Anda di halaman 1dari 9

BATUBARA

2.1 Pengertian Batubara


Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang
dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hydrogen
dan oksigen.Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Gambar 2.1 Rumus bangun batubara (USGS, 2012)


Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulosa lignit gas metana air
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah
masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara
(black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis
di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier
(70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
(Krevelen ,1993)
Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara
yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hydrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat
digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas

kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi
udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan
nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan
tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai hujan asam.
Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa
partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap
yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut
manusia.
Sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang
ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3
sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan
negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%)
dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong
asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di
batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk
iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus
pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air ,
batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini
dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.
(Geankoplis,2003)
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah
secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic
sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk
mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu
bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari
gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya
adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena
mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar
batu bara. (Smith,1959)
2.1.1 Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
b. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
c. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak
dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
d. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.

Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
e. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan. (Wahyudiono,2003)
2.2 Batu bara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar
Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan sisa tumbuhan dan fosil pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang
terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air
dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua
umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan.(Sukandarrumidi,2006)
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta
oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang
diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia
pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga
unsur jarang. Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya
adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan
jumlah air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
2.3 Sumberdaya batu bara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera , sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, JawaTengah , Papua,
dan Sulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan
solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya
Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk
memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak
mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU.

Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO 2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang
efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan grasifikasi (penyubliman) batu
bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara
continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
2.4 Jenis-jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu
bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
a) Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur Karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Gambar 2.1 Batubara Jenis Antrasit


b) Bituminous mengandung 68 - 86% unsur Karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Indonesia, tersebar di pulau
sumatera, kalimantan dan sulawesi.

Gambar 2.2 Batubara Jenis Bituminous

c) Sub-bituminus mengandung sedikit Karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Gambar 2.3 Batubara Jenis Sub-bituminous


d) Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 3575% dari beratnya.

Gambar 2.4 Batubara Jenis Lignit


e) Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Gambar 2.5 Batubara Jenis Gambut

2.5 Kualitas batubara


Batubara yang diperoleh dari penambangan pasti mengandung pengotor (impurities) .
Keberadaan pengotor ini diperparah dengan kenyataan bahwa tidak mungkin memilih batubara
yang bersih dan terbebas dari mineral. Penambangan dalam jumlah besar selalu menggunakan
alat-alat berat seperti bulldoser,backhole,tractor,dan lainnya.
Impurities terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Inherent Impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat pada batubara. Batubara yang sudah dicuci (washing)
yang di kecilkan ukuran butirannya (crushing) kemudian dibakar dan menyisakan abu. Pengotor
ini merupakan pengotor bawaan pada saat pembentukan batubara, pengotor tersebut dapat berupa
gipsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4) , pirit (FeS2), silika (SiO2) dapat pula berbentuk tulangtulang binatang (diketahui dari senyawa-senyawa fosfor dari analisis abu) . Pengotor bawaan ini
tidak mungkin dihilangkan sama sekali , tetapi dapat dikurangi dengan cara pembersihan . Proses
ini dikenal dengan tenologi batubara bersih.
2. External impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar , timbul pada saat proses penambangan Dalam
menentukan mutu / kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal :
a) Heating Value (HV) ( Calorific Value / Nilai kalor)
Dinyatakan dengan kkal/Kg , banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan batubara tiap satuan berat
(dalam kilogram).
b) Moisture Content (kandungan lengas / air)
Batubara dengan jumlah lengas tinggi akan memerlukan lebih banyak udara primer untuk
mengeringkan batubara tersebut agar suhu batubara pada saat keluar dari gilingan tetap, sehingga
hasilnya memiliki kualitas yang terjamin. Jenis air sulit untuk dilepaskan tetapi dapat dikurangi,
dengan cara memperkecil ukuran butir batubara (Wahyudiono,2006).
c) Ash Content (Kandungan abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen ,apabila batubara dibakar maka senyawa organik yang ada
akan di ubah menjadi senyawa oksida yang berukuran butiran dalam bentuk abu. Abu dari sisa
pembakaran inilah yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan
bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar, atau yang di oksidasi oleh oksigen . Bahan
sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO 2 , Al2O3, TiO2 , Mn3O4 , CaO, Fe2O3 , MgO
, K2O , Na2O, P2O, SO3 dan oksida unsur lainnya.
d) Sulfur Content (kandungan belerang)
Belerang yang terdapat pada batubara dalam bentuk senyawa organik dan arorganik, dalam
senyawa anorganik dapat dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS 2 bentuk kristal kubus) ,
markasit (FeS2 bentuk kristal orthorombik) atau dalam bentuk sulfat. Sedangkan belerang organik
terbentuk selama terjadinya proses coalification . (Krevelen, 1993)
e) Volatile matter ( bahan mudah menguap )
Kandungan Volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api.
f) Fixed Carbon
Didevinisikan sebagai material yang tersisa , setelah berkurangnya moisture , volatile matter dan
ash. Hubungan ketiganya sebagai berikut:
Fixed Carbon (%) = 100% - Moisture Content Ash Content
Fixed Carbon = 100 Volatile Matter (%)
g) Hardgrove Grindability Index (HGI)

Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara di giling atau di gerus menjadi
bentuk serbuk. Butiran paling halus < 3 mm sedangkan yang paling kasar sampai 50 mm.
h) Ash Fusion Character of coal
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta
oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang
diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia
pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga
unsur jarang.
Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya adalah
analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah
air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and
Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)(Tabel 5.2).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral
matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free
(dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :
dimana :
FC = % karbon padat (adb)
VM = % zat terbang (adb)
M = % air total (adb)
A = % Abu (adb)
S = % sulfur (adb)
Btu = british termal unit = 1,8185*CV adb
2.6 Nilai Kalori Batubara
Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda
tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah
ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang
diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda.
Dari sisi sejarah kalor merupakan asal kata caloric ditemukan oleh ahli kimia perancis yang
bernama Antonnie laurent lavoiser (1743 - 1794). Kalor memiliki satuan Kalori (kal) dan
Kilokalori (Kkal). 1 Kalori sama dengan jumlah panas yang dibutuhkan untuk memanaskan 1
gram air naik 1 derajat celcius.
(http://organisasi.org/pengertian_definisi_kalor_dan_teori_kalor_umum_dasar_kuantitas_jumlah
_panas_pendidikan_ilmu_sains_fisika_via_internet_gratis)
2.7 Metode Standar Analisis Batubara
Metode standar adalah suatu cara analisis dan pengujian baik dari ketelitian, kesederhanaan
peralatan , maupun dari aspek-aspek lainnya. Metode ini kemudian dibakukan untuk digunakan
sebagai pedoman atau standar analisis dan pengujian. Prosedur baku ini disesuaikan dengan
keadaan dan sifat batubara di negara yang bersangutan. Oleh karena cara analisis yang berbeda-

beda , maka International Organization for Standardization (ISO) telah berusaha


mengembangkan cara yang dapat dipakai di seluruh dunia.
Di dunia perbatubaraan, pada dasarnya terdapat dua jenis standar, yakni standar nasional dan
standar international.
2.7.1 Standar Internasional
Standar internasional dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) ,
yang tujuannya menggantikan standar nasional yang ada. Dalam standar ISO sudah tercantum
prosedur penentuan standar tersebut, apakah untuk hard coal, coal, brown coal and lignites, atau
untuk bahan bakar secara umum (fuel).
Beberapa standar ISO untuk batubara :
ISO 589-1981 Hard Coal Determination of total moisture
ISO 501-1981 Coal Determination of the crucible swelling number
ISO 1015-1975 Brown Coals and Lignites- Determination of moisture content:
Direct volumetric method
ISO 1015-1976 Solid mineral fuels Determination of gross calorific value
by the calorimeter bomb method, and calculation of net calorific
value.
2.7.2 Standar Nasional Indonesia (SNI)
Sampai saat ini telah dikeluarkan beberapa standar untuk penentuan parameter batubara
Indonesia. Standar tersebut dikeluarkan oleh Dewan Standar Nasional dengan nama Standar
Nasional Indonesia (SNI) .Standar yang dibuat dengan mnterjemahkan standar-standar ISO.
(Bayuseno,2005)
2.8 Klasifikasi batubara
a. Jenis anthrancite :
Warna hitam , sangat mengkilat ,kompak, kandungan karbon sangat tinggi , nilai kalori sangat
tinggi, kandungan air , abu dan sulfur sangat sedikit.
b. Jenis bituminous / subbituminous coal :
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalori tinggi,
kandungan air, abu, sulfur sedikit.
c. Jenis Lignite (brown coal) :
Warna hitam , sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalori rendah , kandungan air, abu,
dan sulfur tinggi.
2.8.1 Klasifikasi Batubara berdasarkan nilai kalorinya :
a. Batubara tingkat tinggi (high rank),meliputi meta anthracite, anthracite dan semi anthracite
b. Batubara tingkat menengah (moderate rank) meliputi low volatile , bituminos coal, high
volatile coal.
c. Batubara tingkat rendah (low rank) meliputi sub bituminous coal lignite.
2.9 Analisis Batubara
Pada prinsipnya dikenal dua jenis pengujian analisis buntuk kualitas batubara yaitu Analisis
Prosikmat (Proximate analysis) dan Analisis Ultimate (Ultimate Analysis/Elemental Analysis)
1. Analysis Proksimat , meliputi analisis
a. Moisture Content
b. Ash Content

c. Volatile Metter
d. Fixed Carbon
e. Total Sulfur
f. Gross Calorific Value
g. Hardgrove Grindability Index
2. Analisis Ultimat , meliputi analisis
a. Carbon Content
b. Hidrogen Content
c. Oxygen Content
d. Nitrogen Content
e. Sulfur Content
3. Analisis Steaming Coal
a. Niai Kalori
b. Ash Content

Anda mungkin juga menyukai