Anda di halaman 1dari 21

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, dipengaruhi oleh musim
kemarau dan musim hujan dimana curah hujan cukup tinggi. Pada industri
pertambangan, curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan operasional
penambangan, baik dari segi peningkatan produksi maupun dari segi peralatan
cepat rusak karena aus. Curah hujan yang tinggi juga dapat mempercepat laju
erosi dan sedimentasi pada lahan yang rusak akibat kegiatan penambangan. Untuk
itu pengendalian air limpasan permukaan yang juga merupakan bagian dalam
penambangan harus diperhitungkan.(Inessty,2017)
Hal ini yang melatar belakangi simulasi praktikum penirisan tambang ini
yaitu mengolah data curah hujan untuk mencari intensitas curah hujan, debit
limpasan, dan mendesain saluran serta sump menggunakan metode mine
dewatering dengan distribusi normal.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah djabarkan, maka dapat
disimpulkan rumusan masalah:
1. Berapa intensitas hujan dan debit limpasan yang ada pada area
penambangan?
2. Bagaimana merencanakan suatu sistem penyaliran tambang dan
mendesain saluran drainage, dan sump?

1.3 Maksud dan Tujuan


1.3.1 Maksud
Adapun maksud dari pelaksanaan praktikum Penirisan Tambang ini yaitu
praktikan dapat mempelajari sistem penyaliran tambang dengan baik sehingga
bisa memperhitungkan air limpasan permukaan yang akan terjadi pada suatu area
penambangan dan maksud yang lain untuk memenuhi syarat kelulusan pada
praktikum Penirisan Tambang.

1
1.3.2 Tujuan
Pelaksanaan praktikum Penirisan Tambang memiliki beberapa tujuan,
antara lain:
1. Menghitung intensitas hujan dan debit limpasan yang terjadi pada area
penambangan.
2. Merencanakan suatu sistem penyaliran tambang dan mendesain saluran
drainage, dan sump

2
II DASAR TEORI

2.1 Siklus Hidrologi


Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses
siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es
dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi


Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

1. Evaporasi / transpirasi – air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di


tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan
menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan, salju, es.
2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air

3
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal
atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan.
3. Air Permukaan – Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,
maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat
dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama
lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan
disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau,
waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah
Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang
berubah adalah wujud dan tempatnya. (Wakerkwa, 2016)

2.2 Air Permukaan


Air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air,
sungai danau, lahan basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air
bawah tanah atau air atmosfer.
Air permukaan secara alami terisi melalui presipitasi dan secara alami
berkurang melalui penguapan dan rembesan ke bawah permukaan sehingga
menjadi air bawah tanah. Meskipun ada sumber lainnya untuk air bawah tanah,
yakni air jebak dan air magma, presipitasi merupakan faktor utama dan air bawah
tanah yang berasal dari proses ini disebut air meteor. Besarnya debit air limpasan
(Run off) ditentukan dengan menggunakan rumus rasional (Nitya, 2014):
Q = 0,2778 x C x I x A. ......................................................................................... (1)
Dimana :
Q = Debit Air Limpasan Maksimum (m3/detik)

C = Koefisien Limpasan
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
2
A = Luas Daerah Tangkapan Hujan (km )

4
2.3 Analisa Curah Hujan
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah
hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat
yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak
satu liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu
tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini
sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek
negatif terhadap tanaman.

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi


sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti
embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi
dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian
menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.

Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari


laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu
turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak
sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Intensitas curah hujan adalah
jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap
satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi.
Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya.

Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan


durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah
luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi
panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air
bagaikan ditumpahkan dari langit. Adapun jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya
curah hujan (definisi BMKG), diantaranya yaitu hujan kecil antara 0 – 21 mm per
hari, hujan sedang antara 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat di atas
50 mm per hari.

5
a. Curah Hujan Rencana
Curah hujan rencana merupakan suatu kriteria utama dalam perencanaan
sistem penyaliran untuk air permukaan pada suatu tambang. Salah satu metode
dalam analisa frekuensi yang sering digunakan dalam menganalisa data curah
hujan adalah metode distribusi ekstrim, atau juga dikenal dengan metode
distribusi Normal:
XT = 𝑋̅ + KT x S..................................................................................................... (2)
Dengan :

XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ualng T

𝑋̅ = Nilai rata – rata hitung variat

S = deviasi standar variat

KT = faktor frekueni, merupakan fungsi dari peluang periode ulang dan tipe model
matematik distribusi peluang yang digunakan.

b. Intensitas Curah Hujan


Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan dengan menggunakan rumus
Mononobe :
𝑅24 24 2/3
𝐼= ( 𝑡𝑐 ) …………………………………………………………………..(3)
24

Dimana :

R24 = Curah hujan rencana perhari (24 jam)

Tc = Waktu konsentrasi (jam)

c. Catchment Area (Area Tangkapan Hujan)


Suatu area ataupun daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah
tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya
merupakan suatu poligon tertutup, yang mana polanya disesuaikan dengan
kondisi topografi, dengan mengikuti arah aliran air.
Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase
tambang adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air
permukaan (run off) di tambah sejumlah pengaruh air tanah. Air hujan atau air
permukaan yang mengalir ke area penambangan tergantung pada kondisi daerah

6
tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah disekitarnya. Luas daerah
tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi.
Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi penimbunan,
kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).
Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka
adalah air hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka
perlu penanganan air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya agar
produktivitas tidak menurun (boro,2011).
d. Saluran Drainase
Saluran pada tambang untuk menampung limpasan permukaan pada
suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat penampungan air seperti : dump,
settling pond, sedimen pon dan lain – lain. Dalam merancang dimensi saluran
perlu di lakukan analisis pada daerah lokasi penambangan sehingga saluran air
tersebut dapat memenuhi hal – hal sebagai berikut :
1. Dapat mengalirkan debit air yang di rencanakan
2. Kecepatan air yang tidak merusak saluran.
3. Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan.
4. Kemudahan dalam penggalian atau pembuatan.
5. Kemudian dalam hal pemeliharaan
Menurut konstruksi, saluran terbagi 2 :
1. Saluran tertutup yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran
air yang kotor (air yang menganggu kesehatan / lingkungan).
2. Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase
air non hujan yang tidak membahayakan kesehatahan atau yang mengganggu
lingkungan. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk penampang saluran
drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran. Bentuk-bentuk penampang
saluran terbuka :
a. Bentuk penampang segitiga
Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk
ini tidak mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam pembuatannya.

7
Sudut tengah = 90° → z = 1
A = h2
P = 2h √2

R= 2√2

Gambar 2.2 Penampang Segitiga

b. Bentuk penampang segiempat


Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya
yaitu mudah dalam pembuatannya dan biasanya dibangun pada bahan
yang stabil misalnya kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah
mudah terjadi pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada dasar
saluran.
B=2h
A = 2 h2
P=4h
1
R=2h

Gambar 2.3 Penampang Segi Empat

8
b. Bentuk penampang trapesium
Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan suatu perencanaan
sistem drainase. Dimensi saluran ditentukan dari debit air yang akan
dialirkan.

Gambar 2.4 Dimensi Saluran Trapesium

Salah satu bentuk saluran yang sering digunakan pada perusahaan


tambang yaitu bentuk saluran trapesium . Adapun Keuntungan dari
bentuk penampang trapesium :
1. Dapat mengalirkan debit air yang besar
2. Tahan terhadap erosi
3. Tidak terjadi pengendapan didasar saluran
4. Mudah dalam pembuatan
Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan
segiempat. Biasanya digunakan untuk saluran yang berdinding tanah dan tidak
dilapisi sebab stabilitas kemiringan dinding dapat disesuaikan. Bentuk ini sering
digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah
dalam pembuatannya serta cocok untuk debit air yang besar. Dan untuk
menghitung dimensi saluran yang optimum dapat digunakan persamaan efisiensi
hidrolis:
Q = 45° → z = 1
B = 2 (√𝑧 2 + 1 − 𝑧) h
A = ( B + zh ) h

R=2

9
Gambar 2.5 Penampang Trapesium

2.4 Tahapan Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang


Rencana sistem penyaliran tambang ini dititik beratkan pada metode atau
teknik penanggulangan air pada tambang terbuka.

a. Analisis Perencanaan Sump


Sump berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa keluar
tambang. Dimensi sump tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari
sump. Sump yang dibuat disesuaikan dengan keadaan kemajuan medan kerja
(front) penambangan. Optimalisasi antara input (masukan) dan output (keluaran),
maka dapat ditentukan volume dari sump.
𝑉 = (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑡𝑎𝑠 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑤𝑎ℎ)𝑥 𝑝 𝑥 1⁄2 𝑡 .................................................... (4)

Sump ditempatkan pada elevasi terendah atau floor penambangan,


jauh dari aktifitas penggalian batubara sehingga tidak akan menggangu
produksi penambangan.
1. Analisis Perencanaan Pompa dan Pipa
Analisis pemompaan dan pemipaan dilakukan untuk mengetahui
jumlah pompa dan pipa yang akan digunakan.(Endriant0 dan
Ramli,2013)
1) Head (julang) pemompaan dan pemipaan
Head (julang) adalah energi yang diperlukan untuk mengalirkan
sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang
dipompa, maka head pompa juga akan semakin besar. Head total
pompa ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh

10
pompa tersebut.
2) Durasi Pemompaan
Durasi pemompaan maksimal yang digunakan adalah 21 jam/hari,
dengan pertimbangan akan disediakan 3 jam sebagai waktu
maintenance terhadap pompa.
3) Jumlah Pompa dan Pipa
Jumlah pompa disesuaikan dengan debit yang akan masuk ke dalam
sump. Jenis pompa yang digunakan adalah MF 390 dengan
menggunakan pipa polyethylene berdiameter 10 inch dengan
panjang 12m.

11
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Daerah Tangkapan Hujan
Dari hasil penggambaran peta dan penentunnya maka daerah tangkapan
hujan didapatkan dengan luas 0.257 km2.
3.1.2 Perhitungan Data Curah Hujan
1. Kemiringan Daerah WIUP
Elevasi maksimum = 1375
Elevasi minimum = 1050
Beda elevasi = 325
Kemiringan Bukit :
𝐵𝐸𝐷𝐴 𝑇𝐼𝑁𝐺𝐺𝐼 325
S = = = 0,432%
𝐽𝐴𝑅𝐴𝐾 751,4

2. Standar Deviasi
Diketahui :

n = jumlah tahun

Xi = rata-rata curah hujan (mm)

Ditanya :

a. 𝑋̅ = …?

b. S = ….?

Penyelesaian:

1
𝑋̅ = 𝑛 ∑𝑛(0) 𝑋𝑖

1
= 10 (1863)

= 186,3 mm

1 1
S = [𝑛−1 ∑𝑛(0)(𝑋𝑖 − 𝑋̅ )2 ] 2

12
1 1
= [10−1 (9726,1)] 2

= 32.874 mm/tahun

Tabel 3.1 Perhitungan Standar Deviasi


Tahun Curah Hujan Xi Xi-X (Xi-X)2
(mm)

2004 189 2.7 7.29


2005 223 36.7 1346.89
2006 175 -11.3 127.69
2007 240 53.7 2883.69
2008 176 -10.3 106.09
2009 146 -40.3 1624.09
2010 137 -49.3 2430.49
2011 213 26.7 712.89
2012 167 -19.3 372.49
2013 197 10.7 114.49
Jumlah 1863 9726.1
Rata-rata (X) 186.3

3. Hujan Rencana

Diketahui :

𝑋̅ = 186,3 mm/tahun

KT = 0

S = 32,874 mm/tahun

Ditanya : XT ?

Penyelesaian :

XT = 𝑋̅ + KT . S

= 186,3 mm/tahun + 0 x 32,874 mm/tahun

13
= 186,300 mm/tahun
= 0,510 mm/hari
4. Intensitas Hujan

Diketahui :

𝑅24 = 0,510 mm/hari

Ditanya : I ?

Penyelesaian :
2
𝑅24 24 3
I= .(1)
24

2
0,510 𝑚𝑚/ ℎ𝑎𝑟𝑖 24 3
= x (1 𝑗𝑎𝑚)
24

= 0,177 mm/ jam

5. Debit Limpasan
Diketahui :
C = 0,3

I = 0,177 mm/jam

A = 0,257 km2
Ditanya : Q ?
Penyelesaian :

Q = 0,2778 . C . I. A

= 0,2778 x 0,3 x 0,217 mm/jam x 0,257km2

= 0,003794 m3/ detik


= 13,658m3/ jam

14
Tabel 3.2 Beberapa Harga Koefisien Limpasan ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan
<3% Sawah, rawa. 0,2
Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan dengan kebun 0,4
3% - 15 % Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Tumbuhan yang jarang 0,6
Tanpa tumbuhan, daerah 0,7
Penimbunan
› 15 % Hutan 0,6

Perumahan, 0,7
Kebun 0,8
Tumbuhan yang jarang 0,9
Tanpa tumbuhan, daerah
tambang

3.1.3 Dimensi Saluran Drainase dan Dimensi Sump


1. Kapasitas dan Profil Melintang Saluran
Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan suatu perencanaan
system drainase. Dimensi saluran ditentukan dari debit air yang akan
dialirkan.
a. Tinggi air (h) :
h = 0,775 x Q0,248
= 0,775 x (13,658)0,248
= 0,195 m
b. Lebar dasar saluran (b) :
Untuk lebar dasar saluran = n.h dimana n adalah konstanta
perbandingan antara lebar dasar saluran dengan kedalaman air.
Tabel 3.6 perbandingan dasar saluran dengan kedalaman air menurut Manning
(Jumarland, 2008)

15
Debit pada saluran Lebar dasar saluran
0,00 – 0,5 1,00
0,5 – 1,00 1,50
1,00 – 1,50 2,00
1,50 – 3,00 2,50
3,00 – 4,50 3,00
4,50 – 6,00 3,50

Sehingga di dapat ;
b=nxh
= 1 x 0,195 m
= 0,195m
A = (b + z x h ) x h , dimana z = tan 45º = 1
A = (0,195m + 1 x 0,195 m ) x 0,195
= 0,076

c. Lebar permukaan saluran (B) :


2A = (B + b ) x h
2 x 0,076 = (B + 0,195 m) x 0,195m
0,15 = (B + 0,195 m) x 0,195 m
0,15= 0,195B m + 0,037 m
0,194 B = 0,15 – 0,037
B = 0,113 : 0,194
B = 0,584m
d. Daerah jagaan air / keliling basah (w) :
W=B–b+h
W = 0,584m – 0,195m + 0,195m
= 0,584m
e. Kedalaman saluran (H) :

16
H=h+w
= 0,195m + 0,584 m
= 0,778m
Untuk menghitung kapasitas pengaliran menggunakan persamaan manning,
f. Kecepatan aliran (V)
1
V = 𝑛 x R2/3 x S1/2
1
= 0,025 x (0,129)2/3 x (0,5)1/2

= 7,246 m
= (7,246m x 24 jam) : 3600
= 0,048 m/s
Q=AxV
= 0,075 x 0,048 m/s
= 0,004m/s
= 0,004m/s x 3600
= 13,158 m/jam

Untuk volume saluran :


1
Vs = 2 x (B + b ) x H x L (panjang saluran)
1
= x (0,584 + 0,195) x 0,778 x 745,200 m
2

= 225,530 m3
2. Volume dan Dimensi sump
Untuk pembuatan dump diharapkan dapat menampung air lebih dari 1 debit air
yang akan masuk kedalam sump. Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Kecepatan aliran :

17
Volume air :
Vair = 1,5 x Q x t
= 1,5 x 13,658 m/jam x 1 jam
= 20,488 m3
Volume sump :
2
Vs = 3 x π x r3
2
= 3 x 3,14 x (3)3

= 56,520 m3

3.2 PEMBAHASAN
3.2.1 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Penentuan daerah tangkapan hujan pada daerah kabupaten dairi provinsi
sumatera utara adalah dengan melihat kondisi topografi , dimana dari peta dapat
diperkirakan arah aliran air akan tertampung di daerah tersebut. Dari hasil maka
daerah tangkapan hujan memiliki luas daerah 257280 m2.
3.2.2 Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatuan luas
permukaan pada jangka waktu tertentu. Curah hujan merupakan salah satu faktor
terpenting dalam suatu drainase, karena besar kecilnya curah hujan akan
mempengaruhi besar kecilnya air limpasan. Satuan curah hujan adalah mm, yang
berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas tertentu. Jadi 1 mm curah
hujan berarti pada luasan 1 m2 jumlah air hujan yang jatuh adalah sebanyak 1
liter (1000cm3). Data curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan maksimum
selama 10 tahun. Analisi data ini meliputi:
1. Curah Hujan Rencana Maksimum Perhitungan curah hujan maksimum dihitung
dengan metode Normal dan diperoleh curah hujan maksimum sebesar 186,300
mm/tahun.
2. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah derajat curah hujan
dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu (mm/jam). Intensitas curah hujan
dihitung menggunakan rumus Mononobe. Berdasarkan perhitungan didapat
intensitas curah hujan sebesar 0,177 mm/jam
3. Debit Limpasan
Debit air limpasan dipengaruhi oleh luas area tangkapan hujan. Debit air dihitung
dengan persamaan Rasional dan diperoleh hasil sebesar 13,658 m3/ jam.
3.2.3 Saluran Penyaliran

18
Penyaliran dibuat berdasarkan topografi daerah kabupaten dairi provinsi
sumatera utara, umumnya bentuk saluran mengikuti kaki lereng sehingga
terbentuk saluran air yang berkelok-kelok mengikuti kaki lereng. Pembuatan
saluran ini bertujuan agar mengalirkan air secara teratur ke daerah yang lebih
rendah.
Kapasitas saluran adalah daya tampung suatu saluran untuk menampung
air yang mengalir pada suatu daerah. Kapasitas saluran sangat menentukan
keberhasilan dari perencanaan sistem penyaliran. Bentuk penampang saluran air
ditentukan berdasarkan debit air. Bentuk penampang saluran air yang digunakan
adalah bentuk penampang trapesium karena tahan terhadap pengikisan serta cocok
untuk debit air yang besar.
Dari hasil perhitungan di peroleh dimensi dan kapasitas saluran pada DTH
dengan panjang saluran 745,200 m, volume saluran 225,530 m3, lebar atas 0,584 m
, lebar bawah 0,195m , daerah jagaan 0,584 m , kedalaman 0,778 m dan Q =
13,158 m/jam.

3.2.4 Sump
Dalam upaya untuk mengatasi genangan air ini maka dibuat dump yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur tersebut. Dimensi Dump dapat ditentukan
berdasarkan debit air yang di tampung. Sehingga untuk mencegah debit air yang
lebih dari perhitungan maka dibuat dump dengan volume lebih dari 1 debit air
yang akan ditampung, sehingga didapat dimensi dump dengan bentuk setengah
bola dengan jari-jari 3 m dengan volume 56,520 m3.

19
IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah didapat adalah sebagai
berikut :

1. Curah hujan pada daearah tambang yang tepatnya berada pada daerah
kabupaten dairi provinsi sumatera utara yaitu sebesar 228,378 mm/tahun.

2. Dari hasil perhitungan didapatkan sistem penyaliran terbuka dengan bentuk


saluran trapezium dengan bentuk sump setengah lingkaran.

4.2 Saran

Adapun saran yang kami sampaikan adalah sebaiknya para asisten mengajarkan
aplikasi surfer kepada praktikan agar mempermudah proses berjalannya
praktikum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Boro, Paulus.2011. Perencanaan Sistem Penyaliran TambangDI


Bukit Tlf Tambang Tengah Pt. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis
Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara. Tugas akhir Program studi Jurusan
teknik pertambangan unipa. Manokwari.

Gautama R.S. 1995. Hidrologi dan hidrogeologi. Jurusan Teknik


Pertambangan, ITB. Bandung.

Jumarland. 2008. Perencanaan Sistem Penirisan Dengan Metode


Saluran Terbuka Pada Kegiatan Penambangan Batubara PT. Hasta Mulia
Jaya, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Tugas Akhir Program Studi Teknik
Pertambangan Jurusan Teknik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Papua Manokwari.

http://eprints.polsri.ac.id/1340/3/BAB%20II.pdf (21 Maret 2019)


file:///C:/Users/ASUS%20FX504/AppData/Local/Packages/Microsoft.MicrosoftEdge_8w
ekyb3d8bbwe/TempState/Downloads/58-148-1-PB%20(1).pdf (26 Maret 2019)

https://www.academia.edu/15724356/GEOSAINS_PERENCANAAN_SISTEM_PENYALIRA
N_TAMBANG_TERBUKA_BATUBARA (18 April 2019)

21

Anda mungkin juga menyukai