Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Batubara


Batubara adalah suatu endapan yang tersusun dari bahan organik dan
non-organik. Bahan organik berasal dari sisa tumbuhan yang telah
mengalami berbagai tingkat pembusukan (decomposition) dan perubahan
sifat-sifat fisik serta kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup endapan
lain di atasnya (Stach et al.,1982).

3.2 Pembentukan Batubara


Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang terakumulasi pada
suatu lingkungan yang mengalami proses pembentukan batubara. Tahap
pembentukan batubara terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia atau
penggambutan, dan tahap geokimia yaitu tahap pembatubaraan (Francis,
1961 dalam Speight, 2015). Tahap pembentukan yang pertama yakni tahap
tahap penggambutan (peatification), dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi dan tersimpan dalam kondisi reduksi (gambut) di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada
kedalaman 0,5 10 m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H,
N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 (Speight,
2015) untuk menjadi humus (gambar 3.1). Selanjutnya oleh bakteri
anaerobik diubah menjadi gambut (Stach et al, 1982, dalam Nurjihan,
2011).
Tahap selanjutnya yaitu tahap pambatubaraan (coalification) yang
merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach dkk,
1982; Susilawati, 1992, dalam Nurjihan, 2011). Pada tahap ini persentase
karbon akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen dan oksigen akan
berkurang. Dari tahap ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai
tingkat kematangan material organiknya, yakni:
Lignit
Sub bituminus
Bituminus
Antrasit.
Meningkatnya proses pembatubaraan ini juga akan menambah
tingkat (rank) dari suatu batubara (Speight, 2015).
Proses pembentukan batubara berdasarkan tempat dibedakan
menjadi dua jenis (Dr. Andi Aladin, MT , hal.5) yaitu:
a. Teori Insitu
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan komponen lapisan
batubara terbentuk di tempat dimana tumbuhan-tumbuhan asal itu
berada. Jadi setelah tumbuhan tersebut mati belum mengalami proses
transportasi (perpindahan tempat) segera tertutup oleh lapisan sedimen
kemudian mengalami proses coalification. Jenis batubara yang
terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran lusa dan relatif
merata, kualitasnya relatif lebih baik sebab kadar abunya lebih rendah
dan bahan pengotornya lebih sedikit. Di Indonesia, jenis batubara yang
terbentuk berdasarkan teori in situ dapat ditemukan antara lain di
lapangan batubara Muara Enim, Sumatra Selatan.
b. Teori Drift
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan komponen penyusun
lapisan batubara terbentuk di tempat yang berbeda dengan tempat
tumbuhan-tumbuhan asal itu berada. Tumbuhan-tumbuhan yang telah
mati diangkut oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat, lalu
tertutup oleh lapisan sedimen dan kemudian mengalami coalification.
Jenis batubara ini memiliki penyebaran sempit dengan kualitas kurang
baik sebab banyak mengandung bahan pengotor yang terangkut
bersama selama proses perpindahan dari tempat asal tumbuhan ke
tempat sedimentasi. Jenis batubara yang terbentuk berdasarkan teori
drift dapat dijumpai di Indonesia, antara lain di lapangan batubara delta
Mahakam Purba, Kalimantan Timur.
3.3 Faktor yang Berpengaruh pada Pembentukkan Batubara
Beberapa faktor yang dapat berpengaruh dalam proses pembentukkan
batubara, antara lain yaitu posisi geoteknik, morfologi, iklim, penurunan,
umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi, struktur dengan
cekungan batubara dan metamorfisme organik. (Hutton and Jones,1995).
Jenis batubara di suatu lokasi dan zaman cukup bervariasi antara batubara
ditempat satu dengan batubara ditempat lainnya. Batubara terbentuk terdiri
atas tingkatan-tingkatan, mulai dari batubara yang paling sederhana
(batubara muda) yang disebut dengan peat atau gambut hingga batubara
yang paling tinggi (batubara matang) yang disebut dengan antrasit.
Penjelasan rinci sebagai berikut:
a) Posisi Geotektonik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-
gaya tektonik lempeng. Proses tektonik yang terjadi akan berpengaruh
pada penyebaran batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan
sedimentasi batubara yang terbentuk atau terakumulasi dengan posisi
kegiatan tektonik, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan
semakin baik.
b) Keadaan topografi daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik merupakan daerah
yang relatif mempunyai ketersediaan air. Tempat tersebut mempuyai
topografi yang relatife lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang
ada disekelilingnya. Makin luas daerah dengan topografi rendah, maka
makin banyak pula tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak
pula bahan pembentuk batubara.
c) Iklim daerah
Iklim sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.
Didaerah yang berilklim tropis, hampir semua tanaman dapat hidup
yang dikarenakan tingkat curah hujan dan ketersediaan matahari
sepanjang waktu yang memungkin tanaman tumbuh dengan cukup
baik. Oleh karena itu, didaerah yang beriklin tropis pada masa lampau
sangatlah memungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah
banyak.
d) Proses penurunan cekungan sedimen
Cekungan sedimentasi yang ada di alam relative dinamis,
artinya dasar cekungan akan mengalami proses penurunan atau
pengangkatan. Makin sering dasar cekungan sedimentasi mengalami
proses penurunan, maka batubara yang terbentuk akan semakin tebal.
e) Umur geologi
Zaman Karbon ( 350 juta tahun yang lalu), merupakan awal
munculnya tumbuh-tumbuhan di dunia. Sejalan dengan proses
tektonik yang terjadi, daerah tempat tumbuhnya tanaman telah
mengalami proses coalification cukup lama, sehingga menghasilkan
mutu batubara yang sangat baik. Jenis batubara dengan jenis ini
banyak dijumpai di belahan bumi bagian Utara. Contohnya: Amerika
Utara dan Eropa (pada kedalam 3 mil yang membentang dari
Scotlandia sampai Selesia (Polandia)).
Batubara di Indonesia, didapatkan di cekungan sedimentasi yang
berumur Tersier ( 70 juta tahun yang lalu). Dalam kurung waktu
tersebut, proses coalification belum terjadi secara sempurna. Hal ini
mengakibatkan kualitas batubara di Indonesia belum berkualitas baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tua lapisan batuan
sedimen yang mengandung batubara, maka semakin tinggi rank
(peringkat) dari baubara tersebut.
f) Jenis tumbuh-tumbuhan
Batubara yang terbentuk dari tumbuhan keras dan berumur tua
akan lebih baik debandingkan dengan batubara yang terbentuk dari
taanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim. Makin
tinggi tingkataan tumbuhan dan makin tua umur tumbuhan tersebut,
apabila menalami proses coalification, akan menghasilkan batubara
dengan kualitas baik.
g) Proses dekomposisi
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan bagian dari
transformasi biokimia pada bahan organik. Selama porses
pembentukkan batubara, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan
baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses
degredasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) kan
terjadi sebagai akibat kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri
anaerobic. Bakteri ini bekerja dalam keadaan tanpa oksigen,
menghancurkan bagaian yang lunak dari tumbuhan seperti cellulose,
protolasma, dan karbohidrat. Proses ini membuat kayu berubah
menjadi lignit, bitumina. Selama poses biokimia berlangsung, dalam
keadaan kurang oksigen mengakibatkan keluarnya air (H2O) dan
sebagian unsure karbon (C) yang akan hilang dalam bentuk karbon
dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metana (CH4). Akibat
lepasnya unsur atau senyawa ini maka jumlah unsure koarbon (C)
akan relatife bertambah.
h) Struktur geologi cekungan sedimen
Makin banyak perlipatan dan pensesaran yang terjadi di lapisan
sedimen yang mengandung batubara, secara teoritis akan
meningkatkan kualitas dari batubara tersebut.
i) Metamorfosa organic
Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh factor
tekanan dan waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen
penutup yang tebal atau karena adanya tektonik. Makin lama selang
waktu dari mulai bergradasi sampai terbentuk batubara, maka makin
baik mutu dari batubara yang diperoleh. Factor tersebut dapat
mempercepat proses metamorfosa organik. (Prof. Ir. Sukandarrumidi,
M.Sc Ph.D,2006).
3.4 Geometri Lapisan Batubara
Lapisan batubara umumnya dicirikan mempunyai koefisien variasi
rendah dengan geometri dan distribusi kadar sederhana, unsur-unsur
utamanya mudah dievaluasi, sedangkan unsur-unsur minor sulit dievaluasi.
Secara umum geometri lapisan batubara memang lebih sederhana bila
dibandingkan dengan endapan mineral yang lain (Spero Carras, 1984 dalam
B. Kuncoro 2000). Meskipun demikian, kenyataan di lapangan, selain
ditemukan lapisan yang melampar luas dengan ketebalan menerus dan
dalam urutan yang teratur, juga dijumpai lapisan batubara yang tersebar
tidak teratur, tidak menerus, menebal, menipis, terpisah dan melengkung
dengan geometri yang bervariasi. Maka geometri menjadi perlu dipelajari
dan dipahami secara baik karena merupakan salah satu aspek penting di
dalam usaha mengembangkan industri pertambangan batubara. Adapun
parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan kondisi
penambangannya. Pembagian parameter geometri lapisan batubara (Jeremic,
1985 dalam B. Kuncoro 2000) didasarkan pada hubungannya dengan
terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya meliputi :

a) Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung
berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi,
sistem penambangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu
diketahui faktor pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan
ketebalan, penipisan, pembajian, splitting dan kapan terjadinya.
Apakah terjadi selama proses pengendapan, antara lain akibat
perubahan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan morfologi dasar
cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses karst atau terjadi setelah
pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan.
Pengertian tebal lapisan batubara tersebut adalah termasuk parting
(gross coal thickness), tebal lapisan batubara tidak temasuk parting
(net coal thickness), dan tebal lapisan batubara yang akan ditambang
(mineable thickness).
b) Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap
perhitungan cadangan ekonomis, dan sistem penambangan. Besarnya
kemiringan harus berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi
tinggi. Dianjurkan pengukuran kedudukan lapisan batubara
menggunakan kompas dengan metode dip direction sekaligus harus
mempertimbangkan kedudukan lapisan batuan yang mengapitnya
(interburden).
c) Pola sebaran lapisan batubara
Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan
batas perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh
karena itu, faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah
dikendalikan oleh struktur lipatan (antiklin, sinklin, menunjam),
homoklin, struktur sesar dengan pola tertentu atau dengan pensesaran
yang kuat.
d) Kemenerusan lapisan batubara
Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu
diketahui, yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses
pengendapan, split, sesar, intrusi atau erosi. Misal pada split,
kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk membaji
dari lapisan sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya dapat
karena proses sedimentasi (autosedimentational splitt) atau tektonik
yang ditujukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang
mencolok akibat sesar ( Werbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh
karena itu, pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu
pada :
1. Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara
dan penentuan perhitungan cadangan.
2. Kegiatan penambangan hadirnya split dengan kemiringan sekitar
450 yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakkan
batuan, maka akan menimbulkan masalah dalam kegatan tambang
terbuka, kestabilan lereng, dan kestabilan atap pada operasi
penambangan bawah tanah.
j) Keteraturan lapisan batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan
lapisan batubara (jurus dan kemiringan) artinya apakah pola lapisan
batubara dipermukaan menunjukkan pola teratur (lurus,
melengkung/meliuk pada elevasi yang hampir sama) atau membentuk
pola yang tidak teratur.
k) Bentuk lapisan batubara
Merupakan perbandingan antara tebal lapisan batubara dan
kemenerusannya, apakah melembar, membaji, melensa atau bongkah.
Bentuk melembar merupakan bentuk yang umum dijumpai, oleh
karena itu selain bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor
pengendalinya.
l) Roof dan Floor
Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan,
jenis kontak, kandungan karbonnya, bahkan sacmpai tingkat
kerekatannya dalam kondisi kering maupun basah. Kontak batubara
dengan roof merupakan fungsi dari proses pengendapannya.pada
kontak yang tegas menunjukan proses yang tiba-tiba, sebaliknya pada
proses yang berlangsung lambat diperlihatkan oleh kontak yang
berangsur kandungan karbonnya. Roof banyak mengandung fosil,
sehingga baik untuk korelasi.
Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung,
batalanau, batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif.
Bila berupa seatearth umumnya mengandung akar tumbuhan,
berwarna abu-abu cerah sampai coklat, plastis, merupakan tanah purba
tempat tumbuhan hidup, tidak mengandung alkali, kandungan kalium
dan besi rendah. Terjadi karena proses perlindihan oleh air yang jenuh
asam humik dari pembusukan tanaman.
m) Cleat
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada
batubara bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang
sejajar, umumnya mempunyai orientasi yang berbeda dengan
kedudukan lapisan batubara. Adanya cleat dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: mekanisme pengendapan, petrografi batubara,
derajat batubara, tektonik (struktur geologi), dan aktivitas
penambangan.
n) Pelapukan
Tingkat pelapukan penting karena berhubungan dengan dimensi
lapisan batubara, kualitas, perhitungan cadangan dan
penambangannya. Oleh karena itu karakteristik pelapukan dan batas
pelapukan harus ditentukan.

3.5. Sumberdaya Batubara


Menurut SNI 13-5014-1998, Sumber Daya Batu Bara (Coal
Resources) adalah bagian dari endapan batu bara yang diharapkan dapat
dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelaskelas sumber
daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara
kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif
oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi
cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak
dengan diketahuinya dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada
saat pengkajian kelayakan di nyatakan layak untuk ditambang.
Sumberdaya dan cadangan batubara dapat dikelaskan menjadi
beberapa kelas, didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian
kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek
geologi dan aspek ekonomi. Kelas tersebut yakni :
Sumber Daya Batu bara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan d ata
yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
survei tinjau .

Sumber Daya Batu bara Tereka (inferred Coal Resource) Sumber daya
batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
prospeksi.

Sumber Daya Batu bara Tertunjuk (Indicated Coal Resource) Sumber


daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data
yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
pendahuluan

Sumber Daya Batu bara Terukur (Measured Coal Resoured) Sumber


daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data
yang memenuhi syaratsyarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
rinci.

Cadangan Batu bara Terkira (Probable Coal Reserve) Cadangan Batu


bara terkira adalah sumber daya batu bara tertunjuk dan sebagian sumber
daya batu bara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor
yang terkait telah terpenuhi sehingga hasil kajiannya dinyatakan layak.

Cadangan Batu bara Terbukti (Proved Coal Reserve ) Cadangan batu


bara terbukti adalah sumber daya batu bara terukur yang berdasarkan
kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga
hasil kajiannya dinyatakan layak.

3.6. Kualitas dan klasifikasi batubara


Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara
dilaboraturium, diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat.
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air, karbon padat,
dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan
kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, sulfur. Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah
batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari
besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
1. Total moisture
Total moisture didefinisikan sebagai semua moisture yang
terdapat dalam batubara yang tidak terikat secara kimia dalam
substansi batubara atau kandungan mineralnya (mineral matter). Total
moisture ditentukan dengan mengunakan prosedur dua tahap baik
pada metode standard ASTM dan digunakan sebagai bagian untuk
mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received
basis, pada saat batubara diperdagangkan.
Tahap pertama penentuan total moisture adalah penentuan air
drying loss, dan dapat terdiri dari satu tahap atau lebih. ASTM
mempersyaratkan bahwa seluruh contoh harus dikeringkan sampai
berat konstan sebelum digerus, dan setiap melalui proses penggerusan
dan pembagian, contoh harus melalui proses pengonstanan berat
kembali. Tahap kedua dari proses ini adalah penentuan residual
moisture. Batubara yang telah dikeringkan dalam udara digerus dan
dilakukan pengujian residual moisture dengan metode standard yang
sesuai.
2. Inherent Moisture
Inherent moisture adalah ketika batubara bisa bertahan ketika
dalam kesetimbangan dengan suasana 100 % kelembaban relatif. Pada
prakteknya, kelembaban relative biasa berada pada suasana 96% -
97% pada kondisi tertentu. Inherent moisture yang disimpan di dalam
kapiler zat batubara dan berada dalam tekanan dari kelembaban
kapiler air permukaan. Untuk itu banyak energi yang perlu
dikeluarkan untuk mengeluarkan air di dalam permukaan partikel
batubara sehingga menguap. Batubara yang hanya mengandung
inherent moisture, tidak akan mengandung air pada permukaan
partikelnya (Alan C.Cook,1999).
3. Kadar Abu (Ash)
Kadar abu (Ash), sebagaimana ditentukan dalam analisis
batubara, dapat didefinisikan (Alan C Cook, 1999) sebagai residu
yang tidak terbakar, saat batubara dibakar. Ini tidak terjadi dalam
batubara, tetapi terbentuk sebagai hasil dari perubahan kimia yang
terjadi dalam unsur mineral selama proses pengabuan. Oleh karena
itu, lebih tepat untuk menggunakan istilah abu hasil daripada kadar
abu.
Abu sebagai material pembentuk batubara dibagi dalam dua
jenis: extraneous mineral dan inherent ash. Extraneous mineral terdiri
dari lempung atau unsur lanau, kalsit, pirit, atau marcasite dan
komponen kecil seperti sulfat anorganik, klorida dan fluorida.
Inherent ash mencakup unsur anorganik dikombinasikan dengan
bagian organik dari batubara, asal-usul yang mungkin merupakan
bahan tanaman dari batubara yang dibentuk. Biasanya perlu
diperhatikan kuantitas yang signifikan sejauh menentukan abu.
Tabel 3.1 Klasifikasi Abu menurut Graese,dkk (1992)
Sangat tinggi Kadar abu 15-20 %
Tinggi Kadar abu 10-15 %
Sedang Kadar abu 5-10 %
Rendah Kadar abu < 5 %

4. Total sulfur
Total Sulfur benar-benar bervariasi pada batubara Indonesia,
mulai dari kurang dari 0.05% sampai lebih dari 2.0%. Hasil ini
tergantung dari endapan dan lingkungan di endapan dalam rawa yang
membentuk batubara. Nilai abu dan sulfur batubara yang rendah
awalnya seperti gambut air tawar yang didasari oleh sedimen klastik
air tawar yang tidak mengandung batugamping. Nilai abu dan sulfur
yang tinggi berhubungan dengan sedimentasi dalam payau atau
lingkungan laut. Ketika air laut masuk ke rawa sulphate ion dalam air
laut bercampur menjadi sulphide ion yang masuk ke dalam molekul
batubara sebagai organic sulfur. Gambut tak perlu secara langsung
bercampur dengan air laut, pergerakannya pada strata yang berdekatan
dapat mempengaruhi sulfur dalam gambut. Dengan kondisi ini
penyebaran sulfur tidak akan sama pada lapisan batubara dengan
lapisan sulfur tinggi yang ditemukan bersebelahan pada roof and floor
dari lapisan batubara. Pyritic sulfur yang tinggi banyak terdapat dalam
gambut laut. Lingkungan endapan yang kaya kalsium dengan pH yang
tinggi mendorong aktivitas dari sulfur yang mengurangi bakteri yang
mendukung pembentukan iron pyrite. Keasaman tinggi, pH rendah,
mendukung pembentukan abu yang rendah/batubara bersulfur rendah.
Kadar sulfur berdasarkan Hunt, dkk (1984).
Tabel 3.2 Kadar peringkat batubara berdasarkan data kadar sulfur
(klasifikasi Hunt,1984)
Tinggi Kadar sulfur > 1 %
Sedang Kadar sulfur 1 0,55 %
Rendah Kadar sulfur < 0,55 %

5. Calorific Value
Zat dari batubara yang dipilih, untuk pembakaran yang mana
untuk menentukan angka dari kalori pada batubara adalah karbon dan
hidrogen dari material organik dan yang kedua adalah sufur pirit.
Ketika Gross Calorific Value ditentukan, setiap uap air yang
dihasilkan baik dari perkembangan air dalam contoh batubara atau
yang terbentuk oleh pembakaran hidrogen, dikonversikan menjadi
cairan moisture dan panas yang terpendam dari penguapan telah
diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap
sebagai uap dan panas dari penguapan hilang. Sedangkan berikut
merupakan hasil penentuan kelas batubara berdasarkan ketentuan
Devisi Batubara, Direktorat Investasi Sumber Daya Mineral dan
Batubara (dalam Indonesia Coal Resources Reverses and Calorivic
Value,2003).
Tabel 3.3
Kelas Nilai Kalor (kcal/kg, adb) Kelas Batubara
batubara <5100 Low (rendah)
berdasarkan 5100 6100 Medium (sedang)
nilai kalori 6100 7100 High (tinggi)
(adb) >7100 Very high (sangat tinggi)

3.7. Manfaat Batubara


Batubara memiliki beberapa manfaat yang cukup signifikan
bagi kehidupan sehari-hari. Komponen di dalam batubara dapat
memberikan keuntungan untuk berbagai bidang kebutuhan. Salah satu
manfaat batubara yang sering digunakan adalah sebagai bahan bakar. Seperti
yang telah diketahui bahwa bahan bakar adalah bahan yang jika terbakar
yaitu bereaksi dengan udara (oksigen) akan menimbulkan panas, dengan
syarat bahan bakar tersebut mengandung unsur karbon dan hidrogen atau
senyawa karbon-hidrogen. Suatu bahan yang mengandung unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan sulfur berpotensi digunakan sebagai bahan bakar,
sebab unsur-unsur tersebut memberikan kontribusi terhadap panas
pembakaran, khususnya unsur karbon. Berdasarkan kriteria ini batubara
dengan kandungan utama adalah karbon dan hidrogen dengan sifat mudah
terbakar, maka batubara dapat dikategorikan sebagai bahan bakar padat dan
sumber energi dengan kandungan kalori sekitar 4000-8000 kkal/kg, seperti
yang tunjukkan pada (tabel 2.1), kontribusi atom terhadap panas
pembakaran. (Dr. Andi Aladin, MT , hal. 37,38)

Tabel 3.4 . Kontribusi Atom Terhadap Panas Pembakaran


Pada Tahun 2002 batubara merupakan sumber energi kedua terbesar
(24%) bagi kebutuhan energi primer dunia setelah minyak (40), sedangkan
khusus di Indonesia pemanfaatan batubara baru sekitar 8,5 % masih jauh di
bawah kapsitas konsumsi minyak bumi dan gas alam, seperti yang ditunjukkan

Atom Panas Pembakaran (Kj/g.atom)


Karbon 396
Hidrogen Aromatik 150
Hidrogen Alifiatik 130
Oksigen 100
Sulfur 250
pada (tabel 3.5). Namun dari segi ketersediaan cadangan, batubara merupakan
sumber daya energi dengan jumlah cadangan terbesar, mendominasi cadangan
bahan bakar minyak dan gas. (Dr. Andi Aladin, MT , hal. 37).

Tabel 3.5 Konsumsi Berbagai Sumber Energi


Sumber Energi Konsumsi
Dunia Indonesia
Minyak Bumi 40 57,9
Batubara 24 8,8
Gas 20 25,26
Hidrolik 5 6,65
Nuklir 1 0,09
Lain lain 10 1,3
Total 100 100
Menurut Asosisasi Batubara Kanada di anatar tiga bahan bakar fosil
dunia cadangan batubara dunia sebesar 91 % gas 5 % dan minyak 4 %. Batubara
sebagai bahan bakar telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan,
antara lain untuk pemakaian sehari-hari (skala kecil) dalam rumah tangga, dan
pembuatan gas. Sedangkan pemakaian batuabara sebagai sebagai pembangkit
tenaga telah digunakan untuk penggerak mesin kapal, kereta api, listrik, dll.
Sekitar 70% produksi batubara dunia digunakan sebagai pembangkit tenaga
listrik, 12% produksi batubara digunakan sebgai coke, sisa nya 18 % produksi
batubara di dunia digunakan untuk keperluan industri dan domestik.
(Sumberdaya Mineral dengan Puslitbang tekMIRA Badan Litbang 2002.

Anda mungkin juga menyukai