PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Maksud dan tujuan dari penyusunan seminar ini adalah untuk mengenal dan mengetahui
lebih dalam tentang pengaruh air asam tambang terhadap penambangan batubara
1
a) Pengenalan umum batubara.
b) Proses terbentuknya Air Asam Tambang(AAT)
c) Proses pencegahan serta pananggulangannya
1.4. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini menggunakan metode pengumpulan data dengan melakukan
studi yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas. penulisan ini dilakukan
dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang diperoleh dari:
Perpustakaan;
Brosur-brosur, buletin;
Informasi-informasi;
Gambar dan tabel.
Metode Download Data merupakan metode atau teknik pengumpulan data dengan
memanfaatkan situs-situs internet untuk mendapatkan file atau data yang berhubungan dengan
materi yang akan dibahas.
2
BAB II
3
sebagai imprint) pada batuan sedimen yang menutupinya (pada umumnya terdapat
pada batuan sedimen yang berbutir halus, jenis batu lempung). Tikas ini
memperlihatkan bekas jaringan tulang daun. Kedua kenampakan tersebut diatas,
yaitu keterdapatan Harz dan imprint tulang daun, banyak didapatkan di daerah
tambang batubara Samarinda dan Tenggarong (Amperadi dan Sukandarrumidi,
2005)
Drift teori : Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan
sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batubara
berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati. Oleh sebab
itu bahan pembentuk batubara tersebut telah mengalami proses transportasi, sortasi
dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Oleh karenanya keberadaan Harz
dan tikas daun tidak pernah didapatkan, disamping kualitas batubara antara lapisan
yang satu dengan lapisan stratigrafi diatasnya berbeda. Hal ini mudah dimengerti
karena selama terjadi proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan arus air,
pada saat arus kuat akan terhanyutkan pokok pohon yang besar, sedang pada saat
arus air kekuatan berkurang yang diangkut bagian pohon yang lebih kecil (ranting
dan daun). Penyebaran batubara dengan konsep teori drift, mungkin luas ataupun
sempit, tergantung pada luas cekungan sedimentasi. (Krevelen, 1993).
4
2.2.1 Pembentukan Lapisan Source
5
2. 2.2. Heteroatom Dalam Batubara
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan berasal dari
luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan. Nitrogen pada batubara pada umumnya
ditemukan dengan kisaran 0,5 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk
selama proses pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5
2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang
terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source
dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi. Variasi kandungan
sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik
dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara
berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal
material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur
menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks, dalam arti harus dipelajari
dari berbagai sudut yang berbeda. Terdapat serangkaian faktor yang diperlukan pembentukan
batubara yaitu :
a. Posisi Geoteknik : Suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya - gaya
tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi
geoteknik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan
mempengaruhi iklim total dan morfologi cekungan pengendapan
batubara maupun kecepatan penurunannya.
6
b. Topografi : Topografi dari cekungan pada saat pembentukkan gambut sangat
penting karena menentukan penyebaran rawa rawa dimana
batubara tersebut terbentuk.
c. Iklim : Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukkan
batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora.
Iklim tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi
dipengaruhi oleh posisi geoteknik.
d. Umur geologi : Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan
berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi
secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara
dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam
penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang
bermutu tinggi.
f. Tumbuhan : Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan
dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi
dengan iklim dan topografi tertentu. Flora merupakan faktor
penentu terbentuknya berbagai tipe batubara.
g. Dekomposisi : Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi
biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi.
Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami
perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan
mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan
akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob).
Akibat faktor faktor yang mempengaruhi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi
klasifikasi batubara berdasarkan peringkatnya. Peringkat batubara, seperti yang dikemukan oleh
Hilfs (Hilfs rules) dan tergantung dari tektonik serta panas dari Igneous rocks ( Robert
Whites Law). Hal itu dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
7
TABEL 1
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung
kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh
karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field)
dan lapisannya (coal seam). Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan
Karbon (Carboniferous Period), yang dikenal sebagai zaman batubara pertama, berlangsung
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas setiap endapan batubara ditentukan
oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas
organik'. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya
8
berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal).
Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun,
maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite).
Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit.
Semakin tinggi tingkat pembatubaraan kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat
pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah, contohnya lignite dan sub-
bituminus yang biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah,
sehingga kandungan energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta
warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin
besar.
Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing masing unsur yang terdapat dalam setiap
tahapan pembatubaraan.
Tabel 2. Contoh Analisis Batubara
9
Data data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah sebagai berikut:
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka
kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Semakin tinggi
mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam
mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan
meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari cellulose.
Proses pembentukan batubara yang dibantu oleh faktor fisika, kimia alam akan mengubah
cellulose menjadi lignit, subbitumine, bitumine dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat
digambarkan sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3 CH4 8 H2O + 6 CO2 + CO
Cellulosa lignit gas metan
Keterangan : - Cellulosa merupkan zat pembentuk batubara
- Unsur C dalam lignit lebih sedikit di banding bitumine
- Semakin banyak unsure C lignit semakin baik mutunya
- Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumine
- Semakin banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya.
10
2.2.5. Komponen penyusun Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya
cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan
berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignit, dan
sebagainya. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari
tumbuhan penyusunnya. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap sruktur kimia batubara
dapat diambil kesimpulan bahwa batubara terbentuk dari unsur :
1. Lignit
Beberapa peneliti yaitu Sarkanen dan Ludwig tahun 1971 yang mengacu pada
penelitian sebelumnya yaitu Francis dan van Krevelen tahun 1961, menyatakan
bahwa sebagian besar batubara terbentuk karena adanya lignit pada tumbuhan. Lignit
adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk
dari selulosa, hemiselulosa, dan lignit. Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda
bergantung pada jenis tanaman. Pada batang tanaman, lignit berfungsi sebagai bahan
pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa bisa berdiri tegak
(Seperti semen pada sebuah batang beton). Berbeda dengan selulosa yang terutama
terbentuk dari gugus karbohidrat, lignit terbentuk dari gugus aromatik yang saling
dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon . Pada proses pirolisa
lignit, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol. Lignit
merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa
tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignit belum
diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignit yang terdapat
pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignit yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignit
merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
2. Karbohidrat
Karbohidrat terbentuk dari beberapa monosakarida (gula) yang terdapat pada
tumbuhan. Beberapa bentukan dari monosakarida yang akan membentuk
11
polisakarida yang dalam tumbuhan terdapat pada cellulose dan starch. Polisakarida
inilah yang nantinya akan ikut juga berubah dan membentuk struktur pada batubara.
3. Protein
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Struktur dari protein pada umumnya
adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada
tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin. Protein selalu terkandung di
protoplasma dalam flora dan sel dalam fauna. Dimana unsur ini akan menghasilkan
abu apabila dibakar.
4. Oil, Fats dan Waxes
Dimana Oils, fats, dan waxes semuanya terkandung dalam tanaman. Ketiganya
akhirnya akan juga membentuk batubara. Unsur lain yang juga akan membentuk
batubara adalah inorganic material yang terdapat dalam tanaman. Dimana unsur ini
nantinya akan membentuk inherent mineral matter.
5. Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya. Resin atau dammar adalah suatu campuran yang kompleks dari ekskret
tumbu-tumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan
hasil terakhir dari metabolisme dan dibentuk dari ruang-ruang skizogen dan
skizolisigen. Secara fisis, resin (damar) ini biasanya keras, transparan plastis dan pada
pemanasan menjadi lembek. Secara kimiawi, resin adalah campuran yang kompleks
dari asam-asam resinat, alkoholresinat, resinotannol, ester-ester dan resene-resene.
Bebas dari zat lemas dan mengandung sedikit oksigen karena mengandung zat karbon
dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar menghasilkan angus.
6. Tanin
Tanin nama komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari senyawa
fenolik yang mempunyai berat molekul 500 - 3000, dapat bereaksi dengan protein
membentuk senyawa komplek larut yang tidak larut. Tanin dapat dikategorikan
12
sebagai "true artrigen" adalah rasa sepat. Rasa sepat timbul karena kuagulasi dari
protein dari protein air liur dan mukosa ephitelium dengan tanin. Tanin atau
sesungguhnya lebih tepat disebut asam tanat (tanic acid), monomer dari tanin adalah
untuk penyamak kulit. Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan,
khususnya pada bagian batangnya.
7. Alkaloida
Alkaloida berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang
menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis
isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang
mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida
dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis
alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida
dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. Alkaloida merupakan
komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri
dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.
8. Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin
biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini
telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
9. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material
inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral
inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan
organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal
merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya
jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
13
2.3 Lingkungan Pengendapan Batubara
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan
pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan
post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat
(rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk di
lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat
dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.
14
Tabel 3. Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara (Diesel, 1992)
Proses pengendapan batubara pada umumnya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood
plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk
delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).
Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang
terletak di atas permukaan laut (sub aerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta
plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing
endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded
bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di
bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-
fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur
15
menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam
(natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee
yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple
lamination dan paralel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk
crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus sedang dengan struktur
sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan
batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel
utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.
Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood
plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi
dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan
batubara berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena
lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok
untuk akumulasi gambut.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon
keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai
didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen,
1985).
16
b. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar
dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya batulempung, sedang diatas
lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian
suatu alur.
c. Bentuk Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deposit batubara terdapat urat lempung.
Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada
bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir.
d. Bentuk Burried Hill
Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana batubara semula terbentuk terdapat suatu kulminasi
sehingga lapisan batubara seperti terintrusi.
e. Bentuk Fault
Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami beberapa seri
patahan. Keadaan ini akan mengacaukan didalam perhitungan cadangan, akibat adanya
perpindahan perlapisan akibat pergeseran kearah vertikal.
f. Bentuk Fold
Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan. Makin
intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin kompleks perlipatan tersebut
terjadi.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut.
17
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-
75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
18
3. Kandungan air sedikit.
4. Kandungan abu sedikit.
5. Kandungan sulfur sedikit.
4. abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible yang umumnya terdiri dari
senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-
mineral lainnya.
b. Analisa Ultimate,
Analisis ultimate dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen
(O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam batubara. Seiring dengan perkembangan teknologi,
19
analisis ultimate batubara sekarang sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa
ultimate ini sepenuhnya dilakukan oleh alat yang sudah terhubung dengan komputer.
c. Nilai kalor
Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa
banyak energi yang dihasilkan per satuan massanya, terdapat 2 macam nilai kalor yaitu :
1. Nilai kalor net (net calorific value atau low heating value), yaitu nilai kalor pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud gas.
2. Nilai kalor gross (grosses calorific value atau high heating value), yaitu nilai kalor
pembakaran dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud cair. Nilai kalor ini
dinyatakan dalam cal/gram, Btu/lb atau Mj/kg.
d. Total sulfur
Sulfur atau belerang dalam batubara dapat dijumpai sebagai mineral pirit, markasit,
kalsium sulfat atau belerang organik yang pada saat pembakaran akan berubah menjadi SO2.
e. Analisa abu
Abu (ash) merupakan produk samping proses pembakaran batubara. Apabila proses
pembakaran terjadi pada temperatur di atas titik leleh abu, abu yang terbentuk akan meleleh dan
menimbulkan penyumbatan di dalam reaktor (slagging). Hal tersebut menyebabkan nilai titik
leleh abu penting sangat penting untuk diketahui secara pasti. Titik leleh abu merupakan suhu
yang menunjukkan perubahan karakteristik abu batubara apabila dipanaskan pada kondisi
standar.
20
2. Bitumine, mengandung medium volatile matter
3. Lignit, mengandung banyak volatile matter
4. Gambut (peat).
Batubara merupakan bahan baku pembangkit energi dipergunakan untuk industri. Mutu
dari batubara akan sangat penting dalam menentukan peralatan yang dipergunakan. Untuk
menentukan kualitas batubara, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah : High heating value
(kcal.kg), Total moisture (%), Inherent moisture (%), Volatile matter (%), Ash content (%),
Sulfur content (%), Coal size (%), Hardgrove grindability index (<3mm, 40mm, 50mm), Fixed
carbon (%), Phosposrus/chlorine (%), Ultimate analysis : (carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen,
sulfur, ash), ash fusion temperature.
21
a. High Heating Value (HHV)
High heating value sangat berpengaruh terhadap pengoperasian alat, seperti : pulverizer,
pipa batubara, wind box, burner. Semakin tinggi high heating value maka aliran batubara setiap
jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan.
b. Moisture Content
Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya, pada batubara
dengan kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak guna
mengeringkan batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap.
c. Volatile Matter
Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas
nyala api. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh :
(1)
semakin tinggi fuel ratio maka carbon yang tidak terbakar semakin banyak.
22
tingkat kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori lingkungan. Tingkat dustness dan
kemudahan beterbangan masih ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara.
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh. Makin tinggi harga
Hardgrove grindability index (HGI) makin lunak batubara tersebut. Suatu pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) biasanya disiapkan untuk menggunakan kapasitas penggerusan terhadap
suatu jenis batubara dengan Hardgrove grindability index (HGI) tertentu.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing
and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry,
mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter
free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) dimana :
23
M = % air total (adb)
A = % Abu (adb)
S = % sulfur (adb)
Tabel 4.Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)
Volatile Matter
Fixed Carbon Calorific Value Limits BTU per
Limits, % ,
,% , dmmf pound (mmmf)
dmmf
Class Group Equal Equal Equal Less
or Less Greater or or Agglomerating
Greater Than Than Less Greater Character
Than Than Than Than
1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerating
2.Anthracite
I Anthracite* 92 98 2 8
3.SemianthraciteC
86 92 8 14
1.Low volatile
78 86 14 22
bituminous coal
2.Medium
volatilebituminous 69 78 22 31
coal
3.High volatile A
II Bituminous bituminous coal 69 31 14000D commonly
4.High volatile B
13000D 14000 agglomerating**E
bituminous coal
5.High volatile C
11500 13000
bituminous coal
10500 11500 agglomerating
1.Subbituminous A
10500 11500
coal
III 2.Subbituminous B
9500 10500
Subbituminous coal
3.Subbituminous C
8300 9500 nonagglomerating
coal
1.Lignite A 6300 8300
IV. Lignite
1.Lignite B 6300
24
2.4.1 PARAMETER KUALITAS BATUBARA
25
TABEL 5 PARAMETER KUALITAS BATUBARA
Sumber : Sukandarrumidi, 2008, Batubara dan Gambut, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
26
2.4.2 PROSES TERBENTUKNYA AIR ASAM TAMBANG
AAT terbentuk sebagai hasil oksidasi mineral sulfida tertentu (misalnya pirit, markasit,
kalkopirit, dll) yang terkandung dalam batuan oleh oksigen di udara dalam lingkungan berair
(Gautama, 2007). Oksidasi ini menghasilkan asam sulfat yang termasuk asam kuat dan
melepaskan ion hidrogen, kedua senyawa inilah yang mengakibatkan meningkatnya kemasaman
pada lingkungan tersebut. Reaksi oksidasi dapat diringkas:
2 FeS2 (s) + 7 O2 (g) + 2 H2O (l) 2 Fe++ (aq) + 4 SO4= (aq) + 4 H+ (aq)
Tempat-tempat yang berpotensi menghasilkan AMD adalah tanah yang tertinggal (di bawah
deposit bahan galian), overburden pill (tumpukan lapisan batuan di atas deposit bahan galian),
stock pill (tumpukan bahan galian), fasilitas pemurnian, tempat pencucian, limbah batubara,
lumpur tailling.
Pada kawasan yang menerapkan penambangan terbuka, seluruh lapisan tanah di atas deposit
bahan galian disingkirkan sehingga lapisan tanah yang mengandung bahan organik menjadi
hilang. Hilangnya bahan organik dan meningkatnya kemasaman lahan akan sangat
menguntungkan bagi populasi bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) seperti Thiobacillus spp dan
Leptospirillum spp, karena bakteri ini merupakan bakteri yang suka asam (acidophillic) dan
memerlukan sumber C dari bahan anorganik (chemo-litho-autotroph) (Wentzel, 2004). Aktivitas
bakteri ini akan meningkatkan laju terjadinya AMD 500.000 1.000.000 kali lipat jika
dibandingkan dengan laju AMD karena aktivitas geokimia (Evangelou and Chang, 1995 dalam
Mills, 2004). Dengan demikian, sekali terjadi inisiasi AMD yang dikatalis BOS maka fenomena
tersebut hampir-hampir unstoppable. Pemerintah USA dan Kanada memerlukan waktu ratusan
tahun untuk mengatasi masalah AMD. Saat ini di Kalimantan, Sumatra, Papua dan Sulawesi
fenomena tersebut mulai terjadi.
27
(A)
(B)
Gambar 1. Tanah sisa galian batubara yang mengandung sulfur elementer (A) dan fenomena
AMD pada timbunan overburden. (B) (Foto: Enny, 2006)
Menurut Untung (1993) proses terbentuknya AMD sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan,
kondisi iklim lingkungan dan populasi BOS pada lingkungan tersebut. Gautama (2007)
menyebutkan bahwa tambang di Indonesia 95% menerapkan sistem terbuka. Sehingga, sangat
diperlukan pemahaman karakteristik hujan, batuan induk, potensi pengasaman biologis di
masing-masing wilayah pertambangan.
28
Gambar 2. Koloni Thiobacillus ferrooxidans, insert bentuk sel Th. ferrooxidans sang BOS
biokatalisator AMD (www.cfu.edu/infomine/Thiobacillus.htm)
Reaksi AMD berdampak secara langsung terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun
sangat tajam. Hasil penelitian Widyati (2006) pada lahan bekas tambang batubara. menunjukkan
pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan
mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak
tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan,
1993). Menurut Hards and Higgins (2004) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan
kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari
besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada
kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat
mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun kehidupan yang
berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini
menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang
kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.
29
BAB III
DASAR TEORI
30
Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan biota air terutama logam
berat yang dapat meracuni manusia.
Sumber-sumber air asam tambang ini antara lain berasal dari kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
a. Air dari lokasi penambangan
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan tanah penutup,
sehingga sulfur yang terdapat dalam batubara akan mudah teroksidasi dan bila
bereaksi dengan air akan membentuk air asam tambang.
b. Air dari lokasi penimbunan
Timbunan batubara dapat menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak
langsung dengan udara bebas yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air.
Masalah ini berkaitan erat dengan proses pembentukan batubara dimana
pembentukan batubara terdapat sulfur dan mineral pengotor yang berupa mineral
sulfida (pyrit). Air lokasi penimbunan ini merupakan sumber air utama air asam
tambang.
31
Persamaan a. menunjukkan oksidasi dari kristal pyrit oleh oksigen, persamaan b.
menunjukkan oksidasi dari ferrous iron (Fe2+) menjadi Ferric iron dan persamaan c.
menunjukkan hidrolisis ferric iron dan pengendapannya menjadi besi hidroksida
Fe(OH)3. Bila ketiga persamaan tersebut dijumlah akan memberikan hubungan
stokiometri secara menyeluruh, yaitu persamaan d.
2. Secara Biologi
Kondisi keasaman dari pelapukan ion-ion hidrogen selama oksidasi dapat pula disebabkan
karena adanya aktivitas biologi oleh bakteri-bakteri. Bakteri tersebut mampu untuk
mempercepat proses oksidasi dari mineral-mineral sulfida dan oksidasi besi serta
mendapat energi hasil pelepasan energi dari proses oksidasi. Bakteri ini termasuk dalam
subgroup strick aerobes, genus trobhasillus, species thiobasillus, ferroxidans (kadang-
kadang dijumpai Ferrobacillus ferroxidans).
Persamaan reaksi terbentuknya air asam tambang berdasarkan aktivitas biologi
sebagai berikut :
FeS2 + H2O + 7/2 O2 Fe2+ + 2 SO42-
Fe2+ + O2 + 5/2 H2O T.Ferroxidans Fe(OH)3 + 2 H+ +
FeS2 + 7/2 H2O + 15/4 O2 Fe(OH)3 + 2 H2SO4
Dari reaksi kimia dan biologi di atas dapat dilihat bagaimana terbentuk asam sulfat
(H2SO4) yang merupakan asam kuat, dengan adanya kadar asam sulfat ini
menyebabkan air yang mengalir pada daerah yang terjadi proses kimia dan biologi
tersebut akan bersifat asam, inilah yang disebut air asam tambang. Air asam tambang
ini dapat dikenal dari warna jingga atau merah dari endapan besi hidroksida di dasar
aliran atau bau belerang, tetapi ini tidak selalu terjadi karena ada air asam tambang
yang warnanya agak jernih.
32
Derajat keasaman tanah yang telah tercemar akibat air asam tambang ini akan
semakin meningkat, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh karena derajat keasaman
tanahnya terlalu tinggi. Apabila air asam tersebut mencemari air tanah maupun aliran air
sungai dimana masyarakat memanfaatkan air tersebut maka dapat mengganggu kesehatan
masyarakat sekitar, diantaranya dapat menimbulkan penyakit diare maupun penyakit
lainnya yang berhubungan dengan pencernaan. Sedangkan air asam tambang juga dapat
mempercepat proses pengkaratan pada peralatan tambang, sehingga perlu penanganan
agar pengaruh yang ditimbulkan dari air asam tersebut tidak merusak peralatan tambang.
33
senyawa alkali, oksida besi (II) menjadi besi (III) yang tidak larut dan proses
sedimentasi untuk menghasilkan endapan yang berbentuk Fe3+.
Air asam yang terjadi ditampung pada kolam pengendapan yang berfungsi
sebagai sarana pemantauan kualitas air sekaligus tempat penetralan air asam sebelum
dilepaskan ke alam.
sistem penyaliran tambang merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan penambangan
karena sangat berpengaruh terhadap kegiatan produksi nantinya. ketika melakukan kegiatan
penambangan. mengamati kegiatan penyaliran tambang bagaiman proses penanganan air asam
yang terdapat di tambang batubara
kegiatan pertama yang dilakukan adalah menyediakan pompa untuk menyedot air asam dan
lumpur keluar dari tambang. pompa yang digunakan sesuai dengan target dan kondisi lapangan
sehingga hasil kerja akan optimal. pompa yang digunakan harus banyak agar sesuai dengan
jumlah air yang akan disedot. selanjutnya meletakkan pompa ke dalam sump. pemindahan
dilakukan dengan menggunakan alat berat excavator karena akan lebih mudah pada saat
pengangkatan.
34
a.pemindahan di lakukan dendan alat berat
35
proses selanjutnya yaitu merakit selang/pipa
36
selanjutnya mengalirkan air menuju settling pond
proses terakhir adalah menetralkan air asam tambang sebelum di alirkan menuju perairan bebas
37
BAB V
PEMBAHASAN
38
pelapisan pada badan alur drainase menggunakan bahan impermeabel. Hal ini untuk
menghindarkan pelarutan sulfida logam yang potensial
menghasilkan air asam tambang.
4.3 Penempatan Selektif
Menempatkan batuan yang berpotensi membentuk air asam tambang dengan batuan yang
tidak berpotensi ke tempat yang terpisah dengan cara ditimbun. Kemudian lokasi penimbunan
batuan yang berpotensi membentuk air asam tambang ditempatkan sejauh mungkin dari aliran
air. Selanjutnya rembesan-rembesan dikumpulkan pada satu lokasi.
Dalam program restorasi tanah areal pertambangan diperlukan manajemen tanah yang
baik. Manajemen tanah ini bertujuan untuk :
Untuk menetralisasi air asam tambang dapat digunakan kapur. Metode ini efektif dan
menawarkan biaya yang lebih murah. Penanganan air asam tambang dengan metode pasif ini
dengan cara air dialirkan ke areal lahan basah yang telah di bangun dengan cara ini kandungan
39
logam dan keasaman dapat dikurangi. Jumlah aliran air dan komposisi kimia air tambang,
substrat lahan basah, komposisi vegetasi lahan basah,
komposisi mikroba dan aktivitas yang terdapat dalam lahan basah merupakan faktor
penting untuk dipertimbangkan.
40
BAB V
KESIMPULAN
SARAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43