kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi
udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan
nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan
tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai hujan asam.
Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa
partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap
yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut
manusia.
Sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang
ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3
sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan
negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%)
dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong
asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di
batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk
iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus
pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air ,
batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini
dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.
(Geankoplis,2003)
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah
secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic
sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk
mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu
bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari
gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya
adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena
mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar
batu bara. (Smith,1959)
2.1.1 Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
b. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
c. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak
dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
d. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
e. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan. (Wahyudiono,2003)
2.2 Batu bara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar
Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan sisa tumbuhan dan fosil pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang
terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air
dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua
umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan.(Sukandarrumidi,2006)
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta
oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang
diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia
pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga
unsur jarang. Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya
adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan
jumlah air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
2.3 Sumberdaya batu bara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera , sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, JawaTengah , Papua,
dan Sulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan
solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya
Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk
memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak
mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU.
Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO 2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang
efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan grasifikasi (penyubliman) batu
bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara
continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
2.4 Jenis-jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu
bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
a) Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur Karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
c) Sub-bituminus mengandung sedikit Karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara di giling atau di gerus menjadi
bentuk serbuk. Butiran paling halus < 3 mm sedangkan yang paling kasar sampai 50 mm.
h) Ash Fusion Character of coal
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta
oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang
diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia
pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga
unsur jarang.
Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya adalah
analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah
air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and
Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)(Tabel 5.2).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral
matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free
(dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :
dimana :
FC = % karbon padat (adb)
VM = % zat terbang (adb)
M = % air total (adb)
A = % Abu (adb)
S = % sulfur (adb)
Btu = british termal unit = 1,8185*CV adb
2.6 Nilai Kalori Batubara
Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda
tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah
ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang
diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda.
Dari sisi sejarah kalor merupakan asal kata caloric ditemukan oleh ahli kimia perancis yang
bernama Antonnie laurent lavoiser (1743 - 1794). Kalor memiliki satuan Kalori (kal) dan
Kilokalori (Kkal). 1 Kalori sama dengan jumlah panas yang dibutuhkan untuk memanaskan 1
gram air naik 1 derajat celcius.
(http://organisasi.org/pengertian_definisi_kalor_dan_teori_kalor_umum_dasar_kuantitas_jumlah
_panas_pendidikan_ilmu_sains_fisika_via_internet_gratis)
2.7 Metode Standar Analisis Batubara
Metode standar adalah suatu cara analisis dan pengujian baik dari ketelitian, kesederhanaan
peralatan , maupun dari aspek-aspek lainnya. Metode ini kemudian dibakukan untuk digunakan
sebagai pedoman atau standar analisis dan pengujian. Prosedur baku ini disesuaikan dengan
keadaan dan sifat batubara di negara yang bersangutan. Oleh karena cara analisis yang berbeda-
c. Volatile Metter
d. Fixed Carbon
e. Total Sulfur
f. Gross Calorific Value
g. Hardgrove Grindability Index
2. Analisis Ultimat , meliputi analisis
a. Carbon Content
b. Hidrogen Content
c. Oxygen Content
d. Nitrogen Content
e. Sulfur Content
3. Analisis Steaming Coal
a. Niai Kalori
b. Ash Content