Anda di halaman 1dari 20

Komposisi Kimia Batubara

Komposisi Kimia Batubara


Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi
yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara,
yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh
oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
karbon padat (fixed carbon)
senyawa hidrokarbon
senyawa sulfur
senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (Si02, A1203,
Fe203, Ti02, Mn304, CaO, MgO, Na20, K20, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang
kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material
ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam,
selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus,
bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi
sebagai berikut
5(C6Hlo05) C20H2204 + 3CH4 + 8H,0 + 6C02 + CO
Selulosa lignit gas metan
6(C6H1005) C22H2003 + 5CH4 + 1OH20 + 8C02 + CO
Cellulose bituminous gas metan
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan
pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga
grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang
terbentuk akan menjadi semakin sedikit.

V. Lingkungan Pengendapan Batubara

V.1. Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe


Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam
Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat
dengan lingkungan pengendapannya. Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe
adalah sebagi berikut :
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air
laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu
lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut
dangkal.
Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah sebagai
berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan
rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk
pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan
laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya
akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk
dekat daratan.

V.2 Lingkungan Pengendapan Batubara


Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90%
batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di
dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir
pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan
dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada
pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Se-dangkan di
delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut
yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang
tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di
lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk
cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang
pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan dataran
pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis, tidak
menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang (barrier
island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian laguna.
Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material
yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung
sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada
keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat
berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna
yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan
endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang
ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari
meluasnya Nrmukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan
air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub
lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta
bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada
penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral
akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan
yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut
berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang
tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa
pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada
umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km.
Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di
daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat
oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.

Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan
organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari
tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi
pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.

Pembentukan Batubara
Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya
mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami,
karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada
dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari kayu,
perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama
jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu
ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak
parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter
yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk.

Ada dua teori yang menjelaskan terbentuknya batubara, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori
insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya
coalification dan sama pula dengan tempat dmana tumbuhan tersebut berkembang.

Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen
berasal dari tempat lain. Bahan pembentuk batubara mengalami proses transportasi, sortasi
dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Perbedaan kualitas batubara dapat diketahui
melalui stratigrafi lapisan. Hal ini mudah dimengerti karena selama terjadi proses transportasi
yang berkaitan dengan kekuatan air, air yang besar akan menghanyutkan pohon yang besar,
sedangkan saat arus air mengecil akan menghanyutkan bagian pohon yang lebih kecil
(ranting dan daun). Penyebaran batubara dengan teori drift memungkinkan, tergantung dari
luasnya cekungan sendimentasi.
Pada proses pembentukan batubara atau coalification terjadi proses kimia dan fisika, yang
kemudian akan mengubah bahan dasar dari batubara yaitu selulosa menjadi lignit,
subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukkannya dapat diperlihatkan sebagai
berikut:

5(C6H10O5) ---> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

Selulosa lignit gas metan


Dalam proses pembentukkan selulosa sebagai senyawa organik yang merupakan senyawa
pembentuk batubara, semakin banyak unsur C pada batubara, maka semakin baik kualitasnya,
sebaliknya semakin banyak unsur H, maka semakin rendah kualitasnya, dan senyawa kimia
yang terbentuk adalah gas metan, semakin besar kandungan gas metan, maka semakin baik
kualitasnya.

Klasifikasi Batubara
Menurut American Society for Testing Material (ASTM), secara umum batubara
digolongkan menjadi 4 berdasarkan kandungan unsur C dan H2O yaitu: anthracite,
bituminous coal, sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut).

a. Anthracite
Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan airnya
sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit.

b. Bituminous/subbituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relative tinggi, nilai kalor tinggi,
kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit.
c. Lignite
Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah, kandungan air
tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak.

Kualitas Batubara
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan pengotor (impurities).
Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada proses penambangan yang dalam
hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis
pengotor yaitu:

a. Inherent impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah dibakar
memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada proses pembentukan
batubara. Pengotor tersebut dapat berupa gybsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), pirit
(FeS2), silica (SiO2). Pengotor ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
dikurangi dengan melakukan pembersihan.

b. Eksternal impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari uar, timbul pada saat proses penambangan antara lain
terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup.
Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu batubara
mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan dipergunakan dan
pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal,
antara lain:

a. Heating Value (HV) (calorific value/Nilai kalori)


Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat dinyatakan dalam
kkal/kg. semakin tingi HV, makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebagai bahan
bakar setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara perlu diperhatikan. Hal ini perlu
diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas yang diperlukan dalam proses
industri.

b. Moisture Content (kandungan lengas).


Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam batubara.
Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk air internal (air senyawa/unsur), yaitu air
yang terikat secara kimiawi.
Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan cara memperkecil ukuran butir
batubara. Jenis air yang kedua adalah air eksternal, yaitu air yang menempel pada permukaan
butir batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika batubara dikeringkan, maka
batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan menambah jumlah air internal.

c. Ash content (kandungan abu)


Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa anorgani, yang
merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama proses
transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari pembakaran batubara ini,
yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk
batubara yang tidak dapat terbaka atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam
bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO,
K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain.

d. Sulfur Content (Kandungan Sulfur)


Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu dalam bentuk senyawa
organik dan anorganik. Beleranga dalam bentuk anorganik dapat dijumpai dalam bentuk pirit
(FeS2), markasit (FeS2), atau dalam bentuk sulfat. Mineral pirit dan makasit sangat umum
terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa (reduktif). Belerang organik terbentuk selama
terjadinya proses coalification. Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik maupun
anorganik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan terbentuk air asam.
Air asam ini dapat merusak bangunan, tumbuhan dan biota lainnya.

II.2. Pemanfaatan Batubara


Batubara merupakan sumber energi dari bahan alam yang tidak akan membusuk, tidak mudah
terurai berbentuk padat. Oleh karenanya rekayasa pemanfaatan batubara ke bentuk lain perlu
dilakukan.
Pemanfataan yang diketahui biasanya adalah sebagai sumber energi bagi Pembangkit Listrik
Tenaga Uap Batubara, sebagai bahan bakar rumah tangga (pengganti minyak tanah) biasanya
dibuat briket batubara, sebagai bahan bakar industri kecil; misalnya industri genteng/bata,
industri keramik. Abu dari batubara juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis zeolit,
bahan baku semen, penyetabil tanah yang lembek. Penyusun beton untuk jalan dan
bendungan, penimbun lahan bekas pertambangan,; recovery magnetit, cenosphere, dan
karbon; bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori; bahan penggosok (polisher);
filler aspal, plastik, dan kertas; pengganti dan bahan baku semen; aditif dalam pengolahan
limbah (waste stabilization).
Ada beberapa faktor yang menadi alasan batubara digunakan sebagai sumber energi alternatif,
yaitu:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih dari 984
milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar
di lebih dari 70 negara.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan
batubara.
3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.
4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.
7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
9. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan
dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology) dapat
dikembangkan dan diaplikasikan.

II.3. Gasifikasi Batubara


Gasifikasi batubara adalah sebuah proses untuk mengubah batubara padat menjadi gas
batubara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2)
akhirnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hanya menggunakan udara dan uap air
sebagai reacting gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal
dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar
dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium
tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar
dengan medium penggasifikasinya pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed,
fluidized bed, dan fixed/moving bed.

Unsur Pembentuk Batubara

Unsur Pembentuk Batubara

Sebagian besar komposisi batubara adalah unsur-unsur C-H-O-N-S-P. Kualitas


batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat
coalification (rank). Meskipun komposisi unsur organik pembentuk batubara berbeda-beda
sesuai dengan jenis batubaranya, tapi kurang lebih dapat dinyatakan sebagai
C100H30~110O3~40N0.5~2S0.1~3. Sedangkan untuk unsur inorganik, terdiri dari unsur inorganik
utama dan unsur inorganik minor.
Unsur inorganik utama: Si, Al, Ca, Fe, Mg, Na, Ti, K.
rganik minor: Be, Se, V, Cr, Co, Ni, Cu, Zn, Ga, Ge, As, Hg, Pb, Rb, Sr, Y, Zr, Nb, Ba, La, Ce, Nd, Sm, dll.

Maceral Batubara
Batubara adalah tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah yang prosesnya
berlangsung sejak periode karbon (carboniferous period) kurang lebih 350 juta tahun lalu
sampai dengan periode neosin (Neocene period) kurang lebih jutaan tahun lalu, yang
kemudian terurai oleh sejenis jamur (fungi), dan selanjutnya mengalami pembatubaraan
(coalification) yang diakibatkan oleh tekanan seperti pergerakan lapisan kulit bumi. Tidak
diragukan lagi bahwa batubara terbentuk dari material tumbuhan dari tetumbuhan purba yang
pernah berkembang di masa tersebut. Menggunakan mikroskop optik, struktur batubara (coal
maceral) dapat diamati dengan jelas.

Maceral dan mineral batubara


Struktur kimia dan fisika dari batubara adalah sebagai berikut: (Sudibandriyo, 2003) :
a. Lithotype region, tersusun atas hidrokarbon organik yang memiliki perbedaan dalam densitas,
reflektivitas, kekuatan dan volatilitas.
b. Lithotype boundaries, tersusun atas komposisi non-hidrokarbon yang memiliki densitas 50%
lebih besar dari komposisi yang terdapat pada lithotype.
c. Microscope organic region, merupakan bahan pembangun lithotype, dengan ukuran 10-6-10-
4 m ; dikenal sebagai maceral. Maceral batubara dibagi menjadi tiga, yaitu:
Exinite (Liptinite)
Terbentuk dari daun, kulit pohon, serbuk sari, biji, dan resin pada pohon. Tingkat
pantulannya sangat rendah.
Vitrinite
Terbentuk dari jaringan kayu. Tingkat pantulannya rendah , Semakin besar kandungan
Vitrinite pada batubara, semakin besar pula volume Langmuir dan BET serta jumlah
mikropori yang terdapat pada batubara. Selain itu, kandungan vitrinite juga berbanding lurus
dengan kesetimbangan moisture content dari batubara (Clarckson & Bustin, 1996)
Inertinite
Terbentuk dari jaringan kayu yang mengalami oksidasi kuat. Memiliki tingkat pantulannya
tinggi. Penelitian yang dilakukan Clarkson pada tahun 1996, menunjukkan bahwa semakin
tinggi kandungan Inertinite pada batubara maka semakin kecil volume Langmuir dan BET.

B. Mineral Dalam Batubara


Komposisi, model keberadaan, dan kondisi sebaran mineral dalam batubara merupakan
karakteristik mendasar yang pokok untuk menjelaskan sifat serta mekanisme pembentukan
abu batubara pada pembakaran suhu tinggi dan pada proses gasifikasi batubara.
Mineralmineral utama dalam batubara:

a. mineral lempung, misalnya kaolinite (Al2O3SiO2xH2O).

b. karbonat, misalnya calcite (CaCO3).


c. sulfide, misalnya pyrite (FeS2).
d. oksida, misalnya quartz (SiO2)

e. Logam berikatan organik: ion exchangeable metal ( COONa+, dll).

C. Struktur Molekul Batubara


Material organik batubara terbentuk dari makromolekul yang memiliki berat molekul
ratusan sampai ribuan atau lebih, yang tersusun dari unit dasar berupa cincin benzena
(benzene ring) dan cincin aromatik polinukleus (polynucleus aromatic ring) yang gugus
fungsionalnya (misalnya gugus metil atau gugus hidroksil) saling berikatan. Unit unit dasar
tersebut terhubung dengan ikatan metilen, ikatan ether, dan ikatan lain. Adapun

makromolekul itu sendiri terhubung dengan ikatan nonkovalen seperti ikatan (ikatan

Van der Walls bertipe aromatic flat space), ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan lainnya,
membentuk struktur jaringan 3 dimensi yang kuat.
Dari hasil penelitian, interaksi di antara molekul molekul tersebut ternyata diketahui
sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan sifat material dan karakteristik reaksi
termokimia pada batubara saat mendapat perlakuan panas.
Gambar 2 Struktur molekul batubara
D. Pirolisis Batubara
Bila batubara dipanaskan dalam lingkungan gas inert, ikatan ikatan dalam batubara
akan terlepas dan terurai membentuk radikal yang bermacam macam, dimulai dari yang
energi ikatannya paling lemah. Radikal radikal tersebut akan segera bereaksi membentuk
material stabil berupa gas, zat cair (tar), zat padat (char). Reaksi pirolisis ini berlangsung
dalam hitungan mili detik sampai beberapa puluh mili detik.

Gambar 3 Pirolisis batubara


Pirolisis batubara merupakan metode yang efektif untuk menghasilkan material kimia
yang bermanfaat seperti etana, metilen, benzena, dan toluen, karena di dalam prosesnya,
cincin aromatik yang membentuk batubara langsung berubah dari rantai sisi (side chain)
menjadi material material tersebut. Untuk dapat menambah tingkat keterambilan material
material itu, diperlukan pengontrolan terhadap reaksi penguraian batubara yang berstruktur
kompleks tersebut, yang prosesnya berlangsung sangat singkat.

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya
mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami,
karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada
dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari kayu,
perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama
jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu
ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak
parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter
yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk.

KOMPOSISI KIMIA BATUBARA


Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil, pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-
unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Batubara adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk.

Secara kimia batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu :


1 . Air yang terikat secara fisika dan dapat dihilangkan pada suhu sampai 150C
disebut Moisture.
2 . Senyawa batubara atau coal subtance atau coal matter.
3 . Zat mineral atau Minera Matter.
Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh
oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
karbon padat (fixed carbon)
senyawa hidrokarbon
senyawa sulfur
senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari senyawa
anorganik (Si02, A1203, Fe203, Ti02, Mn304, CaO, MgO, Na20, K20, dan senyawa
logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam
batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan
mengurangi nilai bakarnya. Pada proses pembentukan batubara/coalification,
dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman
akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit.

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis


tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut :

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.

Lingkungan Pengendapan Batubara

Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe


Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam
Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara
berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya. Lingkungan pengendapan
dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :

1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan
muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu
lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan
laut dangkal.

Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe


adalah sebagai berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan
lingkungan rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan
terbentuk pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang
kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit
terbentuk dekat daratan.

Komposisi Batubara
Batubara adalah senyawa hidrokarbon padat yang terdapat dialam dengan komposisi yang
cukup kompleks. Batubara yang merupakan bahan bakar, umumnya tersusun atas unsure-
unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang dan fosfor serat unsur-unsur lainnya
dalam jumlah yang sangat kecil. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang
membentuk batubara, yaitu :
1) Combustible Matter atau Bahan Dapat Terbakar (BDT)
Bahan Dapat Terbakar yaitu material atau bahan yang dapat dioksidasi oleh oksigen akan
menghasilkan kalor. Material dasar tersebut umumnya terdiri dari :
Karbon Padat (Fixed Carbon)
Senyawa Hidrokarbon
Senyawa Sulfur
Senyawa Nitrogen, serta beberapa senyawa lainnya dalam jumlah yang kecil.
2) Non Combustible Matter atau Bahan yang Tidak Dapat Tebakar (non-BDT)
Bahan yang Tidak Dapat Terbakar yaitu bahan atau mineral yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material/bahan tersebut umumnya adalah senyawa
anorganik (SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan senyawa-senyawa logam
lainnya dalam jumlah kecil yang akan membentuk abu dalam batubara. Bahan yang tidak
dapat terbakar ini umumnya tidak diinginkan keberadaannya karena akan mengurangi nilai
bakarnya.

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara
diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya,
kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara
konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin
rendah pula nilai panas batubara tersebut.
Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara bitumen,
tetapi hampir 59% adalah lignit.
Proses Pembentukan Batubara

Tahap Pertama : Pembentukan gambut


Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur
di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan
menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian
dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan
oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan
batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut,
protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan
penguraian material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun,
dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda masih terdapat
ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu
terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta dipengaruhi
oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah
gambut.

Tahap Kedua : Pembentukan lignit


Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut tersebut. Di
bawah kondisi yang asam, dengan di bebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2.
Terbentuklah material dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering akan
mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3% dan oksigen 38%.
Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah
lapisan lanau (silt ) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam
terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya. Sehingga tekanan
pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas.
Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau yang disebut
Tahap metamorfik.
Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian
dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan hidrogen dan
karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap
pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan
C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5%,
dan oksigen 19,1%.

Tahap Ketiga : Pembentukan Batubara Subbitumen


Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen
rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap
ketiga, kandungan hidrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan
tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal).
Tahap Keempat : Pembentukan Batubara Bitumen
Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous coal),
kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak
secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ialah
CH4, CO2, dan mungkin H2O.

Tahap Kelima : Pembentukan Antrasit


Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan
hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan
batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat
diatur oleh suhu dan atau tekanan.

Kandungan Batubara
Disamping unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, belerang, dan nitrogen di dalam
batubara ditemukan pula unsur-unsur logam yang berasal dari pengotor batubara, yaitu
lapisan batubara yang tersisip dan terperangkap diantara lapisan batubara.

Secara kimia, batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu :


1. air yang terikat secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 0C, disebut
moisture.
2. senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa organik yang
terutama terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen.
3. zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik.

a) Moisture
Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya
dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara,
senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara kimia. Sebagian moisture
merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat pada batubara.
Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai
105 0C. Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keadaan alami,
pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam standar ASTM, air ini disebut moisture bawaan
(inherent moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi pada
permukaan kepingan batubara, dan standar ASTM menyebutnya sebagai moisture
permukaan (surface moisture).
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena
hujan selama penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar
ISO) atau air dry loss (istilah yang digunakan oleh ASTM). Moisture ini dapat dihilangkan
dari batubara dengan cara dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in air dried sample
(ISO) atau residual moisture (ASTM) ialah moisture yang hanya dapat dihilangkan bila
sampel batubara kering-udara yang berukuran lebih kecil dari 3 mm (istilahnya batubara
ukuran minus 3 mm atau -3 mm) dipanaskan hingga 105 0C. Penjumlahan antara free
moisture dan residual moisture disebut total moisture. Dalam analisis batubara, yang
ditentukan hanya moisture yang terikat secara fisika, sedangkan yang terikat secara kimia
(air hidratasi) tidak ditentukan.
Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam analisis batubara adalah :
1) Total Moisture (TM)
2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL)
3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried sample (MAD)
4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding capacity (MHC)
5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis proksimat, disingkat Mad).
Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received moisture (istilah yang digunakan oleh
pembeli batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara),
menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang tidak terikat secara kimiawi, yaitu air yang
teradsorpsi pada permukaan, air yang ada dalam kapiler (pori-pori) batubara, dan air
terlarut (dissolved water). Total Moisture didefinisikan sebagai penjumlahan dari air dry loss
(free moisture) dan residual moisture (misture in air dried sample).

b) Zat mineral
Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen-komponen yang dapat dibedakan
secara kima dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah
menguap (inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang
terdiri atas berbagai oksida logam pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah
menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat), sulfur (dari
pirit), dan air yang menguap dari lempung.
Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur
tumbuhan, adalah zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil.
Zat mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau
yang larut dalam air selama pembentukan gambut atau tahapan selanjutnya dari
pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan bervariasi, baik jumlah maupun
susunannya.
Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral
itu akan mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam
ash. Kemudian menyusul berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor,
dan sulfur yang didapatkan dalam ash dengan persentase yang berbeda-beda.

c) Senyawa batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat
organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar
seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti
tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida
dan air, yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile
matter (gabungan zat organik dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali
dengan peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting dalam
mengklasifikasikan batubara.
Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter
dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur,
dan nitrogen, dapat dibakar.

Proses Pembentukan Batubara


Batubara berasal dari sisa tumbuhan yang mengalami proses
pembusukan, pemadatan yang telah tertimbung oleh lapisan diatasnya,
pengawetan sisa-sisa tanaman yang dipengaruhi oleh proses biokimia
yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan oleh bakteri tersebut,
maka sisa-sisa tumbuhan kemudian terkumpul sebagai suatu masa yang
mampat yang disebut gambut (Peatification) terjadi karena akumulasi
sisa-sisa tanaman tersimpan dalam kondisi reduksi didaerah rawa dengan
system draenase yang buruk yang mengakibat selalu tergenang oleh air,
yang pada umumnya mempunyai kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut
yang telah terbentuk lama-kelamaan tertimbung oleh endapan-endapan
seperti batulampung, batulanau dan batupasir. Dengan jangka waktu
puluhan juta tahun sehingga gambut ini akan mengalami perubahan fisik
dan kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan temperature (T) sehingga
berubah menjadi batubara yang dikenal dengan oroses p-embatubaraan
(Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh proses geokimia dan
proses fisiska (Stch, dkk, 1982).

Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan


batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara
bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit. Pematangan bahan
organik secara normal terjadi dengan cepat apabila endapannya terdapat
lebih dalam, hal ini disebabkan karena temperature bumi semakin dalam
akan semakin panas. Proses pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi
batubara ini dikkenal dengan cualitification. Dengan urutan zat yang
dihasilkan berupa tumbuh-tumbuhan yaitu mulai dari:

1. Gambut (Peat)
2. Lignit
3. Sub Bituminous
4. Bituminous
5. Semi Antrasit
6. Antrasit
7. Meta Antrasit

Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara ringkas dapat


diuraikan sebagai berikut:

a. Peat (Gambut)

Peat atau gambut adalah tumbuh-tumbuhan yang mati dan mengalami


pembusukan dan tercampur dalam paya yang dikenal dengan peat
(gambut). Jumlah air dalam gambut ini sangat besar dan jumlah
kandungan air tersebut berkisar antara 80-90 % ketika baru ditambang
dari paya. Penggunaannya sebagai bahan bakar dalam timber karena
akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative
rendah (Pitojo. S, 1983). Berdasarkan lingkungan tumbuhan dan
pengendapan gambut di Indonesia dapat dibagi atas dua jenis yaitu:

Gambut Ombrogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya hanya


berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan
pengendapan dimana tumbuhan pembentuk dimasa hidupnya
hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli
(Inherent) dari tumbuhan itu sendiri.
Gambut Topogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya berasal
dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa
tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air
permukaan tanah, sehingga kadar abunya juga dipengaruhi oleh
bagian yang terbawa oleh air permukaan tersebut.

Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian bial


dibanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut topogenus
mengandung lebih banyak nutrisi.

b. Lignit

Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap pertama lapisan
Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang
sedikit mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan
gambut.
Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat sampai kehitaman,
lignit segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai bakar
3056-4611 kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar
antara 5566-111 111 kal/gram (Pitojo. S, 1983).

c. Sub Bituminous

Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan mempunyai kilapan


logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang terkandung
mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat rendah,
kandungan karbon sedikit, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur
yang banyak.

d. Batubara Bituminous

Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang terpenting dan


dipakai sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor, kandungan
karbon yang relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu,
dan kandungan sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga
digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas.

e. Batubara Semi Antrasit

Batubara semi antrasit ini merpakan batubara yang memiliki sifat antara
batubara bitumen yang mempunyai kandungan zat terbang rendah
disbanding dengan batubara antrasit yang mempunyai zat terbang yang
tinggi berkisar antara 6-14 %. Batubara ini mudah terbakar dan warna
nyalanya sedikit kekuning-kuningan.

f. Batubara Antrasit

Batubara antrasit biasanya disebut batubara keras (hard coal) penamaan


ini berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga kekuatannya antrasit.
Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang karena letak lapisan
didalam kerak bumi yang tidak pasti, dimana letak lapisannya kadang-
kadang tegak dan kadang-kadang juga vertical bahkan kadang-kadang
juga berlekuk. Sifat barubara ini ditentukan dari derajat kilap atau warna.
Batubara antrasit mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon sangat
tinggi dan memiliki kandungan air atau sulfur yang relative rendah dan
kandungan zat terbang tinggi berkisar antara 8,0 %.

g. Meta Antrasit

Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas yang sangat tinggi
dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara 8000-9000
kalori. Kadara air (Water content) sangat kecil kurang dari 1 %, warna
hiam mengkilat, pecahan concoidal, tidak mengotori tangan bila dipegang,
menghasilkan api yang biru bila dibakar, tidak mengeluarkan asap, tidak
berbau, kadar abu dan sulfur juga sangat rendah. Batubara jenis
ini adalah antrasit yang mengalami pengaruh tekanan dan suhu yang
tinggi akibat proses tektonik maupun aktivitas vulkanik yang ada di dekat
endapan. Batubara jenis ini terdapat di daerah Pensylvania, Amerika
Serikat.

Reaksi Pembentukan Batubara


Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, komposisi
utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara dikenal
sebagai proses pembatubaraan (coalification). Factor fisika dan kimia
yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina,
bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai
berikut :

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +


6CO2 + CO
Cellulose Lignit Gas metan

Keterangan :

Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk


batubara.
Unsur C pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan
jumlah unsur C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan jumlah
unsur H pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit
semakin rendah kualitasnya.
Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit
semakin baik kualitasnya.

Anda mungkin juga menyukai