Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber
daya alam. Salah satunya bahan galian batubara yang merupakan bagian dari
sumberdaya alam yang dicari. Dengan demikian, untuk mengetahui serta
mempelajari karakteristik dari batubara sangatlah begitu luas. Seperti yang kita
ketahui, sifat-sifat fisik ataupun komposisi dari suatu batubara itu memilik
perbedaan, apakah masih berbentuk berupa endapan ataupun telah dilakukan
proses pengolahan untuk siap diperjualkan. Meninjau dari perbedaan komposisi
dan sifat-sifat fisik disebabkan oleh adanya proses penggambutan, perubahan-
perubahan yang terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara penambangan
dan pengolahan yang telah dilakukan.
Meninjau dari cakupan mengenai karakteristik batubara dapat menjadikan
batubara sebagai bahan galian yang mempunyai nilai jual yang tinggi, namun
tergantung pada jenis dan unsur-unsur yang terkandung pada batubara itu
sendiri. Batubara merupakan suatu batuan sedimen organik, yang dapat terbakar
sehingga digunakan untuk sumber energi yang optimal. Batubara terbentuk dari
hasil pengawetan sisa-sia tanaman purba dan menjadi padat setelah tertimbun
selama ratusan tahun oleh sejumlah lapisan yang berada diatasnya. Selain itu,
batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu sumber energi yang
mempunyai peran yang sangat besar untuk pembangunan nasiaonal.
Pada umumnya batubara ini dapat dikenal dari kenampakan sifat fisiknya
yaitu dengan memiliki warna coklat hingga hitam, berlapis, padat, mudah
terbakar, kedap cahaya, berkilap kusam, bersifat getas, non-kristalin, dan
pecahan kasar sampai konkoidal. Unsur utama kimia dari pembentuk batubara
yaitu Karbon (C), Nitrogen (N), Sulfur (S), serta Hidrogen (H). Maka dari itu untuk
pengetahuan yang lebih mengenai karakteristik batubara akan dikaji pada
pembahasan makalah saat ini.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini beberapa permasalahan yang akan dijadikan pembahasan
dalam makalah ini, diantaranya :
1. Bagaimana karakteristik dari batubara di lokasi sumatera?
2. Bagaimana sifat-sifat fisik dan kimia dari batubara?
3. Bagaimana cekungan-cekungan yang ada pada pulau Sumatera?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Dapat memahami karakteristik dari batubara di lokasi sumatera.
2. Dapat memahami tempat terbentuknya batubara.
3. Dapat mengetahui pengelompokkan basis-basis standart pada batubara.

1.4 Manfaat Makalah


Manfaat yang diharapkan dari makalah ini, sebagai berikut :
1. Secara Akademis, dapat bermanfaat untuk penambahan data maupun
referensi, untuk menunjang kedepan nya didalam dunia pertambangan.
2. Secara Teoritis, agar dapat bermanfaat, menambah wawasan serta
pemahaman bagi penulis.

1.5 Metode Penyusunan Makalah


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini diperoleh dengan
melalui berbagai cara seperti metode tinjauan dari beberapa sumber yang
kompeten dalam permasalahan mengenai Karakteristik Batubara Di Sumatera.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 Pendahuluan
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari
endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batubara dapat terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi
antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan
panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara. Adapun
dalam proses Pembentukan batubara itu sendiri dimulai sejak zaman batubara
pertama (Carboniferous Period / Periode Pembentukan Karbon atau Batubara),
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.
Sehingga dalam mutu dari setiap endapan batu bara dapat ditentukan
oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentuka dapat disebut sebagai
‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batubara
muda) atau ‘brown coal (batubara coklat)’ – Ini adalah batubara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara
muda agak lembut dan mempunyai warna yang bervariasi dari hitam pekat
hingga kecoklat-coklatan. Hal tersebut dapat diakibatkan adanya suatu pengaruh
suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya
dan mengubah batubara muda menjadi batubara ‘sub-bitumen’. Perubahan
kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi
yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.
Formasi batuan pembawa batubara yang berada di daerah Lampung,
Sumatera Selatan ini terletak batasan anatar cekungan, dan secara fisiografi
berada dalam lajur Palembang yang berbatasan langsung dengan ujung Selatan
Lajur Barisan. Sehingga fasies batuan yang berada dibagian bawah yaitu
Konglomerat, Batupasir Konglomerat, dan Batupasir Kuarsa. Dalam satuan

3
4

fasies pembawa batubara ini yaitu berada pada formasi Talangakar yang
berlingkungan pengendapan mulai dari fluviatil-paralik, yang semakin ke atas
semakin beruabah menjadi sublitoral, dan mempunyai umur Oligo-Miosen.
Sehingga dalam kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap karakter dan jenis
batubara yang akan terbentuk pada daerah tersebut.
Adapun formasi yang terdapat di Sawahlunto ini terdiri atas endapan
sungai dan dataran banjir yang ditandai dengan warna merah, hijau dan ungu,
hal tersebut dapat ditandai dengan batulanau dan serpih yang berasosiasi
dengan batupasir endapan alur, dan berselingan dengan lapisan-lapisan
batubara yang terendapkan pada umur Eosen.
2.1.2 Tingkatan Kualitas Batubara
Dalam suatu tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut
sampai menjadi antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan
yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai “tingkat mutu” batubara.
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen
biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan
karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat
dan seringkali berwarna hitam mengkilap seperti kaca. Batubara dengan mutu
yang lebih tinggi, memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
Antrasit adalah batubara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian
memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat
kelembaban yang lebih rendah. (seperti terlihat pada diagram berikut).

4
5

Sumber: Anonim,2012
Gambar 2.1
Tingakatan Batubara

Proses pembentukan batubara dari gambut hingga antrasit, tentu saja


dipengaruhi oleh terdapat beberapa faktor seperti adanya perkembangan dan
jenis tumbuh-tumbuhan, keadaan lingkungan pengendapan, dan adanya proses
geologi.
Perkembangan dan jenis tumbuh-tumbuhan sangat berpengaruh sekali
terhadap jenis dan akumulasi batubara yang terjadi. Berbagai macam jenis
tumbuhan dan bagian-bagian dari akar sampai bunga, antara lain : vitrain yang
terbentuk dari batang kayu yang keras dan merupakan batubara yang porous.
Sementara itu, keadaan lingkungan pengendapan batubara akan
mempengaruhi jenis, kilap dan peringkat dari batubara. Keadaan lingkungan
pengendapan ini meliputi : cuaca, iklim dan keadaan tanah maupun rawa-rawa
tersebut. Batubara yang terendapkan pada daerah tropis dan beriklim hangat
akan membentuk batubara yang mengkilap, sedangkan pada daerah dingin akan
membentuk batubara yang kusam.
Sedangkan proses geologi yang dapat mempengaruhi pembentukan atau
peningkatan derajat kualitas batubara, antara lain :
1. Intrusi yang menyebabkan batubara mengalami metamorfosa kontak
sehingga derajat batubara akan meningkat seperti di Tambang Air Laya
dan Balong Hijau.

5
6

2. Perlipatan yang terjadi pada zona perlipatan yang kuat, batubara akan
mengalami kenaikan derajat.
3. Patahan atau zona patahan, batubara akan mengalami metamorfosis
akibat adanya dislokasi, misalnya : di Ombilin Sumatera Barat
Lingkungan pengendapan satuan batuan pembawa-batubara diduga
fluviatil, yang secara berangsur ke arah atas yang terpengaruhi oleh lingkungan
laut dangkal. Sehingga kondisi yang dapat ditunjukkan oleh keterdapannya
konglomerat yang ditindih oleh perselingan batukempung dan batupasir yang
selanjutnya ditindih kembali dengan batugamping. Lapisan batubara banyak
yang terbentuk dalam lapisan bagian tengah terutama adanya runtuhan yang
terbentuk dalam perselingan serpih, batulumpur-batulanau. Sehingga kandungan
pirit yang cukup tinggi dan diduga diakibatkan dengan pengaruh airlaut.
Secara umum peringkat (rank) batubara dapat diartikan dengan tingkatan
pembatubaraan suatu lapisan batubara. Dimana dalam hal tersebut dengan
adanya pertambahan tingkat pembatubaraan pada suatu batubara yang diikuti
oleh penilaian suatu reflektansi maseral. Pada dasarnya pengukuran reflektansi
dilakukan maseral vitrinit karena maseral ini memiliki karakteristik peningkatan
reflektansi yang paling baik selama proses pembatubaraan. Berdasarkan analisis
maseral yang berada di Sawahlunto ini dapat memperlihatkan nilai maximum
reflektansi vitrinit batubara pada daerah penelitian tersebut berkisar antara 0.36 –
0.58 %. Berdasarkan vitrinit dapat menunjukan peringkat batubara Sub-
Bituminous –High Volatile Bituminous B.
2.1.3 Metode Uji Batubara
Metode uji dan analisis yang menjadi dasar pengelompokan dan
klasifikasi batubara, ditetapkan standard-nya oleh masing-masing negara. Pada
prinsipnya, metode uji dan analisis batubara dilakukan menurut standard yang
diakui secara internasional dan disepakati oleh pihak pensuplai dan pihak
pengguna.
Di Jepang, diberlakukan ketentuan berdasarkan JIS (Japan Industrial
Standard). Sejak awal, sebenarnya Jepang telah berusaha menitik beratkan
standard-nya ke arah penyesuaian dengan standard internasional seperti ISO.
Dengan alasan ini, maka pada tahun 1994 telah dihapuskan apa yang disebut
equilibrium moisture basis, yang dahulunya biasa dipakai dalam transaksi
perdagangan batubara Jepang. (catatan tentang equilibrium moisture basis:

6
7

Sampel disimpan pada lingkungan dimana terdapat kesetimbangan dengan air


garam jenuh. Biasanya, air garam jenuh ditaruh di bagian bawah desikator,
sedang pada rak di atasnya, sampel disimpan dengan menaruhnya di dalam
watch glass (wadah sampel berbentuk seperti kaca arloji)).
Metode penentuan zat-zat mineral dalam batubara Tampilan Hasil
Analisis. Untuk mempermudah perbandingan antara satu hasil analisis dengan
yang lain, maka ditetapkan basis standard dengan persyaratan tertentu untuk
setiap analisis maupun uji yang dilakukan. Basis standard tersebut adalah :
1. Air dried basis
2. Dry basis
3. Dry & ash free basis Pure coal (dry & mineral matter free) basis
Adanya tampilan air dried basis menunjukkan bahwa uji dan analisis
dilakukan dengan menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan pada udara
terbuka, yaitu sampel ditebar tipis pada suhu ruangan, sehingga terjadi
kesetimbangan dengan lingkungan ruangan laboratorium, sebelum akhirnya diuji
dan dianalisis.
Tampilan dry basis menunjukkan bahwa hasil uji dan analisis dengan
menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan di udara terbuka seperti di atas,
Dry & ash free basis merupakan suatu kondisi asumsi dimana batubara sama
sekali tidak mengandung air maupun abu.
Adanya tampilan dry & ash free basis menunjukkan bahwa hasil analisis
dan uji terhadap sampel yang telah dikeringkan di udara terbuka seperti di atas,
lalu dikonversikan perhitungannya sehingga memenuhi kondisi tanpa abu dan
tanpa air

2.2 Pembahasan
2.2.1 Karakteristik Batubara di Sumatera
Formasi Muaraenim merupakan formasi pembawa batubara yang
tersebar meluas khususnya di Cekungan Sumatra Selatan, melalui konsep
stratigrafi maka konsep stratigrafi sikuen terbagi menjadi dua bagian, yaitu sikuen
regresi dan sikuen transgrasi. Karakteristik batubara pada sikuen transgrasi ,
ketebalan pengendapan akan mengalami penipisan kearah cekungan dan
penebalan kearah tinggian. Sehingga sikuen transgrasi memiliki pola ketebalan
yang cenderung semakin menebal kearah lapisan yang lebih muda (thinning

7
8

upward) dan sebaliknya, sedangkan pada sikuen transgresi pengendapan akan


mengalami penebalan ketebalan kearah cekungan dan penipisan ke arah
tinggian dan sebaliknya (thickening upward). Hal ini dikarenakan karena terdapat
faktor sedimentasi dan faktor tektonik yang berperan pada saat proses
sedimentasi di suatu cekungan berlangsung
Sedangkan pada karakteristik batubara pada batubara Sorong dan
batubara Mulia, proses pemanasan berlangsung sesuai dengan suhu yang telah
ditentukan yaitu dikeringkan dalam oven dengan suhu 800 - 1000 C menghasilkan
analisa proksimat dan ultimat yang menunjukkan batubara Sorong termasuk
kedalam peringkat lignit sedangkan batuabara Mulia digolongkan kedalam
peringkat sub bituminous. Untuk karakteristik pada analisa petrografi
menunjukkan adanya perbedaan maseral penyusun dari kedua batubara
tersebut. Untuk mendukung keyakinan karakteristik pada batubara Sorong dan
batuabara Mulia diuji dengan reflektan vitrinit, batuabra Sorong memiliki nilai
reflektan vitrinit sebesar 0.40% dan batubara Mulia sebesar 0.44%, sehingga
nilai vitrinit pada batubara Sorong termasuk kedalam kategori lignit dan batubara
Mulia termasuk kedalam peringkat sub bituminous.
2.2.2 Sifat-sifat Fisik dan Kimia Dari Batubara
Karakteristik sifat fisik dan kimia pada batubara yang dikenal saat ini
terdapat dua macam yaitu:
1. Combustible Material
Combustible Material yaitu bahan atau material yang dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Kandungan material tersebut terdiri dari karbon padat
(Fixed Carbon), senyawa hidrokarbin, kandungan sulphur total, Hidrogen
dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah yang lenih sedikit
2. Non-Combustible Material
Non-Combustible Material yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Kandungan material tersebut terdiri dari
senyawa organic misalnya SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,
Na2O, K2O dan senyawa lainnya dalam jumlah yang lenih sedikit.
Kandungan pembentukan batubara dibantu oleh sifat fisik dan kimia alam,
diantaranya:
a. Cellulosa (C49H7O44)
b. Lignite (C7H5O25)

8
9

c. Subbituminous (C7H5O20)
d. Bituminous (C80H5O15)
e. Antrasit (C94H3O3)
Tabel 2.1
Analisis Proksimat dan Analisa Ultimat dan Hasil Analisis Maseral

Sumber: H. Talla,2013

2.2.3 Cekungan Batubara di Sumatera


Cekungan batubara di Sumatra dapat dikelompokkan menjadi terdapat
tiga tipe batubara yaitu: Tipe batubara humik, tipe batubara sapropelik dan
humspropelik, diantaranya:
1. Tipe Batubara Humik (Humic Coal)
Tipe batubara ini biasanya diendapkan dilingkungan darat (limnic),
dengan proses pengendapan secara insitu, yang pembentuk bautubara
berasal dari tempat dimana tumbuh – tumbuhan asal itu berada
(autochtronus). Batubara ini memiliki kualitas batubara yang baik dengan
peringkat batubara bituminous dan antrasit, komposisi masaeral 90%
lebih yang terdiri dari vitrinit, serta memiliki kandungan hydrogen dan zat
terbang yang rendah
2. Tipe Batubara Sapropelik (Sapropelic Coal)
Tipe batubara ini biasanya diendapkan dilingkungan laut (paralic), seperti
delta, laguna, rawa – rawa air payau, proses pegnendapannya secara
drift, yang mana material organic pembentuk batubara berasal dari
tempat lain (allochtonous). Batubara ini memiliki kualitas batubara yang

9
10

kurang baik dengan peringkat batubara subbituminous hingga lignit


dengan kandungan hydrogen dan zat terbang yang tinggi sedangkan
kandungan karbon rendah.
3. Tipe Batubara Humosapropelik (Humosapropec Coal)
Tipe batubara ini biasanya diendapkan didua lingkungan yaitu humik dan
spropelik, tetapi proses humik lebih dari dominan da nasal material
organic pembentuk batubara berasal dari tempat dimana material organic
diendapkan dari tempat lain
Untuk daerah Sumatera sendiri disebutkan oleh Koesoemadinata, 2000
bahwa pengendapan Formasi Talangkar yang berhubungan dengan
pengendapan batubara dengan nilai kaliri tinggi (>6000 kal/gr), kadar abu
rendah (<15%) dan kandungan sulphur tinggi (>1%). Sedangkan pada
formasi Muara Enim menghasilkan lapsan batuabara dengan ketebalan
kruang lebih 20 meter. Lebih dari 20 lapisan batubara berada di sekitar
Tanjung Enim (PT.BA) Batubara dengan nilai kalori 5504 – 5437 kkal/kg
(as received), kandungan air 23.6% (as received), kandugna sulphur
0.5%, kadar abu 4%, zat terbang 32.1%, dan karbon padat 403%. Pada
batuabra di Tanjung Enim terdapat batubara peringkat antrasit dengan
nilai kalori 880 kkal/kg, yang diakibatkan dari instrusi andesit di daerah
tersebut.

10
11

Sumber: Pulonggono,1986
Gambar 2.2
Kerangka Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan

11
12

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Adapun dari pembuatan makalah ini, dapat disimpulakan bahwa :
1. Formasi Muaraenim merupakan formasi pembawa batubara yang
tersebar meluas khususnya di Cekungan Sumatra Selatan, melalui
konsep stratigrafi maka konsep stratigrafi sikuen terbagi menjadi dua
bagian, yaitu sikuen regresi dan sikuen transgrasi.
2. Batubara dapat terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara
strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan
panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.
Adapun dalam proses Pembentukan batubara itu sendiri dimulai sejak
zaman batubara pertama (Carboniferous Period / Periode Pembentukan
Karbon atau Batubara), yang berlangsung antara 360 juta sampai 290
juta tahun yang lalu.
3. Metode penentuan zat-zat mineral dalam batubara Tampilan Hasil
Analisis. Untuk mempermudah perbandingan antara satu hasil analisis
dengan yang lain, maka ditetapkan basis standard dengan persyaratan
tertentu untuk setiap analisis maupun uji yang dilakukan. Basis standard
tersebut adalah Air dried basis, Dry basis, dan Dry & ash free basis Pure
coal (dry & mineral matter free) basis.

3.2 Saran
Saya sebagai penulis berharap agar diberikan masukkan yang
memotivasi dan membangun untuk penyempurnaan penulisan makalah yang
telah dibuat ini.

12

Anda mungkin juga menyukai