosi yang disebabkan oleh hasil kerja air pada
permukaan tanah yang membentuk saluran-saluran dengan ukuran lebar
lembahnya lebih besar 1 (satu) meter hingga beberapa meter. Dibawah ini
adalah contoh gambarnya.

Gambar 8. Erosi saluran


(sumber: faiq_imron/2015)

5. Erosi lembah (valley erosion)


Erosi lembah adalah proses dari kerja air pada permukaan tanah
(terrain) yang berbentuk saluran-saluran dengan ukuran lebarnya diatas
sepuluh meter. Dibawah ini adalah contoh gambarnya.

Gambar 9. Erosi lembah


(sumber: faiq_imron/2015)

c. Gerakan Massa (Mass Wasting)


Mass Wasting adalah semua pengangkutan massa puing-puing batuan
menuruni lereng akibat pengaruh langsung tenaga gravitasi melalui proses
rayapan (creep), luncuran (slide), aliran (flow), rebah (topple), dan jatuhan
(fall). Mass wasting umumnya terjadi di daratan maupun di lautan terutama
di lereng benua. Dibawah ini adalah contoh gambarnya.

Gambar 10. Contoh mass wasting / gerakan massa


(sumber: faiq_imron/2015)

d. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranport
oleh media air, angin, es / gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di
mulut-mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan Sand Dunes yang terdapat di

10

gurun-gurun dan di tepi pantai adalah hasil dari pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh angin.

Gambar 11. Sontoh beberapa sedimentasi


(sumber: penulis/2015)

Bentangalam yang ada saat ini adalah hasil dari proses proses geologi
yang terjadi di masa lampau. Pada saat ini proses proses geologi (endogenik
dan eksogenik) tetap berlangsung dan secara berlahan dan pasti akan
merubah bentuk bentang alam yang ada saat ini. Proses proses eksogen yang
terjadi di permukaan bumi dapat dikelompokkan berdasarkan agen/media
yang mempengaruhinya, yaitu air, angin, gletser dan iklim.
e. Agen Geomorfologi
Proses proses utama yang bertanggungjawab yang terjadi di
permukaan bumi untuk kebanyakan bentuk-bentuk permukaan bumi adalah
angin, gelombang, pelapukan, mass wasting, air bawah tanah, air
permukaan, gletser, tektonik dan volkanisme. Apabila air jatuh keatas
permukaan bumi, maka beberapa kemungkinan dapat terjadi. Air akan
terkumpul sebagai tumpukan salju didaerah-daerah puncak pegunungan
yang tinggi atau sebagai gletser.
Ada pula yang terkumpul didanau-danau. Yang jatuh menimpa
tumbuh- tumbuhan dan tanah, akan menguap kembali kedalam atmosfer
atau diserap oleh tanah melalui akar-akar tanaman, atau mengalir melalui
sistim sungai atau aliran bawah tanah.

11

2. Agradasi
Agradasi merupakan proses eksogenik yang mengakibatkan naiknya
permukaan bumi karena adanya proses pengendapan material hasil proses
degradasi. Agradasi berlaku pada tempat dimana pengangkutan air, angin, dan
glasial.
Agradasi atau pengendapan adalah akibat kehilangan daya transportasi
dari transporting agent, dan pengendapan kecenderungan untuk meratakan
permukaan bumi dengan cara mengisi depresi pada permukaan bumi. Meskipun
umumnya erosi dapat perhatian yang lebih banyak, efek dari pada pengendapan
tidak dapat diabaikan dan cukup penting.
B. Proses Endogen
Proses Endogen adalah prosesproses yang berasal dari dalam bumi.proses
endogen ini dibedakan menjadi dua, yaitu diastrofisme dan vulkanisme:
a. Diastrofisma: termasuk proses endogen yang disebabkan oleh energi yang
terdapat dari dalam bumi. Diastrofisma mempunyai kecenderungan
membentuk relief pada permukaan bumi dan dengan demikian merupakan
kekuatan yang melawan proses-proses gradasi. Proses diastrofisma dibagi
dalam dua tipe, yaitu orogenesa dan epirogenesa. Epirogenesa adalah
pengangkatan atau penurunan bagian muka bumi yang luas secara
perlahan-lahan. Orogenesa adalah proses pengangkatan dan penurunan
bagian dari muka bumi dan disertai dengan proses pengangkatan,
perlipatan, pensesaran, dan kadang disertai intrusi.
b. Volkanisma merupakan proses endogen yang disebabkan oleh gerakan
magma ke permukaan bumi. Hasil dari vulkanisma ini merupakan batuan
beku dan bentuklahan yang terbentuk dapat berupa kubah-kubah, gunung
api dsb.
1.6.

Pola Aliran
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai

dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif

12

serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran,


pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi
sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena
kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai
dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan
batuan terhadap erosi.
Dibawah ini ada beberapa contoh dari pola aliran sungai:
a. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan
arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan
tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan
perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang
homogen. Berikut adalah contoh gambarnya:

Gambar 12. Pola aliran dendritik


(sumber: lu-nu.blogspot.com/2014)

b. Rectangular: Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan


antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola
aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan. Berikut adalah
contoh gambarnya:

13

Gambar 13. Pola aliran rectangular


(sumber: mataratu22.blogspot.com/2013)

c. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada
sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.
Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,
isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat
pantai. Berikut adalah contoh gambarnya:

Gambar 14. Pola aliran paralel


(sumber: www.klikgeografi.blogspot.com/2013)

d. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus,
sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan
sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara
yang lunak dan resisten. Berikut adalah contoh gambarnya:

14

Gambar 15. Pola aliran trellis


(sumber: dwiegalihbuntal.blogspot.com/2014)

e. Deranged: pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai
pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah
mencirikan daerah glacial bagian bawah. Berikut adalah contoh gambarnya:
f. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.
Berkembang pada vulkan atau dome. Berikut ini adalah contoh dari
gambarnya:

Gambar 16. Pola aliran radial sentrifugal


(sumber: lu-nu.blogspot.com/2014)

g. Radial Sentripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.


Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya. Berikut
adalah contoh gmbarnya:

Gambar 17. Pola aliran radial sentripetal

15

(sumber: andimanwno.wordpress.com/2015)

h. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk


sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang
berseling antara lunak dan keras. Berikut adalah contoh gambarnya:

Gambar 18. Pola aliran annular


(sumber: mataratu22.blogspot.com/2013)

i. Pinnate: Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai
membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat
pada bukit yang lerengnya terjal. Berikut adalah contoh gambarnya:

Gambar 19. Pola aliran pinnate


(sumber: polaaliransungai.blogspot.com/2012)

j. Memusat / Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai


utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi.
Berikut adalah contoh gambarnya:

16

Gambar 20. Pola aliran multibasinal


(sumber: www.genborneo.com/2013)

BAB II
BENTANG ALAM

Bentang alam (Inggris: landform) adalah suatu unit geomorfologis yang


dikategorikan berdasarkan karateristik seperti elevasi, kelandaian, orientasi,
stratifikasi, paparan batuan, dan jenis tanah. Jenis-jenis bentang alam antara lain
adalah bukit, lembah, tanjung, dll, sedangkan samudra dan benua adalah contoh
jenis bentang alam tingkat tertinggi.

2.1.

Bentang Alam Vulkanik


Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang proses pembentukannya

dikontrol oleh proses vulkanisme, yaitu proses keluarnya magma dari dalam bumi
yang biasanya dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone).
Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme, yaitu:
a. Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya
akan gas, bersifat kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya

17

menghasilkan material piroklastik dan membentuk gunung api yang tinggi


dan terjal.
b. Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit
mengandung gas, magma encer dan

ledakan lemah. Vulkanisme ini

biasanya menghasilkan gunung api yang rendah dan berbentuk perisai,


misalnya Dieng.
c. Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak
kental. Vulkanisme ini menghasilkan gunung api strato, misalnya Gunung
Merapi dan Merbabu.
Tipe gunung api ada beberapa macam yaitu sebagai berikut:
1. Tipe Hawaii
Dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, yang dalam
perkembangannya akan membentuk tipe gunung api perisai. Sifat
magmanya yang sangat cair memungkinkan terjadinya lava mancur, yang
disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava. Dimana lava yang banyak
mengandung banyak gas, sehingga bersifat ringan, akan terlempar ke atas,
sedang yang berat akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di
gunung api perisai di Hawaii, seperti di Kilauea dan Maunaloa.
Meskipun panas yang dikeluarkan cukup banyak, tetapi permukaan
danu lava senantiasa cair. Tipe Hawii juga didapatkan di Islandia,
dibedakan dengan yang di Hawaii adalah berdasarkan ketinggian dan
besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe ini membentuk gunung api yang
berketinggian lebih dari 1000 m dan mempunyai sudut sudut lereng besar,
sedangkan di Islandia umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan
membentuk datar tinggi.

Gambar 21. Gunung api tipe hawaii


(sumber: geoenviron.blogspot.com/2012)

18

2. Tipe Stromboli Sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunung api
lainnya yang sedang meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke
arah permukaan sering dijumpai letusan pendek yang disertai ledakan.
Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan
bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli adalah rendah.

Gambar 22. Tipe gunung stromboli


(sumber: dnobel.blogspot.com/2012)

3. Tipe Vulkano sangat khas dengan pembentukan awan debu berbentuk


bunga kol, karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di
atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas sedang dan lavanya kurang
begitu cair. Dan disamping dikeluarkan awan debu, tipe ini juga
menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan
menjadi tipe Vulkano kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano lemah
(G. Bromo, G. Raung). Peralihan antara kedua tipe inipun dijumpai, di
Indonesia misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak Bromo.

Gambar 23. Gunung api tipe vulkano


(sumber: goestiqball.com/2012)

4. Tipe Merapi dicirikan dengan lavanya yang cair-kental, dapur magma yang
relatif dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat lavanya
tersebut, apabila magma naik ke atas melalui pipa kepundan, maka akan
terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di bagian bawahnya

19

masih cair. Sedang semakin tingginya tekanan gas karena pipa kepundan
tersumbat akan menyebabkan sumbat tersebut hancur ketika terjadi
letusan, dan akan terbentuk awan panas letusan.

Gambar 24. Tipe gunung merapi


(sumber: sintiadewi/2015)

5. Tipe Pelee mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe
Merapi. Tetapi tekanan gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah
peletusan gas ke arah mendatar. G. Pelee pernah meletus pada 8 Mei 1902,
menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan awan panas bersuhu antara
2100 2300C. Kecepatan luncurnya yang tinggi, sekitar 150 m/detik,
mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan
30.000 jiwa menjadi korban.

Gambar 25. Tipe pelee


(sumber: bdewanti12.blogspot.com)

6. Tipe St. Vincent lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada
kawah terdapat danau kawah, yang sewaktu terjadi letusan akan
dimuntahkan ke luar dengan membentuk lahar letusan. Setelah danau
kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas gunung api berupa
bom, lapili dan awan pijar. Suhu lahar letusan adalah sekitar 1000C.

20

Contoh tipe ini di Indonesia adalah G. Kelud yang meletus pada tahun
1906 dan 1909.

Gambar 26. Tipe saint vincent


(sumber: redblacksquad.wordpress.com/2012)

7. Tipe Perret atau tipe Plinian dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat
kuat, disamping lavanya yang cair. Bersifat merusak dan diduga ada
kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera gunung api.
Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM), yaitu terhadap G.
Vesivius, sehingga namanya diabadikan untuk tipe letusan gunung api.
Contoh dari tipe ini adalah G. Vesivius, yang sebelum meletus mempunyai
ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah terjadi letusan, ketinggian sisa hanyalah
1.186 m, sehingga sekitar 149 m dihembuskan ke atas oleh suatu kekuatan
yang luarbiasa besarnya. Contoh di Indonesia adalah G. Krakatau yang
meletus pada tahun 1883.

Gambar 27. Tipe perret atau tipe plinian


(sumber: geoenviron.blogspot.com/2012)

2.1.1. Bentuklahan Vulkanik


Macam-Macam Bentuk Lahan Vulkanik berdasarkan (Van Zuidam,
1985) yaitu sebagai berikut:

21

1. Kepundan (simbol: V1), Kepundan merupakan lubang keluarnya isi dari

dapur magma, yang mengeluarkan lava dan lahar.

Gambar 28. Kepundan


(sumber: simplenews05.blogspot.com/2013)
2. Kerucut gunung api (simbol: V2), merupakan bagian tubuh gunungapi

paling atas yang langsung mendapat material dari kawah saat terjadi
erupsi
3. Lereng gunung api (simbol: V3), merupakan satuan bentuklahan yang

terdapat di bawah kerucut gunungapi, dengan proses dominan berupa


pengangkutan material secara gravitatif dan oleh tenaga air.
4. Kaki gunungapi (simbol: V4), dicirikan oleh lereng yang agak curam

sampai agak landai. Kaki gunungapi didominasi oleh pengendapan


materi gunungapi misalnya yang melalui lembah-lembah sungai.
5. Dataran kaki gunung api (simbol: V5), merupakan satuan bentuklahan

yang lebih datar dan terbentuk dari pengendapan material oleh proses
fluvial.

Gambar 29. Kerucut, lereng, kaki, dataran kaki gunung api


(sumber: geo.ugm.ac.id/wpcontent/uploads/2014/02/kerajaan%20merapi.pdf)

22

6. Dataran kaki fluvio gunung api (simbol: V6), merupakan satuan

bentuklahan dengan topografi datar dan terbentuk oleh pengendapan


dari proses fluvial
7. Padang lava (simbol: V7)
8. Lelehan lava (simbol: V8)
9. Aliran lahar (simbol: V9), lava terbentuk oleh adnya aliran lava

melalu lembah-lembah dan hasil erupsi gunungapi


10. Dataran antar gunungapi (simbol: V10), yaitu dataran yang terbentuk
diantara dua gunung apai, dengan jarak yang relatif jauh.
11. Leher gunung api (simbol: V11)
12. Boca (simbol: V12), suatu kubah yang terbentuk akibat aktivitas

magma yang keluar dibagian samping/tengah.


13. Kerucut parasiter (simbol: V13), adalah kerucut anakan yang

mendampingi kerucut utama gunungapi.


2.2.

Bentang Alam Denudasional


Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan cukup jauh,

akan mengurangi semua ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar


seragam. Dalam hal ini, proses yang utama adalah degradasi, pelapukan, dan
pelepasan material, pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan oleh
berbagai proses erosi dan gerakan tanah. Kebalikan dari degradasi adalah
agradasi, yaitu berbagai proses eksogenik yang menyebabkab bertambahnya
elevasi permukaan bumi karena proses pengendapan material hasil proses
degradasi.
Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses
pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri prosespengendapan. Semua
proses pada batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan
menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang
berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke
daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian terendapkan.

23

Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya adalah erosi atau
tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya, vegetasi, dan relief.
Faktor-Faktor Pembentuknya
a. Pengendapan (sedimentation)
b. Proses-proses pelapukan (weathering)
c. Erosi / pengikisan dan gerak masa batuan (erosion and mass movement)
2.2.1. Bentuklahan Denudasional
Macam-Macam Bentuk Lahan Denudasional berdasarkan (Van Zuidam,
1985) yaitu sebagai berikut:
1. Pegunungan terkikis (simbol: D1),

Karakteristik umum unit

mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat curam


(55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi
(relief) > 500 m. Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal
berbentuk V karena proses yng dominan adalah proses pendalaman
lembah (valley deepening).

Gambar 30. Pegunungan denudasional yang terkikis


(Sumber: www.australia.com/2013)

2. Perbukitan terkikis (simbol: D2), Mempunyai topografi berbukit dan


bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 > 55%, perbedaan
tinggi (relief lokal) antara 50 - 500 m.Terkikis sedang hingga kecil
tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami
maupun tata guna lahan.

24

Gambar 31. perbukitan denudasional yang terkikis


(Sumber : www.geoenviron.blogspot.com/2012)

3. Bukit sisa (simbol: D3), Apabila bagian depan (dinding) pegunungan /


perbukitan mundur akibat proses denudasi dan lereng kaki bertambah
lebar secara terus menerus akan meninggalkan bentuk sisa dengan
lereng dinding yang curam.
Bukit sisa terpisah atau inselberg tersebut berbatu tanpa penutup lahan
(barerock) dan banyak singkapan batuan (outcrop). Kenampakan ini
dapat terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada
sekelompok pegunungan/perbukitan, dan mempunyai bentuk membulat.

Gambar 32. Bukit sisa


(sumber. Sintiadewi/2015)

4. Perbukitan terisolir (simbol: D4)


5. Dataran nyaris (simbol: D5), Akibat proses denudasional yang bekerja
pada pegunungan secara terus menerus, maka permukaan lahan pada
daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan

25

yang hamper datar yang disebut dataran nyaris (peneplain). Dataran


nyaris dikontrol oleh batuan penyusunan yang mempunyai struktur
berlapis (layer). Apabila batuan penyusun tersebut masih dan
mempunyai permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut
permukaan planasi.

Gambar 33. dataran nyaris


(sumber: sintiadewi/2015)

6. Kaki lereng (simbol: D6), Mempunyai daerah memanjang dan relatif


sermpit terletak di suatu pegunungan/perbukitan dengan topografi
landai hingga sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi pada kaki
pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan
lereng kaki langsung berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan
lereng kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya
yang diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih rendah.

Gambar 34. kaki lereng


(Sumber: sintiadewi/2015)

7. Kipas rombakan lereng (simbol: D7)


8. Gawir (simbol: D8), tebing curam hasil penelanjangan permukaan.
9. Lahan rusak (simbol: D9), Merupakan daerah yang mempunyai
topografi dengan lereng curam hingga sangat curam dan terkikis sangat

26

kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah yang dalam dan


berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses
erosi parit (gully erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan
batuan muncul ke permukaan (rock outcrops).

Gambar 35. Lahan rusak


(sumber: movtif.blogspot.com/2014)

2.3.

Bentang Alam Struktural


Bentang alam struktural merupakan kenampakan morfologi yang

pembentukannya dikontrol sepenuhnya oleh struktur geologi daerah yang


bersangkutan. struktur yg dominan merupakan struktur sekunder, atau struktur yg
terbentuk setelah batuannya ada. struktur ini dapat berupa sesar, lipatan dan kekar.
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau
proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pergeran. Gaya ini
bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan
muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural.
Bentukan ini dihasilkan dari struktur geologi. Terdapat dua tipe utama
struktur geologi yang memberikan kontrol terhadap geomorfologi yaitustruktur
aktif yang menghasilkan bentukan baru, dan struktur tidak aktif yang merupakan
bentuk lahan yang dihasilkan oleh perbedaan erosi masa lalu. Satuan
geomorfologi dari bentukan ini ada 13 macam, yaitu blok pegunungan patahan,
blok

perbukitan

patahan,

pegunungan

antiklinal,

perbukitan

antiklinal,

pegunungan sinklinal, perbukitan sinklinal, pegunungan monoklinal, perbukitan


monoklinal, pegunungan kubah, perbukitan kubah, dataran tinggi, lembah
sinklinal, dan sembul.

27

2.3.1. Bentuklahan Struktural


Macam-Macam Bentuk Lahan Struktural berdasarkan (Van Zuidam,
1985) yaitu sebagai berikut:
1. Pegunungan blok sesar (simbol: S1), adalah pegunungan yang tersusun
dari batuan klastik, ditandai oleh berbagai bentuk patahan, misalnya:
graben, sembul, triangle facet,dan sebagainya.

Gambar 36. Pegunungan blok sesar


(sumber: darkwing.uoregon.edu/2014)

2. Gawir sesar (simbol: S2), yaitu tebing patahan memanjang, terjadi


karena adanya dislokasi.

Gambar 37. Gawir sesar


(Sumber: sintiadewi/2015)

3. Pegunungan antiklinal (simbol: S3)


4. Perbukitan antiklinal (simbol : S4). Pegunungan/Perbukitan antiklinal
adalah pegunungan yang tersusun dari batuan plastis, terjadi atas unitunit punggung lipatan. lembah yang terdapat dipuncak antiklin setelah
tererosi adalah combe
5. Perbukitan atau pegunung ansinklinal (simbol: S5), tersusun dari batuan
plastis, terdiri atas lembah-lembah lipatan
6. Pegunungan monoklinal (simbol: S6), adalah pegunungan lipatan yang
terjadi karena adanya tekanan pada satu titik saja yang tingginya >500m

28

disebutpegunungan monoklinal, <500m disebut perbukitan monoklinal.


monoklinal(homoklinal yang lerengnya 11disebut cuesta.
7. Pegunungan atau perbukitan kubah (simbol: S7), adalah pegunungan /
perbukitan tunggal yang lerengnya landai, trjadi karena proses
updoming. kubah yang berstadia dewasa dipuncaknya terdapat sistem
lembah berbentuk segitiga (triangle facet) yang disebut flat iron.
8. Pegunungan atau perbukitan plato (simbol: S8). Pegunungan /
perbukitan plato, merupakan tanah datar dengan struktur horizontal,
dengan ketinggian >500 m untuk pegunungan dan <500m untuk
perbukitan. pada umumnya dikelilingi oleh klompok volkan atau
rangkaian pegunungan.
9. Lembah antiklinal (simbol: S9)

Gambar 38. Lembah antiklinal


(sumber: faiq_imron/2015)

10. Hogback atau cuesta (simbol : S10)

Gambar 39. hogback cuesta


(Sumber: earthlearningidea.blogspot.com/2014)

2.4.

Bentang Alam Fluvial


Bentang alam fluvial adalah bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh

aktifitas aliran (streams). Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam

29

baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk


permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan
air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi
(sheet water).
1. Stadia sungai, terdapat 5 macam perkembangan sungai yaitu:
a. Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola
aliran yang teratur seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan
awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai yang mengalami
pengangkatan atau di atas permukaan lava yang masih baru.

Gambar 40. Stadia awal


(sumber: faiq_imron/2015)

b. Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi ke


arah vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf
"V". Air terjun dan aliran yang deras mendominasi.

Gambar 41. Stadia muda


(Sumber: http://geograph88.blogspot.com/2013/06/tahapperkembangan-sungai.html)

30

c. Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood


plain) kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai
sudah memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju
erosi lateral.

Gambar 42. Stadia dewasa


(Sumber: http://geograph88.blogspot.com/2013/06/)

d. Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh meander
dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa mulai
terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi
vertikal. Pada stadia ini pengaruh tenaga eksogen sangat kuat, sehingga
kadang-kadang struktur asli telah hilang. Bentuk lahan yang
mempunyai stadia tua kadang-kadang dapat mengalami peremajaan
(rejuvenation) sebagai akibat pengaruh tenaga endogen yang bersifat
membangun.

Gambar 43. Stadia tua


(Sumber: http://geograph88.blogspot.com/2013/06)

e. Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali


didominasi oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi
akibat terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai

31

kembali menjadi stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai


terjadi ketika tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan
muka air laut dan pengangkatan daratan.

Gambar 44. Stadia rejuvinasi


(sumber: sintiadewi/2015)

2. Faktor-Faktor Pengontrol
Faktor-faktor pengontrol pembentukan fluvial dipengaruhi oleh:
a. Proses erosi adalah gaya melebar air yang mengalir disatas
permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya lembahlembah.
b. Proses transporasi adalah proses perpindahan / pengangkutan
material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh
tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya
gravitasi.
c. Proses sedimentasi terjadi bila terjadi ketika sungai tidak mampu
lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut
semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan
diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material
yang lebih halus.
d. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, dapa berupa air
lapisan, yang mengisi ruang ruang pada agregat tanah,atau air celah
yang mengisi retakan-retakan tanah / batuan.
e. Sungai adalah sistem aliran yang terdapat di permukaan bumi yang
berasal dari sumber air
f. Topografi Hasil Deposisi Aliran atau Penimbunan
2.4.1. Bentuklahan Fluvial

32

Pada bentuk lahan Fluvial terdapat Macam-Macam Bentuk Lahan Asal


Fluvial dan dapat dibedakan berdasarkan (Van Zuidam, 1985) yaitu sebagai
berikut:
1. Dataran aluvial (simbol: F1), yaitu merupakan dataran yang terbentuk
akibat proses-proses geomorfologi yang lebih didominasi oleh tenaga
eksogen yaitu antara lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan, topografi
dan suhu, yang semuanya akan bisa mempercepat proses pelapukan dan
erosi pada dataran aluvial. Tanah aluvial memiliki manfaat di bidang
pertanian salah satunya untuk mempermudah proses irigasi pada lahan
pertanian.

Gambar 45. dataran alluvial


(sumber : http://pengetahuangeologi.blogspot.com/2013/02/)

2. Rawa, danau, rawa belakang (simbol: F2), bagian dari dataran banjir
dimana simpanan tanah liat menetap setelah banjir.

Gambar 46. Rawa


(Sumber: http://pencariilmu-goresantinta.blogspot.com/2010/06/)

3. Dataran banjir (simbol: F3), berupa dataran yang luas yang berada pada
kiri kanan sungai yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir
sungai tersebut. Umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur.

33

Gambar 47. Dataran banjir


(Sumber: http://pengetahuangeologi.blogspot.com/2013/02/ )

4. Tanggul alam (simbol: F4), Tanggul yang terbentuk akibat banjir sungai di
wilayah dataran rendah yang berperan menahan air hasil limpasan banjir
sehingga terbentuk genangan yang dapat kembali lagi ke sungai.
5. Teras sungai (simbol: F5), terbentuk berpasangan disebelah kanan dan kiri
sungai, melalui pengikisan sungai lagi (rejuvinasi)
6. Kipas aluvial (simbol: F6), berupa suatu onggokan material lepas,
berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan
suatu gawir.

Gambar 48. kipas alluvial


(sumber : http://pengetahuangeologi.blogspot.com/2013/02/ )

7. Gosong (simbol: F7), endapan sungai yang berada di tengah atau badan
sungai.
8. Delta (simbol: F8), Delta adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai
pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level.

34

Gambar 49. Delta


(sumber: www.kpbs.org/2015)

9. Dataran delta (simbol: F9), delta dengan bentuk dataran yang luas.

2.5.

Bentang Alam Eolian


Bentang alam eolian adalah bentuklahan yang dihasilkan oleh gerakan udara

(angin). Angin merupakan salah satu agensia yang menyebabkan proses erosi setelah
air, gelombang dan es. Bentuklahan asal eolin ini umumnya berkembang di daerah
beriklim kering (arid). Proses erosi yang disebabkan oleh kerja angin terjadi dengan
dua mekanisme antara lain deflasi dan abrasi.
Deflasi merupakan proses pelepasan materi akibat gerakan air sehingga
material tersebut berpindah baik dengan menggelinding, merayap, melompat, maupun
terbang. Sedangkan abrasi adalah proses pengikisan yang disebabkan oleh adanya
material halus yang dibawa oleh angin menabrak material lain sehingga material
tersebut terkikis. Angin hanya mengangkut material yang ringan dengan besar butir
paling kecil, sehingga bentuklahan asal eolin ini tersusun atas materi lepas-lepas dengan
tekstur halus.
Faktor-Faktor Pengontrol
Bentuklahan asal proses eolin dapat terbentuk dengan baik jika
memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Tersedia material berukuran pasir halus hingga pasir kasar dengan
jumlah yang banyak
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan
pasir tersebut
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek yang
lain.

35

Endapan

oleh

angin

terbentuk

oleh

adanya

pengikisan,

pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin.


Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir (sandunes),
dan endapan debu (loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek
utama,yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang
terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir
terdapat batuan. Pada hakekatnya bentuklahan asal proses eolin dapat
dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Erosional, contohnya : lubang angin dan lubang ombak
2. Deposisional, contohnya : gumuk pasir (sandunes)
3. Residual , contohnya : lag deposit, deflation hollow , dan panas.
2.5.1. Bentuklahan Eolian
Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Denudasional berdasarkan (Van
Zuidam, 1985) yaitu sebagai berikut :
1. Gumuk pasir (simbol: E1), adalah gundukan bukit atau igir dari pasir
yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang
memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk
mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan
tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah
arid (kering).
Bentuk gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktorfaktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan
keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah
bentuk sabit (barchans), melintang (transverse), memanjang parabola
(parabolik), bintang (star dune).

Gambar 50. Gumuk pasir

36

(sumber: sintiadewi/2015)

2. Gumuk pasik barchan (simbol: E2), Gumuk pasir ini bentuknya


menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki
barrier. Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin
lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang
membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang
tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara 5-15
meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin
tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga terbentuk
gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai
daripada dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin.

Gambar 51. Barchan


(sumber: www.schweich.com/2013)

3. Gumuk pasir pararel (simbol: E3), yaitu bentuk gumuk pasir yang
sejajar.
2.6.

Bentang Alam Karst


Karst adalah sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya

dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan,


dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu
gamping. Dengan cirri-ciri sebagai berikut :
1. Daerahnya berupa cekungan-cekungan.
2. Terdapat bukit-bukit kecil.
3. Sungai-sungai yang nampak dipermukaan hilang dan terputus ke dalam
tanah.
4. Adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah

37

5. Adanya endapan sedimen lempung berwama merah hasil dari pelapukan


batu gamping.
6. Permukaan yang terbuka nampak kasar, berlubang-lubang dan runcing.
Faktor-Faktor Pengontrol
Terdapat dua factor pengontrol yang mempengaruhi terbentuknya
bentang alam kart yaitu:
1. Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst
meliputi ketebalan batugamping, porositas dan permeabilitas
batugamping serta intensitas struktur (kekar) yang mengenai batuan
tersebut.
a. Ketebalan Batugamping
b. Porositas dan Permeabilitas
c. Intesitas Struktur Terhadap Batuan
2. Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi
adalah kondisi kimia batuan dan kondisi kimia media pelarut.
a.
b.
c.
d.

Kondisi Kimia Batuan


Kondisi Kimia Media Pelarut
Faktor Biologis
Faktor Iklim dan Lingkungan

2.6.1. Bentuklahan Karst


Berikut ini Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Karst yang
berdasarkan (Van Zuidam, 1985) yaitu sebagai berikut :
1. Dataran karst (simbol: K1), Merupakan bentuk datar pada permukaan
batugamping akibat adanya proses pelarutan, penggerusan atau karena
proses lain atau Suatu bentuk lahan yang relatif datar dengan struktur
horisontal pada daerah karts dan lebih tinggi daripada daerah
sekitarnya.
Lereng datar sampai agak miring, jenis batuan sedimen kapur.
Material permukaan dari liat sampai pasir, drainase baik, jenis tanah
Mediterandan Renzina.

38

Gambar 52. Dataran karst


(sumber: aditgeoholic.blogspot.com/2013)

2. Kubah karst (simbol: K2), kenampakan permukaan karst yang


berbentuk seperti kerucut berupa bukit sisa proses pelarutan.

Gambar 53. Kubah karst


(sumber: geo.fis.unesa.ac.id/2013)

3. Lereng perbukitan (simbol: K3)


4. Perbukitan sisa karst (simbol: K4), merupakan perbukitan hasil dari sisa
pelarutan dengan berbagai macam variasi bentuk seperti menara karst
dan kerucut karst.

Gambar 54. perbukitan karst


(Sumber: toba-geoscience.blogspot.com/2013)

5. Uvala atau polye (simbol: K5), uvala merupakan depresi tertutup yang
besar, terdiri dari gabungan beberapa doline, lantai dasarnya tidak rata.

39

Polje merupakan depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan
dinding yang curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang
searah jurus perlapisan atau zona lemah structural.

Gambar 55. uvala dan polye


(sumber: sintiadewi/2015)

6. Ledok karst (simbol: K6) yaitu lubang karst (doline) dengan lebar lebih
dari 1 km.
7. Doline (simbol: K7), Yaitu depresi tertutup hasil pelarutan denagn
diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer,
kedalamannya mencapai ratusan meter dan bentuknya dapat bundar
atau lonjong (oval).

Gambar 56. stalagtit dan doline


(sumber: sintiadewi/2015)

2.7.

Bentang Alam Glasial atau Gletser


Bentang alam glasial adalah bentang alam yang berhubungan dengan

proses glasial, dimana proses glasial itu tenaga yang berpengaruhnya adalah
Gletser.
Gletser adalah massa es dan tubuh es yang terbentuk karena rekristalisasi
dari salju dan lelehan air yang secara keseluruhan atau sebagian teletak dalam
suatu lahan dan memberikan kenampakan tersendiri, yaitu suatu bentukan

40

gerakan. Beberapa hal yang penting dalam gletser diantaranya adalah Keadaan
daerah, Proses, dan endapan yang terbentuk di tepi perbatasan gletser (moraine).
Faktor-Faktor Pengontrol terjadinya lahan Glasial adalah :
1. Tingginya tingkat presipitasi
2. Suhu lingkungan yang rendah
3. Pada musim dingin es terakumulasi dalam jumlah besar
4. Tingkat peleburan yang rendah
2.7.1.

Bentuklahan Glasial atau Gletser


Bentuk lahan glasial terdiri atas beberapa yang antara lain adalah :

1. Perbukitan / dataran morena (simbol: G1), adalah perbukitan atau


dataran hasil dari pecahan-pecahan batuan yang dibawa oleh gletser.
2. Dataran teras glasial (simbol: G2)
3. Lembah cirques (simbol: G3)
Tipe-tipe gletser
a. Valley Glacier, Merupakan Glacier yang mengalir pada suatu lembah
dan dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Pada valley glacier juga terdapat ankak-anak sungai. Valley Glacier
terdapat pada alpine glaciation.

Gambar 57. valley glacier


(sumber: sintiadewi/2015)

b. Ice Sheet, Merupakan masa es yang tidak mengalir pada valley


glacier tetapi menutup daratan yang luas biasanya > 50000 km2

41

Gambar 58. Ice Sheet


(sumber: polarfield.com/2012)

c. Ice Cap, Ice sheet yang lebih kecil terdapat pada daerah seperti
valleyglacier dilaut arktik, canada, rusia, dan dataran Siberia.

Gambar 59. ice cup


(sumber: sintiadewi/2015)

d. Ice Berg, Ice sheet yang bergerak kebawah karena pengaruh gravitasi
dan akhirnya hilang dalam jumlah yang besar Berdasarkan relief,
tinggi permukaan dan curah hujan .

Gambar 60. ice berg


(sumber: sintiadewi/2015)

2.8.

Bentang Alam Marine


Bentang alam marine dikontrol oleh aksi alamiah yang bekerja secara terus

menerus. Pada dasarnya dapat dikelompokan 2 macam alksi alamiah yaitu yang

42

bersifat menghancurkan (desdruktif) dan yang bersifat membangun (kontruktif /


depositional).

Gambar 61. bentang alam marine


(sumber: sintiadewi/2015)

Faktor-Faktor Pengontrol
Tenaga yang mengontrol proses pembentukan pantai, baik secara langsung
maupun tidak langsung ada beberapa macam, yaitu gelombang laut, arus litoral,
pasang naik dan pasang surut, tenaga es, dan kegiatan organisme laut.
1. Gelombang Air Laut
Gelombang dapat terjadi dengan beberapa cara, misalnya
longsoran tanah laut, batu yang jatuh dari pantai curam, perahu atau kapal
yang sedang lewat, gempa bumi di dasar laut, dan lain sebagainya.
Diantaranya adalah gelombang yang disebabkan oleh angin. Angin akan
berhembus dengan kencang apabila terjadi ketidakseimbangan tekanan
udara. Karena tekanan yang tidak sama di permukaan air itulah yang
menyebabkan permukaan air berombak.
Adanya gelombang ini sangat penting dalam perkembangan garis
pantai.
2. Arus Litoral
Selain gelombang air laut, arus litoral juga merupakan tenaga air
yang sangat penting pengaruhnya dalam pembentuka garis pantai.
Pengaruh arus litoral terhadap perkembangan garis pantai dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu tekanan atau kekuatan angin, kekuatan gelombang
laut, kedalaman air, dan bentuk pantainya.

43

Apabila bentuk pantainya landai dan proses pengendapannya


cukup besar, maka arus litoral mempunyai pengaruh yang sangat penting
sebagai tenaga pengangkut. Jika hasil pengendapan terangkut dari
permukaan air yang dangkal menuju permukaan air yang lebih dalam,
maka arus litoral merupakan tenaga yang sangat efektif dalam proses
pengendapan di pantai.
3. Pasang Naik dan Pasang Surut
Pengaruh pasang-surut yang terpenting terhadap pembentukan
pantai

adalah

naik-turunnya

permukaan

air

laut

dan

kekuatan

gelombangnya.
Apabila gelombang besar terjadi pada saat pasang naik akan
merupakan tenaga perusak yang sangat hebat di pantai. Arus air yang
ditimbulkan oleh pasang naik dan pasang surut akan bergerak melalui
permukaan terbuka dan sempit serta merupakan tenaga pengangkut
endapan daratan yang sangat intensif.
4. Tenaga Es
Pengaruh tenaga es yang terpenting yaitu adanya pengkerutan es
dan pemecahan atau pencairan es. Air yang berasal dari bawah akan naik
dan mengisi celah-celah dan akhirnya akan membeku. Apabila terjadi
perubahan iklim, maka es akan mencair sehingga permukaan airnya akan
bertambah besar.
5. Organisme
Jenis binatang laut yang sangat penting dalam proses pembentukan
garis pantai beserta perubahannya salah satunya yaitu binatang karang.
Binatang karang yang paling banyak membentuk batuan karang ialah
golongan polyps. Polyps merupakan jenis binatang karang yang sangat
kecil yang hidup dengan subur pada air laut yang memiliki kedalaman
antara 35-45 meter.
Jenis makhluk hidup lain yang berpengaruh pada perkembangan
pantai ialah tumbuh-tumbuhan ganggang (algae). Ganggang merupakan

44

jenis mikro flora yang dapat membantu pengendapan dari larutan yang
mengandung kalsium karbonat menjadi endapan kapur.
2.8.1. Bentuklahan Marine
Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Marine berdasarkan (Van Zuidam,
1985) yaitu sebagai berikut:
1. Gisik (simbol: M1), Gisik adalah wilayah pantai yang material batuan
atau tanahnya berupa pasir. Kawasan pantai yang material batuannya
bukan pasir seperti batu gamping atau batu vulkanis yang tidak
berwujud pasir tidak dapat disebut gisik.
2. Dataran pantai (simbol: M2), yaitu dataran yang berada dekat dengan
patai, terdiri dari material pasir.
3. Beting pantai (simbol: M3)
4. Laguna (simbol: M4), sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh
penghalang yang berupa pasir, batu karang atau semacamnya. Jadi air
yang tertutup di belakang gugusan karang atau di dalam atol disebut
laguna.

Gambar 62. Laguna


(sumber: www.lagunaphuketweddings.com/2012)

5. Rataan pasang-surut (simbol: M5)


6. Rataan lumpur (simbol: M6)
7. Teras marin (simbol: M7)
8. Gosong laut (simbol: M8), yaitu dangkalan ataupun dataran yang
terdapat di dalam laut, dekat pantai.
9. Pantai berbatu (simbol: M9)

45

Gambar 63. Pantai berbatu


(sumber: www.pixoto.com/2012)

10. Terumbu (simbol: M10), Terumbu karang (coral reef) terbentuk oleh
aktivitas binatang karangdan jasad renik lainnya. Proses ini terjadi pada
areal-areal yang cukup luas.

BAB III
PETA
3.1.

Jenis-jenis Peta
Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian

unsur permukaan bumi yang digambar dalam skala tertentu. Kebanyakan dari peta
yang dikenal hanya memperlihatkan bentuk dua dimensi saja, sedangkan para
pengguna peta seperti ahli geologi membutuhkan bentuk 3 dimensi (unsur
ketinggian) juga disajikan dalam peta. Peta yang menyajikan unsur ketinggian
yang mewakili dari bentuk lahan disebut dengan peta topografi. Meskipun
berbagai teknik telah banyak dipakai untuk menggambarkan unsur ketinggian,
akan tetapi metoda yang paling akurat/teliti adalah memakai garis kontur.
Peta

geologi

pada

dasarnya

merupakan

suatu

sarana

untuk

menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur


geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya.
Peta geologi juga merupakan gambaran teknis dari permukaan bumi dan sebagian

46

bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya yang merupakan


gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang
pasti.
Garis kontur adalah suatu garis di peta yang mewakili hubungan garis
imaginer (hayal) yang terdapat di permukaan tanah yang mempunyai ketinggian
yang sama. Adapun sifat-sifat garis kontur adalah sebagai berikut:
1. Garis kontur akan berpola seperti huruf V jika melalui suatu lembah atau
sungai yang berada di daerah berelief tinggi, seperti hulu sungai.
2. Garis kontur yang berada dekat bagian atas suatu puncak bukit akan
berbentuk melingkar tertutup. Bagian puncak bukit adalah merupakan
bagian tertinggi dari kontur yang membentuk lingkaran tertutup.
3. Garis kontur pada daerah yang berlereng landai dicirikan oleh spasi kontur
yang renggang.
4. Garis kontur pada daerah yang berlereng terjal dicirikan oleh spasi kontur
yang rapat.
5. Garis kontur dengan spasi yang teratur mewakili wilayah yang memiliki
lereng yang seragam.
6. Garis kontur tidak akan saling berpotongan satu dengan lainnya, kecuali jika
berada di daerah lereng yang menggantung (overhanging).
Perubahan arah kemiringan lereng selalu diperlihatkan dengan perulangan
dari ketinggian yang sama seperti dua buah garis kontur yang berbeda dengan
nilai ketinggian yang sama. Relief adalah perbedaan ketinggian antara dua titik /
lokasi. Relief maksimal adalah perbedaan tinggi maksimal dan tinggi minimal
pada suatu wilayah. Pada peta, relief di nyatakan dengan interval kontur. Nilai
interval kontur pada garis kontur yang berurutan biasanya diformulasikan dengan
skala peta dibagi dengan angka 2.000.

47

Gambar 64. Kontur pada Peta


(sumber: endrosambodo1984.wordpress.com)

Dalam jenis-jenis peta, peta dapat digolongkan dalam berbagai hal seperti
berikut :
A. Peta digolongkan berdasarkan bentuknya yaitu :
1. Peta Timbul, peta jenis ini menggambarkan bentuk permukaan bumi yang
sebenarnya, misalnya peta relief.
2. Peta Datar (peta biasa), peta umumnya dibuat pada bidang datar , misalnya
kertas, kain atau kanvas
3. Peta Digital adalah peta yang datanya terdapat pada suatu pita magnetik
atau disket, sedangkan pengolahan dan penyajian datanya menggunakan
komputer. Peta digital dapat ditayangkan monitor komputer atau layar
televisi. Peta digital ini hadir seiring perkembangan teknologi komputer
dan peralatan digital lainnya.
B. Penyajian gambaran permukaan bumi pada suatu peta datar dapat
digolongkan dalam dua jenis bayangan grafis yaitu :
1. Peta Gari, banyangan permukaan bumi pada peta terdiri atas garis, titik,
dan area yang dilengkapi teks dan simbol sebagai tambahan informasi.
2. Peta Citra atau foto, bayangan permukaan bumi disajikan dalam bentuk
citra atau foto yang merupakan informasi dari sensor.
C. Data dan Informasi yang disajikan pada suatu Peta tergantung maksud dan
tujuan pembuatannya, sehingga peta dapat dibedakan atas:

48

1. Peta Topografi, peta yang menyajikan berbagai jenis informasi unsur-unsur


alam dan buatan permukaan bumi dan dapat digunakanuntuk berbagai
keperluan pekerjaan. Peta topografi dikenal juga sebagai peta dasar, karena
dapat digunakan untuk pembuatan peta-peta lainnya.
Contoh peta yang digolongkan sebagai peta topografi:
a. Peta planimetrik, yaitu peta yang menyajikan beberapa jenis unsur
permukaan bumi tanpa penyajian informasi ketinggian.
b. Peta Kadaster / pendaftaran tanah, yaitu peta yang menyajikan data
mengenai kepemilikan tanah, ukurandan bentuk lahan serta beberapa
informasi lainnya.
c. Peta Bathimetrik, yaitu peta yang menyajikan informasi kedalaman
dan bentuk dasar laut.
2. Peta Tematik, peta yang menyajikanunsur atau tema tertentu permukaan
bumi sesuai dengan keperluan penggunaan peta tersebut. Data tematik
dapat disajikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif.
Contoh peta yang digolongkan kedalam peta tematik:
a. Peta Diagram,pada peta ini subyek tematik yang berelasi disajikan
dalam bentuk diagram yang proposional.
b. Peta Distribusi, pada peta ini menggunakan

simbol

titik

untukmenyajikan suatu informasi yang spesifik dan memiliki


kuantitas yang pasti.
c. Peta Isoline, peta ini menyajikan harga numerik untuk distribusi
kontinu dalam bentuk garis terhubung pada suatu nilai yang sama.
D. Jenis Peta Berdasarkan Skalanya
1. Peta kadaster, yaitu peta yang memiliki skala antara 1 : 100 sampai dengan
1 : 5.000. Contoh peta hak milik tanah.
2. Peta skala besar, yaitu petayang memiliki skala antara 1 : 5.000 sampai
dengan 1 : 250.000. Contoh : Peta topografi.
3. Peta skala sedang, yaitu petayang memiliki skala antara 1 : 250.000
sampai dengan 1 : 500.000. Contoh : peta kabupaten per provinsi.
4. Peta skala kecil, yaitu peta yang memiliki skala antara 1 : 500.000 sampai
antara 1 : 1.000.000. Contoh : peta provinsi di Indonesia.
5. Peta Geografi, yaitu peta yang memiliki skala lebihkecil dari 1: 1.000.000.
Contoh : Peta Indonesia dan peta dunia.
E. Berdasarkan Sumber Datanya Peta dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

49

1. Peta Induk. Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survai langsung
dilapangan. Peta induk ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan
peta topografi, sehingga dapat dikatakan pula sebagai peta dasar. Peta
dasar inilah yang dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan peta-peta
lainnya.
2. Peta Turunan. Peta turunan yaitu peta yang dibuat brdasarkan acuan peta
yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survai langsung ke lapangan.
Peta turunan ini tidak bisa digunakan sebagai peta dasar.
F. Jenis Peta Berdasarkan Keadaan Objek
1. Peta Dinamik, peta yang menggambarkan labil atau meningkat. Misalnya
peta transmingari atau urbanisasi, peta aliran sungai, peta perluasan
tambang dan sebagainya.
2. Peta Stasioner, yaitu peta yang menggambarkan keadaan stabil atau tetap.
Misalnya peta tanah, peta wilayah, peta geologi dan sebagainya.
G. Jenis Peta Statistik
1. Peta Statistik Distribusi Kualitatif, adalah peta yang menggambarkan
kevariasian jenis data, tanpa memperhitungkan jumlahnya, contohnya:
peta tanah, peta budaya, peta agama dan sebagainya.
2. Peta Statistik Distribusi Kuantitatif, adalah peta yang menggambarkan
jumlah data, yang biasanya berdasarkan perhitungan persentase ataupun
frekuensi. Misalnya, peta penduduk, peta curah hujan, peta pendidikan
dan sebagainya.
H. Berdasarkan fungsi atau kepentingannya, peta dapat dibedakan menjadi:
1. Peta Geografi dan Topografi
2. Peta Geologik, hidrologi, dan hidrografi
3. Peta lalu lintas dan komunikasi
4. Peta yang berhubungan dengan kebudayaan dan sejarah, misalnya: peta
bahasa, peta ras
5. Peta lokasi dan persebaran hewan dan tumbuhan
6. Peta cuaca dan iklim
7. Peta ekonomi dan statistik
3.2.

Interpretasi Peta Topografi


Berbekal peta topografi, maka antara lain dapat dilakukan interpretasi:

1. Pola pengaliran dasar dan berbagai ubahannya: mengungkap makna


bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi.

50

2. Penyimpangan aliran: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi


dan resistensinya, serta struktur geologi.
3. Tekstur pengaliran: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
4. Bentuk lembah: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
5. Tempat mengalirnya: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
Fungsi Peta Topografi dalam Pemetaan Geologi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan tinggi rendahnya
muka bumi. Dari peta topografi kita dapat mengetahui ketinggia
BAB IV
PENAMPANG
Penampang topografi adalah profil yang menunjukkan muka bumi
sepanjang

garis

penampang

tertentu.

Penampang

ini

dibuat

dengan

memproyeksikan titik potong kontur dan garis penampang pada ketinggian.


Kadang-kadang skala tegak dibuat lebih besar dengan maksud lebih
memperlihatkan profilnya.
Penampang melintang adalah penampang permukaan bumi yang dipotong
secara tegak lurus. Dengan penampang melintang maka dapat diketahui / dilihat
secara jelas bentuk dan ketinggian suatu tempat yang ada di muka bumi baik
berupa pegunungan, dataran, sungai ataupun bentuk lahan lainnya yang terdapat
dalam peta topografi tersebut. Untuk membuat sebuah penampang melintang
maka harus tersedia peta topografi sebab hanya peta topografi yang dapat dibuat
penampang melintangnya.
Langkah-langkah dalam membuat penampang melintang pada peta
geomorfologi adalah sebgai berikut :
1.
2.
3.
4.

Siapkan peta topografi yang akan digunakan


Baca skala peta
Hitung interval kontur
Tarik garis dari A ke B ,C ke D , E ke F dan seterusnya pada peta topografi
sesuaia keinginan dengan arah dari kiri ke kanan garis tersebut. Garis

tersebut harus mencangkup menegnai beberapa aspek yang ada di peta.


5. Siapkan kertas sesuai panjang garis penampang
6. Beri titik garis kecil di setiap kontur

51

7. Hitung nilai kontur bila kontur naik maka nilai ditambah interval kontur,
bila kontur turun maka dikurangi
8. Siapkan kertas millimeter blok
9. Letakkan hitungan garis penampang pada millimeter blok
10. Buat garus lurus horizontal sesuai panjang garis penampang pada point 1
dan geris vertikal sesuai skala
11. Beri titik sesuai ketinggian kontur pada millimeter blok
12. Taris garis pada titik-titik tersebut
13. Beri warna sesuai bentang alam
Dibawah ini adalah contoh cara pembuatan penampang.

Gambar 65. Membuat penampang geomorfologi


(sumber: gajahmada2medan.blogspot.com/2013)

52

BAB V
KEMIRINGAN LERENG

Kemiringan Lereng merupakan bentuk dari variasi perubahan permukaan


bumi secara global, regional atau dikhususkan dalam bentuk suatu wilayah
tertentu variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian kemiringan lereng
adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di atas muka laut dan bentang
alam berupa bentukan akibat gaya satuan geomorfologi yang bekerja.
Lereng merupakan bagian dari bentang alam yang memiliki sudut miring
dan beda ketinggian pada tempat tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa dari
sudut (kemiringan) lereng merupakan suatu variabel beda tinggi antara dua
tempat, yang dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih rata atau datar.
Besar kemiringan lereng dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan
bentuk lahan di suatu wilayah. Beberapa pakar telah melakukan penelitian dan
membuat klasifikasi bentuk lahan (relief) berdasarkan kemiringan lereng,
misalnya klasifikasi menurut van Zuidam dan Dessaunnetes yang bisa dipakai
sebagai referensi untuk menyimpulkan bagaimana bentuk lahan di suatu wilayah
setelah dilakukan perhitungan.
Dalam penentuan kemiringan lereng yaitu

dengan membuat Peta

Kemiringan Lereng (Peta Kelas Lereng), dengan kelas-kelas kemiringan sebagai


berikut.
Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan kenampakan tinggi
rendah permukaan bumi. Dalam peta topografi simbol yang sering dijumpai
adalah garis kontur yang membedakan jarak antar ketinggian. Besar persentase

53

kemiringan lereng adalah salah satu informasi yang bisa didapat setelah melihat
dan menganalisa peta topografi.
Pada umumnya peta topografi menggambarkan bentuk muka bumi (relief)
yang disertai dengan garis kontur yang menunjukan wilayah-wilayah yang
memiliki ketinggian sama dan sejumlah keterangan mengenai bentang budaya
(jalan,dll).

Tabel 1. Klasifikasi kemiringan lereng menurut van zuidam (1985)


(sumber : http://geofact.blogspot.com/2011/01/van-zuidam.html)

Kelas Lereng

00 - 20
(0 - 2 %)

20 - 40
(2 - 7 %)

40 - 80
(7 - 15 %)

80 - 160
(15 - 30 %)

160 - 350
(30 - 70 %)

350 - 550

Proses, Karakteristik dan Kondisi


lahan
Datar atau hampi datar, tidak ada
erosi yang besar, dapat diolah
dengan mudah dalam kondisi
kering.
Lahan memiliki kemiringan
lereng landai, bila terjadi longsor
bergerak dengan kecepatan
rendah, pengikisan dan erosi akan
meninggalkan bekas yang sangat
dalam.
Lahan memiliki kemiringan
lereng landai sampai curam, bila
terjadi longsor bergerak dengan
kecepatan rendah, sangat rawan
terhadap erosi.
Lahan memiliki kemiringan
lereng yang curam, rawan
terhadap bahaya longsor, erosi
permukaan dan erosi alur.
Lahan memiliki kemiringan
lereng yang curam sampai terjal,
sering terjadi erosi dan gerakan
tanah dengan kecepatan yang
perlahan - lahan. Daerah rawan
erosi dan longsor
Lahan memiliki kemiringan

Simbol warna
yang disarankan.

Hijau tua

Hijau Muda

Kuning

Jingga/orange

Merah Muda

54

(70 - 140 %)

lereng yang terjal, sering


ditemukan singkapan batuan,
rawan terhadap erosi.
Lahan memiliki kemiringan
lereng yang terjal, singkapan
batuan muncul di permukaan,
rawan tergadap longsor batuan.

> 550
( > 140% )

Merah Tua

Ungu Tua

Langkah Kerja
Dalam menentukan kemiringan lereng suatu daerah pada peta topografi
dapat dilakukan dengan pendekatan rumus Went-Worth yaitu
(n-1) x interval kontur
S = --------------------------------- x 100%
a x penyebut skala peta
Keterangan:
S

= Besar sudut lereng

= Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring

Ik = interval kontur
A

= panjang diagonal jarang dengan panjang rusuk 1 cm

Adapun langkah-langkah penentuannya adalah sebagai berikut:


1. Pada peta topografi yang menjadi dasar pembuatan peta kemiringan lereng
dengan dibuat grid atau jaring-jaring kotak berukuran 1 cm x 1 cm.
2. Hitung jumlah kontur dan perbedaan tinggi kontur yang memotong atau
terdapat dalam kotak kotak tersebut.
3. Setelah diketahui jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jarring atau
kotak tersebut (n), dan panjang kontur / jarak kontur yang paling dekat
dalam 1 cm kotak tersebut, selanjutnya menentukan nilai interval
konturnya dengan menggunakan rumus berikut :
1
IK = ------- x Penyebut skala peta

55

2000
4. Selanjutnya suatu daerah dapat diukur ketinggiannya atau dapat
diklasifikasikan kemiringan lerengnya dengan melihat lagi jumlah garis
yang terpotong dalam grid-grid yang telah dibuat. Kemudian hasilnya
dihitung dan dapat di masukkan kedalam aturan hasil perhitungan
kemiringan

lereng.

Sehingga

dapat

diperoleh

hasil

mengenai

pengklasifikasian kemiringan lereng pada suatu daerah.


5. Setelah diketahui nilai persen setiap gird atau kotak kemudian disesuaikan
dengan table kemiringan lereng diatas, apakah termasuk kedalam lereng
landai ataupun curam.
6. Berikan pewarnaan sesuai dengan kelas lerengnya.
BAB VI
LAPANGAN
6.1.

Geomorfologi Regional
Dalam mengidentifikasi potensi bencana alam ataupun potensi alam yang

dapat dimanfaatkan dalam suatu wilayah dapat dilihat dari struktur geologi dan
geomorfologi

wilayah

tersebut.

Dari

geomorfologi

kita

juga

dapat

mengidentifikasi struktur geologinya, sebab salah satu prinsip dasar geomorfologi


adalah struktur geologi merupakan faktor pengontrol dominan dalam evolusi
bentuklahan

dan

struktur

geologi

dicerminkan

oleh

bentuklahannya.

Bentuklahan (geomorfologi) yang berada di permukaan bumi (kulit bumi)


merupakan interpretasi struktur geologi yang berada di dalam bumi.
Kabupaten Bantul secara administratif terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa
dan 933 pedukuhan. Desa-desa di Kabupaten Bantul dibagi lagi berdasarkan
statusnya menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area).
Kecamatan Dlingo mempunyai wilayah paling luas, yaitu 55,87 Km 2. Sedangkan
jumlah desa dan pedukuhan yang terbanyak terdapat di Kecamatan Imogiri
dengan delapan desa dan 72 pedukuhan. Berdasarkan RDTRK dan Perda
mengenai batas wilayah kota, maka status desa dapat dipisahkan sebagai desa
perdesaan dan perkotaan. Secara umum jumlah desa yang termasuk dalam

56

wilayah perkotaan sebanyak 41 desa, sedangkan desa yang termasuk dalam


kawasan perdesaan sebanyak 34 desa.
Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada dominasi
struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) bagian tengah dan Volcanic
(Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Struktur-struktur ini sudah
berumur cukup tua (0,8-2,85 juta tahun yang lalu). Secara struktural Kabupaten
Bantul diapit oleh bukit patahan, yaitu lereng barat Pegunungan Batur Agung
(Batur Agung Ranges) pada bagian timur dan bagian Barat berupa bekas laguna.
Wilayah yang berada pada apitan bukit patahan ini disebut dengan graben, maka
wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim geologi dan geomorfologi disebut
Graben Bantul. Graben ini terbentuk dari proses diatrofisme tektonisme yang
dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi dan gunung api tua. Selain berada pada
apitan bukit patahan, wilayah Kabupaten Bantul juga berada pada bentang lahan
Fluvio-Marin yang memiliki banyak potensi dan masalah (pada wilayah Bantul
Selatan). Hal ini terjadi karena wilayah Kabupaten Bantul juga merupakan
wilayah transisi antara asal lahan fluvial (proses yang mengerjai air-sungai) dan
asal lahan marin (proses yang mengerjai angin dan gelombang dari Samudra
Hindia).

57

z
gambar 66. Geomorfologi Regional dareah Bantul
(sumber: dewiultralight08.wordpress.com/2012)

Selain berada pada apitan bukit patahan dan bentuk lahan dataran fluviomarin, Kabupaten Bantul juga berada pada wilayah transisi yaitu dataran yang
asal prosesnya dari aktivitas Vulkanis dan endapan sungai (Fluvio-Vulcan).
Bentuklahan fluvial disebabkan oleh akibat aktivitas aliran sungai. Aktivitas aliran
sungai tersebut berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi)
sehingga membentuk bentangan dataran aluvial dan bentukan lain dengan
struktur horisontal yang tersusun oleh material sedimen . Bentukan-bentukan ini
berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai
besar dan dataran aluvial.
Bentukan-bentukan lain dalam skala kecil yang mungkin terjadi dapat
berupa dataran banjir, tanggul alam, teras sungai dan kipas aluvial. Sungai-sungai
yang terdapat pada satuan ini umumnya merupakan sungai yang telah mengalami
gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup
untuk membawa dan memindahkan bebannya. Sehingga, apabila terjadinya erosi
dan pengendapan yang seimbang nantinya membentuk hamparan dataran yang

58

luas di sepanjang tepian sungai. Di dataran fluvial ini juga terdapat adanya
saluran yang berkelok-kelok (meanders).
Pembentukan saluran ini merupakan akibat proses penimbunan pada
bagian luar kelokan dan erosi, sementara untuk kecepatan aliran berkurang akibat
menurunnya kemiringan lereng. Akibat dari pengendapan yang cukup besar,
maka membuat aliran ini sering kali tidak mampu untuk mengangkut materialmaterial dari daerah utara (gunung merapi), yang akhirnya arah aliran membelok
begitu seterusnya membentuk kelokan-kelokan tertentu.
6.2.

Geomorfologi Daerah Penelitian


Geomorfologi berdasarkan Zuidam (1983), dibagi menjadi 4 asek utama

untuk

menganalisi

kenampakannya,

yaitu:

morfologi,

morfogenesis,

morfokronologi dan morfo-arrangement.


Keadaan geomorfologi yang ada di lapangan yaitu daerah Bantul
Yogyakarta, yang tepatnya daerah parang tritis Yogyakarta.
a. Desa Surocolo
Di desa Surocolo, selatan terdapat litologi batuan gamping dan di
dominan pembentukannya di pengaruhi oleh morfologi struktural. Yang mana
dulunya daerah tersebut adalah laut dangkal, yang terbentuknya disebabkan
adanya pengangkatan, yang terjadi akibat tumbukan lempeng samudara dan
benua yang kemudian tersingkap ke permukaan, yang menyebabkan adanya
litologi batu gamping.
b. Desa Giri Jati / Pegunungan Sewu
Gunung Sewu, Gunung Kidul (Topografi Karst) Geomorfologi Daerah
Gunung Sewu, berdasarkan morfogenetik dan morfometriknya dapat
dikelompokkan menjadi tiga satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran
Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut Karst, dan Satuan
Geomorfologi Teras Pantai.
Secara umum karstifikasi di daerah ini sudah mencapai tahapan
dewasa. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang
berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di

59

wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi


karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage).
Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi
bukit-bukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan
Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia
terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff).
c. Babakan

Merupakan wilayah perbukitan batu gamping (limestone) yang kritis,


tandus dan selalu kekurangan air dengan bagian tengah terdapat dataran
(Wonosari Basin). Wilayah ini merupakan bentang lahan Denudasioanal,
dengan bahan batuan induk batu gamping, mempunyai karakteristik lapisan
tanahnya dangkal dan vegetasi penutupnya relatif jarang.
Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang
berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan dan memiliki
vegetasi yang sangat jarang karena memiliki suhu yang sangat tinggi, yang
mana di daerah memiliki litologi batuan beku yang terbentuk akibat hasil
intrusi.
Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terusmenerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff), yang di beberapa tempat
diselingi oleh teluk-teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah
pedalaman melalui lembah-lembah kering.
d. Parang Kusumo

Batuan lava yang diuraikan tersingkap juga didekat pantai


Parangkusuma. Batuan lava ini muncul dibelakang gumuk pasir resen. Daerah
yang relative datar ini kelihatan masih didasari oleh batuan lava yang hampir
mendekati pantai sekarang. Morfologi datar ini berasal dari abrasi laut
sebagai pelataran abrasi (marine abrasion platform). Pelataran tersebut masih

60

ada tetapi tetutup oleh gumuk pasir alluvium. Di daerah ini terbentuk akibat
adanya suhu yang rendah tetatapi memiliki keadaan iklim yang sangat
ekstrim, terdapat pula sendun yang mana materialnya bersumber dari gunung
merapi, gunung merbabu, gunung sindoro yang litologinya terbawa akibat
aliran sungai kali progo dan kali opak.

6.3. Pola Pengaliran Daerah Penelitian


Pola pengaliran daerh penelitian adalah pola pengaliran multi basinal,
radial, dan dendritik.
A. Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah
1. Lokasi Pengamatan I
Praktikum lapangan pada lokasi pengamatan I dilaksanakan pada Minggu,
03 Mei 2015 pukul 09.00 WIB yang berlokasi dilereng bukit daerah Desa
Surocolo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun Lokasi
pengamatan I dapat ditempuh dengan menggunakan Sepedah Motor dalam waktu
2 jam dari kampus IST AKPRIND Yogyakarta kearah Selatan.
2. Lokasi Pengamatan II
Praktikum lapangan pada lokasi pengamatan II dilaksanakan pada Minggu,
03 Mei 2015 pukul 10.14 WIB yang berlokasi daerah Girijati , Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun Lokasi pengamatan II dapat ditempuh
dengan menggunakan Sepeda Motor dalam waktu kurang lebih 20 menit.
3. Lokasi Pengamatan III
Praktikum lapangan pada lokasi pengamatan III dilaksanakan pada
Minggu, 03 Mei 2015 pukul 12.13 WIB yang berlokasi di Babakan, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun Lokasi pengamatan III dapat
ditempuh dengan menggunakan Sepeda Motor dalam waktu 20 menit dari lokasi
pengamatan II .
4. Lokasi Pengamatan IV

61

Praktikum lapangan pada lokasi pengamatan IV dilaksanakan pada


Minggu, 03 Mei 2015 pukul 13.30 WIB yang berlokasi digumuk pasir daerah
Dusun Parang kusumo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun
Lokasi pengamatan IV dapat ditempuh dengan menggunakan Sepeda Motor
dalam waktu 25 menit dari lokasi pengamatan III.

BAB VII
KESIMUPLAN

62

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentang alam atau bentuk


roman muka bumi yang terjadi karena adanya kekuatan - kekuatan yang bekerja
dari luar dan dalam bumi.
Berdasarkan pembahasaan di atas ini maka, penyusun dapat menarik
beberapa hal-hal penting sebagai kesimpulan dalam mempelajari geomorfologi,
yaitu mengenai berbagai bentang alam yang telah dipelajari, dengan beberapa
bentuk lahan yang di bahas dan di amati langsung di lapangan dan melalui
interpretasi peta topografi.
Ketika

dilapangan

penyusun

juga

dapat

menyimpulkan

bahwa

geomorfologi itu harus tahu tentang bentang alam, kemiringan lereng,


penampang, dan sebagainya.
Saran
Dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan penjelasan tentang
batuan sedimen. Untuk itu bagi pembaca agar mencari literatur yang lebih
lengkap.Untuk mahasiswa agar kiranya pembuatan makalah seperti kami
sebaiknya menyiapkan prossedur data yang lengkap sesuai permintaan dosen,
supaya hasilnya memuaskan.
Untuk Dosen agar lebih spesifik dalam menjelaskan agar mahasiswa dapat
mengerti dalam pembuatan makalah tentang batuan sedimen.
Meski kami telah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini
sempurna, namun, masih banyah kekurangan yang meski kami harus benahi.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga orang yang membantu dibalas oleh Allah
SWT. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

63

Bloom, Arthur., Geomorphology A systematic Analysis of late Cenozoic


Landforms, Prentice-Hall, 1978.
Gina

Frecilia Antika,
2011. Analisis
Bentang
Lahan.
Online.
http://ginafreciliaantika.blogspot.com/2011/04/analisis-bentanglahan.html.

Noor, Djauhari., bab 2 proses proses geomorfologi, docs.docstoc.com. Dieakses


pada 14 Mei 2015, 18.07 WIB
Rafil, 2013, http://rafil-petatopografi.blogspot.com/ diakses pada 14 Mei 2015,
20.50. WIB
Thornbury, W.D. 1958. Principles of Geomorphology. Willey London. Diakses
pada 14 Mei 2015, 20.11 WIB
Wildan Nur Hamzah, 2011,
http://cs426ah.blogspot.com/2011/09/bentang-alamproses-glasial.html" diakses pada 14 Mei 2015, 22.40 WIB
Yanto susri, 2013,
http://susriyanto.blogspot.com/2013/06/makalah-bentuk-lahanglasial.html. diakses pada 23.25 WIB
http://www.tulane.edu/~sanelson/Natural_Disasters/volclandforms.html. Diakses
pada 13 Mei 2015, 21.00 WIB
http://widiastuti-nur-farida.blogspot.com/2012/10/bentang-alamvulkanik.html.
diakses pada 13 Mei 2015, 22.16 WIB
http://glekhoba.blogspot.com/2010/04/bentuklahan-asalproses eolin.html. diakses
pada 14 Mei 2015, 20.34 WIB.

Anda mungkin juga menyukai