Anda di halaman 1dari 14

“ANALISIS PENGARUH KEHILANGAN BERAT PADA

BATUBARA TERHADAP NILAI KALORI SELAMA PROSES


PIROLISIS”

Disusun dan diajukan oleh

RM. ALIFUDDIN PURNOMO KAHAR

D111181002

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
I. LATAR BELAKANG
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting, berupa lapisan
batuan sedimen organik yang padat dan heterogen. Oleh karena sifatnya yang
heterogen ini maka batubara mempunyai kualitas yang berbeda-beda meskipun
tempat terbentuknya terdapat pada satu tempat. Tingkat temperatur dan
penekanan yang dialami dalam suatu lingkungan pengendapan lapisan batubara
tidaklah sama, ini adalah salah satu penyebab berbedanya kulitas batubara yang
dihasilkan. Perbedaan kualitas batubara tersebut diklasifikasikan berdasarkan
perbandingan antara kadar air, mineral metter, karbon tetap dan berdasarkan
nilai kalorinya. Hasil penambangan batubara pada umumnya menunjukkan
peringkat yang berbeda-beda, dari yang paling tinggi hingga paling rendah.
Batubara yang memiliki tingkatan paling tinggi dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh konsumen, akan tetapi untuk batubara peringkat rendah harus
ditingkatkan melalui suatu proses tertentu agar sesuai dengan permintaan
konsumen.
Pemanfaatan batubara dapat dilakukan secara langsung maupun melalui
metode konversi. Salah satu metode konversi batubara yang dapat dilakukan
adalah dengan cara karbonisasi. Karbonisasi dilakukan untuk meningkatkan
kualitas batubara itu sendiri, dimana dalam proses karbonisasi akan terjadi
pengurangan berat seiring meningkatnya suhu yang diberikan pada batubara
tersebut.
Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kehilangan berat
maksimum yang dapat dialami suatu rank batubara tertentu dan suhu optimal
yang dibutuhkan dalam proses karbonisasi untuk memperoleh nilai kalori
maksimum pada batubara tersebut.

II. PERUMUSAN MASALAH


Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan suhu optimal
yang dibutuhkan batubara dalam proses karbonisasi sehingga diperoleh batubara
dengan kualitas yang lebih baik.
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis parameter kualitas batubara yang terdiri dari kandungan air, volatil
meter, total karbon dan nilai kalori.
2. Menentukan pengurangan berat maksimum yang dapat dialami batubara dalam
proses karbonisasi.
3. Menentukan suhu optimal dalam proses karbonisasi untuk memperoleh batubara
dengan nilai kalori yang lebih tinggi.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Batubara adalah suatu benda paat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam
unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari komponen
kimia tersebut dapat diketahui. Pada umumnya benda padat tersebut homogen, tetapi
hampir semua berasal dari sisa-sia tanaman. Sisa-sisa tanaman tanaman tersebut sangat
kompleks (Thiessen, 1947).
Genesa batubara berdasarkan tempat terjadinya terdiri dari teori insitu dan teori
drift. Teori insitu, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya ditempat
dimana tumbuh-tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang mempunyai ciri-
ciri sbb : penyebarannya luas dan kualitasnya baik (karena kadar abunya rendah).
Sedangkan teori drift, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terjadinya
ditempat lain dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada karena sudah tertransportasi, yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : penyebarannya tidak luas tetapi banyak,
kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung pengotor (Silalahi, 2002).
IV.1 Klasifikasi Batubara
Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui kelas batubara. Perbedan
tumbuhan asal dan proses kualifikasi yang terjadi menyebabkan batubara yang
terbentuk pada suatu tempat belum tentu sama dengan ditempat lain. Pengelompokan
batubara secara umum didasarkan pada usia dan kandungan karbonnya, yaitu :
IV.1.1 Batubara antrasit
Batubara antarsit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam sangat mengkilap,
kompak, nilai kalor sanagt tinggi, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan air
sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit. Batubara
antrasit digunakan untuk briket batubara, bahan baku pembuatan karbon, bahan bakar
fluidized bed boiler. Penggunaan batubara antrasit untuk bahan bakar dalam tanur putar
kurang disukai, karena akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dan suhu yang
relatif lebih rendah (Speight, 2005).
IV.1.2 Batubara Bituminus
Batubara bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilat, kurang
kompak, nilai kalor tinggi, kandungan kalor relatif tinggi, kandungan air sedikit,
kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. Batubara bituminus digunakan pada
industri baja, bahan bakar pembangkit listrik, karena sifat kelemlehan (catring property)
tinggi. Batubara bituminus adalah jenis batubara yang lebih disukai pemakaian sebagai
bahan bakar dalam tanah putar, karena mempunyai kandungan voletile matter yang
cukup, tetapi nilai kalornya relatif tinggi (Speight, 2005).
IV.1.3 Batubara Sub Bituminus
Batubara Sub Bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilap,
kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi, kandungan air realtif
banyak, kandungan abu realtif banyak, kandungan sulfur realtif banyak. Batubara Sub
Bituminus digunakan pada industri baja, dan bahan bakar pembangkit listrik. Batubara
sub Bituminus mempunyai kandungan ASH yang besar dan kandungan air yang lebih
tinggi tidak disukai karena hal tersebut akan menurunkan suhu nyala dan membutuhkan
excess air yang lebih besar (Speight, 2005).
IV.1.4 Batubara Lignit
Batubara Ligmit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam, sangat rapuh, nilai
kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak,
kandungan sulfur banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik karena banyak mengandung air. Aada kalanya di dehidrasi terlebih
dahulu. Batubara lignit emmpunyai kandungan volatil matter yang tinggi dan berheating
value yang renadah tidak disukai karena akan menghasilkan suhu nyala yang rendah
(Speight, 2005).
IV.2 Parameter Kualitas Batubara
Kualitas dari batubara dapat diketahui dengan menggunakan parameter-
parameter dari batubara. Parameter-parameter dari batubara adalah sbb :
IV.2.1 Kandungan Air.
Kandungan air dalam batubara secara umum ada dua yaitu air permukaan (free
moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan air permukaan
secara mekanis terdapat dalam permukaan dan retakan-retakan serta kapiler-kapiler
besar (makro kapiler) batubara dan mempunyai tekanan gas normal. Jumlah kandungan
air bebas secara prinsip tergantung dari kondisi yaitu dari lembab sampai kering. Hal
tersebut juga tergantung dari penambangan, benefisiasi, transportasi, penanganan dan
penyimpanan juga distribusi ukuran butirnya (Speight, 2005).
Kandungan air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan lebih
rendah dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini penting diketahui, karena
dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara. Batubara makin tinggi
kandungan air bawannnya, peringkatnya makin rendah. Kadar air total (total moisture)
adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi di lapangan (as
received), baik yang terikat secara kimiawi maupun pengaruh kondisi luar. Kadar air
total adalah penjumlahan dari kadar air bebas dan kadar air bawaan, yang merupakan
salah satu parameter penting karena berpengaruh terhadap pengangkutan, penanganan
dan penggerusan terutama dalam proses pembakarannya (Speight, 2005).
Kadar air dalam batubara dapat meningkatkan kehilangan panas, karena
penguapan dan pemanasan berlebih dari uap, membantu pengikatan partikel halus pada
tingkatan tertentu dan membantu radiasi transfer panas. Adanya kandungan air yang
berlebihan maupun terlalu sedikit dapat menimbuikan masalah dari segi handling. Bila
kandungan air berlebih, akan menyebabkan batubara lengket dan menempel pada
berbagai tempat. Bahkan dapat pula menyebabakan penyumbatan pada screen dan
berbagai peraiatan lainnya. Kebalikannya, bila kandungan air sangat kurang, akan
menyebabkan berterbangannya debu batubara.
IV.2.2 Kandungan Abu
Seperti telah diketahui bahwa kandungan batu bara terdiri dari 3 unsur yaitu: air,
material batu bara (coal matter) dan material bukan batu bara (mineral matter). Mineral
matter terdiri atas 2 macam yaitu mineral matter bawaan (inherent mineral matter) serta
material mineral dari luar batu bara (extraneous mineral matter). Inherent mineral matter
berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang hidup di rawa-rawa dan sulit dipisahkan
dari batu bara, biasanya berjumlah 0,5 – 1,0 %. Extraneous Mineral Matter terjadi saat
terambil waktu penambangan (parting), yang terbawa waktu terjadi banjir ke lapisan
batubara pada waktu pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipisahkan
dari batubara dengan proses pencucian (Speight, 2005).
Jika batubara dipanaskan maka mineral matter tersebut akan mengalami
perubahan secara kimia menjadi abu. Abu merupakan sisa-sisa zat organik yang
terkandung dalam batubara sebagai pengotor, baik dari proses pembentukannya maupun
dari proses penambangannya. Perubahan secara kimia tersebut, yaitu: kehilangan air
dari senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen, kehilangan CO2 dari karbonat,
oksidasi FeS2 menjadi besi sulfida dan magnesium oksida, penguapan dan penguraian
dari alkali chloride (Speight, 2005).
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara
5% hingga 40%. Abu mengurangi kapasitas handling dan pembakaran, meningkatkan
biaya handling, mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler, menyebabkan
penggumpalan dan penyumbatan
IV.2.3 Kandungan Sulfur.
Sulfur merupakan zat pencemar, maka adanya sulfur yang tinggi sangat tidak
dikehendaki. Senyawa sulfur di dalam batubara akan sangat merugikan antara lain akan
menimbulkan korosi, akan menimbulkan polusi SO2 dari udara, senyawa sulfur
dioksidasi menjadi SO2 dan SO3. Kedua oksida ini di dalam larutan alkali akan menjadi
sulfat, misalnya BaSO4 yang dihasilkan merupakan persentase sulfur di dalam batubara.
Sulfur mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan.
Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu :
a. Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 – 80 % dari total sulfur dan berasosiasi
dengan abu batubara. di mana pada pemanasan dalam suasana oksidasi dan berubah
menjadi besi oksida Fe2O3 sambil melepas SO2.
b. Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 – 80 % dari total
sulfur. Sulfur Organik terikat secara kimia dengan substansi atau zat-zat lain.
c. Sulphate sebagaian besar terdiri dari kalsium sulfat (CaSO4) dan besi sulfat.
Secara umum untuk memperkirakan jumlah mineral matter dapat dicari dengan
menggunakan Formula Parr Asli (North America) :
MM = 1,08 A + 0,55 S
Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dimana MM adalah Mineral Matter, A
adalah Abu dan S adalah Sulfur.
IV.2.4 Zat Terbang.
Zat terbang (Volatile Matter) merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau
panas apabila batubara dibakar. Zat terbang terdiri dari Combustible gasses (gas-gas
yang mudah terbakar) seperti gas hidrogen, CO, dan CH4 serta gas-gas yang dapat
dikondensasikan seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak terbakar seperti
CO2 dan air yang terbentuk karena hasil dehidrasi dan kalsinasi.
Zat terbang juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan peringkat
batubara. Pengaruhnya dalam preparasi batubara adalah jika kandungan zat terbang
tinggi (>24 %) maka batubara akan mudah terbakar. Zat terbang berbanding lurus
dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan
batubara, mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku, mempengaruhi
kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi, mempengaruhi kebutuhan
minyak bakar sekunder (Speight, 2005).
IV.2.5 Karbon Tetap (Fixed Carbon)
Fixed Carbon menunjukkan kandungan karbon batubara, berupa zat padat dan
jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang. Semakin tinggi nilai karbon
tetap semakin tinggi kandungan karbonnya yang berarti peringkatnya semakin baik.
Kandungan Fixed Carbon dapat dihitung melalui persamaan :
FC = 100 – ( A + VM + IM )
Dimana FC ; Fixed Carbon (Karbon tetap), IM ; Inherent Moisture (Kadar Air
Bawaan), AC ; Ash Content (Kadar Abu), VM ; Volatile Matter (Zat Terbang). Rasio
Fixed carbon dengan Volatile matter (zat terbang) disebut dengan Fuel Ratio (FR). FR
juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan peringkat batubara (Speight,
2005).
IV.2.6 Nilai Kalor
Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang terbakar
seperti karbon, hidrogen, dan sulfur. Nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan dalam
proses pembakaran batubara adalah nilai kalor bersih (net calorific value) Yaitu nilai
kalor pembakaran dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud gas..
Sedangkan nilai kalor yang biasa digunakan sebagai laporan dari analisa adalah
keseluruhan (gross calorific value) Yaitu nilai kalor pembakaran dimana semua air
(H2O dihitung dalam keadaan wujud cair..
IV.3 Sampling Batubara dan Penyiapan Sampel Uji
Tujuan utama dari pemercontohan ialah untuk mengumpulkan secara terkendali
sejumlah material dari mana ia diambil. Material yang diambil tersebut disebut contoh
(sample), merupakan material yang akan dipersiapkan melalui prosedur tertentu hingga
ia memenuhi syarat untuk uji – uji yang dikehendaki, apakah itu uji fisik atau analisis
laboratorium. Tipe uji atau analisis yang akan dilakukan, tergantung pada karakteristik
apa yang ingin diukur. Data- data yang diperoleh dari contoh akan dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan seperti :
1. Menentukan karakteristik pencucian dari endapan batubara dengan uji endap
apung. Digunakan untuk merancang pabrik pencucian.
2. Mendapatkan informasi tentang batubara yang ditambang.
3. Memeriksa kondisi batubara pada tempat–tempat tertentu selama material tersebut
bergerak, hingga dapat dibandingkan dengan syarat optimum.
4. Mendapatkan data-data perolehan/kehilangan yang bertujuan untuk
memperbaikinya, yaitu dengan meningkatkan perolehan atau sebaliknya
menurunkan kehilangan.
5. Menentukan karakteristik fisik/kimia dari produk yang dihasilkan seperti
kandungan abu, air, sulfur dan nilai kalor.
Data yang diperoleh dari suatu analisis sangat tergantung pada mewakili
(representative) atau tidaknya percontoh (sample) yang dianalisis. Terdapat berbagai
standar pemercontohan agar dapat diperoleh percontoh yang mewakili. Beberapa faktor
penting yang patut diperhatikan pada saat melakukan pemercontohan batubara adalah :
Pemilihan metode pemercontohan, pemilihan lokasi pemercontohan, pemercontohan
dilakukan pada kondisi steady –state. jumlah percontoh harus cukup untuk semua
kebutuhan analisis, pemilihan metode mereduksi jumlah/berat percontoh dan
penomoran. Pengambilan sampel batubara terdiri dari sampel insitu dan sample eksitu.
Sampel insitu diambil langsung pada lapisan batu bara sebelum dilakukan
penambangan. Sampel eksitu, sampel batubara yang diambl setelah ditambang
(Speight, 2005).
Sampel batubara perlu diremuk, digerus, dibagi maupun diperkecil jumlahnya
sebelum dilakukan analisis. Proses pekerjaan ini disebut dengan reduksi sampel. Karena
analisis batubara biasanya dilakukan dengan sampel yang tidak banyak, maka proses
reduksi harus dilakukan dengan benar agar didapatkan hasil analisis yang akurat. Proses
ini dilakukan dengan salah satu atau gabungan dari cara-cara berikut ini: m etode reduksi
inkremen (increment reduction method), metode reduksi dengan menggunakan Riffle
Divider. metode reduksi dengan mesin pereduksi (alat pembagi sampel/splitter), metode
reduksi berdasarkan proporsi masing-masing ukuran butir. Metode conical quartering
dan alternate shovel sebenarnya dapat pula dipakai, tetapi karena tingkat kesalahannya
besar sebaiknya dihindari pemakaiannya (Speight, 2005).
IV.4 Analisis Batubara
Terdapat beberapa metode untuk menganalisis batubara diantaranya yaitu :
analisis ultimate dan analisis proximate.
IV.4.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash).
Kandungan air dinyatakan dalam persen massa yang menunjukkan nilai
berkurangnya massa/berat dari sampel batubara, setelah dikeringkan dengan pemanasan
pada pada suhu 107 ± 2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga
suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya (Speight,
2005).
Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum
pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling abu pada tungku. Menurut
JIS, kandungan abu didefenisikan sebagai berikut : Pada saat awal proses pengabuan
(insenerasi, pembakaran menjadi abu), belerang organik dan belerang pirit terbakar
menjadi oksida belerang. Pemanasan dilakuka terus dan dikontrol agar jumlah sulfatnya
berada pada tingkat minimum selama pengabuan dan ditambah dengan adanya
penguraian sempurna dari karbonat, maka zat sisa anorganik yang terjadi selama sulfat
tidak mengalami penguraian itulah yang disebut kandungan abu. Pada analisis ini,
sampel dibakar pada temperatur 815 ± 10°C di dalam media udara dengan mengikuti
pola peningkatan temperatur yang telah ditetapkan. Jumlah abu yang tertinggal, lalu
dihitung sebagai persen massa dari sampel. Inilah yang kemudian disebut sebagai
kandungan abu (ash content) dalam persen.
Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter), sampel dimasukkan
kedalam krusibel tertutup, lalu sambil diupayakan agar tidak terjadi kontak dengan
udara, sampel dipanaskan pada temperatur 900 ± 20°C, dalam waktu yang cukup
singkat. Setelah itu kehilangan massa akibat pemanasan terhadap sampel dihitung
berdasarkan persen massa. Kemudian nilai tersebut dikurangi dengan nilai kandungan
air dari analisa kuantitatif yang dilakukan bersamaan. Hasilnya inilah yang berupa
kandungan zat terbang, yang terdiri dari unsur-unsur yang mudah menguap di dalam
batubara itu sendiri, atau zat-zat yang terlepas ke udara akibat proses pemanasan.
Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil
terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas
selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan
mudahnya penyalaan bahan bakar. Kandungan karbon tetap didapatkan dari analisis tak
langsung, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air,
bahan mudah menguap dan abu (Speight, 2005)..
IV.4.2 Analisa Ultimat
Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara,
meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi untuk
menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses pengolahan ataupun
kualitas batubara (Speight, 2005).
IV.4.3 Nilai Kalori
Nilai kalori atau nilai panas atau kadang-kadang disebut energi spesiflk,
ditentukan dengan membakar conto dengan berat tertentu di dalam bomb calorimeter
dengan cara adiabatik. Nilai kalori dihitung dari pengamatan temperatur yang dilakukan
sebelum dan sesudah combustion (Speight, 2005).
Basis pelaporan kualitas batubara yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Air dried basic (adb) atau as analysed basic, hasil ini diperoleh dari analisis batubara
setelah pengeringan. Kebanyakan analisis mula-mula dilaporkan atas dasar ini, dan
dapat diubah dengan perhitungan pada dasar lain (Miller, 2005).
b. As sampled basic (asb) atau As Received (ar), dihitung atas dasar lokasi dimana
sample diambil (Miller, 2005).
c. Dry basic (db), analisis didasarkan atas dasar persen bebas air untuk menghindari
variasi pada analisis proksimat yang disebabkan oleh perbedaan kandungan air
(Miller, 2005).
d. Dry, ash free basic (daf), dasar yang dipakai untuk menunjukkan kondisi hipotesis
dimana batubara tersebut bebas dari air dan abu. Biasanya digunakan untuk zat
terbang, nilai kalor, carbon dan hydrogen (Miller, 2005).
e. Dry, mineral matter free basic (dmmf), dasar ini juga untuk menunjukkan kondisi
hipotesis dimana batubara bebas dari semua air dan mineral matter. Dasar ini biasa
dipakai pada analisis ultimat, zat terbang dan nilai kalori (Miller, 2005).
IV.5 Karbonisasi

Karbonisasi adalah salah satu proses alternatif untuk konversi batubara dalam
bentuk bahan bakar lain. Karbonisasi dilakukan dengan memanaskan batubara tanpa
kontak dengan udara pada  temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan
material-material, seperti: padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut
char/semicoke, larutan yang merupakan campuran hidrokarbon disebut tar, aqueous
liquor, dan hidrokarbon lain dalam bentuk gas (Edgar, 1983).
Karbonisasi batubara pada umumnya diklasifikan menjadi dua, yaitu karboisasi
temperatur rendah dan karbonisasi temperatur tinggi. Karbonisasi temperatur rendah
dilakukan pada suhu kurang dari 1300oF (704,4oC) untuk menghasilkan bahan bakar lagi.
Sedangkan karbonisasi temperatur tinggi dilakukan pada suhu 1650oF (898,9oC),
secara langsung dapat menghasilkan menghasilkan coke bahan bakar untuk industri
peleburan besi dan baja (Edgar, 1983).
Karbonisasi disebut juga pirolisis, dimana proses pembakaran diharapkan dapat
memperkaya unsur karbon material organik pada batubara. Proses pirolisis dapat
dilakukan melalui dua metode, yaitu : Gray-King dan Fischer (Edgar, 1983).
1. Tes karbonisasi Gray-King
Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang
diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel
didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam untuk
karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2 jam untuk
karbonisasi temperatur tinggi (Edgar, 1983).
2. Tes Karbonisasi Fischer atau Fischer-Schroder
Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada
peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung
alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin.
Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat
dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank
rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah (Edgar, 1983).
Karbonisasi pada batubara akan mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimia
pada batubara tersebut, dimana batubara yang dipanaskan akan mengalami perubahan
yang berbeda tergantung pada peringkat/jenis batubara tersebut. Faktor signifikan yang
menentukan hasil pirolisis salah satunya zat mudah terbang sehingga dalam proses
pirolisis dimana semakin besar suhu yang diberikan akan semakin banyak berat sampel
yang akan berkurang (Gambar 6.1), hingga sampai pada pengurangan berat maksimum
pada sampel tersebut (Edgar, 1983).

Gambar 6.1 Pengaruh rank batubara terhadap kehilangan berat selama proses
pirolisis (Edgar, 1983).

V. METODE PENELITIAN
Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggabungkan antara teori
dan kenyataan dilapangan, sehingga dari keduanya didapatkan pendekatan masalah
yang paling baik. Urutan penelitian yang digunakan sebagai berikut :
V.1 Studi literatur
Mempelajari literatur berupa teori-teori, rumusan-rumusan dan data-data yang
berhubungan dengan percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara, agar
pembaca dapat memahami laporan tugas akhir yang dibuat.
V.2 Pengamatan lapangan
Pengamatan dilakukan tujuannya untuk menentukan batas-batas tempat atau
lokasi yang nantinya akan dilakukan pengambilan data, dimana lokasi pengambilan
sampel di area kerja PT Bukit Asam (Persero), Tanjung Enim.
V.3 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan
dalam rangka penyusunan tugas akhir ini, yang terdiri dari :
a. Data sekunder, yaitu data-data mendukung yang diambil dari literatur-literatur
yang berhubungan dengan penelitian. Data-data pendukung yang meliputi :
teknik percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara.
b. Data primer, yaitu data-data penelitian yang diperoleh langsung dari lapangan,
berupa: sampel batubara yang terdiri dari lignit, bituminus dan antrasit. Serta
data-data lainnya menyesuaikan keadaan dilapangan.
V.4 Pengolahan data
Usaha untuk menyusun data dan diolah kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan kegunaanya. Dalam penelitian ini, data berupa sampel batuabara akan
dilakukan analisis di laboratorium, sehingga diperoleh data perubahan berat sampel
batubara (kehilangan berat) setelah dipanaskan dengan selang suhu 0o - 600oC.
Kemudian dilakukan analisis nilai kalori masing-masing dari sampel batubara
setelah dipanaskan.
V.5 Analisa hasil pengolahan data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa untuk dibandingkan dengan teori
yang terdapat dalam literatur. Sehingga diperoleh grafik perbandingan antara
kehilangan berat batubara pada masing-masing rank dengan pemanasan suhu dalam
proses pirolisis. Kemudian dilakukan analisa sehingga diperoleh pula grafik
perbandingan nilai kalori terhadap kehilangan berat dalam proses pirolisis.
V.6 Kesimpulan
Proses ini merupakan penyimpulan yang didasarkan atas segala data yang
telah diolah dan dianalisa. Kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan akan
diperoleh suhu optimal dalam proses pirolisis.
VI. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
VII. Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan selama 3 (Tiga) bulan, yaitu pada
tanggal 28 Juni 2021 – 12 September 2021, dengan jadwal pelaksanaan sebagai
berikut :

No Waktu (minggu)
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Orientasi
Lapangan
Pengambilan Data
2.
Primer & Sekunder
3. Pengolahan dan
Analisa Data
Konsultasi dan
4.
Bimbingan
Penyusunan dan
5. pengumpulan Draft
Laporan

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anriani, T., Mukiat, Handayani, H. E., Analisa Perbandingan Kualitas Batubara TE-
67 Di Front Penambangan Dan Stockpile Di Tambang Air Laya PT Bukit Asam
(Persero), Tbk. Tanjung Enim Sumatera Seltan. Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.

Edgar, T. F., 1983. Coal Processing and Pollution Control. Gulf Publishing
Company, Houston, Texas.

Herlina, A., Handayani, H. E., Iskandar, H., 2014. Pengaruh Fly Ash dan Kapur
Tohor Pada Netralisasi Air Asam Tambang Terhadap Kualitas Air Asam Tambang
(pH, Fe, & Mn) Di IUP Tambang Air Laya PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Jurnal
Ilmiah Teknik, 2: 2.

Miller, B. G., 2005. Coal Energy System. Elsevier Academic Press, California,
USA.

Speight, J. G., 2005. Handbook of Coal Analysis. Wiley Interscienc, Hoboken, New
Jersey.

Silalahi, S. M., 2002. Kamus Pertambangan, Teknologi dan Pemanfaatan Batubara,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai