Anda di halaman 1dari 4

KOKAS BATUBARA

Kokas digunakan orang-orang China pertama kali untuk pemanasan dan


memasak sekurang-kurangnya pada abad kesembilan. Pada dekade pertama abad
kesebelas, pandai besi China di lembah Sungai Kuning mulai menggunakan kokas
untuk bahan bakar di tungku mereka, sebagai pemecahan masalah bahan bakar
untuk wilayah yang jarang terdapat pepohonan di sana.
Pada tahun 1603, Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar
dengan cara yang analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari kayu.
Proses ini tidak dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas digunakan untuk
memanggang ragi di Derbyshire.
Kokas adalah hasil pirolisis dari bahan organik dengan kandungan karbon
yang sangat tinggi yang dimana bagian di dalam kokas tersebut telah melewati fase
cair atau kristal cair selama proses karbonisasi dan terdiri dari karbon non grafit.
Kebanyakan bahan-bahan pembentuk kokas adalah karbon yang dapat berbentuk
grafit. Struktur mereka adalah campuran dari tekstur optik dengan berbagai ukuran,
dari isotropik optik hingga anisotropi (-200 um diameter).

A. Pemilihan Bahan Baku

Sebelum proses karbonisasi, campuran beberapa jenis batubara bitumen yang


sebagian besar diperoleh dari tambang batubara Ombilin, dipersiapkan terlebih dahulu.
Batubara jenis bitumen ini harus memenuhi beberapa kriteria berdasarkan analisis
proksimat. Parameter yang diuji antara lain: kandungan air, abu, belerang, zat terbang,
tar, dan tingkat plastisitas batubara.

B. Proses Pembuatan/Produksi Kokas

Adapun tahap-tahapnya pembutan kokas:

a. Tahap Pembentukan (forming Stage)

Noncaking Coal adalah bahan baku utama (60-80%). Batubara dikeringkan


hingga kandungan air 2-3% (pada tahap i ). Batubara kering digerus (pada tahap ii
). Pengikat ditambahkan ke bubuk batu bara, bahan ini kemudian dicampur (pada
tahap iii ), dan dicetak (pada tahap iv), sehingga memperoleh batubara umpan.
b. Tahap Karbonisasi (carbonizing stage)

Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi udara


dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur
bakar yang memuat batubara. Proses karbonisasi merupakan reaksi endoterm atau
eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara
umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi,
perubahan fisik/kimiawi yang terjadi.

Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke tungku


(pada tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu
sekitar 375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami dekomposisi membentuk
lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600
derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak),
dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian
batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap vii)
untuk menjalani karbonisasi.

Tingkat panas yang tinggi harus dikendalikan sehingga batubara tidak pecah dan
hancur akibat batubara mengalami pertambahan atau penyusutan volume. Batubara
yang telah terkarbonisasi (coke), didinginkan hingga mencapai suhu 100o C atau lebih
rendah. Suhu di pendinginan (pada tahap viii) oleh gas yang bersuhu normal
dimasukkan dari bawah tungku sebelum kokas dikeluarkan dari tungku.

c. Gas yang dihasilkan ( generated Gas)

Gas hasil pemanasan kokas (300-350o C) meninggalkan bagian atas tungku yang
didinginkan oleh recooler ( pada tahap ix ) dan pendingin utama ( pada tahap x ).
Setelah menghilangkan asap tar ( pada tahap xi ), sebagian besar gas dikembalikan
ke tungku. Porsi gas yang berlebihan dikeluarkan dari sistem, yang kemudian
mengalami rectification dan desulfurisasi untuk menjadi bahan bakar bersih yang
memiliki nilai kalori tinggi, (3800kcal/Nm3).

d. Produk sampingan (byproducts)

Cairan dalam gas dibawa ke decanter ( pada tahap xii ) yang memisahkan
ammonia dan tar dengan dekantasi dan pengendapan . Masing-masing produk
sampingan tersebut digunakan untuk tanaman yang ada untuk perawatan lebih
lanjut. Setelah dinormalisasi, tar digunakan kembali sebagai pengikat untuk
pembentukan kokas.

e. Sirkulasi Gas (Gas recycle)

Gas hasil pemisahkan kabut tar di electric precipitator dipanaskan sampai sekitar
1000o C pada suhu tungku pemanas gas yang tinggi ( pada tahap xiii ), dan kemudian
dimasukan ke zona karbonisasi bersuhu tinggi ( pada tahap vii ). Gas yang
dipanaskan sampai 450o C pada suhu tungku pemanas gas rendah ( pada tahap xiv )
kendalikan ejektor ( pada tahap xv ). Ejektor ( xv ) menghisap gas bersuhu tinggi
yang digunakan untuk mendinginkan kokas untuk memberi umpan ke zona
karbonisasi bersuhu rendah (vi) pada suhu gas sekitar 600o C.

C. Karbonisasi

Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung


pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini
dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi
yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan pemanasan
secara langsung dalam tungku Beehive yang berbentuk kubah.
Tungku Beehive merupakan tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada
kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat
terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain
terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau
habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.

Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak langsung atau
sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada ruang tegak sempit
dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Cara ini selain menghasilkan kokas
juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana, gas hidrogen dan
gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan
produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk
menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.

DAFTAR PUSTAKA

BOYD, R (1987), Fly ash collection, UNDP Coal Technology Course, Institute Coal of
Research, Newcastle, Australia, 1987
Center for Coal Utilization, Japan; and Japan Iron and Steel Federation Period: 1978
1986

http://bangngabua.blogspot.com/2011/06/kokas-batubara.html

http://www.jualbatubara.com/2012/10/sejarah-produksi-dan-penggunaan-kokas.html

Anda mungkin juga menyukai