Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih
besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit bumi yang
dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal- hal yang dapat diketahui
secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa daratan
tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda materi
penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.
Batuan karbonat sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam kehidupan
sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara mempergunakannya
saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-beluk mengenai batuan
karbonat serta linkungan pengendapan dari batuan karbonat ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian batuan karbonat
2. Diagenesa batuan karbonat
3. Komponen-komponen batuan karbonat
4. Klasifikasi batuan karbonat
5. Komposisi mineral batuan karbonat
6. Fasies dan lingkungan pengendapan batuan karbonat
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian batuan karbonat
2. Mengetahui diagenesa batuan karbonat
3. Mengetahui komponen-komponen batuan karbonat
4. Mengetahui klasifikasi batuan karbonat
5. Mengetahui komposisi mineral batuan karbonat
6. Mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan batuan karbonat

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat
lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO 3 dan
satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah
kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2). Batuan karbonat umumnya terdiri atas
batugamping (kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit (dolostone). Umur
batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium sampai Kuarter. Batuan

karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh batudolomit. Di alam


batuan karbonat menempati 1/5 1/4 dari seluruh catatan stratigrafi dunia. Sekitar 40
% dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat. Reservoar karbonat
di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi
migas yang besar.
Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial,
tetapi laut dangkal tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen
karbonat melimpah.
Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal darilarutan
yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada prosestersebut,
organism turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yangtelah
mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan padatempat lain,
dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat
yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah prosesdolomitisasi, dimana kalsit
berubah menjadi dolomite).Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut
terjadi pada lingkunganlaut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.Menurut
Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonatnyalebih besar
dari fraksi non karbonat atau dengan kata lain fraksi karbonatnya>50%. Apabila
fraksi karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat.
Endapan-endapan karbonat pada masa kini terutama tersusun oleharagonite,
disamping itu juga kalsit dan dolomite. Aragonite tersebutke banyakan berasal dari

proses biogenic(ganggang hijau atau calcareous green algae) atau hasilpresipitasi


langsung dari air laut secara kimiawi. Aragonite ini bersifat tidak stabil, aslinya
segera setelah terbentuk akan berubah menjadi kalsit. Oleh karena adanya proses
substitusi Cu dan Mg, maka endapan kalsit pada endapan masa kini ada dua macam,
yaitu :
1. Low-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3 <4% dan terbentuk pada daerah yang
dingin.
2. High-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3 >4% dan terbentuk pada daerah yang
hangat.

B . Diagenesa Batuan Karbonat


Proses diagnesa sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir
batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagenesa akan menyebabkan perubahan
material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan
kimia. Pada batuan karbonat, diagenesa merupakan proses transformasi menuju
batugamping atau dolomit yang lebih stabil. Faktor yang menentukan karakter akhir
produk diagenesa antara lain :
1.

Komposisi sedimen mula-mula

2.

Sifat alami fluida interstitial dan pergerakannya

3.

Proses kimia dan fisika yang bekerja selama diagenesa


Dengan melihat faktor-faktor tersebut dapat diketahui bahwa batuan karbonat

dengan komposisi utama kalsit akan mengalami proses diagenesa yang berbeda
dibandingkan dengan batuan karbonat yang berkomposisi dominan aragonit maupun
juga dolomit. Lingkungan pelarutan dan lithifikasi yang berbeda, misal di lingkungan
air laut dan air tawar akan menghasilkan batuan yang berbeda. Demikian juga halnya
dengan tekstur semen dan butiran batuan, juga akan bervariasi bergantung pada
tekanan dan temperatur lingkungan diagenesanya.
Lingkungan diagenesa yang berbeda akan memiliki proses kimia dan fisika
yang relatif berbeda pula, sehingga produk diagenesanya pun akan berbeda. Hal
inilah yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui lingkungan diagenesa yang
bersangkutan. Ada beberapa lingkungan diagenesa beserta produknya, yaitu:
1.

Marine (dicirikan oleh kehadiran semen aragonit, High Mg-Calcite)

2.

Lagoon (dicirikan oleh adanya dolomititsasi akibat proses evaporasi)

3.

Phreatic (dicirikan oleh kehadiran kalsit hasil pelarutan)

4.

Vadose (dicirikan oleh kehadiran kalsit hasil pelarutan)

5. Burial (dicirikan oleh kehadiran kalsit hasil pelarutan tekanan/pressure


solution
Secara umum penggambaran diagenesa batuan karbonat adalah sebagai berikut:

Proses-proses diagenesa batuan karbonat meliputi:

Pelarutan (Dissolution)
Merupakan proses melarutnya komponen karbonat yang terjadi saat fluida
pori tidak jenuh (undersaturated) oleh mineral-mineral karbonat. Pelarutan akan
terbantu oleh adanya mineral yang bisa larut (mineral karbonat yang tidak stabil
seperti aragonit dan Mg-calcite), serta nilai pH yang rendah (lingkungan menjadi
asam). Fluida air pori yang ada dalam ruang antar butiran pada batuan karbonat
biasanya akan sangat agresif melarutkan karbonat jika terkandung konsentrasi gas
CO2 yang disumbangkan oleh lingkungan sekitar (misalnya karbon dan oksigen yang
dilepaskan oleh jasad oganik). Pelarutan karbonat kurang banyak terjadi di

lingkungan laut. Tapi justru banyak terjadi pada lingkungan darat atau manapun yang
ada perkolasi (rembesan) dari air meteorik (air hujan maupun air tawar). Bentang
alam karst merupakan hasil dari proses pelarutan batuan karbonat. Pembentukkannya
dipengaruhi oleh proses pelarutan yang sangat tinggi di bandingkan dengan batuan di
tempat lainnya dimanapun. Proses pelarutan tersebut umumnya dibarengi dengan
proses-proses lainnya seperti runtuhan, transport dalam bentuk larutan melalui
saluran bawah tanah, juga longsoran dan amblesan dipermukaan. Pelarutan yang
terjadi secara terus menerus, pada akhirnya menciptakan bentukan alam yang sangat
beragam. Proses pelarutan tersebut dapat digambarkan dalam reaksi kimia yaitu :
CaCO3

(batu gamping)

CO2+H2O ==> Ca2- + 2HCO3(air hujan)

(larutan batu gamping)

Salah satu bentangan Karst yang ada di Indonesia yaitu Kawasan Karst
Gunung Sewu, dimana daerah ini memiliki topografi Karst yang terbentuk oleh
proses pelarutan batuan kapur. Kabupaten Wonogiri merupakan bagian dari
bentangan Karst Gunung Sewu yang dimana daerah ini memiliki topografi karst yang
terbentuk oleh proses pelarutan batuan kapur.
Secara umum, pelarutan karena pergerakan air melewati batuan karbonat akan
melarutkan mineral karbonat yang dilewatinya, maka imbasnya: (1) air akan berubah
kimianya (karena adanya konsentrasi ion karbonat di dalamnya), (2) air akan masuk
ke litologi berbeda atau sebaliknya air datang membawa material asing dari batuan
lain sebelum menerobos karbonat dan membawa sistem baru, (3) perilaku pelarutan

bergantung pada variabel kontrol kelarutannya (misalnya P, T, Eh, PCO 2, dll)


(Raymond, 2002).
Pelarutan karbonat lebih intensif terjadi di daerah permukaan, sedangkan hal
sebaliknya terjadi di daerah bawah permukaan. Hal ini disebabkan karena
peningkatan temperatur pada kedalaman cenderung akan menurunkan tingkat
kelarutan karbonat. Kelarutan karbonat akan meningkat di kedalaman atau
dimanapun asalkan ada penambahan gas CO 2 dalam air pori (yang bisa saja berasal
dari hasil pembusukan jasad organisme yang tertimbun), maka meskipun temperatur
meningkat kalau terdapat konsentrasi gas CO2 dalam air pori, mineral-mineral
karbonat yang ada tetap akan larut.
Berikut adalah gambar sayatan batuan karbonat yang memperlihatkan
bentukan akibat proses pelarutan:

Sementasi (Cementation)
Merupakan proses presipitasi yang terjadi pada saat lubang antar pori batuan

karbonat terisi oleh fluida jenuh karbonat. Dalam proses ini butiran-butiran sedimen
direkat oleh material lain yang terbentuk kemudian, dapat berasal dari air tanah atau
pelarutan mineral-mineral dalam sedimen itu sendiri. Proses ini merupakan proses
diagenetik yang penting untuk semua jenis batuan sedimen, termasuk didalamnya
batuan karbonat. Di lantai laut, sementasi terjadi di air hangat dalam pori dari butiran
ruangan antar butiran karbonat. Di meteoric realm (lingkungan meteorik dimana
pengaruh air yang hadir hanya dari hujan saja) sementasi juga hadir disini, semennya
dominan kalsit. Meskipun kondisi yang mengontrol sementasi pada kedalaman
kurang dipahami pasti, tapi beberapa faktor dapat diketahui mengontrol hal ini. Air
pori, peningkatan temperatur, dan penurunan tekanan parsial dari karbondioksida
merupakan faktor-faktor yang diperlukan untuk presipitasi semen kalsit ini. Pada
proses sementasi ini diperlukan suplai kalsium karbonat secara mutlak. Sifat
sementasi ini berlawanan dengan pelarutan, dimana sementasi membuat mineral
semen (karbonat) terpresipitasi, sementara pelarutan akan merusak struktur mineral
yang telah terbentuk.

Dolomitisasi (Dolomitization)
Merupakan proses penggantian mineral-mineral kalsit menjadi dolomit.
Dolomit mempunyai komposisi CaMg(CO3)2 dan secara kristalografi serupa dengan
kalsit, namun lebih besar densitasnya, sukar larut dalam air, dan lebih mudah patah

(brittle). Secara umum, dolomit lebih porous dan permeable dibandingkan limestone.
Dalam proses dolomitisasi, kalsit (CaCO3) ditransformasikan menjadi dolomite
(CaMg(CO3)2) menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl3 ==> CaMg(CO3)2 + CaCl2
Menurut para ahli, batugamping yang terdolomitasi mempunyai porositas
yang lebih besar dari pada batugamping itu sendiri. Dolomitisasi bisa terjadi dilaut
dangkal-campuran fresh dan sea water, tidal flat, di danau, lagoon, dll, apalagi kalau
ada batuan yang mengandung Mg yang dilewati sungai-sungai dan membawanya ke
lingkungan dimana batu gamping berada atau terjadi.

Aktivitas Organisme (Microbial Activity)


Aktifitas organisme akan mempercepat atau memacu terjadinya proses
diagenesis lainnya. Organisme yang menyebabkan proses ini merupakan organisme
yang sangat kecil (mikrobia) dimana aktivitas jasad renik sangat berhubungan dengan
proses dekomposisi material organik. Proses dekomposisi material organik akan
mempengaruhi pH air pori sehingga mempercepat terjadinya reaksi kimia dengan
mineral penyusun sedimen. Aktifitas mikrobia antara lain fermentasi, respirasi,
pengurangan nitrat, besi, sulfat dan pembentukan gas metana. Organisme dalam
lingkungan pengendapan karbonat merework sedimen dalam bentuk jejak boring,
burrowing, dan sedimen-ingesting activity (memakan dan mencerna sedimen).
Aktivitas ini akan merusak struktur sedimen yang berkembang pada sedimen

karbonat dan meninggalkan jejak-jejak aktivitasnya saat organisme ini beraktivitas.


Kebanyakan bioturbasi terjadi pada sedikit di bawah permukaan pengendapan,
setelah pengendapan material sedimen dengan kedalaman beberapa puluh sentimeter.
Proses ini akan membentuk kenampakan yang khas pada batuan sedimen yang
disebut struktur sedimen.
Semua jenis organisme kecil macam fungi bakteri, dan alga, membentuk
microboring dalam fragmen skeletal dan butiran karbonat lainnya yang berukuran
besar. Boring dan presipitasi mikrit dapat intensif di lingkungan yang berair hangat
dimana butiran karbonat menjadi berkurang dan terubah menjadi mikrit, proses pada
kondisi ini dikenal sebagai mikritisasi (Boggs, 2006). Di beberapa kasus, aktivitas
organisme ini dapat meningkatkan kompaksi batuan dan biasanya merusak struktur
sedimen yang halus seperti paralel laminasi (Purdy, 1965). Selama proses ini
beberapa organisme melepaskan material presipitasi yang bisa menjadi fase semen
dalam batuan (Raymond, 2002).

Mechanical Compaction
Merupakan proses diagenesa yang terjadi akibat adanya peningkatan tekanan
overburden. Seperti halnya pada batuan silisiklastik, kompaksi terjadi karena adanya
pembebanan sedimen yang berada diatasnya. Proses kompaksi ini menyebabkan
berkurangnya porositas batuan, karena terjadi juga thining (penipisan) dari bed
(perlapisan batuan) pada kedalaman dangkal. Seiring bertambahnya kedalaman,
tekanan juga akan bertambah, sedangkan porositas karbonat berkurang sampai

setengahnya atau lebih (porositas saat batuan mengendap) sekitar 50-60% pada
kedalaman sekitar 100 m (Boggs, 2006). Proses kompaksi ini terjadi karena adanya
gaya berat/gravitasi dari material-material sedimen yang semakin lama semakin
bertambah sehingga volume akan berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan
bermigrasi ke atas, menyebabkan hubungan antar butir menjadi lebih lekat dan juga
air yang dikandung dalam pori terperas keluar.. Kompaksi menyebabkan
berkurangnya porositas batuan karena adanya rearangement (penyusunan ulang) dari
butiran butiran yang jarang (tidak bersentuhan) menjadi saling bersentuhan atau
makin rapat. Ketika sedimen pertama kali terendapkan tentu saja berupa material
lepas (loose) dan sifatnya porous (berpori), ketika kompaksi terjadi material lepas ini
akan menjadi lebih rapat dan padat yang otomatis akan mengurangi porositasnya.
Berikut adalah gambaran butiran sedimen karbonat sebelum dan sesudah
mengalami kompaksi:

Chemical Compaction

Pada kedalaman burial sekitar 200-1500 m, kompaksi kimia dari sedimen


karbonat dimulai. Tekanan larutan pada kontak antar butiran seperti pada diagenesa
sedimen klastik lainnya akan melarutkan permukaan butiran mineral dan pada
karbonat dapat membentuk kontak bergerigi. Pada skala yang lebih besar pressure
solution pada batuan karbonat membentuk pola bergerigi (zig-zag) yang kita kenal
sebagai struktur styolite. Styolite umumnya hadir pada batuan karbonat berbutir
halus. Jadi pressure solution pada batuan karbonat diikuti perkembangan strktur
styolite, mencirikan hilangnya porositas dan thining (penipisan) dari bed (perlapisan
batuan).
Pada batuan karbonat terkadang tidak mengalami semua proses diagenesa
tersebut, namun biasanya justru hanya melalui beberapa proses diagenesa saja. Proses
diagnesa ini akan sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir
batuan sedimen yang dihasilkannya.

C. Komponen-komponen Batuan Karbonat


Komponen penyusun batuan karbonat secara garis besar dibagi menjadi 3
(tiga) bagian yaitu: Butiran (skeletal, non-skeletal), matrix dan semen.
Komponen tersebut tersusun oleh mineral-mineral karbonat yang berbeda.

Gambar 1 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat


terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern.

a. Butiran
Butiran atau grain adalah semua komponen dalam batuan karonat yang
berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3) baik yang berasal dari proses biologi seperti
terumbu maupun dari proses biokimia. Butiran ini merupakan komponen yang
menunjukkan kesan berbutir dengan batas-batas antar butir. Komponen tersebut dapat
berupa hasil rombakan batuan karbonat itu sendiri atau batuan karbonat yang telah
terbentuk sebelumnya (luar lingkungan pengendapan), fragmen-fragmen organisme
ataupun hasil aktifitas organisme dan presipitasi mineral-mineral karbonat atau hasil
diagenesis.
Jika dianalogikan terhadap batuan silisiklastik, butiran merupakan fragmen
yang berada dalam massa matriks dan semen. Butiran dibagi menjadi dua kelompok
yaitu yang berasal dari organisme atau skeletal dan yang berasal dari non-organisme
atau non-skeletal.

Skelektal

Skeletal adalah komponen batuan karbonat yang berasal dari organisme baik dalam
bentuk utuh maupun berupa fragmental. Komponen tersebut merupakan penyusun batuan
karbonat yang umum dijumpai. Komponen ini dapat berupa organisme utuh (dikenal dengan
fosil) atau sebagai fragmen-fragmen organisme. Jenis organisme yang bertindak sebagai
komponen skeletal dalam batuan karbonat bervariasi sepanjang sejarah geologi. Penyusun
batuan karbonat dalam hal ini diambil referensi adalah terumbu mulai dari kala Paleozoikum
hingga Kenozoikum.

Kelompok utama pembentuk reef sepanjang sejarah geologi


(sejak ``Archaean Cenozoic) (Heckel, 1974).
Menurut Heckel (1974) terdapat unsur (organisme) utama yang menyusun batuan karbonat
dari waktu ke waktu. Masing-masing Era mempunyai ciri khas organisme penyusunnya.
Stromatolit umum dijumpai pada Era Proterozoic hingga Paleozoic. Namun pada mulanya
organisme yang menyusun batuan karbonat (terumbu) tersebut keaneka ragaman masih

sangat kecil dan semakin ke arah resen (umur muda) keaneka ragaman organisme pembentuk
batuan karbonat semakin banyak. Diversitas (keaneka ragaman) jenis organisme mulai
berkembang pesat pada Era Mesozoikum khususnya pada Zaman Karbon. Khusus untuk
Tersier, organisme yang umum dijumpai adalah koral, algae dan foraminifera dengan spesies
yang cukupberagam. Selain itu juga dijumpai molluska, stromatoporoid dan lain-lain. Pada
umumnya untuk batuan berumur Tersier, terutama pada kala Neogen maka komponen
skeletalnya atau fosilnya hampir sama dengan yang hidup sekarang ini. Ada tiga kelompok
utama penyusun batuan karbonat pada kala Tersier yaitu Algae, Koral dan Foraminifera.

Jenis-jenis skeletal yang umum dijumpai pada batuan karbonat. Sketsa organisme yang hidup
sekarang berupa algae (A), koral (B), dan Sponge (C).

Non-skelektal
Komponen Non-skeletal adalah material penyusun batuankarbonat yang

berasal dari non organisme. Material tersebut terakumulasi pada suatu cekungan
atau lingkungan pengendapan dengan proses yang berbeda-beda. Komponenkomponen tersebut adalah lithoklas (intraklas dan ekstraklas), ooids, peloids dan
coated grain. Sedangkan yang berasal dari organisme dengan proses tertentu
misalnya onkoliths, rhodoliths.
- Ooid (oolite)

Adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur


dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang
komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata
pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik
sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan
derajat sphericity meningkat kearah luar.
- Peloid
Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran
rata-rata 100-500m yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya
berbentuk rounded subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan
tidak mempunyai struktur dalam.
- Coated grains
Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang
membentuk tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti.
Selanjutnya coated grain sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama
sekali

yang

menjadikan

penggunaannya

dalam

interpretasi

lingkungan

pengendapan sangat susah.


b. matrix
Matriks adalah komponen batuan karbonat yang secara teoritis berukuran
halus (<4 mm). Matriks atau mikrit (Folk, 1962) atau mud (Dunham, 1962) adalah
komponen batuan karbonat yang terbentuk bersama butiran dan bertindak sebagai

matriks. Komponen ini sangat umum dijumpai dalam batuan karbonat dan
diinterpretasi terbentuk pada lingkungan berenergi rendah. Matriks harus dibedakan
dengan mikrit yang terbentuk melalui proses diagenesis (mikritisasi). Mikrit yang
terbentuk dengan proses tersebut bisa berasal dari komponen lain seperti butiran atau
semen. Jika dianalogikan dengan batuan sedimen silisiklastik, matriks disamakan
dengan lempung yang terendapkan pada lingkungan berenergi rendah.
c. Semen
Semen merupakan komponen batuan karbonat yang mengisi pori-pori dan
merupakan hasil diagenesis atau hasil presipitasi dalam pori batuan dari batuan yang
telah ada. Semen sering disamakan dengan sparit hasil neomorphisme, padahal sparit
hasil neomorphisme adalah perubahan (rekristalisasi) dari komponen karbonat yang
telah ada.
Kenampakan lapangan dari semen adalah bening seprti kaca, sedangkan
dibawah mikroskop memperlihatkan warna tranparan. Semen dapat terbentuk pada
ruang antar komponen dan dapat juga terbentuk pada ruang dalam komponen atau
ruang hasil pelarutan.

D.

Klasifikasi Batuan Karbonat


1. Klasifikasi menurut Folk
Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui mikroskop
atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat batuan karbonat dari

aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam klasifikasinya tidak hanya


mempertimbangkan kenampakan Klasifikasi Folk menuntun kita untuk mendeskripsi
batuan karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk dapat
menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan

karbonat

merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan (diagenesis) oleh karena itu
studi tentang batuan karbonat tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika tidak
mengetahui proses-proses yang terjadi pada saat dan setelah batuan tersebut
terbentuk.

Kelemahan klasifikasi Folk tersebut diperbaiki oleh Dunham dan

membuat klasifikasi baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Kelebihan


klasifikasi Dunham (1962) adalah adanya perpaduan antara deskriptif dan genetik
dalam pengklasifikasian batuan karbonat.

2. Klasifikasi menurut Dunham (1962)


Klasifikasi Dunham (1962)Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi
dari batugamping, karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional
merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil
Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959). Kriteria Dunham lebih condong pada

fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported bila ibandingkan dengan
komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan
kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi
Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan
mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam
matriks lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung
butiran yang tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila
antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone. Packstone
mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham punya istilah
Boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul
komponenkomponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi.
Klasifikasi Dunham (1962) punya kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya
tidak perlu menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar
nama batuan. Kesulitannya adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar
klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi
kenampakan 2 dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3
dimensi batuannya agar tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham (1962) istilahistilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh Dunham
berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone, packstone, grainstone,
wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham
(1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari
presipitasi kimia tetapi arti waktu pembentukannya berbeda. Sparit pada klasifikasi

Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi sebagai pengisi pori-pori.
Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran ternedapkan. Bila
kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga
dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai
oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan
bertekstur mud supporteddiinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena
Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus
tenang. Sebaliknya grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi
gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.

3. Klasifikasi Menurut Embry & Klovan (1971)

Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan klovan ini merupakan


modifikasi dariklasifikasi yang diusulkan oleh Dunham (1962). Berbeda dengan Folk,
klasifikasi Dunhamdan modifikasinya oleh Embry & Klovan (1971), dan James
(1984) lebih berdasarkan padatekstur pengendapan. Oleh sebab itu klasifikasi ini
lebih cocok digunakan pada pengamatan lapangan menggunakan lup. Sebagai contoh,
jika butiran batugamping saling bersentuhan,dan tidak mengandung mud, maka
batugamping tersebut termasuk grainstone. Jika batugamping grain supported tetapi
mengandung sedikit mud, maka dinamakan packstone. Jika batugamping mud
supported tetapi mengandung butiran lebih dari 10%, makadinamakan wackestone,
dan batugamping mud supported mengandung butiran kurang dari 10% dinamakan
mudstone.
4. Klasifikasi Menurut Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya
sedimen campuran memiliki empat komponen :
(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),

(2) Mud campuran silt dan clay),


(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan intraklas yang
berukuran >20 m), dan lumpur karbonat atau mikrit (berukuran <20 m).
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki pembagian
delapan kelasumum dari sedimen campuran. Nama-nama tiap kelas menggambarkan
baik tipe butirdominan maupun komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh :
batuan yangmengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan sedikit
allochem makadisebut allochemical sandstone.

E.

Komposisi Mineral Batuan Karbonat


Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama:
kelompok kalsit, kelompok dolomit dan kelompok aragonit. Di antara mineral
karbonat, hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan mineral utama dalam
batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan merupakan penyusun
utama batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan karbonat moderen. Siderit dan
ankerit sering sebagai semen dan konkresi dalam beberapa batuan sedimen, tetapi
jarang sebagai penyusun utama dalam batuan karbonat. Mineral karbonat lain jarang
dijumpai dalam batuan karbonat.

Tabel Mineral yang umum dijumpai pada batuan karbonat


(disederhanakan dari Boggs, 1992)

MINERAL

SISTEM
KRISTAL

KOMPOSISI
KIMIA

KELOMPOK KALSIT
Kalsit
Rombohedral

CaCo3

Magnesit

--

MgCo3

Rodosit

--

MnCo3

Siderit

--

FeCo3

Smitsonit

--

ZnCo3

KELOMPOK DOLOMIT
Dolomit
-Ankerit

--

CaMg(Co3)2
Ca(Mg,Fe,Mn)
(Co3)2

KELOMPOK ARAGONIT
Aragonit
Ortorombik

CaCo3

Kerusit
Strontianit

---

PbCo3
SrCo3

Witerit

--

BaCo3

KETERANGAN

Menguasai batugamping pada


batugamping,khususnya yang lebih tua
dari Tersier
Tidak umum pada batuan sedimen,
tetapi terbentuk pada endapan
evaporasi
Tidak umum di batuan sedimen, dapat
terjadi di sedimen yang kaya akan Mn
berasosiasi dengan Fe-silikat
Terbentuk sebagai semen dan konkresi
pada serpih dan batupasir, umum pada
endapan batubesi (ironstone) juga pada
batuan karbonat teralterasi oleh larutan
kaya Fe
Tidak umum pada batuan sedimen,
hadir berasosiasi dengan bijih Zn
dalam batugamping
Menguasai batudolomit, umumnya
juga berasosiasi dengan kalsit dan
mineral evavorasi
Jauh lebih jarang dari pada dolomit,
terbentuk di sedimen kaya Fe, sebagai
sedimen butiran atau konkresi
Umum dijumpai pada sedimen
karbonat Resen, cepat peralterasi
menjadi kalsit
Terbentuk pada supergene lead ores
Terbentuk pada urat-urat pada
batugamping
Terbentuk dalam urat-urat yang
berasosiasi dengan galena

Pengenalan tiga mineral utama batuan karbonat (kalsit, aragonit dan dolomit)
menjadi hal yang sangat penting dalam mempelajari komposisi batuan karbonat.
Akan tetapi, pengenalan itu sering mengalami kesulitan, baik secara kasatmata (mata

telanjang) maupun dengan bantuan mikroskop. Pengenalan mineral karbonat akan


jauh lebih mudah dilakukan dengan bantuan teknik staining dan etching. Sebagai
contoh, dengan teknik staining aragonit akan tampak hitam dengan larutan Fiegl
(Ag2SO4+MnSO4), kalsit menunjukkan warna merah bila bereaksi dengan larutan
alizarin merah. Untuk lebih rinci tentang teknik staining dan etching ini dapat baca
pada Tucker (1988).

F.

Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat


Menurut Tucker tahun 1985 dijelaskan bahwa endapan karbonat pada laut dangkal
terbentuk pada 3 macam lokasi yaitu Platform, shelf, dan ramps.

Fasies karbonat ramp


Fasies karbonat ramp merupakan suatu tubuh karbonat yang sangat besar yang

dibangun pada daerah yang positif hingga ke daerah paleoslope, mempunyai


kemiringan yang tidak signifikan, serta penyebaran yang luas dan sama. Pada fasies
ini energi transportasi yang besar dan dibatasi dengan pantai atau inter tidal.

Fasies karbonat platform


Fasies karbonat platform merupakan suatu tubuh fasies karbonat yang sangat
besar dmana pada bagian atas lebih kurang horisontal dan berbatasan langsung
dengan shelf margin. Sedimen sedimen terbentuk dengan energi yang tinggi.

Batas platform
Transisi dari shelf ke slope berpengaruh pada perubahan yang cepat dari pola
fasies karbonat. Pola pertama yang dicari oleh kebanyakan interpreter adalah bentuk
mound yang merepresentasikan reef. Beberapa contoh dengan seismik yang bagus
adalah karbonat Cretaceous di timur laut Amerika Serikat dan Teluk Meksiko,

karbonat Jurassic di Maroko, karbonat Miosen di Papua Nugini dan karbonat Permian
di Texas Barat. Beberapa buildup dapat mencapai ketinggian melebihi 1000 meter.
Salah satu signature kunci adalah adanya refleksi shingled kecil yang miring ke arah
lingkungan paparan (shelf). Ini adalah hasil dari transpor endapan karbonat oleh badai
dan arus dari puncak reef menuju bagian dalam platform. Signature internal dari
buildup biasanya adalah hilangnya amplitudo dan kemenerusan walaupun ini tidak
selalu benar. Karena kemiringan utama dari slope karbonat dapat melebihi 300 maka
transisi dari buildup ke slope bagian atas dapat terjadi secara mendadak.

Fasies Shelves
Fasies Shelves (shelf) lokasi pengendapan karbonat relatif sempit ratusan
meter sampai beberapa km saja). Endapan karbonat pada daerah ini dicirikan dengan
adanya break slope pada daerah tepi paparan, terdapatnya terumbu dan sand body
karbonat. Kompleks terumbu pada fasies ini terbagi menjadi : Fasies terumbu muka
(Force reef), inti terumbu (reef core) dan terumbu belakang (back reef).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat


Sedimentasi batuan karbonat dikontrol oleh beberapa fakor yang penting yaitu
meliputi iklim, tektonik, oseanografi, suplai sedimen dan aktivitas organisme,
salinitas, kekeruhan, cahaya matahari dan kedalaman. Faktor-faktor ini memiliki
hubungan yang saling terkait.
1. Iklim
Pembentukan batuan karbonat sangat tergantung kepada iklim. Hal ini
berhubungan dengan proses erosi yang terjadi sehingga berakibat kepada jumlah
sedimen yang dihasilkan. Ketika iklim sangat tropis, dengan curah hujan yang tinggi
maka erosi yang terjadi juga intensif sehingga suplai material sedimen asal darat akan
bertambah. Manakala suplai sedimen masuk ke dalam laut dalam jumlah yang
melimpah maka akan berimbas pada tingkat kejernihan dan ketenangan dari air laut.
Kejernihan akan berkurang dan menyebabkan batuan karbonat sulit untuk tumbuh.
Ketenangan juga terganggu karena arus asal darat tersebut cukup kuat sehingga
batuan karbonat juga akan sulit berkembang dengan baik.
2. Tektonik

Proses tektonik juga menjadi faktor pengontrol pembentukan batuan karbonat.


Proses tektonik yang dimaksud dapat berupa penurunan dasar cekungan maupun
pengangkatan. Proses tektonik yang aktif menyebabkan deformasi juga intensif
sehingga tingkat ketenangan dari air laut menjadi terganggu. Gangguan seperti ini
dapat mengakibatkan pembentukan batuan 52 karbonat tidak bisa berjalan dengan
sempuma. Selain itu, tektonik juga dapat merubah posisi platform tempat karbonat
tumbuh sehingga akan mempengaruhi pola sedimentasi yang dihasilkan.
3. Oseanografi
Oseanografi juga ikut mengontrol pembentukan batuan karbonat. Hal ini
berkaitan dengan posisi dan kedudukan dari laut tersebut. Laut yang dapat
berkembang baik batuan karbonat disana adalah laut dengan suhu yang hangat.
Ketika posisi laut berada jauh dari garis katulistiwa bisa jadi batuan karbonat tidak
dapat berkembang baik disana. Selain itu, posisi muka air laut juga sangat
mempengaruhi pola sedimentasi karbonat yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan
faktor instensitas cahaya matahari yang dapat masuk ke laut.
4.

Pasokan Sedimen
Suplai sedimen juga ikut berpengaruh terhadap sedimentasi batuan karbonat.
Suplai sedimen yang dimaksudkan adalah suplai sedimen asal darat. Hal ini dapat
mempengaruhi kondisi lingkungan pembentukan batuan karbonat. Suplai sedimen
yang sangat melimpah dapat mengganggu organisme untuk tumbuh dengan baik.
Selain itu, suplai sedimen dengan kecepatan yang cepat akan mengganggu

ketenangan dan kejernihan air laut dan dapat menghambat pertumbuhan batuan
karbonat karena suplai oksigen dan intensitas cahaya matahari menjadi berkurang.
5. Aktivitas Organisme
Aktivitas organisme merupakan faktor utama dalam pembentukan batuan
karbonat. Batuan karbonat dapat terbentuk ketika terjadi akumulasi dari organisme
sehingga organisme diibaratkan seperti produsen batuan karbonat. Ketika tidak ada
aktivitas organisme yang berkembang di suatu lokasi maka batuan karbonat tidak
akan pernah terbentuk.
6. Salinitas
Batuan karbonat memiliki kisaran salinitas antara 22% - 40% namun
terbentuk pada kisaran 25% - 35%. Oleh sebab itu, lingkungan laut merupakan
kondisi dengan salinitas yang relatif tinggi sehingga batuan karbonat dapat terbentuk
dengan baik.

7. Kedalaman
Pada umumnya dan kebanyakan, batuan karbonat diendapkan di perairan
dangkal dimana masih terdapat sinar matahari yang bisa menembus kedalaman air.
Terdapat suatu garis yang merupakan batas kedalaman air, dimana sedimen karbonat
dapat

ditemukan

pengendapannya

Compensation Depth).
8. Cahaya Matahari

yang

disebut

dengan

CCD

(Carbonate

Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana mineral


mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya mineral karbonat
hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus ( Light saturation zone).
9. Kekeruhan
Batuan karbonat dihasilkan dari sekresi organisme laut dan presipitasi dari air
laut secara kimiawi. Hal ini mengandung arti bahwa pembentukan batuan karbonat
juga tergantung pada organisme. Sementara organisme laut membutuhkan kondisi
laut yang jernih agar sinar matahari dapat masuk tanpa terganggu.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat
lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO 3

dan satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral
karbonat adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2).
2. Proses diagenesa batuan karbonat yaitu pelaruta, sementasi, dolomitasi, akibat
organism, mechanical compaction, dan chemical compaction.
3. Komponen komponen batuan karbonat terdiri 3 bagian yaitu butiran, semen dan
matriks. Butiran pada komponen ini terbagi menjadi dua yaitu da yang skelektal
dan ada yang non sklektal.
4. Klasifikasi batuan karbonat terdiri dari 4 yaitu klasifikasi folk, klasifikasi
dunham, klasifikasi embry & klovan dan klasifikasi mount.
5. Kelompok mineral batuan karbonat terbagi atas 3 kelompok yaitu kelompok
mineral kalsit, kelompok mineral dolomite, dan kelompok mineral aragonite.
6. Fasies dan lingkungan pengendapan batuan karbonat terdiri dari 3 yaitu fasies
karbonat platform, fasies karbonat shelf dan fasies karbonat ramps. Factor yang
mempengaruhi terbentuknya lingkungan pengendapan batuan karbonat yaitu
iklim, tektonik eseanografi, pasokan sedimen, aktivitas organisme, salinitas,
kedalaman cahaya matahari, dan kekeruhan.
B. Saran
Adapun saran penulis untuk makalah ini adalah semoga pembaca yang
membaca makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang batuan karbonat.
Dan penulis juga meminta maaf bila ada huruf ataupun kata-kata yang kurang
dipahami dan tidak dimengerti

Anda mungkin juga menyukai