Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

GEOKIMIA

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI PADA PEMBENTUKAN


BERLIAN (DIAMOND)

Disusun Oleh :

Mei Dey Tiara

21100113120003

Elok Annisa Devi

21100113120033

M. Dhiete Maulana

21100112130067

Roni Hepson

21100112140089

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
SEPTEMBER 2016

I.

Pendahuluan Reaksi Reduksi-Oksidasi


Reaksi reduksi-oksidasi banyak berperan dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan
pemutih yang digunakan dalam ruumah tangga. Selain itu, unsur logam dan
nonlogam diperoleh dari bijihnya dari proses oksidasi atau reduksi.
Dari sejarahnya, reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron,
sedangkan reduksi adalah reaksi penangkapan elektron. Dilihat dari serah
terima elektron di atas reaksi reduksi dan oksidasi selalu terjadi secara
bersama-sama sehingga akan ada zat yang melepas dan menangkap
elektron oleh karena itu reaksi tersebut disebut reaksi oksidasi dan reduksi
(redoks). Beberapa contoh reaksi yang dapat menjelaskan peristiwa di
atas sebagai berikut:
Oksidasi: Na Na+ + e
Zn Zn2+ + 2e
Reduksi: K+ + e K
Cu2+ + 2e Cu
Zat

yang

mengalami

oksidasi

(melepaskan

elektron)

disebut reduktor(pereduksi), sebab menyebabkan zat lain mengalami reduksi


(menangkap

elektron). Sebaliknya

zat

yang

mengalami

reduksi

disebut oksidator(pengoksidasi), misalnya untuk reaksi


Zn + Cu2+ Zn2+ + Cu
Zn teroksidasi menjadi Zn2+, maka Zn merupakan reduktor, sedangkan
Cu2+ tereduksi menjadi

Cu

maka

merupakan oksidator. Reduktor

dan

oksidator dapat ditentukan dengan menuliskan persamaan reaksi oksidasi dan


reduksi dengan cara setengah reaksi. perhatikan contoh dibawah ini:
Reaksi antara Ag dan Cl2 membentuk AgCl
Oksidasi: Ag(s) Ag+ (s) + e
Reduksi : Cl2(g) + 2e 2Cl-(g)
2Ag(s) + Cl2(g) Ag+ (s) + Cl-(g)

II. Berlian (Diamond)


Diamond atau dikenal dengan berlian merupakan alotrop karbon yang
mempunyai nilai yang paling tinggi. Pada struktur berlian, setiap atom karbon
berikatan kovalen dengan empat atom karbon lainnya yang membentuk
geometri tetrahedral. Struktur dari berlian yang berbentuk tetrahedral
mengakibatkan berlian memiliki sifat yang sangat keras. Sehingga berlian
dikenal sebagai mineral alam yang sangat keras karena tidak ada mineral
alam yang dapat menggores berlian.
Berlian sangat tidak reaktif. Dibawah suhu ruang, berlian tidak akan
bereaksi dengan reagen kimia apapun termasuk asam dan basa kuat.
Permukaan berlian hanya bisa dioksidasi pada suhu diatas 850 C (1,560 F)
di udara.
Ikatanikatan kovalen berlian yang sangat kuat menyebabkan berlian
memiliki titik didih yang tinggi yaitu 4824 C. Oleh karena, ikatanikatan
kovalen yang kuat pada berlian membutuhkan energi yang besar untuk
memutuskan ikatan tersebut, sehinga titik didih dari berlian menjadi tinggi.
Semua elektron yang terdapat pada berlian saling berikatan sangat kuat
sehingga tidak terdapat sepasang elektron bebas. Elektron bebas yang tidak
dimiliki oleh berlian akan mengakibatkan tidak adanya elektron yang
bergerak menghasilkan daya hantar listrik, sehingga berlian bersifat isolator
(tidak dapat menghantarkan listrik).
Berlian tidak dapat larut dalam air dan pelarut organik karena ikatan
ikatan yang terbentuk secara kovalen pada berlian tidak memungkinkan akan
terjadinya daya tarik antara molekul pelarut dengan atom karbon, sehingga
berlian tidak dapat larut dengan air dan pelarut organik.
Kedudukan elektron di sekitar inti berlian lebih mendekat ke inti.
Perubahan kedudukan orbital yang terjadi pada berlian mengakibatkan
panjang gelombang spektrum berubah, menyebabkan warna spektrum berlian
yang terlihat pada berlian juga akan berubah, tidak hitam seperti kebanyakan
atom karbon yang kita kenal.

Sedangkan grafit yang dikenal dengan arang. Memiliki struktur atom


karbon yang membentuk ikatan kovalen dengan tiga atom karbon lainnya
yang membentuk susunan heksagonal dengan struktur berlapis. Setiap atom
karbon memiliki empat elektron valensi maka pada grafit atom karbonnya
masih memiliki satu elektron yang belum berikatan atau lebih dikenal dengan
satu elektron bebas. Adanya satu elektron bebas pada grafit mengakibatkan
grafit lebih lunak dibanding berlian. Selain itu, sifat daya hantar listrik yang
dimiliki oleh grafit dipengaruhi oleh elektron-elektron yang tidak digunakan
untuk membentuk ikatan kovalen. Elektronelektron yang terdapat pada grafit
terdapat satu elektron. Jika diberi beda potensial, elektronelektron akan
terdelokalisasi sebagian besar menuju anoda (kutub positif), aliran elektron
inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir, maka grafit dikenal
sebagai konduktor atau penghantar listrik yang baik, berbeda dengan berlian
yang memiliki sifat sebagai isolator.
Ikatanikatan kovalen yang terdapat pada grafit mengakibatkan grafit
memiliki titik didih yang tinggi, karena grafit mempunyai ikatan kovalen
yang kuat sehingga untuk memutuskan ikatan yang terbentuk antara atom
karbon pada grafit dibutuhkan energi yang besar. Energi yang besar tersebut
dapat dilihat pada titik leleh grafit yang tinggi. Walaupun grafit memiliki titik
leleh yang tinggi akan tetapi berlian lebih memiliki titik didih yang lebih
tinggi, karena berlian memiliki empat ikatan kovalen sedangkan grafit hanya
memilki tiga ikatan kovalen saja.
Sama halnya dengan berlian, grafit juga tidak larut dengan air maupun
pelarut organik. Hal ini disebabkan karena grafit memiliki tiga ikatan kovalen
sehingga tidak akan terjadinya daya tarik antara molekul pelarut dengan atom
karbon pada grafit, sehingga grafit tidak larut dengan air maupun pelarut
organik.

Gambar 1. Perbedaan struktur berlian, grafit dan C60 (fullerene)

Berlian adalah jenis kristal karbon di mana setiap atom memiliki empat
ikatan tunggal bergabung ke atom lain, membentuk ikatan tetrahedral.
Terbentuk secara alami didalam bumi, pada suhu tinggi dan tekanan yang
sangat tinggi.
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa yang membedakan antara
berlian, grafit dan batubara adalah susunan, kerapatan, kepadatan, dan
struktur atom C, dimana kepadatan, kerapatan dan pola struktur yang dimiliki
oleh berlian lebih padat, lebih mampat dan dengan struktur yang tertata
sedimikian rupa sehingga membuat berlian memancarkan kilau cahaya dari
berbagai sudut, namun tidak demikian dengan situasi atom C yang dimiliki
oleh batubara maupun arang.

III. Proses Terbentuknya Berlian secara Kimia


Peneliti di Amerika Serikat menyatakan bahwa pembentukan berlian
secara mikroskopis di bawah tanah mungkin lebih awal dari yang
diperkirakan sebelumnya. Berlian tersebut juga terbentuk dari reaksi kimia
yang jauh lebih sederhana. Untuk satu hal, prevalensi berlian di bawah
permukaan bumi, di mana batu tersebut ditambang, masih tergantung pada
erupsi vulkanis magma yang relatif jarang untuk mengangkatnya dari
kedalaman di mana batuan berharga itu terbentuk.
Ahli Geokimia, Dimitri Sverjensky, dari Johns Hopkins University di
Baltimore, Maryland juga menyatakan bahwa proses pembentukan berlian di
dalam bumi yang sangat dalam mungkin merupakan proses yang lebih awal
dari pada yang kita pikirkan.

Gambar 2. Ilustrasi Kondisi Bawah Permukaan Bumi

Sverjensky dan Fang Huang, menemukan bahwa berlian bisa dibuat


dalam reaksi kimia alami yang relatif sederhana. Model kimia mereka, yang
belum diuji dengan bahan nyata, menunjukkan bahwa berlian dapat terbentuk
dengan peningkatan keasaman selama interaksi terjadi antara air dan batu.
Hingga saat ini, pembentukan berlian tersebut melalui proses sangat
kompleks yang melibatkan pergerakan cairan (fluida) dan oksidasi dari
metanaketika elektron dikumpulkanatau reduksi kimia dari karbon
dioksida.

IV. Reaksi Redoks Pembuatan Berlian


Secara keseluruhan, kedua proses tersebut dikenal sebagai reaksi redoks.
Namun sulit untuk menjelaskan bagaimana reaksi redoks terjadi, hal ini
dikarenakan oleh reaksi tersebut memerlukan berbagai jenis cairan yang akan
dialirkan melalui lingkungan pada bebatuan dengan kondisi oksidasi yang
berbeda.
Namun

studi

baru

yang

dipublikasikan

dalam

jurnal

Nature

Communications, menunjukkan bahwa air, puluhan mil di bawah tanah bisa


menghasilkan berlian ketika pH-nya turun secara alami. Ini artinya air
tersebut akan bersifat lebih asam ketika mengalir diantara bebatuan yang ada.
Temuan ini merupakan satu dari banyak penemuan lainnya dalam 25 tahun

terakhir yang telah memperluas pemahaman para ilmuwan tentang bagaimana


pembentukan berlian sebenarnya.
Menurut Dr. Sverjensky semua orang akan menyetujui bahwa ada
banyak lagi lingkungan pembentukan berlian yang sudah ditemukan. Namun,
tidak ada ilmuwan yang mampu memperkirakan banyaknya berlian di perut
bumi, tetapi Dr Sverjensky mengatakan, model kimia bisa memperkirakan
jumlah tersebut.

Gambar 3. Lokasi Pembentukan Berlian secara Alami

Berlian terbentuk sekitar 145 sampai 193 kilometer di bawah permukaan


bumi pada tekanan intens (kuat) dan pada suhu sekitar 899 hingga 1.093 C.
Pengeboran eksplorasi terdalam yang pernah dibuat adalah sekitar 13 atau 15
kilometer di bawah permukaan bumi.
Meskipun berlian sangat kuat, karena struktur dan kekuatan ikatan yang
memegang atom bersama-sama, berlian tidak selamanya menjadi struktur
yang sepenuhnya stabil pada tekanan dan suhu normal, dan secara perlahan
mengkonversi menjadi grafit. Namun perubahan ini sangat lambat sehingga
tidak terlihat pada rentang waktu manusia. Berlian juga dapat dibuat secara
artifisial dari grafit pada suhu dan tekanan tinggi.

V. Formasi Berlian
Formasi berlian pada mantel pada umumnya merupakan suatu hasil dari
proses metasomatik (Haggerty, 1999; Stachel et al., 2005). Agen
pembentukan dari suatu metasomatisme didominasi oleh fluida atau leleran

cairan yang berinteraksi dengan batuan mantel yang diinfiltrasi, dan proses
kristalisasi berlian merupakan hasil dari reduksi karbon melalui reaksi redoks
yang terjadi seperti berikut ini:
CO2 = C + O2
CH4 + O2 = C + 2H2O

4.1 Lithospheric Diamond vs Sub-lithospheric Diamond

Pengujian dan Termodinamika yang Mendukung Terbentuknya Berlian


pada Mantel Litosfer.
1. Oxygen fugacity in the cratonic mantle
Pada umumnya pembentukan berlian pada cratonic lithosphere
berada pada kedalaman sekitar 250 km. Pada kondisi tekanan stabil
pada berlian, garnet juga stabil pada batuan peridotit.
2. Carbon speciation in peridotite
Proses pembentukan berlian pada kondisi oxygen fugacity yang
paling tinggi pada karbonat dengan kelimpahan peridotit dapat
digambarkan seperti di bawah ini secara singkat melalui reaksi
berikut,
EMOD

MgSiO3 + MgCO3 = Mg2SiO4 + C + O2


Esntatite Magnesite

Olivine

Diamond

Di mana, EMOD merupakan kepanjangan dari (estatitemagnesite-olivine-diaomond) oleh Eggler dan Baker tahun 1982
serta Luth tahun 1993.
3. Carbon speciation in eclogite
Proporsi

pembentukan

cratonic

diamonds

dan

diamond

inclusions berasosiasi dengan batuan eklogit dan mineral lainnya.


Kesetimbangan reaksinya dapat disimpulkan seperti berikut ini:
DCDD

CaMg(CO3)2 + 2SiO2 = CaMgSi2O6 + 2C + 2O2


Dolomite

Coesite

Diopside

Diamond

Di mana, DCDD merupakan kepanjangan dari (dolomitecoesite-diopside-diaomond), yang dapat mengontrol kestabilan dari
mineral karbonat dan berlian pada batuan eklogit (Luth,1999).

Pengujian dan Termodinamika yang Mendukung Terbentuknya Berlian


pada Mantel Sub-Litosfer
1. Oxygen fugacity in the sub-lithospheric mantle
2. Carbon speciation in the sub-lithospheric mantle
3. Diamond formation in the sub-lithospheric mantle

DAFTAR PUSTAKA

Shirey, B. Steven. 2013. Diamonds and the Geology of Mantle Carbon. Copyright
Mineralogical Society of America
http://www.iflscience.com/chemistry/new-theory-diamond-formation-acidicwaterproposed (Diakses pada 7 September 2016, pukul 20.38 WIB)

Anda mungkin juga menyukai