BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Dapat memahami karakteristik dari batubara di lokasi sumatera.
2. Dapat memahami tempat terbentuknya batubara.
3. Dapat mengetahui pengelompokkan basis-basis standart pada batubara.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
fasies pembawa batubara ini yaitu berada pada formasi Talangakar yang
berlingkungan pengendapan mulai dari fluviatil-paralik, yang semakin ke atas
semakin beruabah menjadi sublitoral, dan mempunyai umur Oligo-Miosen.
Sehingga dalam kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap karakter dan jenis
batubara yang akan terbentuk pada daerah tersebut.
Adapun formasi yang terdapat di Sawahlunto ini terdiri atas endapan
sungai dan dataran banjir yang ditandai dengan warna merah, hijau dan ungu,
hal tersebut dapat ditandai dengan batulanau dan serpih yang berasosiasi
dengan batupasir endapan alur, dan berselingan dengan lapisan-lapisan
batubara yang terendapkan pada umur Eosen.
2.1.2 Tingkatan Kualitas Batubara
Dalam suatu tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut
sampai menjadi antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan
yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai “tingkat mutu” batubara.
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen
biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan
karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat
dan seringkali berwarna hitam mengkilap seperti kaca. Batubara dengan mutu
yang lebih tinggi, memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
Antrasit adalah batubara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian
memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat
kelembaban yang lebih rendah. (seperti terlihat pada diagram berikut).
4
5
Sumber: Anonim,2012
Gambar 2.1
Tingakatan Batubara
5
6
2. Perlipatan yang terjadi pada zona perlipatan yang kuat, batubara akan
mengalami kenaikan derajat.
3. Patahan atau zona patahan, batubara akan mengalami metamorfosis
akibat adanya dislokasi, misalnya : di Ombilin Sumatera Barat
Lingkungan pengendapan satuan batuan pembawa-batubara diduga
fluviatil, yang secara berangsur ke arah atas yang terpengaruhi oleh lingkungan
laut dangkal. Sehingga kondisi yang dapat ditunjukkan oleh keterdapannya
konglomerat yang ditindih oleh perselingan batukempung dan batupasir yang
selanjutnya ditindih kembali dengan batugamping. Lapisan batubara banyak
yang terbentuk dalam lapisan bagian tengah terutama adanya runtuhan yang
terbentuk dalam perselingan serpih, batulumpur-batulanau. Sehingga kandungan
pirit yang cukup tinggi dan diduga diakibatkan dengan pengaruh airlaut.
Secara umum peringkat (rank) batubara dapat diartikan dengan tingkatan
pembatubaraan suatu lapisan batubara. Dimana dalam hal tersebut dengan
adanya pertambahan tingkat pembatubaraan pada suatu batubara yang diikuti
oleh penilaian suatu reflektansi maseral. Pada dasarnya pengukuran reflektansi
dilakukan maseral vitrinit karena maseral ini memiliki karakteristik peningkatan
reflektansi yang paling baik selama proses pembatubaraan. Berdasarkan analisis
maseral yang berada di Sawahlunto ini dapat memperlihatkan nilai maximum
reflektansi vitrinit batubara pada daerah penelitian tersebut berkisar antara 0.36 –
0.58 %. Berdasarkan vitrinit dapat menunjukan peringkat batubara Sub-
Bituminous –High Volatile Bituminous B.
2.1.3 Metode Uji Batubara
Metode uji dan analisis yang menjadi dasar pengelompokan dan
klasifikasi batubara, ditetapkan standard-nya oleh masing-masing negara. Pada
prinsipnya, metode uji dan analisis batubara dilakukan menurut standard yang
diakui secara internasional dan disepakati oleh pihak pensuplai dan pihak
pengguna.
Di Jepang, diberlakukan ketentuan berdasarkan JIS (Japan Industrial
Standard). Sejak awal, sebenarnya Jepang telah berusaha menitik beratkan
standard-nya ke arah penyesuaian dengan standard internasional seperti ISO.
Dengan alasan ini, maka pada tahun 1994 telah dihapuskan apa yang disebut
equilibrium moisture basis, yang dahulunya biasa dipakai dalam transaksi
perdagangan batubara Jepang. (catatan tentang equilibrium moisture basis:
6
7
2.2 Pembahasan
2.2.1 Karakteristik Batubara di Sumatera
Formasi Muaraenim merupakan formasi pembawa batubara yang
tersebar meluas khususnya di Cekungan Sumatra Selatan, melalui konsep
stratigrafi maka konsep stratigrafi sikuen terbagi menjadi dua bagian, yaitu sikuen
regresi dan sikuen transgrasi. Karakteristik batubara pada sikuen transgrasi ,
ketebalan pengendapan akan mengalami penipisan kearah cekungan dan
penebalan kearah tinggian. Sehingga sikuen transgrasi memiliki pola ketebalan
yang cenderung semakin menebal kearah lapisan yang lebih muda (thinning
7
8
8
9
c. Subbituminous (C7H5O20)
d. Bituminous (C80H5O15)
e. Antrasit (C94H3O3)
Tabel 2.1
Analisis Proksimat dan Analisa Ultimat dan Hasil Analisis Maseral
Sumber: H. Talla,2013
9
10
10
11
Sumber: Pulonggono,1986
Gambar 2.2
Kerangka Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan
11
12
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Adapun dari pembuatan makalah ini, dapat disimpulakan bahwa :
1. Formasi Muaraenim merupakan formasi pembawa batubara yang
tersebar meluas khususnya di Cekungan Sumatra Selatan, melalui
konsep stratigrafi maka konsep stratigrafi sikuen terbagi menjadi dua
bagian, yaitu sikuen regresi dan sikuen transgrasi.
2. Batubara dapat terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara
strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan
panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.
Adapun dalam proses Pembentukan batubara itu sendiri dimulai sejak
zaman batubara pertama (Carboniferous Period / Periode Pembentukan
Karbon atau Batubara), yang berlangsung antara 360 juta sampai 290
juta tahun yang lalu.
3. Metode penentuan zat-zat mineral dalam batubara Tampilan Hasil
Analisis. Untuk mempermudah perbandingan antara satu hasil analisis
dengan yang lain, maka ditetapkan basis standard dengan persyaratan
tertentu untuk setiap analisis maupun uji yang dilakukan. Basis standard
tersebut adalah Air dried basis, Dry basis, dan Dry & ash free basis Pure
coal (dry & mineral matter free) basis.
3.2 Saran
Saya sebagai penulis berharap agar diberikan masukkan yang
memotivasi dan membangun untuk penyempurnaan penulisan makalah yang
telah dibuat ini.
12