Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM DAN KAITANNYA DENGAN

CURAH HUJAN DAN TEMPERATUR YANG TERJADI SERTA


ANALISIS CURAH HUJAN DI MASA YANG AKAN DATANG
Aulia Sabria Damayani1
21100115120007
Auliasabria_d@yahoo.com
1

Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Maka dari itu curah hujan sangat mempengaruhi semua kehidupan di
Indonesia misalnya kehidupan petani yang bergantung pada curah hujan. Dengan perkembangan zaman yang terjadi saaat
ini banyak aktivitas manusia yang menggunakan bahan-bahan kimia yang dampaknya akan menimbulkan adanya polusi
yang tentunya akan mempengaruhi terhadap perubahan iklim yang semakin panas dan akan berpengaruh juga terhadap
curah hujan di bumi. Semakin curah hujan berkurang maka temperatur akan semakin naik dan udara semakin panas. Tidak
hanya berdampak pada manusianya namun juga akan berdampak pada habitat yang ada yaitu pada habitat yang tidak dapat
bertahan pada sushu tinggi maka akan menimbulkan kepunahan secara besar-besaran yang nantinya akan mempengaruhi
ekosistem yang ada. Penelitian ini dilakukan di daerah DKI Jakarta sebagai ibu kota negara yang tentunya akan
memberikan dampak yang berarti karena banyak orang beraktivitas sebagai tempat kota pemerintahan. Maka dari itu
dirasa perlu untuk menganalisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Dalam mengindentifikasi perubahan
iklim yang telah terjadi, dilakukan pendekatan Meehl dengan menganalisis parameter curah hujan dan temperatur
antar dua periode yakni periode baseline (1960-1990) dan periode masakini (1991-2007). Sedangkan untuk
memproyeksikan curah hujan dan temperatur dari tahun 2013 sampai 2035 menggunakan model GCM yang telah di
downscaling menggunakan deltha method. Hasil keluaran proyeksi ini menujukkan kenaikan curah hujan pada
bulan Januari dan penurunan pada bulan Agustus, diikuti kenaikan temperatur permukaan.
Kata kunci : Perubahan Iklim, Perubahan Curah Hujan, Perubahan Temperatur

Pendahuluan
Penelitian ini dilakukan di daerah DKI
Jakarta. Jakarta merupakan daerah dengan penduduk
terpadat. Selain itu juga polusi udaranya tinggi.
Dengan keadaan lingkungan yang buruk maka jakarta
ini merupakan kota yang perlu dikaji perubahan
iklimnya. Daerah ini menjadi ibu kota negara yang
selalu sibuk dengan aktivitas manusianya. Dengan
banyaknya manusia yang beraktivitas disana maka
perubahan iklim yang disertai perubahan curah hujan
dan temperatur akan berpengaruh sekali. Penyebab
utama dari adanya perubahan iklim adalah naiknya
temperatur permukaan rata-rata yang disebabkan
oleh gas rumah kaca seperti karbondioksida,
metana, dan nitrogen-oksida. Konsentrasi gas
rumah kaca ini meningkat tajam seiring dengan
meningkatnya aktifitas pembangunan dan indsutri
global. Kenaikan suhu permukaan bumi yang
dikenal dengan global warming menyebabkan
perubahan pola iklim. Perubahan pola iklim ini
menyebabkan tidak menentunya kondisi iklim,

dampak perubahan iklim adalah perubahan


distribusi curah hujan baik secara spasial maupun
temporal serta memicu peningkatan peluang
kejadian cuaca dan iklim ekstrem (Trenberth et al,
2003).
Banyaknya
dampak
negatif
yang
diakibatkan oleh perubahan iklim sehingga
diperlukan kegiatan mitigasi (dalam bentuk
pengurangan gas rumah kaca) dan adaptasi (dalam
bentuk strategi pembangunan yang dapat
mereduksi dampak negatif perubahan iklim).
Rencana mitigasi dan adaptasi ini banyak
mempertimbangkan
banyak
faktor
karena
implementasinya
akan
mempengaruhi
perkembangan pembangunan ekonomi yang
berdampak langsung kepada masyarakat luas.
Jakarta merupakan salah satu kota terpadat di dunia
dan merupakan ibukota Indonesia dan pusat
perekonomian di Indonesia. Dibutuhkan suatu
kajian akademik yang lebih mendasar karena
penyusunan strategi adaptasi terhadap perubahan
iklim haruslah berlandaskan kepada kajian
kerentanan dan risiko secara lebih seksama. Di
pihak lain, kajian kerentanan dan risiko harus

didasarkan kepada hasil kajian mengenai pola dan


besaran perubahan iklim pada lokasi yang spesifik,
baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang. Dengan adanya penelitian ini bertujuan agar
dapat memprediksi curah hujan di masa yang akan
datang sehingga akan dapat dilakukan cara-cara
pencegahan terhadap hal yang mungkin terjadi
sehingga dapat mengurahi adanya kerugian atau
bencana yang datang.

(tujuh) meter di atas permukaan laut. Namun,


sekitar 40 persen wilayah Jakarta berupa dataran
yang permukaan tanahnya berada 1 - 1,5 meter di
bawah muka laut pasang. Seluruh wilayah
Jakarta merupakan dataran alluvial, yang materi
tanahnya
merupakan
endapan
hasil
pengangkutan aliran permukaan dan air sungai
yang mengalir pada wilayah tersebut. Di samping
itu, wilayah Jakarta terdiri dari endapan
pleistocene yang terdapat pada kurang lebih 50
Tinjauan Pustaka
meter di bawah permukaan tanah di mana bagian
Perubahan iklim adalah perubahan jangka selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedangkan
panjang dalam distribusi pola cuaca secara dataran rendah pantai merentang ke bagian
statistik sepanjang periode waktu mulai pedalaman sekitar 10 kilometer. Di bawahnya
dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang
juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata tidak tampak pada permukaan tanah karena
atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata- tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium.
rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem Provinsi DKI Jakarta juga memiliki wilayah
yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan pesisir yang cukup luas, yaitu sekitar 155,01
iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat km2. Wilayah ini membentang dari timur sampai
terjadi di seluruh wilayah Bumi. Dalam barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan
penggunaannya saat ini, khususnya pada menjorok ke darat antara 4 sampai dengan 10
kebijakan lingkungan, perubahan iklim merujuk km. Wilayah pesisir Jakarta merupakan pantai
pada perubahan iklim modern. Perubahan ini beriklim panas dengan rata-rata suhu 28,50C dan
dapat dikelompokkan sebagai perubahan iklim rata-rata kelembaban 72 persen. Provinsi DKI
antropogenik atau lebih umumnya dikenal Jakarta memiliki pulau-pulau kecil yang terletak
sebagai pemanasan global atau pemanasan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
global antropogenik. Beberapa faktor yang Pulau-pulau di wilayah ini memiliki luas
memperangaruhi perubahan iklim yaitu aktivitas beragam, sebanyak 45 persen berukuran kurang
manusia, pemanasan global, El nino dan La nina, dari 5 hektar, sebanyak 25 persen memiliki luas
dan karena mulai menipisnya ozon ynag antara 5-10 hektar, dan hanya 30 persen yang
membuat panas di bumi semakin terik. Selain luasnya lebih dari 10 hektar. Pulau-pulau
nitu juga terdapat aktivitas manusia seperti efek memanjang dari utara ke selatan dengan ciri-ciri
rumah kaca dan tidak terjaganya kelestarian berpasir putih dan bergosong karang, iklim
hutan. Banyaknya dampak negatif yang tropika panas dan kelembaban berkisar antara
diakibatkan oleh perubahan iklim sehingga 75-99 persen. Dari pulau-pulau kecil tersebut,
diperlukan kegiatan mitigasi (dalam bentuk pulau yang dihuni oleh penduduk hanya
pengurangan gas rumah kaca) dan adaptasi berjumlah 11 pulau. Berdasarkan letaknya Kota
(dalam bentuk strategi pembangunan yang Jakarta termasuk dalam kota delta (delta city)
dapat mereduksi dampak negatif perubahan yaitu kota yang berada pada muara sungai. Kota
iklim). Rencana mitigasi dan adaptasi ini delta umumnya berada di bawah permukaan laut,
banyak mempertimbangkan banyak faktor dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Kota
karena implementasinya akan mempengaruhi delta Jakarta dialiri oleh 13 aliran sungai dan
perkembangan pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh air pasang surut. Tiga belas
berdampak langsung kepada masyarakat luas. sungai dan dua kanal yang melewati Jakarta
sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan
bermuara di Teluk Jakarta. Tiga belas sungai
Geologi Regional
tersebut yaitu: Kali Mookervart, Kali Angke,
Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan
Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut,
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7

Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Cipinang,


Kali Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali
Jati Kramat, dan Kali Cakung. Sedangkan 2
(dua) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir
Barat dan Kanal Banjir Timur
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
tinjauan pustaka yang berasal dari paper atau jurnal
ilmiah serta melakukan sinkronisasi terhadap
beberapa materi yang sudah di dapat dan berasal dari
peta yang di dapat dari Google Earth sehingga dapat
menginterpretasikan
dengan
keadaan
yang
sebenarnya di lapangan. Setelah mengetahui dasar
pemikirannya,
proses
yang
terjadi
dan
mensinkronasikan dengan data sekunder seperti peta
maka dapat diambil hasil atau kesimpulaqn dari
penelitian yang di lakukan ini. Penelitian ini
walaupun dilakukan hanya dengan kajian pustaka
namun referensi yang digunakan cukup dapat
dipertanggung jawabkan karena berasal dari jurnal
ilmiah maupun e-book.
Deskripsi

Untuk menganalisis perubahan iklim dari


data historis serta memproyeksikan curah
hujan dan temperatur di DKI Jakarta, maka
diperlukan data-data historis klimatologi
(data curah hujan dan temperatur). Untuk
selengkapnya, data yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah data curah hujan
wilayah di DKI Jakarta dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG), Data temperatur, sebagai input
dalam metode proyeksi dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG), Data GCHN (Global Historical
Climatogical
Sedangkan untuk metode dibagi dalam tiga
tahap yakni:
Analisis Kondisi Iklim Saat Ini yaitu Analisis
kondisi iklim saat ini di fokuskan kepada
kemungkinan adanya cuaca ekstrem dan
peningkatan curah hujan di DKI Jakarta yang
menyebabkan bencana banjir pada Februari
2007. Dalam analisis ini data hitoris
digunakan
analisis
CDF
(Cumulative
Distribution Functions) untuk mengetahui
peluang terjadinya curah hujan ekstrem tahun
2007 dan pengklasifikasian kondisi tahun

basah (15% teratas) yang didefinisikan oleh


kurva CDF.
Analisis Kondisi Iklim Berdasarkan Data
Historis yaitu Analisis yang digunakan adalah
metode statistik untuk mencari rata-rata yang
dapat digolongkan dalam metode Exploratory
Data Analysis (EDA). Hasil dari analisis EDA
ini dipakai dalam pendekatan Meehl (2000),
yakni dengan membandingkan parameter
statistik dasar (rerata dan variansi) untuk
melihat apakah ada perubahan yang signifikan
dari periode baseline dengan periode masakini.
Periode baseline yang digunakan adalah dari
tahun 1960-1990 sedangkan periode masakini
adalah dari tahun 1991-2007.
Proyeksi Curah Hujan dan Temperatur yaitu
Penggunaan data keluaran GCM untuk
proyeksi iklim memerlukan suatu langkah
pengolahan yang dikenal sebagai metode
downscaling.
Setelah
didapatkan
kombinasi keluaran model yang terbaik
maka dihitung selisih antara nilai proyeksi
dengan rata-rata baseline perdata pada bulan
yang sama. Nilai proyeksi curah hujan dan
temperatur diperoleh dari menambahkan
selisih tiap-tiap model dengan rata- rata
baseline pengamatan. Selanjutnya dilakukan
validasi hasil proyeksi curah hujan dan
temperatur dengan data observasi periode
2001-2007. Hal ini dilakukan untuk
memvalidasi hasil keluaran downscaling GCM
apakah dapat meperlihatkan pola curah hujan
dan temperatur di wilayah Jakarta serta dapat
digunakan untuk proyeksi sampai tahun 2035
Pembahasan
Dari data curah hujan di Jakarta maka dapat
di ketahui bahwa iklim di daerah tersebut
telah berubah. Dilakukan analisis lebih
lanjut terhadap pola curah hujan bulanan
bulan Februari periode 1960-2007. Dari
data ini dapat dilihat dan dianalisis terjadi
bahaya peningkatan curah hujan pada bulan
Februari yang semakin tinggi yang
ditunjukkan dengan peningkatan kodisi
basah dari periode baseline ke periode
masa kini. Dari analisis yang di dapat, dapat
terlihat jelas adanya perubahan pola curah
hujan pada bulan basah dan bulan kering.

Jika dibandingkan dengan baseline, curah


hujan di bulan Januari, Desember (musim
penghujan) serta di bulan Agustus,
September (musim kering) cenderung
berkurang. Sedangkan di bulan-bulan
Oktober, November (musim transisi) dan
bulan Februari
(musim penghujan)
cenderung naik. Perlu diperhatikan juga
adanya kenaikan variansi yang cukup besar
untuk curah hujan di bulan-bulan Februari,
Oktober dan November. periode masakini
(1991-2007), proyeksi curah hujan untuk
tahun 2013 sampai 2020 dan rata-rata
proyeksi tahun 2020-2025, proyeksi tahun
2025-2030, dan proyeksi tahun 2030-2035.
Terjadi penurunan curah hujan bulanan
dari periode baseline (1960-1990) ke
periode masakini (1991-2007). Curah
hujan bulanan periode baseline sebesar 435
mm turun menjadi 354 mm di periode
masakini. Kemudian naik kembali pada
proyeksi curah hujan bulanan tahun 2013
menjadi 496 mm. Dengan besar curah
hujan ini, maka tahun 2013 termasuk tahun
basah sehingga memungkinkan terjadinya

bencana banjir pada tahun 2013.


Berdasarkan hasil proyeksi maka terdapat
tahun-tahun yang kemungkinan terjadi
bencana banjir yaitu pada tahun 2013 dan
2018. Dapat dilihat pada gambar 3.8 untuk
analisis time slice, terjadi kenaikan pada
pola trend lima tahunan dari trend tahun
2020-2025 ke tahun 2025-2030 dan
mencapai puncaknya pada tahun 20302035. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa memang sudah terjadi ketidak
stabilan iklim. Pada bulan kering akan
terjadi kemarau secara berkepanjangan
namun pada bulan basah akan terjadi curah
hujan yang tinggi.
Hal ini merupakan
indikasi sudah terjadinya ketimpangan pada
iklim yanga ada. Dengan ketidakstabilan
iklim maka akan dapat menimbulkan banyak
bencana. Dari fluktuasi cuaca yaitu pada
bulan basah akan semakin basah dan pada
bulan kering akan semakin kering, maka
dapat diproyeksikan untuk iklim mdimasa
yang akan atau pada tahun 20101 sampai
2035 akan terjadi sebuah trend curah hujan.
Maka untuk tahun 2035 diperkirakan
Lampiran

Kesimpulan
Kesimpulan tidak boleh mengulang kalimat yang
sudah dijelaskan, melainkan merupakan ringkasan
dari kalimat-kalimat penting yang ada sehingga bisa
menjelaskan tingkat signifikansinya.
Referensi
Y. Yorozu, M. Hirano, K. Oka, and Y. Tagawa,
Electron spectroscopy studies on magneto-optical
media and plastic substrate interface, IEEE Transl.
J. Magn. Japan, vol. 2, pp. 740741, August 1987
[Digests 9th Annual Conf. Magnetics Japan, p. 301,
1982
H.W. Kroto, J.E. Fischer, D.E. Cox, The Fullerenes,
Pergamon, Oxford, 1993.
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/kegiatanpvmbg/download center/search_result
JIKA TERDAPAT REFERENSI BUKU
DIDAHULUKAN URUTANNYA SEBELUM
BLOG ATAU WEBSITE.

Gambar 1. Pantai Legian, Kuta, Bali

Table 1.
Sample designation
PA6/PP
PA6/PP/D-MMT
PA6/PP/S/D-MMT
PA6/PP/S/S-MMT

Tensile properties of PA6/PP nanocomposites


Tensile
modulus
(GPa)
1.76 0.02
2.01 0.03
1.86 0.03
2.02 0.04

Tensile
strength
(MPa)
39.96 0.43
38.67 0.46
41.48 0.44
46.33 0.61

Elongation
at break
(%)
12.21 0.75
2.72 0.14
3.42 0.16
3.27 0.12

Isi paper minimum 2 halaman


(tidak
termasuk
lampiran),
maksimum 5 halaman tanpa
lampiran.
(tidak
termasuk
lampiran)

Anda mungkin juga menyukai