Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS SINTESIS ENDAPAN GYPSUM DARI

BATUGAMPING SERTA PENGARUH RASIO ASAM SULFAT


DALAM MENENTUKAN KUALITAS GYPSUM DI SULAWESI
TENGAH
Aulia Sabria Damayani
Universitas Diponegoro
auliasabria_d@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada tiga tempat atau lokasi di Sulawesi Tengah yaitu merupakan daerah
Kabupaten Buol, Donggala, dan Banggai Kepulauan. Selanjutnya Salah satu jenis dari batuan sedimen non
klastik yaitu sedimen evaporit. Sedimen evaporit adalah kelompok batuan terbentuk akibat proses evaporasi salin
water. Proses evaporasi pada saine water akan meningkatkan konsentrasi senyawa kimia didalamnya sehingga
mengalami kristalisasi sebagai endapan evaporit. Batuan evaporit terbentuk mulai awal pecambrium dan
berkembang pesat pada masa Phanerozoic. Endapan evaporit didominasi oleh senyawa halit, anhidrit, dan
Gypsum. Keterdapatan gipsum lebih melimpah daripada anhidrit pada endapan evaporit modern. Pada kali ini
yang akan dibahas merupakan sintesis dari gipsum yang berasal dari batugamping. Mengingat ketiga daerah ini
yaitu kabupaten Buol, Donggala dan Banggai Kepulauan merupakan daerah yang memiliki kandungan kalsiunm
yang relatif tinggi. Kemudian daerah Sulawesi Tengah merupakan daerah dengan ditemukan batugampng dengan
jenis mineral yang paling banyak ditemukan. Dalam pembuatan paper ini bertujuan untuk mengetahui sintesis
terbentuknya gipsum dari batugamping di daerah kabupaten Buol, Donggala dan Binggai Kepulauan Sulawesi
Tengah. Paper ini menggunakan metode kajian pustaka karena letak dari lokasi yang jauh yaitu dengan
sinkronisasi google earth atau peta daerah yang ada, Jurnal ilmiah serta beberapa bacaan yang lainnya. Gipsum
yang ada di daerah ini terbentuk karena proses evaporit dengan kadar salinitas yang tinggi yang diikuti oleh
halit dan anhidrit. Berdasarkan hubungannya dengan rasio asam sulfat dalam batugamping maka akan
berpengaruh pada kualitas gipsum yang di hasilkan. Semakin tinggi rasio asam sulfat semakin tinggi pula
kemurnian gipsum yang di hasilkan sehingga kualitasnya semakin bagus.
Kata kunci : Sedimen, Endapan Evaporit, Gipsum, Sulawesi Tengah

Pendahuluan
Penelitian ini dilakukan di daerah
Kabupaten Buol, Donggala, dan Binggai
kepulauan Sulawesi Tengah. Daerah ini yaitu
kabupaten Buol, Donggala dan Banggai
Kepulauan merupakan daerah yang memiliki
kandungan kalsiunm yang relatif tinggi.
Kemudian daerah Sulawesi Tengah merupakan
daerah dengan ditemukan batugamping dengan
jenis mineral yang paling banyak ditemukan.
Sebagai salah satu batuan Sedimen Non-Klastik
Gypsum ini memiliki bebrapa hal yang sangat
menarik untuk dipelajari. Mulai dari proses
tebentuknya gypsum hingga manfaat dari
gypsum tersebut sangatlah menarik untuk
dipelajari. Selain itu gypsum ini sangat

bermanfaat bagi kehiduman manusia sehari hari


misalnya pupuk tanah, bahan perekat, dan
sebagai campuran semen. Penelitian atau kajian
ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui
sintesis pembentukan gypsum dari batugamping
dengan lingkungan yang ada serta pemanfaatan
dan pengolahannya sehingga dapat berguna atau
dimanfaatkan untuk keprluan atau kebutuhan
manusia.
Tinjauan Pustaka
Batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk dari batuan yang telah ada
sebelumnya dan terombakkan dam mengalami
transportasi dan mengalami pula sedimentasi.
Sedangkan batuan sedimen non klastik

merupakan batuan sedimen yang tidak


mengalami transportasi melainkan proses
pembentukannya melalui proses kimia dan
fisika. Sedimen evaporit adalah batuan sedimen
non klastik yang terbentuk akibat proses
evaporasi oleh salin water. Batuan evaporit
dapat terbentuk pada lingkungan marine atau
non marine. Namun akan maksimal apabila
terbentuk pada daerah non marine karena proses
evapirasi akn berlangsung sacara cepat dan
sempura. Namun batuan evaporit ini juga dapat
terbentuk pada daerah yang dingin seperti
daerah Artik. Endapan yang mendominasi yaitu
Gypsum, Anhidrit, dan Halit. Namun yang
paling melimpah adalah Gypsum.
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
tinjauan pustaka yang berasal dari paper atau
jurnal ilmiah serta melakukan sinkronisasi
terhadap beberapa materi yang sudah di dapat
dan berasal dari peta yang di dapat dari Google
Earth sehingga dapat menginterpretasikan
dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.
Setelah mengetahui dasar pemikirannya, proses
yang terjadi dan mensinkronasikan dengan data
sekunder seperti peta maka dapat diambil hasil
atau kesimpulaqn dari penelitian yang di
lakukan ini. Penelitian ini walaupun dilakukan
hanya dengan kajian pustaka namun referensi
yang digunakan cukup dapat dipertanggung
jawabkan karena berasal dari jurnal ilmiah
maupun e-book.
Geologi Regional
Pulau Sulawesi terbentuk di sepanjang zona
tumbukan Neogen antara Lempeng Benua
Eurasia dan fragmen-fragmen benua mikro
yang berasal dari Lempeng Australia (Hamilton,
1979 dan Hutchitson, 1989), (Gambar 18-2).
Secara umum struktur geologi (sesar dan
pelipatan) di daerah Sulawesi banyak
dipengaruhi oleh Mintakat Geologi BanggaiSula yang merupakan fragmen benua. Fragmen
benua ini asal-mulanya dari tepi Benua
Australia, yang mulai memisahkan diri akibat
adanya pemekaran pada Perm-Trias dan
kemudian terpisah dari bagian utara Irian Jaya
dan bergerak ke arah barat, yang selanjutnya
membentur Sulawesi Timur pada Miosen
Tengah-Akhir, dan menyatu dengan Busur

Magmatik Sulawesi Barat pada Mio-Pliosen.


Dalam perjalanannya fragmen-fragmen benua
tersebut mempunyai kecepatan yang berbedabeda, sehingga benturannya dengan Pulau
Sulawesi waktunya tidak sama, hal ini
diindikasikan oleh umur endapan molasa yang
bervariasi dari Miosen Awal-Pliosen.
Berdasarkan pengamatan geologi pada
data penginderaan jauh dan lapangan, maka
batuan di daerah penelitian dapat dibagi
menjadi 8 satuan, yaitu : satuan batupasir
malih (Kapur Akhir), satuan batuan serpih
(Eosen-Oligosen Awal), satuan batugamping
(Eosen),
satuan
batupasir
gampingan
(Oligosen-Miosen
Tengah),
satuan
batugamping
berlapis
(Oligosen-Miosen
Tengah), satuan klastika gunungapi (Miosen
Akhir), satuan batugamping terumbu (Pliosen
Awal) dan satuan konglomerat (Pliosen)
Deskripsi
Petrologi
Gipsum termasuk mineral dengan sistem
kristal monoklin 2/m, namun kristal gipsnya
masuk ke dalam sistem kristal orthorombik.
Gipsum umumnya berwarna putih, kelabu,
cokelat, kuning, dan transparan. Hal ini
tergantung mineral lain yang bercampur dengan
gipsum. Gipsum umumnya memiliki sifat lunak
dengan skala Mohs 1,5 2. Berat jenis gipsum
antara 2,31 2,35, kelarutan dalam air 1,8
gr/liter pada 0 C yang meningkat menjadi 2,1
gr/liter pada 40 C, tapi menurun lagi ketika
suhu semakin tinggi. Gipsum memiliki
pecahan, antara 66o sampai dengan 114o dan
belahannya adalah jenis choncoidal. Gipsum
memiliki kilap sutra hingga kilap lilin,
tergantung dari jenisnya. Gores gipsum
berwarna
putih,
memiliki
derajat
ketransparanan dari jenis transparan hingga
translucent, serta memiliki sifat menolak
magnet atau disebut diamagnetit.
Pembahasan
Gypsum terbentuk dalam berbagai
kondisi, kemurnian dan ketebalan yang
bervariasi. Gypsum merupakan garam yang
mengendap akibat proses evaporasi air laut

diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas


makin bertambah. Sebagai mineral evaporit,
endapan gipsum berbentuk dari lapisan di
antara batuan sedimen batu gamping.
Selanjutnya pengujian rasio asam sulfat
terhadap batugamping dapat melihat atau
menntukan kualitas serta potensi batugamping
yang dapat dijadikan gypsum pada suatu
daerah. Untuk mendapatkan rasio asam sulfat
terhadap batugamping yang menghasilkan
gipsum dengan rendemen dan derajat
kemurnian tinggi dengan mencampurkan asm
sulfat
pada
batugamping
kemudian
mengeringkannya. Saat batugamping sudah
mengering maka Gipsum yang kering
ditimbang untuk mengetahui beratnya dan
dianalisis derajat kemurniannya. Pada daerah
pertama yaitu di daerah Kabupaten Bangkep
pengujian rasio asam sulfat terhadap
batugamping Derajat kemurnian gipsum yang
dihasilkan relative rendah dibandingkan dengan
rendemen gipsum. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh adanya komponen lain yang
belum terlarut ketika ditambahkan asam sulfat
dan komponen yang turut mengendap dengan
adanya sulfat. Keberadaan magnesium dalam
batu gamping akan bereaksi dengan asam sulfat
membentuk magnesium sulfat yang memiliki
kelarutan yang sangat rendah, sehingga endapan
yang terbentuk melalui penggunaan asam sulfat
tidak hanya kalsium sulfat tetapi juga
magnesium sulfat. Batu gamping jenis dolomite
mengandung magnesium dan kalsium, sehingga
terdapat praduga batu gampin yang ada di
kabupaten Bangkep termasuk batu gamping
jenis dolomite.
Kemudian untuk daerah
Kabupaten Buol
yaitu memiliki derajat
kemurnian gypsum yang rendah. Faktor
penyebab rendahnya derajat kemurnian gipsum

dibandingkan dengan rendemen adalah sama


dengan batu gamping asal Bangkep, juga
diduga batu gamping asal Buol termasuk jenis
batu gamping dolomite. Selanjutnya untuk
daerah kabupaten Buol pengujian rasio asam
sulfat terhadap batugamping. Selanjutnya pada
daerah Donggala
hasil yang diperoleh
menunjukan pola perubahan rendemen gipsum
terhadap rasio asam sulfat terhadap batu
gamping yang sama dengan batu gamping asal
Bokat bagian selatan, yakni rendemen gipsum
meningkat dengan meningkatnya penggunaan
asam sulfat. Pada penggunaan rasio asam sulfat
terhadap batu gamping. Hasil analisis ragam
menunjukkan perlakuan rasio asam sulfat
terhadap batu gamping berpengaruh sangat
nyata terhadap rendemen dan derajat kemurnian
gipsum yang dihasilkan dari semua lokasi.
Kesimpulan
Pada daerah Kalimantan Selatan ini banyak di
dominasi oleh batugamping yang batugamping
ini
merupakan bahan untuk membentuk
gypsum yang sangat banyak manfaatnya bagi
kehidupan manusia. Selain itu untuk
menentukan kualitas atau kemurnian dari
batugamping tersebut adalah dengan pemberian
rasio asam sulfat pada batugamping. Semakin
tinggi rasionya maka akan semakin tinggi pula
kemurnian gypsum yang di hasilkan.
Daftar Pustaka
Gloria Yoanita, Mappiratu,Prismawiryanti.
2016.Study Synthesis Of Gypsum From
Limestone In Central Sulawesi. Palu:
Kimia FMIPA Universitas Tadulako
http:// psdg.bgl.esdm.go.id (diakses pada
Sabtu 9 Mei 2016 pukul 07.45 WIB)

Lampiran

Gambar 3. Lapisan Sedimen Fosfat Guano

Gambar 1. Endapan Fosfat Guano di Madura

Gambar 2. Tahap Penggalian Fosfat

Anda mungkin juga menyukai