Anda di halaman 1dari 5

KOMPOSISI KIMIA DAN MINERALOGI BATUAN KARBONAT

Pembentukan mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin) dimana batuan
karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat terbentuk pada air tawar dan laut,
namun informasi banyak diperoleh dari kondisi air laut. Terdapat variasi kedalaman laut (hingga
ribuan meter) dimana mineral-mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas
terbentuknya mineral karbonat hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus (Light
saturation zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling tinggi yaitu pada kedalaman 0
20 meter dimana cahaya matahari efektif menembus kedalaman ini. Komposisi kimia utama dari
mineral karbonat adalah CaCO3, dapat juga berasosiasi dengan unsur Mg maupun Fe.

Gambar 2.1 Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral karbonat terhadap
kedalaman laut (Tucker & Wright, 1990).

Selain kedalaman laut, produktifitas mineral karbonat juga ditentukan oleh organisme penyusun
batuan karbonat. Beberapa jenis organisme mempunyai komposisi mineral karbonat yang
tertentu seperti koral yang umum dijumpai sebagi penyusun batuan karbonat modern memiliki
komposisi mineral aragonit, sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya
tersusun oleh mineral kalsit. Indikasi organisme tersebut sebenarnya juga menjadi indikasi
lingkungan pengendapan yang paling baik. Hal ini juga berlaku jika ditinjau dari segi mineralogi
organisme tersebut. Koral misalnya yang berkomposisi aragonit, dimana aragonit hanya

ditemukan pada kedalaman hingga 2000 meter, maka dapat dikatakan bahwa koral yang
menyusun batuan karbonat umumnya pada lingkungan laut dangkal.
MINERAL UTAMA PENYUSUN BATUAN KARBONAT

Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990) mengungkapkan bahwa
mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat adalah aragonit (CaCO 3), kalsit
(CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula
dijumpai dalam batuan karbonat yaitu magnesit (MgCO 3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit
(FeCO3) (Tabel 2).
Tabel 2 Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flgel (1982)
Aragonite
Rumus Kimia
Sistem Kristal
Trace elemen yang

Mg- Calcite

(Low-Mg Calcite)
CaCO3

(High-Mg Calcite)
CaCO3

Dolomite

Hexagonal (rhombohedral) crystal

CaMg(CO3)2
trigonal

Sr, Ba, Pb, K

Mg, Fe, Mn, Zn, Cu

Fe, Mn, Zn, Cu

0,155

<4
0,172

ganda
Berat jenis
Kekerasan
Kenampakan

2.94
3,5 - 4
Umumnya

2,72
3
Sering

kristal

bentuk

Pembentukan

umum
Mol% MgCO3
Indeks
refraksi

CaCO3
rhombik

Calcite

> 4 s/d > 20

40 - 50
0,177

Micrite, sering dalam

2,86
3,5 - 4
Sering dalam bentuk

isometric (sparry calcite)

bentuk

isometric

(fibrous) micrite
Dominan
pada

micrite
Dominan

(fibrous)
Dominan

lingkungan

lingkungan laut dalam,

lingkungan

umum pada lingkungan

dangkal

dangkal

dalam
acicular

laut

dalam

bentuk

pada

acicular

(sparry

pada

dolomite) micrite
Utamanya
pada

laut

lingkungan laut sangat


dangkal (transisi)

air tawar

.
Jenis mineral yang umum dijumpai tersebut mempunyai kharakteristik yang tidak jauh berbeda
seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Walaupun ketiganya umum dijumpai pada batuan
karbonat namun yang paling umum adalah kalsit hususnya untuk batuan-batuan tua. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan atau diagenesa dimana mineral aragonit cenderung berubah
menjadi kalsit. Bentuk kristal dari mineral kalsit dikontrol oleh kandungan Mg++ dalam air dan

bentuk ikatan kimianya dengan Ca. Semakin besar kandungan Mg++ maka bentuk kristalnya
cenderung kurus dan panjang seperti jarum dan sebaliknya cenderung memipih (Gambar 2).

Gambar 2 Bentuk kristal mineral kalsit yang dikontrol oleh kondisi air (dikutip dari Folk, 1972).
Struktur dasar yang umum dalam mineral karbonat adalah grup CO3. struktur ini memiliki 3
atom oksigen dengan pusat kristal pada atom C. ikatan ini merupakan ikatan yang relatif lebih
kuat dibanding dengan ikatan kimia lainnya dalam mineral karbonat (Tucker dan Wright, 1990).
Bentuk struktur kristal dari ketiga mineral utama karbonat seperti disebutkan pada tabel 2
digambarkan dalam tiga dimensi untuk menjelaskan lapisan-lapisan setiap unit. Khusus untuk
kalsit dan dolomit mempunyai kesamaan system kristal tetapi berbeda secara struktur. Pada kalsit
terdapat perselingan lapisan antara atom Ca dan kelompok CO 3. Setiap kelompok CO3 dalam
satu lapisan mempunyai orientasi 180O terhadap lapisan didekatnya Ketiga mineral utama
tersebut mempunyai lingkungan pembentukan tersendiri. Mineral aragonit terbentuk pada
lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup,
sehingga batuan karbonat yang tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan
produk laut dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan maksimum
adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit merupakan mineral yang stabil
dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi. Mineral kalsit tersebut masih bisa ditemukan
hingga kedalam laut mencapai 4500 meter. Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam
air laut dan dekat permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang
terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka dolomit hanya
umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi. Wilayah atau kedalaman dimana mineral
aragonit mulai melarut pada kedalaman sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman

sekitar 2000 meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai
Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral
karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD) (Gambar 4).

Gambar 4 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif mineral aragonit dan kalsit terhadap
kedalaman air laut dan tingkat solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis ACD dan CCD
pada daerah tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi (I), zona dissolusi
parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat
(IV). Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan sinar matahari
yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut, kandungan Mg2+, saturasi dari
konsentrasi CO32- serta fisiologi biotanya (Tucker dan Wright, 1990). Diagram yang
diperlihatkan pada gambar 4 di atas secara berangsur berubah atau mendangkal seiring dengan
perubahan latitude, damana semakin ke arah kutup, maka zona-zona tersebut semakin
mendangkal (Gambar 5). Perubahan tersebut terjadi oleh perbedaan cahaya matahari yang bisa
masuk kedalam air laut. Kedalaman air laut yang bisa tertembus oleh sinar matahari semakin
tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh karena itu pada daerah-daerah
equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat berkembangnya terumbu modern yang baik.
Sebaliknya zona yang menjauh dari daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus
oleh cahaya matahari semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan
terumbunya.

Gambar 5 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial
(II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV)
terhadap latitude. Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai
kedalaman laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona- zona tersebut
diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut secara dua dimensi (Gambar 6),
maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam
(deep sea) pada zona III.

Gambar 6 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat terhadap
lingkungan pengendapan pada laut modern

http://kepalabatu43.blogspot.com/2011/02/mineralogi-batuan-karbonat.html

Anda mungkin juga menyukai