Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud utama dari makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas
dari mata kuliah Batubara. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui proses
terjadinya pembentukan batubara.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGENALAN GEOLOGI BATUBARA

A. Definisi Batubara

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, dengan rumus kimia untuk
antrasit adalah C240H90O4NS dan untuk bituminus adalah C137H97O9NS. Oleh karena
itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang
mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification). Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan
zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan
lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas
bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan
lapisannya (coal seam).

Gambar 2.1 Lapisan Batubara di Tanah


Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing - masing unsur yang terdapat dalam setiap
tahapan pembatubaraan. Semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon

2
akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigenakan berkurang. Karena tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara,
maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut batubara bermutu
rendah, seperti lignite dan sub-bituminus.Biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture)
yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga
rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak,
serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar.
B. Teori Terbentuknya Batubara
Tempat terbentuknya batubara di kenal dua macam teori :
a. Teori insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, dengan demikian
maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batu bara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya
lebih baik karena kadar abunya relative kecil, batu bara yang tebentuk seperti ini di
Indonesia di dapatkan di lapangan batubara Muara Enim, Sumatra Selatan.
b. Teori drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang, dengan demikian tubuhan yang telah mati di angkut oleh media air dan
berakumulasi di suatu tempat kemudian mengalami proses coalification. Jenis
batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas,
dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material
pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal
tanaman ke tempat sedimentasi.

3
C. Tahap Biokimia/ Diagenesa Gambut
Tahap diagenesa gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara, yaitu
mencakup perubahan oleh mikroba dan proses kimia. Dimulai dari pembusukan
tumbuhan sampai terbentuk gambut (peat). Pada tahap ini dicirikan oleh aktivitas
bakteri aerob (membutuhkan oksigen) dan anaerob (tidak membutuhkan oksigen).

Gambar 2.2 Tahap awal pembentukan batubara

Secara umum tahapan biokimia dapat dikelompokan menjadi dua jenis (Diessel,
1992), yaitu:

1. Vitrinisasi (vitrinisation path)

Hasil humifikasi pada dekomposisi hidrolik terhadap tumbuhan yang telah


mati akan mengalami suatu deret kestabilan dari kandungan sel-sel yang lunak
menjadi celulose, hemicelulose, dan beberapa komponen yang lebih tahan seperti
lignin (Waksman dan Stevens, 1929). Fluida humik akan berubah sepanjang tahapan
humifikasi. Kompaksi dan dehidrasi gambut akibat penambahan beban oleh lapisan
penutup mengakibatkan fluida humik mengental. Dalam batubara muda fluida humik
muncul sebagai humocollinit (jika berupa koloid) dan humodetrinit (jika bercampur
dengan fragmen-fragmen sisa sel). Koloid humik dapat mengisi ruang-ruang sel
jaringan tumbuhan dan setelah pembatubaraan pada tingkat batubara bitumen akan
muncul sebagai gelocollinit. Setelah presipitasi, koloid humik dapat berupa granular
(sebagai porigelinit) dan kemudian lumer (gelify) berbentuk larutan atau zat yang
jernih (sebagai eugellinit).

2. Fusinitisasi (fusinitisation path)

a) Pada lapisan batubara juga ditemukan maseral-maseral inertinit yang


mempunyai kandungan karbon tinggi, artinya menunjukan bahwa bahan-

4
bahan tumbuhan ini sebelum sedimentasi berakhir telah mengalami dehidrasi
pada suatu periode kering dan oksidasi yang intensif (fusinitisasi). Ada tiga
model proses fusinitisasi, yaitu:

 Pengawetan akibat pengeringan dinding sel dan dehidrasi pada koloid


koloid humik yang kemudian terubah sehingga tidak dapat mengalami
rehidrasi dan melanjutkan hidrolisa. Hasilnya disebut oxi-semifusinite
yang memperlihatkan efek humifikasi akibat mikroba dengan baik.

 Pembentukan semifusinit sebagai akibat dekomposisi selektif oleh


organisme terhadap jaringan kayu, terutama jaringan yang lunak
(degrado semifusinit).

 Akibat pembakaran pada gambut (pyrofusinite) yang tidak sempurna,


maka akan menyebabkan perbedaan reflektansi dari jaringan-jaringan
sel tumbuhan dengan berbedanya kedalaman.

D. Tahap Geokimia/ Pembatubaraan

Menurut Stach (1972) tahap geokimia atau tahap pembatubaraan disebut sebagai
tahap fisika-kimia (physicochemical stage), yaitu tahap perubahan dari gambut
menjadi batubara secara bertingkat (brown coal, sub-bituminous coal, bituminous
coal, semi anthracite, anthracite, meta-anthracite) yang disebabkan oleh peningkatan
temperatur dan tekanan. Prosesnya, jika lapisan gambut yang terbentuk kemudian
ditutupi oleh lapisan sedimen, maka akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen
tersebut, tekanan akan meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen.
Tekanan yang bertambah akan mengakibatkan peningkatan temperatur. Di samping
itu, temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman yang disebut
gradien geotermal. Kenaikan temperatur dan tekanan juga disebabkan oleh aktivitas
magma dan aktivitas tektonik lainnya

5
Gambar 2.3 Tahap Geokimia

2.2 GENESA BATUBARA

A. Faktor-faktor Pembentukan Batubara

1. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum
proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi
setempat.

2. Tumbuhan, yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang kemudian
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim clan
topografi tertentu. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :

a) Alga, dari Zaman Pre-Kambrium hingga Ordovisium dan bersel


tunggal.Sangat sedikit endapan batubara dari periode ini.
b) Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan
dari alga.Sedikit endapan batubara pada periode ini.
c) Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas.Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.

6
d) Gimnospermae, kurun waktu mulai Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, misal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae
seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
e) Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini.Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga secara umum kurang
terawetkan.

3. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar


pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.

4. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek


sebagai berikut :

 Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar


diendapkan. Strukturnya cekungan batubara inisangat berpengaruh
pada kondisi dan posisi geotektonik.

 Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari


tempat cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan
morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena
menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk.
Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses
geotektonik.

5. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan
berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk
material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka

7
proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan
batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.

B. Rank Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-
bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

Gambar 2.4 Rank Batubara

8
C. Substansi Batubara

1) Moisture
moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilang bila batubara di
panaskan sampai 105 derajat celcius.
2) Organic Matter
yaitu senyawa organik terutama terdiri dari atas atom karbon, hidrogen,
oksigen, sulfur, dan nitrogen.
3) Mineral Matter
Zat mineral atau mineral metter yaitu suatu senyawa anorganik.

2.3 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN

A. Sumberdaya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)

Sumberdaya batubara hipotetik adalah batubara di daerah penyelidikan atau


bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei
tinjau.

Sejumlah kelas sumberdaya yang belum ditemukan yang sama


dengan cadangan batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau
wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari
sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada
daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk
ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops,
pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi
menyatakan bahwa kebenaran dari hipotetis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yang cukup tentang kualitasnya, jumlah serta
rank, maka mereka akan diklasifikasikan kembali sebagai sumberdaya
teridentifikasi (identified resources)

9
B. Sumberdaya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)

Sumberdaya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah


penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap penyelidikan prospeksi.

Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga


penilaian dari sumberdaya tidak dapat diandalkan. Daerah sumberdaya ini
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas
data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam
daerah antara 1,2 km – 4,8 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau
lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.

C. Sumberdaya Batubara Terukur (Measured Coal Resource)

Sumberdaya batubara terukur adalah jumlah batubara didaerah


penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi rinci.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan


untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan
jumlah batubara insitu. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran
dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk
antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

10
D. Cadangan Batu bara Terkira (Probable Coal Reserve)

Cadangan Batu bara terkira adalah sumber daya batu bara tertunjuk dan
sebagian sumber daya batu bara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan
semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga hasil kajiannya
dinyatakan layak.

E. Cadangan Batu bara Terbukti (Proved Coal Reserve )

Cadangan batu bara terbukti adalah sumber daya batu bara terukur yang
berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi
sehingga hasil kajiannya dinyatakan layak.

F. Dasar Klasifikasi

Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara didasarkan pada tingkat
keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut
mengandung dua aspek, yaitu:

1. Aspek Geologi

Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumber daya terukur harus


mempunyai tingkat keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan
sumberdaya tertunjuk, begitu pula sumber daya tertunjuk harus mempunyai
tingkat keyakinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber daya
tereka. Sumber daya terukur dan tertunjuk dapat ditingkatkan menjadi
cadangan terkira dan terbukti apabila telah memenuhi kriteria layak

2. Aspek Ekonomi

Ketebalan minimal lapisan batu bara yang dapat ditambang dan ketebalan
maksimal lapisan pengotor atau “dirt parting” yang tidak dapat dipisahkan
pada saat ditambang, yang menyebabkan kualitas batu baranya menurun
karena kandungan abunya meningkat, merupakan beberapa unsur yang

11
terkait dengan aspek ekonomi dan perlu diperhatikan dalam menggolongkan
sumber daya batu bara.

2.4 EKSPLORASI BATUBARA

A.Teknologi Eksplorasi Batubara

Sumur Uji (Test Pit) absolut. Teknis pembuatan test pit ini adalah dengan
membuat lubang penggalian (sumuran) secara vertikal dan memotong tegak lurus
strike atau searah dipp, berdimensi panjang x lebar = 1 m x 1 m, sedangkan
kedalaman disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Parit Uji (Trenching) adalah salah satu metoda lain untuk memperoleh
ketebalan secara absolut. Teknis pembuatan trenching ini tidak jauh berbeda dengan
pembuatan test pit yaitu dengan cara membuat paritan sepanjang/searah dengan down
dip singkapan batubara (secara horizontal), berdimensi lebar ± 50 cm dengan
kedalaman parit tergantung dari posisi kontak antara lapisan penutup (soil) dengan
batubara, sedangkan panjang paritan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Pemboran, Kegiatan pemboran dimaksudkan untuk melacak secara spesifik


mengenai penyebaran batubara baik ke arah down strike maupun down dip dari
masing-masing singkapan yang telah ditemukan. Hasil data pemboran diharapkan
dapat mengetahui mengenai bentukan batubara bawah permukaan (coal modelling
sub-surface) sehingga dapat diketahui sumberdaya (resources) batubara yang ada.

12
Gambar 2.5 Teknik Eksplorasi Batubara

B. Tahapan Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk


memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi,
sebaran, kualitas,dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi
mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Berikut adalah diagram alur
pentahapan eksplorasi batubara.

13
Gambar 2.6 Pentahapan eksplorasi batubara

C. Metode Eksplorasi

Penentuan metode eksplorasi yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan


eksplorasi bahan galian. Hal ini dikarenakan setiap jenis bahan galian mempunyai
bentuk/dimensi sebaran, posisi sifat fisik, kimia ataupun sifat kemagnitan , sifat radio

14
aktif ang berbeda. Beberapa metode yang lazim digunakan dalam eksploeasi baubara
antara lain sebagai berikut.
a) Konvensional

Pemetaan (geologi)npermukaan dan bawah permukaan: pengamatan secara


langsung terhadap objek penyelidikan. Metode ini dapat dilakukan dengan survei
inderaja, baik dari ruang angkasa seperti analsa citra satelit dan dari hasil foto udara,
dan citra radar. Selain itu dilakukan dengan survei geologi permukaan seperti survei
tinjau dan survei geologi singkapan.

b) Geofisika

Diinterpretasikan berkaita dengan pola geologi dan pada umumnya digunaakan


pada tahap eksplorasi pendahuluan. Bekerja bedasarkan kondisi atau sifat fisik bawah
permukaan Metode yang sering digunakan adalah metode elektromagnetik, geolistrik,
magnetik-gravitasi dan seismik. Berdasarkan kontras dan sifat fisik dari suatu batuan,
mineral dan bijih endapan yang diukur.

c) Geokimia

Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral


yang relatif stabil pada kondisi permukaan bumi, cocok digunakan di daerah yang
kondisi iklimnya membatasi pelapukan kimiawi. Metode yang didasarkan pada
pengenalan dispersi kimiawi. Dapat diperoleh bak pada endapan bijiih yang tererosi
maupun yang tidak tererosi, baik yang lapik ataupum yang tidak lapuk.

2.5 Karakteristik dan Parameter Kualitas Batubara

A. Moisture

Moisture batubara ialah air yang menguap dari batubara apabila


dipanaskan sampai pada suhu 105 – 110 derajat celcius

15
B. Volatile Matter

Banyaknya zat yang hilang bila sampel batubara dipanaskan pada suhu dan
waktu yang telah ditentukan. Volatile Matter digunakan sebagai parameter
penentu dalam penentuan peringkat batubara. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil penentuan VM ini adalah suhu, waktu, dan ukuran
partikel. Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam
penentuan peringkat batubara. Volatile Matter dalam batubara dapat dijadikan
sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar.

C. Porositas

Porositas merupakan perbandingan antara ruang kosong dari suatu batuan


dengan volume batuan itu sendiri. Dipengaruhi oleh besar kecilnya porositas
dipengaruhi oleh kandungan zat pengotor selama proses pembentukan.
Semakin tinggi peringkat batubara , maka semakin kecil porositas batubara
tersebut atau semakin padat batubara tersebut.

D. Density

Densitas atau massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume
benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda maka semakin besar pula
massa setiap volumennya.

E. Analisis Proximate

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture


(air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture
serta toal moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon
(karbon tertambat). Analisa proksimat Merupakan suatu analisis yang
bertujuan untuk menentukan kadar :

1) Moisture

16
2) Volatile matter

3) Kandungan mineralnya (ash content )

4) Fixed carbon

melainkan hasilnya didapatkan dari hasil perhitungan jenis analisa proximate


lainnya adalah pengurangan dari kadar abu, kadar air dan kadar zat terbang.

F. Analisis Ultimate

Analisis ultimat dijalankan dengan analisis kimia untuk menentukan kadar


karbon (C), Hidrogen (H2), Oksigen (O2), Nitrogen (N2), dan Belerang (S).
Keberadaan dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan peringkat
batubara, semakin tinggi rank batubara semakin tinggi kandungan karbonnya,
sementara kandungan hidrogen dan oksigennya akan semakin berkurang.
Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis ultimat batubara sekarang
sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Kandungan Oksigen
mungkin merupakan indikator yang paling signifikan dari sifat kimia
batubara, yaitu untuk keperluan penerapannya di pembakaran, pencairan, dan
pengkokasan, serta untuk menentukan peringkat.

2.6 METODE PENAMBANGAN BATUBARA

1. Faktor pemilihan metode penambangan


 Karakteristik dari endapan

Faktor ini merupakan paktor terpenting dalam pemilihan metode penambangan,


apakah akan di tambanga dengan tambang terbuka atau tambang bawah tanah.

Faktor-faktor ini meliputi Ukuran (Dimensi: Tebal dan penyebaran) ,Bentuk (Tabular,
Masiv Dll), Attitude (Inklasi dan Dip), dan Kedalaman (nilai :rata-rata, nisba
pengupasa-SR).

17
 Kondisi Geologi dan Hidrologi

Karakteristik geologi dari mineral dan batuan induknya sangat mempengaruhi


pemilihan metode penambangan, khususnya dalam pemilihan antara metode selektif
atau tidak.Hidrologi mempengaruhi sistem drainase dan pompa yang diperlukan.

Mineralogi mempengaruhi cara pengolahan mineral. Faktor-faktor ini meluputi


Mineralogi dan petrografi ,Komposisi kimia atau kualitas ( bahan tambang primer
atau produk sampingan : untuk batubara ;CV TM, Ash, S), Struktur geologi (Lipatan,
patahan, diskontiniu, intrusi), Bidang Lemah (Kekar, retakan, cleavage dalam
endapan bijih / cleats dalam batubara), Keseragaman, Altrasi, Oksigen, Erosi (Zona
dan batas), dan Air tanah dan hidrologi.

 Sifat Geoteknik (Mekanika tanah dan batuan)

Sifat mekanis dari endapan dan batuan sekitarnya merupakan faktor kunci dalam
pemilihan peralatan dalam tambang terbuka dan pada tambang bawah tanah hal ini
sangat berpengaruh pada kelas yang dipilih (unsupported, supported, atau caving)
.Faktor-faktornya meliputi , Sifat elastik (Kekuatan, modulus elastis dll), Prilaku
elastik atau viskoelastik (flow, creep), Keadaan teganggan (Tegangan awal, induksi),
Konsolidasi, kompaksi, dan kompetensi), dan Sifat fisik lainnya (Bobot isi, Voids,
Porositas, Premebilitas, kandungan lengas -miisture content).

 Konsiderasi Ekonomi

Faktor ini mempengaruhi hasil, investasi, aliran kas, masa pengembalian dan
keuntungan.
meliputi Cadangan (Tonase dan kadar/kualitas), Laju produksi (Produksi per satuan
waktu), Umur tambang, Produktivitas (Produksi per satuan pekerja dan waktu
misalnya ton/kariawa-shift) dan Perbandingan ongkos penanbangan untuk metode
penambangan yang cocok.

18
 Faktor Teknologi

Perolehan tambanga (mine recovery),Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan


bijih/batubara), Ke-Fleksibelitas-an metode dengan perubahan kondisi, Selektifitas
metode untuk batubara dan waste, Konsentrasi atau dispersi dari pekerjaan dan Modal
pekerja dan intensitas mekanisasi.

 Faktor lingkungan

Kontrol bawah tanah, Penurunan permukaan tanah (Subsidence) , Kontrol atmosfire


(kontrol kualitas, kontrol panas dan kelembaban, serta untuk tambang bawah tanah
ventilasi), Kekuatan kerja (pelatihan, recruitment, kondisi kesehatan dan keselamatan
kerja, kehidupan dan pemukiman).

A. Metode Tambang Terbuka

 Contour Mining

Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang
terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada suatu
singkapan lapisan batubara dipermukaan atau crop line dan selanjutnya mengikuti
garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan.

 Open Pit Mining

Open Pit Mining adalah penambangan secara terbuka dalam pengertian umum.
Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara dilakukan dengan jalan membuang
lapisan batuan penutup sehingga lapisan batubaranya tersingkap dan selanjutnya siap
untuk diekstraksi. Peralatan yang dipakai pada penambangan secara open pit dapat
bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan batuan penutup yang akan
dibuang.

19
 Stripping Mining

Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang


lapisannya datar dekat permukaan tanah. Alat yang digunakan dapat berupa alat yang
sifatnya mobil atau alat penggalian yang dapat membuang sendiri. Penambangan
batubara khususnya di Kalimantan akan dimulai dengan cara tambang terbuka yang
memakai alat kerja bersifat mobil.

B. Metode Tambangan Bawah Tanah

 Metode Room and Pillar

Cara penambangan ini mengandalkan endapan batubara yang tidak diambil


sebagai penyangga dan endapan batubara yang diambil sebagai room. Pada metode
ini penambangan batubara sudah dilakukan sejak pada saat pembuatan lubang maju.
Selanjutnya lubang maju tersebut dibesarkan menjadi ruangan–ruangan dengan
meninggalkan batubara sebagai tiang penyangga. Besar bentuk dan ruangan sebagai
akibat pengambilan batubaranya harus diusahakan agar penyangga yang dipakai
cukup memadai kuat mempertahankan ruangan tersebut tetap aman sampai saatnya
dilakukan pengambilan penyangga yang sebenarnya yaitu tiang penyangga batubara
(coal pillar). Metode ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam besaran jumlah
batubara yang dapat diambil dari suatu cadangan batubara karena tidak semua tiang
penyangga batubara dapat diambil secara ekonomis maupun teknik.

 Metode Longwall

Ada dua cara penambangan dengan menggunakan metode Longwall yaitu :


– Cara maju (advancing)

– Cara mundur (retreating)

20
2.7 PENGOLAHAN DAN PENCUCIAN BATUBARA

A. Pengolahan Batubara Secara Gravitasi

Metode gravitasi (gravity concentration) yaitu metode dengan cara


memisahkan mineral dari perbedaan berat jenis oleh gerakan relative sebagai respon
dari gravitasi dan satu atau beberapa gaya lainnya. Menggunakan alat untuk
memisahkan mineral yaitu alat Jig. Jig merupakan salah satu alat pemisahan yang
berdasarkan perbedaan berat jenis, bekerja secara mekanis. Secara umum jig
merupakan suatu tangki terbuka yag berisi air dengan saringan horizontal terletak
pada bagian atasnya.

B. Pengolahan Batubara Dengan Flotasi

Flotasi adalah proses pengapungan. Di bidang metalurgi,flotasi atau lebih


spesifik lagi flotasi buih adalah metode fisika kimia dimana partikel-partikel dari
mineral yang berbeda dipisahkan satu dengan lainnya dengan mengapungkan mineral
tertentu ke permukaan air

Flotasi buih pada batubara diawali dengan penggilingan dan penghalusan


untuk mendapatkan permukaan butiran yang seluas luasnya sehingga dimungkinkan
terjadinya kontak maksimum antara gelembung udara dengan butiran batubara.
Kontak terjadi pada waktu dilakukan aerasi terhadap lumpur air yang mengandung
batubara. Pada keadaan berikutnya, partikel partikel batubara yang cenderung
hidrophobik dengan adanya surfaktan atau kolektor akan melepaskan diri dari
molekul molekul air dan ikut bersama sama dengan gelembung naik kepermukaan
cairan flotasi sebagai buih atau busa. Selanjutnya buih yang mengandung konsentrat
batubara tersebut dipisahkan untuk pengolahan lebih lanjut.

C. Aglomerasi

Merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar abu dan sulfur pada
batubara. Sulfur anorganik berupa pirit maupun markasit yang merupakan bagian dari

21
total sulfur yang ada pada batubara bersama abu melekat pada permukaan butiran
batubara dapat dilepaskan pada bagian tersebut. Metoda aglomerasi ini dapat
diterapkan karena sifat oil loving (lipophilic) dan water hating (hydrophobic) dari
permukaan batubara (Osborne, 1998). Material yang tenggelam pada media air dan
mengendap merupakan bahan buangan, sedangkan material yang mengapung pada
media yang sama (air) adalah batubara yang bersih dengan permukaan yang dilapisi
minyak.

D.Dewatering

Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang ada pada batubara
. Teknologi ini mengurangi kandungan air dengan cara pengeringan (drying).

2.8 PENGAMANAN DALAM PENANGANAN BATUBARA

A. Terbakar Sendiri

Batubara dapat terbakar sendiri setelah mengalami proses yang bertahap :

1.Tahap pertama : Mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara
perlahan-lahan dan kemudian temperature batubara akan naik.

2.Tahap kedua : Sebagai akibat dari temperature naik kecepatan batubara menyerap
oksigen dari udara bertambah dan temperature akan mencapai 100-1400C.

3.Tahap ketiga : Setelah mencapai temperature 1400C, uap dan CO2 akan terbentuk.

4.Tahap keempat : Sampai temperature 2300C, isolasi CO2 akan berlanjut.

5.Tahap kelima : Bila temperature telah berada diatas 3500C, ini berarti batubara
mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.

B. Sebab-sebab Terbakar Sendiri

Kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain:

22
1. Karbonisasi yang rendah

2.Kadar belerang tinggi(>2%)

Keadaan yang mempercepat terbakar sendiri antara lain:

1.Reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara)

2.Bakteria

3.Aksi katalis dari benda-benda anorganik

C. Penanggulangan Batubara Yang Terbakar Sendiri

Bilamana batubara ditimbun yang tertutup maka harus dibuat peraturan agar gudang
penyimpanan tersebut bersih dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang
ditemukan dipermukaan alat-alat.

Dengan demikian maka ada perlu perwatan yang konstan. Apabila tempat
penimbunan terbuka maka sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab,
hal ini untuk menghindari penyusupan kotoran-kotoran.

D. Tinggi Onggokan

Tingginya onggokan tumpukan batubara memang sulit untuk ditentukan sebab


masing-masing tempat penimbunan memiliki kondisi sendiri-sendiri antara lain
iklim,kelembaban dan penyinaran.

E. Pengecekan Dini Terhadap Gejala Terbakar

1.Pengecekan Temperatur

2.Batubara Dapat Menimbulkan Ledakan

3.Cara Penanggulangan Ledakan

23
4.Perawatan Debu Batubara

2.9 POTENSI BATUBARA

1. China

Jumlah Produksi : 1.844,6 juta ton


Jumlah Konsumsi : 1.962,4 juta ton
Jumlah Cadangan : 114.500 juta ton
Lokasi : Benua Asia

2. Amerika Serikat

Jumlah Produksi : 507,8 juta ton


Jumlah Konsumsi : 453,4 juta ton
Jumlah Cadangan : 237.295 juta ton
Lokasi : Benua Amerika Utara

3. Indonesia

Jumlah Produksi : 281,7 juta ton


Jumlah Konsumsi : 60,8 juta ton
Jumlah Cadangan : 28.017 juta ton
Lokasi : Benua Asia

4. Australia

Jumlah Produksi : 280,8 juta ton


Jumlah Konsumsi : 43,8 juta ton
Jumlah Cadangan : 76.400 juta ton
Lokasi : Benua Australia/Oseania

24
5. India

Jumlah Produksi : 243,5 juta ton


Jumlah Konsumsi : 360,2 juta ton
Jumlah Cadangan : 60.600 juta ton
Lokasi : Benua Asia

6. Rusia

Jumlah Produksi : 170,9 juta ton


Jumlah Konsumsi : 85,2 juta ton
Jumlah Cadangan : 157.010 juta ton
Lokasi : Benua Eropa-Asia

7. Afrika Selatan

Jumlah Produksi : 147,7 juta ton


Jumlah Konsumsi : 89,4 juta ton
Jumlah Cadangan : 30,156 juta ton
Lokasi : Benua Afrika

25
BAB 111

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat dijelaskan bahwa ada 2 macam teori yang
menyatakan tempat terbentuknya batubara, yaitu :
A. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara
terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian
setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi, segera
tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya
lebih baik karena kadar abunya relatif kecil.
B. Teori Drift

Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara


terbentuknya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan asal itu
berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air
dan berakumulasi disuatu tempat, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitasnya
kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama
selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.

3.2 SARAN

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan yaitu agar pada matakuliah batubara
berikutnya lebih banyak penjelasan dari dosen dan berdiskusi kepada sesame
mahasiswanya.

26

Anda mungkin juga menyukai