Anda di halaman 1dari 21

ENDAPAN BAHAN GALIAN

BATU BARA DI PT BUKIT ASAM

OLEH
WILLYAN HERNANDA MANGOTING
4520046024

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA
ANGKATAN 2020
DAFTAR ISI
Daftar isi
KATA PENGANTAR
puji dan syukur yang saya panjatkan kepada TUHAN YME atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul, “ENDAPAN BAHAN GALIAN DI PT BUKIT ASAM
TBK” dapat saya selesaikan dengan baik. Saya sebagai penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang batu bara di daerah tembang
pt bukit asam. makalah ini dapat saya susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.
Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidak sesuaian materi yang saya angkat pada makalah ini,saya mohon maaf. Saya
sebagai penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Makassar 11-09-2022

WILLYAN H MANGOTING
BAB I
PROSES PEMBENTUKAN BATU BARA

Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :

Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya
terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati
dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.

Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang
bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan
teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak
menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu
cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang


terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan
sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 - -[10 meter.
Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika
yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati
1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari
lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan
tekanan.

Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode
pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi
batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda
adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. 

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka
batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite).
Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit.

Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan


konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.

Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat,
sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara
umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, maka batubara dengan tingkat
pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-
bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah,
sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan
semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga
kandungan energinya juga semakin besar.
BAB II
KEGIATAN EKSPLORASI DI PT BUKIT ASAM

Kegiatan eksplorasi terdiri atas berbagai penyelidikan yang mendukungnya. Penyelidikan


tersebut adalah :

a) PENYELIDIKAN GEOLOGI

b) PENYELIDIKAN GEOKIMIA

Penyelidikan ini dilaksanakan untuk mengetahui perkiraan kadar logam, senyawa


kimia dan unsur-unsur penyerta dimana logam tersebut berada.

c) PENYELIDIKAN GEOFISIKA

Penyelidikan ini terdiri atas 4 metode yaitu :

 Metode Geolistrik

 Metode Seismik

 Metode Magnet

 Metode Gaya berat/Gravitasi

d) PEMBORAN EKSPLORASI

Dilaksanakan untuk mengetahui kedalaman mineral, kualitas dan kalkulasi cadangan


kasar/minimum untuk dapat ditambang secara ekonomis.

1.1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CARA EKSPLORASI


Penggunaan atau pemilihan cara eksplorasi tergantung pada :

 Tahap eksplorasi.
 Jenis bahan galian.
 Bentuk endapan dan sebaran bahan berharganya
1.2. TAHAPAN EKSPLORASI
 PENYELIDIKAN UMUM
a) Study Pustaka
 Keadaan geologi regional
 Keadaan tektonik
 Keadaan paleogeography setting
 Batasan luas daerah kerja
b) Pengecekan Dilapangan
 Mencari singkapan batuan dan batubara
 Mengambil contoh batuan dan batubara

 PENYELIDIKAN PENDAHULUAN
a) Memetakan Daerah Kegiatan
 Pemetaan Topografi
 Pemetaan Foto Udara
b) Interpretasi Keadaan Geologi
 Stratigrafi Kedudukan Batubara
 Struktur Geologi
c) Pemboran
 Korelasi
 Hasil Perhitungan Cadangan
 Bentuk Geometri Cadangan
 Perkiraan Kualitas

 PENYELIDIKAN DETAIL
a) pemboran
 Bentuk geometri endapan batubara lebih teliti dan perhitungan cadangan
 Anomaly geologi (sesar)
 Kualitas batubara (Analisa laboratorium dan sifat batubara)

b) Geofisika
 Stratigrafi kedudukan batubara lebih teliti
 Struktur geologi
 Bentuk endapan batubara
c) Penentuan Metode Penambangan

 COMMERCIAL EXPLORATION PROGRAMME

1.3. BAHAN GALIAN

 Bahan galian logam: bahan galian yang dalam proses penambangan dan pengolahan
diambil logamnya. Bentuk tubuh bijih dan sebaran bahan berharga di
dalamnyabermacam-macam, mulai dari sederhana sampai sangat bervariasi.
 Bahan galian industri: bahan galian yang dalam proses penambangan dan pengolahan
dalam bentuk mineral atau batuan. Bentuk tubuh bahan galian biasanya teratur.
 Bahan galian energi: bahan galian yang digunakan sebagai sumber energi. Bentuk tubuh
bahan galiannya biasanya teratur.
 Bentuk dan sebaran bahan galian.

1.4. PENYEBARAN DEPOSIT


 Merata : pejal (massif), terserak merata. Koefisien variasi kecil.
 Tidak merata: terserak tidak merata. Koefisien variasi sebaran besar.
 Sangat tidak merata.

1.5. METODE EKSPLORASI


Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
 METODE LANGSUNG
 METODE LANGSUNG PERMUKAAN
a) Penyelidikan Singkapan (Out Crop)
Singkapan segar umumnya dijumpai pada :

- Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi
pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan
tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan
segar

- Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami
yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi
yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan gunung berapi yang
memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat juga dilihat dari adanya
gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat
mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan
bumi yang dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan.

b) Tracing Float (Penjejakan)


Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang berasal dari
penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan oleh erosi, kemudian
tertransportasi yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita
harus berjalan berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih
yang kita cari tidak ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan
pada daerah antara float yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara
membuat parit yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada
pembuatan parit ini dirasa kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka
kita dapat membuat sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang
terletak jauh dibawah over burden.

c) Tracing dengan Panning (Mendulang)


Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran
mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang
ukurannya halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara
tracing yaitu pada kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting.

Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan
dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting.

1) Trenching (Pembuatan Parit)


Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada
overburden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif
dan ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2 - 2,5 meter, selebih dari itu
pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini
dilakukan dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini
dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah
arus sungai. Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan
permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain.

2) Test Pitting (Pembuatan Sumur Uji)


ika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat maka
sebaiknya dilakukan test pitting untuk menyelidiki tubuh batuan yang letaknya
relatif dalam. Kita harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih
daerah yang terbebas dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan
menyulitkan kita pada waktu pembuatan sumur uji dan juga daerah yang
hendak kita buat sumur uji harus bebas dari air, karena dengan adanya air
dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan struktur batuan
yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada pembuatan sumur uji ini
kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat
membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah
runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan
penelitian. Kedalaman sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman
sampai 30 meter. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur
adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-
lain.
 METODE LANGSUNG BAWAH PERMUKAAN
Eksplorasi langsung bawah permukaan dilakukan bila tidak ada singkapan di
permukaan atau pada eksplorasi permukaan tidak dapat memberikan informasi yang baik,
karena pada eksplorasi langsung permukaan, kedalaman maksimum yang dapat dicapai + 30
meter. Eksplorasi langsung bawah permukaan juga dapat dilakukan apabila keadaan
permukaan memungkinkan untuk diadakan eksplorasi bawah permukaan, sebab apabila
permukaan tidak memungkinkan, misalnya permukaan itu tergenang air atau tertutup
bongkah batu yang tidak stabil, maka hal ini akan memberikan resiko yang besar jika
dilakukan eksplorasi permukaan.

Dalam eksplorasi bawah permukaan ada hal-hal yang harus diperhatikan misalnya,
pekerjaan harus berlangsung tetap didalam badan bijih, hal ini untuk memudahkan diadakan
pengamatan dan proses sampling pekerjaan juga diusahakan dimulai dari daerah-daerah yang
memiliki singkapan yang baik, karena dengan singkapan yang baik dapat memudahkan kita
untuk menentukan strike atau dipnya, yang tidak kalah pentingnya yang harus diperhatikan
adalah masalah biaya, dimana dalam pekerjaan eksplorasi ini biaya tidak boleh terlalu besar,
hal ini bertujuan untuk menghindari adanya dana yang terbuang percuma jika nantinya
eksplorasi yang dilakukan hasilnya mengecewakan.

Eksplorasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan membuat Tunel, Shaft, Drift,
Winse dan lain-lain.

Tunnel = Suatu lubang bukaan mendatar atau hampir mendatar yang menembus kedua kaki
bukit.

Shaft = Suatu lubang bukaan yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan
permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan karyawan serta alat-
alat kebutuhan tambang, ventilasi dan penirisan.
Drift = Suatu bukaan mendatar yang dibuat dekat atau pada endapan bijih yang arahnya
sejajar dengan jurus atau dimensi terpanjang dari endapan bijihnya (dalam
pengeboran).

Winze = Lubang bukaan vertikal atau arah miring yang dari “level” ke arah “level” yang
dibawahnya.

Eksplorasi bawah tanah juga dapat dilakukan dengan pengeboran inti. Pengeboran
sumur minyak yang pertama dilakukan oleh Kol. Drake pada tahun 1959 dengan
menggunakan bor (RIG) permanen (tidak dapat dipindah-pindah) dan pada pengeborannya
menggunakan sistem perkusif (tumbuk), pada pengeboran ini kedalaman maximum yang
dapat dicapai adalah 60 ft (+ 20 m) dengan bor lurus (vertical drilling).

Saat ini pengeboran dilakukan dengan teknik bor putar (rotary drilling) dengan
menara bor yang dapat dipindah-pindah (portablering) dan dilakukan dengan beberapa cara
pengeboran yaitu dengan cara perkusif, rotasi atau dengan perkusif-rotasi. Pemboran dapat
dilakukan di darat maupun di laut (on shore atau off shore). Pemboran tidak terbatas pada
pemboran decara vertikal saja tetapi dapat dilakukan secara miring (kemiringan dapat
mencapai 90o), apabila saat pengeboran kita menemukan batuan yang keras dan susah
ditembus oleh mata bor, maka dengan teknologi sekarang, pipa yang berada jauh di dalam
tanah dapat dirubah arahnya (dibelokkan) untuk menghidari batuan yang keras tersebut.

Pengeboran yang dilakukan pada eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh


(sampling) untuk diamati, pengeboran juga bisa bertujuan untuk produksi atau konstruksi
(misalnya air tanah, minyak bumi) dan pemboran dapat juga untuk memudahkan proses
peledakan (pada kegiatan penambangan material keras). Dari data pengeboran dan sampling
kita dapat membuat peta stratigrafi daerah pengeboran. Dari peta ini kita dapat mengetahui
susunan batuan dan ketebalan cadangan dan akhirnya kita dapat memperkirakan besar
cadangan secara keseluruhan.

 METODA TIDAK LANGSUNG


A). METODE TIDAK LANGSUNG CARA GEOFISIKA
Geofisika merupakan disiplin ilmu atau metoda untuk memperkirakan lokasi akumulasi
bahan/tambang dengan cara pengukuran besaran-besaran fisik batuan bawah permukaan
bumi. Metoda yang dapat dilakukan eksplorasi geofisika diantaranya :

 METODA GRAVITASI
Metoda ini berdasarkan hukum gaya tarik antara dua benda di alam. Bumi sebagai salah
satu benda di alam juga menarik benda-benda lain di sekitarnya. Kalau sebuah bandul
digantung dengan sebuah pegas, maka pegas tersebut akan merengganng akibat bandulnya
mengalami gravitasi, di tempat yang gravitasinya rendah maka regangan tadi kecil dan di
tempat yang gravitasinya besar maka regangan tadi juga lebih besar. Dengan demikian dapat
diperkirakan bentuk struktur bawah tanah dari melihat besarnya nilai gravitasi dari
bermacam-macam lokasi dari suatu daerah penyelidikan.

Di lapangan besarnya gravitasi ini diukur dengan alat yang disebut gravimeter, yaitu
suatu alat yang sangat sensitif dan presisi. Gravimeter bekerja atas dasar “torsion balance”,
maupun bantuk atau pendulum, dan dapat mengukur perbedaan yang kecil dalam gravitasi
bumi di berbagai lokasi pada suatu daerah penyelidikan. Gaya gravitasi bumi dipengaruhi
oleh besarnya ukuran batuan, distribusi atau penyebaran batuan, dan kerapatan (density) dari
batuan. Jadi kalau ada anomali gravitasi pada suatu tempat, mungkin di situ terdapat struktur
tertentu, seperti lipatan, tubuh intrusi dangkal, dan sebagainya. Juga jalur suatu patahan besar,
meskipun tertutup oleh endapan aluvial, sering dapat diketahui karena adanya anomali
gravitasi.

 METODA MAGNETIK
Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolah-olah ada suatu
barang magnet raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori modern saat ini
mengatakan bahwa medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang mengalir pada inti
bumi. Setiap batang magnet yang digantung secara bebas di muka bumi. Di setiap titik
permukaan bumi medan magnet ini memiliki dua sifat utama yang penting di dalam
eksplorasi, yaitu arah dan intensitas.

Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim, sedang intensitas
dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet bumi secara normal memiliki
intensitas 35.000 sampai 70.000 gamma jika diukur pada permukaan bumi. Bijih yang
mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung pada peralatan, sehingga
dengan segera dapat diketahui.

 METODA SEISMIK
Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi banyak
dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran buatan dibuat
dengan cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari permukaan bumi dan
kecepatan merambatnya getaran yang terjadi diukur.

Untuk mengetahui kecepatan rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan


batuan, disekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon
(seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang ledakan tadi
akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu kedatangan
gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan waktu getaran melalui
perlapisan-perlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa permukaan dapat
diketahui. Gelombang akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang
berbeda-beda. Geophone merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan
kepermukaan, hidrophone untuk gelombang di dasar laut.

Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada :

 Jenis batuan
 Derajat pelapukan
 Derajat pergerakan
 Tekanan
 Porositas (kadar air)
 Umur (diagenesa, konsolidasi, dll)

 METODE GEOLISTRIK
Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity) dari batuan. Yang
dimaksud dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan yang diberikan oleh masa batuan
sepanjang satu meter dengan luas penampang satu meter persegi kalau dialiri listrik dari
ujung ke ujung, satuannya adalah Ohm-m2/m atau disingkat Ohm-meter.

Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya dipakai sistem
empat elektrode yang dikontakan dengan baik pada bumi. dua elektrode dipakai untuk
memasukan arus listrik ke dalam bumi, disebut elektrode arus (current electrode) disingkat C,
dan dua elektrode lainnya dipakai untuk mengukur voltage yang timbul karena arus tadi,
elektrode ini disebut elektrode potensial atau “potential electode” disingkat P. ada beberapa
cara dalam penyusun ke empat elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai
adalah cara Wenner dan cara Shlumberger.

B). METODE TIDAK LANGSUNG CARA GEOKIMIA


Pengukuran sistimatika terhadap satu atau lebih unsur jejak (trace elements) pada
batuan, tanah, stream, air atau gas. Tujuannya untuk mencari anomali geokimia berupa
konsentrasi unsur-unsur yang kontras terhadap lingkungannya atau background geokimia.

Anomali dihasilkan dari mobilitas dan dispresi unsur-unsur yang terkonsentrasi pada zona
mineralisasi. Anomali merupakan perbedaan-perbedaan yang mencolok antara satu titik atau
batuan dengan titik lainnya.

Pada dasarnya eksplorasi jenis ini lebih cenderung untuk menentukan perbedaan
mendasar (anomali) unsur-unsur yang terdapat pada tanah atau sampel yang kita cari. Proses
untuk membedakan unsur ini dilakukan dengan beberapa reaksi kimia.
Setelah mengetahui metodanya kita memasuki pemilihan alat dan pemilihan anggota
serta apa-apa yang mesti dipersiapkan, misalkan sbb :

a) Pemilihan Anggota Tim atau Tenaga Ahli


 Geologist.
 Geophysist.
 Exploration Geologist.
 Geochemist.
 Operator Alat, dll.
b) Rencana Biaya
c) Pemilahan waktu yang tepat
d) Penyiapan Peralatan atau Perbekalan
 Peta Dasar.
 Alat Surveying, Alat Ukur atau GPS.
 Alat kerja (Palu, Alat Geofisika, Kompas, Alat Sampling, Meteran, Altimeter,
Kantong sampel, Alat bor)
 Alat Tulis.
 Alat Komunikasi.
 Keperluan sehari - hari.
 Obat - obatan atau P3K.
e) Sesampai di Lapangan :
 Membuat base camp (perkemahan).
 Mencek peralatan atau perbekalan.
 Melakukan quick survey di daerah penelitian untuk menentukan langkah-langkah
lebih lanjut.
 Menentukan evaluasi rencana dan perubahan-perubahan sesuai dengan keadaan
sebenarnya (bila perlu).
BAB III
PROSES KEGIATAN PENGELOLAAN BATU BARA DI PT BUKIT ASAM

Pengolahan bahan galian termasuk pengolahan batubara pada umumnya dilakukan dengan
melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Preparasi
Preparasi pada batubara merupakan operasi persiapan yang dilakukan untuk mereduksi
ukuran butir dengan tujuan untuk memenuhi ukuran sesuai dengan penggunaannya.
Reduksi ukuran butir biasanya dilakukan dengan alat peremuk yang antara lain alat
crusher atau grinder.
Proses peremukan atau crushing biasanya dikerjakan dalam tiga tahapan, yakni:
a. Primary crushing, suatu tahapan untuk meremuk umpan dengan ukuran 2 inch – 90
inch dan umpan ini biasanya berasal dari hasil tambang. Alat yang digunakan berupa
jaw crusher dan gyratory crusher.
b. Secondary crushing, umpan yang dimasukkan sebesar 1 inch sampai 3 inch yang
biasanya berasal dari
primary crushing. Alat yang digunakan ialah stamp mill, roller dan cone crusher.
c. Grinding atau fine crushing, umpan yang dimasukkan sebesar ¼ inch sampai 3/8
inch. Alat yang digunakan adalah ball mill, tube mill atau pebble mill, rod mill.
Untuk mencegah adanya re-crushing dan over grinding, serta untuk menambah
produktivitas, maka digunakanalat pembantu berupa ayakan (screen) atau bisa juga
classifier. Screen dan classifier berfungsi untuk mengelompokkan material hasil
crushing atau grinding.
2. Konsentrasi
Konsentrasi pada batubara adalah suatu operasi pemisahan antara batubara dengan
pengotornya. Konsentrasi ini diantaranya bisa berdasarkan warna atau kilap dan juga
berdasarkan specific gravity (SG). Pada specific gravity cara konsentrasinya disebut
gravity concentration yang meliputi:
a. Flowing film concentration
Proses konsentrasi mendasarkan atas SG pada aliran tipis.
b. Jigging
Proses konsentrasi yang mendasarkan kecepatan mengendap antara pengotor dengan
batubara.
c. Sifat permukaan mineral
Proses konsentrasi yang mendasarkan pada senang atau tidaknya mineral terhadap
gelembung udara. Cara konsentrasi ini disebut Flotasi.
3. Dewatering
Merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan dan biasanya dilakukan
setelah proses konsentrasi.
Dewatering ini dikelompokkan dalam tiga tahapan, yaitu:
a. Thickening: merupakan tahapan pertama pemisahan padatan dengan cairan yang
mendasarkan atas kecepatan mengendap batubara dalam suatu pulp, sehingga solid
faktornya = 1 (% solid = 50%).
b. Filtrasi: merupakan operasi pemisahan padatan dengan cairan dengan cara
menyaring, sehingga didapat solid factor = 4 (persen solid = 80%).
c. Drying: adalah operasi penghilangan air dengan jalan pemanasan sehingga padatan
ini bebas dari cairan (% solid = 100%).
BAB IV
KEGUNAAN BATU BARA
A. Pemanfaatan Batubara Untuk Energi
1. Pemanfaatan Batubara Sebagai Bahan Bakar Langsung
a. Pembakaran Batubara untuk PLTU
Untuk membangun fasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, maka hal
terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas tersebut adalah sifat-sifat
dan gambaran batubara yang digunakan. Pemilihan teknologi pembakaran yang tepat
didasarkan pada sifat-sifat batubara yang digunakan merupakan sesuatu yang penting
untuk mendapatkan pembakaran yang efisien dan teknologi yang ramah lingkungan.
Boiler yang di desain untuk batubara peringkat rendah seperti batubara lignit dan sub-
bituminous tidak membutuhkan teknologi yang khusus dan dapat ditangani dengan
mengkombinasikan teknologi-teknologi yang ada. Meskipun demikian, ukuran boiler
mau tidak mau harus lebih besar sebagai akibat dari adanya masalah slagging dan nilai
kalor yang lebih rendah.
Sektor pembangkit listrik merupakan pengguna batubara paling tinggi saat ini dan juga
masa-masa mendatang. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan batubara dalam
sektor pembangkit listrik merupakan kunci sukses tidaknya strategi energi jangka
panjang di Indonesia.
b. Pemanfaatan Batubara Dalam Industri Semen
Industri semen merupakan industri yang dalam prosesnya mengkosumsi energi relatif
tinggi. Pada tahun 1970- an, harga minyak yang tinggi hampir mrnjadi penghalang
dalam industri semen. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak negara pada saat ini
memakai batubara sebagai sumber bahan bakar alternatif. Dalam industri semen
batubara tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar tetapi juga sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan semen. Oleh karena itu pasokan kualitas batubara yang tepat
dan pemanfataan batubara secara tepat sangat dibutuhkan dalam industri semen.
Sifat-sifat batubara mempunyai pengaruh yang besar pada pembuatan semen yaitu
pengaruh pada kimia semen, pengerusan batubara, sistem pembakaran, operasi kiln dan
sebagainya. Sifat-sifat batubara tersebut adalah:
1) Nilai kalor
Nilai kalor menyatakan energi yang diperoleh dari pembakaran batubara dan
menentukan berat batubara yang harus ditangani oleh sistem. Batubara dengan nilai
kalor tinggi akan menurunkan konsumsi panas spesifik untuk pembakaran klinker,
menaikkan secara simultan masukan ke kiln disebabkan oleh temperatur nyala yang
tinggi dan nyala api pembakaran batubara yang pendek.
2) Abu batubara
Residu yang tertinggal setelah pembakaran batubara secara sempurna disebut abu dan
umumnya terdiri dari Al2O3 15-21%, SiO2 25-40%, Fe2O3 20-45% dan CaO 1-5%.
3) Volatile matter
Pada saat pembakaran batubara pulverized, pertama-tama volatile matter bereaksi
dengan udara. Penyalaan batubara dengan kadar volatile matter yang tinggi
berlangsung dengan mudah dan kondisi pembakaran bisa berlangsung stabil tanpa
perlu batubara berukuran sangat halus yang berlebih. Pada batubara dengan kadar
volatile matter rendah penyalaan seringkali sulit dan dihasilkan nyala api yang
panjang.

4) Kadar air
Kadar air tidak ahanya berpengaruh pada grindability, tetapi juga pada kapasitas
sistem pengeringan. Air bisa berupa inherent moisture maupun surface moisture.
Kadar air mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas mill. Umumnya,
jika kadar air naik sampai 3%, kapasitas tube ball mill turun sekitar 45-50% dan
bersamaan dengan itu konsumsi energi spesifik naik sekitar 10% untuk ukuran
partikel yang sama.
5) Hardgrove Grindability Index (HGI)
Harga HGI yang tinggi menyatakan kemampuan penggerusan batubara yang baik.
Umumnya jika HGI naik sekitar 10, keluaran mill spesifik naik sekitar 15-20%.
6) Kadar sulfur dan logam-logam alkali
Sulfur bereaksi dengan logam-logam alkali dan oksigen dalam zona pembakaran
menghasilkan alkali-sulfat dalam fasa gas. Alkali sulfat mengkondensasi pada bahan
baku dalam preheater dan dikembalikan ke kiln.
c. Pemanfaatan Batubara Untuk Briket Batubara
Pembuatan briket pada dasarnya adalah upaya membentuk bahan yang kompak dari
partikel-partikel penyusunnya yang relatif lebih kecil dengan cara memberi tekanan
tertentu pada suatu wadah cetakan. Adapun prinsip pembuatan briket batubara dapat
diklasifikasikanberdasarkan digunakan atau tidaknya bahan pengikat.
1) Pembriketan tanpa bahan pengikat
Ikatan partikel yang terjadi pada proses pembriketan yang tidak menggunakan
bahan pengikat disebabkan adanya gaya kohesi antar partikel. Akibat tekanan yang
diberikan saat pembriketan, partikel-partikel batubara menyusun diri sehingga
dicapai suatu susunan yang stabil. Karena terjadi gaya kohesi antar partikel,
susunan partikel ini akan membentuk suatu massa yang kompak. Gaya kohesi antar
partikel yang terjadi sebanding dengan luas bidang kontak, akan semakin banyak
terjadi persentuhan sehingga ikatan partikel menjadi semakin kuat.
2) Pembriketan dengan bahan pengikat
Mekanisme utama dari kompaksi batubara menjadi briket pada pembriketan dengan
bahan pengikat adalah daya ikat antar partikel dengan bahan pengikat semata.
Pembuatan briket pada prinsipnya adalah menyatukan partikel-partikel lepas
menjadi suatu bentuk yang kompak.
2. Pemanfaatan Batubara Sebagai Bahan Bakar Tidak Langsung
a. Gasifikasi Batubara
- Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengubah semua material organik batubara
menjadi bentuk gas, peringkat batubara dan temperatur hanya mempengaruhi laju
gasifikasi dan jika diinginkan bisa diperoleh gas yang kesemuanya mengandung
CO, CO2 dan H2, H2O, CH4 disamping pengotor hidrogen sulfida (% vol.-nya
bervariasi, tergantung macam-macam faktor seperti peringkat batubara, kandungan
mineral dalam batubara, ukuran partikel pada saat diproses dan kondisi reaksinya).
Perbedaan yang mencolok ini disebabkan pada proses gasifikasi terjadi raihan yang
jauh dan interaksi lebih lanjut yang dapat dikendalikan antara volatile matter dan
char (atau kokas) dengan oksigen.
- proses pen-gas-an batubara (atau derivatifnya, mis. char) intinya adalah konversi
batubara menjadi gas yang combustible (dapat dibakar).
Gas yang dibuat diklasifikasikan atas nilai kalornya dan produknya bisa berupa:
 Low Btu gas (150 – 300 Btu/scf), gasnya ± 50% nitrogen, sedikit H 2, CO,
CO2 & CH4. Umumnya produk insitu gasifikasi batubara (tanpa ditambang
dulu), batubara hanya direaksikan dengan udara (oksidasi)
 Medium Btu gas (300 – 550 Btu/scf), gasnya terutama H 2 & CO, kadang
CH4 – prinsip sama dengan low btu, hanya oksidasinya dibuat dengan
nitrogen barrier (misalnya oksigen murni) supaya nitrogen tidak bercampur
dalam sistem (nitrogen akan merendahkan nilai btu)
 High Btu gas (980 – 1080 Btu/scf), hampir semuanya CH 4 dan proses
konversinya gas bisa dengan reaksi katalistik hidrogen & karbon
monoksida (3H2+CO€CH4+H2O), tapi kurang efisien. Cara lain bisa
dengan hidrogasifikasi (C+2H2 € CH4).

- proses gasifikasi setelah bb disiapkan (dihancurkan, ukuran butir tergantung jenis


alat/reaktor):
 Pretreatment: menghilangkan sifat caking coal (jika ada) dengan low temp
heating & dialiri udara/oksigan
 Primary gasification: dekomposisi thermal batubara (dengan pemanasan),
biasanya menghasilkan low btu gas & ada sisa solid char
 Secondary gasification: gasifikasi char dengan mereaksikannya dengan uap
air, menghasilkan CO & H2
 Shift conversion: jika rasio CO/H2 sudah 1/3 di reaktor, dengan bantuan
katalis, keduanya di reaksikan untuk membentuk metana, jika belum, untuk
mendapatkan rasio tsb CO yang ada direaksikan dgn uap air untuk
memproduksi CO2 & H2 supaya rasio CO/ H2 tercapai.
 Methanation: pembentukan metana dari CO & H2 dengan katalis mis.
nikel/ruthenium, tapi sulfur harus dihilangkan dulu (dapat merusak katalis),
temperatur < 400°C
 Hydrogasification: penambahan langsung H2 untuk mendapatkan metana lagi

Anda mungkin juga menyukai