Abstract
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-
sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Pada tahapan geokimia, terjadi peningkatan rank pada batubara mulai dari lignite
sampai pada tahap anthracite, seiring dengan kenaikan rank, maka terjadi pula kenaikan unsur
karbon, nilai reflectan (Rmax) dan CV (Caloric Value) atau nilai kalori, serta terjadi
penurunan kandungan air (H2O), Vollatil Matter (VM), Hidrogen (H) dan Oksigen (O).
Pendahuluan
Geokimia dapat diartikan secara luas sebagai pengukuran jumlah relatip yang absolut
dari unsur-unsur kimia pada bagian – bagian bumi.Tujuan mempelajari Geokimia batubara
untuk mengetahui prinsip-prinsip yang mengatur penyebaran dan migrasi dari unsur-unsur
sepanjang siklus geologi. Pada makalah ini akan membahas pembentukan batubara,
lingkungan pengendapan batubara, Selulosa lignit gas metan, klasifikasi batubara, kualitas
batubara. Metode yang digunakan untuk mengalisa geokimia batubara menggunakan analisa
Proksimat, dan analisa ultimate.
Pembahasan
Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan,
batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk
dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan
batubara. Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan
komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk
batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh
oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (Si02,
A1203, Fe203, Ti02, Mn304, CaO, MgO, Na20, K20, dan senyawa logam lainnya dalam
jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non
combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan
kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit,
subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut
5(C6Hlo05) C20H2204 + 3CH4 + 8H,0 + 6C02 + CO
Selulosa lignit gas metan
6(C6H1005) C22H2003 + 5CH4 + 1OH20 + 8C02 + CO
Cellulose bituminous gas metan
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan
bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah
sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada
air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Pembentukan Batubara
Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan,
keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat
dipahami, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami
coalification. Pada dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat
arang dari kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi
manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam,
selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses
alam, maka banyak parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi
intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk.
Ada dua teori yang menjelaskan terbentuknya batubara, yaitu teori insitu dan teori
drift. Teori insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat
terjadinya coalification dan sama pula dengan tempat dmana tumbuhan tersebut berkembang.
Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan
sedimen berasal dari tempat lain. Bahan pembentuk batubara mengalami proses transportasi,
sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Perbedaan kualitas batubara dapat
diketahui melalui stratigrafi lapisan. Hal ini mudah dimengerti karena selama terjadi proses
transportasi yang berkaitan dengan kekuatan air, air yang besar akan menghanyutkan pohon
yang besar, sedangkan saat arus air mengecil akan menghanyutkan bagian pohon yang lebih
kecil (ranting dan daun). Penyebaran batubara dengan teori drift memungkinkan, tergantung
dari luasnya cekungan sedimentasi.
Klasifikasi Batubara
Menurut American Society for Testing Material (ASTM), secara umum batubara
digolongkan menjadi 4 berdasarkan kandungan unsur C dan H2O yaitu: anthracite,
bituminous coal, sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut).
a. Anthracite
Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi,
kandungan airnya sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat
sedikit.
b. Bituminous/subbituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relative tinggi, nilai
kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur
sedikit.
c. Lignite
Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,
kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak.
Kualitas Batubara
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan pengotor
(impurities). Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada proses penambangan
yang dalam hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu bergelimang dengan tanah. Ada
dua jenis pengotor yaitu:
a. Inherent impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah
dibakar memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada
proses pembentukan batubara. Pengotor tersebut dapat berupa gybsum
(CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2), silica (SiO2). Pengotor ini tidak
mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan
pembersihan.
b. Eksternal impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari uar, timbul pada saat proses penambangan
antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup.
Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu batubara
mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan
dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas batubara perlu
diperhatikan beberapa hal, antara lain:
Analisa Proksimat
Analisa Proksimat Batubara digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas
batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut, yaitu untuk mengetahui
jumlah relatif air lembab (moisture content), zat terbang (VM), abu (ash), dan karbon
tertambat (FC) yang terkandung didalam batubara. Analisa proksimat ini merupakan
pengujian yang paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara.
Kandungan Air (Moisture content)
Dalam batubara, moisture content paling sedikitnya terdiri atas satu senyawa
kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari
dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat
secara kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat
pada batubara. Dalam ilmu perbatuan, dikenal istilah moisture dan air. Moisture
didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai
suhu 105°C. Sementara itu, air dalam batubara ialah air yang terikat secara kimia pada
lempung.
Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa-pipa kapiler, dalam keadaan
alami pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam standar ASTM, air ini disebut moisture
bawaan (inherent moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat
teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara, menurut standar ASTM air ini disebut
moisture permukaan (surface moisture). Air yang terbentuk dari penguraian fraksi
organik batubara atau zat mineral secara termis bukan merupakan bagian dari
moisture dalam batubara.
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau
terkena hujan selama penyimpanan disebut free moisture (standar ISO) atau air-dry
loss (standar ASTM). Moisture jenis ini dapat dihilangkan dari batubara dengan cara
dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in air-dried sample (ISO) atau residual
moisture (ASTM) ialah moisture yang hanya dapat dihilangkan bila sampel batubara
kering-udara yang berukuran lebih kecil dari 3 mm (-3 mm) dipanaskan hingga
105°C. Penjumlahan antara free moisture dan residual moisture disebut total moisture.
Data moisture dalam batubara kering-udara ini digunakan untuk menghitung besaran
lainnya dari basis kering-udara (adb), bebas- ash (daf) dan basis kering, bebas-mineral
matter (dmmf).
Kandungan air total merupakan dasar penilaian yang sangat penting. Secara
umum, tinggi rendahnya kandungan air berpengaruh pada beberapa aspek teknologi
penggunaan batubara terutama dalam penggunaan untuk tenaga uap. Dalam
penggerusan, kelebihan kandungan air akan berakibat pada komponen mesin
penggerus karena abrasi. Parameter lain yang terpengaruh oleh kandungan air adalah
nilai kalor. Semakin besar kadar air yang terkandung oleh batubara maka akan
semakin besar pula nilai kalor dalam pembakaran.
Penentuan kandungan air didalam batubara bisa dilakukan melalui proses satu
tahap atau proses dua tahap. Proses dilakukan dengan cara pemanasan sampel sampai
terjadi kesetimbangan kandungan air didalam batubara dan udara. Penentuan
kandungan air dengan cara tersebut dilakukan pada temperatur diatas titik didih air
(ASTM 104-110o C).
Kandungan Abu (Ash content)
Coal ash didefinisikan sebagai zat organik yang tertinggal setelah sampel
batubara dibakar (incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang
tetap. Selama pembakaran batubara, zat mineral mengalami perubahan, karena itu
banyak ash umumnya lebih kecil dibandingkan dengan banyaknya zat mineral yang
semula ada didalam batubara. Hal ini disebabkan antara lain karena menguapnya air
konstitusi (hidratasi) dan lempung, karbon dioksida serta karbonat, teroksidasinya
pirit menjadi besi oksida, dan juga terjadinya fiksasi belerang oksida. Ash batubara,
disamping ditentukan kandungannya (ash content), ditentukan pula susunan
(komposisi) kimianya dalam analisa ash dan suhu leleh dalam penentuan suhu leleh
ash.
Abu merupakan komponen non-combustible organic yang tersisa pada saat
batubara dibakar. Abu mengandung oksida-oksida logam seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3,
dan CaO, yang terdapat didalam batubara. Kandungan abu diukur dengan cara
membakar dalam tungku pembakaran (furnace) pada suhu 815°C. Residu yang
terbentuk merupakan abu dari batubara. Dalam pembakaran, semakin tinggi
kandungan ash batubara, semakin rendah panas yang diperoleh dari batubara tersebut.
Sebagai tambahan, masalah bertambah pula misalnya untuk penanganan dan
pembuangan ash hasil pembakaran.
Kandungan Fixed carbon
Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam
material sisa setelah volatile matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa penguraian dari
komponen organik batubara ditambah sedikit senyawa nitrogen, belerang, hidrogen
dan mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi. Kandungn FC
digunakan sebagai indeks hasil kokas dari batubara pada waktu dikarbonisasikan, atau
sebagai suatu ukuran material padat yang dapat dibakar di dalam peralatan
pembakaran batubara setelah fraksi zat mudah menguap dihilangkan. Apabila ash atau
zat mineral telah dikoreksi, maka kandungan FC dapat dipakai sebagai indeks rank
batubara dan parameter untuk mengklasifikasikan batubara.
Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan : 100% dikurangi persentase
moisture, VM, dan ash (dalam basis kering udara (adb)). Data Fixed Carbon
digunakan dalam mengklasifikasikan batubara, pembakaran, dan karbonisasi batubara.
Fixed Carbon kemungkinan membawa pula sedikit presentase nitrogen, belerang,
hidrogen, dan mungkin pula oksigen sebagai zat terabsorbsi atau bergabung secara
kimia.
Fixed Carbon merupakan ukuran dan padatan yang dapat terbakar yang masih
berada dalam peralatan pembakaran setelah zat-zat mudah menguap yang ada dalam
batubara keluar. Ini adalah salah satu nilai yang digunakan didalam perhitungan
efesiensi peralatan pembakaran.
Volatile Matter
Definisi volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel
batubara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi
oleh kadar moisture). Suhunya adalah 900oC, dengan waktu pemanasan tujuh menit
tepat. Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar,
seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil uap yang dapat
mengembun seperti tar, hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat,
sulfur dari pirit, dan air dari lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan VM sehingga sampel yang
dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda dengan sampel yang
dikering-udarakan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil penentuan VM ini
adalah suhu, waktu, kecepatan pemanasan, penyebaran butir, dan ukuran partikel.
VM yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan rank suatu batubara,
klasifikasi, dan proporsinya dalam blending. Volatile matter juga penting dalam
pemilihan peralatan pembakaran dan kondisi efisiensi pembakaran.
Analisa Ultimat
Analisa Ultimat (analisa elementer) adalah analisa dalam penentuan jumlah unsur
Karbon (Carbon atau C), Hidrogen (Hydrogen atau H), Oksigen (Oxygen atau O), Nitrogen
(Nytrogen atau N) dan Sulfur (Sulphur atau S). Komponen organik batubara terdiri atas
senyawa kimia yang terbentuk dari hasil ikatan antara karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen
dan sulfur. Analisa ultimat merupakan analisa kimia untuk mengetahui presentase dari
masing-masing senyawa. Dari hasil analisa tersebut, penggunaan batubara khususnya PLTU
dapat memperkirakan secara stoikiometri udara yang akan dibutuhkan dalam pembakaran
batubara nanti.
Nitrogen
Nitrogen dalam batubara hanya terdapat sebagai senyawa organik. Tidak dikenal
adanya mineral pembawa nitrogen dalam batubara, hanya ada beberapa senyawa nitrogen
dalam air kapiler, terutama dalam batubara muda. Pada pembakaran batubara, nitrogen
akan berubah menjadi nitrogen oksida yang bersama gas buangan akan bercampur dengan
udara. Senyawa ini merupakan pencemar udara sehingga batubara dengan kadar nitrogen
rendah lebih disukai. Prinsip penentuan nitrogen dalam batubara semuanya dengan cara
mengubah nitrogen menjadi amonium sulfat melalui destruksi terhadap zat organik
pembawa nitrogen dalam batubara. Dalam metode ini, digunakan asam sulfat dan
katalisator. Banyaknya amonium sulfat yang terbentuk ditentukan dengan cara titrimetri.
Selain itu, seperti juga pada penentuan kadar karbon dan hidrogen, dalam metode
ASTM D 5373-02 kadar nitrogen dapat diketahui dengan menggunakan Thermal
Conductivity (TC) pada alat yang sama dengan penentuan kadar karbon dan hidrogen di
atas. TC inilah yang akan menangkap kadar nitrogen dalam nitrogen oksida. Data nitrogen
digunakan untuk membandingkan batubara dalam penelitian. Jika oksigen diperoleh dari
perhitungan, maka nitrogen diperoleh dari sampel yang ditentukan. Dalam pembakaran
pada suhu tinggi, nitrogen akan diubah menjadi NOx yang merupakan salah satu senyawa
pencemar udara.
Sulfur
Dalam proses pembakaran, sulfur dalam batubara akan membentuk oksida yang
kemudian terlepas ke atmosfir sebagai emisi. Ada tiga jenis sulfur yang terikat dalam
batubara, yaitu :
1. Sulfur organik, dimana satu sama lain terikat ke dalam senyawa hidrogen sebagai
substansi dari batubara.
2. Mineral sulfida, seperti pirit dalam fraksi organic (pyritic sulfur).
3. Mineral sulfat, seperti kalsium sulfat atau hidrous iron.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam
batubara, karena :
1. Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan
sumber polusi udara.
2. Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya
pembakaran spontan.
3. Semua bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam
pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur akan menyebabkan korosi dalam ketel
dan membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang disebut slagging). Disamping
itu juga menimbulkan pencemaran udara. Sebagian sulfur akan terbawa dalam hasil
pencairan batubara, gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi harus dihilangkan dulu sebelum
dilakukan proses-proses tersebut.
Oksigen
Oksigen merupakan komponen pada beberapa senyawa organik dalam batubara.
Oksigen ini didapatkan pula dalam moisture, lempung, karbonat, dan sebagainya. Oksigen
juga memiliki peranan penting sebagai penunjuk sifat-sifat kimia dengan derajat
pembentukan batubara. Unsur oksigen dapat ditemukan hampir pada semua senyawa
organik dalam batubara. Dalam batubara kering unsur oksigen akan ditemukan pada besi
oksida, hidroksida dan beberapa mineral sulfat. Oksigen juga sebagai indikator dalam
menentukan peringkat batubara.
DAFTAR PUSTAKA