Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MAKALAH PENGELOLAAN LAPANGAN

CARBONATE RESERVOIR



Disusun Oleh :
Anggota Kelompok : 1.Arif Sukandar (1101053)
2.Fajar Agung Anugrah (1101047)
3.Jordan Julianus (1101049)
4.Kimliyah Ningsih (1101051)
5.Muhammad Khair (1101045)
6.Silvani Rezky (1101048)
7.Siti Maisarah Riana (1101057)
8.Wiwit Artana (1101044)

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan
(lebih dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum
meliputi Batugamping dan Dolomit.Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu,
yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada
proses tersebut, organism turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang
telah mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain,
dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat
yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit
berubah menjadi dolomite).Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi
pada lingkungan laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.Batuan karbonat
memiliki nilai ekonomi yang penting, sebab mempunyai porositas yang memungkinkan
untuk terkumpulnya minyak dan gas alam, terutama batuan karbonat yang telah
mengalami proses dolomitisasi, sehingga hal ini menjadikan perhatian khusus pada
geologi minyak bumi. Disamping sebagai reservoir minyak dan gas alam, batuan
karbonat juga dapat berfungsi sebagai reservoir airtanah, dan dengan adanya porositas
dan permeabilitasnya serta mineral-mineral batuan karbonat yang mudah untuk bereaksi
maka batuan karbonat dapat menjadi tempat berkumpulnya endapan-endapan
bijih.Karena pantingnya Batuan karbonat sebagai batuan yang dapat menyimpan mineral
ekonomis maka penting untuk mengatahui genesa, dan energi yang mempengaruhi
pembentukan batuan karbonat tersebut, sehingga dapat diperoleh gambaran untuk
kegiatan eksplorasi.


1.2 Pengertian Batuan Karbonat
Menurut Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonatnya lebih
besar dari fraksi non karbonat atau dengan kata lain fraksi karbonatnya >50%. Apabila
fraksi karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat. Fraksi-
fraksi yang umum dapat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai
Mineral Rumus Kimia Sistem Kristal
Aragonit CaCO
3
Orthorombik
Kalsit CaCO
3
Heksagonal(rombohedral)
Magnesit MgCO
3
Heksagonal(rombohedral)
Dolomit CuMg(CO
3
)
2
Heksagonal(rombohedral)
Ankerit Ca(FeMg)(CO
3
)
2
Heksagonal(rombohedral)
Siderit FeCO
3
Heksagonal(rombohedral)
Endapan-endapan karbonat pada masa kini terutama tersusun oleh aragonite, disamping
itu juga kalsit dan dolomite. Aragonite tersebut kebanyakan berasal dari proses
biogenic(ganggang hijau ataucalcareous green algae) atau hasilpresipitasi langsung dari
air laut secara kimiawi. Aragonite ini bersifat tidak stabil, aslinya segera setelah terbentuk
akan berubah menjadi kalsit. Oleh karena adanya proses substitusi Cu dan Mg, maka
endapan kalsit pada endapan masa kini ada dua macam, yaitu :
1. Low-Mg calcite, apabila kandungan MgCO
3
<4% dan terbentuk pada daerah yang
dingin.
2. High-Mg calcite, apabila kandungan MgCO
3
>4% dan terbentuk pada daerah yang
hangat.




4.1.2 Komposisi Kimia dan Mineralogi Batuan Karbonat
Mineralogi dan Komposisi kimia batuan karbonat tidak memperlihatkan lingkungan
pengendapan, tetapi penting sebagai derajat diagenesa rekristalisasi dan penggantian
kalsium karbonat (Graha, 1987).
a. Aragonit : CaCO
3
(Ortorombik)
Bentuk yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum-
jarum aragonit biasanya diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air
laut. Diagenesanya berubah menjadi kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari
aragonit seperti moluska.
b. Kalsit : CaCO
3
(Heksagonal)
Mineral ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat sebagai
rekristalisasi dari aragonit, sering merupakancavity filling atau semen, dalam bentuk
kristal kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit.
c. Dolomit : CaMg (CO
3
)
2

Juga merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama dengan
kalsit berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara primer (precipitasi
langsung dari air laut), tetapi kebanyakan hasil dolomotisasi dari kalsit.
d. High Magnesium Kalsit
Larutan padat dari MgCO
3
dalam kalsit. Tidak begitu banyak terdapat, sering merupakan
batuan dolomit Ls.

e. Magnesit : MgCO
3

Biasanya berasosiasi denga evaporit.
4.1.3. Lingkungan Pengendapan Karbonat
Beberapa faktor yang penting dan sangat mempengaruhi pengendapan batuan karbonat
adalah:
a. Pengaruh sedimen klasitik asal darat
Pegendapan karbonat memerlukan lingkungan yang praktis bebas dari sedimen klastik
asal darat. Karena sedimen klastik dari darat dapat menghambat proses fotosintesa
ganggang gampingan.
b. Pengaruh iklim dan suhu
Batuan karbonat diendapkan di daerah perairan yang bersuhu hangat dan beriklim tropis
sampai subtropis.
c. Pengaruh Kedalaman
Pada umumnya dan kebanyakan, batuan karbonat diendapkan di daerah perairan dangkal
dimana masih terdapat sinar matahari yang bisa menembus kedalaman air. Terdapat suatu
garis yang merupakan batas kedalaman air dimana sedimen karbonat dapat ditemukan
pengendapannya yang disebut dengan CCD (Carbonate Compensation Depth).
d. Faktor mekanik
Faktor mekanik yang mempengaruhi kecepatan pengandapan batuan karbonat yaitu
antara lain aliran air laut, percampuran air, penguraian oleh bakteri, proses pembuatan
organik pada larutan, serta pH air laut.
4.1.4. Penyusun Batuan Karbonat
Penyususn batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun batugamping
dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix dan semen.
1. Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau lebih
struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel
karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan
apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid.
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang
tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 0,5 mm.
Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet
(Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan
bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.
Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah
terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal
flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari
seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini
merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987).
Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi
invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991).




3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir
sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer.
Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan
menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang
berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami
alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar (Tucker, 1991).
4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga
pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika,
oksida besi ataupun sulfat.
4.1.5. Tekstur dan Struktur Batuan Karbonat
Tekstur pada batuan karbonat bervariasi, mulai dari tekstur yang terdapat pada batuan
detritus seperti besar butir, pemilahan, dan rounding, hingga yang menunjukkan hasil
pengendapan kimiawi. Matrixnya juga bervariasi dari lumpur karbonat berbutir padat
hingga kristal-kristal kalsit atau dolomit. Tekstur juga ada yang terbentuk dari
pertumbuhan organisme.
Tekstur pada batu gamping kebanyakan hampir sama dengan jenis tekstur pada batuan
detritus seperti batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan batuan
karbonat dan batu pasir hampir sama.
Apabila batu gamping tersusun atas klastik, kebanyakan struktur yang terdapat pada
batuan detritus juga muncul pada batuan ini. Struktur-struktur seperti cross-bedding,
ripple marks, dunes, graded bedding, dan imbricate bedding banyak dijumpai pada batuan
karbonat walaupun tidak mudah terlalu mudah diamati karena sedikitnya perbedaan
warna pada tiap lapisan di batuan karbonat.
Tipe laminasi yang paling banyak ditemukan dibentuk oleh organisme seperti alga
hijau/biru yang tumbuh di daerah berombak. Organisme ini tumbuh sebagai serat-serat
dan membentuk serabut dengan memerangkap dan menyatukan mikrokristal karbonat.
Adanya ombak yang datang dan menyapu butiran pasir di pantai membuat formasi
laminasi yang terdiri atas material organik.
Stylolit merupakan permukaan tak beraturan dari endapan karbonat yang tertekan.
Stylolit ini merepresentasikan 25% hingga 90% batuan karbonat yang terlarut.
4.2. Klasifikasi batuan karbonat
Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi deskriptif dan
klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada
sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik,
kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang
lebih menekankan pada asal usul batuan.


4.2.1. Klasifikasi Grabau (1904)
Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir
(>2 mm).
b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16
2 mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir
(<1/16 mm).
d. Calcipulverite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti
batugamping kristalin.
e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti
terumbu dan stromatolite.






4.2.2. Klasifikasi Folk (1959)
Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi. Folk
menyatakan bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat disebandingkan dengan
proses pengendapan batupasir atau batulempung.Menurut Folk ada 3 macam komponen
utama penyusun batugamping yaitu:


a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau biokimia yang
telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau gravel pada
batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam yaitu intraclast, oolite, pelet dan fosil.


b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang berdiameter 1-4
mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam asahan tipis). Sedangkan
dalam handspecimen, micritebersifat opak dan dull, berwarna pitih, abu-abu, abu-abu
kecoklatan atau hitam. Micrite analog deengan lempung pada batulempung atau matrik
lempung pada batupasir.


c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau kristal yang
berdiameter >/= 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan kenampakan yang jernih
dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement. Sparite analog
dengan semen pada clean sandstone. Berdasarkan perbandingan relatif
antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang dominan, maka Folk
membagi batugamping menjadi 4 famili. Batugamping tipe I dan II disebut
sebagai allochemical rock(allochem > 10%), sedangkan batugamping tipe III disebut
sebagaiorthochemical rock (allochem =/< 10%). Batas ukuran butir yang digunakan oleh
Folk untuk membedakan antara butiran (allochem) dan micrite adalah 4 micron
(lempung).
Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi bagus dan
terbentuk pada high-energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir
lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low-energy zone, dan
batugamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi tenang
(lagoon). Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah:
1. Jika intraclast > 25% intraclastic rock
2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya
3. Jika oolite >25% oolitic rock
4. Jika intraclast =/<25% dan oolite =/<25%
Lihat perbandingan antara fosildengan pelet, yaitu: a) fosil:pellet > 3:1 biogenic rock, b)
fossil:pellet < 3:1pellet rock, c) fossil:pellet = 3:1 1:3 biogenic pellet rock.
Aturan penamaan batuan adalah sebagai berikut: kata pertama adalah jenis allochem yang
dominan dan kata kedua adalah jenisorthochem yang dominan,
contoh: intrasparite, biomicrite, dll.

4.2.3.
Klasifikasi Dunham (1962)
Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi batugamping,
yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping, meliputi ukuran
butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan pengklasifikasian batugamping berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu:
1. Derajat perubahan tekstur pengendapan
2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat


Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan batugamping
menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone, dan boundstone.
Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi disebutcrystalline
carbonate. Fabrik (supportation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain
saling mendukung) dan mud-supported(butiran mengambang di dalam matrik lumpur
karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham
tidak memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti klasifikasi Folk. Batas ukuran
butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur
karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada
tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang
bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan.

4.2.4. Klasifikasi Embry and Klovan (1971)
Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari
klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada
kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate, dan membedakan % butiran
yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang berdiameter > 2m, Dengan demikian
klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih
tegas di dalam ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03 2 mm dan ukuran lumpur
karbonat <0,03 mm. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi
batugamping menjadi dua kelompok, yaitu batugamping allochton dan
batugamping autochton. Batugamping autochton adalah batugamping yang komponen
penyusunnya berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya.
Batugamping ini dibagi menjadi 3 yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk
cabang), bindstone(tersusun oleh biota berbentuk menegrak atau lempengan)
danframestone (tersusun oleh biota berbentuk kubah atau kobis).
Batugamping allochton adalah batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya
oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali
sebagai partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam
yaitu: mudstone, wackestone, packetone, grainstone, floatstone danrudstone. Dengan
demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan
tingkat energi pengendapan.

4.3. Lingkungan pengendapan, fasies dan geometri
Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai dari
zona supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luarshelf, paparan cekungan
dangkal (shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah
tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut
sebagai subtidal carbonate factory.
Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi padashelf, sebagian
mengalami trasportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai, atau lagoon, sedangkan
sebagian lagi mengalami trasportasi ke arah laut, yaitu ke cekungan yang lebih dalam.
Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk endapan karbonat, kecuali merupakan
hasil jatuhan dari plankton yang mensekresikan kalsium karbonat dan hidup di air
permukaan. Terumbu merupakan salah satu sumber produksi endapan karbonat di
paparan atau cekungan di luar paparan. Terumbu adalah suatu timbulan karbonat yang
dibentuk oleh pertumbuhan organisme yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri
tegar dan membenrtuk struktur topografi yang tahan gelombang. James (1979) membagi
fasies terumbu masa kini secara fisiografi menjadi 3 macam:
1. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis. Berdasarkan litologi
dan biota penyusunnya, fasies ini dapa dibagi menjadi 4 sub-fasies yaitu:
a. Sub-fasies puncak terumbu (reef-crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan biota jenis kubah
dan mengerak dan merupakan very high energy zone.
b. Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)
Litologi berupa rudstone, grainstone, dan nodule dari ganggang karbonatan dan
merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.
c. Sub-fasies terumbu depan (reef front)
Litologi berupa bafflestone, bindstone dan framestone dan merupakan daerah berenergi
lemah-sedang.
d. Sub-fasies terumbu belakang (back reef)
Litologi berupa bafflestone dan floatstone dan merupakan daerah energi lemah dan relatif
tenang.

2. Fasies Depan Terumbu (fore reef facies)
Litologi berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan yang mempunyai
kedalaman >30m dengan lereng 45 - 60. Semakin jauh dari inti terumbu (kearah laut)
litologi berubah menjadi packstone, wackstone dan mudstone.

3. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies)
Fasies ini disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30m)dan tidak
berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air terbatas, dan
banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa packetone, wackestone dan
mudstone dan banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal maupun
vertikal.


4.4. Porositas dan proses diagenesa
Tipe porositas utama pada batuan karbonat adalah vuggy (pori-pori yang lebih besar dari
butiran), intergranular (antar butir),intragranular (dalam butiran, contohnya material
cangkang ataushell), dan chalky.
Diagenesa yang berakibat pada berubahnya porositas dan permeabilitas dapat
dikelompokkan atas:
o Dolomitisasi yang akan meningkatkan porositas dengan menciptakan pori
yang lebih besar, atau dapat juga malahan akan mengurangi porositas jika
terjadi pertumbuhan interlocking mosaic dari kristal-kristal dolomit.
Dolomitisasi sering meningkatkan permeabilitas secara dramatis
dikarenakan pembentukan lubang pelarutan (solution vug) dan retakan
pasca penimbunan (post-burial) yang lebih besar
o Retakan (fracturing) dikarenakan adanya breksiasi, sesar atau kekar yang
aka meningkatkan permeabilitas
o Rekritaslisasi oleh neomorphism dari mikrit menjadi ukuran kristal yang
lebih besar yang akan meningkatkan porositas
o Semen yang akan menurunkan porositas dan permeabilitas
o Pelarutan (leaching) yang umumnya akan meningkatkan porositas dan
permeabilitas


4.5. Terumbu Karbonat sebagai batuan resevoir
Terumbu ( reef ) dapat menjadi batuan reservoir yang sangat penting. Pada umumnya
terumbu terdiri dari suatu kerangka, coral, ganggang, dan sebagainya yang tumbuh dalam
laut yang bersih, berenergi gelombang tinggi, dan mengalami banyak pembersihan
sehingga rongga-rongga antaranya khususnya menjadi sangat bersih. Dalam hal ini
porositas yang didapatkan terutama dalam kerangka yang berbentuk rongga-rongga bekas
binatang hidup yang tersemenkan dengan sparry calcite sehingga porositasnya diperkecil.


4.5.1. Bentuk reservoir terumbu
Pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 macam reservoir terumbu, yaitu:
Terumbu yang bersifat ' fringing ' atau merupakan suatu bentuk yang memanjang di lepas
pantai.
Terumbu yang bersifat terisoler di sana-sini, yang sering disebut sebagai suatu ' pinnacle '
atau ' patch reef ' atau secara tepat dikatakan sebagai bioherm, yang muncul di sana-sini
sebagai bentuk kecil secara tidak teratur.
Terumbu yang berbentuk linier, atau sebagai penghalang ( barrier ) biasanya berbentuk
mamanjang sering kali cukup besar serta memperlihatkan suatu asimetri dan biasanya
terdapat pada pinggiran suatu cekungan.
4.5.1.1. Terumbu tiang
Lapangan yang bersifat terumbu tiang ( pinnacle ) ditemukan di Libya yaitu lapangan
Idris dalam cekungan Sirte yang didapatkan dari suatu terumbu berumur paleosen.
Contoh yang baik untuk terumbu tiang sebagai reservoir ialah yang didapatkan baru-baru
ini di Irian Jaya, yaitu lapangan minyak Kasim dan Jaya. Lapangan Kasim-Jaya
merupakan suatu akumulasi dalam kulminasi terumbu yang tumbuh di atas suatu
kompleks terumbu yang merupakan suatu landasan. Bentuk terumbu Kasim-Jaya itu
terdiri daripada batuan karbonat berenergi tinggi yang panjangnya 7 km dan lebarnya 2.5-
3.5 km dan mempunyai ketinggian atau relief vertikal 760 m di atas landasan tempat
terumbu itu tumbuh.
Contoh lain daripada batuan reservoir ini ialah di dalam Formasi Baturaja di laut Jawa
sebelah Barat yaitu lapangan minyak kitty yang menghasilkan minyaknya dari terumbu
batugamping.




4.5.1.2. Gamping klastik
Gamping klastik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik, terutama dalam
asosiasinya dengan oolit, dan sering disebut sebagai kalkarenit.
Jadi jelas, bahwa batuan reservoir yang terdapat di dalam oolit itu merupakan
pengendapan berenergi tinggi dan didapatkan dalam jalur sepanjang pantai dengan arus
gelombang kuat. Porositas yang didapatkan biasanya ialah jenis porositas intergranular,
yang kadang-kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Batuan reservoir oolit terdapat
misalnya di cekungan Illinnois ( Amerika Serikat ), dimana terdapat oolit dalam gamping
yang berumur karbonat. Lapisan oolit ini disebut McClosky sand. Batuan ini terdiri
daripada oolit yang kadang-kadang bersifat dolomit. Contoh yang paling penting adalah
di Saudi Arabia yaitu dari Formasi Arab berumur jura muda, terutama dari anggota D.
4.5.1.3 Dolomit
Dolomit merupakan batuan reservoir yang jauh lebih penting dari jenis batuan karbonat
lainnya. Harus di ingat pula, bahwa kebanyakan dari batuan karbonat seperti oolit
ataupun terumbu sedikit banyak pula telah ikut didolomitasikan. Cara terjadinya dolomit
ini tidak begitu jelas, tetapi pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit
banyak terbentuk setelah proses sedimentasi. Salah satu teori yang menyebutkan
pembentukan porositas pada dolomit yaitu porositas timbul karena dolomitisasi batuan
gamping sehingga molekul kalsit diganti dengan molekul dolomit, dan karena molekul
dolomit lebih kecil daripada molekul kalsit maka hasilnya akan merupakan pengecilan
volume sehingga tidak timbulah rongga-rongga.dolomit biasanya mempunyai porositas
yang baik berbentuk sukrosit yaitu berbentuk menyerupai gula pasir. Rupa-rupanya
dolomit ini terbentuk karena pembentukan kristal dolomit yang bersifat euhedron dan
tumbuh secara tidak teratur diantara kalsit.

BAB V
POROSITAS, PERMEABILITAS DAN SIFAT FISIK BATUAN KARBONAT
DALAM
SISTEM MINYAK DAN GAS BUMI


5.1 Porositas
Porositas adalah suatu pengukuran ruang kosong dalam material, dan yang diukur dalam
bentuk pecahan antara 0 dan 1, atau dalam persentase antara 0-100%. Istilah porositas
digunakan di berbagai bidang termasuk bidang manufaktur, ilmu bumi, dan ilmu
bangunan. Porositas dari medium yang berpori (seperti batuan atau sedimen) menyatakan
bagian ruang kosong dalam material, dimana ruang kosong itu dapat berisi udara atau air,
yang didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang kosong (seperti fluida)
atau VV dan volume total atau volume bulk dari material, yaitu volume material dan
ruang kosongnya (VT) .
Besarnya porositas berkisar antara 0 dan 1, pada umumnya berkisar antara kurang dari
0,01 untuk granit padat hingga lebih dari 0,5 untuk gambut dan lempung. Nilai tersebut
juga dinyatakan dalam % yaitu dengan mengalikannya dengan 100%.
Porositas batuan atau lapisan sedimen sangat penting untuk diteliti yaitu untuk
menentukan volume air atau hidrokarbon yang mungkin terkandung di dalamnya.
Menentukan porositas sedimen merupakan hal yang kompleks karena adanya banyak
faktor seperti lamanya penguburan, kedalaman penguburan, sifat fluida, sifat lapisan
sedimen yang menghalangi gerakan fluida.

5.1.1. Porositas dan Konduktivitas Hidrolik
Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan konduktifitas hidrolik, untuk aquifer
yang berpasir dengan porositas yang lebih tinggi akan memiliki konduktifitas hidrolik
yang lebih tinggi (lebih banyak daerah yang terbuka untuk air mengalir), tetapi hubungan
antara konduktifitas hidrolik dan porositas ini sangat kompleks karena kenyataannya
tanah liat yang memiliki konduktifitas hidrolik yang sangat rendah ternyata memiliki
porositas yang sangat tinggi.


5.1.2. Penyortiran dan Porositas
Pengaruh penyortiran pada porositas tanah endapan (lumpur),Material dengan sortiran
baik (hampir seluruh butiran memilki ukuran yang sama) memilki porositas yang lebih
tinggi dari material dengan ukuran sama namun tidak tersortir dengan baik (sortiran
buruk). Pada sortiran buruk, butiran-butiran kecil dengan mudah mengisi pori, otomatis
sangat mengurangi porositas dan konduktifitas hidrolik.

5.1.3. Porositas Batuan
Batuan seperti batupasir, serpih, granit, atau batu gamping kemungkinan besar memiliki
porositas ganda yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan tanah endapan. Batu
sendiri dapat memiliki porositas yang rendah, dan retakannya dapat membentuk porositas
yang lebih tinggi.

5.1.4. Porositas Tanah
Porositas permukaan tanah pada umumnya berkurang dengan bertambahnya ukuran
partikel. Porositas tanah pada lapisan bawah permukaan bumi lebih rendah daripada
tanah di permukaan disebabkan tekanan oleh gravitasi. Porositas sebesar 0,20 dianggap
normal untuk material sebesar kerikil yang tidak tersortir pada kedalaman di bawah
biomantel.

5.1.5. Macam-macam Porositas Geologi
1. Porositas primer : sistem porositas utama atau porositas asli dalam sebuah batuan atau
tanah endapan.
2. Porositas sekunder :sistem porositas terpisah dalam sebuah batuan dan seringkali
meningkatkan keseluruhan porositas batuan
3. Porositas pecahan: porositas ini dihubungkan jaringan yang pecah. Pecahan ini dapat
menciptakan porositas sekunder dalam batuan.
4. Porositas Vuggy : porositas sekunder yang dihasilkan oleh makrofosil yang telah
menjadi batuan karbonat yang memiliki lubang-lubang yang besar.
5. Porositas Efektif : juga disebut porositas terbuka adalah perbandingan antara volume
total dimana fluida yang mengalir menempati (terjebak dalam) volume ini secara efektif.
Porositas ini sangat penting untuk aliran air bawah tanah (groundwater) dan minyak.
6. Porositas ganda : terjadi karena adanya dua reservoir yang saling tumpang tindih dan
berinteraksi satu sama lain. Contohnya pada lapisan batu yang terpecah.
7. Makropori : pori yang memiliki diameter lebih dari 50 nm. Aliran yang melalui
makropori dinamakan difusi bulk.
8. Mesopori : pori dengan diameter lebih dari 2 nm dan kurang dari 50 nm. Aliran
melalui mesopori disebut difusi knudsen
9. Mikropori : pori dengan diameter kurang dari 2 nm. Aliran melalui mikropori disebut
difusi aktifPengukuran Porositas


Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur porositas, yaitu metode
volum/densitas (volum pori =volume totalvolume material), metode penjenuhan air
(volum pori=volume total airair tidak jenuh), metode penguapan air (volume pori dalam
satuan sentimeter kubik = massa sampel yang dijenuhkan dalam satuan grammassa
sampel yang telah dikeringkan dalam satuan gram), porosimetri gangguan raksa
(beberapa tehnik gangguan non-merkuri telah dikembangkan pada masalah toksikologi),
dan adsorpsi gas nitrogen (embun dari gas nitrogen dalam pori diukur dengan volum atau
massa).


5.2. Permeabiltas
Permeabilitas suatu batuan merupakan ukuran kemampuan batuan untuk mengalirkan
fluida. Permeabilitas merupakan parameter yang penting untuk menentukan kecepatan
aliran fluida di dalam batuan berpori dan batuan rekah alami. Permeabilitas biasanya
dinyatakan dalam satuan mD (mili Darcy), dibidang geothermal seringkali dinyatakan
dalam m
2
, dimana 1 Darcy besarnya sama dengan 10
-12
m
2
. Besarnya permeabilitas
batuan tidak sama kesegala arah (anisotropy), umumnya permeabilitas pada arah
horizontal jauh lebih besar dari permeabilitas pada arah vertikal (Saptadji, 2002).
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
Permeabilitas absolute (Kabs)
Yaitu kemampuan batuan untuk melewatkan fluida dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa atau disaturasi 100% fluida, misalnya hanya
minyak atau gas saja.
Permeabilitas efektif (Keff)
Yaitu kemampuan batuan untuk melewatkan fluida dimana fluida yang mengalir lebih
dari satu fasa, misalnya (minyak dan air), (air dan gas), (gas dan minyak) atau ketiga-
tiganya. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-
masing untuk minyak, gas dan air.
Permeabilitas relatif (Krel)
Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif pada kondisi saturasi tertentu terhadap
permeabilitas absolute. Harga permeabilitas relative antara 0 1 darcy. Dapat juga
dituliskan sebagai beikut :
Permeabilitas relatif reservoir terbagi berdasarkan jenis fasanya, sehingga didalam
reservoir akan terdapat Permeabilitas relatif air (Krw), Permeabilitas relatif minyak
(Kro), Permeabilitas relatif gas (Krg) dimana persamaannya adalah :
Dimana :
Krw = permeabilitas relatif air
Kro = permeabilitas relaitf minyak
Krg = permeabilitas relatif gas



5.3. Sifat Fisik Batuan Karbonat Dalam Sistem Minyak dan Gas Bumi (Petroleum
System)
Respon seismik pada batuan karbonat sangat sulit dikenali. Contoh, dimana tidak
dikenalnya conventional DHI ranking dan klasifikasi AVO yang dikembangkan untuk
batuan klastik berlaku untuk batuan karbonat. Model Rock Physics karbonat yang akurat
dibutuhkan untuk mengatasi masalah teknis ini.
Perkembangan model rock physics batuan karbonat sangatlah sulit dikarenakan batuan
karbonat pada umunya memiliki sistem pori yang kompleks daripada batuan klastik.
Dimana batuan klastik umumnya memiliki intergranular pores, batuan karbonat dapat
memiliki berbagai jenis tipe pori seperti moldic, vuggy, interparticle danintraparticle.
Sebagai tambahan, diagenesis sering memainkan peranan penting pada alterasi sistem
pori pengendapan karbonat.
Permasalahan yang dihadapi pada batuan karbonat :
1. Reservoir Karbonat memunyai tipe yang secara lateral sulit untuk diprediksi.
2. Karbonat, tidak seperti batuan klastik, porositas dan permeabilitasnya sering sekali
bergantung pada proses diagenesis yang harus tidak selalu mengikuti facies boundaries.
3. Perubahan facies dalam karbonat dapat terjadi secara cepat dan diikuti oleh beberapa
tahapan diagenesis, membuat identifikasireservoir boundaries menjadi lebih sulit.

5.3.1. Karbonat pada penampang seismik :
1. Karbonat biasanya memiliki kecepatan tinggi, yang memberikan ekspresi seismik
dalam waktu singkat.
2. Poor contrast acoustic impedance : komposisi reservoir karbonat ditunjukkan dengan
komposisi mineralogi yang sangat terbatas,limestone atau dolomite, sering mempunyai
kontras kecepatan yang sangat kecil. Deteksi karbonat porous dalam limestone
reefssangatlah sulit.
3. Sangatlah sulit dalam menentukan shale seal. Misalnya, Low-velocity shale yang
kontak dengan high-velocity (tight) limestonesering menimbulkan misinterpretasi
untuk low-velocity layers dariporous dolomite diatas high-velocity (tight) limestone.
Reflektifitas untuk P-waves
normal incidence serupa untuk kedua kasus ini.
4. Karbonat umumnya mempunyai kedalaman yang cukup dalam, sehingga energi
seismik mengalami adsorbsi, atenuasi, mendistorsi lapisan batuan untuk mencapai
karbonat dan dipantulkan kembali ke permukaan.
Penelitian yang diterbitkan baru-baru ini menunjukkan bahwa tipe pori karbonat sangat
mempengaruhi hubungan porositas-kecepatan (e.g., Eberli et al. 2003). Multi-scale pore
system pada batuan karbonat menyebabkan beberapa penulis untuk mempertanyakan
validitas perhitungan fluid substitution menggunakan persamaan Gassmann (e.g.,Wang
1997, Baechle et al. 2005), sedangkan yang lain berpendapat bahwa persamaan
Gassmann bekerja sangat baik (e.g., Rasolofosaon 2006, Adam et al.2006). Ini sangatlah
penting untuk memahami mengapa persamaan Gassmann tampak bekerja untuk batuan
karbonat pada beberapa kasus namun tidak dalam kasus yang lain.
Model teoritis (e.g., Kuster and Toksoz 1974) disisi lain mempertimbangkan dampak dari
beberapa faktor seperti porositas, tipe pori, dan fluida pori, secara konsisten. Sebagai
contoh, mereka sering menggunakan pendekatan orde pertama karena mereka
mengabaikan interaksi mekanis antara pori-pori. Dengan demikian, mereka hanya
berlaku pada konsentrasi fluida pori. Metoda Differential Effective Medium (DEM)
method (e.g.Nishzawa 1982) atau metoda self-consistent method (e.g. Willis 1977) dapat
diintegrasikan dengan berbasis model inklusi (e.g. Kuster dan Toksoz 1974) untuk
menjelaskan mekanisme interaksi ini. Dalam kasus tipe sistem multi-pori, pori-pori DEM
menambahkan jenis yang berbeda menjadi sebuah model komputasi dengan cara
berurutan. Pendekatan ini membuat pendekatan DEM asimetris, yaitu, dengan hasil akhir
tergantung pada susunan pori-pori berbeda jenis ditambahkan ke sistem. Xu et al. (2006)
mengenalkan teori baru DEM untuk memecahkan masalah ini. Pada pendekatan yang
terakhir, sebagian kecil dari semua jenis pori-pori yang ditambahkan ke sistem secara
proporsional dalam setiap pengulangan perhitungan. Pendekatan baru ini membuat DEM
simetris, tapi itu membuat perhitungan fluid subsitution berikutnya menjadi lebih rumit.
Xu dan White (1995, 1996) mengembangkan sebuah model rock physics yang
mensimulasikan efek gabungan dari beberapa faktor dalam kecepatan gelombang P dan
S. Keys dan Xu (2002) mengusulkan sebuah metode pendekatan dry rock, yang secara
dramatis mempercepat perhitungan numerik DEM dengan tetap menjaga akurasi. Xu et al
(2007) memperluas model batuan karbonat Xu-White. Dalam model mereka, total
volume pori dibagi menjadi empat jenis tipe pori berdasarkan estimasi volume pori serpih
: (1)clayrelated pores, (2) interparticle pores, (3) microcracks, dan (4)stiff pores.
Pertama, total pore space dibagi ke dalam clay dan clay pore dengan menggunakan
skema yang diusulkan oleh Xu dan White (1995),
Vsh yang merupakan volume of shale, yang dinormalisasikan dengan total volume
matriks butiran. Terlepas dari kenyataan bahwa batuan karbonat umumnya clean, tetap
disimpan clay pores dalam model untuk membuat itu berlaku untuk campuran
lingkungan klastik-karbonat.
Microcracks mewakili komponen yang paling sesuai untuk kompresibilitas batuan, baik
dalam klastik atau karbonat. Sebagai hasilnya, mereka sangat sensitif terhadap stress.
Kami menggunakan persamaan berikut untuk menghubungkan crack porosity terhadap
porositas efektif.
Di mana Init menunjukkan initial crack porosity pada tegangan efektif overburden nol
0, dan adalah konstanta. sInit dan dapat diperkirakan dari stress-
dependent kecepatan gelombang P-S yang diukur di laboratorium.
Stiff pores (Stiff ) menggambarkan rounded moldic pores atau vugspada batuan
karbonat. Untuk batuan klastik, Stiff mungkin diatur ke nol. Akhirnya, interparticle
pores ( IP) membuat ruang pori yang dominan di batuan sedimen. Ini adalah ruang di
antara butir pasir dalam kasus klastik. Mereka, secara umum, tidak peka terhadap stress
dan tidak memiliki orientasi.

Gambar sebelah kiri adalah karbonat dengan interparticle pores, gambar yang ditengah
adalah karbonat dengan interparticle danrounded interframe pores, gambar sebelah
kanan adalah karbonat dengan interparticle pores dan micro-cracks.
Xu&Payne (2009) menunjukkan bahwa sistem porositas karbonat dapat ditafsirkan dalam
tiga komponen pori : (1) reference interparticle pores dengan aspek rasio 0.15; (2) soft
micro-cracksdengan aspek rasio 0.02; (3) stiff vuffy pores dengan aspek rasio 0.8.
Crossplot dari Vp vs Porositas menunjukkan indikasi kontribusi relatif dari tiap-tiap
komponen pori (Xu & Payne, 2009).


Xu Payne
Model isotropis rock physics karbonat telah dirilis dan digunakan oleh Icon Science. Ini
merupakan perluasan model Xu-White, yang awalnya didesain untuk batuan klastik,
hingga batuan karbonat.

Workflow of Xu - Payne model




BAB VI
KESIMPULAN


Eksplorasi atau pencarian minyak bumi merupakan suatu kajian panjang yang melibatkan
beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk kajian dasar, riset dilakukan
oleh para geologis, yaitu orang-orang yang menguasai ilmu kebumian. Mereka adalah
orang yang bertanggung jawab atas pencarian hidrokarbon tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi perhatian studi Petroleum System adalah batuan sumber
(source rocks), pematangan (maturasi), reservoir, migrasi, timing, perangkap (trap),
batuan penyekat (sealing rock) dan fracture gradient.

Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya
reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi,
temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.
Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan
reservoir, lapisan penutup dan perangkap.
Setiap reservoir yang ditemukan, akan diperoleh sekelompok molekul yang terdiri dari
elemen kimia Hidrogen (H) dan Karbon (C). Minyak dan gas bumi terdiri dari kedua
elemen ini, yang mempunyai proporsi yang beraneka ragam. Apabila ditemukan deposit
hidrokarbon disuatu tempat, akan sangat jarang dapat ditemukan di tempat lain dengan
komposisi yang sama, karena daerah pembentukkannya berbeda.
Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon sendiri
terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, tergantung pada kondisi (tekanan
dan temperatur) reservoir yang ditempati. Perubahan kondisi reservoir akan
mengakibatkan perubahan fasa serta sifat fisik fluida reservoir.
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih
dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum
meliputi Batugamping dan Dolomit.
Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang
mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism turut
berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami transportasi
secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan pembentukannya dapat
pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang
sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomite).
Tekstur pada batuan karbonat bervariasi, mulai dari tekstur yang terdapat pada batuan
detritus seperti besar butir, pemilahan, dan rounding, hingga yang menunjukkan hasil
pengendapan kimiawi. Matrixnya juga bervariasi dari lumpur karbonat berbutir padat
hingga kristal-kristal kalsit atau dolomit. Tekstur juga ada yang terbentuk dari
pertumbuhan organisme.
Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi deskriptif dan
klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada
sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik,
kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang
lebih menekankan pada asal usul batuan.
Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai dari
zona supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan
dangkal (shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah
tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut
sebagai subtidal carbonate factory.
Porositas adalah suatu pengukuran ruang kosong dalam material, dan yang diukur dalam
bentuk pecahan antara 0 dan 1, atau dalam persentase antara 0-100%. Istilah porositas
digunakan di berbagai bidang termasuk bidang manufaktur, ilmu bumi, dan ilmu
bangunan. Porositas dari medium yang berpori (seperti batuan atau sedimen) menyatakan
bagian ruang kosong dalam material, dimana ruang kosong itu dapat berisi udara atau air,
yang didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang kosong (seperti fluida)
atau VV dan volume total atau volume bulk dari material, yaitu volume material dan
ruang kosongnya (VT) .
Permeabilitas suatu batuan merupakan ukuran kemampuan batuan untuk mengalirkan
fluida. Permeabilitas merupakan parameter yang penting untuk menentukan kecepatan
aliran fluida di dalam batuan berpori dan batuan rekah alami. Permeabilitas biasanya
dinyatakan dalam satuan mD (mili Darcy), dibidang geothermal seringkali dinyatakan
dalam m
2
, dimana 1 Darcy besarnya sama dengan 10
-12
m
2
. Besarnya permeabilitas
batuan tidak sama kesegala arah (anisotropy), umumnya permeabilitas pada arah
horizontal jauh lebih besar dari permeabilitas pada arah vertikal (Saptadji, 2002).
DAFTAR PUSTAKA


BAGAIMANA HIDROKARBON BISA SAMPAI KE PERMUKAAN?
http://doddys.wordpress.com/2007/10/26/bagaimana-hidrokarbon-bisa-sampai-ke-
permukaan/

Batugamping Sebagai Reservoir Hidrokarbon


http://earthfactory.wordpress.com/2009/04/17/batugamping-sebagai-reservoir-
hidrokarbon/
Carbonate Rock Physics
http://inibumi.blogspot.com/2010/02/carbonate-rock-physics.html
DASAR-DASAR TEKNIK RESERVOIR
http://halibur.blogspot.com/2009/11/dasar-dasar-teknik-reservoir-reservoir.html
Eksplorasi minyak bumi
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksplorasi_minyak_bumi
Petrofisik
http://id.wikipedia.org/wiki/Petrofisik
Petroleum Lecture - Sifat Fisik Batuan Reservoir Migas
http://www.tomohoners.com/showthread.php?t=1061
Petroleum System (Sistem Minyak dan Gas Bumi)
http://ensiklopediseismik.blogspot.com/2008/11/petroleum-system-sistem-minyak-dan-
gas.html


POROSITAS BERBAGAI JENIS BATUAN
http://erdeka-okey.blogspot.com/2008/07/porositas-berbagai-jenis-batuan.html
Proses Pembentukan Minyak Bumi
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/proses-pembentukan-
minyak-bumi/
PROSES PEMBENTUKAN MINYAK BUMI
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Riski%20Septiadevana%2006062
49_IE6.0/halaman_7.html


Proses Pembentukan Minyak Bumi
http://www.agussuwasono.com/artikel/oil-knowledge/240-proses-pembentukan-minyak-
bumi.html
Reservoar Batuan Karbonat
http://cogangeologist.blogspot.com/2010/12/reservoar-batuan-karbonat.html
Tucker, E. Maurice. "Petrology of Sedimentary Rocks"



SELESAI

Anda mungkin juga menyukai