Anda di halaman 1dari 8

I.

Latar Belakang

Batubara adalah suatu material yang tersusun dari bahan organik dan

anorganik dengan kandungan organic pada batubara dapat mencapai 50 % dan

bahkan lebih dari 75 %. Bahan organic ini disebut maseral yang berasal dari sisa

tumbuhan dan telah mengalami berbagai tingkat dekomposisi serta perubahan

sifat fisik dan kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh lapisan di

atasnya, sedangkan bahan anorganiknya disebut mineral atau mineral matter.

Kehadiran mineral dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara

terutama parameter abu, sulfur dan nilai panas sehingga dapat membatasi

penggunaan batubara. Keterdapatan mineral dalam batubara bermanfaat dalam

mempelajari genesanya (Finkelman, 1993).

Pembentukan batubara secara umum dapat dibagi dalam dua tahap yaitu:

tahap peatification dan atau penggambutan (akibat proses biokimia) dan tahap

coalification atau pembatubaraan (akibat proses geokimia). Tahap penggambutan

merupakan tahap awal dari suatu proses pembentukan batubara. Pada tahap ini

diperkirakan sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di

daerah rawa yang selalu tergenang air dengan kedalaman sekitar 0,5m sampai

dengan 10m dari permukaan air. Sisa tumbuhan tersebut oleh aktivitas bakteri

anaerobik dan jamur diubah menjadi gambut.

Tahap selanjutnya adalah proses pembatubaraan yang didominasi oleh

proses geokimia. Dalam tahap ini terjadi kenaikan temperatur, tekanan dan waktu

sehingga persentase unsur karbon dalam bahan asal pembentuk batubara ini

cenderung untuk meningkat. Namun sebaliknya kandungan dari unsur hidrogen


dan oksigen dalam sisa tumbuhan tadi menjadi berkurang. Karena proses

pembatubaraan ini akan menghasilkan batubara dengan berbagai peringkat yang

sesuai dengan tingkat kematangan pada bahan organiknya yaitu mulai dari lignit

yang subbituminous, semi antrasit, antarasit dan meta antrasit. Adapun Faktor

terpenting didalam tahap pembatubaraan adalah peningkatan secara berangsur

angsur dari gradien geotermik, penimbunan (burial) dan waktu.

II. Kepustakaan

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah

batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya

adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-

unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan

kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.Analisis unsur

memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan

C240H90O4NS untuk antrasit.

Karbon merupakan unsur utama batubara. Karbon juga merupakan

sumber utama dari panas dalam batubara. Karbon menghasilkan sekitar 14.500

BTU per pound karbon. Karbon merupakan non-logam. Simbol kimia dan

unsurnya adalah "C" dan memiliki berat atom 12,011 unit massa atom. Karbon

memiliki dua volume atom. Bentuk alami karbon adalah padat. Titik leburnya

adalah 3.823 derajat Kelvin, 3.550 derajat Celcius. Titik didih karbon adalah

4.300 derajat Kelvin, 4.027 derajat Celcius. Namun, titik jenuh karbon memiliki
karakter spesifik. Karbon berubah dari padat menjadi gas secara langsung dan

cepat.

Jumlah Hidrogen sekitar 5 persen dari komposisi batubara dan merupakan

gas utama yang diekstrak selama proses gasifikasi. Hidrogen merupakan non-

logam. Simbol kimia dan unsurnya adalah "H" dan memiliki berat atom 1,0079

unit massa atom. Hidrogen terdiri dari satu elektron dan satu proton, tidak berisi

neutron. Hidrogen adalah elemen paling ringan di alam semesta --- atomnya

menyusun lebih dari 90 persen alam semesta. Keadaan alami hidrogen adalah gas.

Titik lelehnya 14,01 derajat Kelvin, -259,14 derajat Celcius. Titik didih Hidrogen

adalah 20,28 derajat Kelvin, -252,87 derajat Celcius. Hidrogen tidak berwarna,

mudah terbakar dan cepat bereaksi dengan oksidan. Hidrogen memiliki banyak

kegunaan. Hidrogen cair digunakan sebagai bahan bakar roket. Hidrogen

menghasilkan sekitar 65.000 BTU per pound.

Semakin tinggi jumlah oksigen dalam batubara semakin rendah

kemampuan pemanasan batubara. Oksigen sangat reaktif dengan hampir semua

unsur lainnya dengan pengecualian untuk gas mulia. Gasifier modern

menggunakan oksigen sebagai lingkungan yang terkendali untuk batubara

mengakselerasi oksigen untuk suhu dan tekanan tinggi. Dalam lingkungan ini,

molekul batubara pecah dan reaksi kimia dimulai menghasilkan karbon

monoksida, hidrogen dan campuran gas lainnya. Oksigen merupakan non- logam.

Simbol kimia dan unsurnya adalah "O" dan memiliki berat atom 15,9994 unit

massa atom. Keadaan alami oksigen adalah gas. Oksigen memiliki titik leleh 54,8

derajat Kelvin, -218,3 derajat Celcius. Titik didih oksigen adalah 90,2 derajat
Kelvin, -182,9 derajat Celcius. Oksigen tidak berwarna dan tidak berbau. Oksigen

adalah unsur tak-beracun dalam keadaan normal.

Jumlah sulfur dalam batubara hanya 1 sampai 2 persen dari berat batubara.

Sulfur menghasilkan sekitar 4.000 BTU per pound. Jumlah ini kecil bila

dibandingkan dengan karbon dan hidrogen yang masing-masing menghasilkan

14.500 dan 65.000 BTU. Sulfur merupakan non-logam. Simbol kimia dan

unsurnya adalah "S" dan memiliki berat atom 32,06 unit massa atom. Keadaan

alami Sulfur adalah padat. Sulfur memiliki titik leleh 388,4 derajat Kelvin, 115,2

derajat Celcius. Titik didih Sulfur adalah 717,9 derajat Kelvin, 444,7 derajat

Celcius. Sulfur berwarna kuning, berbau, dan rapuh. Sulfur tunggal memiliki

toksisitas rendah. Namun, karbon disulfida, sulfida hidrogen dan sulfur dioksida

adalah senyawa sulfat beracun. Sulfur tidak larut dalam air tetapi larut dalam

karbon disulfida.

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,

panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,

bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

a. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan

(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan

kadar air kurang dari 8%.

b. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-

10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di

Australia.
c. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh

karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan

dengan bituminus.

d. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang

mengandung air 35-75% dari beratnya.

e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang

paling rendah.

III. Metodologi

Keterdapatan dan tipe mineral pada batubara adalah merupakan mineral

atau mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineral-mineral dan

material organik lainnya yang berasosiasi dengan batubara (Ward, 1986). Adapun

secara keseluruhan mancakup tiga golongan material yaitu mineral dalam bentuk

partikel diskrit dan kristalin pada batubara, unsur atau senyawa dan biasanya tidak

termasuk unsur nitrogen dan sulfur, dan senyawa anorganik yang larut dalam air

pori batubara dan air permukaan.

Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada

tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta

mineral yang berasal dari luar rawa atau endapan kemudian ditransport ke dalam

cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan dapat disebut

extraneous atau adventitious mineral matter (Speight, 1994). Berdasarkan dari

episode pembentukannya (Mackowsky,1982) membagi mineral matter menjadi

dua kategori yaitu: syngenetic dan epigenetic. Syngenetic (primary) pada mineral

matter adalah mineral yang terbentuk sebagai detrital maupun authigenic.


Berdasarkan atas dari kelimpahannya, maka mineral-mineral pada

batubara dapat dibedakan atas: dari mineral utama (major minerals), mineral

tambahan (minor minerals) dan mineral jejak (trace minerals). Ranton(1982)

menggolongkan mineral utama jika kadarnya > 10% berat, mineral tambahan 1-

10% dan mineral jejak , 1% berat. Umumnya yang termasuk mineral utama adalah

mineral lempung dan kuarsa sedangkan mineral minor yang umum adalah

karbonat, sulfide dan sulfat.

IV. Pembahasan

Pemanfaatan dari batubara memerlukan pemahaman mengenai

karakteristik pada mineral yang terkandung di dalamnya, akan tetapi kesulitan

yang dihadapi ini dalam studi mineralogi pada batubara disebabkan antara lain

adalah ukuran butir mineral sangat halus, adanya asosiasi mineral dengan

komponen organik, dan bentuk dan gabungan mineral kompleks.

Sejumlah teknik yang kini telah diterapkan dalam mengidentifikasi dan

mengkuantifikasi mineral pada batubara antara lain adalah: Mikroskop optik,

microskopis elektron (SEM), Electron Probe Micro Analyser (EPMA), difraksi

sinar-X (XRD). Dalam rencana penelitian ini hanya digunakan dua metode yaitu

microskop optik (sinar polarisasi) dan difraksi sinar-X.

Metode analisis mineral pada batubara, Scanning Electron Microphrobe

Partikel-partikel mineral dalam batubara dapat dilihat dengan SEM (Scanning

Electron Microphrobe). Sampel yang dipakai untuk electron microphrobe dapat

berupa sayatan poles atau permukaan pecahan batubara.


Identifikasi mineral-mineral dalam batubara dilakukan oleh analisis X-ray

fluorescence. Elemen-elemen ini secara dapat otomatis dikumpulkan oleh

Scanning Electron Microphrobe. Untuk melihat distribusi mineral-mineral dalam

batubara juga bisa digunakan CCSEM (Computer Controlled Scanning Electron

Microscopy). CCSEM digunakan untuk menentukan ukuran mineral, asosiasi

mineral, komposisi dan banyaknya mineral dalam batubara. Gambar yang

dihasilkan berbentuk tiga dimensi dengan menampilkan sinyal dari suatu detector

elektron pada layar television atau monitor komputer. SEM memiliki spectrometer

sinar-X, lensa focusing, fasilitas untuk menyapu berkas dalam raster, pengaturan

untuk mendeteksi electron dan display sistem.

V. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik ialah batubara merupakan material yang

tersusun dari bahan organik dan anorganik dengan kandungan organic pada

batubara dapat mencapai 50 % dan merupakan salah satu material ekonomis yang

banyak diminati. Batubara terdiri dari mineral beberapa mineral penyusun dengan

karakteristik dan tipe yang dimiliki masing-masing. Hal tersebut dapat ditentukan

dengan analisis SEM (Scanning Electron Microphrobe).


DAFTAR PUSTAKA

Bustin R.M., 1989, Coal Petrology: Its Principles, Methods, and Applications,
Geological Association of Canada, (Reprint Edition).

Falcon R.M.S. & Snyman, C.P., 1986, An Introduction to Coal Petrography,

Finkelman R.B., 1993, Trace and Minor Elements in Coal, In Organic


Geochemistry (Engel, M.H & Macko, S.A) Plenum Press, New York, pp.
299-318.
Mackowsky M.TH, 1982, Minerals and Trace Elements Occuring in Coal, In
Stach E. et al : Stach’s Texbook of Coal Petrology, Geb Borntraeger,
Berlin-Stuttgart, p.153-170.
Ranton J.J., 1982, Mineral matter in coal In Meyer

Ward C.R., 1986, Review of Mineral Matter in Coal, Australian Coal Geology,
Geol.Soc. of Austra-lia, Vol. 6 pp. 87-107.

Anda mungkin juga menyukai