Anda di halaman 1dari 95

1

TUJUAN

1.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui tentang energi konvensional terutama


energi batubara, baik perkembangan dan pemanfaataan batubara di dunia
industri maupun kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah pembentukan batubara

2. Untuk mengetahui eksplorasi dan penambangan batubara di Indonesia

3. Untuk mengetahui dampak penambangan batubara

4. Untuk mengetahui usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak


penambangan batubara

5. Untuk mengetahui analisis batubara

6. Untuk mengetahui penentuan kualitas batubara dan peringkat batubara

7. Untuk mengetahui klasifikasi batubara dan karakteristiknya

8. Untuk mengetahui teknologi pemanfaatan batubara

9. Untuk mengetahui cadangan energi batubara di Sumatera Selatan,


Indonesia dan Dunia.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Pembentukan Batubara

Pada awalnya, batubara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman


prasejarah, yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena
adanya pergeseran pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut
tersebut lalu terkubur hingga mencapai kedalaman ratusan meter.
Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan yang terkubur tersebut mengalami
proses fisika dan kimiawi, sebagai akibat adanya tekanan dan suhu yang
tinggi. Proses perubahan tersebut, kemudian menghasilkan batubara yang
kita kenal sekarang ini.
Setiap batubara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat
kelembaban, kandungan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan
energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan
lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor penting
bagi mutu batubara yang dihasilkan.
Karena batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk
dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk
akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh
karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Batubara
adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam
lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang
berlangsung lama (Kepmen LH, 2003). Oleh sebab itu, batubara dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Sampai akhir tahun 1950-an, di Pulau Jawa masih dijumpai kereta api
lokomotif yang menggunakan bahan bakar batubara. Dewasa ini bahan bakar
lokomotif tersebut telah diganti oleh minyak solar. Sampai tahun 1975-an,
3

pemanfaatan batubara di Indonesia baru sebagian kecil saja sehingga


tambang-tambang batubara yang ada pada waktu itu, seperti Tambang
Ombilin di Sawahlunto Sumatera Barat, dan Tanjung Enim di Sumatera
Selatan, hampir ditutup.
Kemudian pada tahun 1976 muncul Surat Perintah Presiden Republik
Indonesia yang memerintahkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik (PUTL) agar pemanfaatan batubara dikembangkan lagi, terutama
sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan
Pabrik Semen. Sebagai dampak dari surat perintah tersebut, tambang-
tambang batubara yang tadinya hampir mati dihidupkan kembali. Demikian
pula endapan-endapan batubara lainnya mulai dieksplorasikan lagi, yang
kemudian ditemukan dibeberapa daerah (terutama di Kalimantan Timur dan
Selatan) kini telah ditambang dan telah diproduksi.
Selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar di PLTU, Pabrik Semen,
Industri Kecil, dan Rumah Tangga, sebagian besar batubara di Indonesia
telah diekspor ke hampir seluruh dunia, antara lain ke negara-negara Asia,
Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.

Tanpa memandang perbedaan antara batubara yang satu dengan yang


lainnya, dapat dikatakan bahwa semua batubara merupakan hasil suatu
proses dasar yang sama. Kebanyakan batubara di dunia terbentuk beberapa
juta tahun yang silam yang menurut para ahli geologi disebut Zaman
Batubara (Coal Age). Ada dua periode Zaman Batubara tersebut. Yang
pertama, Zaman pra-Tertier, dimulai 345 juta tahun yang silam (selama
Periode Karbon) dan berakhir pada 280 juta tahun yang silam. Zaman
Batubara yang kedua, Era Eosen-Miosen, dimulai sekitar 100 juta tahun yang
silam dan berakhir 45 juta tahun yang silam.

2.1.1 Asal Mula Batubara


4

Secara sederhana batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari


tumbuhan yang mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri,
pengendapan, penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah
bentuk akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan
tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang
berlangsung selama jutaan tahun menjadi batubara. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, nitrogen, hidrogen dan oksigen.

2.1.2 Definisi Batubara

Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari coal. Disebut batubara


karena dapat terbakar. Banyak sekali definisi mengenai batubara yang telah
di kemukakan dalam referensi, salah satunya berbunyi: batubara adalah
suatu batuan sedimen organik berasal dari penguraian sisa berbagai
tumbuhan yang merupakan campuran yang heterogen antara senyawa
organik dan zat anorganik yang menyatu dibawah beban strata yang
menghimpitnya.

Batubara berasal dari tumbuhan yang mati, kemudian tertutup oleh


lapisan batuan sedimen. Ketebalan timbunan itu lama-kelamaan menjadi
berkurang karena adanya pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya batubara tersebut


antara lain:

1. Posisi geotektonik

Posisi geotektonik yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu


lapisan batubara dari :
a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan
lapisan batubara yang terbentuk.
5

b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan


stabil, lipatan, atau patahan.

c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah


grade dari lapisan batubara yang dihasilkan.

2. Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan merupakan lingkungan saat proses


sedimentasi dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan
pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai
berikut:
a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat
berpengaruh pada kondisi dan posisi geoyektonik.

b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari


tempat cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan
morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara
terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.

c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses


pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan
flora atau tumbuhan sebelum proses pengendapan.

Lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari segi tempat terbentuknya


batubara, terdapat dua macam teori yang menjelaskan tempat terbentuknya
batubara:

1. Teori Insitu
6

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan


batubara, terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu
berada. Dengan demikian, setelah tumbuhan mati, belum mengalami
proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya
lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang
terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara
Muara Enim (Sumatera Selatan).

2. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan


batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan
semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang
telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi di suatu
tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa
tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material
pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari
tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang
terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara
delta Mahakam purba, Kalimantan Timur.

3. Umur geologi

Umur geologi merupakan skala waktu (dalam jutaan tahun) yang


menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami
transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi
7

yang panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.

4. Evolusi Perkembangan Flora

Flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang
kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh
terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.

5. Dekomposisi

Dekomposisi merupakan proses transformasi biokimia dari material


dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa
tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika
maupun kimia.

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan


zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah
dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan
batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung inilah yang
telah menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam.
Oleh karena itu, karakteristik batubara yang berbeda-beda sesuai dengan
lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam) dipengaruhi oleh
faktor-faktor pembentuk batubara tersebut.

2.1.3 Proses Terbentuknya Batubara

Proses pembentukan batubara sendiri sangatlah kompleks dan


membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara
8

terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap


selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan
(coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Tahap
pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen
yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen
organik dari gambut. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori
bahan bakar fosil.

Gambar 1. Skema Pembentukan Batubara


(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )

Terdapat 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan)


Iklim bumi selama Zaman Batubara adalah tropis dan berjenis-jenis
tumbuhan tumbuh subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis.
Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah,
tumbukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari
rawa turun secara perlahan-lahan dan material tumbuhan tersebut diraikan
oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakan tahap awal dari rangkaian
9

pembentukan batubara (coalification) yang di tandai dengan oleh reaksi


biokimia yang luas.
Tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10
meter. Material tumbuhan yang busuk ini menjadi humus yang
selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut.
Dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah mati mengalami
pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini kemudian
diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobik dan jamur hingga lignit
(gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan
ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut. Pada proses ini H2O, CO2, CO, CH4
berkurang, sedangkan unsur C bertambah.

Prosesnya:
Decay Process ( proses merapuh )
C6H10O5 6 CO2 + 5H2O
Humifikasi (pembusukan)
2C6H10O5 C8H10O5 + 2CO2 + 2CH4 + H2O
C meningkat
Peatifikasi (penggambutan) : menghasilkan gambut
Putrifaction (terjadi pada air yang tidak mengalir), untuk menghasilkan
gambut setebal 30 cm dibutuhkan 300-350 cm pemampatan (waktu
ratusan hingga ribuan tahun)

b. Tahap Malihan atau Geokimia

Tahap ini meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus


dan akhirnya antrasit.
Prosesnya :
5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose Lignit Gas Metana
Dengan P ( Tekanan) dan T (Suhu)
10

6C6H10O5 C22H20O3 + 5CH4 + 10H20 + 8CO2 +CO


Cellulose Bituminus Gas Metana

Keterangan:
Cellulose (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C
dalam lignit lebih sedikit dibandingkan bituminus. Semakin banyak unsur C lignit
semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada
bituminus. Semakin banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa
CH4 (gas metan) dalam lignit lebih sedikit dibanding bitumine. Semakin banyak
CH4 lignit semakin baik kualitasnya.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan
sebagai berikut:

1. Pembusukan
Proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat
adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa
oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa,
protoplasma, dan pati.

2. Pengendapan

Proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan


mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada
lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.

3. Dekomposisi

Proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan


berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H 2O) dan sebagian
akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO),
clan metana (CH4).
11

4. Geotektonik

Proses dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high
grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.

5. Erosi

Lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa


pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi
terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada
saat ini.
Jadi, proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai
dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam
tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalification, yang kemudian
berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas
batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari
sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan
kondisi lokal seperti iklim dan tekanan.
12

Gambar 2. Proses Pembentukan Batubara Berdasarkan Rank


(sumber : ptba.co.id/id/library/detail/2)

2.1.4 Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis


tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
13

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan
dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama
pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae
seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum,
kurang dapat terawetkan.
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan
ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer
organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun
komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies
dari tumbuhan penyusunnya.
Lignin, merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam
merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini
susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun
susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai
macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya
lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga
14

saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat, gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang
mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya
gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil
yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai
disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah
yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah
yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
Protein, merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang
selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari
protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh
rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid,
lilin.
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam
dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua
jenis material yang membentuk batubara, yaitu :

1) Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat


dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
karbon padat (fixed carbon)
senyawa hidrokarbon
senyawa sulfur
senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2) Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O,
K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan
membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible
15

material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.

2.2 Eksplorasi, Penambangan dan Pengolahan Batubara di Indonesia

2.2.1 Eksplorasi Batubara

Tujuan eksplorasi geologi untuk batubara umumnya mempunyai


satu dari dua kemungkinan berikut:
1. Untuk menentukan suatu daerah baru yang mengandung batubara
dalam jumlah tertentu dengan kualitas yang baik, atau
2. Untuk menentukan kuantitas serta kualitas batubara dari daerah
tertentu yang dapat diekstraksi secara ekonomis.
Agar pekerjaan eksplorasi ini mencapai hasil yang maksimal, maka eksplorasi
harus dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah di koordinasikan
dengan baik. Setiap tahap dikerjakan berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya.
Tidak semua daerah penyelidikan mempunyai tahapan yang sama, tetapi akan
bergantung pada keadaan alam daerah tersebut.
Seperti aktifitas eksplorasi yang lainnya, pengevaluasian dari endapan batubara
menyangkut operasional sebagai berikut :
1) Meminta izin untuk mengeksplorasikan daerah penyelidikan
2) Mengevaluasi informasi geologi yang telah ada ada
3) Mengerjakan eksplorasi permukaan (surface)
4) Mengerjakan eksplorasi di bawah permukaan tanah (subsurface)
5) Mengambil sampel batubara dan menganalisisnya di laboratorium
6) Menaksir cadangan batubara dan faktor geologi untuk
menambangnya

2.2.2 Tahapan-tahapan Eksplorasi

Standar Australia AS 2519-1982 mengemukakan lima tahapan eksplorasi


sebagai berikut.
16

1. Tahap praeksplorasi
2. Eksplorasi tahap pertama: regional
3. Eksplorasi tahap kedua: evaluasi dan komersial
4. Ekplorasi tahap ketiga: perencanaan tambang, dan
5. Eksplorasi tahap keempat: pengambilan sampel meruah (bulk
sampling) atau percobaan penambangan.
Jika digambarkan skema kelima tahapan itu kurang lebih seperti yang
dilukiskan pada Gambar 3.

PRA-EKSPLORASI
Penelitian (research)

EKSPLORASI REGIONAL
Struktur geologi, sifat-sifat lapisan
batubara

EVALUASI SECARA KOMERSIAL


Pemboran, pengujian inti bor berdiameter
kecil

PERENCANAAN TAMBANG
Penambangan di bawah tanah : Pemboran tegak
lurus lapisan batubara, pengujian inti bornya.

BULK SAMPLING (PERCOBAAN PENAMBANGAN)


Pengambilan Sampel dalam jumlah besar.
17

Gambar 3. Skema tahapan eksplorasi batubara


(sumber : Buku Pengendalian Mutu dalam Industri Batubara/Muchjidin/Penerbit ITB )

1. Tahap pra-eksplorasi bertujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang


secara geologis mengandung endapan batubara yang berpotensi untuk
diselidiki lebih lanjut, serta mengumpulkan informasi tentang geografi,
tata guna lahan, dan daya jangkau daerah. Kegiatannya, antara lain, studi
geologi regional dan penafsiran penginderaan jauh.

2. Dalam tahap eksplorasi regional, ditentukan korelasi dan kesinambungan


lateral dari lapisan batubara dan stratanya. Tahap mula eksplorasi ini
menyangkut pengeboran untuk memperoleh sampel inti bor batubara yang
ditunjang oleh penaksiran data yang telah ada, survei seismik, dan logging
pengeboran tanpa inti bor menggunakan instrumen (instrumental logging
non-core borehole).

3. Sampel batubara yang diambil adalah inti bor berdiameter kecil. Analisis
dan pengujian sampel inti bor menggunakan cara ply-by-ply untuk
membantu penaksiran secara geologi dan korelasi lapisan batubara. Untuk
meyakinkan jumlah cadangan batubara, kondisi penambangan, dan
ketebalan batuan penutup, maka dilakukan eksplorasi tahap kedua, yaitu
tahap evaluasi. Pada tahap ini ditentukan working section dari lapisan
batubara dengan mengambil sampel inti bor berdiameter kecil, tetapi
analisisnya selain berdasarkan ply-by-ply, dikerjakan pula berdasarkan
working section. Pengujian mekanika juga dilakukan terhadap sampel inti
bor tertentu untuk mengumpulkan data teknis tambang.

4. Tahap selanjutnya atau tahap perencanaan tambang bertujuan


mengumpulkan data untuk mendesain tambang. Sampel inti bor yang
diambil mempunyai diameter besar. Pengujian dilaboratorium berdasarkan
18

working section, diikuti perlakuan awal apabila diperlukan. Dalam tahap


ini dapat diketahui sejauh mana pelapukan atau oksidasi lapisan batubara
telah terjadi. Untuk maksud tersebut dikerjakan pengambilan sampel
irisan (chip sampling).

5. Pada tahap akhir dari eksplorasi, diambil sampel dalam jumlah besar atau
bulk sample dari lapisan batubara untuk dievaluasi dengan skala penuh
guna keperluan pemakai atau pembeli, seperti PLTU dan pabrik semen.
Pengambilan sampel batubara hingga mencapai beberapa ton ini
dimaksudkan untuk :
a) Percobaan proses pencucian dengan skala penuh (bila batubara
itu harus dibersihkan dulu) di pusat pencucian batubara.
b) Pengujian pembakaran batubara di PLTU untuk menentukan
sifat-sifat penggerusan, pembakaran, dan pengumpulan fly ash.
c) Percobaan pengujian didalam oven kokas untuk batubara kokas.
d) Pengapalan sampel yang telah dibersihkan untuk dikirimkan
kepada calon pembeli.

2.2.2.1 Tahap Pra-Eksplorasi

Dalam tahap praeksplorasi, begitu suatu daerah diketahui


mengandung batubara atau baru diperkirakan tetapi cukup
meyakinkan akan adanya batubara, segera dilakukan tahap
penelitian atau research dengan mengumpulkan data dari daerah
tersebut. Dari data ini ditentukan tingkat kemudahan pekerjaan
eksplorasi dengan teknik survei geofisikan dan teknik pengeboran.
Tujuan dari tahap praeksplorasi ini adalah membuat asumsi
yang dapat dipercaya mengenai berapa banyak lapisan batubara
yang ada, kedalamannya, arah pengembangannya, dan kualitas serta
potensi komersialnya.
Pengetahuan yang digunakan dalam tahapan praeksplorasi
19

adalah :
1. Peta topografi dan batas kepemilikan tanah
2. Peta dan laporan geologi
3. Foto udara atau inderaan satelit
4. Peta geofisika
5. Pengetahuan mengetahui daerah penyelidikan
6. Laporan-laporan eksplorasi
7. Catatan pengeboran air
8. Catatan pengeboran minyak serta laporan geofisikanya
9. Singkapan lapisan batubara

Informasi yang ada ini dilengkapi dengan pemetaan geologi


yang secara umum menggunakan fotogeologi dan peninjauan
singkat ke lapangan untuk membantu memilih sasaran pengeboran
berdasarkan kriteria geologi.

2.2.2.2 Eksplorasi Tahap Pertama (regional)

Selama tahap pertama, diusahakan untuk memperoleh gambaran yang jelas


mengenai geologi endapan sehingga kualitas batubara dari bagian yang mungkin
bisa ditambang dapat didefinisikan. Struktur geologi dan penyebaran jenis
batubara sudah dapat diamati. Untuk menentukan struktur geologi, teknik yang
mula-mula dipergunakan adalah teknik geofisika, seperti survei refleksi atau
pantulan seismik. Dapat pula dibantu dengan fotogeologi dan cara-cara empiris
lainnya.
Dalam tahap pertama ini, umumnya sudah dilakukan pengeboran sejumlah
lubang bor dengan jarak yang relatif jauh. Lubang bor ini dapat sepenuhnya dibor
atau diselingi oleh rotary chip hole dan geophysical log, bergantung pada
keadaan batubaranya. Tahap pertama diakhiri setelah lapisan batubara yang
berpotensi ekonomis telah dilokalikasi dengan pasti.
Tujuan tahap pertama ini adalah menentukan korelasi dan kesinambungan ke
20

arah menyamping dari lapisan batubara dan stratanya, cara-cara eksploitasinya,


dan potensi pemanfaatannya.

Penentuan Struktur Geologi

Untuk keperluan ini harus disediakan peta topografi dan peta


geologi umum, dan dilakukan dengan teknik geofisika permukaan,
seperti survei pembiasan seismik atau tahanan listrik (terutama
untuk lapisan batubara yang dalam), cara magnetik, dan cara graviti.

2.2.2.3 Tahap Eksplorasi Kedua

Struktur geologi dan korelasi antarlapisan batubara telah


digambarkan dalam tahapan eksplorasi regional. Informasi mengenai dan
kualitas dan kuantitas cadangan serta kemungkinan penambangan dan
pencuciannya masih merupakan perkiraan saja. Dalam tahapan evaluasi
secara komersial ini, informasi tersebut harus ditingkatkan nilai
kepercayaannya untuk memperkirakan cara penambangan dan biayanya
serta potensi pemasarannya.
Eksplorasi dalam tahap kedua ini hampir seluruhnya dibatasi pada
pengeboran dan pengujian inti bor yang masih berukuran kecil.
Pengujian ply-by-ply masih diperlukan oleh ahli geologi untuk
menyelesaikan atau menegaskan korelasi antarlapisan batuabara.
Tujuannya adalah melakukan pengkajian yang pasti dan
konservatif terhadap kualitas batubara serta kondisi penambangan
untuk penambangan sementara batubara. Ditahap ini juga termasuk
rencana produksi, perhitungan biaya dan survei pasar.
Pada tahap ini, informasi harus mencapai level yang lebih tinggi
untuk menyediakan dasar bagi pengkajiaan metode penambangan,
perhitungan biaya dan memilih pasar yang potensial.
21

2.2.2.4 Tahap Eksplorasi Ketiga

Dalam eksplorasi tahap perencanaan penambangan, dirancang tata


letak tambang, pusat pencucian batubara, dan spesifikasi pemasaran atau
pemanfaatan dari data pemboran inti bor.
Di daerah yang pada tahapan eksplorasi sebelumnya telah
menunjukkan adanya gangguan geologi, diperlukan penambahan
pengeboran sehingga pekerjaan penambangan dapat mengurangi
pengaruh patahan (fault).
Karena keperluan pada tahap sebelumnya sudah terpenuhi dengan
cara pengujian dan analisis inti bor yang dipecah sampai ukuran tertentu
dalam kondisi laboratorium, maka semua pengujian dalam tahapan ini
perlu dilakukan pada satu sampel inti bor yang telah dipecahkan sampai
menghasilkan suatu penyebaran butir yang sama dengan ukuran batubara
run-off-mine (ROM) yang diharapkan. Lebih jauh lagi untuk parameter
desain pusat pencucian batubara, inti bor harus dicoba dipecahkan dalam
air karena selama karena selama proses pencucian, batubara dan serpih
akan pecah. Hal tersebut perlu dilakukan terutama untuk batubara lunak
(rank tinggi, HGI tinggi) dan lapisan batubara yang mengandung pita
batuan lunak.
Tujuan tahapan desain tambang adalah mengumpulkan semua
informasi tambahan, dan memastikan bahwa data yang terkumpul yang
diperlukan untuk perencanaan pembuatan tambang secara mendetail dan
perencanaan pusat pencucian batubara serta spesifikasi pemasaran,
semuanya telah memadai.
Secara khusus, gambaran struktur dari laisan lapisan batubara
merupakan hal yang sangant menentukan dalam perencanaan
penambangan bawah tanah. Apabila lapisan batubara akan ditambang
dengan cara penambangan bawah tanah, maka di bor suatu lubang yang
langsung berbatasan dengan pintu masuk dari tambang yang
direncanakan. Inti bor dari lubang ini diuji dengan sangat terperinci
22

untuk meyakinkan sifat-sifat mekanika, sifat pencucian da kualitas


produk penambangan pertam, serta penafsiran struktur di daerah sekitar
pintu masuk tambang.
Apabila akan dilakukan penambangan terbuka, perlu dilakukan
pengeboran roof atau batuan penutup untuk melengkapi dan meyakinkan
data yang terkumpul, seperti kemudahan remuk pemecahan dalam air,
kekuatan mekanis, pengembangan dalam air, tembus air, sifat-sifat
pemotongan, aliran air, sifat-sifat peledakan, dan kestabilan high wall,
serta kestabilan onggokan tanah buangan.
Pengoboran irisan, ketahanan, atau down hole logging harus
dilakukan untuk menentukan dengan teliti batas dari pengoksidasian
lapisan batubara untuk mendefinisikan low wall. Pengeboran irisan ini
harus dilakukan memotong sepanjang strike dari garis pengoksidasian
yang diperkirakan.
Pemilihan tempat untuk mengebor inti bor berdiameter besar harus
berdasarkan pada hasil yang diperoleh dari inti bor berdiameter kecil,
supaya diperoleh sampel yang mewakili deretan kualitas untuk produksi
di masa mendatang.

2.2.2.5 Tahap Eksplorasi Keempat

Pada eksplorasi tahap terakhir, jumlah batubara yang diambil


dari satu lapisan batubara lebih banyak, mencapai jumlah ratusan
hingga ribuan ton. Sampel ini diperlukan untuk percobaan:

1. Pencucian batubara dalam skala penuh atau skala percobaan.


2. Pembakaran di PLTU untuk menentukan sifat-sifat
penggerusan, pembakaran, dan fly ash.
3. Pembuatan kokas menggunakan oven pengkokasan, baik pilot,
atau produksi.
4. Pengapalan sampel batubara yang telah dibersihkan untuk
23

dikirimkan ke pembeli.

Selama tahap pengumpulan sampel secara besar-besaran ini,


banyak data dapat dikumpulkan oleh tenaga ahli teknik selama
penambangan, pengeboran, dan peledakan. Tjuan tahap keempat ini
ialah memperoleh sampel batubara yang representatif untuk
pengujian dalam skal besar dan kemudian mengevaluasikannya.
Cara pengambilan sampel akan bergantung pada lokasi lapisan
batubara, banyaknya lapisan, kedalaman, kemiringan, dan cara
penambangan yang diusulkan. Untuk endapan yang terletak dekat
permukaan, berat sampel yang memadai dapat berdiameter besar.
Tempat pengeboran dapat dikonsentrasikan pada satu titik yang
dapat mewakili lapisan batubara di tempat tersebut, atau pada satu
daerah yang dapat mewakili sifat rata-rata dari lapisan itu.

2.2.2.6 Pengeboran Selama Penambangan

Evaluasi endapan batubara tidak berhenti sampai penambangan


dimulai, tetapi terus berlanjut. Selam dilakukan penambngan,
pengumpulan data yang lebih detail dan selektif mengenai sifat-sifat
lapisan batubara yang sedang dan akan ditambang terus dilakukan
dengan cara yang berbeda-beda.

2.2.2.7 Cara Menyatakan Cadangan Batubara

Cadangan atau endapan batubara menentukan ekonomis


tidaknya suatu penambangan batubara. Penaksiran cadangan
(reserve) dan sumber daya (resource) batubara meliputi klasifikasi
cadangan dan sumber daya tersebut serta cara perhitungannya.

2.3 Penambangan Batubara


24

2.3.1 Perencanaan Penambangan


Keputusan suatu perusahaan tambang untuk mengembangkan
suatu endapan batubara yang komersial meliputi beberapa
perencanaan awal (pre-planning) yang ekstensif, yaitu :

1) Mengkordinasikan sumber daya manusia (manpower)


2) Kecakapan atau skill dan teknologi
3) Mempersiapkan pernyataan dampak terhadap lingkungan
4) Memperoleh perizinan dari pemerintah
5) Pemasangan peralatan penambangan dan jasa pengangkutan
(transportasi)
6) Pembangunan seluruh pemukiman dengan fasilitasnya untuk
daerah terpencil (umumnya tambang batubara letaknya jauh dari
perkotaan) dan semua prasyarat untuk penambangan.

a) Perencanaan Awal dan Desain Proyek


Pada tahap awal pengembangan suatu tambang, perusahaan batubara
harus menentukan lokasi, ukuran dan luas cadangan, serta menaksir nilai
endapan batubara tersebut. Dalam menaksir kelangsungan hidup suatu
proyek, hal-hal yang penting untuk diperhatikan ialah keuntungan bagi
penambang batubra dibandingkan dengan kemungkinan penggunaan lain dari
tanah, pencapaian batubara, keuntungan secara ekonomis, transportasi,
pencegahan pencemaran dan cara-cara pembuangan bahan-bahan tak
berguna, pengaruh penambangan terhadap masyarakat, dan rehabilitasi tanah
yang sudah ditambang.
Sebelum mempersiapkan tempat, merencanakan, dan membuat
spesifikasi untuk pengembangan tambang, dibuat terlebih dulu konsep dan
rancangannya. Hal ini menunjukkan usulan tata letak tambang yang meliputi
pembangunan tempat penggerusan batubara, lokasi bengkel, dan stockpile,
fasilitas pembangunan, jalan, dan sistem transportasi lainnya.
25

b) Pemilihan Cara Penambangan yang Cocok


Batubara dapat di tambang, baik secara terbuka maupun bawah tanah.
Faktor yang sangat penting untuk memilih cara penambangan ialah faktor
geologi dari endapan batubara dan lokasi geografisnya. Lapisan batubara
yang dekat ke permukaan tanpa adanya faktor keterpaksaan, ditambang
dengan cara penambangan terbuka. Faktor lainnya yang harus diperhatikan
ialah penggunaan tanah pada saat itu (misalnya pertanian atau hutan), potensi
pencemaran dan dampak estetikanya, biaya pengekstraksian, serta
rehabilitasi atau reklamasi. Umumnya, penambangan batubara dengan cara
penambangan terbuka lebih baik dibandingkan dengan cara lainnya karena
batubara yang dapat diambil lebih banyak dan pengekstraksian lebih cepat.
Sebagai tambahan, kondisi pekerjaan dan keselamatan kerja lebih baik pula.

c) Pencapaian Potensi Dampak Terhadap Lingkungan


Salah satu unsur penting dalam merencanakan penambangan batubara
adalah mengkaji secara terus-menerus kemungkinan adanya dampak dari
proyek terhadap lingkungan sekelilingnya. Penanggulan dampak yang baik
akan menguntungkan kedua belah pihak, yakni masyarakat dan penambang
batubara. Hal tersebut akan menolong dalam tahap awal desain,
permasalahan lingkungan yang potensial yang harus diperhitungkan, seperti
kemungkinan adanya pencemaran air atau kebisingan, kerusakan muka-tanah
dan kemungkinan pengaruh terhadap daerah di sekeliling tambang.
Menurut Peraturan Pemerintah, suatu perusahaan tambang bertanggung
jawab membuat Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) bila akan
membuka proyek penambangan yang baru. Setelah disetujui, barulah
aktivitas penambangan dimulai. Isi dari AMDAL, antara lain, menjelaskan
pengembangan penambangan, garis besar keadaan lingkungan dari tanah
yang akan digunakan, kemungkinan permasalahan lingkungan yang akan
timbul, dan cara pencegahan yang akan digunakan.
26

d) Konstruksi Serta Instalasi Peralatan dan Jasa


Setelah semua perizinan diperoleh, perusahaan tambang batubara dapat
dimulai mempersiapkan tempat dan instalasi untuk seluruh fasilitas
penambangan dan jasa. Umumnya persiapan tempat ditentukan oelh cara
penambangan yang akan dipakai, apakah akan menggunakan cara
penambangan terbuka atau bawah tanah. Pekerjaan penambangan akan
meliputi pemabatan dan semak belukar, pembangunan fasilitas perkantoran
dan camp, pembangunan ban berjalan (belt conveyor) untuk membawa
batubara dari tempat penambangan ke tempat penggerusan atau PLTU,
pembangunan tempat penggurusan batubara, saluran air, tempat
penumpukkan batubara, dan sebagainya.

2.3.2 Penambangan Terbuka ( Surface Mining )

Gambar 4. Penambangan Terbuka


27

(sumber:http://idefa.blogspot.co.id/2012/10/metode-tambang-terbuka.html)

Penambangan terbuka merupakan cara penambangan batubara


yang pertama kali dilakukan orang. Dengan menggunakan beliung
dan batangan, para penambang zaman dahulu menggali batubara,
baik yang tersingkap berupa lapisan yang muncul di permukaan
maupun yang terkubur beberapa meter dibawah tanah. Sampai saat
ini hampir semua tambang batubara di Indonesia menggunakan cara
penambangan terbuka, kecuali di beberapa tambang, seperti Ombilin
di Sawahlunto, Sumatera Barat, selain menggunakan cara
penambangan terbuka juga menggunakan cara penambangan bawah
tanah.
Pada prinsipnya ada dua cara penambangan terbuka, yakni :
a) Penambangan pengupasan (strip mining) yang digunakan
untuk menambang lapisan batubara tunggal, letaknya
horizontal dan kedalamannya mencapai 80 meter.
b) Penambangan sumur terbuka (open pit mining) yang
digunakan untuk menambang endapan yang terdiri atas
beberapa lapisan batubara. Dengan cara ini dapat
ditambang lapisan batubara dengan kedalaman lebih dari 80
meter.

a) Perencanaan
Dalam merencanakan penambangan secara terbuka, diperlukan
sejumlah besar informasi dari sumber yang berbeda-beda. Pekerjaan
ini di tunjang oleh komputer yang dapat membuat simulasi tata letak
tambang sebelum dimulai pengembangan lebih lanjut. Faktor utama
yang menentukan apakah suatu lapisan batubara ekonomis atau
tidak apabila dikerjakan apabila dikerjakan dengan cara
penambangan terbuka ialah dengan mengetahui jenis dan lebih
banyaknya batuan penutup yang harus diangkat untuk mencapai
28

batubara. Sebelum tambang terbuka dikembangkan, terlebih dahulu


dilakukan baseline collection survey untuk membuktikan kebenaran
dari baseline atau kondisi lingkungan sebelum penambangan. Survei
ini menyelidiki pengaruh tambang terhadap lingkungan, yang
dilakukan para ahli kualitas udara, air, tanah, ikan, vegetasi dan
arkeologi. Setelah survei baseline selesai, dibuat uraian perencanaan
tambang yang meliputi jenis tanah atau daratan, urutan
penambangan, peralatan yang akan digunakan, berapa banyak
perkiraan batubara yang akan ditambang, berapa banyak batuan
penutup yang akan disingkirkan, bagaimana cara reklamasinya dan
bagaimana perusahaan akan memonitor semua aktivitas tersebut
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b) Penambangan Pengupasan
Secara umum untuk memperoleh batubara dengan cara
penambangan terbuka terdapat tahapan yang harus dilakukan sebagai
berikut (ACA, 1982).
1. Pengupasan tanah penutup atau top soil dengan bantuan
peralatan yang bergerak (earth-moving equipment),
kemudian ditimbun untuk reklamasi atau langsung
dipindahkan ke bekas penambangan yang sedang dikerjakan
reklamasinya.
2. Pengupasan-awal dengan face shovel and truck untuk
membentuk suatu lahan terbuka dimana dragline ditempatkan.
3. Pengeboran dan peledakan batuan penutup yang lebih dalam
4. Penggunaan dragline untuk menyingkirkan batuan penutup yang
lebih dalam guna menyingkap lapisan batubara.
5. Peledakan untuk melonggarkan lapisan batubara
6. Pemecahan lapisan batubara yang tersingkap dengan peledakan
dan kemudian memuatnya ke dalam haulage truck dengan face
shovel atau front-end loader. Lalu batubara diangkut ke tempat
29

penggerusan atau ke pusat pencucian.


7. Penyiraman jalan-jalan dengan tanker khusus secara teratur
untuk mengontrol emisi debu.
8. Penimbunan onggokan-onggokan material buangan (spoil) yang
bentuk bagian atasnya seperti gigi gergaji, dengan batuan suatu
dragline.
9. Penimbunan onggokan diatas dengan batuan penutup hasil
pengupasan awal.
10. Meratakan kembali permukaan onggokan yang telah ditimbuni
batuan penutup sampai merupakan tanah datar.
11. Menempatkan kembali tanah penutup hasil pengupasan pada
tahap 1.
12. Menanam tumbuhan diatas tanah bekas tambang.

c) Penambangan Sumur Terbuka


Penambangan sumur terbuka mempunyai ciri meliputi
penyingkapan daerah yang luas dengan sekali kerja. Karena
pekerjaan sumur terbuka dapat mencapai kedalaman yang lebih,
maka perlu diperhatikan bahwa di drainase air mencukupi dan
sumur yang terbuka sudah stabil. Batuan sedimen yang berkaitan
dengan lapisan batubara umumnya lunak, cenderung remuk, dan
dapat meluncur sehingga kondisi dari dinding dan dasar sumur harus
selalu dimonitor.

d) Peralatan yang Digunakan


Dragline
30

Gambar 5. Dragline
(sumber :http://ermantomuchlis.blogspot.co.id/2013/05/alat-gali-dan-alat-
muat.html)
Umumnya tanah penutup harus dikeruk dan disingkirkan, serta
suatu daerah datar dipreparasi sebelum dragline mulai
menyingkirkan batuan penutup dan menyingkap lapisan batubara,
bila perlu dibantu dengan peledakan.
Dragline merupakan alat gali yang dipakai untuk menggali
material dengan jangkauan yang lebih jauh dari alat-alat gali
lainnya. Ketinggian timbunan hasil pembongkaran, radius
31

pergerakan dan jangkauan penggalian dragline lebih besar


dibandingkan dengan dari alat gali lainnya pada ukuran bucket yang
sama. Jenis material yang digali sebaiknya material yang lunak
sampai agak keras. Pemakaian dragline sangat menguntungkan pada
proyek pembuatan saluran di mana tanah mengandung air. Selain itu
juga dragline digunakan untuk penggalian di bawah permukaan air.
Dragline dengan bucket yang kecil dan ringan biasanya untuk
penggalian material lepas dan kering.

Hal yang perlu mendapat perhatian saat pengoperasian dragline


antara lain ukuran bucket harus disesuaikan dengan kemampuan alat
serta gigi bucket haruslah cukup kuat untuk melakukan penetrasi ke
dalam tanah. Selain itu juga rantai penarik jangan sampai rusak.
Dragline mengalami kesulitan dalam mengontrol pembongkaran
muatan. Karena itu sebaiknya alat pengangkut yang dipakai untuk
mengangkut material hasil penggalian dragline berukuran besar.
Dalam melakukan penggalian, dragline bekerja melalui
beberapa tahapan. Tahapan tersebut berupa satu siklus yang dimulai
dari penggalian sampai pembongkaran. Adapun tahapan-tahapannya
adalah sebagai berikut :
1. Dengan gerakan mengayun, bucket menuju posisi menggali.
Agar bucket jatuh tegak lurus dengan tanah maka drag cable dan
hoist cable dikendorkan.
2. Kemudian drag cable ditarik dan hoist cable dimainkan agar
kedalaman penggalian teratur.
3. Setelah bucket penuh, hoist cable dikunci dan bucket ditarik.
4. Boom kemudian melakukan berputar menuju tempat
pembongkaran.

Produktivitas dragline tergantung pada faktor-faktor seperti


jenis material, kedalaman penggalian, sudut swing, ukuran bucket,
32

panjang boom, kapasitas alat pengangkut dan kondisi lapangan.


Produktivitas alat dihitung pada kondisi tanah asli.

Truck and Shovel

Gambar 6. Truck and Shovel


(sumber :http://ermantomuchlis.blogspot.co.id/2013/05/alat-gali-dan-alat-
muat.html)
Untuk menambang suatu endapan batubara yang hanya diselimuti
oleh batuan penutup yang dangkal atau beberapa lapisan batubara yang
diselang-seling oleh strata lain yang tipis, akan tidak ekonomis
menggunakan dragline. Sistem yang lebih fleksibel untuk menambang
batubara demikian ialah gabungan antara power shovel berkapasitas
besar, pengikis, dan dump truck yang bila perlu dibantu dengan sistem
peledakan.
33

Bucket Wheel Excavator

Gambar 7. Bucket Wheel Excavator


(sumber :http://dunia-atas.blogspot.co.id/2011/03/bucket-wheel-excavator-
mesin-raksasa.html)

Suatu cara yang telah banyak digunakan diseluruh dunia untuk


mengupas batuan penutup yang lunak adalah bucket wheel excavator
(BWE). Di Indonesia, BWE digunakan hampir di semua tambang
batubara, antara lain: oleh PTBA di tambang batubara Tanjung Enim,
Sumatera Selatan. Alat ini sanggup untuk memotong lahan terbuka
dengan lebar 40 meter dan kedalaman 25 meter dengan arah horizontal,
memotong batuan penutup yang lunak, dan memotong dalam deretan
setengah lingkaran. Kemudian hasil kerja BWE diteruskan oleh dragline
34

yang akan menyingkirkan batuan penutup 45 meter lagi, sehingga dapat


bekerja sampai kedalaman 70 meter dengan sekali putaran masig-masing
mesin.

2.3.3 Penambangan Bawah Tanah ( Underground Mining )

Banyak endapan batubara yang terletak jauh didalam tanah


sehingga hanya dapat ditambang dengan cara penambangan bawah
tanah. Untuk mencapai lapisan batubara yang terletak dikedalaman
tersebut, umumnya diperlukan penanganan yang lebih rumit.
Umumnya pada penambangan bawah tanah tidak semua batubara
yang ada di tempat tersebut dapat diambil.
Ada dua cara penambangan bawah tanah yang sampai saat ini
banyak dilakukan orang, yaitu cara Bord and Pillar dan cara
Longwall. Cara ketiga yang merupakan gabungan unsur-unsur dari
kedua cara tadi ialah cara shortwall.

Gambar 8. Penambangan Bawah Tanah


(sumber:http://bahangaliantambang.blogspot.co.id/2011/12/metoda-
tambang-bawah-tanah.html)

a) Cara Penambangan Bord and Pillar


Room and pillar method merupakan salah satu metode
penambangan bawah tanah (underground mine) yang
35

memanfaatkan cadangan yang tidak diekstrasi sebagai


penyangga atau disebut sebagai pillar. Metode ini cocok
digunakan pada lapisan cadangan yang memiliki ketebalan lebih
dalam. Pada metode room and pillar, ekstrasi cadangan akan
efisien jika cadangan yang dijadikan sebagai pilar atau
penyangga turut pula diekstrasi dengan cara penambangan
mundur (retreat mine) sehingga recovery cadangan lebih banyak
lagi presentasinya dibandingkan jumlah seluruh cadangan yang
terdapat pada lokasi tersebut.

Sistem Produksi Room and Pillar


Penambangan batubara tersebut dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu mechanical - conventional method, dimana alat
gali muat dan alat angkut bergerak dari satu tempat ke tempat
lain, seperti coal cutting machine, loading machine, dan shuttle
car, serta continuous mining method, dimana alat gali muat dan
alat angkut tidak bergerak, menggunakan continuous miner dan
belt conveyor.

Gambar 9. Skema Penambangan Bord and Pillar Mining


(sumber :http://www.michanarchy.com/2013/05/permodelan-
tamban g-bawah-tanah-room-and.html)
36

b) Cara Penambangan Longwall


Metode longwall ini digunakan khusus untuk bahan galian
batubara. Perolehannya tinggi, karena mengambil sebagian
besar batubara. Front kerja dapat dipusatkan, karena dapat
berproduksi besar di satu front kerja. Pada umumnya, untuk
kemiringannya landai, mekanisme pengambilan batubara,
pengangkutan, dan penyanggaan menjadi mudah, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pengambilan batubara. Karena
dapat memusatkan front kerja, panjang lorong yang dirawat
terhadap jumlah produksi batubara menjadi pendek.
Menguntungkan dari segi keamanan, karena ventilasinya mudah
dan swabakar yang timbul juga sedikit. Karena dapat
memanfaatkan tekanan batuan, pemotongan batubara menjadi
mudah. Apabila terjadi hal-hal seperti ambrukan permukaan
kerja dan kerusakan mesin, penurunan produksi batubaranya
besar.
37

Gambar 10. Skema Penambangan Cara Longwall


(sumber :http://www.michanarchy.com/2013/05/permodelan-tambang-bawah-
tanah-longwall.html)

Persiapan Penambangan (Development)


Tambang longwall mencakup penambangan batubara secara
penuh dari suatu bagian lapisan atau "muka" dengan menggunakan
gunting-gunting mekanis. Tambang longwall harus dilakukan
dengan membuat perencanaan yang hati-hati untuk memastikan
adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai kegiatan
penambangan. Kedalaman permukaan batubara bervariasi di
kedalaman 100-350 m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara
otomatis dan digerakkan secara hidrolik sementara menyangga atap
tambang selama pengambilan batubara. Setelah batubara diambil
dari daerah tersbut, atap tambang dibiarkan ambruk. Lebih dari 75%
endapan batubara dapat diambil dari panel batubara yang dapat
memanjang sejauh 3 km pada lapisan batubara.

Adapun prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara


mulai dari penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir pada
gambar 11. dibawah ini:
38
39

Gambar 11. Diagram Alir Pengolahan Batubara


(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)

2.4 Dampak Penambangan Batubara

Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga telah menimbulkan


dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara,
dan hutan.

1. Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan
pencemaran air, yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam
hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut
mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh,
asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan
pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah
diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung
belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam
sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat
yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker
kulit.

2. Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami
pencemaran akibat pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya
lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang
menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang
sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti
Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat
racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat
berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan
40

tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka


tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
3. Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini
diakibatkan dari pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen
oksida yang terlihat cokelat dan juga sebagai polusi yang
membentuk acid rain (hujan asam) dan ground level ozone, yaitu
tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara. Selain itu
debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi
kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi
saluran pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara
tersebut terus dihirup akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan
bayi lahir cacat.

4. Hutan
Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber
kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan
sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya
perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat,
akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena
hutan di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr
telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata drainase
dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.

5. Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada
saat aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain
itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove
dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.

2.5 Penanggulangan Dampak Dari Penambangan Batubara


41

2.5.1 Reklamasi Lingkungan Batubara

Penambangan batubara di Indonesia pada umumnya menyebabkan


kerusakan dan perubahan bentuk lahan karena menggunakan metode
penambangan terbuka. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan
dengan kegiatan reklamasi yang diharapkan dapat memulihkan kondisi
ekosistem seperti rona awalnya. Salah satu kegiatan reklamasi adalah
penanaman kembali dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang
cepat tumbuh sehingga lahan bekas tambang dapat kembali produktif.
Selain dilakukan untuk menjaga lahan agar tetap stabil dan lebih
produktif, reklamasi juga dilakukan untuk mencegah erosi. Bekas lokasi
tambang yang telah direklamasi harus dipertahankan agar keseimbangan
ekosistem tetap terjaga.

Kegiatan pertambangan batubara memberikan dampak yang nyata pada


kerusakan lingkungan sehingga ekosistem yang ada di lingkungan itu menjadi
rusak dan juga dapat membahayakan pada ekosistem di lingkungan sekitarnya.
Untuk itu diperlukan cara untuk dapat mengembalikan fungsi lahan bekas
tambang agar tidak terjadi kerusakan yang berkelanjutan
Kegiatan reklamasi harus melibatkan masyarakat. Upaya Pengelolaan
Lingkungan memang tidak pernah lepas dari pentingnya mengadopsi berbagai
pendekatan dalam manajemen lingkungan. Diketahui bahwa pelaksanaan
reklamasi di areal bekas tambang sudah dilakukan, tetapi keberhasilannya masih
jauh yang diharapkan sehingga belum memberikan hasil yang optimal dalam
upaya memulihkan fungsi lahan sesuai dengan peruntukkannya.

2.5.1.1 Pelaksanaan Reklamasi


42

Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam


merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan
dari kegiatan pertambangan, pencegahan air asam tambang, pengaturan
drainase dan tata guna lahan pasca tambang.

Rencana reklamasi lahan meliputi :


1. Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan
kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan
yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali.
2. Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan
permukaan timbunan, pengendalian erosi dan pengelolaan air.
3. Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya
radiasi.
4. Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau
limbah batubara yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan reklamasi.
5. Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang.

Selain itu untuk menghindari atau menekan sekecil mungkin dampak negatif
terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan, maka yang perlu diperhatikan
lebih lanjut :
1. Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah resapan
atau pada akuifer sehingga tidak akan mengganggu kelestarian air tanah.
2. Lokasi penambangan sebaiknya terletak agak jauh dari pemukiman
penduduk sehingga suara bising ataupun debu yang timbul akibat kegiatan
tidak menganggu penduduk.
3. Lokasi penambangan tidak berdekatan dengan mata air penting sehingga
tidak menganggu kualitas dan kuantitas mata air tersebut.
4. Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah aliran
sungai bagian hulu.
5. Lokasi penambangan tidak terletak dikawasan hutan lindung.
43

Gambar 12. Reklamasi dan Vegetasi


(sumber: http://ajiscfld.blogspot.com/2013/01/reklamasi-lingkungan-pertambangan.html)

2.5.1.2 Tujuan Reklamasi Suatu Ekosistem

Ada tiga hal yang menjadi tujuan reklamasi suatu ekosistem, yaitu :
1. Protektif, tujuan ini untuk memperbaiki stabilitas dari suatu lahan
dan erosi tanah
2. Produktif, untuk meningkatkan kesuburan tanah
3. Konservatif, kegiatan yang berguna untuk menyelamatkan jenis-
jenis tumbuhan yang telah langka
44

Dari tiga hal diatas, kegiatan penambangan masih dalam tahap protektif.
Perusahaan-perusahaan tambang masih mengupayakan agar tidak terjadi erosi
tanah pada lahan bekas tambang dengan cara menanam tanaman cover crops.
Diharapkan untuk ke depannya perusahaan pertambangan dapat meningkatkan
kegiatan reklamasi untuk produktif dan konservatif.

2.5.2 Usaha Mengurangi Dampak Penambangan Batubara

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pertambangan


batubara adalah pengembangan Teknologi Batubara Bersih (TBB). Teknologi
batu bara bersih adalah sekumpulan teknologi yang dikembangkan untuk mitigasi
dampak lingkungan dari penggunaan batu bara. Ketika batu bara digunakan
sebagai bahan bakar, emisi gas buang yang dihasilkan mencakup sulfur dioksida,
nitrogen dioksida, karbon dioksida, dan senyawa kimia lainnya tergantung pada jenis
batu bara yang digunakan. Berbagai cara digunakan untuk meminimalisasi
dampak tersebut, di antaranya pencucian batu bara secara kimiawi untuk
mengurangi kadar mineral dan bahan pengotor pada batu bara, gasifikasi, perlakuan
gas buang dengan uap untuk mengeliminasi sulfur dioksida, teknologi penangkapan dan
penyimpanan karbon, dan pengeringan batu bara untuk meningkatkan nilai kalori batu bara .
Pembangkit listrik "batubara bersih" pertama kali beroperasi di dunia pada bulan
September 2008 di Spremberg, Jerman. Pembangkit ini dimiliki oleh perusahaan Swedia
Vattenfall dan telah dibangun oleh perusahaan Siemens Jerman. Pembangkit ini disebut
Pembangkit Listrik Schwarze Pumpe. Fasilitas ini menangkap CO2 dan hujan asam,
menghasilkan sulfida, memisahkan mereka, dan mengkompres CO2 menjadi cairan. CO2 ini
diinjeksi ke ladang gas alam yang telah habis atau formasi geologi lainnya. Teknologi ini
memang dianggap bukanlah solusi akhir untuk pengurangan CO2 di atmosfer, tetapi
memberikan solusi dalam waktu dekat, sementara solusi alternatif yang lebih baik bagi
pembangkit listrik dapat dibuat secara praktikal dan ekonomis.

Teknologi Batubara bersih antara lain:


45

Desulfurisasi

Sulfur dalam gasifikator terdiri dari abio-sulfur dan sulfur organik, dimana
hidrogen sulfurisasi (H2S) merupakan bagian yang dominan. Desulfurisasi gas
batubara adalah untuk menghilangkan hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas
beracun. Gas batubara mengandung gas caustic seperti H2S, CO2 yang cenderung
mengikis dan merusak peralatan bersama-sama dengan air (H2O) dan
menyebabkan kebocoran gas batubara, menimbulkan pencemaran di atmosfir
atau bahkan menimbulkan ledakan yang merusak lingkungan dan melukai
pekerja. Karena itu, desulfurisasi sangat penting artinya.
Gas batubara mengandung H2S masuk ke menara desulfurisasi melalui
dasar dan di dalam lapisan paking bereaksi dengan cairan tandus desulfurisasi
yang disemprotkan dari puncak menara, yang menyerap H 2S. Gas hasil
pemurnian dilepaskan dari puncak menara dan membuang air melalui alat
penangkap tetesan, dan kemudian dikirim ke perbengkelan untuk digunakan.
Cairan yang disemprotkan dari puncak yang menyerap hidrogen sulfurisasi
mengalir ke dalam saluran air yang kaya cairan melalui pompa regeneratif untuk
memisahkan sulfur dan dikirim ke saluran air semburan dan reneneratif untuk
bereaksi dengan udara. Setelah cairan teroksidasi dan mengalami regenerasi,
cairan mengalir ke dalam saluran air dengan cairan gundul melalui alat pengatur
posisi cairan dan digerakkan ke menara desulfurisasi melalui pompa
desulfurisasi, yang melanjutkan proses desulfurisasi. Dalam waktu yang
bersamaan, busa sulfur yang dihasilkan pada saluran air semburan dan regenatif
disaring dan cream sulfur dihasilkan.
Bahan gas berkontak dengan counter cairan desulfurisasi, H2S bereaksi dengan
cairan Na2CO3 dan terserap.
H2S + Na2CO3 NaHS + NaHCO3
Dalam saluran air reaksi, HS teroksidasi menjadi substansi sulfur sederhana oleh
ion logam berharga tinggi.
NaHS + NaHCO3 + 2 NaVO3 S + Na2V2O3 + H2O
Dalam saat itu, ion logam berharga rendah yang dihasilkan segera dioksidasi
substansi quinone menjadi ion logam berharga tinggi.
Na2V2O3 + QNa2CO3 + H2O 2NaVO3 + HQ
46

Pada saluran air pancar dan regeneratif, substansi phenol teroksidasi menjadi
substansi oleh udara.
2HQ + I/ 2O2 2Q + H2O

Proses reaksi terus berlangsung, dan karenanya gas terdesulfurisasi dan


termurnikan.

Membuang NOx dari batu bara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang
dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal
atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan
kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000
F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini
sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NO x. NOx juga
dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat
yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai
polusi yang membentuk acid rain (hujan asam), dan dapat membantu
terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone, tipe lain dari pada
polusi yang dapat membuat kotornya udara. Salah satu cara terbaik untuk
mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara
telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih
banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas.
Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan
bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian
dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip
berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut
"staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang
disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga
dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari
separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang
47

membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa
dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang
mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini
lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90%
polusi NOx.

Pencucian Batubara
Sebelum batubara itu diangkut atau dimanfaatkan, kadang-kadang
perlu dicuci atau dibersihkan dulu untuk menaikkan nilai plusnya, umumnya
menurunkan persentase kandungan ash. Caranya ialah batubara yang baru datang
dari tambang atau run of mine coal (ROM) dipilih ukuran tertentu dan
dibersihkan untuk menghilangkan material yang dapat dibakar, terutama ash.
Pekerjaan ini disebut coal preparation atau coal benefication.

2.6 Analisis Batubara

2.6.1 Basis Untuk Mengklasifikasikan Batubara

Definisi hard coal atau higher rank coal adalah batubara yang memiliki
nilai gross calorific value (dalam basis moisture, ash-free). Untuk
mengetahui apakah batubara yang sedang kita tentukan calorific value-nya
(dalam basis adb) termasuk hard coal atau bukan, kita harus mengubah dulu
calorific value tersebut ke dalam basis moisture, ash-free. Untuk maksud
tersebut, kita harus mempunyai data dalam analisis proksimat.

Tabel 1. Tabel untuk mengubah basis (AS 1038.16-1981)


48

(sumber : persentasi CKIC)

2.6.2 Berbagai Metode Standar Analisis Batubara

Metode standar adalah suatu cara atau metode analisis dan pengujian
(testing and analysis) yang telah diuji dengan seksama, baik dari segi
ketelitiannya, kesederhanaan peralatannya, maupun aspek-aspek lainnya.
Metode ini kemudian dibakukan untuk digunakan sebagai pedoman atau
standar analisis dan pengujian. Prosedur baku ini disesuaikan dengan
keadaan dan sifat batubara di negara bersangkutan. Dalam jual-beli
batubara, antara penjual dan pembeli mengadakan persetujuan untuk
memakai standar tertentu dalam menganalisis sampel batubara yang
49

akan diperjual-belikan tersebut. Karena cara analasis dan pengujian yang


berbeda-beda, maka International Organization for Standardization (ISO)
telah berusaha untuk mengembangkan cara yang dapat dipakai di seluruh
dunia. Di dunia perbatubaraan, pada dasarnya terdapat dua jenis standar,
yakni standar nasional dan standar internasional.

2.6.2.1 Berbagai Standar Nasional

Dalam pembahasan mengenai standar nasional ini, pembicaraan


akan dibatasi hanya pada tiga standar dari tiga negara penghasil batubara
yang besar, yaitu Amerika, Inggris, dan Australia. Dipilih Amerika dan
Inggris karena kedua negara ini mempunyai standar batubara yang
berbeda, sedangkan Australia dikemukakan disini karena menginduk
pada standar Inggris tetapi dengan beberapa perbaikan seperlunya,
disesuaikan dengan keadaan batubara di negaranya.

American National Standards diterbitkan oleh The American


Society for Testing and Materials (ASTM). Standar ASTM ini dipakai
untuk semua rank batubara, mulai dari lignit sampai dengan antrasit.

British Standards (BS) untuk analisis batubara mempunyai reputasi


yang tinggi dan masih banyak yang menggunakannya

Australian Standards (AS) lebih modern dari BS dan banyak


menaruh perhatian pada berbagai masalah analisis batubara yang
mempunyai rank lebih rendah. Australian Standard mengeluarkan pula
standar khusus untuk batubara muda atau brown coal.

2.6.2.2 Standar Internasional

Standar Internasional dikeluarkan oleh International Organization


for Standardization (ISO), yang tujuannya menggantikan standar
nasional yang ada. Dalam standar ISO sudah tercantum prosedur
50

penentuan standar tersebut, apakah untuk hard coal, coal, brown coals,
dan lignites, atau bahan bakar secara umum (fuel).

2.6.2.3 Standar Indonesia (SNI)

Sampai saat ini telah dikeluarkan beberapa standar untuk penentuan


parameter batubara Indonesia. Standar tersebut dikeluarkan oleh Dewan
Standar Nasional dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI).
Sebelumnya telah dikeluarkan pada beberapa standar untuk komoditas
lain di bawah judul Standar Industri Indonesia (SII) yang kini telah
dimasukkan kedalam standar SNI. Standar batubara nasional dibuat
berdasarkan sifat-sifat batubara di negara bersangkutan. Batubara
Indonesia termasuk batubara perbatasan antara subbituminus dan
bituminus, malah kebanyakan adalah lignit.

2.7 Penentuan Kualitas Batubara

Analisis batubara untuk bahan bakar digolongkan menjadi dua golongan,


yakni analisis dasar, yaitu analisis proksimat (moisture, ash, volatile matter, dan
fixed carbon), analisis ultimat (carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, dan oxygen),
penentuan unsur tertentu dalam batubara, serta penentuan khusus untuk batubara
bahan bakar (calorific value, index hardgrove, dan suhu leleh ash).

2.7.1 Analisis Proximate

Kualitas batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan pada


saat memberi perlakuan panas terhadap batubara. Prosedurnya relatif sederhana
dan parameter parameter yang diukur adalah moisture, ash, Volatile Matter, dan
Fixed Carbon.

2.7.1.1 Penentuan moisture dalam sampel yang dianalisis


51

Total Moisture (TM) yang disebut pula sebagai as received


moisture. Bentuk air dalam batubara dapat dibedakan menjadi:

1. Lengas Permukaan (free/surface moisture) adalah lengas yang


berada pada permukaan partikel batubara akibat pengaruh dari
luar seperti cuaca/iklim, penyemprotan pada saat penambangan
atau transportasi.
2. Lengas Tertambat (Inherent Moisture) adalah lengas yang
terikat secara kimiawi dan fisika di dalam batubara pada saat
pembentukan batubara. Lengas ini banyak pengaruhnya pada
penanganan, penggerusan, dan pembakaran batubara.
3. Lengas Total (Total Moisture) adalah banyaknya air yang
terkandung dalam batubara dengan kondisi diterima, baik yang
terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi luar
seprti iklim, ukuran butir, maupun proses penambangan.

Analisanya dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Sample mula mula dibiarkan setimbang dengan suasana laboratorium.


Sampel batubara berukura -60 mesh.
2) Memanaskan cawan kosong pada kondisi dimana sampel akan
dikeringkan, dinginkan cawan dan tutup dalam desikator selama 15-30
menit
3) Menimbang sample 1 gram dengan ketelitian 0,1 mg ditempatkan dalam
crusible yang telah dikeringkan dalam suhu 105 - 110 C dan ditiup
dengan nitrogen untuk jangka waktu 1,5 3 jam.
4) Sampel dipindahkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang dan
ditimbang kembali dan kandungan air dihitung.

Pemakaian data total moisture


Handling. Penanganan batubara di terminal ataupun di pelabuhan, secara
52

umum dipengaruhi oleh kelebihan moisture yang bila digabungkan dengan


batubara halus secara berlebihan serta lempung yang lengket akan menyebabkan
kesulitan dalam penanganan batubara.
Penggerusan. Kelebihan moisture juga mempunyai pengaruh pada
penggerusan apabila batubara digunakan dalam bentuk bubuk atau pulverised
fuel, seperti yang terjadi di pabrik-parik semen dan PLTU. Kelebihan moisture
yang harus diuapkan akan memperkecil kapasitas kerja penggerus yang pada
gilirannya akan menyebabkan ketel uap harus diperiksa ulang.
Ketel Uap. Untuk menangani lignit, ketel uap harus didesain dengan
menambahkan rangkaian pengeringan di depan penggerus. Sistem demikian akan
mengurangi efisiensi panas dari ketel. Bagaimananpun juga, ukuran pembakaran
bergantung pada rank batubara, untuk membakar batubara subbitumen, ruang
pembakaran harus lebih lebar dan tinggi. Sama halnya bila lignit yang ditangani,
semua ukuran harus bertambah. Dengan bertambah besarnya volume ruang
pembakaran, maka perpindahan panas dalam bagian radiatif dari ketel jadi
berkurang.

2.7.1.2 Penentuan kandungan ash


Coal ash didefinisikan sebagai zat anorganik yang tertinggal
setelah sampel batubara di bakar dalam kondisi standar sampai di
peroleh berat yang tetap. Selama pembakaran batubara, zat mineral
mengalami perubahan, karena itu banyaknya ash umumnya lebih
kecil dibandingkan dengan banyaknya zat mineral yang semula ada
di dalam batubara. Hal ini disebabkan antara lain karena
menguapnya air konstitusi dari lempung, karbon dioksida dari
karbonat, teroksidasinya pirit menjadi besi dioksida, serta fiksasi
belerang oksida.
Dalam standar ISO dibedakan antara cara penentuan kandungan
ash dalam hard coal, dalam brown coal dan lignit. Prosedur untuk
hard coal (ISO 1171-1981) menyarankan menimbang 1 gram sampel
batubara halus, menyebarkannya di dalam cawan silika, porselen,
53

atau platina sampai kepadatan permukaan maksimal. Kemudian


sampel dalam cawan dipanaskan sampai suhu 500C selama 30
menit, kemudian dari 500C sampai 815C selama 30 - 60 menit,
dan terakhir membiarkannya pada suhu 815C selama 60 menit lagi.
Dalam standar ASTM D 3174-2004 menyarankan pemanasan
dari suhu kamar sampai suhu 750C selama 3 jam.

Pemakaian data kandungan ash


Kandungan ash penting dalam batubara bahan bakar maupun
batubara kokas. Ash berperan penting dalam pemilihan alat penggerus di
PLTU. Semakin banyak ash dalam batubara setelah diproses
menggunakan oven kokas, akan semakin rendah manfaat produksi
karbonnya. Dalam pembakaran, semakin tinggi kandungan ash batubara,
semakin rendah panas yang diperoleh dari batubara tersebut.

2.7.1.3 Penentuan Volatile Matter

Definisi volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang


bila sampel batubara dipanaskan pada suhu waktu yang telah
dilakukan (setelah dikoreksi oleh kadar moisture). Suhunya adalah
900C, dnegan waktu pemanasan tujuh menit tepat.

Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang


mudah terbakar, seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan,
serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun seperti tar, hasil
pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat, sulfur, dan
pirit, dan air dari lempung.

Prosedur penentuan VM untuk hard coal menurut ISO 1562-


1981(E) adalah 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan silika
dengan tutup yang rapat. Cawan diletakkan pada stand terbuat daeri
kawat nikelkrom dan kemudian dimasukkan ke dalam muffle
54

furnace bersuhu 900C. Pemanasan tanpa udara ini dilakukan


selama tujuh menit tepat.

Standar ASTM D 3175-2004 memberikan prosedur yang


berbeda sekali. Bila dalam standar ISO digunakan tungku pembakar
horizontal, dalam standar ASTM digunakan tungku pembakar
vertikal. Cawan yang digunakan adalah cawan platina dan suhu
pemanasannya sebesar 950C.

Pemakaian data volatile matter


Vm yang ditentukan dengan cara-cara ini dapat digunakan
untuk menentukan rank suatu batubara, klasifikasi, dan
proporsinya dalam blending. Volatile matter juga penting dalam
pemilihan peralatan pembakaran dan kondisi efisiensi pembakaran.
Dalam gasifikasi dan likuifaksi, VM juga digunakan untuk memilih
proses dan kondisi kedua proses tersebut.

2.7.1.4 Penentuan Fixed Carbon

Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang


terdapat dalam material sisa setelah volatile matter dihilangkan.
Kandungan FC digunakan sebagai indeks hasil kokas dari batubara
pada waktu dikarbonisasikan, atau sebagai suatu ukuran material
padat yang dapat dibakar di dalam muffle furnace setelah fraksi zat
mudah menguap dihilangkan. Apabila ash atau zat mineral
dikoreksi, maka kandungan FC dapat dipakai sebagai indeks rank
batubara dan parameter untuk mengklasifikasikan batubara.

Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan: 100 % dikurangi


persentase moisture, volatile matter, dan ash (dalam basis kering
udara).
55

FC = 100% - %M - %A - %VM

Pemakaian data Fixed Carbon

Data fixed carbon digunakan dalam mengklasifikasikan


batubara, pembakaran, dan karbonisasi batubara. Fixed carbon
kemungkinan membawa pula sedikit persentase nitrogen, belerang,
hidrogen, dan kemungkinan pula oksigen sebagai zat yang
terabsorpsi atau bergabung secara kimia Fixed carbon adalah salah
satu nilai yang digunakan di dalam perhitungan efisiensi peralatan
pembakaran.

2.7.2 Analisis Ultimate

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur-


unsur kimia yang menyusun batubara, yaitu kadar karbon, hidrogen,
sulfur, nitrogen dan oksigen.

2.7.2.1 Penentuan Carbon, Hydrogen, dan Nitrogen

Penentuan karbon, hidrogen, dan nitrogen ditentukan sekaligus


dalam satu tahap analisa dengan menggunakan TruSpec (LECO)
dengan standard acuan ASTM D 5373-08.
56

Gambar 13. Instrument-CHN2200


( sumber : Presentasi CKIC )

Pemakaian data karbon, hidrogen, dan nitrogen

Data karbon dan hidrogen digunakan dalam pengklasifikasian batubara


dalam penghitugan efisiensi panas ketel uap dan nitrogen penting dalam
perhitungan heat balance pada proses pembakaran.

2.7.2.2 Penentuan kadar Sulfur

Penentuan analisa sulfur pada baubara menggunakan standar acuan ASTM D


5016-08. Pada prinsipnya contoh batubara dibakar dalam combustion tube
furnace pada suhu 1350C dalam aliran oksigen. Gas belerang oksida yang
57

terbentuk menyerap energi infrared pada panjang gelombang tertentu. Energi


diserap ketika gas melewati tabung dimana energi Infra Red ditransmisikan dan
kadar belerang yang diperoleh sebanding dengan perubahan energi yang diterima
detektor dan ditampilkan pada monitor.

Belerang atau Sulfur dalam batubara dapat terjadi dalam beberapa bentuk:

1. Sebagai organic sulfur, dimana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon


dalam coal matter
2. Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya
dalam pirit
3. Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida
dengan bantuan udara (besi sulfida besi sulfat, kalsium sulfida kalsium sulfat).
58

Gambar 14. Medium Model IR Absorption (5E-IRSII)


( sumber : Presentasi CKIC )

Pemakaian data total sulfur


Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua
(setelah ash) dalam batubara:
a. Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif
dan sumber polusi udara.
b. Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya
pembakaran spontan.
c. Semua bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam pencucian batubara.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi
pencucian batubara, emisi udara, dan evaluasi kualitas batubara
berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk keperluan
penelitian. Bila batubara dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam
ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap
(slagging. Disamping itu juga akan menimbulkan pencemaran udara.

2.7.2.3 Penentuan Oxygen

Oksigen merupakan komponen pada beberapa senyawa organik


dalam batubara. Oksigen ini didapatkan pula dalam moisture,
lempung, karbonat, dan sebagainya. Oksigen kemungkinan besar
penting sebagai penunjuk sifat-sifat kimia dan derajat pembentukan
batubara. Sangat disayangkan tidak ada cara penentuan oksigen
yang memuaskan dalam batubara. Dalam analisis ultimat, oksigen
ditentukan dengan perhitungan: 100% dikurangi dengan jumlah
persentase karbon, hidrogen, nitrogen dan sulfur organik dalam
basisi kering, bebas zat mineral. Hasil pengurangan ini disebut
persentase oksigen dan kesalahan.
59

2.7.3 Parameter Khusus Batubara Bahan Bakar

Parameter khusus batubara bahan bakar, yaitu nilai kalor,


kekerasan batubara, HGI, dan suhu leleh ash.

2.7.3.1 Penentuan Calorific Value

Panas yang dilepaskan oleh batubara bila dibakar di udara


merupakan besaran yang sangat penting dalam menganalisis
batubara. Energi yang dibebaskan inj berasal dari adanya interaksi
eksotermis senyawa hidrokarbon dengan oksigen. Material lainnya
seprti moisture, nitrogen, sulfu, dan zat mineral juga mengalami
perubahan kimia, tetapi kebanyakan reaksinya endotermis dan akan
mengurangi energi yang sebenarnya ada dalam batubara.
60

Gambar 15. Bom Kalorimeter


( sumber : Presentasi CKIC )

Di laboratorium nilai kalor ditentukan dengan cara membakar


sampel batubara sampel batubara dengan oksigen di dalam sebuah
bomb calormeter yang telah dikalibrasi dalam kondisi terkontrol.
Kalorimeter distandarisasikan dengan membakar standar asam
benzoat murni. Setelah pembakaran batubara di dalam bomb selesai,
kebanyaka produknya mengembun. Hal ini menghasilkan energi
yang dibebaskan oleh batubara menjadi lebih tinggi karena ada
tambahan latent heat yang keluar karena proses kondensasi. Energi
yang diukur dengan cara ini disebut gross calorific value. Panas
yang dibebaskan per satuan berat batubara dalam kondisi terbuka
disebut net calorific value.

Perhitungan pengubahan dari gross calorific value pada volume


konstan ke net calorific value pada tekanan konstan.

Qnet.p.m = Qngr,v - 212(H) - 0,8(O) - 24,5 (M)

Dimana:

Qnet.p.m adalah NCV pada tekanan konstan dalam adanya moisture


(Joules)

Qngr,v adalah GCV pada volume konstan

Perhitungan pengubahan dari gross calorific value ke net calorific


value menggunakan besaran kcal/kg.

Qnet.p.m = Qngr,v - 9(H) - 0,8(O) - 24,5 (M)

Dimana:
61

Qnet.p.m adalah NCV pada tekanan konstan dalam adanya moisture


(cal)

Qngr,v adalah GCV pada volume konstan (kcal/kg)


Pemakaian data calorific value
Penentuan nilai kalor merupakan penentuan yang sangat penting
dalam batubara bahan bakar, karena digunakan dalam penaksiran
sumber energi dan cadangan energi, dan sebagai parameter untuk
menggolongkan peringkat batubara.

2.7.3.2 Penentuan Kekerasan Batubara

Kekerasan batubara menunjukkan sifat kemudahan digerus dan


sampai seberapa jauh batubara merusak alat penggerus. Ukuran untuk
kemudahan suatu batubara dapat digerus halus untuk digunakan sebagai
pulverised fuel dinyatakan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index).
Besar kecilnya indeks ini akan tergantung pada sifat-sifat fisika batubara
dan sifat-sifat mekanis dari mesin hardgrove.

2.7.3.3 Penentuan Hardgrove Grindability Index

Indeks HGI merupakan ukuran banyaknya energi yang


digunakan untuk menggerus suatu batubara. Ketahanan dan waktu
penggerusan diambil sebagai parameter untuk menentukan energi
penggerusan yang diperlukan. Penentuan HGI mengikuti empat
langkah kerja, yakni :

1. Semua sampel batubara digerus sampai berukuran antara 1,18


mm dan 0,6 mm.
2. Sebanyak 50 gram sampel berukuran tersebut digerus di dalam
mesin hardgrove sebanyak 60 putaran
3. Hasil gerusan diayak melalui ayakan 200 mesh.
62

4. Fraksi ukuran 200 mesh ditentukan nilai HGI nya dari suatu
grafik kalibrasi atau pula dilakukan secara perhitungan.

Kekerasan batubara merupakan fungsi dari rank, zat mineral,


dan petrografi organik. Ada empat golongan zat mineral yang
berpengaruh pada nilai HGI, yakni :

1. Lempung dan sulfat


2. Oksida-oksida, kuarsa, dan silikat
3. Pirit dan sulfida lainnya
4. karbonat-karbonat

Mineral mineral golongan (2) adalah paling keras (jadi menurunkan


nilai HGI), sedangkan mineral golongan (1) paling lunak (jadi
menaikkan nilai HGI).
Pemakaian data Hardgrove Grindability Index
Kedapatgerusan (grindability) batubara dan kinerja penggerusan
adalah parameter yang saling berkaitan dalam mendesain dan
mengoperasikan penggerusan. Suatu penurunan indeks HGI batubara
dipasok (yakni makin susah digerus) akan mempengaruhi kinerja
penggerusan (yakni berkurangnya hasil penggerusan dan
pengembangan penggerusan dibatasi) untuk kapasitas penggerus
tertentu.

2.7.3.4 Penentuan Suhu Leleh Ash

Sifat-sifat ash pada suhu tinggi merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan kecocokan batubara untuk penggunaan tungku
pembakaran (furnace). Kebanyakan tungku pembakaran memerlukan ash
untuk tetap dalam keadaan padat atau serbuk, bahkan panas, sehingga
dapat diambil dari dasar unit dengan peralatan handling konvensional.
Ash yang sebagian meleleh dan menjadi suatu massa yang memadat
63

pada pendinginan, akan mengganggu pekerjaan tersebut. Cara-cara


khusus penentuan suhu leleh ash batubara memberikan informasi
mengenai zat-zat anorganik dalam batubara tersebut. Secara umum, sifat
pelelehan ash batubara hampir seluruhnya merupakan faktor dari
susunan kimia batubara tersbut. Untuk ash dengan kandungan besi yang
cukup tinggi, pengaruh dari udara sekeliling cetakan terlihat sekali.
Peralatan untuk penentuan suhu leleh ash atau ash fusion temperature
(AFT) atau fusibility of ash terdiri atas furnace yang mempunyai suhu
antara 1000oC sampai 1500oC.
Pemakaian data suhu leleh ash
Suhu deformasi kemungkinan merupakan petunjuk yang paling
baik terhadap kinerja ash dalam penggunaan di Industri. Flow
temperature lebih banyak dipakai untuk penaksiran peralatan dan
pengambilan ash dengan penarikan terak atau slag.
64

Gambar 16. Ash Fushion Determinator


( sumber : Presentasi CKIC )

2.7.4 Peringkat Batubara


Berhubungan erat dengan tingkat pematangan batu bara
(pembatubaraan /coalification). Dipengaruhi oleh salah satu atau
gabungan dari temperatur, tekanan dan waktu. selama
perkembangannya, hanya terjadi proses fisika berupa pemadatan.
Parameter yang umum digunakan untuk
menentukan rank batubara antara lain adalah kandungan bahan
organik pembentuk batubara seperti karbon total, nilai kalor,
kandungan air, dan reflektansi vitrinit. Berikut tabel 1 Kandungan
bahan organik pembentuk batubara

Tabel 2. Kandungan Bahan Organik Pembentukan Batubara


Bahan C% H% O%
Kayu (wood) 50 6 44
Gambut (peat) 55-60 5,5-6,5 30-40
Lignit (Brown Coal) 60-70 5,0-6,0 20-30
Bituminous (Hard Coal) 75-90 4,5-5,5 5-15
Antrasit 90-96 2,0-4,5 2-5
Keterangan : C ( Karbon), H ( Hidrogen ), O (Oksigen)
(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )

Dasar penentuan rank (peringkat)


Volatile Matter : VM << ; Rank >>
Kandungan karbon : FC >> ; Rank >>
Kandungan air : TM << ; Rank >>
Nilai Kalori : CV >> ; Rank >>
Posisi batubara mulai dari terendah hingga tertinggi:
Gambut
Lignit
Sub-bituminus
Bituminus
Antrasit
Rank suatu batubara dapat dilihat sesuai dengan tabel 2.2 yang terdapat
dibawah ini.
65

Tabel 3. Klasifikasi Batubara Berdasarkan Tingkatnya (ASTM, 1981, op cit


Wood et al., 1983)
Class Group Fixed Volatile Calorific Value Limits BTU per
Carbon ,% , Matter pound (mmmf)
dmmf Limits, % ,
dmmf
Equal Les Great Equ Equal Less Agglomerating
or s er al or or Than Character
Great Tha Than Less Great
er n Tha er
Than n Than
I Anthracite* 1.Meta- 98 2 nonagglomerat
anthracite ing
2.Anthracite 92 98 2 8
3.Semianthracit 86 92 8 14
eC
II 1.Low volatile 78 86 14 22
Bituminous bituminous coal
2.Medium 69 78 22 31
volatilebitumin
ous coal
3.High volatile 69 31 14000 commonly
A bituminous D
coal
4.High volatile 13000 1400 agglomerating
B bituminous D 0 **
coal
5.High volatile 11500 1300
C bituminous 0
coal
10500 1150 agglomerating
0
III 1.Subbituminou 10500 1150
Subbitumino s A coal 0
us 2.Subbituminou 9500 1050
s B coal 0
3.Subbituminou 8300 9500 nonagglomerat
s C coal ing
IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300
1.Lignite B 6300
(sumber : www.teknikpertambangan.wordpress.com)

2.8 Klasifikasi Batubara dan Karakteristiknya


Berdasarkan rank pembentukan batubara dari rank tertinggi ke terendah
yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam
66

lima kelas :

1. Antrasit, adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Batubara jenis Antrasit ini terdapat pada zaman
Palaezoikum. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih mineral,
proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk
pembuatan briket tanpa asap. batubara yang terjadi pada umur geologi
yang paling tua. Struktur kompak, berat jenis tinggi, berwarna hitam
metalik, kandungan VCM rendah, kandungan abu dan air rendah, mudah
ditepung. Kalau dibakar, hampir seluruhnya habis terbakar tanpa timbul
nyala. Nilai kalor atas 8300 kkal/kg.

Gambar 17. Antrasit


67

(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Anthracite)

Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :


Warna hitam mengkilap
Material terkompaksi dengan kuat
Mempunyai kandungan air rendah
Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
Relatif sulit teroksidasi
Nilai panas yang dihasilkan tinggi

2. Bituminus, adalah batubara yang mengandung 68-86% unsur karbon (C)


dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Batubara jenis Bituminus ini
terdapat pada zaman Palaezoikum dan lapisan Mesozoikum. Kelas batu
bara yang paling banyak ditambang di Australia. Batubara ini masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam
coal, banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik,
pembakaran umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industri
semen.
b. batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan
untuk keperluan industri besi dan baja serta industri kimiaterbentuk pada
periode geologi carboniferous dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami
karbonisasi. Nilai kalor 7000-8000 kkal/kg. Kandungan abu dan airnya
rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi, biasanya dipakai pada
steam power plant. Batubara yang berwarna hitam tidak bersifat
higroskopis.
68

Gambar 18. Bituminus


(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Bituminus)

3. Sub-bituminus, batubara yang mengandung sedikit karbon dan banyak


air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dibandingkan dengan bituminus.
69

Gambar 19. Sub-bituminus


(sumber : en.wikipedia.org/wiki/Sub-Bituminous)

Subbituminous (C75OH5O20) Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :


Warna hitam
Mempunyai kandungan air sedang
Mempunyai kandungan karbon padat sedang
Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
Sifat oksidasi rnenengah
Nilai panas yang dihasilkan sedang

4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya, terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
yang mengalami karbonisasi atau perkayaan akan kandungan C di bawah
lapisan tanah dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 20.
Lignit
(sumber :

en.wikipedia.org/wiki/Lignite)

Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) dengan ciri :


Warna kecoklatan
Material terkornpaksi namun sangat rapuh
Mempunyai kandungan air yang tinggi ( bersifat higroskopis )
dan kadar N, O, VCM, S tinggi
Mempunyai kandungan karbon padat rendah
Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
Mudah teroksidasi
Nilai panas yang dihasilkan rendah
Nilai kalor bawah sekitar 1500-4500 kkal/kg.
70

5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.
Peat/ gambut, (C60H6O34) dengan sifat :
Warna coklat
Material belum terkompaksi
Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
Mempunyai kandungan karbon padat sangat rendah
Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
Sangat mudah teroksidasi
Nilai panas yang dihasilkan amat rendah
Kandungan abunya tergantung pada lumpur rawa. Bahan
bersifat higroskopis.
Kandungan airnya tergantung pada kondisi pengeringan,
transportasi dan penyimpanan.
Nilai kalor bawahnya 1700-3000 kkal/kg.
71

Gambar 21. Gambut


(sumber : en.wikipedia.org/wiki/peatcoal)
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi
antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu batu bara.
1. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-
bitumen yang biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan
berwarna suram seperti tanah. Baru bara muda memilih tingkat
kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan
demikian kandungan energinya rendah.
72

2. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat
dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Contohnya adalah
batubara bitumen dan antrasit. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi
memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban
yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit
adalah batubara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian
memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat
kelembaban yang lebih rendah.

2.9 Teknologi Pemanfaatan Batubara


Energi batubara diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung berupa energi bahan bakar padat. Proses gasifikasi dan likuifaksi
merupakan sumber energi batubara yang diperoleh secara tidak langsung melalui
proses konversi energi.

2.9.1 Pencairan Batubara


Salah satu kekurangan batubara bentuknya yang berupa padatan serta
memiliki massa yang besar dengan densitas yang kecil serta kalori yang kecil
pula berbeda dengan minyak bumi yang memiliki nilai kalori yang besar. Untuk
menaikan nilai kalori dari batubara tersebut maka batubara tersebut harus
ditingkatkan nilai kalornya dan salah satunya yaitu dengan dicairkan sehingga
dapat digunakan seperti minyak.
Teknologi pencairan batubara saat ini terdiri atas tiga teknologi pencairan
yaitu teknologi gasifkasi (indirect liquefaction coal), dan hidroliquefaction
(direct coal liquefaction). Pirolisis dan hidroliqufaksi membutuhkan pemurnian
untuk dapat menghasilkan bahan bakar cair, sedangkan gasifikasi membutuhkan
sintesis untuk menghasilkan bahan bakar cair. Untuk batubara peringkat rendah
sampai sedang lebih baik menggunakan teknologi hidroliquefaction dan pirolisis
sedangkan untuk batubara tingkat tinggi bisa menggunakan gasifikasi.Saat ini
teknologi yang sering digunakan untuk pencairan batubara yaitu gasifikasi
73

(indirect liquefaction coal) yang digunakan oleh SASOL (South Africa Synthetic
Oil Liquefaction) Afrika Selatan dan Hidroliquefaksi yang diguakan oleh NEDO
(The New Energy Development Organization) Jepang. Berikut ini penjelasan dari
beberapa teknologi pencairan batubara yang telah berkembang saat ini:

2.9.1.1 Gasifikasi (Indirect coal liquefaction)


Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah
batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas
menghasilkan Synthesis Natural Gas, (SNG). Pada proses tersebut
terjadi pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau
senyawa kimia lain. Batubara dipanaskan dan diberi oksigen di
dalam reaktor sehingga menghasilkan gas batubara berupa campuran
gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen, serta unsur gas
lainnya. Gasifikasi batubara merupakan teknologi terbaik serta
paling bersih dalam mengonversi batubara menjadi gas-gas yang
dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu
pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi,
ada suatu proses yang tidak kalah penting yaitu proses desulfurisasi
yang mana sebagai penghilang hidrogen sulfur (gas beracun).
Proses gasifikasi memerlukan seperangkat alat reaktor yang
dinamakan gasifier. Pada gasifier tipe Gasifikasi Unggun Tetap
(Fixed Bed Gasification), kontak yang terjadi saat pencampuran
antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona
pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan.
Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada
gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur
masing-masing proses, yaitu:
Pengeringan : T > 150 C
Pirolisis/ Devolatilisasi : 150 < T < 550 C
Oksidasi : 70 < T < 550 C
74

Reduksi : 50 < T < 120 C


Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap
panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas
panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada bahan
bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi.
Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik,
dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon
bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses
oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan
hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi eksotermik,
sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar
dengan reaksi endotermik.
Dalam kaitannya dengan gasifikasi batubara, ada teknologi yang
sekarang dikembangkan, yaitu IGCC (Integrated Gasification
Combined Cycle). Dalam penerapan teknologi ini, gas hasil
gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan
nitrogen. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar
kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas
untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas
dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam
Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG digunakan
untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Kelebihan teknologi IGCC ini adalah emisi SO 2, NOX, CO2
serta debu dapat dikurangi dengan mudah, limbah cair serta luas
tanah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak, produk sampingan yang
dihasilkan merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual, seperti
sulfur dan tar.
Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi
IGCC ini lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara
konvensional. Di samping itu, Coal gasifier tidak mengeluarkan
polutan sehingga ramah lingkungan.
75

Gambar 22. Proses Gasifikasi Batubara


(sumber :http://idomining.com/2015/05/14/teknologi-gasifikasi-batu-bara/

Ada empat jenis gasifier, yaitu :

1. Fixed bed
Dalam reactor fixed bed serbuk batubara yang direaksikan berukuran 3
30 mm. Batubara tersebut diumpankan dari atas reactor dan akan
menumpuk karena gaya beratnya yang disebut dengan solid bed. Uap
dan oksigen (oksidan) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan
masukan serbuk batubara dengan residence time 1-5 jam yang akan
bereaksi membentuk gas.

Gambar 23. Jenis Gasifier


Fixed Bed
76

(sumber :http://idomining.com/2015/05/14/teknologi-gasifikasi-batu-bara/

2. Fuidized Bed
Fluidized Bed Gasifikasi adalah teknologi pembakaran yang digunakan
dalam pembangkit tenaga listrik. Pada proses gasifikasi seperti ini,
kehilangan tekanan (pressure loss) sedemikian sehingga daya dorong
dibagian bawah bed membuat kesetimbangan dengan gravitasi sehingga
batubara yang diinjeksi dari atas dalam bentuk serbuk yang berukuran
antara 0.1-5 mm berada dalam keadaan melayang dan juga berakibat
permukaan reaksi menjadi lebih luas sehingga reaksi akan menjadi lebih
cepat dengan residense time 15-50 detik.

Gambar 24. Jenis Gasifier


Fluidized Bed
(sumber

:http://idomining.com/2015/05/14/teknologi-gasifikasi-batu-bara/

3. Entrained Flow Gasifier


Pada gasifier ini udara (oksigen) dan steam bercampur dengan kecepatan tertentu
diumpankan bersama-sama serbuk batubara yang berukuran 0,5 mm dimasukan ke bagian atas
reaktor. Gas yang dihasilkan dialirkan melalui bagian samping bawah reaktor, sedangkan sisa
pembakarannya atau abu yang dihasilkan akan keluar dari bawah reaktor. Proses gasifikasi ini
terjadi pada kondisi kecepatan gas pereaksi sangat tinggi sehingga membuat partikel-partikel
batubara terbawa oleh gas dan terjadilah turbulensi menyebabkan partikel-partikel yang
ukurannya 0,5 mm tersebut mengalami pembakaran. Residence time untuk sistem ini antara 1-5
detik.
77

Gambar 25. Jenis Gasifier


Fluidized Bed
(sumber

:http://idomining.com/2015/05/14/teknologi-gasifikasi-batu-bara/

2.9.1.2 Likuifaksi Batubara

Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah


batubara menjadi bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diubah
menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada
temperatur dan tekanan tinggi.
Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi:

a) Direct Liquefaction Process/ direct coal liquefaction (DCL)


Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir
batubara, kemudian mencampur batubara ini dengan pelarut, campuran
ini dinamakan slurry. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi
bersama hidrogen dengan menggunakan pompa. Kemudian, slurry diberi
tekanan 100-300 atm di dalam sebuah reaktor dan dipanaskan hingga suhu
mencapai 400-480 C.
Secara kimiawi, proses ini akan mengubah bentuk hidrokarbon
batubara dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau
dengan kata lain, batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan
ikatan C-C dan C-heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic
and hydrolytic cleavage), sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S,
78

NH3, dan H2O. Untuk itu rantai atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus
dipotong dengan cara dekomposisi panas pada temperatur tinggi (thermal
decomposition). Setelah dipotong, masing-masing potongan pada rantai
hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat aktif (free-radical). Supaya
radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi
repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul tinggi dan
insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas
hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara, yaitu transfer hidrogen dari
pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen (penyusunan kembali terhadap hidrogen
yang ada di dalam batubara), dan menggunakan katalis yang dapat
menjembatani reaksi antara gas hidrogen dan slurry.
79

Gambar 26. Diagram Alir Proses Direct Coal Conversion


(sumber : http://www.distrodoc.com/506935-ringkasan-likuifikasi-batu-bara)

Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat :


Mengurangi ketergantungan pada impor minyak serta meningkatkan
keamanan energi.
Batubara cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak,
pembangkit listrik stasioner, dan di industri kimia.
Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah
partikulat, dan rendah oksida nitrogen.
80

Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra
bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam ruangan.

2.9.2 Batubara Bahan Bakar Padat

Batubara merupakan sumber energi berbentuk bahan bakar padat.


Sumber energi langsung, yaitu dengan cara langsung membakarnya dan
mengambil energi panasnya (seperti di PLTU, Briket Batubara, Indutri
Besi dan Baja, dan Industri semen).

2.9.2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Pembakaran batubara merupakan pemanfaatan batubara secara


langsung untuk memperoleh energi panas dan menghasilkan gas
buang (flue gas) dan abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
merupakan salah satu contoh pemanfaatan batubara secara langsung.
Dalam pemanfaatn tersebut, batubara uap dibakar dipembangkit uap
(bolier) untuk menghasilkan panas yang akan digunakan untuk
mengubah air menjadi uap air, yang selanjutnya digunakan untuk
menggerakkan turbin uap dan memutar generator guna
menghasilkan energi listrik.
Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut dikecilkan hingga berukuran
halus untuk menambah luas permukaannya agar lebih mudah terbakar. Batubara
tersebut kemudian disemburkan ke tungku pembakaran bertemperatur tinggi. Gas
dan energi panas yang dihasilkan mengubah air pada tabung di sekeliling tungku
tersebut menjadi uap. Uap bertekanan tunggi memutar turbin dengan kecepatan
tinggi guna menggerakkan generator. Saat ini, penggunaan batubara sebagai
sumber energi pembangkit listrik tercatat lebih kurang 39% kebutuhan listrik
dunia (Panduan bisnis PTBA, 2008).
81

Gambar 27. Skema PLTU Batubara


(sumber:http://ptm-production.blogspot.co.id/2015/06/proses-
kerja-pada-sistem-pembangkit.html)

2.9.2.2. Industri Besi dan Baja

Peran batubara penting dalam kegiatan industri besi dan baja. Sekitar 64%
produksi baja dunia berasal dari besi. Sebagai gambaran produksi baja dunia yang
mencapai 965 juta ton pada tahun 2003 memanfaatkan batubara sebesar 543 juta
ton. Proses peleburan besi dan baja tersebut menggunakan kokas dan batubara.
Proses peleburan biji besi dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan
tanur tinggi (blast furnace) dengan menggunakan kokas sebagai reduktor.
Reaksi reduksi terjadi sebagai berikut :
C + O2 2CO2
CO2 + C 2CO
Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2
82

Gambar 28. Skema Industri Besi dan Baja


(sumber:world coal institute .pdf)

2.9.2.3 Industri Semen

Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri semen.


Pada proses pembakaran dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam ukuran
halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450 gram (g) batubara akan menghasilkan
semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran batubara masih cukup besar
dalam industri semen.

2.9.2.4 Briket Batubara

Briket batubara adalah teknologi pembentukan bahan bakar


berwujud padat yang menyenangkan yakni mudah dinyalakan
dan tidak berasap. Caranya adalah batubara/ arangnya
dibubukkan kemudian dicampurkan dengan bahan pengikat dan
bahan penyulut lalu dicetak sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Teknologi ini pernah mendapat perhatian khusus
dari pemerintah tahun 1993, yakni dengan dikeluarkannya
83

keputusan presiden tentang program penggantian bahan bakar


rumah tangga dari minyak tanah ke briket batubara untuk pulau
Jawa.
Secara umum proses pembriketan dapat diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok besar yaitu:

(a) Pembriketan tidak terkarbonisasi


Bahan bakunya adalah batubara 90% ditambah tanah liat 10%. Selanjutnya
bahan baku utama tersebut ditambah perekat sebesar 5% tepung tapioka.
Semua bahan tersebut dicampur hingga homogen dan dicetak dengan tekanan
tertentu dan dikeringkan.

(b) Pembriketan terkarbonisasi


Batubara yang digunakan terlebih dahulu dikarbonisasi melalui proses
pembakaran parsial menjadi semikokas. Proses selanjutnya sama dengan
pemberiketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara semikokas 90%
dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk hingga homogen
selanjutnya sama dengan pembriketan tidak terkarbonisasi. Bahan baku batubara
semikokas 90% dicampur tanah liat 10% dan ditambahkan tapioka 5%, diaduk
hingga homogen dan selanjutnya dicetak dengan tekanan tertentu dan
dikeringkan. Pembriketan 1 ton batubaraa muda akan menghasilkan 0,4 ton
briket batubara dengan kandungan H2O < 5% dan kandungan VM < 20-24%
(PTBA, 2005).

III
CADANGAN BATUBARA INDONESIA
84

3.1 Sumber Daya Batubara

Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan


batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini
dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi
yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas
dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat
meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan
dinyatakan layak.

Gambar 29. Cekungan Batubara di Indonesia


(sumber : Sumber: Neraca Energi 2014, Pusdatin Badan Geologi, 2014)

Dari peta diatas bisa dilihat potensi batubara di Indonesia sangatlah


85

melimpah, ada sekitar 18 provinsi yang menyimpan potensi batubara, yaitu :


Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, semua provinsi
di Kalimantan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua.

Adapun pembagian kelas sumber daya sebagai berikut:

1) Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)


Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan
cadangan batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara
yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara
tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik
sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara
diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-
sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya
dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank,
maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources).

2) Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)


Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian
dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari
proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km
86

4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm
atau lebih.

3) Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)


Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran
secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan
dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang
cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari
titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara
0,4 km 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau
lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan
150 cm.

4) Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)


Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah
peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data
yang memenuhi syaratsyarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk
melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah
batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan
tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling
berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus
dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau
lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
87

3.2. Cadangan Batubara

Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya


batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang
pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Cadangan batu bara ditemukan melalui kegiatan eksplorasi. Proses
tersebut biasanya mencakup pembuatan peta geologi dari daerah yang
bersangkutan, kemudian melakukan survai geokimia dan geofisika, yang
dilanjutkan dengan pengeboran eksplorasi. Proses demikian memungkinkan
diperolehnya gambaran yang tepat dari daerah yang akan dikembangkan.
Daerah tersebut hanya akan menjadi suatu tambang jika daerah tersebut
memiliki cadangan batu bara yang cukup banyak dan mutu yang memadai
sehingga batu bara dapat diambil secara ekonomis. Setelah mendapat kepastian
akan hal tersebut, maka dimulailah kegiatan penambangannya.

3.2.1 Cadangan Batubara di Sumatera Selatan

Cadangan batubara di Sumatera Selatan 18,13 milyar ton. Lokasi


batubara terdapat di kabupaten Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan
Musi Rawas. Mutu cadangan batubara pada umumnya berjenis lignit
dengan kandungan kalori antara 4800-5400 Kcal/kg. Cadangan batubara
tersebut baru dikelola PT Bukit Asam dam dan PT Bukit Kendi pada
lokasi Kabupaten Muara Enim.
Adapun daftar daerah penghasil batubara di Sumatera Selatan pada
Tahun 2012 dengan presentasi berikut ini.

Tabel 4. Daerah Batubara Sumatera Selatan

No Kabupaten Persentase
1 Muara Enim 66,1%
2 Lahat 27,2%
3 Musi Banyuasin 5,90%
4 Musi Rawas 0,35%
5 OKI 0,25%
88

6 OKU 0,20%
(Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi, 2012)

Batubara di Sumatera Selatan tersebar di hampir semua kabupaten/Kota di


Sumatera Selatan. Kabupaten yang memiliki sumberdaya batubara yang terbesar
adalah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Banyuasin, urutan
selanjutnya adalah lahat dan Musi Rawas.

3.2.2 Cadangan Batubara di Indonesia

Berikut ini tabel cadangan batubara di Indonesia Tahun 2013 dan Tahun
2014.

Tabel 5. Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia 2013

Wilayah Sumber Daya Cadangan


(Juta Ton) (Juta Ton)
Sumatera Selatan 59.254 13.625
Riau 1.755 646
Kalimantan Tengah 3.549 577
Kalimantan Timur 40.665 8.862
Kalimantan Selatan 10.659 3.778
Jambi 1.990 352
Kalimantan Barat 489 -
Sumatera Barat 800 158
Bengkulu 208 19
Lampung 107 -
Lainnya 861 0,1
Total 120.339 28.018
89

(sumber : apbiroyalti-export-duty-final-buku-2-cetak1.pdf)
Dari tabel di atas menunjukan Indonesia memiliki cadangan sumber daya
sebesar 28.018 Juta ton cadangan sumber daya batubara, dengan sumber daya
batubara sebesar 120.339 Juta ton pada Tahun 2013.

Gambar 30. Sumber Daya dan Cadangan Batubara di Indonesia 2014


(Sumber: Neraca Energi 2014, Pusdatin Badan Geologi, 2014)

Dari gambar di atas menunjukan Indonesia memiliki sumberdaya


batubara sebesar 124.796,74 Juta ton. Cadangan batubara sebesar
32.384,74 Juta ton.
90

3.2.3 Cadangan Batubara di Dunia

Total cadangan batubara di dunia berdasarkan data dari BP Statistical Review of


World Energy yang dikeluarkan pada juni 2015 yaitu 891531 Mt untuk tahun 2014.

Tabel 6. Cadangan Batubara di Dunia

Coal: Total
proved
reserves at end
2014 Million tonnes
Anthracite Sub-bituminous
and
bituminus and lignite Total
US 108501 128794 237295
Canada 3474 3108 6582
Mexico 860 351 1211
Total North
America 112835 132253 245088
Brazil - 6630 6630
Colombia 6746 - 6746
Venezuela 479 - 479
Other S. &
Cent. America 57 729 786

Total S. &
Cent. America 7282 7359 14641
Bulgaria 2 2364 2366

Czech Republic 181 871 1052


Germany 48 40500 40548
Greece - 3020 3020
Hungary 13 1647 1660
Kazakhstan 21500 12100 33600
Poland 4178 1287 5465
Romania 10 281 291
91

Russian
Federation 49088 107922 157010
Spain 200 330 530
Turkey 322 8380 8702
Ukraine 15351 18522 33873

United
Kingdom 228 - 228
Uzbekistan 47 1853 1900
Other Europe &
Eurasia 1389 18904 20293
Total Europe
& Eurasia 92557 217981 310538
South Africa 30156 - 30156
Zimbabwe 502 - 502
Other Africa 942 214 1156
Middle East 1122 - 1122

Total Middle
East & Africa 32722 214 32936
Australia 37100 39300 76400
China 62200 52300 114500
India 56100 4500 60600
Indonesia - 28017 28017
Japan 337 10 347
New Zealand 33 538 571
North Korea 300 300 600
Pakistan - 2070 2070
South Korea - 126 126
Thailand - 1239 1239
Vietnam 150 - 150
Other Asia
Pacific 1583 2125 3708
Total Asia
Pacific 157803 130525 288328
Total World 403199 488332 891531
92

(sumber : BP Statistical Review of World Energy)

Gambar 31. Distribusi Cadangan Batubara di Dunia


(Sumber :BP Statistical Review of World Energy)

Tabel 7. Data Konsumsi Batubara di Dunia

Coal: Consumption Million tonnes oil equivalent


2011 2012 2013 2014

US 495,4 437,9 454,6 453,4


Canada 22,2 21,2 20,8 21,2
Mexico 19,0 13,2 13,4 14,4

Total North America 536,5 472,4 488,8 488,9


Argentina 0,9 0,7 1,3 1,3
Brazil 15,4 15,3 16,5 15,3
Chile 5,7 6,6 7,5 6,8
93

Colombia 4,2 3,7 4,3 4,2


Ecuador ^ ^ ^ ^
Peru 0,8 0,8 1,0 1,0
Trinidad & Tobago ^ ^ ^ ^
Venezuela 0,2 0,2 0,2 0,2
Other S. & Cent.
America 2,5 2,7 2,8 2,9
Total S. & Cent.
America 29,9 30,1 33,6 31,6
Austria 3,5 3,2 3,3 2,7
Azerbaijan 0,0 0,0 0,0 0,0
Belarus 0,7 0,9 0,9 1,0
Belgium 3,4 3,1 3,2 3,8
Bulgaria 8,1 6,9 5,9 6,5
Czech Republic 18,1 17,2 16,4 16,0
Denmark 3,3 2,6 3,2 2,6
Finland 5,0 4,0 4,5 4,1
France 9,8 11,1 11,8 9,0
Germany 78,3 80,5 81,7 77,4
Greece 7,9 8,1 7,0 6,5
Hungary 2,8 2,7 2,3 2,2
Republic of Ireland 2,0 2,4 2,0 2,0
Italy 15,9 16,3 14,0 13,5
Kazakhstan 34,0 36,6 35,9 34,5
Lithuania 0,2 0,2 0,3 0,2
Netherlands 7,5 8,2 8,2 9,0
Norway 0,6 0,7 0,7 0,7
Poland 56,1 54,3 55,8 52,9
Portugal 2,2 2,9 2,7 2,5
Romania 8,2 7,6 5,8 5,8
Russian Federation 94,0 98,4 90,5 85,2
Slovakia 3,7 3,5 3,5 3,4
Spain 12,8 15,5 11,4 12,0
Sweden 2,4 2,1 2,1 2,0
Switzerland 0,1 0,1 0,1 0,1
Turkey 33,9 36,5 31,6 35,9
Turkmenistan ^ ^ ^ ^
Ukraine 41,5 42,7 41,4 33,0
United Kingdom 31,4 38,9 37,1 29,5
Uzbekistan 1,1 1,2 2,6 2,0
94

Other Europe &


Eurasia 23,1 21,4 22,5 20,4
Total Europe &
Eurasia 511,5 529,9 508,2 476,5
Iran 1,4 1,1 1,1 1,1
Israel 7,9 8,8 7,4 6,9
Kuwait ^ ^ ^ ^
Qatar ^ ^ ^ ^
Saudi Arabia 0,1 0,1 0,1 0,1

United Arab Emirates 1,2 1,7 1,5 1,5


Other Middle East 0,2 0,2 0,1 0,1
Total Middle East 10,8 11,9 10,3 9,7
Algeria 0,3 0,3 0,2 0,2
Egypt 0,5 0,4 0,2 0,7
South Africa 90,4 88,3 88,7 89,4
Other Africa 6,6 6,2 7,6 8,2
Total Africa 97,8 95,3 96,6 98,6
Australia 50,2 47,3 44,9 43,8
Bangladesh 0,7 0,9 1,0 1,0
China 1896,0 1922,5 1961,2 1962,4
China Hong Kong
SAR 7,4 7,3 7,8 8,1
India 270,1 302,3 324,3 360,2
Indonesia 46,9 53,0 57,6 60,8
Japan 117,7 124,4 128,6 126,5
Malaysia 14,8 15,9 17,0 15,9
New Zealand 1,4 1,7 1,5 1,5
Pakistan 4,4 4,4 3,5 4,9
Philippines 8,3 9,8 11,0 11,7
Singapore 0,0 0,0 0,0 0,0
South Korea 83,6 81,0 81,9 84,8
Taiwan 41,5 41,1 41,0 40,9
Thailand 16,0 16,8 16,2 18,4
Vietnam 16,5 15,0 15,8 19,1
Other Asia Pacific 15,4 15,9 16,3 16,7
Total Asia Pacific 2590,8 2659,3 2729,5 2776,6

(Sumber :BP Statistical Review of World Energy)


95

IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1. Batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari tumbuhan yang


mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri, pengendapan,
penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah bentuk
akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan
tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang
berlangsung selama jutaan tahun menjadi batubara.

2. Klasifikasi batubara berdasarkan rank batubara dari rank tertinggi ke


terendah yaitu antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

3. Teknologi pemanfaatan batubara antara lain:


a. Gasifikasi (Indirect coal liquefaction)
b. Pirolisis
c. Likuifaksi Batubara
d. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
e. Industri Besi dan Baja
f. Industri Semen

4. Sumatera Selatan memiliki cadangan sebesar 18,13 milyar ton pada


tahun 2014. Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar Cadangan
batubara sebesar 32.384,74 Juta ton pada tahun 2014. Total cadangan
batubara di dunia berdasarkan data dari BP Statistical Review of World
Energy yang dikeluarkan pada juni 2015 yaitu 891531 Mt untuk tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai