Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Maksud
1.1.1. Memahami fotogrametri.
1.1.2. Mengetahui metode pengukuran dalam fotogrametri.
1.1.3. Mengetahui perhitungan dalam mengukur dan menghitung paralaks.
1.1.4. Mengetahui kegunaan dari fotogrametri.


1.2. Tujuan
1.2.1. Mampu memahami fotogrametri.
1.2.2. Mampu mengetahui metode pengukuran dalam fotogrametri.
1.2.3. Mampu mengetahui perhitungan dalam mengukur dan menghitung
paralaks.
1.2.4. Mampu Mengetahui kegunaan dari fotogrametri.


1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Hari : Jumat
Tanggal : 7 Mei 2013
Waktu : 13.30 WIB selesai
Tempat :Ruang Seminar, Gd. Pertamina Sukowati Undip, Lt. 3






2

BAB II
DASAR TEORI

2.1. Pengertian Fotogrametri
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu
obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/
pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang
elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk
menentukan ukuran lainnya.
Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek
yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan
secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan
melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik
ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi
kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik
pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera
untuk mendapatkan geometri sebuah objek.
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan
adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu
kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak
pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.

2.2. Unsur-unsur Pengukuran Fotogrametri
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik
dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana
3

Gambar 2.1 Pengukuran Luas dengan Metode Strip

karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan
alat sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang
padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar.
Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur
luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek
sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang
yang ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu
dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas
objek pada foto.







Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-
masing segi empat panjang (Luas ABBA + CDDC + EFFE), dimana
AA, BB, CC, DD, EE dan FF merupakan interval strip.
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas
milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam
mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar
1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari
gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan
bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika
bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 :
50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1 bujursangkar sama dengan
250.000 m
2
. dengan demikian luas objek tersebut adalah 12 x 250.000
m
2
sama dengan 3.000.000 m
2
.

4

Gambar 2.2 Menghitung Luas dengan Metode Bukur Sangkar







c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya
yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu
serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang
kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal
menghitung berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur
luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap
titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas
objeknya.







Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik

2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara
dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk
menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa
cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya
yaitu :
5

S = f / H
dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila
membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya
objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang
digunakan yaitu :
S = df / dl

dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah
diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp

dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp =
skala pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan
kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto
berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau
basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata
dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b
1
+ b
2

2
dengan B = basis foto, b
1
= basis foto 1 dan b
2
= basis foto 2.
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang
bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks
ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh
dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar
yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik
bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi
6

oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan
dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak
di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks
absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu
jumlah absolutnya (tanpa tanda negatifnya).











Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U

Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan
batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping
kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating
mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat
diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer.
Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan
stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur
paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang
akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan
dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada
sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
7

b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual,
dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan
menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan
titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 XB2







Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik

5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur
berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan
dengan persamaan :
h = H p
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base
foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi
terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa
persamaan, yaitu :
a. h = H. P
P
B
+ P
dengan h = beda tinggi, H
B
= tinggi terbang pesawat dari titik B, P
B
=
paralaks titik B, P
A
= paralaks titik A, P = selisih paralaks A dan B, H =
tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B
= jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil
8

pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala
1 : 10.000 atau lebih besar.

6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan,
karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang
sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-
displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur
pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n
1
dan n
2
) dan titik pusat foto konjugasi (n
1
dan n
2
)
diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n
1
ke A
1
dan ke B
1
, juga garis n
2
A
2
dan n
2
B
2
pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n
1
berimpit
denagn n
1
dan n
2
berimpit dengan n
2
.
f. Titik potong antara n
1
A
1
dan n
2
A
2
serta n
1
B
1
dan n
2
B
2
dihubungkan. Garis
penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di
lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak
AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari
bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.









Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis
9


BAB III
HASIL PERHITUNGAN

3.1. Perhitungan Paralaks
Pengukuran Lembar Per Lembar
Xa
1
= 2,8 cm
Xa
2
= 6,5 cm
P
A
= Xa
1
-Xa
2
= Xa
1
(-Xa
2
)
= 9,5 cm
Xb
1
= 7,3 cm
Xb
2
= 1 cm
P
B
= Xb
1
Xb
2
= Xb
1
(-Xb
2
)

= 8,3 cm
Jarak Koreksi
P
A
= D d
A

= 30,8 21,6
= 9,2 cm
P
B
= D d
B

= 30,8 22,5
= 8,3 cm
Base foto
Jarak dari PP
1
ke CPP
1
= b1 = 8,2 cm
Jarak dari PP
2
ke CPP
2
= b2 = 8,1 cm
B =


= 8,15 cm
10


3.2. Skala Foto




12781,41

3.3. Menghitung Tinggi Terbang
1 feet = 0,3048 m
Ha = 1135,740
H = Ha bidang dasar
= Ha 225
= 1135,740 cm 225 cm
= 1135731,955 cm
3.4. Perhitungan Luas
Metode Bujur Sangkar
Jumlah titik = 93 kotak
Luas persegi = sisi x sisi x skala
= 1x1 m
2

Luas di lapangan = 93 x (1278,41)
2

= 151992887,9 m
2
= 15199,28879 m
2
Metode Titik
Jumlah titik = 353 titik
Luas persegi = sisi x sisi
= 1 x 1 m
2

Luas di lapangan =

x (1278,41)
2

= 144229810,3 cm
2

= 14422,98103 m
2


11

Metode Strip
Luas persegi panjang = p x l0 mm
Luas 1 = 130 mm
2

Luas 2 = 230 mm
2

Luas 3 = 320 mm
2


Luas 4 = 470 mm
2
Luas 5 = 800 mm
2
Luas 6 = 1450 mm
2
Luas 7 = 1510 mm
2
Luas 8 = 1540 mm
2
Luas 9 = 330 mm
2
Luas 10 = 320 mm
2
Luas 11 = 230 mm
2
Luas 12 = 180 mm
2

Luas 13 = 880 mm
2

Luas 14 = 880 mm
2

Luas 15 = 370 mm
2

Luas 16 = 340 mm
2

Luas 17 = 600 mm
2

Luas 18 = 230 mm
2

Luas 19 = 130 mm
2


Luas total = L1+L2+L3. . . + L19
Luas total = 10940 mm
2

Luas di lapangan = luas total x skala
= 10940 x (1278,41)
2

= 17879,6 . 10
6
mm
2

= 17879,6 m
2












12

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan pengamatan dan perhitungan
terhadap suatu foto udara dengan menggunakan alat stereoskop. Perhitungan pada
foto udara dimana dalam hal ini yang dilakukan perhitungan adalah paralaks, base
foto, skala foto, tinggi terbang, luas daerah.

4.1. Paralaks
Dalam menghitung nilai paralaks dari suatu titik pada foto udara,
terlebih dahulu kita tentukan titik PP dan CPP pada foto udara. Untuk
mendapatkan titik PP, buat garis vertikal dan garis horizontal pada bagian
tengah foto udara. Titik potong antara garis vertikal dan horizontal pada
bagian tengah foto udara itulah yang disebut PP. Setelah itu tentukan CPP1
dengan melihat PP1 pada foto udara bernomor melalui stereoskop. Begitu
juga dengan penentuan CPP2 dengan melihat PP2 pada foto udara lainnya
melalui stereoskop. Lalu tentukan dua titik objek untuk pengukuran paralaks
yaitu A dan B, dimana A1 dan B1 berada pada foto udara dan A2 dan B2
berada pada foto udara. Setelah mendapatkan titik titik PP1, PP2, CPP1,
CPP2, A1, A2, B1, dan B2, dapat dilakukan pengukuran nilai paralaks. Nilai
paralaks dihitung dengan tiga cara yaitu :
Pengukuran lembar per lembar
Titik A1, A2, B1 dan B2 diukur menggunakan penggaris dari garis
vertikal (sumbu Y) dan sejajar garis horizontal (sumbu X) pada masing-
masing foto udara tanpa melalui stereoskop. Dari pengukuran tersebut
didapat nilai Xa1 = 2,8 cm, Xa2 = 6,5 cm, Xb1 = 7,3 cm dan Xb2 = 1.
Berdasarkan data dari hasil pengukuran titik titik tersebut, maka dapat
dilakukan perhitungan paralaks sebagai berikut :
P
A
= Xa
1
-Xa
2
= Xa
1
(-Xa
2
)
13

= 9,5 cm
Xb
1
= 7,3 cm
Xb
2
= 1 cm
P
B
= Xb
1
Xb
2
= Xb
1
(-Xb
2
)

= 8,3 cm
Tanda negatif atau positif dalam pengukuran mengikuti sumbu
koordinat, jadi jika titik berada di sebelah kiri sumbu Y maka titik bernilai
negatif. Dari perhitungan di atas maka paralaks titik A sebesar 9,5 cm dan
paralaks titik B sebesar 8,3 cm.
Pengukuran dengan orientasi stereoskop
Pada metode ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan parallax
bar. Penempelan tanda apung pada titik objek pada foto udara dilakukan
tanpa melihat stereoskop. Nilai dA dapat diukur ketika tanda apung sebelah
kiri tepat pada titik A1 dan tanda apung sebelah kanan tepat pada titik A2. dA
adalah jarak antara tanda apung kanan dan tanda apung kiri. Nilai dA diukur
dengan penggaris sebesar 21,6 cm. Begitu pula untuk titik B, setelah titik B1
dan B2 ditempelkan tepat dengan titik apung maka jarak antara titik
apungnya atau dB dapat diukur sebesar 22,5cm. Besar nilai D, yaitu jarak
antara PP1 dengan PP2, diukur menggunakan penggaris sebesar 30,8 cm.
Setelah data-data tersebut kita dapatkan, maka dilakukan perhitungan
paralaks masing-masing titik yaitu :
P
A
= D d
A

= 30,8 21,6
= 9,2 cm
P
B
= D d
B

= 30,8 22,5
= 8,3 cm
Tanda negatif atau positif dalam pengukuran mengikuti sumbu
koordinat, jadi jika titik berada di sebelah kiri sumbu Y maka titik bernilai
14

negatif. Dari perhitungan di atas maka didapatkan paralaks titik A sebesar 9,2
cm dan paralaks titik B sebesar 8,3 cm.
Base foto
Dalam melakukan perhitungan base foto, terlebih dahulu kita ukur jarak
antara PP1 dan CPP2 dengan penggaris yang disebut sebagai b1 sebesar 8,2
cm, kemudian mengukur jarak antara PP2 dengan CPP1 dengan penggaris
yang disebut b2 sebesar 8,1 cm. Dari data yang didapat maka dapat dilakukan
perhitungan base foto sebagai berikut :
B =


= 8,15 cm
Dari perhitungan diketahui bahwa base foto atau jarak antara pemotretan
foto udara yaitu 8,15 cm cm pada foto udara.

4.2. Skala foto
Pada perhitungan skala foto, data-data yang diperlukan telah diketahui
yaitu f untuk fokus kamera sebesar 88,84 mm dan H untuk tinggi terbang
dengan nilai sebesar 11357,4m. Dari data-data tersebut maka dapat dilakukan
perhitungan skala foto sebagai berikut :




12781,41
= 1 : 12781,41
Sehingga diketahui bahwa skala foto = 1 : 12781,41yang artinya 1 cm di
foto udara mewakili 12781,41 cm di lapangan.

4.3. Tinggi terbang
Pada perhitungan skala foto, datadata yang diperlukan untuk
menghitung tinggi terbang adalah Ha, yang besarnya 38000 feet, dan bidang
dasar sebesar 225 m. Besar Ha sebelumnya diubah dahulu menjadi cm.
Karena 1 meter = 3,28 feet, maka nilai Ha = 1135,740 cm. Kemudian dari
15

datadata tersebut dapat dilakukan perhitungan tinggi terbang sebagai berikut
:
1 feet = 0,3048 m
Ha = 1135,740
H = Ha bidang dasar
= Ha 225
= 1135,740 cm 225 cm
= 1135731,955 cm

4.4. Luas daerah
Terdapat tiga metode perhitungan luas daerah pada foto udara yaitu
metode jaringan titik, metode bujursangkar dan metode jaringan strip. Namun
sebelum melakukan pengukuran dan perhitungan, kita harus menentukan dan
mendelineasi daerah yang ingin diukur luasnya melalui stereoskop. Daerah
yang didelineasi sebaiknya memiliki relief yang datar, sehingga lebih mudah
di dalam perhitungan luasnya. Perhitungan untuk masing-masing metode
adalah sebagai berikut:
Jumlah titik = 93 kotak
Luas persegi = sisi x sisi x skala
= 1x1 m2
Luas di lapangan = 93 x (1278,41)2
= 151992887,9 m2
= 15199,28879 m2
Metode bujursangkar
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot pada mika
ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian dibuat bujursangkar
kecil-kecil pada wilayah daerah sesuai dengan kotak-kotak yang ada pada
kertas milimeter blok. Luas satu kotak pada millimeter blok sebesar 1 cm2 .
Karena skala foto udara sama dengan 1 : 1278,41cm, maka luas sebenarnya
daerah pada 1 bujursangkar sebesar (1278,41cm)2. Lalu jumlah bujursangkar
16

yang memuat wilayah lebih dari setengah dihitung, dimana didapat
banyaknya bujursangkar sebanyak 93 buah, sehingga perhitungan luasnya
yaitu
Luas di lapangan = 93 x (1278,41)
2

= 151992887,9 m
2

Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara adalah 151992887,9
m
2
di lapangan.
Metode jaringan titik
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot pada mika
ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian diberi titik - titik pada
wilayah daerah sesuai dengan titik pada kotak-kotak yang ada pada kertas
milimeter mencakup 353 titik maka :
Luas di lapangan =

x (1278,41)
2

= 144229810,3 cm
2

= 14422,98103 m
2
Sehingga luas daerah yang ada pada foto udara dengan metode titik
adalah 14422,98103 m
2
di lapangan.
Metode jaringan strip
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot pada mika
ditempelkan pada kertas milimeter blok dan ditarik garis-garis horizontal
yang saling sejajar dengan jarak 1 cm. Kemudian dibuat batas masing-
masing garis-garis horizontal tersebut dengan catatan setiap batas masih
memuat wilayah lebih dari setengah.
Luas I = L1 + L2 + L3 + L4 +. + Ln
Luas total = 10940 mm
2

Luas di lapangan = luas total x skala
= 10940 x (1278,41)
2

= 17879,6 . 10
6
mm
2

= 17879,6 m
2

Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara berdasarkan metode ini adalah
17879,6 m
2

17


BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Geomorfologi Acara Fotogrametri dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu
obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman,
pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman
gambar gelombang elektromagnetik.
2. Perhitungan paralaks
Pengukuran lembar per lembar : PA = 9,3 cm dan PB = 8,3 cm
Jarak koreksi : PA = 9,2 cm dan PB = 8,3 cm
Base foto : 8,15 cm
3. Skala foto = 1278,41
4. Tinggi Terbang = 1135731,955 cm
5. Perhitungan Luas
Metode Bujur Sangkar
Jumlah titik = 93 kotak
Luas di lapangan = 93 x (1278,41)
2

= 151992887,9 m
2
= 15199,28879 m
2
Metode Titik
Jumlah titik = 353 titik
Luas di lapangan =

x (1278,41)
2

= 144229810,3 cm
2

= 14422,98103 m
2


18

Metode Strip
Luas total = L1+L2+L3. . . + L19
Luas total = 10940 mm
2

Luas di lapangan = luas total x skala
= 10940 x (1278,41)
2

= 17879,6 . 10
6
mm
2

= 17879,6 m
2

5.2. Saran
1. Praktikan diharapkan membaca buku panduan praktikum sebelum
praktikum dimulai.
2. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam menghitung perhitungan di dalam
materi fotogrametri.


















19

DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Geomorfologi. 2011. Panduan Praktikum Geomorfologi 2011 :
Semarang, Jurusan Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?p=9#more-9


























20














LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai