a. Kristalisasi
b. Gravitasi
c. Pemisahan cairan
d. Assimilasi
Seperti pada gambar diatas Larutan hidrothermal tersebut naik ke atas permukaan
melalui zona struktur seperti patahan, sesar, rekahan maupun kontak litologi,
yang kemudian bercampur dengan air meteorik sehingga mengalami proses
pendinginan yang akan membentuk urat-urat (vein) yang bentuknya tergantung
dari rongga yang dihasilkan oleh struktur. Selama terjadi proses ini batuan yang
diterobos akan mengalami ubahan (alterasi) yang diikuti oleh perubahan sifat
fisik dan komposisi kimia. Perubahan meliputi: perubahan warna, porositas dan
tekstur. Zona alterasi sendiri terdiri dari :
Zona silisifikasi
Zona argilik
Zona potasik
Zona propilit
Zona terluar dari sistem hidrothermal, warnanya hijau dan cukup keras,
dengan mineral pengikutnya klorit, epidot, kalsit, pirit, sedangkan mineral
bijih yang sering terkandung adalah galena, sphalerit sinabar.
Hipothermal
Mesothermal
Epithermal
Batuan vulkanik
Batuan sedimen
Pendinginan
Interaksi air dengan batuan samping
Pencampuran fluida
Pendidihan fluida
a. Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral
emas dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.
Tujuan liberasi bijih ini antara lain agar :
Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada ukuran bijih yang
akan diolah, dengan menggunakan :
Refractory ore processing, bijih dipanaskan pada suhu 100 – 110 0C, biasanya
sekitar 10 jam sesuai dengan moisture. Proses ini sekaligus mereduksi sulfur pada
batuan oksidis.
Crushing merupakan suatu proses peremukan ore ( bijih ) dari hasil penambangan
melalui perlakuan mekanis, dari ukuran batuan tambang <40 cm menjadi 1%)
Milling merupakan proses penggerusan lanjutan dari crushing,hingga mencapai
ukuran slurry dari hasil milling yang diharapkan yaitu minimal 80% adalah -
200#, misalnya dengan menggunakan Hammer Mill, Ball Mill, Rod Mill, Disc
Mill , dll.
1. Smelting Furnace,
2. Slag cleaning Furnace,
3. Converting Furnace, lalu masuk ke pembentuk anoda Cu (disebut anoda
furnace) lalu dicetak bentuknya batangan anoda Cu. Proses pertama :
Setelah converting Furnace, Sulfur sudah low (0.8%) disebut gold blister
(bukan lagi matte). lalu dilanjut ke Furnace untuk cetak anoda Cu blister
(sebab perlu elektrowining untuk tahap selanjutnya), dibeberapa proses ada
tambahan proses pemurnian untuk dioksidasikan S sampai “light”. Setelah
dicetak jadi anoda, Cu anoda akan benar-benar dimurnikan (pengotor S, Au,
Ag, Pt, Co, Ni) masih ada dan harus dielektrowining.
Sianidasi Emas (juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-
Forrest) adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar
rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam
air. Ini adalah proses yang paling umum digunakan untuk ekstraksi emas.
Pada tahun 1783 Carl Wilhelm Scheele menemukan bahwa emas dilarutkan
dalam larutan mengandung air dari sianida. Ia sebelumnya menemukan
garam sianida. Melalui karya Bagration (1844), Elsner (1846), dan Faraday
(1847), dipastikan bahwa setiap atom emas membutuhkan dua sianida, yaitu
stoikiometri senyawa larut. Sianida tidak diterapkan untuk ekstraksi bijih
Cara Kerja
1. Metode Cepat
Secara Hidrometallurgy yaitu dengan dilarutkan dalam larutan
HNO3 kemudian tambahkan garam dapur untuk mengendapkan
perak sedangkan emasnya tidak larut dalam larutan HNO3
selanjutnya saring aja dan dibakar.
2. Metode Lambat
Secara Hidrometallurgy plus Electrometallurgy yaitu dengan
menggunakan larutan H2SO4 dan masukkan plat Tembaga dalam
larutan kemudian masukkan Bullion ke dalam larutan tersebut,
maka akan terjadi proses Hidrolisis dimana Perak akan larut dan
menempel pada plat Tembaga (menempel tidak begitu
keras/mudah lepas) sedangkan emasnya tidak larut (tertinggal di
dasar), lalu tinggal bakar aja masing – masing, jadi deh logam
murni.
e. Proses Perendaman
Formula Kimia
1. NaCn = 40 kg
2. H2O2 = 5 liter
3. Kostik Soda/ Soda Api = 5 kg
4. Ag NO3 =100 gram
5. Epox Cl = 1 liter
6. Lead Acetate = 0.25 liter (cair)/ 1 ons (serbuk)
7. Zinc dass/ zinc koil = 15 kg
8. H2O (air) = 20.000 liter
1. Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton
dimasukkan ke dalam bak.
2. Larutan kimia dari Bak I disedot dengan pompa dan
ditumpahkan/dimasukkan ke Bak II untuk merendam lumpur ore
selama 48 jam.
3. Setelah itu, air/ larutan diturunkan seluruhnya ke Bak I dan diamkan
selama 24 jam, dijaga pada PH 11-12. Apabila PH kurang untuk
menaikkannya ditambah costic soda secukupnya.
4. Dipompa lagi ke Bak II, diamkan selama 2 jam lalu disirkulasi ke Bak I
dengan melalui Bak Penyadapan/ Penangkapan yang diisi dengan Zinc
dass/ zinc koil untuk mengikat/ menangkap logam Au dan Ag (emas
dan perak) dari larutan air kaya
5. Lakukan sirkulasi larutan/ air kaya sampai Zinc dass/ zinc koil hancur
seperti pasir selama 5 – 10 hari
6. Zinc dass/ zinc koil yang sudah hancur kemudian diangkat dan
dimasukkan ke dalam wadah untuk diperas dengan kain famatex
7. Untuk membersihkan hasil filtrasi dari zinc dass atau kotoran lain
gunakan 200 ml H2SO4 dan 3 liter air panas
8. Setelah itu bakar filtrasi untuk mendapatkan bullion
f. Teknologi Amalgamasi
Mekanisme Amalgamasi
Air aksa atau merkuri (Hg), pad temperature (suhu) kamar, adalah zat
cair. Bila terjadi kontak antara merkuri (zat cair) deengan logam (zat
padat), maka ai raks membasahi dan menenbus logam untuk
membentuk larutan padat merkuri-logam yang disebut amalgam. Proses
yang terjadi disebut amalgamasi. Logam-logam yang dapat membentuk
amalgam adalah emas, perak, tembaga, timah, cadmium, seng, alkali
dan alkali tanah.
Ukuran Butiran
Gangguan Amalgamasi
Butiran emas yang berasal dari bijih emas primer yang tidak teroksidasi
biasanya bersih dan mengkilap. Kondisi ini baik untuk amlgamsi.
Namun, butiran emas yang berasal dari bijih yang teroksidasi biasanya
kusam dan sering dilapisi oleh oksida besi. Emas kusam mengurangi
Penggerusan
Alat untuk penggerusn dikenal dengan nama ball mill dan rod mill. Alat
ini seharusnya memakailiner, pelapisan barel di bagaian dalam yang
bergelombang. Permukaan bergelombang ydimaksudkan untuk
membantu mengangkat media penggerus sewaktu barel berputar dan
untuk mencegah selip diantara media penggerus. Lineer biasanya
terbuat dari paduan baj, dan sewaktu- waktu dapat dilepas untuk diganti
apabila telah aus. Media penggerus bias berbentuk bola atu batangan.
Diameter bola atu batnag penggerus berkisar antara 1-6 inci.
Bergantung pada ukuran barel atau gelundung, yang bervariasi antara
18 inci x 24 inci sampai sebesar 4 kakix 6 kaki (dikaitkan dengan
ukuran gelundung yang biasa digunakan dalam tahap amalgasi).
Perolehan Emas
B. GENESA NIKEL
DAN CARA PENGOLAHANNYA
1. Genesa Nikel
a. Genesa Pembentukan Bijih Nickel
Nickel ore adalah bijih nikel, yaitu mineral atau agregat mineral yang
mengandung nikel. Ferronickel adalah produk metalurgi berupa alloy (logam
paduan) antara besi (ferrum) dan nikel.
Baja menggunakan produk alloy ini Nickel bisa berasal dari Laterite (Ni Oxides)
hasil proses pelapukan batuan Ultramafik dan Sulfida (Ni Sulphides) hasil dari
proses magmatisme. Sumber batuan Ultramafik bisa dari Dunite, Peridotite,
Lherzolite,Serpentinite, dll.
Orebody dengan Ni grade yang tinggi umumnya didapat dari proses pelapukan
batuan (bedrock) yang kaya Olivine karena memang kandungan Ni di Olivine
lebih tinggi dibanding mineral mafik yang lain. Kandungan Ni di bedrock sebenar
nya kecil sekali (<0.7%), kandungan dibedrock didominasi oleh silica (>40%)
dan magnesia (>30%), proses pengkayaaan Ni terjadi karena adanya proses
Leaching dimana elemen-elemen yang mudah larut dan punya mobilitas tinggi
terutama SiO2 dan MgO dilarutkan oleh air sehingga %Ni yg tinggal di profile
jadi tinggi (>2%).
Proses leaching yg efektif biasanya terjadi pada Daerah tropis dimana curah hujan
tinggi dan banyak vegetasi yang membentuk lingkungan asam. Morfologi yg
"gentle" termasuk plateua karena sirkulasi air bagus untuk
"mencuci/mengeluarkan" Silica dan magnesia, jika terlalu terjal hasil pelapukan
akan tererosi sehingga profile yang akan dihasilkan tipis. Kalo terlalu landai
seperti di lembah/dataran rendah sirkulasi air kurang bagus. Struktur geologi yang
intensif karena penetrasi air ke bedrock akan lebih efektif.
2. Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan
4. Struktur.
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah
struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti
diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil
sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-
rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses
pelapukan akan lebih intensif.
5. Topografi.
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta
reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak
perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan.
6. Waktu.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif
karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
3. Karakteristik Nikel
1. Nama Nikel
2. Lambing Ni
3. Nomor atom 28
5. Golongan VIII B
6. Periode 4
7. Blok d
Adapun mineral-mineral utama pada logam bijih nikel yaitu antara lain :
a. Millerit, NiS
b. Smaltit (Fe,Co,Ni)As
c. Nikolit (Ni)As
d. Pentlandite (Ni, Cu, Fe)S
e. Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O
Profil nikel laterit secara keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit.
Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa
organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat
gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan.
Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua,
merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai
kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat
mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer
Limonite layer Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya
akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan
bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau
hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa
telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum
tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit
soil menyelimuti seluruh area.
Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi.
Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous,
quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork
Silika boxwork putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan
sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,
sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang
terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di
dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona
boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida
besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang
masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-
bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai
magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit.
Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa
batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite,
nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika
boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock.
Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral
primer yang terlapukkan, chlorite.
5. Bedrock
Bedrock adalah bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah
yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara
umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah
mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan
asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu
harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-
10%, garnierit minor dan silika > 35%.
Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas
serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh
mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral
sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada
oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya
pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel
dari mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui
yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol
dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih
saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit
sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu
HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya
HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni.
Tingkat kebasaan ini menentukan brick/ refractory/bata tahan api yang harus
digunakan di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi maka refractory yang
digunakan juga sebaiknya mempunyai sifat basa agar slag (terak) tidak bereaksi
dengan refractory yang akan menghabiskan lapisan refractory tersebut. Basisitas
juga menentukan viscositas slag, semakin tinggi basisitas maka slag semakin
encer dan mudah untuk dikeluarkan dari furnace. Namun basisitas yang
terlalu tinggi juga tidak terlalu bagus karena difusi Oksigen akan semakin besar
sehingga kehilangan Logam karena oksidasi terhadap logam juga semakin besar.
C. GENESA BATUBARA
DAN CARA PENGOLAHANYA
1. Genesa Batubara
Pengertian umum batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk
dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara
yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 jtl) di berbagai belahan bumi
lain.
merupakan perubahan yang mendasar dari sifat fisik & kimiawi dari bahan
gambut menjadi batubara.Perubahan ini ditandai dengan semakin
menurunnya kandungan air, Hidrogen, Oksigaen, CO2 dan bahan2 lain yg
mudah terbakar (Volatile Matter) pada tahap ini bakteri tidak lagi berperan
akan tetapi yang berperan adalah aktifitas aktifitas yang terjadi dibumi
seperti perubahan tekanan, suhu, struktur, intrusi dan yang lain-nya.